Kerja sama Tehnik Tehnik Ind onesi onesiaa - Jerm an Depar Depar temen temen Kehutanan Bekerja Bekerja sama dengan Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ)
K ONSEP P ENENTUAN A NN NNUAL UAL A LL LLOWAB OWAB LE C UT UT (AAC) DI
H UTAN BEKAS T EBANGAN BERDASARKAN
P OTENSI DAN R IAP T EGAKAN
Di dalam kerangka kerja Sistem Perencanaan Pengelolaan Hutan Indonesia untuk ar eal HPH
Alexander Hinrichs
Dokumen Doku men SFMP No. 7b (1998) (199 8)
Proyek Pengembangan Sistem Manajemen Hutan Lestari Promotion of Sustainable Forest Management System (SFMP) in East Kalimantan Mei, 1998
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
Daftar Daftar Isi 1.
Pendahuluan......................................................................................3
2.
Das Dasar Pen Penentuan AAC di Indonesia... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .. 3
3.
Alasan perlunya metode penentuan AAC yang berbeda untuk hutan bekas tebangan di di In Indonesia ..... ..... .... ..... ..... ..... ..... .... ..... ..... ..... ..... ..... .... ..... ... 5
4.
Langkah 1: Penataan Hut Hutan..... .... ..... ..... .... ..... ..... ..... ..... ..... .... ..... ..... ..... . 6
5.
Lang Langka kah h 2: Peni Penila laia ian n Sumbe umberd rday ayaa Huta Hutan.. n.. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 8
6.
Lang Langka kah h 3: Anal Analis isaa data data plot plot pertu pertumb mbuh uhan an regio regiona nal... l... .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 9
7.
Langkah 4: Penentuan AAC melalui model growth and yield deng dengan an DIPS DIPSIM IM .. .. .. 11
8.
Perbedaa Perbedaan n dengan dengan sistem sistem perenca perencanaa naan n pengel pengelola olaan an hutan hutan di Indone Indonesia. sia. . . . . . . . . . . . . . . . 14
Lampiran Lampiran 1.
Usulan inventarisasi untuk inventarisasi manajemen hutan di PT Limbang Ganeca (diulang tiap 10 tahun)
Lampiran 2.
Pola pertumbuhan 5 kelompok jenis nama daerah untuk tegakan dengan bidang dasar (BA) 25m 2 dan 40m 2
2
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
1. Pendahuluan Pengenalan Sistem Manajemen Hutan Lestari (MHL) di hutan alam produksi di Indonesia secara otomatis otomatis menuju peningkatan peningkatan input manajemen. manajemen. “ Pengeluaran ekstra” ekstra” yang kurang sesuai dengan sudut pandang para pemegang HPH ini harus dipertimbangkan secara hati– hati. Manajemen Manaj emen Hutan Lestari Lesta ri dapat menjadi menjadi perspektif bisnis jangka panjang yang menjanjikan, namun kriteria dan indikator harus mudah diterapkan, dapat diperkirakan implikasinya serta terjamin secara kelembagaan. Manajemen Hutan Lestari membutuhkan informasi yang dapat dipercaya mengenai kawasan, jumlah sumberdaya, kualitas sumberdaya dan pertumbuhannya untuk manajemen produksi. Penentuan Annual Allowable Cut (AAC) menjadi kriteria kunci untuk perencanaan pengelolaan dan dan kegiatan sertifikasi hutan. Penentuan ini sebaiknya dihubungkan dihubungkan langsung dengan kondisi sumberdaya aktual dari seluruh Forest Management Unit (FMU/KPHP) dan harus dimonitor secara regional r egional dengan Petak Ukur Permanen P ermanen (PUP) untuk pendugaan pendugaan riap. Hal ini telah diuraikan dalam katalog Kriteria Manajemen H Hutan utan Lestari Indonesia –Katalog –Katalog SNI– agar AAC tiap-tiap areal HPH didasari atas rata-rata riap volume jenis komersial secara periodik. Hingga saat ini masih belum jelas bagaimana mengatasi masalah masalah tersebut. Makalah ini mencoba memperlihatkan cara penentuan AAC secara transparan dengan menggunakan DIPSIM growth and yield modelling . SFMP telah mulai melaksanakan pendekatan ini di dalam kerangka kerja pembentukan FMU kerjasama antara Departemen Kehutanan, Kehutanan, SFMP SFM P dan PT Limbang Limbang Ganeca. Ganeca. Hasil akhirnya diharapkan diharapkan selesai pada awal tahun 1999. 1
2. Dasar Penentua Penentua n AAC AAC di Indonesia Penentuan AAC hutan alam produksi di Indonesia adalah berdasarkan pada pendekatan areal. Dalam TPTI, untuk periode konsesi konsesi pertama (20 tahun pertama) areal konsesi yang yang tersedia untuk diusahakan (A) dibagi oleh rotasi tebang (untuk hutan dipterokarp dataran rendah dan bukit : 35 tahun) dan dikalikan oleh volume rata-rata jenis komersil yang dapat dipanen di atas 50/60 cm dbh per ha (V), umumnya diestimasi dengan survey orientasi (inventarisasi 0,3 %) dari seluruh areal konsesi atau dengan interpretasi citra landsat (lihat Rumus 1). Rumus 1: AA C-area = A x V / 35
Volume akan diambil setiap tahun, Jatah Pengusahaan Tahunan ( JPT) sebenarnya lebih rendah dari pada AAC2 yang diajukan. diajukan. 1
Dalam Rumus 2 dapat dilihat bahwa AAC
Ter ima kasih kasih kepada Bpk. Bpk. Sopari Sopari Wangsa Wangsadidj didj aj a dan Bpk. Bpk. Agus Just iant o (DepHut (DepHut ), Bpk. Dj wa Hui Liang (PT (PT KLI Gr up/ PT Li mbang Ganeca), aneca), Dr . Soeyit no Soedir man man (UNM UL) dan r ekan-r ekan dar dar i berbag berbagai proy proyek ek yan yang t elah elah membaca membaca dr af t saya saya..
2
Di makalah makalah i ni, AA C volum volume e adalah volume volume net net t o j enis komer komer sial yang dapat dapat dipanen dipanen t iap t ahu ahunn nnya ya dar i kawas kawasan an yang sudah past past i dan t er j amin amin selama selama per iode perencanaan perencanaan yang lebi h lama. lama. I st il ah AA C-volume dapat dapat digunakan digunakan sebaga sebagaii penggant penggant i i st il ah J PT
3
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
berkurang karena faktor eksploitasi (mengingat adanya dampak lingkungan di dalam hutan produksi -kawasan lindung- seperti pembusukan, limbah pembalakan dan kerusakan)3 dan faktor keamanan (mengingat adanya gangguan, penebangan liar dan kerugian lainnya). Biasanya Biasanya faktor faktor eksploitasi eksploitasi (fe) sebesar 0,7 dan faktor faktor keamanan keamanan sebesar 0,8. 0, 8.
Sesuai
dengan Surat Edaran Dir. Jend. PH No. 2604/IV-BPHH/89 bahwa fe dapat bervariasi antara 0,7 – 0,9, dimana dimana fs tetap tetap 0,8. Penentuan Penentuan nilai nilai fe dilakuka dilakukan n oleh Dinas Dinas Kehutanan, Kehutanan, dengan mengevaluasi kondisi hutan serta kemampuan HPH. Rumus 2: JPT = AA C-volume bruto x fe x f s
Faktor eksploitasi menandakan bahwa survey orientasi di kebanyakan HPH tidak menetapkan kawasan kawasan hutan produksi produksi netto untuk produksi kayu. Dengan menggunakan menggunakan peta kontur yang didapat dari foto udara “ sebaiknya dilaksanakan agar kawasan dapat ditetapkan
dengan
baik
dan
kemungkinan
mengurangi
faktor
(eksploitasi)
secara
signifikan” . 4 Selanjutnya pengaruh faktor eksploitasi dalam AAC-volume dapat dikurangi
dengan penerapan tehnik Reduced Reduced Impact Logging. SK 154/Kpts/VII-3/ 154/ Kpts/VII-3/ 1994 telah mempertimbangkan hal ini. Di dalam rumus usulan untuk penghitungan AAC-area, kawasan lindung telah dikeluarkan dari areal konsesi HPH (A), sehingga fe tidak diperlukan lagi, selain itu pengurangan volume bruto, memperhitungkan pembusukan, limbah dan kerusakan juga dilaksanakan. Secara umum faktor keamanan (fs) dapat dirubah melalui kerjasama yang baik antara HPH dengan masyarakat sekitar, hanya jika masyarakat lokal yang berbatasan langsung terlibat dalam kegiatan perambahan di areal produksi produksi HPH.
Kegiatan Kegiatan ini dapat dilaksanakan dilaksanakan
melalui program PMDH/P3MD PMDH/ P3MD yang serius serta pemetaan batas partisipatif. Sistem manajemen kebakaran hutan yang tepat di HPH juga dapat mengurangi resiko keamanan. Mengingat resiko pengelolaan hutan alam yang ada di Kalimantan Timur, pengurangan AAC-volume sebesar 20 % dengan penerapan faktor keamanan (fs) sepertinya masih agak rendah. Sistem yang dijelaskan di atas sepertinya cukup valid untuk manajemen pengusahaan hutan primer. 5 Jika sebuah HPH melaksanakan periode konsesi yang kedua, penghitungan AAC harus mempertimbangkan bahwa sebagian hutan bekas tebangan akan ditebang lagi.6 SK 154/Kpts/VII-3/1994 menyatakan bahwa AAC-volume dihitung dengan memusatkan pada blok hutan primer, sesuai dengan pendekatan yang telah dijelaskan di atas (lihat Rumus 3).
3
oncession man manag agem ement ent inspect ion ser vices pr oj ect , For est mana managem gement ent over view , DepHut . Desember Lihat Lihat , Concession Desember
199 2, p. 15. 15. Fe kadang-kada kadang-kadang ng disebut disebut sebaga sebagaii f akt or kelest ari an 4
oncession man manag ageme ement nt inspect ion ser vices pr oj ect , Forest mana managem gement ent over view . DepHut. Dalam: Concession DepHut . Desember Desember
199 2, p. 15 5
Sist Si st em m mana anajj emen Eropa Er opa yang dulu menggu menggunakan nakan pendekat an yang yang sama sama,, j uga unt uk per kebuna keb unan n t anpa adanya perbedaan t apak apak yang yang besar besar , konsep konsep ini dapat dapat dit er ima. ima.
6
Mengingat per iode konsesi selama selama 20 t ahun, ahun, r encana encana 20 t ahun kedua (RKP (RKPH) meliput i 15 t ahun pem pemane anenan nan hut an primer pr imer d an 5 t ahu ahun n hut hut an bekas t ebangan ebangan..
4
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
Rumus 3: AA C-area = Ar – Al / 35 – 20 20 tahun tahun AA C-volume C-volum e = AA C-area x C-area x Vr V r x x fs Ar= areal yang masih ada blok hutan h utan alam, Al = kawasan lindung di blok ini Vr = volume netto netto per ha saat ini ini
Namun penebangan ulang hutan bekas tebangan akan terjadi pada 5 tahun terakhir pada periode rotasi kedua. Jika data pertumbuhan tidak tersedia, penghitungan AAC biasanya dengan menggunakan perhitungan bahwa potensi hutan sebelumnya sama dengan potensi hutan bekas bekas tebangan. tebangan. Konsep ini ini berdasarkan pada asumsi asumsi bahwa penerapan TPTI dapat menjadikan hutan bekas tebangan sama dengan kualitas hutan primer hanya dalam 35 tahun saja.
3. Alasan perlunya metode penentuan AAC yang berbeda untuk hutan bekas tebangan di Indonesia Jika kita melihat situasi di konsesi dengan hutan bekas tebangan di Indonesia, kita harus merekonsolidasi kembali bahwa situasi tersebut banyak berbeda dengan kondisi HPH dengan hutan hutan primer. Beberapa Beberapa hal yang perlu kita kita perhatikan adalah adalah :
•
Penurunan besar dalam AAC volume telah terlihat pada HPH yang menerima
perpanjangan perpanjangan hak konsesinya, hampir semua HPH menunjukkan menunjukkan penurunan dalam areal produksi total total karena areal yang hilang/berubah. hilang/berubah. Khususnya Khususnya pada areal kerja 5 tahun pertama (RKL I – RKL III) yang sering diklasifikasikan sebagai hutan konversi. Kawasan tersebut juga sering kali memiliki potensi yang rendah.
•
Perbedaan yang besar antara kualitas hutan bekas tebangan HPH yang satu dengan
yang lainnya dapat terjadi karena perbedaan tapak dan tegakan, perbedaan intensitas pembalakan
sebelumnya,
perbedaan
kualitas
manajemen,
perpindahan
tangan
kepemilikan HPH dan karena kebakaran, penebangan liar, gangguan serta kerugian lainnya.
•
Pertambahan riap jenis komersial sangat bervariasi tergantung pada penyebaran jenis,
persediaan, kondisi tapak dan perlakuan.
•
Hingga saat ini hanya sebagian kecil hutan bekas tebangan dirawat secara serius menggunakan pembebasan dan penjarangan.
Pengaruh
perlakuan terhadap
pertumbuhan pohon kom ersial di HPH HP H masih agak kecil .
•
Asumsi bahwa setelah 35 tahun tegakan sisa pada setiap blok HPH akan kembali pada keadaan hutan alam sebelumnya adalah tidak benar. Jika kita ambil contoh untuk pengkalkulasian, riap tahunan rata-rata (MAI) dari jenis Shorea sp. yang cepat tumbuh yaitu sebesar 0,6 cm/tahun dengan diameter antara 40 - 80 cm di hutan bekas tebangan Kalimantan Timur (lihat bab 6), sehingga besar pohon maksimum pada areal hutan penebangan dengan batas diameter 50 cm adalah rata-rata 70 cm pada periode penebangan kedua (49 (49 cm + 35 x 0, 0, 6). Pohon-pohon besar mungkin mungkin tidak ada lagi. Potensi pohon di hutan bekas tebangan akan sangat sedikit dibanding hutan primer ! sehingga harus banyak pohon yang mencapai batas diameter penebangan untuk mengejar kekurangan volume per batang sehingga akan menyebabkan kerusakan yang besar akibat pembalakan. 5
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
•
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
Pemanenan yang tidak baik telah menimbulkan kerusakan besar pada tegakan sisa. Banyak pohon yang mencapai batas diameter pada siklus penebangan kedua menjadi cacat.
Jika siklus rotasi tertentu dengan blok-blok tebangan berukuran sama digunakan (AAC area tertentu), volume yang dapat dipanen dari masing-masing blok tebangan (RKT) akan berbeda banyak tergantung dari jumlah dan kualitas persediaan tegakan serta kondisi tapak masing-masing area. area.
Di dalam beberapa beberapa RKT penebangan penebangan ulang ulang menjadi tidak
ekonomis lagi. lagi. Areal lainnya lainnya mungkin tidak bisa ditebang ditebang secara secara optimal. optimal. Hal ini ini akan akan menimbulkan kerugian besar secara ekonomi sehingga Departemen Kehutanan dan HPH menjadi kurang berminat. Berikut ini SFMP ingin menguraikan sebuah cara yang transparan untuk penentuan AACvolume dengan menggunakan tehnik model growth and yield pada sebuah HPH yang sebagian besar arealnya hutan bekas tebangan. tebangan. Sistem ini telah telah diterapkan di dalam sistem pengelolaan hutan di banyak negara dan dapat dipadukan dengan sistem pengelolaan hutan Indonesia Indonesia untuk kawasan kawasan HPH. Data pertumbuhan, pertumbuhan, informasi sumberdaya sumberdaya yang yang aktual dan dan terpercaya dari areal HPH serta foto udara sangat diperlukan untuk menetukan kestabilan dan kelestarian hasil. Konsep ini terdiri dari empat langkah : 1. Penentuan areal
produksi netto dari seluruh HPH
melalui Penataan Hutan
(Bab 4) 2. Penentuan kualitas dan kuantitas dari tegakan hutan dari seluruh HPH dengan dengan Penilaian Sumberdaya Hutan (Bab 5) 3. Penentuan
growth
and
yield dengan
Analisis
Plot
Pertumbuhan
Regional
(Bab 6) 4. Penentuan AAC-volume melalui Model Growth and Yield , menggunakan model DIPSIM (Bab 7) Pada bab terakhir (Bab 8) perbedaan antara konsep usulan dengan sistem perencanaan manajemen hutan dalam areal konsesi Indonesia akan dibahas.
4. Langkah 1: Penataan Hutan Setelah batas luar kawasan hutan permanen ditentukan dan didemarkasi, seluruh areal perlu ditata sesuai dengan fungsi hutan. Fungsi hutan untuk hu hutan tan alam adalah : 1. Hutan Produksi Produksi (dalam (dalam TGHK : HP, HPT, dalam RTRWP: KH= Kawasan Kawasan Hutan) Hutan) 2. Hutan Lindung Lindung (dalam (dalam TGHK/RTRWP: HL) 3. Hutan Konversi Konversi (dalam TGHK: HPK, dalam RTRWP:KBNK= RTRWP:KBNK= Kawasan Budidaya Budidaya non Kehutanan) 4. Hutan Masyar akat dan Hutan Wisata (ekoturisme) keduanya masih dikembangkan. 6
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
Penatagunaan kawasan hutan melalui TGHK dan revisinya (RTRWP), akan memisahkan antar fungsi kawasan yang luas. Di dalam hutan produksi, masih terdapat kawasan lindung dan areal non hutan atau areal dengan manajemen khusus yang perlu ditetapkan (kawasan lindung7, kawasan pengelolaan pengelolaan khusus dan infrastruktur utama). Di bagian penataan hutan, sudah banyak terdapat peraturan yang mengatur hal tersebut, yang menguraikan definisi dan indikator untuk fungsi hutan utama, khususnya memperhatikan pembatasan lingkungan (environment ) yaitu:
• SK Menteri Pertanian No. 681/Kpts/Um/8/1981; No. 68/Kpts/Um/8/1981 dan No. 683/Kpts/Um/8/1981 Presiden No. 32/1990 • SK Presiden 855/IV-Prog/1994 • Surat Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No. 855/IV-Prog/1994 Jika foto udara pada satu HPH tersedia, aplikasi GIS berikut dapat digunakan untuk menghitung menghitung areal hutan produksi netto HPH tersebut, sesuai dengan pernyataan pernyataan peraturan di atas: 1. Mendigitasi tata batas dari HPH, TGHK/RTRWP, sungai, jalan utama, dan areal areal manajemen khusus 2. Mendigitasi atau memindai (scan ) garis kontur interval min. 12,5 m, buat peta kontur dari interpretasi foto udara terbaru (min 1:20.000) 3. Buat model elevasi digital untuk seluruh area (pendekatan (pendekatan TIN-Grid) 4. Mengembangkan Mengembangkan peta kelerengan dengan daerah yang dikeluarka dikeluarkan n > 40% (diusulka (diusulkan n minimal 3 ha) dan mengurangi daerah-daerah daerah-daerah tersebut dari dar i areal produksi pr oduksi bruto 5. Hitung kawasan lindung seperti sempadan sungai (diusulkan hanya sungai besar dan sungai utamanya) sempadan pantai, tanah yang peka erosi, sempadan mata air, areal lindung khusus lainnya dan areal non produktif yang kemudian kurangi/keluarkan dari areal produksi bruto 6. Hitung luas luas areal jalan utama (diusulkan (diusulkan lebar 25 m), m), infrastruktur permanen, dan daerah manajemen khusus lainnya lalu kurangi dari areal produksi bruto 7. Tentukan areal produksi netto 8. Cetak draft peta fungsi hutan yang memperlihatkan areal produksi dan kawasan lindung Hasil dari analisa sederhana ini merupakan perkiraan dari areal hutan produksi netto yang dapat diandalkan, dengan memperhitungkan masalah lingkungan. Penghitungan AAC harus didasarkan pada areal ini, sebab ini merupakan areal HPH yang benar-benar produktif dan dapat dipanen berangsur -angsur. Sistem ini dicoba di PT Limbang Ganeca, hasil dan manual teknisnya akan selesai pada bulan Juni 1998.
7
I st il ah ini digunakan digunakan unt unt uk kawa kawasan san li ndung ndung di dalam hut an pr oduksi. Sesuai Sesuai dengan dengan Keppres Keppres no.32/ no.32/ 90, kel er engan >40 %, 50 m sempadan sempadan sungai sungai kecil at au 100m 00 m sempadan sempadan sungai sungai besar, t ana anah h r awan awan er osi dan mat mat a air mer upakan kawasan kawasan li ndung.
7
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
Tiga hal yang masih perlu dipertimbangkan :
• Areal hutan produksi yang terbakar masih termasuk dalam areal produksi netto, yang harus dikelola dikelola dengan manajemen manajemen khusus.
Kebakaran Kebakaran hutan hutan secara langsung
menyebabkan pengurangan AAC-volume pada masa yang akan datang
• Rehabilitasi areal non produktif menyebabkan areal produksi netto bertambah sehingga sebaiknya direncanakan dalam satu periode perencanaan
• Batas HPH biasanya ditetapkan tanpa ada kerjasama dengan masyarakat yang berbatasan atau bahkan dengan masyarakat desa di dalam areal.
Pemetaan batas partisipatif partisipatif
mencoba mengatasi konflik antara pihak-pihak tersebut dengan mengupayakan tanggung jawab terhadap areal yang jelas dan diterima oleh semua pihak. Hal ini akan menyebabkan pengurangan dari areal HPH dan juga pengurangan areal produksi netto. Bila proses ini dipenuhi, peta fungsi hutan dapat dikembangkan. 8 Hal-hal yang dapat kita sepakati: Penataan hutan sebuah HPH menyebabkan perbedaan antar areal dengan fungsi utama yang jelas. Penghitungan AAC harus didasarkan pada areal dimana produksi kayu sebagai tujuan utama.
Areal ini kita sebut sebagai areal
produksi netto.
5. Langkah 2: 2: Penilai Penilaian an Sumberda Sumberda ya Hutan Penilaian sumberdaya hutan di tingkat konsesi dapat memberikan gambaran mengenai kondisi sumberdaya saat ini. SK No. 11/ Kpts/IV-RPH/90 Kpts/IV-RPH /90 untuk untuk perencanaan 20 tahun (RKPH), diperlukan sebuah inventarisasi orientasi 0,3 % untuk setiap areal HPH baru. Inventarisasi ini dilaksanakan dengan metode sampling jalur sistematis, yang kurang memperhatikan keakuratan penghitungan estimasi volume serta mengeluarkan biaya lebih. Disain inventarisasi ini telah banyak dikritik. “Secara singkat, metode inventarisasi yang sekarang ini masih kurang detil untuk mengukur sumberdaya secara efektif. efektif. Sehingga kurangnya informasi mengenai komposisi jenis serta data growth and yield dari hutan bekas tebangan tidak dapat digunakan untuk penentuan AAC-volume yang lestari pada sebuah konsesi” . 9
Rancangan disain inventarisasi yang lebih modern telah diujicobakan di hutan alam Indonesia, Malaysia dan Filipina. Rancangan plot yang digunakan adalah sistem plot dengan kemungkinan pohon dapat diukur di dalam plot yang proporsional dengan ukurannya (PPS) dan menggabungkan plot ukur dari ukuran tertentu sehingga keduanya dapat memberikan keakuratan yang lebih baik untuk kelas diameter yang besar dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan sampling jalur murni.
8
Unt uk SK dan dan izin yang yang r elevan elevan unt unt uk m melaks elaksan anaka akan n uji coba pem pemet et aan aan batas par par t isipat if lihat : S. Went zel, D. Raharj o dan E. Sudiono. Sudiono. Rancanga ancangan n Renca Rencana na Uj icoba Pena Penatt aan aan Bat Bat as Part isipat if HPH/ HPH/ HPHHTI HPHHTI di KalTim, SFMP wor wor king paper paper M aret 199 8
9
oncession mana managem gement ent and and i nspect nspect ion Ser vices Pr Pr oj ect , “Forest Manaj Manaj emen emen Overview ”, MoF, Dalam : Concession
Desember Desember 1992, 99 2, p. 7
8
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
Pada umumnya, disain inventarisasi yang tepat untuk seluruh areal konsesi dapat dicirikan sebagai berikut :
• diketahuinya nilai sampling error • memastikan estimasi yang dapat dipercaya dari volume per kelompok jenis dan kelas diameter dari kondisi sumberdaya saat ini (penargetan pada total volume bebas cabang jenis komersial komersial dengan tingkat tingkat kesalahan kesalahan = + 5% pada tingkat tingkat keteliti ketelitian an 95 %)
• memastikan estimasi yang dapat dipercaya dari kualitas pembalakan (kerusakan) pada kondisi hutan saat ini
• menjamin estimasi yang dapat dipercaya dari regenerasi pohon • pada prinsipnya, menggabungkan pengumpulan data lereng, tapak, HHNK dan lingkungan. Hanya disain yang sederhana dan dengan biaya efisien yang akan diusulkan, dengan memperhatikan memperhatikan pernyataan diatas. Untuk memastikan memastikan hasil hasil yang terbaik di di hutan bekas bekas tebangan, penyebaran plot sebaiknya secara sistematis. Penggunaan Penggunaan plot sampel sampel dengan dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan DBH pohon yang diukur (gabungan plot sampel: plot kecil untuk pohon kecil, plot lebih besar untuk pohon yang lebih besar) dapat mewakili estimasi yang baik untuk sistem PPS, sehingga diperlukan personil yang berkualitas. Umumnya lebih sulit untuk pengontrolan dan memerlukan relascope pada topografi yang sulit. Untuk itu SFMP mengusulkan rancangan inventarisasi dengan plot sampel gabungan dan penyebaran plot secara sistematis sebagai metode untuk penilaian sumberdaya pada tingkat HPH, yang mana berhubungan erat dengan tradisi di Indonesia yaitu sampling jalur dan mudah dilaksanakan. Disain inventarisasi inventarisasi tersebut dijelaskan dijelaskan pada Lampiran Lampiran 1. Hasil yang diharapkan diharapkan adalah:
• estimasi yang representatif tentang kondisi sumberdaya saat ini yang didasarkan pada penyebaran jenis pohon, volume per kelas diameter jenis komersil dan non komersil serta kualitas pohon
• estimasi yang representatif tentang regenerasi pohon yang ada tentang kondisi tapak • estimasi yang r epresentatif tentang • informasi umum mengenai keanekaragaman hayati, melalui inventarisasi yang terpisah Yang dapat kita sepakati: Penilaian sumberdaya hutan menghasilkan estimasi yang baik terhadap kondisi tegakan persediaan dan kondisi tapak untuk seluruh areal HPH. Penghitungan AAC harus didasarkan pada informasi ini untuk memastikan bahwa pembalakan benar-benar benar-bena r bermanfaat tetapi tidak melebihi potensi sumberdaya yang ada.
6. Langkah 3: Analis Analisaa data plot plot pertumb uhan regional regional Pentingnya informasi pertumbuhan yang terpercaya untuk perkiraan AAC-volume telah diuraikan sebelumnya.
Hal ini telah dipertimbangkan oleh Departemen Depar temen Kehutanan dan
sejak 1993, 1993, berdasarkan ber dasarkan SK Dir. Jend PH No. 183/Kpts/IV-B 183/ Kpts/IV-BPHH/ PHH/1992 1992 dan SK Kepala Kepala 9
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
BPPK No. 38/Kpts/VIII-HM.3/93, setiap HPH di Indonesia harus membuat paling sedikit 1 seri Petak Ukur Permanen (PUP) dalam tiap 1 RKL. Sehingga sejak saat itu setiap HPH, untuk mendapatkan izin penebangan, harus melampirkan dokumen tentang pembuatan PUP di dalam buku Usulan Rencana Karya Tahunan (URKT). Program PUP di HPH dibuat karena keyakinan terhadap manfaatnya yang besar, namun observasi lapangan terhadap PUP yang ada memperlihatkan problem yang besar dengan pembentukan plot, pengukuran dan persiapan data. Bisa dikatakan dikatakan bahwa hingga saat ini hampir semua PUP yang dibuat oleh HPH di Kalimantan Timur masih belum bisa memberikan data yang dapat diandalkan untuk analisa pertumbuhan. 10 Di lain pihak, beberapa data pertumbuhan yang berguna dari plot-plot penelitian telah tersedia terse dia di Kalimantan Kalimantan Timur. Timur. Data ini berasal dari proyek STREK STREK sebelumnya sebelumnya (sekarang DepHut-UE-BFMP) dan ITCI-Tropenbos telah diperiksa oleh “Data Clearing House” di BPK Samarinda (BPKS) dan digunakan oleh BPKS-SFMP untuk pengembangan fungsi pertumbuhan diameter regional untuk semua jenis pohon utama di hutan dipterokarp dataran rendah Kalimantan. 11 Data base terdiri dari 117.445 pengamatan diameter dalam 32 plot (seluruhnya 83,5 ha) antara tahun 1976 hingga 1996, mewakili kondisi hutan alam dan hutan bekas tebangan. Fungsi pertumbuhan mempertimbangkan mempertimbangkan jenis, diameter dan bidang dasar (sebagai variabel kompetisi yang representatif). repr esentatif).
Pengaruh Pengaru h tapak tidak dapat ditentukan sebagai faktor
tunggal. Prinsip dari persamaan tersebut adalah: adalah: Rumus 4:
log log (Di (Di + 0,02) 0,02) = b0 + b1*lo b1*log g (BA) (BA) + b2*D b2*D + b3*lo b3*log g (D) (D) Di = diameter riap, D = diameter, BA = basal area (bidang dasar) d asar)
Lampiran 2 memperlihatkan kurva yang khas yang dikembangkan darri persamaanpersamaan untuk kelompok jenis nama lokal. Yang menarik adalah:
• pohon pada hutan bekas tebangan dipterokarp dataran rendah tumbuh lebih cepat dibandingkan pada kondisi hutan alam. jenis • terdapat perbedaan pertumbuhan diameter yang besar antar kelompok jenis • rata-rata riap maksimum di hutan bekas tebangan mencapai 0,8 cm/tahun untuk kelompok meranti, dengan jenis komersil yang cepat mencapai 1,1 cm/tahun (Shorea hopeifolia bukan termasuk kelompok meranti kuning)
• rata-rata riap maksimum di dalam plot-plot hutan alam atau hutan bekas tebangan yang rapat mencapai 0,4 cm/tahun untuk kelompok jenis meranti dan balau atau keruing
• kompetisi sepertinya merupakan faktor utama pertumbuhan bagi hampir semua jenis Shorea. Sehingga melalui perlakuan silvikultur dapat diharapkan pengaruh yang besar.
10
ouse P Prr ogress Report Report , J uly-Okt Lihat , J an Rombout ombouts: s: Clear ing H ouse uly-Okt obe oberr 1997; Al exander exander Hi nrichs:The Per manen manentt Measur Measur ement ement Pr ogr ogr am of I ndo ndones nesia ia . SFMP wor wor ki ng Paper 1997.
11
Gr ouping ouping Based Based on Diamet Diamet er I ncr ement ement in East East Kaliman Kalimantt an . SFM P Document Lihat J an Rou Roumbo mbout ut s: Species Gr
No. 6, 1998 1998 .
10
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
Fungsi pertumbuhan mewakili kondisi rata-rata dari hutan alam dan bekas tebangan di dataran rendah Kalmantan Kalmantan (Timur). Semua dapat digunakan pada tingkat konsesi HPH untuk pendugaan hasil dan penentuan AAC-volume, karena pengaruh tapak masih belum dapat ditentukan, tetapi jangan digunakan untuk pendugaan hasil pada tegakan individu atau pohon. Rata-rata tingkat rekrutmen (regenerasi dbh> 10 cm) dan kematian kematian (hutan belum belum ditebang, ditebang, juga setelah setelah ditebang) ditebang) saat ini ini juga dikembangka dikembangkan n oleh BPKS BPKS dan dan Berau Forest Management Management Project Pro ject (BFMP). Sehingga semua informasi penting untuk aplikasi model growth and yield di Kalimantan Timur sudah tersedia dan model pertumbuhan dapat diterapkan untuk penentuan penentuan AAC-volume AAC-volume berdasarkan riap. Kemurnian informasi informasi mengenai growth and yield pasti akan diperlukan di masa yang akan datang. Yang dapat kita sepakati: Analisa plot pertumbuhan regional berdasarkan PUP memberikan perkiraan potensi pertumbuhan dari tipe hutan yang khas, sehingga kita dapat memperkirakan kondisi tegakan persediaan di masa yang akan datang Jika data tersebut dapat dikombinasikan dengan hasil dari penilaian sumberdaya saat ini, kita dapat menghitung AAC-volume berdasarkan potensi dan riap .
7. Langkah Lan gkah 4: 4: Penentuan Penentu an AAC AAC melalui model growth and yield dengan DIPSIM Telah diusulkan bahwa penentuan AAC-volume, dengan memperhatikan riap, yang didasarkan pada:
• • • •
informasi mengenai areal produksi netto dari seluruh areal HPH (Bab 4) data inventarisasi yang terpercaya dan aktual dari tegakan seluruh areal HPH (Bab 5) tersedianya fungsi pertumbuhan yang relevan dari kelompok jenis utama (Bab 6) tersedianya perkiraan kematian dan rekrutmen (Bab 6)
Sekarang jika jika informasi telah tersedia, bagaimana cara cara menghitung AAC? AAC? Untuk langkah ini, kami mengusulkan untuk menerapkan “Dipterocarp Forest Simulation Model” atau disingkat DIPSIM, sebuah program yang saat ini dikembangkan oleh Departemen Kehutanan Sabah Malaysia dan GTZ. 12 untuk:
Model pohon individual ini khusus dirancang
• Menduga pertumbuhan tahunan yang berhubungan dengan jumlah batang, volume dan bidang dasar pada sebuah konsesi HPH
• Menduga dinamika tegakan hutan tropis untuk periode hingga 60 tahun • Membantu mengambil keputusan di dalam pengaturan hasil melalui simulasi sistem pemanenan yang berbeda. DIPSIM telah digunakan di Sabah untuk penghitungan AAC dari dua hutan permanen dan akan digunakan oleh Forest Departement sebagai alat untuk penentuan AAC-volume dari
12
Lihat: R. Ong, Ong, M. Kliene, DI DI PSI M, Forest Research esearch Cent er Sabah, Sabah, FRC FRC paper paper No. 2, 1995 1995
11
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
1,7 1, 7 .juta . juta ha pada pada dua tahun berikutnya. berikutnya. Program ini menerapkan sistem sistem yang sama dengan dengan yang dikembangkan oleh J. K. Vanclay untuk Queensland Utara di Australia. 13 Pertumbuhan diameter, dengan memperhatikan jenis, ukuran pohon, kondisi tapak dan kompetisi serta rekrutmen dan kematian. kematian. Model ini sensitif sensitif terhadap kerapatan tegakan tegakan sehingga dapat mencakup kondisi hutan yang sangat luas. Penyesuaian DIPSIM dengan persamaan/fungsi pertumbuhan yang baru dikembangkan di Kalimantan Timur, memastikan bahwa model ini dapat diterapkan secara aman untuk pengaturan hasil di hutan dipterokarp dataran rendah propinsi ini. Model DIPSIM berbasis langsung pada plot penilaian sumberdaya dengan menggunakan disain inventarisasi SFMP. Untuk setiap pohon yang diambil dari data inventarisasi, inventarisas i, pertumbuhan individual dan penghitungan tingkat kematian serta pendugaan rekrutmen juga dihitung, sehingga kita dapat mengetahui mengetahui kondisi persediaan di masa yang akan datang dari tiap plot begitu pula dengan seluruh areal HPH.(lihat gambar 2) Dengan cara ini, DIPSIM mengetahui untuk berapa lama tingkat pemanenan yang diberikan atau AAC-volume yang diusulkan dapat lestari. Tujuan utama dari konsep penentuan AAC ini adalah untuk memilih tingkat pemanenan yang tidak menghabiskan tegakan persediaan tetapi memberikan kesempatan untuk mencapai tingkat target persediaan yang diinginkan dengan tidak memanen seluruh riap. riap . Tingkat tegakan persediaan yang diinginka diinginkan n adalah volume persediaan dimana rata -rata r iap tahunan (MAI) mencapai tingkat tertinggi. Hal ini dapat ditentukan melalui simulasi tanpa pemanenan. Dengan melihat jumlah pohon komersil per hektar di atas batas yang ditentukan (contoh DBH 50 cm atau mungkin ditetapkan tersendiri tergantung pada masing-masing jenis) dan waktu yang diperlukan hingga mencapai tegakan yang diinginkan (sebagai contoh 50 tahun), kita dapat menentukan AAC-volume optimal, memperhitungkan pendugaan perkembangan kondisi kondisi tegakan yang ada. Penggunaan Rumus 5, dapat memperjelas hasil simulasi. Rumus 5 (Rumus (Ru mus Austria A ustria atau Rumus Heyer): AA C-volume C-volum e = Di p + ( V r r – V d d) / T d d Di p = riap riap periodi periodik, k, V r r = volume persediaan persediaan sekarang, V d d = volume persedia persediaan an yang diinginkan, diinginkan, T d d = periode hingga tingkat persediaan yang yang diinginkan tercapai
Pengurangan volume yang dihitung menggunakan faktor keamanan (fs) akan masih diperlukan.
13
I nf ormasi ormasi lebih lanj ut t ent ang ang publikasi publikasi Van Vanclay clay lihat : Modelli Modelli ng Forest Gr owt owt h and and Yield, Yield, 1994 1994
12
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
DATA BASE PREPARATION Low Intensity Forest Management Inventory Regional Regional Grow Grow th plot analysis
SIMULATION GROWTH SIMULATION • Dia Diameter meter growth growth • Mor Mortal talitty y • Recrui cruitme tment nt
HARVESTING • Stocking Assessment • Tree remova removall • Harvesting damage
OUTPUT Stand and stock tables
Volume increment tables
Harvesting tables
Gambar 1. Struktur program DIPSIM DIPSIM
Gambar 2. Model pemanenan DIPSIM dapat digunakan untuk proses yang berulang-ulang untuk penentuan AAC
13
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
Pendekatan berorientasi petak, penggabungan DIPSIM dan analisa GIS (menggunakan peta fungsi hutan dan peta vegetasi), yang pada Bab 3 dijelaskan, dapat menetukan luasan blok tebang yang sesuai serta mempertimbangkan kemudahan pengorganisasian dalam pemanenan. Diperlukan infrastruktur infrastr uktur permanen dengan intensitas yang minimum khususnya saat areal tebang lebih sering berpindah. Analisis ekonomi yang sederhana harus mengikuti penghitungan ini untuk memastikan bahwa AAC-volume yang dihitung tidak hanya berdasarkan pada kemungkinan kondisi sumberdaya tetapi juga juga pada kemampuan kemampuan secara ekonomi. DIPSIM juga dapat menentukan menentukan pengaruh dari perbedaan intensitas pemanenan, sistem pemanenan dan silvikultur pada tegakan persediaan di HPH. Yang dapat kita simpulkan : Model growth and yield , berdasarkan langkah sebelumnya, memungkinkan kita menghitung AAC-volume berdasarkan pada potensi dan riap, selain itu juga dapat membantu menentukan tingkat persediaan optimal. Karena Kar ena penghitungan AAC benar-benar didasari pada kondisi sumberdaya maka hasilnya dapat kita sebut lestari.
8. Perbedaa n dengan dengan sistem sistem perencanaan pengelol pengelolaan aan huta n di Indonesia Indonesia Penentuan AAC-volume Penentuan AAC didasarkan pada potensi tegakan Sebuah petak hanya akan ditebang ulang jika tegakan persediaan memungkinkan untuk ditebang ditebang lagi secara secara ekonomi. ekonomi. Artinya, sebagai ganti dari siklus tebang tebang yang yang pasti, pasti, perlu dipertimbangkan dipertimbangkan suatu suatu sistem yang berorientasi pada kondisi kondisi sumberdaya. sumberdaya. Pemanenan ulang dilaksanakan sesuai dengan kondisi tegakan aktual dan perkiraan riapnya. Penebangan ulang masing-masing blok mungkin terjadi lebih cepat atau lebih lambat daripada siklus rotasi yang pasti. Luasan AAC-area akan bervariasi tiap tiap tahunnya walaupun AAC volume tidak berubah untuk seluruh periode perencanaan, sehingga sebaiknya pihak perusahaan diperbolehkan untuk mengajukan kepada lembaga-lembaga kehutanan tentang lokasi areal penebangan untuk memenuhi AAC-volume yang telah disetujui. Di dalam tiap periode perencanaan jangka menengah (10 tahun), harus memperhitungkan sekuruh areal HPH dan tiap petak harus dicek apakah memungkinkan memungkinkan untuk penebangan penebangan ulang. Diperlukan inventarisasi yang aktual dan terpercaya Inventarisasi sumberdaya yang terkini dan terpercaya merupakan faktor penentu dalam sistem ini. Hanya jika HPH melaksanakan melaksanakan inventarisasi ini secara hati-hati maka akan dicapai hasil yang baik. Selain itu juga juga diperlukan pengawasan yang yang intensif dan menyeluruh melalui lembaga-lembaga kehutanan setempat. Jangka waktu perencanaan AAC-volume sebaiknya ditetapkan maksimal untuk 10 tahun. Perubahan di areal HPH, kebakaran (ingat kerusakan pada tahun 1982/1983 dan 1997/1998), penebangan liar serta 14
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
dampak yang tak terduga dapat menyebabkan informasi sumberdaya saat ini menjadi tidak berguna atau percuma. percuma. Sehingga Sehingga setelah 10 10 tahun, inventarisasi seluruh areal produksi dan dan penentuan AAC yang baru akan perlu dilaksanakan lagi. Pengintegrasian peraturan perencanaan hutan ke dalam suatu kerangka kerja Disarankan untuk untuk mengintegrasikan mengintegrasikan sistem ini ke dalam persyaratan RKPH. RKPH. Rancangan penilaian sumberdaya yang diusulkan SFMP berhubungan dengan inventarisasi RKPH, selain itu pengembang pengembangan an rencana RKPH juga terfokus terfokus pada seluruh areal HPH. Jika tiap 10 tahun dapat dicapai gambaran umum mengenai areal HPH dan perencanaan yang berdasarkan sistem ini dilaksanakan, maka inventarisasi untuk RKL dan rencana pengembangannya sepertinya tidak diperlukan diperlukan lagi. Hal ini merupakan kasus khususnya di HPH dengan hutan bekas tebangan yang akan dipanen kembali dan rencana areal RKL/RKT yang lama mungkin tidak bisa dilanjutkan lagi nkarena kondisi tegakan persediaan aktual. SFMP berharap pada tahun 1999, perbedaan antara siklus perencanaan TPTI dan prosedur yang disebutkan di atas dapat diterapkan secara menyeluruh di areal konsesi PT Limbang Ganeca. Keuntungan Keuntungan dan kerugian akan akan didiskusikan didiskusikan secara terbuka.
15
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
Lampiran 1. Usulan inventarisasi un tuk inventarisasi man ajemen hutan hu tan di PT Limbang Lim bang Ganeca (diulang tiap 10 tahun)
Rancangan Inventarisasi Pada umumnya, rancangan yang diusulkan adalah yang sederhana dan efisien biaya, sebagian mengikuti tradisi Indonesia yaitu sistem jalur. Sistematik sampling memastikan hasil yang terbaik untuk hutan bekas tebangan. Pemakaian plot sample dengan berba gai ukuran sesuai dengan DBH pohon yang akan diukur (plot kecil untuk pohon kecil dan plot yang besar untuk pohon yang lebih besar) mewakili pendugaan sistem plot dengan kemungkinan pohon yang akan akan diukur diukur proporsional dengan ukurannya (PPS). (PPS). Sistem inventarisasi PPS memerlukan staf yang berkualitas, dan lebih sulit untuk dikontrol serta memerlukan peralatan tambahan pada lereng yang sulit. menggabungkan plot contoh dengan penyebaran sistematis.
Untuk itu diusulkan untuk
Rancangan plot meminimalisasi upaya penandaan dan jarak perjalanan (pengurangan biaya). Pengukuran tinggi tidak seharusnya dilaksanakan tetapi tabel volume lokal (V= ∫ (D) ) akan dikembangkan (penelitian untuk skripsi mahasiswa UNMUL).
• Penyebaran: grid sistematis dengan awal acak • Kemungkinan post stratifikasi sesuai dengan peta vegetasi dan tahun penebangan • Tipe pengefisienan biaya unit contoh: -
penggunaan prinsip survey jalur penggunaan plot contoh gabungan (4 subplot)
• Tiap plot dibagi menjadi 4 subplot (lihat gambar 3) - regenerasi (DBH< 10 cm, cm, ting tinggi gi ≥ 1,3 m) subplot lingkaran berukuran 25 m2 (r= (r= 2,82 2,82 m) m) -
pancang (10 cm ≤ DBH< 20 cm) cm) subplo subplott bujur bujur sangkar sangkar 10m 10m x 10m 10m = 100m2
-
tiang (20 cm ≤ DBH< DBH< 35 cm) cm) subplot subplot bujur bujur sangkar sangkar 20 m x 20 m = 400 m2
-
pohon (DBH ≥ 35 cm) subplot persegi persegi panjang 20 m x 125 m = 2500 m2
Jumlah plot (N) diestim diestimasi asi dengan dengan rumus N = 2t x Sx%2 / k 2, dengan tingkat • Jumlah ketelitian ketelitian + 5% dan koefisien variasi variasi (Sx%) (Sx%) antar plot adalah 60 % - 70 %, hasilnya hasilnya N = 676 676 plo plott (Sx (Sx = 65 %)
• Diperkirakan plot yang dapat dibuat mencapai kurang dari 100 % (areal yang sulit dijangkau, areal tidak berhutan). Sehingga jumlah plot yang ditargetkan sebaiknya 700 buah. buah. Satu plot mewakili mewakili 115,7 ha (81.000ha/700) Intensitas sampling sampling untuk untuk inventarisas inventarisasii pohon > 35 cm sebesar sebesar 0,2 0, 2 % • Intensitas • Total luas areal yang diinventarisasi 175 ha (700 x 0,25 ha) • Jalur plot sebaiknya searah garis S à N dan untuk mengurangi biaya, penyebaran plot sebagai berikut: (antar jalur survey) • Jarak antar jalur: 1, 2 Km (antar • Jarak antar plot dalam satu jalur : 0,9 Km (antar tiap titik awal plot)) • Tiap 4 plot terbentuk bujur sangkar seluas 1,08 Km2
16
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Gambar 3.
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
Rancangan plot, terdiri terdiri dari dari 4 plot ukur uk ur gabungan (I-I V) dan dan satu satu jalur jalur tengah survey dengan arah arah U à S
N
IV
125 m
II I
20 m
10 m 10
I 2,8 m 20
17
Penentuan AAC berdasarkan potensi tegakan dan riap
Lampiran 2.
Dokumen Dokumen SFMP SFMP No. 7b (1998) (1998)
Pola pertum pertumbuhan buhan 5 kelompok jenis nama daerah daerah untuk untu k tegakan tegakan dengan bidang dasar 25m 2 dan 40 m 2
1
BA=25m2/ha
meranti merah kayu arang keruing
0,9 0,8 0,7
) r a e0,6 y / m 0,5 c ( I D 0,4
resak meranti kuning mahang
0,3 0,2 0,1 0 10
20
30
40
1
50
60
70
80
90
100
D(cm)
BA=40m2/ha
0, 9
meranti merah kayu arang keruing
0, 8 0, 7
r a0, 6 e y / 0, 5 m c ( I0, 4 D )
resak meranti kuning mahang
0, 3 0, 2 0, 1 0 10
20
30
40
50
60
70
80
90
10 0
D(cm)
18