BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat, mengetahui sejauh mana kemampuan siswa untuk melakukan kegiatan diluar sekolah. Melihat cara kerja dan berbagai macam alat-alat laboratorium yang sangat canggih dan dapat gambaran saat akan bekerja di industry.
1.2 Waktu dan Tempat Waktu
Kunjungan Akademi Farmasi Farmasi Yamasi Yamasi dilaksanakan pada 27 -28 April 2017 Tempat
UPT Materia Medica Jl. Lahor No. 87 Kota Batu.
BAB II UPT MATERIA MEDICA
2.1 Sejarah Materia Medica
UPT Materia Medica didirikan sejak tahun 1960 oleh almarhum Bapak R.M.Santoso yang juga merupakan salah satu pendiri Hortus Medikus Tawang Mangu yang sekarang berubah menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. Berdirinya UPT Materia Medica diawali dari hasil pengamatan beliau bahwa tidak semua tanaman obat yang ada di Indonesia dapat dikoleksi pada satu daerah saja. Hal ini disebabkan karena adaptasi tanaman terhadap lingkungannya terutama terhadap iklim sangatlah berbeda, mengingat bahwa Indonesia secara garis besar terdiri dari tipe iklim basah, daerah sedang dan daerah kering, maka kebun Tawang Mangu yang berdiri sejak tahun 1948 merupakan daerah iklim sedang sampai basah. Sedangkan untuk tanaman daerah sedang sampai kering perlu adanya kebun koleksi lain yang bisa mewakili tipe iklim tersebut. Dari hasil pengamatan Beliau karesidenan Malang adalah daerah yang cocok untuk didirikan kebun koleksi tanaman obat dari tipe iklim sedang sampai kering. Sebagai realisasi dari gagasan beliau itu untuk mendirikan kebun koleksi tanaman obat didaerah sedang dan kering di wilayah Batu dan Nongko Jajar, karena waktu itu Nongkojajar adalah daerah yang sulit transportasinya, maka ditetapkan Batu sebagi kebun koleksi sampai sekarang dan dikenal sebagi Balai Materia Medica Pengelolaan kebun percobaan ini dilakukan oleh yayasan Farmasi yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Jawa Timur. Sebelum kebun percobaan ini jadi, tahun1963 Bapak RM Santoso meninggal dunia.
Untuk kelangsungan Balai Materia Medica oleh Bapak Dr.Modarso selaku Inspektur Kesehatan Jawa Timur ditunjuk Bapak R.Soehendro (Kepala Dinas Perkebunana Rakyat Kab. Malang) sebagi pejabat sementara Pimpinan Kebun Balai Materia Medica sampai mendapatkan pimpinan yang baru. Tahun 1964 BMM mendapat pimpinan baru yaitu Ir.NV.Darmago, beliau diangkat oleh Dinas Kesehatan Jawa Timur sebagi tenaga tetap di Kebun Materia Medica hingga th 1970. Th 1970 atas permohonan sendiri Ir.NV Darmago meletakan jabatannya, kemudian selaku pipmpinan kebun Materia Medica dipegang oleh Ir.Wahyu Soeprapto. Pertengahan tahun 1970 terjadi perubahan status dari milik swasta menjadi milik pemerintah yaitu Dinas Kesehatan daerah Tingkat I Jawa Timur Direktorat Farmasi Jawa Timur. Tahun 2000 hingga April 2005 selaku Pelaksana Teknis Balai Materia Medica Batu dipegang oleh Dra.Hj.Siti Hidjrati Arlina. Selanjutnya April 2005 secara definititif BMM dipimpin oleh Bapak B.Soegito,SKM.Kes hingga 31 April 2008. Mulai 1 Mei 2008 hingga 31 Desember untuk sementara kepala BMM dipegang oleh Bu Etty Retno, Apt. (Sebagai PLt). Sejak 1 Januari 2009 hingga sekarang yang mejadi kepala UPT Materia Medica adalah Drs. Husin RM., Apt, Mkes. Setelah tahun 1978 dengan berfungsinya Direktorat Daerah Farmasi Jawa Timur menjadi sub Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang sekarang menjadi Badan POM, maka pengelolaan Materia Medica Batu diserahkan kepada Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur hingga sekarang.
2.2 Visi dan Misi
Visi:
Menjadikan UPT Materia Medica terdepan dalam bidang pengembangan Tanaman Obat Asli Indonesia (TOI), khususnya di Jawa Timur dan umumnya di Indonesia Timur”.
Misi: a. Meningkatkan promosi pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku obat alam Indonesia b. Mengembangkan monografi dan standart mutu, baik simplisia maupun ekstrak. c. Membantu penyusunan farmakope herbal Indonesia. d. Mengembangkan penelitian dasar tanaman obat alam Indonesia. e. Memperkokoh jaringan kerjasama antar lembaga penelitian dan industri terkait.
2.3 Kegiatan di UPT Materia Medica
Kegiatan Balai Materia Medica antara lain yaitu memberikan informasi tumbuhan obat, penyuluhan, perpustakaan, penyediaan bibit, penyediaan simplisia, penyediaan produk olahan, rujukan diklat pengelolaan tumbuhan obat, wisata ilmiah tumbuhan obat dan penelitian tanaman obat. 2.4 Tujuan Sentra Tanaman Obat (STO) UPT Materia Medica
Tujuan Umum Membangun STO dalam skala regional dan sebagai alat dan sarana untuk memperkenalkan dan menggalakkan budi daya serta penggunaan tanaman obat
asli
Indonesia
untuk
tujuan
pemeliharaan
kesehatan
dan
peningkatan
perekonomian masyarakat.
Tujuan Khusus Membangun sarana untuk percontohan dan penelitian tanaman obat asli Indonesia, menyediakan sarana pendidikan dan pelatihan di bidang obat bahan alam serta pengembangan wisata TOGA
2.5 Fungsi STO UPT Materia Medica
Pembangunan Sentra Tanaman Obat UPT MATERIA MEDIKA dirancang untuk dapat berfungsi sebagai :
Museum dan etalase tanaman obat Indonesia, seperti tanaman obat yang hampir punah atau langka, tanaman obat yang telah dilakukan penelitian secara ilmiah terbukti khasiatnya
Sarana untuk melakukan applied research seperti penelitian budidaya tanaman obat baik secara in-situ atau ex-situ sehingga dapat menghasilkan tanaman obat dengan mutu, khasiat dan keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah,
penelitian
budidaya
tanaman
obat
yang
terbukti
kemanfaatannya dan tanaman obat tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi,
Tempat dan alat untuk melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan di bidang obat bahan alam seperti pelatihan budi daya tanaman obat bagi calon pelatih di Daerah, produsen/petani tanaman obat dan pihak lain yang berminat, pelatihan teknologi ekstraksi, meracik, dan sebagainya,
Sarana dan alat dalam rangka untuk memperkenalkan, memotivasi dan menumbuhkan minat di kalangan pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum, sehingga pada tahap selanjutnya yang bersangkutan dapat ikut secara proaktif melakukan budidaya dan pemanfaatan tanaman obat Indonesia,
Penyediaan informasi mengenai tanaman obat
Sarana promosi dan wisata TOGA Indonesia
BAB III PEMBAHASAN
3.1