KECEPATAN DAN ORDE REAKSI I.
TUJUAN •
Menentukan konstanta kecepatan aliran.
II. TEORI
Reaksi tidak berlansung secara tiba-tiba tetapi selalu melalui suatu proses dengan dengan arti kata memerlu memerlukan kan waktu waktu selama selama berlans berlansung ungnya nya reaksi reaksi atau proses proses,, maka dalam hal ini jumlah reaktan akan semakin berkurang sedangkan jumlah produk produk makin makin lama makin makin bertamb bertambah. ah. Proses Proses pengur pengurang angan an atau penamb penambaha ahan n tersebut ada yang berlansung. Lambat, bahkan ada yang berlansung sangat cepat , contohnya reaksi titrasi :
NaOH OH
+ +
HCl
NaCl
H+
H2O
Ada beberapa factor yang mempengaruhi kecepatan reaksi, diantaranya : 1. Temperatu atur 2. Konsentras trasii 3. Keadaaa Keadaaan n kontak kontak antar antaraa reaktan reaktan denga dengan n reaktan reaktan 4. Katalis 5. Pelar elarut ut (me (med dia) ia) 6. cahaya
secara umum kecepatan reaksi sama dengan kecepatan perubahan reaksi jumlah zat dalam satuan waktu tertentu. Hal ini analog dengan kecepatan sebuah mobil atau kendaranan. Bila dalam 2 jam mobil telah menempuh 100 km, berarti kecepatannya adalah 50 km/jam. Kecepatan seperti ini disebut dengan kecepatan rata-r rata-rata ata.. Namu Namun, n, terny ternyat ataa kece kecepat patan an mobil mobil terse tersebu butt tidak tidak selal selalu u 50 km/ja km/jam m adakala adakalanya nya kurang kurang,, lebih lebih bahkan bahkan tetap. tetap. Kecepat Kecepatan an terseb tersebut ut adalah adalah kecepa kecepatan tan sebenarnya sebenarnya pada saat itu dan kecepatan tersebut adalah kecepatan kecepatan sebenarnya sebenarnya yang disebut dengan kecepatan sesaat. Hal ini juga berlaku di dalam reaksi kimia, berarti ada kecepata kecepatan n rata-rata rata-rata dan kecepat kecepatan an sesaat. sesaat. Contoh Contohnya nya,, reaksi reaksi antara antara asetile asetilen n dengan hydrogen yang menghasilkan etana.
CH2
+
C2H6
2H2
Dala Dalam m reak reaksi si ini komp kompon onen en aset asetile ilen n dan dan komp kompon onen en akan akan selal selalu u berku berkuran rang g sedangkan komponen etana akan selalu bertambah sampai akhirnya reaksi selesai. Seca Secara ra umum umum kece kecepa pata tan n reak reaksi si tida tidak k berd berdas asar arka kan n berd berdas asar arka kan n ada ada perubahan jumlah produk atau reaktan persatuan volume. Jadi, kecepatan secara umum di nyatakan dengan perubahan konsentrasi.
dn V = v dt
=
d (C ) dt
Dengan demikian, satuan yang umum dipakai adalah mol/liter/detik atau mol/lit mol/liter/ja er/jam. m. Perlu Perlu diperhat diperhatian, ian, bahwa bahwa kecepat kecepatan an perubah perubahan an konse konsentra ntrasi si dari masing-masing komponen di dalam reaksi tidak selalu sama.
Contoh :
A
+
C
2B
Pada reaksi ini ternyata kecepatan perubahan B lebih cepat dari kecepatan dari kecepatan perubahan A karena setiap 1 mol A akan bereaksi dengan 2 mol B meng menghas hasilk ilkan an 1 mol mol C, berar berarti ti kecep kecepata atan n B adala adalah h 2 kali kali kecep kecepata atan n A dan dan kecepatan C.
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa kecepatan pengurangan (kecepa (kecepatan tan konsu konsumsi msi)) maupun maupun kecepata kecepatan n pemben pembentuk tukan an suatu suatu kompo komponen nen sama sama dengan perubaha konsentrasi dari komponen tersebut terhadap waktu, misalnya : A
B
Maka : V A = V B =
A
d [ A] dt d [ B ] dt
+ B
Maka : V A = V B =
V C =
C
d [ A] dt d [ B ] dt
d [ C ] dt
Dengan arti kata, kecepatan masing-masing komponen tersebut selalu di hubungkan dengan konsentrasi namun dari hasil pengmatan (secara empiris) para ahli telah menemukan suatu persamaan (hubungan sederhana) antara kecepatan perubahan masing masing-mas -masing ing kompo komponen nen tersebu tersebutt terhadap terhadap konse konsentra ntrasi si reaktan reaktan berpang berpangkat kat bilangan tertentu yang disebut orde reaksi.
Contoh :
A
B
VA = K A [A]α VB = K B [A]α
A
+
B
VA = K A [A]α [B]β VB = K B
[A]α [B]β
VC = K C
[A]α [B]β
C
III.
III.1.
PROSEDUR PERCOBAAN
Alat dan Bahan Alat
:
•
Buret 50 mL
•
Gelas Ukur
•
Stopwatch
Bahan :
•
III.2.
Air
Cara Kerja
Percobaan 1
1. Isi buret 50 mL dengan air sampai tanda batas, usahakan buret tersebut berdiri tegak menggunakan standar. 2. Bersamaan dengan itu, hidupkan stopwatch. 3. Setelah 5 detik, matikan stopwatch, tutup kran dan catat volume air yang kelura dari buret. 4. Hal yang sama juga di lakukan untuk setiap 5 detik berikutnya. 5.
Alurkan jumlah air yang keluar terhadap waktu menggunakan kertas grafik.
6. Hitunglah :
•
Kecepatan rata-rata antara 0 dan 5 detik
•
Kecepatan rata-rata antara 5 dan 10 detik
•
Kecepatan sesaat pada detik ke 3, 5, 7 dan 10
•
Hitunglah
konstanta
kecepatan aliran dan bandingkan
kecepatan aliran pada percobaan 2
Percobaan 2
1.
Isi buret 50 mL dengan air sampai tanda batas, usahakan buret tersebut berdiri tegak dengan menggunakan standar
2.
Buka kran dan biarkan air mngalir di tampung dengan gelas ukur. Bersamaan dengan itu, hidupkan stopwatch. Matikan stopwatch saat air yang keluar mencapai volume 5 mL.
3. Kecepatan Aliran air dapat di hitung yaitu : V = V =
volume air yang keluar t 5 mL t
4. Lakukan hal yang sama untuk ketinggian air 25 mL dan 12,5 mL 5. Hitung kecepatan aliran air untuk masing-masing percobaan. 6. Bandingkan kecepatan aliran air untuk masing-masing percobaan. 7. Hitung orde reaksi (orde aliran) dan konstanta kecepatan aliran air yaitu dengan membandingkan 2 kecepatan reaksi sebagai berikut : V 1 = K 1[ A1 ]α → logV 1 = log K 1 1 + α log A1 V 2 = K 2 [ A 2 ]α → log V 2 = log K 2 + α log A2 log V 1 − log V 2 = α (log A1 − log A2 )
α =
log V 1 − log V 2 log A1 − log A2
3.3 Skema Kerja
Percobaan I
50 mL air masukkan ke buret Buka kran, tekan stopwatch sampi 5 detik Ukur volume air yang keluar
Lakukan hal yang sama untuk 5 detik berikutnya Alurkan jumlah air terhadap waktu
Tentukan kecepatan rata – rata 0 – 5 detik, 5 – 10 detik
Hitung kecepatan sesaat pada 3, 5, 7, 10 detik
Hitung konstanta kecepatan reaksi
Percobaan II
50 mL air kedalam buret
Buka kran sampai 5 mL air keluar Catat waktu yang dibutuhkan
Tentukan kecepatan alir
Hitung orde reaksi dan konstanta kecepatan reaksi
Lakukan hal yang sama untuk tinggi air 25 mL dan 12,5 mL
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data dan Perhitungan
A). PERCOBAAN I t (detik)
V1 (mL)
0 5 10 20 30 40 50
0 1,9 5,6 13,4 22,4 33,2 44,4
1). Kecepatan rata-rata = V
a. V =
b. V =
c. V =
d. V =
e. V =
f. V =
1,9mL − 0mL 5 s − 0 s
n 2 − n1 t 2 − t 1
= 0,38mL / s
5,6mL − 1,9mL 10 s − 5 s
= 0,74mL / s
13,4mL − 5,6mL 20 s − 10 s
= 0,78mL / s
22,4mL − 13,4mL 30 s − 20 s
= 0,9mL / s
33,2mL − 22,4mL 40 s − 30 s 44,4mL − 33,2mL 50 s − 40 s
= 1,08mL / s
= 1,12mL / s
2). Menentukan orde aliran ( α )
Kecepatan reaksi untuk Kecepatan reaksi untuk V =
V1 =
13,4mL 20 s
33,2mL 40 s
V2 = α
= =
t = 20 s t = 40s
n t
= 0,67mL / s
= 0,83mL / s
log V 1 − log V 2 log A1 − log A2 log 0,67 − log 0,83
log13,4 − log 33,2 − 0,093 α = = 0, 236 − 0,394
3). Penentuan nilai konstanta Log V1 = log k 1 + log A1 Log V2 = log k 2 + log A2
a. Untuk
t = 20 sekon
Log 0,67 -0,174 Logk 1
= log k 1 + log 13,4 = logk 1 + 1,127 = -1,301 K 1 = 0,050
b. Untuk t = 40 sekon Log 0,83
=log k 2 + log 33,2
-0,081
=log k 2 + 1,521
Log k 2
= -0,081 – 1,521 K 2
Maka k rata-rata =
= 0,025 0,050 + 0,025 2
= 0,0375
4). Persamaan regresi X 0 5 10 20 30 40 50 155
B =
=
= A
y 0 1,9 5,6 13,4 22,4 33,2 44,4 120,9
∑ xy − ∑ x.∑ y n∑ x − ( ∑ x )
n
2
2
7( 4553,5) − (155).(120,9) 7(5525 ) − (155) 2 13135 14650
= 0,897
= y - Bx = 17,271 – (0,897).(22,143) = -2,591
Maka persamaan regresi : Y
= -2,591 + 0,897x
xy 0 9,5 56 268 672 1328 2220 4553,5
x2 0 25 100 400 900 1600 2500 5525
5). Menentukan kecepatan sesaat a. Pada
t = 3 second Y = -2,591 + (0,897).( 3 ) Y = 0,1
Jadi, kecepatan sesaat adalah 0,1
b. Pada t = 5 second Y
= -2,591 + (0,897).( 5 ) = 1,894
Jadi, kecepatan sesaat adalah 1,894
c. Pada t = 7 sekon Y = -2,591 + (0,897).( 7 ) = 3,688 Jadi, kecepatan sesaat adalah 3,688
d. Pada t = 10 sekon Y= -2,591 + (0,897).(10) = 6,379 Jadi,kecepatan sesaat adalah 6,379
B). PERCOBAAN 2 Volume 5 mL 25 mL 37,5 mL
a). Menentukan orde reaksi
t(detik) 5,8 25,6 20,0
Volume terpakai 5 mL 5 mL 5 mL
•
tinggi air 5 mL dengan t = 5,8 s V=
•
5,8 s
= 0,862
tinngi air 25 mL dengan t = 25,6 s
V=
•
5mL
5mL 25,6 s
= 0,195
tinggi air 37,5 mL V=
5mL 20,0 s
= 0,250
I. Nilai α untuk perbandingan V 1 dan V2
log V 1 − log V 2
α =
=
log A1 − log A2 log 0,862 − log 0,195 log 5,8 − log 25,6
= −1
II. Nilai α untuk perbandingan V2 dan V3
α =
=
log V 2 − log V 3 log A2 − log A3 log 0,195 − log 0,250 log 25,6 − log 20,0
= −1,009
b). Menentukan nilai konstanta kecepatan aliran (k) I.
Untuk nilai t = 5,8 s Log V1
= log k 1 + log A1
Log 0,862 = log k 1 + log 5,8 -0,064
= log k 1 + 0,763
Log k 1 = -0,064 – 0,763 K 1 = II.
0,149
Untuk nilai t = 25,6 s Log V2
= log k 2 + log A2
Log 0,195 = log k 2 + log 25,6 -0,709
= log k 2 + 1,408
Log k 2 = -0,709 – 1,408 K 2 = 0,007
III.
Untuk nilai t = 20,0 s Log V3
= log k 3 + log A3
Log 0,250 = log k 3 + log 20,0 -0,602
= log k 3 + 1,301
Log k 3 = -0,602 – 1,301 K 3 = 0,012
Maka k rata-rata
=
0,.149 + 0,007 + 0,012 3
= 0,056
grafik hubungan waktu dan volume percobaan 1 50 45 40 35 m ( 30 e m25 u l o 20 v 15 10 5 0
grafik hubungan waktu dan volume
0
20
40
60
waktu (s)
grafik hubungan waktu dan volume percobaan 2 40 35 30 m25 ( e m20 u l o 15 v
grafik hubungan waktu dan volume percobaan 2
10 5 0 0
10
20 waktu (s)
30
4.2 Pembahasan
Percobaan yang berjudul kecepatan dan orde reaksi ini bertujuan untuk menentukan kecepatan dan orde reaksi. Percobaan ini menunjukkan pengaruh tekanan terhadap kecepatan pengalirannya suatu cairan atau gas dari suatu wadah ( dalam percobaan ini digunakan buret). Percobaan ini dilakukan 2 kali, yang pertama dapat dilihat variasi waktu dan kecepatan aliran air yang terdapat dalam buret, yang dikeluarkan dengan volume yang sama dan ketinggian buret yang berbeda-beda. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan makin lama makin besar seiring dengan ketinggian air dalam buret yang semakin menurun. Sedangkan pada percobaan kedua menunjukkan variasi volume yang diberikan dengan waktu aliran yang tetap yaitu masing-masing dalam waktu yang tetap. Dari hasil menunjukkan bahwa volume air yang dikeluarkan bertambah seiring dengan makin lamanya waktu yang diberikan untuk aliran air yang ada dalam buret. Dan volume sisa yang ada dalam buret diperoleh dengan mengurangkan volume air yang ada dalam buret dengan sisa penggunaannya. Jadi dari persamaan kedua ini dapat disimpulkan bahwa volume berbanding lurus dengan kecepatan sedangkan waktu berbanding terbalik dengan kecepatan. Reaksi yang terjadi dalam percobaan ini adalah reaksi orde nol, maksudnya reaksi berlangsung dalam kecepatan yang konstan. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan didapat orde aliran untuk percobaan pertama sebesar 0,236 dan rata-rata nilai konstantanya sebesar 0,0375. Dari perhitungan juga didapat persamaan regresi sebesar y = -2,591 + 0,897 x.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya :
1) Suatu reaksi akan berlangsung dalam waktu tertentu. 2) Volume air yang dikeluarkan seiring dengan penambahan atau perubahan waktu yang makin lama. 3) Waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air makin lama makin besar sebanding dengan ketinggian air. 4) Adanya pengaruh tekanan air terhadap kecepatan pengaliran suatu cairan.
5.2 Saran
Agar percobaan dapat berjalan dengan lancer, maka disarankan untuk :
1) Teliti dalam mengamati waktu percobaan. 2) Teliti dalam melihat skala yang ditunjukkan pada buret. 3) Lebih memahami prosedur kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Alif, Admin. 2008. Penuntun Praktikum Kinetika dan katalis. Jurusan Kimia. FMIPA. UNAND. Padang. Atkins.1999. Kimia Fisika. Jakarta. Erlangga Austin, George T.,Shreve’s. Chemical Process Industries, edisi kelima, Mc-Graw Hill Book Company,1985.
PENENTUAN KONSTANTA KECEPATAN REAKSI ORDE LILIN BERDASARKAN PERUBAHAN MASSA LILIN
I.
TUJUAN
•
Menentukan konstanta kecepatan reaksi lilin yang menyala yang mempunyai orde nol dengan mengukur kecepatan perubahan massa lilin.
II.
TEORI
Reaksi bukanlah sesuatu yang berlangsung secara tiba-tiba,melainkan melalui proses dan memerlukan waktu. Selama berkurangnya reaksi maka reaktan makin berkurang,sedangkan produk yang dihasilkan semakin bertambah. Namun proses penurangan atau penambahan tersebut ada yang berlangsung cepat dan ada yang berlangsung lambat. Orde reaksi adalah jumlah pangkat factor konsentrasi dalam hokum laju differensial. Reaksi orde nol, jenis reaksi ini belum umum. Misaknya reaksi fotosintesis,penguraian ammonia pada katalis wolfarm. Reaksi orde nol mempunyai kecepatan reaksi konstan dengan arti kata tidak mempengaruhi konsentrasi. Kecepatan reaksi kimia pada tekanan dan temperature konstan dapat dinysatakan dalam bentuk : Kecepatan = k . f (C1 , C2 ….) Dimana : K . f (C1 , C2 …)
= fungsi konsentrasi reaktan atau produk
K
= konstanta kecepatyan reaksi
Jika orde reaksi adalah nol untuki masing-masing reaktan dan produk (hal ini jarabng terjadi) maka fungsi f (C1 , C2 ……….) sama dengan satu. Dalam keadaan ini reaksi berlangsung dengan kecepatan konstan (kecepatan = k) yaitu sebagai berikut : Dx Dt
= k (C) o = k
Dx = k . dt X
= k.t
X = produk X = konsentrasi mula-mula,konsentrasi pada waktu t
Pada keadaan lain suatu reaksi dapat juga terjadi dengan kecepatan konstan ysitu bila fungsi f (C1 ,C2 ... ) adalah konstanta tetapi tidak sama dengan satu. Hal ini dapat diperlihatkan oleh : Reaksi permukaan yang terjadi pda permukaan jenuh seperti penguraian ammonia pda suatu pusat aktif Rekasi yang dikatalisis enzim yang kecepatannya sama dengan kecepatan reaksi (yang konstan) maksimum. Kecepatan reaksi (yang konstan) dalam suatu system dengan aliran konstan. Dengan ini akan ditampilkan suatu percobaan yang sederhana yang kecepatan reaksinya berlangsung dalam kondisi konstan. Yaitu pembakaran lilin. Percobaan ini adalah percobaan yang sederhana yang mengenal kinetika kimia dengan menitik berstkan pada pengumpulan data dan presentasi grafik. Sekali lilin dinylakan, energy panas yang dilepaskan selama penyalaan lilin (akan menyebsabkan pencairan pada bagian puncak) kelebihan lilin yang dicairkan dapat dilihat dibawah sumbu menyala, sebelum terbakar, lilin yang cair naik keujung sumbu secara aks kapiler. Kemudian terjadi penguapan dan pembakaran molekul lilin. Perubahan massa,tinggi dan penyusutan bayangan (semu) lilin dipelajari massing-masingnya pada bagian percobaan terpisah. Dalam klasifkasi nyala secara modern, nyala lilin merupakan difusi. Diantara banyak sdifat-sifat khusus daru nyala difusi yang paling menonjol adalah kecepatan pembakaran lilin terkontrol oleh reaksi kimia seperti halnya dalam nyala yang dihasilkan dari campuran beberapa zat, akan tetapi dikontrol oleh kecepatan pergerakkan bahan bakar dan pengoksidasian didaerah terjadinya reqaksi. Kecepatan pembakaran lilin dapat dinyatakan dalam bentuk : Kecepatan = k (PO2)n (P lilin)m Dimana :
P = tekanan
n dan m = orde reaksi oksigen dan orde reaksi uap lilin pada perubahan massa lilin,massa w pada saat t, wt akan memenuhi pers : Wt Dimana :
=
Wo – kWt
Wo
= massa lilin pada saat t = 0
Wt
= massa lilin pada saat t = t
kW
= konstanta
Sedangkan massa yang dibakar setelah waktu t diberikan oleh persamaan :
W
=
Wo – Wt
= kWt
Kurva t Vs Wt dan t Vs ∆W merupakan garis lurus. Dari kurva dapat ditentukan nilai kW, yaitu kemiringan masing-masing garis lurus dan juga nilai t½ yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membakar 50% lilin. Pengamatan memeperlihatkan bahwa massa lilin berubah terhadap waktu,pada kecepatan konstan dan secara tidak langsung menyatakan bahwa : 1. Lilin bergerak kedaerah nyala dalam kecepatan konstan dan kecepatan lilin konstan selama pembakaran. 2. Oksigen berdifusi dengan kecepatan konstan kedalam nyala. 3. Fluks panas nyala lilin pada puncak lilin adalah konstan.
Pembakaran lilin mengambarkan suatu peristiwa dalam kinetika kimia, dimana kekonstanan dalam kecepatan reaksi tidak menunjukkan secara langsung kinetika tingkat reaksi. Kegunaan dari percobaan ini dapat juga dipakai untuk keasaman lilin dalam hal diameter dan densitinya.
Ada 2 jenis reaksi kimia : 1. Reaksi kimia spontan 2. Reaksi kimia yang lambat
mengecek
III. III.1
PROSEDUR PERCOBAAN
Alat dan Bahan Alat :
- Neraca - Stopwacth
Bahan : - Lilin - Korek api
III.2
skema kerja Lilin
letakkan diatas neraca double beam
atur, untuk menunjukkan massa 0,4 g lebih kecil dari massa sebenarnya
Lilin dihidupkan
catat waktu yang dibutuhkan untuk menunjukkan massa sebenarnya
Ulangi proses sampai 90 % lilin terbakar tanpa pemadaman api
IV.
PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
Data dan perhitungan
Data dari percobaan yang dilakukan Wt
t (s)
∆W
9,3
0
0,5
8,8
502
1
8,3
714
1,5
7,8
860
2
7,3
1036
2,5
6,8
1217
3
Dengan massa lilin awal adalah 9,3
a. Penentuan kecepatan konstanta reaksi pembakaran lilin mneggunakan t Vs Wt
dimana : X = t ( sekon) Y = Wt (gram) Data persamaan regresi Y = A + BX X 0 502 714 860 1026 1217 ∑X = 4319 X = 719 B
=
Y 9,3 8,8 8,3 7,8 7,3 6,8 ∑Y = 48,3 Y = 8,05 n ∑XY - ∑X . ∑Y
XY 0 4417,6 5926 7608 7562,8 8275,6 ∑XY = 32890,2
X2 0 252004 509796 739600 1073296 1481080 ∑X 2 = 4055776
n . ∑ X2 - ( ∑x )2 =
6 . 32890,2 - (4319 . 730,5) 6 . 4055776 – (4319) 2
A
=
-2,100 X 10-3 → k
=
Y – BX
=
8,05 + 2,10 X 10-3 . 719
=
9,565
Jadi persamaan regresinya adalah : Y = 9,565 – 2,1 x 10 -3 X
b.
Menentukan kecepatan konstanta reaksi pembakaran lilin (Kw) menggunakan kurva t Vs ∆W
X
= t (sekon)
Y
= ∆W (gram)
X 0 502 714 860 1036 1217 ∑X = 4329 X = 721,5 B
=
Y 0,5 1 1,5 2 2,5 3 ∑Y = 10,5 Y = 1,75 n . ∑XY - ∑X . ∑Y n . ∑X2 - ( ∑ X2)
=
6 . 9534 - (4329 .10,5) 6 . 4055785 – (4329) 2
A
=
2,1 x 10 -3
=
Y - BX
=
1,75 – 2,1 x 10 -3 . 721,5
=
0,234
Jadi persamaan regresi adalah : Y = 0,234 + 2,1 x 10 -3 X Dimana : B = Kw = 2,1 x 10-3
XY 0 502 1071 1720 2590 3651 ∑ XY = 9534
X2 0 252004 509796 739600 1073296 1481089 ∑X 2 = 4055785
kurva t Vs Wt 12 k 10 a w a d 8 a p n 6 i l i l a 4 s s a m 2
lilin regresi
0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
waktu (t)
kurva t Vs ∆W 3.5 a s 3 s a m2.5 n a h 2 a b u r 1.5 e p h 1 i s i l 0.5 e s
sampel regresi
0 0
500
1000 waktu (t)
1500
IV.1Pembahasan Pada percobaan yang berjudul Penentuan Konstanta Kecepatan Reakis orde Nol dengan pengukuran perubahan massa lilin,yang bertujuan untuk menentukan kecepatan reakis orde nol dari pengukuran perubahan massa lilin. Dalam klasifikasi nyala secara modern, nyala lilin merupakan nyala difusi maksudnya adalah kecepatan pembakaran lilin dikontrol oleh reaksi kimia seperti halnya dalam nyala yang dihasilkan dari campuran beberapa zat, akan tetapi dikontrol oleh kecepatan pergerakkan bahan bakar dan pengoksidasian didaerah terjadinya reaksi. Pada percobaan ini pebngerjaannya cukup sederhana yaitu, lilin dibagian atas dipotong sehingga pada bagian atasnya menjadi rata, lalu lilin tersebut ditimbang dengan menggunakan neraca analitik yang ditetapkan sebagai massa lilin awal. Sebelumnya neraca analitik tersebut dikalibrasi. Percobaan ini dilakukan dengan menvariasikan berat lilin, setiap pengurangan 0,5 gram waktu yang diperlukan dalam terjadinya proses dicatat. Percobaan ini dilakukan tanpa mematikan stopwatch. Perbedaan waktu yang terjadi selama reaksi pembakaran lilin ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu Kehomogenan lilin , diameter lilin , dan kecepatan angin. Setelah dilakukan perhitungan konstanta kecepatan reaksi didapatkan nilai konstanta pada regresi sebesar -2,1 x 10-3 sedangkan pada percobaan didapatkan sebesar -2,2 x 10 -3. Perbedaan ini mungkin disebabkan pada saat pembakaran lilin, nyalanya tidak sama dan permukaannya kurang rata. Selain itu kecepatan pembakaran lilin juga dapat menyebabkan waktu yang didapatkan selama pembakaran berbeda-beda.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan,maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan : a. Dalam klasifikasi nyala secara modern,nyala lilin merupakan difusi b. Sifat nyala difusi ini adalah kecepatan pembakaran bahan bakar dan pengoksidasian didaerah terjadinya nyala. c. Konstanta kecepatan reaksi pembakaran sebanding dengan penyusutan masa lilin d.
Nilai konstanta kecepatan reaksi diperoleh -2,1 x 10 -3.
V.2 Saran
Agar pada praktikum selanjutnya berjalan dengan lancer,maka disarankan untuk : a. Pahami prosedur kerja dengan baik dan benar b. Teliti dalam pembacaan skala yang ada pada neraca analitik.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, M. Natsir. 2001. KAMUS KIMIA. Gramedia pustaka utama : Jakarta. Tim dosen kimia. 2008. PENUNTUN PRAKTIKUM. UNAND : Padang. Zilfa. 2006. DASAR – DASAR KIMIA ANALITIK . UNAND : Padang.
PENENTUAN KONSTANTA KECEPATAN REAKSI ORDE NOL BERDASARKAN PERUBAHAN TINGGI DAN BAYANGAN LILIN
I. TUJUAN
•
Menentukan konstanta mempunyai
kecepatan reaksi lilin yang menyala
yang
orde nol dengan kecepatan mengukur perubahan tinggi dan
bayangan lilin.
II. TEORI
Kecepatan reaksi kimia pada tekanan dan temperature konstan dapat dinyatakan dengan ;
Kecepatan = k.f (C1,C2, ….)
Dimana ;
k : konstanta kecepatan reaksi f (C1,C2, ….) : Fungsi konsentrasi reaktan auat produk.
Jika orde reaksi adalah nol untuk masing masing reaktan atau produk (hal ini sangat jarang terjadi) maka fungsi (C 1,C2 ….) sama dengan satu.Dalam keadaan ini reaksi berlangsung dengan kecepatan konstan (kecepatan = k).Pada keadaan lain suatu reaksi dapat juga terjadi dengan kecepatan konstan (kecepatan = k ′ ) yaitu bila fungsi (C1,C2, ….) adalah konstan tetapi tidak sama dengan satu.Hal ini dapat diperlihatkan oleh : a. Reaksi permukaan yang terjadi pada permukaan jenuh seperti penguraian ammonia pada suatu pusat aktif. b. Reaksi yang dikatalisis enzim yang kecepatannya sama dengan kecepatan reaksi maksimum c. Kecepatan reaksi yang konstan dalam suatu sistem dengan aliran konstan.
Dalam percobaan ini adalah ditampilkan suatu percobaan sederhana yang kecepatan
reaksinya
berlangsung
pada
kondisi
konstan,yaitu
pembakaran
lilin.Percobaan ini dalah percobaan sederhana dalam mengenal kinetika kimia dengan menitikberatkan pada pengumpulan data,perhitungan dan presentasi secara grafik.
Sekali lilin dinyalakan,energi panas yang dilepaskan selama penyalaan lilin akan menyebabkan mencairnya bagian puncak dari lilin.Kelebihan lilin yang dicairkan dapat dilihat dibawah sumbu yang menyala.Sebelum terbakar,lilin yang cair naik keujung sumbu secara aksi kapiler.Kemudian terjadi penguapan dan pembakaran molekul lilin.Jadi massa dan tinggi lilin berkurang dengan bertambahnya waktu.Perubahan massa,tinggi dan penyusutan bayangan sumbu lilin dipelajari masing masignya dalam bagian percobaan yang terpisah.
Dalam klasifikasi nyala secara modern,nyala lilin merupakan nyala difusi.Diantara banyak sifat sifat khusus dari nyala difusi yang paling menonjol adalah kecepatan pembakaran yang tidak dikontrol oleh reaksi kimia seperti halnya nyala yang dihasilkan dari campuran beberapa zat,akan tetapi dikontrol oleh kecepatan pergerakan bahan bakar dan pengoksidasian didaerah terjadinya reaksi.Kecepatan pembakaran lilin dapat dinyatakan dalam bentuk :
Kecepatan = k (PO2)n (P lilin)m
Dimana : P
; tekanan
m dan n ; orde reaksi oksigen dan uap lilin
Pada perubahan tinggi lilin ,tinggi lilin h pada waktu t dapat diberikan dengan persamaan :
ht = ho - kht
dimana : ho ; tinggi lilin pada saat t = 0
ht ; tinggi lilin pada saat t = t kh ; konstanta
dan tinggi lilin yang dibakar setelah waktu t adalah :
∆h = ho - ht = kht
dari pengukuran bayangan lilin,panjang bayangan dapat dihubungkan terhadap waktu dengan persamaan :
lt = lo - klt
dimana : lo ; panjang bayangan pada saat t = 0 lt ; panjang bayangan pada saat = t k l ; konstanta
dan penyusutan panjang bayangan adalah ;
∆ l = lo - lt = klt
Pengamatan memperlihatkan bahwa tinggi dan bayangan lilin berubah dengan waktu,pada kecepatan konstan dan secara tidak langsung menyatakan bahwa : a. Lilin bergerak kearah nyala dengan kecepatan konstan dan juga tekanan lilin konstan selama pembakaran lilin b. Oksigen berdifusi dengan kecepatan konstan kedalam nyala,PO2 konstan. c. Flux panas nyala lilin pada puncak lilin adalah konstan.
III. PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan -
Neraca tekhnis
-
Mistar
-
Kertas
-
Penggaris
-
Lampu sorot / gantung
-
Korek api
-
Lilin
-
Kertas bergaris
3.2 Cara kerja (A). Pengukuran perubahan tinggi lilin Perubahan tinggi lilin selama percobaan / proses pembakaran merupakan bagian kedua dari percobaan ini.Denganb menggunakan mistar,tinggi lilin rata rata dicatat setiap 5 menit – 10 menit.Untuk pengukuran tinggi,lilin harus dipadamkan terlebih dahulu.Catat tinggi lilin pada saat t =0,5,10 dan seterusnya. (B). Pengukuran perubahan bayangan lilin Percobaan ini ditujukan untuk penyusutan / pengurangan bayangan lilin.Penyusutan bayangan diamati dengan
menempatkan lilin secara
tegak lurus diatas kertas grafik.Garis garis atau jalur jalur pada kertas itu sejajar satu sama lain dan mempunyai jarak yang sama.Percobaan dilakuan ditempat gelap dibawah penerangan lampu gantung atau lampu sorot.Posisi kertas diatur sehingga bayangan lilin tegak lurus terhadap masing masing jalur kertas.Dalam hal ini diusahakan bayangan lilin sama dengan tingginya.Jadi dengan mengukur bayangan l,secara tidak langsung mengukur tinggi h.Tanpa memadamkan lilin ,panjang bayangan lilin dapat diukur pada setiap interval waktu.
3.3 Skema kerja (A). Pengukuran perubahan tinggi lilin Lilin Ukur tinggi lilin
Nyalakan lilin Lili menyala Ukur tinggi lilin dengan interval waktu Catat tinggi lilin pada waktu tertentu
(B). Pengukuran perubahan tinggi lilin Lilin Letakkan tegak sejajar kertas grafik Hidupkan lampu sorot Nyalakan lilin Lilin menyala Ukur bayangan lilin dengan interval waktu Catat bayangan lilin pada waktu tertentu
IV. HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Hasil Percobaan Percobaan yang dilakukan kali ini adalah Penentuan Konstanta Kecepatan Reaksi Orde Nol Berdasarkan Perubahan Tinggi dan Bayangan Lilin. Setelah melakukan percobaan ini, diperoleh hasil sebagai berikut : t (menit) 0
h (cm) 14,4
10
13,9
0,5
20
13,2
0,7
30
10,4
2,8
40
7,4
3,4
50
2,5
4,9
h (cm) 0
4.2. Pengolahan Data Setelah melakukan percobaan dan telah diperoleh data hasil percobaan, maka dapat dilakukan pengolahan data sebagai berikut : x 0
y 0
xy 0
x2 0
10
0,5
5
100
20
0,7
14
400
30
2,8
84
900
40
3,4
136
1600
50
4,9
245
2500
Σx = 150
Σy = 12,3
Σxy = 484
Σx2 = 5500
Xrata-rata = 25
Yrata-rata = 2,05
(n . Σxy) - ( Σx . Σy)
B=
(n . Σx2) - (Σx)2
(6 . 484) - (150 . 12,3) B=
(6 . 5500) - (150) 2
B = 0,100
yrata-rata = A + Bxrata-rata A = yrata-rata – Bxrata-rata = 2,05 – (0,100 . 25) = -0,47
Persamaan Regresi : y = -0,47 + 0,100 x
Kurva Hubungan t vs h 6 5 4 ) 3 m c ( h
Percobaan Regresi
2 1 0 0
20
40
-1 t (menit)
60
Penentuan Konstanta Kecepatan Reaksi
Percobaan k = tan α =
y x
4,9 - 3,4 =
10
= 0,15
Regresi k = tan α =
y x
4,9 + 0,47 =
50
= 0,1074
4.3. Pembahasan Pada percobaan ini, yaitu penentuan konstanta kecepatan reaksi orde nol berdasarkan perubahan tinggi dan bayangan lilin, kami melakukan satu percobaan untuk memenuhi kedua pengamatan tersebut. Percobaan dilakukan dengan membakar lilin dengan interval waktu yang telah ditentukan, yaitu 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 menit. Pengamatan dilakukan atas perubahan tinggi lilin yang secara tidak langsung juga menunjukkan perubahan bayangan lilin. Dari data percobaan yang diperoleh, dapat terlihat bahwa perubahan tinggi dan bayangan lilin tidak konstan terhadap waktu, sehingga grafik percobaan yang diperoleh tidak sepenuhnya menyerupai garis lurus. Dalam literatur seharusnya untuk reaksi berorde nol didapatkan garis lurus pada grafik. Pada kurva regresi didapatkan nilai k = 0,15 dan pada percobaan diperoleh nilai k = 0,1074. Kurva percobaan yang diperoleh tidak begitu linear seperti kurva reaksi orde nol yang seharusnya. Kesalahan ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
•
Sumbu dari lilin yang digunakan tidak terletak di tengah.
•
Api tidak rata dan nyala tidak konstan.
•
Kurang teliti dalam mengamati perubahan tinggi dan bayangan lilin.
•
Saat pengukuran kurang tepat.
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan antara lain :
Kecepatan reaksi orde nol dapat diamati dengan perubahan tinggi dan bayangan lilin.
Pada reaksi orde nol, perubahan tinggi dan bayangan lilin konstan terhadap waktu.
Kurva reaksi orde nol adalah garis lurus atau linear. Nilai konstanta kecepatan reaksi regresi didapatkan sebesar 0,15, sedangkan untuk percobaan nilai k = 0,1074.
5.2. Saran Agar percobaan berikutnya memberikan hasil yang lebih baik, disarankan kepada praktikan agar :
Pahami prosedur percobaan dengan baik.
Teliti dalam mengamati perubahan tinggi dan bayangan lilin.
Usahakan menggunakan lilin yang bagus (sumbu di tengah dan homogen) dan nyala yang konstan.
DAFTAR PUSTAKA
Catatan Kuliah Kinetika dan Katalisis Tawarah, Khalid. 1987. Journal of Chemical Education. Tim Dosen Kinetika dan Katalisis. 2008. Penuntun Praktikum Kinetika dan Mekanisme Reaksi. Padang : UNAND www.google.com
LAJU INVERSI GULA I.
TUJUAN
•
Menentukan tetapan laju reaksi orde satu dan mempelajari katalis
oleh ion hydrogen.
II.
TEORI
Laju reaksi adalah laju pengurangan konsentrasi pereaksi atau laju penambahan konsentrasi zat hasil reaksi. Bila konsentrasi C maka laju reaksi sama dengan –dc/dt. Dari hukum laju reaksi, stoikiometri reaksi dan kondisi awal reaksi akan selalu dapat dicari. Konsentrasi setiap spesi yang terlibat dalam reaksi dengan waktu reaksi. Namun dalam praktek hal ini dibalik, dari pengukuran konsentrasi setiap saat (setiap waktu tertentu) ditentukan oleh laju reaksi, kemudian disusun hukum laju reaksinya dan kalau perlu baru kemudian diperkirakan mekanismenya yang mungkin bagi reaksi tersebut. Reaksi bukanlah sesuatu yang berlangsung secara tiba –tiba, melainkan melalui suatu proses. Demikian suatu reaksi yang berlangsung cepat dan ada pula yang berlangsung lambat, begitu pula ada yang berlangsung sederhana (satu tahap), dan ada pula reaksi yang berlangsung secara komposit. Karena selama reaksi berlangsung konsentrasi setiap spesi yang terlibat dalam reaksi selalu berubah, maka pengukuran reaksi secara kimia hanya mungkin dilakukan dengan cara pembekuan, atau menghentikan reaksi terlebih dahulu. Dalam hal ini harus dilakukan pencuplikan dan pembekuan reaksi dalam cuplikan, secara berulang sebelum konsentrasi dapat ditentukan. Pilihan lain adalah penentuan konsentrasi secara fisika yaitu mengukur salah satu sifat fisiknya yaitu :
•
Adsorban
•
Potensial reduksi
•
Hantaran listrik
•
Tekanan
•
Pemutar bidang polarisasi cahaya
Polarimeter adalah suatu cara analisa yang didasarkan atas pengukuran sudut putar atau optical rotation. Cahaya terpolarisasi oleh senyawa transparan dan optis aktif, apabila suatu senyawa dilewati sinar monokromatis yang terpolarisasi tersebut. Sukrosa sebagai zat optis aktif memutar bidang polarisasi cahaya kekanan atau dextro rotary. Tetapi bila dilarutkan dalam air pemutaran kekanan ini berkurang dan akhirnya akan memutar kekiri. Istilah ini dikenal dengan inversi gula atau sukrosa. Inversi sukrosa ini adalah hidrolisa sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Fruktosa lebih kuat levo rotary daripada dextro rotary. Wilhelmy (1980) menentukan bahwa reaksi ini adalah reaksi orde satu terhadap sukrosa. Reaksi tersebut dalam suasana netral mempunyai waktu paruh sepuluh minggu, tetapi bila dikatalisis oleh ion H+ waktu paruhnya menjadi jauh lebih pendek. Karena konsentrasi ion H+ tetap dan konsentrasi H2O tetap selama reaksi berlangsung, maka orde reaksi menjadi reaksi orde satu. Dengan demikian kecepatan reaksi hanya dapat ditentukan oleh konsentrasi sukrosa. Hukum laju reaksi orde satu adalah :
− dc dt
= Kc
Dimana C adalah konsentrasi zat pereaksi Sudut putaran adalah sudut yang dibentuk oleh apabila senyawa optis aktif dengan konsentrasi 1 gram per milli, berada dalam tabung panjangnya 10 cm, dilewati cahaya yang terpolarisasi. Senyawa optis aktif adalah senyawa yang bisa memutar bidang getar senyawa yang terpolarisir baik kekiri maupun kekanan. Syarat – syarat metoda polarimetri adalah :
•
Sampel berupa larutan
•
Larutan berwarna bening
Senyawa yang ditentukan dapat memutar bidang getar cahaya terpolarisir. Besaran putaran cahaya senyawa optis aktif dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah sebagai berikut :
•
Konsentrasi
•
Panjang kolom larutan
•
Jenis senyawa
•
Suhu
•
Jenis sinar
•
Jenis pelarut
Proses pembentukan senyawa terpolarisir : 1.
Sinar monokromatis terpolarisir adalah sinar monokromatis yang
mempunyai bidang getar satu arah. Untuk mendapatkan sinar monokromatis terpolarisir dapat dilakukan dengan jalan melewatkan sinar monokromatis biasa kedalam prisma polarisator. 2.
Secara umum sinar mempunyai arah getar atau arah rambat kesegala
arah dengan variasi warna dan panjang gelombang yang disebut dengan sinar polikromatis. 3.
Untuk menghasilkan sinar monokromatis digunakan filter atau
monokromator atau dapat juga digunakan sinar tertentu. 4.
Sinar monokromatis ini akan melewati prisma yang berupa kristal
yang mempunyai sifat seperti layar yang dapat menghalangi jalannya sinar sehingga menghasilkan sinar yang terpolarisir. Aplikasi dari metoda polarimeter adalah : a. Analisa kualitatif Menganalisa asam amino, karbohidrat, alkaloid, steroid. Karena senyawa ini optis aktif, dapat dilihat dari nilai putaran spesifiknya. b. Analisa kuantitatif Dapat digunakan untuk penentuan kadar sukrosa.
III.
PROSEDUR PERCOBAAN
Alat dan Bahan
Alat :
•
Polarimeter
•
Tabung polarimeter
•
Lampu uap natrium
•
Stopwatch
•
Labu erlenmeyer 100 mL
•
Gelas ukur 100 mL
•
Pipet volume 25 mL
Bahan :
•
Sukrosa p.a 20 gram
•
Larutan asam klorida p.a 4 N
•
Larutan asam monoklor asetat p.a 4 N
Cara Kerja
a) Pelajari cara penggunaan alat polarimeter. b) Tanyakan kepada asisten pola pengukuran yang hendak diikuti. Bila akan diterapkan metoda Guggenheim, maka waktu pengamatan (disebut dibawah ini) c) Dapat digunakan dengan mengambil yang 30 menit pertama dan
∆=
90
menit. d) Kalau cara guggenheim yang akan ditempuh, maka saat – saat waktu pengamatan adalah : e) Lepaskanlah salah satu tutup tabung polarimeter, lepaskan pula kaca jendelanya dari penutup, bersihkan tabung polarimeter dengan air suling. f) Isi tabung tersebut dengan air suling sampai penuh sampai muka cairan cembung dibibir tabung itu. Geserkan kaca jendela pelan – pelan di bibir itu hingga tak ada gelembung dibawahnya. Pasang penutupnya rapat – rapat. g) Ukur pemutaran bidang polarisasi cahaya oleh air suling. Catat kedudukan itu dan anggap sebagai titik nol untuk perhitungan selanjutnya. Kosongkan tabung ini dan usahakan agar kering. h) Larutkan 20 gram gula dalam 50 mL air. Bila larutan tidak jenuh perlu dilakukan penyaringan. i) Ambil 25 mL larutan gula itu dan masukkan kedalam labu erlenmeyer. j) Test apakah stopwatch siap digunakan. k) Tambahkan kedalam larutan gula tersebut, volume yang sama larutan asam yang digunakan. Jalankan stopwatch saat itu juga dan aduk sampai rata.
l) Bilaslah tabung polarimeter dengan larutan itu dan kemudian isilah sampai penuh dengan cara seperti pada d. m) Lakukan pengukuran yang pertama. n) Lakukan pengukuran – pengukuran berikutnya. o) Sesudah perioda 120 menit panaskan larutan didalam sebuah erlenmeyer tertutup diatas penangas air selama 20 menit. Dinginkan kembali larutan itu dan lakukan pengukuran lagi. Catat yang terakhir ini sebagai pengukuran pada t =
∞ . (langkah ini dilakukan bila metoda yang digunakan bukan metoda guggenheim, melainkan menggunakan waktu tak terhingga / sampai reaksi selesai).
3.3 Skema Kerja
Pelajari penggunan polarimeter
Pipet gugenheim 20 mL HClyang 0.02 dipakai, M ke 6 erlenmeyer Jika metode ambil 30 menit pertama dn ∆ = 90 menit periode 0 s.d. 150 menit
Waktu pengukuran Segera setelah percobaan Tiap 5 menit
berikutnya.
Bersihkan tabung polarimeter. Dan isi dengan air. Ukur sudut putarya
Larutkan 20 g sukrosa dalam 100 mL air. Bila keruh, saring !
Ambil 25 mL sukrosa + vol. asam 25 mL. hidupkan stopwatch !
Bilas tabung polarimeter dan masukkan campuran diatas. Hitung sudut putar berdasarkan waktu
Setelah 120 menit, panaskan larutan dalam Erlenmeyer 20 menit. Dinginkan ! hitung sudut putar. Dianggap sebagai waktu tak hingga (ini jika metode waktu tak hingga)
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data dan Perhitungan
Pengenceran HCl : V 1 N 1 V 1
= V
2
N 2
100 mL =
×1 N
4 N
=
25 mL
Data :
t 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90
ln
ln
putaran (+) 20,6 20,2 17,8 16,9 16,2 15,9 14,8 14,4 12,9 11,2 10,7 9,8 8,4 7,4 6,6 6,4 4,6 4,0 3,6
20,6 − ( − 5,8) 20,2 − ( − 5,8) 26,4 26
17,8 − ( − 5,8)
∆ = 5 0
a.
Metoda Biasa ln
α 0
−
α t
−
α
∞
=
k .t
α
∞
t=0
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 20,6 − ( − 5,8) 26,4 26,4
= k × 0
t=5
k = 0,003
= k × 10
5,8
= −
ln 1 = k × 5
= k × 5
20,6 − ( − 5,8)
∞
= k × 5
t = 10
ln
α
= k × 0 ln 1 = k × 0 k = 0
ln
26,4 23,6
ln 1,119 = k × 10
= k × 10
k = 0,011
t = 15
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 16,2 − ( − 5,8) 26,4 22,7
= k × 15 ln 1,163 = k × 15
= k × 15
k = 0,01
t = 20
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 16,9 − ( − 5,8) 26,4 22
= k × 20 ln 1,2 = k × 20
= k × 20
k = 0,009
t = 25
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 15,9 − ( − 5,8) 26,4 21,7
= k × 25 ln 1,217 = k × 25
= k × 25
k = 0,008
t = 30
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 14,8 − ( − 5,8) 26,4 20,6
= k × 30 ln 1,282 = k × 30
= k × 30
k = 0,008
t = 35
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 14,4 − ( − 5,8) 26,4 20,2
= k × 35
= k × 35 ln 1,307 = k × 35 k = 0,008
t = 40
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 18,7 − ( − 5,8) 26,4 18,7
= k × 40 ln 1,412 = k × 40
= k × 40
k = 0,009
t = 45
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 11,2 − ( − 5,8) 26,4 17
= k × 45 ln 1,553 = k × 45
= k × 45
k = 0,009
t = 50
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 10,7 − ( − 5,8) 26,4 16,5
= k × 50 ln 1,6 = k × 50
= k × 50
k = 0,009
t = 55
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 9,8 − ( − 5,8) 26,4 15,6
= k × 55 ln 1,692 = k × 55
= k × 55
k = 0,009
t = 60
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 8,4 − ( − 5,8) 26,4 14,2
t = 65
= k × 60
= k × 60 ln 1,859 = k × 60 k = 0,010
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 7,4 − ( − 5,8) 26,4 13,2
= k × 65 ln 2 = k × 65
= k × 65
k = 0,011
t = 70
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 6,6 − ( − 5,8) 26,4 12,4
= k × 70 ln 2,129 = k × 70
= k × 70
k = 0,011
t = 75
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 6,4 − ( − 5,8) 26,4 12,2
= k × 75 ln 2,164 = k × 75
= k × 75
k = 0,010
t = 80
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 4,6 − ( − 5,8) 26,4 10,4
= k × 80 ln 2,538 = k × 80
= k × 80
k = 0,012
t = 85
ln
ln
20,6 − ( − 5,8) 4,0 − ( − 5,8) 26,4 9,8
= k × 85 ln 2,694 = k × 85
= k × 85
k = 0,012
t = 90
ln
20,6 − ( − 5,8) 3,6 − ( − 5,8)
= k × 90
ln
26,4 9,4
b.
= k × 90
ln 2,809 = k × 90 k = 0,011
Metoda Guggenheim
ln[α t − α ( t + ∆ ) ] = −k × t
t=0
k = - 0,077
ln [ 20,6 – 10,7 ] = - k x 0 ln 9,9 = - k x 0 k=0
t = 35
ln [ 14,4 – 4,0 ] = - k x 35 t=5
ln [20,2 – 9,8] = - k x 5
ln 10,4 = - k x 35 k = - 0,067
ln 10,4 = - k x 5 k = - 0,468 t = 10
ln [ 17,8 – 8,4 ] = - k x 10 ln 9,4 = - k x 10 k = - 0,224
t = 15
ln [ 16,9 – 7,4 ] = - k x 15 ln 9,5 = - k x 15 k = - 0,150
t = 20
ln [ 16,2 – 6,6 ] = - k x 20 ln 9,6 = - k x 20 k = - 0,113
t = 25
ln [ 15,9 – 6,4 ] = - k x 25 ln 9,5 = - k x 25 k = - 0,090
t = 30
ln [ 14,8 – 4,6 ] = - k x 30 ln 10,2 = - k x 30
t = 40
ln [ 12,9 – 3,6 ] = - k x 40 ln 9,3 = - k x 40 k = - 0,056
Nilai k rata – rata
k = k =
0 − 0,468 − 0,224 − 0,150 − 0,113 − 0,090 − 0,077 − 0,067 − 0,056 9
− 1,245 9
k = −0,138
Persamaan Regresi untuk Metoda Biasa
t Vs ln
− α α 0
∞
− α α t
∞
Dimana :
x=t y = ln
− α α 0
∞
α α − t
∞
X
y
xy
x2
0
0
0
0
5
0,015
0,075
25
10
0,0112
1,120
100
15
0,151
2,265
225
20
0,182
3,640
400
25
0,196
4,900
625
30
0,248
7,440
900
35
0,268
9,380
1225
40
0,345
13,800
1600
45
0,440
19,800
2025
50
0,470
23,500
2500
55
0,526
28,930
3025
60
0,620
37,200
3600
65
0,693
45,045
4225
70
0,756
52,920
4900
75
0,772
57,900
5625
80
0,931
74,480
6400
85
0,991
84,235
7225
90
1,033
92,970
8100
∑ x = 855
∑ y = 8,749
x = 45
y = 0,460
B = B =
n
∑ xy − ∑ x × ∑ y n ∑ x − ( ∑ x ) 2
2
(19 × 559,60) − ( 885 × 8,749) (19 × 52725 ) − ( 885) 2
B = 0,012
A = y − B x A = 0,460 − ( 0,012 × 45) A = −0,08
Persamaan Regresi
y=A+Bx y = - 0,08 + 0,012 x Regresi
x=0
y = - 0,08
x=5
y = - 0,02
x = 10
y = 0,04
x = 15
y = 0,1
x = 20
y = 0,16
x = 25
y = 0,22
x = 30
y = 0,28
x = 35
y = 0,34
y = 40
y = 0,40
x = 45
y = 0,46
x = 50
y = 0,52
x = 55
y = 0,58
x = 60
y = 0,64
x = 65
y = 0,70
∑ xy = 559,60
∑ x
2
= 52725
x = 70
y = 0,76
x = 75
y = 0,82
x = 80
y = 0,88
x = 85
y = 0,94
x = 90
y = 1,00
t vs k untuk metoda biasa 0.014
0.012
0.01
0.008 k
metoda biasa 0.006
0.004
0.002
0 0
20
40
60
80
100
t
t vs k untuk metoda gugenheim 0 0
10
20
30
40
50
-0.05 -0.1 -0.15 -0.2 k -0.25
metoda gugenheim
-0.3 -0.35 -0.4 -0.45 -0.5 t
4.2 Pembahasan
Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan nilai k dari percoban dengan dua metoda yang berbeda, didapatkan hasil yang berbeda juga. Dimana dengan menggunakan metoda biasa atau aljabar didapatkan nilai k sebesar 0,012 , sedangkan dengan memakai metoda guggenheim didapatkan nilai k sebesar -0,138. terjadinya perbedaan yang cukup besar antara kedua metoda ini disebabkan oleh perlakuan yang berbeda. Pada metoda guggenheim digunakan pemanasan untuk melihat daya optis aktif tak terhingga. Sukrosa merupakan zat optis aktif, memutar bidang polarisasi cahaya ke kanan. Jika dilarutkan dalam air pemutaran kekanan akan makin berkurang dan akhirnya sedikit memutar kekiri. Fruktosa memiliki putaran optis aktif kuat kekiri dan lebih kuat dari dextro – rotary. Reaksi terjadi pada suasana netral mempunyai waktu paruh 10 minggu, tetapi dengan dikatalisa oleh ion H +, waktu paruh menjadi lebih pendek. Karena konsentrasi ion H + tetap, dan konsentrasi air tetap selama reaksi berlangsung, maka orde reaksi menjadi orde satu. Oleh sebab itu kecepatan reaksi hanya akan ditentukan oleh konsentrasi sukrosa. Kecepatan reaksi dari sukrosa dipengaruhi oleh faktor – faktor, seperti jenis pelarut yang digunakan, konsentrasi asam yang digunakan, orde reaksi, konstanta kecepatan reaksi dan faktor pemanasan. Pada percobaan yang dilakukan ini laju reaksi ditentukan berdasarkan pengukuran konsentrasi pada waktu tertentu. Dalam percobaan ini konsentrasi spesi akan selalu berubah, maka dalam pengukuran reaksi dihentikan dulu.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Pada percobaan dapat disimpulkan bahwa :
•
Pada metoda aljabar nilai k = 0,012 , metoda guggenheim
didapatkan sebesar =
•
-0,138.
•
Penambahan asam pada percobaan ini menyebabkan waktu paruh
dari reaksi semakin kecil, sehingga laju reaksi akan semakin cepat.
•
Asam akan mengkatalisis sukrosa agar cepat bereaksi sehingga akan
didapatkan putaran optis agak kekiri.
5.2.Saran
•
Diharapkan kepada praktikan agar memahami cara kerja.
•
Memahami prinsip kerja.
•
Teliti dalam bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Catatan Kuliah Kinetika dan Katalisis Tawarah, Khalid. 1987. Journal of Chemical Education. Tim Dosen Kinetika dan Katalisis. 2008. Penuntun Praktikum Kinetika dan Mekanisme Reaksi. Padang : UNAND www.google.com
PENENTUAN ORDE REAKSI DAN TETAPAN LAJU REAKSI DARI REAKSI PENYABUNAN ETIL ASETAT (ESTER) DENGAN CARA TITRASI
I. TUJUAN
Untuk menentukan orde dan laju reaksi penyabunan etil asetat dengan cara titrasi. II. TEORI
Reaksi kimia adalah tindakan yang terjadi pada perubahan kimia, yaitu perubahan materi yang menyangkut struktur dalam molekul suatu zat. Dalam reaksi kimia sifat zat yang bereaksi berubah, demikian pula terjadi perubahan tenaga, misalnya kalor akan diserap atau dibebaskan. Reaksi ini juga merupakan proses yang meliputi perubahan pada suatu zat atau beberapa zat menjadi zat lain melalui pemutusan atau pembentukan ikatan kimia. Ada 2 jenis reaksi kimia : 1. Reaksi kimia yang spontan, kecepatan reaksi tidak ditentukan atau diukur. 2. Reaksi kimia yang lambat, kecepatan reaksi dapat ditentukan. Suatu reaksi dikatakan termasuk reaksi tingkat satu bila kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi reaktan sisa dari satu jenis zat yang bereaksi. Sedangkan bila sebanding dengan hasil kali konsentrasi reaktan sisa dari 2 jenis zat yang bereaksi dimasukkan kedalam reaksi tingkat dua. Kecepatan reaksi merupakan fungsi dari konsentrasi zat yang bereaksi atau produk dari temperatur maupun variabel operatif tertentu. Sedangkan bila mekanisme diketahui maka kondisi optimum dari produksi yang diharapkan dapat ditentukan. Mekanisme reaksi dapat menentukan atau mempelajari :
•
Tahap – tahap reaksi dan keadaan stereokimia dari masing – masing
tahap tersebut.
•
Bagaimana komposisi kompleks teraktivasi, apakah terdiri dari
beberapa atom atau molekul reaktan, sudut antar atom dan jarak.
Pada percobaan ini, reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida, reaksi :
CH3COOC2H5 + OH-
CH3COO- + C2H5OH
(ester) Reaksi diatas merupakan reaksi orde dua, dengan laju reaksinya dapat diberikan sebagai :
−
d ( ester ) dt
= k 1 ( ester ) ( OH − )
(1)
Atau sebagai : dx dt
= k 1 ( a − x )( b − x )
(2)
Dimana : a = konsentrasi awal ester (mol/liter) b = konsentrasi awal ion hidroksida (mol/liter) x = jumlah mol/liter ester atau massa yang telah bereaksi pada waktu t k1 = tetapan laju reaksi Baik persamaan (1) maupun persamaan (2) berlaku untuk keadaan reaksi yang tidak terlalu dekat pada keadaan setimbang. Persamaan (2) dintegrasikan dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut : a ≠ b
•
persamaan diintegrasikan memberikan : ln
b( a − x ) a ( b − x )
= k 1 ( a − b ) t
(3)
Yang dapat disusun ulang menjadi : k 1
1 t ( a − b )
ln
b( a − x ) a ( a − x )
(4)
Atau : ln
•
a ( a − x ) = k 1 ( a − b ) t + ln ( b − x ) b
(5)
a=b
Bila konsentrasi dari kedua pereaksi sama, maka persamaan (2) dapat ditulis sebagai berikut :
dx dt
= k 1 ( a − x )
2
(6)
Yang dapat diintegrasikan menjadi : 1 x k 1 = × t a ( a − x )
(7)
Atau, x a ( a − x )
= k 1t
Menurut persamaan (5) apabila ln
(8)
( a − x ) ( b − x )
dialurkan terhadap t maka akan
diperoleh garis lurus dengan arah lereng k 1 ( a − b ) sehingga penentuan dari arah lereng ini memungkinkan perhitungan dari tetapan laju reaksi k 1. Sedangkan pada
persamaan (8) mengungkapkan bahwa aluran
x
( a − x )
terhadap t merupakan garis
lurus dengan arah lereng sama dengan k 1. Pada penentuan laju reaksi ini jalannya reaksi diikuti dengan cara penentuan konsentrasi ion hidroksida (OH-) pada waktu tertentu yaitu dengan mengambil sejumlah tertentu larutan, kemudian dimasukkan kedalam larutan yang mengandung asam berlebih. Penetralan dari basa dalam campuran reaksi pada saat reaksi dihentikan (menghentikan reaksi). Jumlah basa yang ada dalam campuran reaksi pada saat reaksi dihentikan dapat diketahui dengan mentitrasi sisa asam oleh larutan standar.
III.PROSEDUR PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan
Alat :
•
Labu timbang
•
Labu volumetri 250 mL
•
Pipet 25 mL
•
Pipet 20 mL
•
Pipet 10 mL
•
Labu erlenmeyer bertutup 250 mL
•
Labu erlenmeyer bertutup 100 mL
•
Lebu erlenmeyer 250 mL
•
Buret 25 mL
•
Botol semprot
•
Stopwatch
•
Konduktometer
•
Sel hantaran
•
Etil asetat p.a
Bahan :
• NaOH 0,02 M 200 mL •
HCl 0,02 M 150 mL
•
Indikator fenolftalein
3.2 Cara Kerja
1. Timbang sejumlah tertentu etil asetat dalam botol timbang tertutup dan larutkan kedalam air hingga didapat larutan sebanyak 250 mL dengan konsentrasi 0,02 M. 2. Sediakan kurang lebih 200 mL larutan NaOH 0,02 M dan 150 mL larutan HCl 0,02 M. Konsentrasi kedua larutan ini harus diketahui dengan tepat. 3. Dengan menggunakan pipet masukkan sejumlah tertentu larutan NaOH (60 mL) dan etil asetat (30 mL) atau sesuai dengan yang ditugaskan asisten masing – masing kedalam sebuah labu erlenmeyer bertutup. Kedua labu ini kemudian diletakkan dalam termostat untuk mencapai temperatur yang sama. Sementara itu kedalam masing – masing dari 6 buah labu erlenmeyer lainnya dipipet 20 mL larutan HCl 0,02 m. 4. Bila larutan NaOH dan etil asetat telah mencapai temperatur yang sama, maka larutan etil asetat dicampurkan dengan cepat pada larutan NaOH dan dikocok dengan baik. Jalankan stopwatch pada saat kedua larutan itu tercampur. 5. Tiga menit setelah reaksi dimulai (terhitung dari saat stopwatch dijalankan) pipet 10 mL dari campuran reaksi dan masukkan kedalam salah satu labu yang berisi 20 mL larutan HCl itu. Aduk dengan baik dan segera titrasi kelebihan HCl dengan larutan standar NaOH 0,02 M. Titrasi ini hendaknya dilakukan secepat mungkin. Dalam pengambilan 10 mL dari campuran reaksi, gunakan pipet yang dapat mngeluarkan isinya dengan cepat. 6. Lakukan pengambilan ini seperti pada pengerjaan 5 pada menit – menit ke 8, 15, 25, 40, dan 65 setelah reaksi dimulai. 7. Sisa campuran reaksi yang disimpan dalam erlenmeyer tertutup biarkan selama kurang lebih 2 hari agar reaksi selesai. Konsentrasi OH - kemudian ditentukan seperti pada cara 5. Untuk mempersingkat waktu sisa campuran reaksi dalam erlenmeyer tertutup dipanaskan beberapa menit. Pada temperatur tinggi reaksi dengan cepat mencapai kesetimbangan. Setelah didinginkan lakukan titrasi seperti pada cara 5. Pengamatan ini dianggap sebagai pengamatan pada waktu selesai (t ∞ ). Dimana semua etil asetat telah habis bereaksi dengan OH-
sekaligus hal ini dapat digunakan untuk mengetahui konsentrasi awal dari etil asetat dalam campuran.
3.3 Skema Kerja
X gram etil asetat + air ( larutan 250 mL 0,02 M )
Sediakan 200 mL larutan NaOH 0,02 M dan 150 mL larutan 0,02 M
60 mL NaOH + 30 mL etil asetat Letakkan dalam Erlenmeyer
20 mL HCl 0,02 M dalam 6 buah labu Erlenmeyer
Campuran NaOH dan etil asetat telah mencapai temperatur thermostat Jalankan stopwatch 3 detik
10 mL campuran + 20 mL HCl Aduk, titrasi dengan NaOH 0,02 M (cepat)
Lakukan untuk menit ke 8, 15, 25, 40, dan 65.
Sisa campuran reaksi Dipanaskan dan dinginkan
Titrasi dengan NaOH 0,02 M ( t )
IV.
DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. data dan Perhitungan
t (s) 0 3 8 15 25 30 60 pemanasan
1. Pembuatan asam oksalat N = g =
g
1000 x Mr V 0.02 N x 63 g / mol x 250 mL 1000 mL
g = 0.315 g
2. Pembuatan NaOH
3. Pembuatan HCl V 1 N 1 = V 2 N 2 V
0.02 N x 250mL 4 N
V = 1.25 mL 4. Titrasi NaOH dengan Asam Oksalat Vrata-rata = 19.6 mL
Volume titrasi (mL) 0 21.1 23.4 25.4 34.6 34.9 37.8 1.6
N NaOH =
10mL x 0.02 N 19.6mL
= 0.01 N
5. Pembuatan Etil Asetat g etil asetat =
0.01 N x 88 g / mol x 250 mL 1000 mL
= 0.22 g
6. Penentuan konsentrasi campuran V 1 N 1 = V 2 N 2 V1
= volume titrasi
N1
= kosentrasietil asetat
V2
= volume campuran
N2
= konsentrasi yangakan di cari
t=3 N =
21.1mL x 0.01 N 30mL
= 0.00703 N
t =8 N =
23.4mL x 0.01 N 30mL
= 0.0078 N
t =15 N =
25.4mL x 0.01 N 30mL
= 0.0846 N
t =25 N =
34.6mL x 0.01 N 30mL
= 0.01153 N
t =30 N =
34.9mL x 0.01 N 30mL
= 0.01163 N
t = 60 N =
37.8mL x 0.01 N 30mL
= 0.0126 N
7. Menghitung nilai y y =
x a ( a − x )
dimana x adalah konsentrasi (N)
t=3 y =
0.00703 0.01(0.01 − 0.00703)
= 236,7
t=8 y =
0.0078 0.01(0.01 − 0.0078 )
= 354,5
t = 15 y =
0.00846 0.01(0.01 − 0.00846 )
= 549.3
t = 25 y =
0.01153 0.01(0.01 − 0.01153)
= −753.5
t = 30 y =
0.01163 0.01(0.01 − 0.01163)
= −713.5
t = 60 y =
0.0126 0.01(0.01 − 0.0126 )
= −484.6
8. Persamaan regresi x(t)
y(N) 0 180 480 900 1500 1800 3600
xy 0 236.7 354.6 549.3 -753.5 -713.5 -484.6
0 42606 170160 494370 -1130250 -1284300 -1744560
x2 0 32400 23040 810000 2250000 3240000 12960000
Єx= x=
8460 1208.6
-811.1 -115.87
Єxy =
-3451974
n Σ xy - Σ x . Σ y
B =
=
Єy = y=
n Σ x 2 − (Σx) 2 7(−3451974 ) − (8460 )(−811.1) 7(19522800 ) − (8460 ) 2
= -0.265 A = y - B x = -115.87 – (-0.265 x 1208.6) = 204.4
y = 204.4 – 0.265 x
Untuk grafik persamaan regresi x = 0 ……………. y = 204.4 x = 180 …………. y = 156.7 x = 480 …………..y = 77.2 x = 900 …………. y = -34.1 x = 1500 ………... y = -193.1 x = 1800 ………... y = -272.6 x = 3600 ……….. y = -749.6
9. Menghitung tetapan laju reaksi a a (a − x )
= kt
y = kt
t = 180
…………….236.7 = k . 180 k = 1.315
t = 480
…………….354.5 = k . 480
Єx2 =
19522800
k = 0.738
t = 900
…………….549.3 = k . 900 k = 0.610
t = 1500
……………. -735.5 = k . 1500 k = -0.502
t = 1800
…………….-713.5 = k . 1800 k = -0.396
t = 3600
…………….0484.6= k . 3600 k = -0.134
k rata − rata =
1.315 + 0.738 + 0.61 − 0.502 − 0.396 − 0.134
= 0.271
6
t vs [ 800 600 400 200 0 ]
percoba 0
[
1000
2000
3000
-200 -400 -600 -800 -1000 t
4000
5000
regre s i
4.2. Pembahasan
Dalam percoban kali ini yaitu penentuan orde reaksi dan tatapan laju dari reaksi penyabunan etil asetat secara titrasi ini dilakukan dengan mmkai konsentrasi untuk a dan b sama. Dari percobaan ini dapat dilihat semakin tinggi volume yang terpakai maka semakin tinggi juga konsntrasi yang dibutuhkan. Konsentrasi yang dimkasud adalah x (N). Pada penentuan ini jalannya reaksi diikuti degann cara penetuan konsentrasi ion OH pada waktu tertentu, yaitu dengan mengambil sejumlah tertntu laarutan, kemudian dimasukan kedalam larutan yang mengandung asm yang berlebih. Penetralan dari bas campuran reaksi oleh asam akan menghentikan reaksi. Jumlah basa yang ada dlam campuran pada saat reaksi dihentikan, dapat diketahui dengan mentitrasi sisa asm oleh larutan standar basa. Dari percobaan yang dilakukan didapatkan nilai k rata-rata 0,271. Sedangkan k pada percobaan regresi sebesar 0,275. Percobaan ester yang dilakukan bahwa reaksi penyabunan dari ester merupakan reaksi berorder 2 terbukti secara rumus regresi. Pada penentuan k pada ercobaan I ni menggunakan rumus kesetimbangan jika konsentrasi pereaksi yang digunakan sama. k dapat ditentukan dengan menggunakan rumus x/a(a – x). dan dengan menggunakan slope yang tan α = y/x. Reaksi yang terjadi pada percobaan ini merupakan reaksi sederhana karena hanya menggunakan kosentrasi reaktan yang sama, karena konsentrasi etil asetat yang dipakai di hitung dari konsentrasi NaOH yang digunakan. Reaksi dikatakan termasuk reaksi tingkat satu bila kecepatan reaksi sebandig dengan konsentrasi reaktan sisa dari satu jenis zat yang bereaksi, sedangkan bila sebanding dengan hasil kali konsentrasi reaktan sisa dari 2 jenis zat yang bereaksi digolongkan kedalam reaksi orde 2.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah di lakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu :
•
Nilai k rata-rata = 0.271
•
Nilai k regresi
•
Semakin besar volume yang terpakai saat titrasi maka
= 0.275
semakin besar pula konsentrasi x yang didapat
•
Semakin panjang waktu yang dibutuhkan maka volume
yang terpakai saat titrasi juga makin besar.
5.2. Saran
•
Memahami dan mempelajari prinsip dan cara kerja
•
Lakukan titrasi dengan teliti
•
Bekerja hati-hati !
Jawaban Pertanyaan
1. Orde reaksi adalah jumlah semua eksponen dari konsentrasi dalam persamaan laju atau jumlah pangkat dari konsentrasi reaktan. 2. Beda antara reaksi dan kemolekulan reaksi :
•
Orde reaksi merupakan pangkat – pangkat dalam persamaan laju.
•
Kemolekulan reaksi merupakan molekul – molekul yang bereaksi
dan berkolisi sehingga terjadi reaksi kimia, menghasilkan spesi aktif atau teraktifkan. 3. Reaksi penyabunan etil asetat adalah reaksi berorde dua, dapat dilihat dari persamaan lajunya yang melibatkan 2 reaktan yaitu etil asetat dan ion OH -. 4. Bila reaksi dari HCl tidak segera dilakukan maka kelebihan HCl akan bereaksi lagi dengan campuran reaksi sehingga tidak bisa dititrasi lagi. 5. Cara menentukan orde reaksi :
•
Metoda waktu paruh
•
Metoda integrasi
•
Metoda differensial
6. Energi pengaktifkan telah dapat ditentukan secara percobaan. Pada prinsipnya selama perubahan kimia, molekul yang bereaksi akan bertabrakan (kolisi), sebagian tumbukan yang hanya memiliki energi cukup untuk terjadinya reaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brink O.C. et. Al, Dasar-dasar ilmu instrument , Bina Cipta, Bandung 1993 Hal 183, 204 – 206 Permana Dedi. 2003. Intisar Kimia SMU – cet. III revisi. Bandung: Pustaka Setia. Tamrin, Drs.(2003). Rahasia penerapan rumus rumus kimia. Sulawesi Selatan : Gita media.
PENENTUAN ORDE REAKSI DAN TETAPAN LAJU REAKSI DARI REAKSI PENYABUNAN ETIL ASETAT (ESTER) DENGAN CARA KONDUKTOMETRI
I. TUJUAN
Untuk menentukan orde dan laju reaksi penyabunan etil asetat dengan cara konduktometri. II. TEORI
CH3COOC2H5 + OH-
CH3COO- + C2H5OH
Reaksi diatas merupakan reaksi penyabunan oleh ion hidroksida, dimana reaksi yang terjadi merupakan reaksi orde 2. Dikatakan reaksi orde tingkat dua apabila kecepatan reaksinya sebanding dengan hasil kali konsentrasi reaktan sisa dari dua jenis zat yang bereaksi. Pengukuran
yang
dilakukan
untuk
reaksi
diatas
adalah
dengan
menggunakan konduktometri. Prinsip dari konduktometri ini adalah didasarkan pada pengukuran daya hantar listrik yang terjadi antara dua elektroda inner yang terdapat dalam larutan. Sel konduktometer adalah suatu sel tempat mengukur transfer energi dari energi listrik ke energi kimia dengan memakai arus bolak – bolik sebagai sumber listrik. Parameter yang diukur adalah hantaran dan tahanan larutan elektrolit didalamnya. Hantaran (L) adalah kemampuan atau daya untuk mengalirkan arus listrik. Hantaran (L) berbanding terbalik dengan tahanan (R). L
1 R
Sel konduktometer terdiri dari tiga komponen yaitu elektroda sel, elektrolit dan arus listrik. Hubungan ketiga komponen ini dapat dinyatakan dalam hukum ohm. E = I × R Dimana : E = beda potensial (volt) I = arus (ampere)
Bila suatu konduktor logam dengan panjang (l) dan penampang (a), pada antar elektroda dialirkan arus listrik seperti gambar, maka tahanan konduktor (R) berbanding lurus dengan panjang penampang konduktor l, berbanding terbalik dengan luas penampang (a). R = ρ
l a
Bila konduktor berisi larutan elektrolit, maka perkalian terhadap a dan l konduktor digantikan dengan volume larutan yang berada dalam konduktometer tersebut dan hantaran logam L diganti dengan hantaran elektrolit. Hantaran ekivalen ( α ) adalah hantaran dari 1 mol ekivalen larutan elektrolit dalam sel konduktometer, yang terletak antara elektroda yang berjarak 1 cm dengan luas penampang 1 cm 2. Daya hantar listrik suatu larutan tergantung pada jenis dan konsentrasi ion dalam larutan. Ion yang mempunyai daya hantar listrik yang besar mudah bergerak. Pengukuran daya hantar listrik memerlukan sumber listrik, sel untuk menyimpan larutan dan rangkaian elektronik untuk mengukur tahanan larutan sering disebut dengan jembatan Wheatstone. Kegunaan titrasi konduktometri antara lain :
•
Untuk analisa larutan yang sangat encer sekali atau larutan yang
berwarna, dimana titik akhir titrasi susah untuk ditentukan atau diamati dengan menggunakan indikator.
•
Dapat menentukan titik akhir titrasi pengendapan, contoh AgNO 3
oleh KCl.
•
Dapat menentukan kebasaan suatu asam.
•
Dapat menentukan jumlah ion yang terbentuk dari penguraian suatu
molekul dalam larutannya. Prinsip titrasi konduktometris ini adalah kecepatan ion H + jauh lebih besar dari ion positif lainnya dan kecepatan ion OH- jauh lebih besar dari ion negatif lainnya. Setiap penambahan sejumlah mmol ekivalen MOH akan mengikat sejumlah mmol ekivalen ion H+ yang ada dalam larutan sehingga nilai hantaran akan berkurang sampai tercapainya titik ekivalen.
Dengan metoda konduktometri ini dapat pula ditentukan orde reaksi serta tetapan laju reaksi. Selama reaksi berlangsung hantaran campuran makin berkurang karena terjadi pergantian ion OH- dari larutan dengan CH3COO-. Dengan pengandaian bahwa etil asetat, alkohol dan air tidak menghantarkan listrik sedangkan NaOH dan CH 3COONa terionisasi sempurna, maka hantaran larutan pada waktu t yaitu Lt mengikuti persamaan : Lt =
1 k
( b − x ) OH + xCH COO + b Na −
−
+
3
Hubungan hantaran atau tahanan larutan dengan waktu bergantung pada berbagai keadaan awal : a ≠ b
• ln
ART + 1 BRT + 1
= k 1 ( a − b ) t + ln
a b
Apabila ln (ART+1)/(BRT+1) dialurkan terhadap t akan diperoleh garis lurus dengan arah lereng k 1 (a-b) sehingga tetapan laju reaksi k 1 dapat dihitung.
•
a=b Lo − Lt Lt − Lc
= k 1 at
Bahwa aluran Lt terhadap (Lc – Lt)/t merupakan garis lurus terhadap arah lereng 1/k 1a, sehingga penentuan dari arah lereng ini memungkinkan perhitungan dari tetapan laju reaksi k 1. Konduktometri merupakan suatu metoda analisa yang berdasarkan pengukuran daya hantar listrik oleh sepasang elektroda berjarak 1 cm dengan luas penampang 1 cm2. Konduktometri merupakan perluasan metoda voltametri dan coulometri. Pada percobaan yang dilakukan ini menunjukkan bahwa arus listrik dihasilkan dari ion – ion yang terionisasi dari NaOH dan etil asetat yang dapat menghantarkan arus listrik. Etil asetat akan terionisasi menjadi ion asetat yang akan bereaksi dengan ion OH-. Arus yang dihasilkan akan terus turun dikarenakan jumlah bahan yang bereaksi semakin sedikit. Hantaran yang dihasilkan merupakan metoda dengan elektroda inner. Dimana elektroda ini tidak akan bereaksi dengan bahan yang digunakan. Elektroda yang digunakan dalam konduktometri :
•
Elektroda hidrogen
•
Elektroda inner
PROSEDUR PERCOBAAN 3.1.Alat dan Bahan
Alat :
•
Labu timbang
•
Labu volumetri 250 mL
•
Pipet 25 mL
•
Pipet 20 mL
•
Pipet 10 mL
•
Labu erlenmeyer bertutup 250 mL
•
Labu erlenmeyer bertutup 100 mL
•
Lebu erlenmeyer 250 mL
•
Buret 25 mL
•
Botol semprot
•
Stopwatch
•
Konduktometer
•
Sel hantaran
•
Etil asetat p.a
Bahan :
• NaOH 0,02 M 200 mL •
HCl 0,02 M 150 mL
•
Indikator fenolftalein
3.2.Cara Kerja
1. Timbanglah sejumlah tertentu etil asetat dalam sebuah botol timbang tertutup dan larutkan kedalam air hingga didapat larutan sebanyak 250 mL dengan konsentrasi kurang lebih 0,02 M. 2. Sediakan kurang lebih 200 mL larutan NaOH 0,02 M dan 150 mL larutan HCl 0,02 M. Konsentrasi kedua larutan ini diketahui dengan tepat. 3. Sementara itu tetapan sel yang digunakan sebagai berikut : a)
Cucilah sel dengan air dan tentukan hantarannya didalam air.
Kemudian cuci kembali dan tentukan hantarannya sampai menunjukkan hasil yang tetap. b)
Setelah itu bilaslah dengan larutan 0,1 N KCl dan tentukan
hantarannya didalam larutan KCl tersebut. c)
Tentukan pula temperatur larutan KCl itu. Hantaran jenis larutan 0,1
N KCl pada berbagai temperatur adalah sebagai berikut : 4. Dengan menggunakan pipet masukkan sejumlah tertentu larutan NaOH dan etil asetat (sesuai dengan yang ditugaskan asisten) masing – masing kedalam sebuah labu erlenmeyer tertutup. Kedua labu ini kemudian diletakkan dalam termostat untuk mencapai temperatur yang sama. 5. Pipet pula sejumlah larutan NaOH yang sama seperti diatas dan encerkan dengan air hingga volumenya sama dengan campuran larutan NaOH dan etil asetat, kemudian letakkan dalam termostat. Setelah mencapai temperatur termostat, tentukan tahanan atau hantarannya (R 0 atau L0). Kemudian sel hantarannya dibilas dengan air dan dimasukkan kedalam labu erlenmeyer yang berisi larutan NaOH. 6. Bila larutan NaOH dan etil asetat dicampurkan dengan cepat pada larutan NaOH dan dikocok dengan baik. Jalankan stopwatch pada saat kedua larutan itu tercampur. 7. Tentukan tahanan atau hantarannya pada menit ke 3, 8, 15, 25, 40, dan 65 setelah mulainya reaksi.
8. Campuran reaksi yang disimpan dalam erlenmeyer tertutup, dibiarkan selama kurang lebih 2 hari agar reaksi selesai. Kemudian tahanan dan hantarannya ditentukan (R 0 atau L0). Untuk mempersingkat waktu, campuran reaksi dalam erlenmeyer tertutup dipanaskan untuk beberapa menit. Pada temperatur tinggi reaksi cepat mencapai kesetimbangan. Setelah didinginkan dalam termostat, tentukan tahanan dan hantarannya (R 0 atau L0). Lakukan pengukuran ini sampai diperoleh hasil yang tetap.
Pipet 20 mL HCl 0.02 M ke 6 erlenmeyer
3.3 Skema Kerja
x g etil asetat + air (larutan 250 mL 0.02 M)
200 mL NaOH 0.02 M dan 150 mL HCl 0.02 M
Masukkan 200 mL NaOH dan 150 mL HCl dalam dua erlen bertutup.
Tentukan tetapan sel -
cuci sel dengan air, tentukan hantaran! Bilas dengan 0.1 N. tentukan hantaran KCl Tentukan hantaran KCl pada variasi suhu
Pipet NaOH dan etil asetat dalam 2 labu bertutup. Panasan sampai suhu sama
Pipet NaOH lain dg vol sama dengan lart. diatas. Tentukan hantarannya
Campurkan lart skema 5 dan 6. hidupkan stopwatch.
Hitung hantaran pada waktu 3, 8, 5, 25, 40, 65 menit.
Sisa camp. Biarkan 2 hari atau panaskan dan hitung hantaran. Dianggap sbg reaksi selesai.
IV. HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Data dan Perhitungan
1. Pembuatan NaOH 0,02 N
massa N =
1000 x
Mr
V
massa 0,02 N =
x
40 g/mol
1000 250
massa = 0,2 gram
2. Pembuatan Etil Asetat
N NaOH ∞ NEtil Asetat massa N =
Mr
1000 x
V massa
0,011 N =
1000
40 g/mol
x
250
massa = 0,1145 gram 100 Etil Asetat 96 % =
96
x 0,11 gram = 0,1145 gram
3. Data
L NaOH = L0 Lair
t (menit) 0
L (µS) 0
5
1700
10
1663
15
1558
20
1541
25
1524
30
1460
35
1401
40
1395
∞
1283
= 4450 µS
= 19,9 µS
LTak Hingga
= Lc
= 1283 µS
4. Meng Menghi hitu tung ng Nila Nilaii k Rumus : Lo - Lt
=k.a.t
Lt - L c Dimana :
t = 0 menit
Lo
= Hantaran NaOH
Lt
= Hantaran tiap-tiap waktu
Lc
= Hantaran tak hingga
a
= Konsentrasi Etil Asetat
4450 - 0
= k . 0,011 . 0
0 - 1283 k=0
t = 5 menit 4450 - 1700 1700 - 1283
= k . 0,011 . 5
k = 8,34 x 10 -3
t = 10 menit 4450 - 1663 1663 - 1283
= k . 0,011 . 10
k = 0,0149
t = 15 menit 4450 - 1558 1558 - 1283
= k . 0,011 . 15
k = 0,0156
t = 20 menit 4450 - 1541 1541 - 1283
= k . 0,011 . 20
k = 0,0195
t = 25 menit 4450 - 1524 1524 - 1283 k = 0,0226
t = 30 menit
= k . 0,011 . 25
4450 - 1460 1460 - 1283
= k . 0,011 . 30
k = 0,0195
t = 35 menit 4450 - 1401 1401 - 1283
= k . 0,011 . 35
k = 0,0148
t = 40 menit 4450 - 1395 1395 - 1283
= k . 0,011 . 40
k = 0,0161
Nilai k rata-rata
k rata-rata =
(0,0083 + 0,0149 + 0,0156 + 0,0195 + 0,0226 + 0,0195 + 0,0148 + 0,0161)
= 0,0164
8
5. Regresi X 0
y 0
xy 0
x2 0
300
6.594
1978.2
90000
600
7.334
4400.4
360000
900
10.516
9664.4
810000
1200
11.275
13530
1440000
1500
12.141
18211.5
2250000
1800
16.892
30405.6
3240000
2100
25.838
54259.8
4410000
2400
27.276
65462.4
5760000
∑x = 10800
∑y = 117.866
∑xy = 197712.3
∑x2 = 18360000
xrata-rata = 1200
yrata-rata = 13.096
(n . Σxy) - (Σx . Σy)
B=
(n . Σx2) - (Σx)2 (9 . 197712,3) - ( 10800 . 117,866 )
B=
(9 . 18360000) - ( 10800)2 506457,9
B=
48600000
B = 0,0104
A = yrata-rata – Bxrata-rata = 13,096 – (0,0104 . 1200) = 0,591
Persamaan Regresi : y = 0,591 + 0,0104 x
Grafik
30
25
20
Percobaan
y 15
Regresi
10
5
0 0
500
1000
1500 x
2000
2500
3000
4.2. Pembahasan Percobaan yang dilakukan yaitu Penentuan Orde Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi dari Reaksi Penyabunan Etil Asetat (Ester) Secara Konduktometri. Percobaan ini dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu cara titrasi yang telah dilakukan sebelumnya. Pada cara konduktometri, percobaan dilakukan tanpa menghentikan reaksi, berbeda dengan cara titrasi, dimana terjadi perhentian reaksi. Pada percobaan ini, penyabunan Etil Asetat (Ester) dilakukan dengan penambahan ion OH-. Larutan NaOH berfungsi sebagai sumber ion OH -. Dan aquadest sebagai larutan standard. Pada percobaan yang dihitung adalah daya hantar listrik dari larutan (NaOH + Etil Asetat) dengan variasi waktu, yaitu 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, dan 40 menit. Dari data percobaan diperoleh hubungan yang tidak linear (berbanding terbalik) antara waktu dan nilai hantaran listrik dari larutan. Semakin lama waktu, maka nilai hantaran listrik akan semakin berkurang. Hal ini terjadi karena adanya penggantian ion OH- dari larutan dengan CH3COO-. Dengan kata lain, semakin lama waktu, ketersediaan ion OH- semakin menipis seiring dengan tercapainya keseimbangan reaksi. Nilai tetapan laju reaksi yang diperoleh adalah sebesar 0,0161, dengan persamaan regresi y = 0,591 + 0,0104 x .
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan Penentuan Orde Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi dari Reaksi Penyabunan Etil Asetat (Ester) Secara Konduktometri, maka dapat disimpulkan bahwa :
Penyabunan Etil
Asetat
dengan cara konduktometri
dilakukan
tanpa
penghentian reaksi.
Lamanya waktu dan nilai DHL dari larutan berbanding terbalik. Semakin lama waktu, maka nilai DHL semakin kecil, disebabkan oleh penggantian ion OH dari larutan dengan CH3COO-.
Nilai tetapan laju reaksi (k) rata-rata adalah 0,0161 dengan regresi y = 0,591 + 0,0104 x
Prinsip dari percobaan adalah reaksi penetralan.
5.2. Saran
Percobaan konduktometri ini bukanlah percobaan yang sulit, tapi tetap diperlukan ketelitian dalam bekerja. Praktikan harus paham dengan prosedur percobaan agar kerja dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan bimbingan dari asisten.
Jawaban Pertanyaan
1. Orde reaksi adalah jumlah semua eksponen dari konsentrasi dalam persamaan laju atau jumlah pangkat dari konsentrasi reaktan. 2. Beda antara reaksi dan kemolekulan reaksi :
•
Orde reaksi merupakan pangkat – pangkat dalam persamaan laju.
•
Kemolekulan reaksi merupakan molekul – molekul yang bereaksi
dan berkolisi sehingga terjadi reaksi kimia, menghasilkan spesi aktif atau teraktifkan. 3. Reaksi penyabunan etil asetat adalah reaksi berorde dua, dapat dilihat dari persamaan lajunya yang melibatkan 2 reaktan yaitu etil asetat dan ion OH -. 4. Bila reaksi dari HCl tidak segera dilakukan maka kelebihan HCl akan bereaksi lagi dengan campuran reaksi sehingga tidak bisa dititrasi lagi. 5. Cara menentukan orde reaksi :
•
Metoda waktu paruh
•
Metoda integrasi
•
Metoda differensial
6. Energi pengaktifkan telah dapat ditentukan secara percobaan. Pada prinsipnya selama perubahan kimia, molekul yang bereaksi akan bertabrakan (kolisi), sebagian tumbukan yang hanya memiliki energi cukup untuk terjadinya reaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Daniels, CS. 1980. Experimental Physical Chemistry. Findlay, R. Practical Physical Chemistry. Shoemaker. 1984. Experimental in Physical Chemistry.
KINETIKA REAKSI ION PERSULFAT DENGAN ION IODIDA
I.
TUJUAN
Menentukan kecepatan reaksi antara ion persulfat dan ion iodida dan menentukan energi aktivasi reaksi itu.
II.
TEORI
Pada percobaan ini dilakukan pereaksian antara ion persulfat (S 2O8) dengan ion iodida dalam larutan encer dengan persamaan reaksi yang dapat di lihat sebagai berikut : S2O8- + 2 I-
2 SO4- + I2
Dari reaksi diatas dapat kita ketahui bahwa reaksi antara ion persulfat dengan ion iodida yang menghasilkan ion sulfat dan iodin. Biasanya ion sulfat dalam penggunaannya bersama asam sulfat, dimana tidak berwarna, berupa cairan kental yang membeku pada suhu 10,4 oC dan mendidih pada suhu 279,6 oC. Materi asam sulfat ini bereaksi keras dengan air dan dengan senyawa organik. Berdasarkan pertimbangan mekanisme termodinamik dan kinetika asam sulfat dapat dibuat melalui proses kontak yaitu produksi katalitik asam sulfat dari SO 2 .
Menentukan Energi Aktivasi Energi
aktivasi
adalah
energi
minimum
yang
dibutuhkan
untuk
mengaktifkan reaktan. Secara empiris telah diketahui adanya hubungan antara konstanta kecepatan reaksi dengan temperatur absolut T, yaitu : k = A e
-B/T
dimana A dan B adalah konstanta Hubungan ini telah dikemukakan oleh Van Hoff dan Archenius dalam bentuk : k = A e
-E/RT
dimana : R = konstanta gas ( 8,314 J/moloK) E = energi aktivasi A = faktor pereksponensial ( tidak berubah pada perubahan suhu kecil ) T = temperatur (K)
Persamaan ini mula-mula dikemukakan oleh Van Hoff yaitu berdasarakan konstanta kesetimbangan oleh perubahan temperatur,
sekaligus berhubungan
dengan perubahan konstanta kecepatan reaksi. Ide ini dikembangkan lebih lanjut oleh Archenius, sehingga persamaan tersebut secara luas dapat digunakan dalam sejumlah besar reaksi-reaksi kimia. Akibatnya persamaan tersebut lebih dikenal dengan persamaan Archenius. Menurut Archenius dalam reaksi-reaksi kimia biasanya sebagian besar dari kolisi atau tumbukan yang terjadi antara molekul-molekul reaktan yang bersifat tidak selektif ( maksudnya energi tidak cukup untuk melangsungkan
reaksi ).
Hanyalah sebagian kecil dari tumbukan yang memiliki energi yang cukup untuk menyebabakan terjadinya reaksi. Sesuai dengan prinsip Boltzman, fraksi kolisi yang memiliki energi yang cukup untuk melangsungkan reaksi adalah sebagai berikut : e
-E/RT
Fraksi kolisi ini akan menjadi lebih besar yaitu bila temperatur tinggi dan energi aktivasinya lebih rendah, dengan demikian konstanta kecepatan reaksi akan berbanding langsung dengan besar kecilnya fraksi kolisi tersebut. Bila persamaan Archenius dilogaritmakan,maka akan diperoleh sebagai berikut : log k = log A -
E 2,303 RT
Dengan demikian bila dihubungkan kedalam plot grafik yaitu antara log k Terhadap 1/T juga akan diperoleh hubungan linear dengan slope, adalah : -
E 2,303 R
=
-
E(J/mol) 19,14
= -
E (cal/mol) 4,575
Grafik antara k Vs T dari persamaan Archenius dapat dilihat pada gambardimana k mencapai harga A secara asimtot. Kebanyakan reaksi terjadi pada trayek temperatur rendah sehingga akan terletak pada bagian grafik yang lengkung. Tetapi reaksi antara atom-atom atau radikal-radikal bebas, dengan energi aktivasi yang kecil atau mendekati nol reaksi terletak pada daerah bagian atas. Tetapi pada kondisi bagaimanapun A merupakan fungsi tempertur, dimana: ln k = ln A + n ln T - E/RT Persamaan ini disebut dengan persamaan kaeldan grafik antara ln k Vs 1/T akan sedikit lengkung, kadang-kadang grafik dapat dibagi dua bagian yang masing
masingnya mendekati linear. Hal ini disebabkan karena adanya dua jenis reaksi yang saling bersaingan dengan E yang berbeda atau terjadi reaksi secara homogen dan heterogen. Reaksi homogen biasanya mempunyai energi aktivitas yang tinggi, terjadi pada suhu tinggi. Reaksi heterogen terjadi pada suhu rendah karena energi yang dihasilkan juga rendah.
Pada grafik terlihat adanya transisi dari reaksi homogen ke heterogen. Penggabungan
dari
differensial
persamaan
kassel
dengan
differensial
Archenius.Apabila percobaan dilakukan pada konsentrasi iodida konstan maka kecepatanreaksi tentu hanya akan ditentukan oleh konsentrasi ion persulfat (percobaan ini menunjukkan bahwa reaksi adalah berorde 1 untuk ion persulfat). Untuk mengamati jalannya reaksi I2 yang terbentuk ditangkap dengan tiosulfat dengan jumlah (volume) dan konsentrasi tertentu. Mula-mula semua I 2 yang terbentuk akan ditangkap oleh tiosulfat yang ada namun seiring berjalannya reaksi maka pada akhirnya I 2 terbentuk akan berlebih. Saat dimana I2 yang terbentuk mulai berlebih dapat diketahui dengan timbulnya warna biru pada larutan karena adanya indikator kanji. Selanjutnya dengan melakukan percobaan pada berbagai temperatur maka energi aktivasi dari Reaksi juga dapat dihitung. Reaksi orde 1 pada temperatur tetap adalah :
Log
l l - f
=
kt
atau ln
2,303
l
= kt
l - f
dimana : l = konsentrasi persulfat mula-mula f = konsentrasi tiosulfat mula-mula x ½ t = waktu sampai terjadinya warna biru (timbulnya warna biru)
III.
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan Alat
: - Buret
- termoset
- pipet 20 ml
- gelas pengaduk
- pipet 10 ml
- stopwatch
- corong Bahan : - KI 0,5 N - K 2S2O8 0,02 N
- kanji - aquadest
- Na2S2O3 0,01 N
3.2 Cara Kerja 1. Siapkan 3 buah buret yang masing-masing diisi larutan 0,02 N K 2S2O8 ; 0,01 N Na2S2O3 dan 0,5 N KI. 2. Ambil 20 ml larutan KI masukkan ke erlenmeyer (A) kemudian pada erlanmeyer (B) masukkan K 2S2O8 0,02 N dan 10 ml Na 2S2O3 0,01 N dan beberapa tetes kanji. 3. Biarkan kedua erlenmeyer pada suhu kamar, sambil diaduk agar cepat tercapai kesetimbangan termal, catat suhunya. Kemudian tambahkan erlenmeyer (A) kedalam erlenmeyer (B) secepat mungkin dan pada saat itu tekan stopwatch dan catat waktu sampai timbul warna biru. 4. Variasikan konsentrasi yang diambil adalah konsentrasi dari persulfat dengan catatan bahwa perbandingan persulfat dan tiosulfat tidak tetap. Dengan catatan jumlah volume larutan tetap 50 ml dan bila kurang dari50 ml ditambahkan dengan air. 5. Buat grafik t Vs log l/l – f untukmenentukan nilai k, tentukan Ea dengan variasi percobaan pada T =30,35,40 dan 50. Buat grafik log k Vs l/T.
3.3.Skema Kerja
3 buah buret Isi K 2S2O8 , Na2S2O3 , dan KI
20 mL KI
Masukkan ke Erlenmeyer A + K 2S2O8 0,02N + 10 mL Na 2S2O3 0,01 N , + beberapa tetes kanji Kedua Erlenmeyer Dibiarkan, diaduk sampai tercapai kesetimbangan termal Catat suhu Tekan stopwatch Jika telah timbul warna biru, catat waktu Ambil variasi konsentrasi dari tiosulfat Jumlah volume larutan 50 mL Jika kurang + air
Tentukan energi aktifasinya Temperature percobaan variasikan mulai dari 30oC, 35oC, 40oC, dan 50 oC Didapatkan nilai k
Buat grafik k Vs 1/T
IV.
PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan I.
Data
No .
KI (ml)
1 2 3 4 5 II.
K 2S2O8 (ml)
10 10 10 10 10
10 8 6 4 2
2 2 2 2 2
H2O (ml)
Waktu (s) suhu kamar 56 62 122 146 469
0 2 4 6 8
40oC 11 28 35 70 176
Pembuatan KI 0,5 N
III.
Na2S2O3 (ml)
N =
g
x
1000 Mr V 0,5 N = g x 1000 166 g/mol 250 ml g = 0,5 N x 250 ml x 166 g/mol 1000 g = 20,75 g Konsentrasi tiosulfat dalam campuran
V1 . N1 = V2 . N2 3 ml . 0,01 N = 23 ml . N 2 N2 = 3 ml . 0,01 N = 1,3043 x10 -3 N 23 ml IV. Konsentrasi persulfat pada masing-masing volume *
Untuk V = 10 ml N2 = 10 ml . 0,02 N 23 ml
•
8,6956 x 10 -3 N
=
6,9565 x 10 -3 N
=
5,2174 x10 -3 N
Untuk V = 8 ml N2 = 8 ml . 0,02 N 23 ml
*
=
Untuk V = 6 ml N2 = 6 ml . 0,02 N 23 ml
*
Untuk V = 4 ml N2 = 4 ml . 0,02 N 23 ml
*
=
Untuk V = 2 ml N2 = 2 ml . 0,02 N 23 ml
V.
3,4783 x 10 -3 N
Penentuan ln
= 1,7391 x 10 -3 N
l l- f
F = konsentrasi Na2S2O3 2 = 1,3043 x10-3 N 2 = 6,5215 x 10-4 *
Untuk V = 10 ml ln
•
6,9565 x 10 -3 N (6,9565 x 10 -3 N) – (6,5215 x 10 -4 N)
0,1335
3,4783 x 10 -3 N (3,4783 x 10 -3 N) – (6,5215 x 10 -4 N)
= 0,2076
Untuk V = 2 ml ln
VI.
=
Untuk V = 4 ml ln
*
= 0,0984
Untuk V = 6 ml ln 5,2174 x10-3 N (5,2174 x10 -3 N) – (6,5215 x 10 -4 N)
*
= 0,0779
Untuk V = 8 ml ln
*
8,6956 x 10 -3 N (8,6956 x 10 -3 N) – (6,5215 x 10 -4 N )
1,7391 x 10 -3 N (1,7391 x 10 -3 N) – (6,5215 x 10 -4 N)
Persamaan Regresi Dimana : X = t ( detik )
=
0,4699
Y = ln l l-f *
Untuk suhu kamar X 56 62 122 146 469 X = 855 Rata-rata = 171
Y 0,0780 0,0984 0,1335 0,2076 0,4699 Y=0,9875 Rata-rata = 0,1975
X.Y 4,3680 6,1008 16,2870 30,3096 220,430 XY=277,4954
X2 3136 7569 17689 61504 588289 2 X = 263,141
B = n XY - X . Y n X2 - ( X )2 = ( 6 . 14,6219 ) – ( 84,18 . 0,614 ) ( 6 . 1917,1636 ) – ( 84,18 ) 2 = 36,04488 4416,7092 = 8,1610 X 10 -3 A = = =
Y - BX 0,102 – ( 8,1610 x 10 -3 . 14,03 ) - 0,0125
Persamaan Regresi : Y = A + B X Y = - 0,0125 + 8,1610 x 10 -3 X
*
Untuk suhu 40º C
X 0 4,0 5,2 6,3 7,4 15,2 Jumlah X =38,1
Y 0 0,050 0,062 0,086 0,131 0,285 Jumlah Y=0,614
X.Y 0 0,2 0,3224 0,5418 0,9694 4,332 Jumlah XY= 6,3656
X2 0 16 27,04 39,69 54,76 231,04 Jumlah X2 =368,53
Rata-rata=6,35
Rata-rata=0,102
B
=
n XY - X . Y n X2 - ( X )2 = ( 6 . 6,3656 ) – ( 38,1 . 0,614 ) ( 6 . 368,53 ) - ( 38,1 ) 2 = 14,8002 759,57 = 0,0195
A
= Y - BX = 0,102 – ( 0,0195 . 6,35 ) = - 0,0218
Persamaan Regresi : Y = A + B X Y = - 0,0218 + 0,0195 X
VII.
Penentuan Energi Aktivasi Rumus : ln k = ln A - E x 1 R T Dimana : X = 1/T Y = ln k * Untuk suhu kamar T = 270 C + 273 = 300 0 K X= 1 = 1 = 3,33 x 10 -3 T 300 Y = ln k = ln B = ln 8,1610 x 10-3 Y = - 4,8084 * Untuk suhu 40 0 C T = 400 C + 273 = 313 0 K X= 1 = 1 = 3,19 x 10 -3 T 313 Y = ln k = ln B = ln 0,0195 Y = - 3,9373 Persamaan Regresi :
X 0
Y 0
X.Y 0
X2 0
3,3 x 10-3 3,19 x 10 -3 Jumlah X=6,52 x10 -3 Rata-rata =2,1733 x 10 -3
B
=
- 3,9373
Jumlah Y = -8,7457 Rata-rata = -2,9152
- 0,0160 - 0,0126 Jumlah XY= - 0,0286
=
n XY - X . Y n X2 - ( X )2 ( 3 . -0,0286 ) – ( 6,52 x 10 -3 . – 8,7457 ) ( 3 . 2,1265 x 10-5 ) – ( 6,52 x 10 -3)2 - 0,0858 – ( - 0,0570 ) 6,3795 x 10 -5 – 4,2510 x 10 -5 - 0,0288 2,1285 x 10 -5 - 1353,065
= = = =
Y - BX - 2,9152 – ( - 1353,065 . 2,1733 x 10 -3 ) - 2,9152 + 2,9406 0,0254
= = =
A
- 4,8084
Persamaan Regresi : Y = A + B X Y = 0,0254 – 1353,065 X E = - B . R = - ( - 1353,065 ) . 8,314 J/mol 0 K = 11249,38 J/mol 0 K = 11,249 KJ/mol0 K
1,1089 X 10 -5 1,0176 X 10 -5 Jumlah X2 =2,1265 x 10-5
t vs ln l/l-f suhu kamar 0.35 0.3 0.25 0.2 l / l 0.15 n l
percobaan regresi
0.1 0.05 0 0
10
20
30
40
50
-0.05
t
1 /t v s ln
10 0 -1 0 f 1 / 1 n l
0
0 .0 0 1
0.002
0 .0 0 3
0.0 04
0 .0 0 5
-2 0
p e rc o b
-3 0
re g re s i
-4 0 -5 0 -6 0 1/
4.2
Pembahasan
Pada percobaan kinetika reaksi antara ion persulfat dengan ion iodida. Reaksi yang terjadi adalah reaksi orde satu karena pada percobaan ini dilakukan pada konsentrasi iodida konstan maka kecepatan reaksi tentu hanya akan ditentukan oleh konsentrasi ion persulfat.
Pada percobaan ini kita melihat timbulnya warna biru dengan variasi suhu yaitu pada suhu kamar dan suhu 40 0 C. Timbulnya warna biru disebabkan karena I sisa akan bereaksi dengan tiosulfat, kemudian I - sisa bereaksi dengan persulfat. I sisa bereaksi dengan I - membentuk I2,
kemudian I2 inilah yang bereaksi jika
ditambahkan dengan amilum , sehingga akan menyebabkan timbulnya warna biru.
Suatu reaktan yang bervariasi volume dan suhu, kecepatan reaksi, perubahan reaktan dengan pemanasan akan lebih cepat dibandingkan dengan reaksi pada suhu kamar. Fraksi kolisi akan besar dengan temperatur semakin tinggi, jika hal ini terjadi maka energi aktivasinya akan lebih rendah. Dan jika energi aktivasinya negatif maka kolisi atau tumbukan pada reaksi kimia cukup tinggi. Tapi berdasarkan percobaan yang telah kami lakukan energi ektivasi yang didapatkan bernilai positif, hal ini berarti kolisi atau tumbukan pada reaksi kimia cukup rendah.
Jadi dengan pemanasan yang tinggi akan menyebabkan terjadinya kolisi yang besar. Percobaan ini terjadi reaksi homogen karena reaksi homogen biasanya mempunyai energi aktivasi yang tinggi yang terjadi pada temperatur tinggi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan , maka dapat disimpulkan beberapa hal adalah sebagai berikut : 1. Reaksi yang terjadi adalah reaksi orde satu 2. Persamaan Regresi : -
untuk suhu kamar : Y = - 0,0125 + 8,1610 x 10 -3 X
-
untuk suhu 400 C : Y = - 0,0218 + 0,0195 X
-
untuk penentuan energi aktivasi : Y = 0,0254 – 1353,065 X
3. Nilai energi aktivasi (Ea) = 11,249 KJ/mol0 K 4. Pemanasan yang tinggi akan menyebabkan terjadinya kolisi yang besar. 5. Pada percobaan ini reaksinya adalah reaksi homogen karena pada reaksi ini energi aktivasi yang tinggi yang terjadi pada temperatur tinggi.
5.2.Saran
Agar percobaan ini dapat dilakukan dengan baik dan lancar, maka disarankan untuk praktiokan selanjutnya agar : 1. Pahami prosedur percobaan 2. Jaga suhunya agar tidak melebihi suhu yang ditetapkan
DAFTAR PUSTAKA