Kata profetik dipakai untuk kategori etisaksiologis. Profetik merupakan kesadaran sosiologis para Nabi dalam sejarah untuk mengangkat derajat kemanusiaan. Ilmu profetik adalah ilmu yang mencoba meniru tanggung jawab sosial para Nabi. Ilmu profetik bentuknya dalam wujud ilmu integralistik yang menyatukan wahyu Tuhan dan akal pikiran manusia.
Kenabian Muhammad Saw, saat Isra Mi’ raj, dibuktikan dengan kembalinya Rasulullah ke tengah-tengah komunitas manusia untuk menyerukan kebenaran dan transformasi transenden (ketuhanan). Pengalaman religius itu menjadi dasar keterlibatannya dalam sejarah kemanusiaan. Sunah Nabi berbeda dengan seorang mistikus yang puas dengan pencapaiannya sendiri. Sunah Nabi yang demikian itulah yang kita sebut sebagai etika profetik.
Ilmu profetik merupakan sebuah revolusi keilmuan terhadap keilmuan sekular yang mengagungkan rasio. Ilmu profetik merupakan produk orang beriman untuk seluruh manusia, sedangkan ilmu sekular produk manusia untuk sebagian manusia. Ilmu profetik bukan menggeser kedudukan ilmu sosial yang sudah ada, melainkan melengkapi yang tengah berkembang saat ini.
HUMANISASI (amar ma’ruf) LIBERASI (nahi munkar) TRANSENDENSI (tu’minu billah)
Al-Qur’an mengajarkan kehidupan di dunia ini (realitas sosial) hanyalah permainan belaka. Kehidupan yang abadi sesungguhnya adalah di akhirat kelak (QS Al-An’am: 32)
Komunikasi terkait erat dengan penggunaan media massa. Praktik komunikasi massa (media tv) cenderung melakukan dehumanisasi, kolonialisasi kebudayaan, dan sekularisasi. Industri media mengabdikan dirinya pada pasar pengiklan, bukan pada nilai-nilai profetik.
PERSEPSI ASUMSI : •
•
•
KOMUNIKASI PROFETIK:
HUMANISASI LIBERASI TRANSENDENSI
Komunikasi tidak bebas nilai Komunikasi bersifat kontekstual Minimnya kontribusi Islam thdp perkembangan ilmu komunikasi PENGALAMAN:
•
•
Sejarah cemerlang dakwah Rasul Dominasi Barat dalam pengembangan ilmu komunikasi HARAPAN:
•
Munculnya komunikasi profetik yang mencerahkan bagi keilmuan komunikasi MOTIVASI:
•
Teks Al-Qur’an dan Hadits yang memuat sejumlah nilai bagi pengembangan ilmu komunikasi
SIKAP KOMUNIKASI PROFETIK:
Komunikasi transformatif tanpa penindasan, pembodohan, penuh kesadaran dan orientasi transenden
Barat salah paham terhadap Islam.
Islam salah paham terhadap Barat.
Segala yang ditayangkan media Barat tentang dunia Islam, perlu sikap kritis.
Barat salah paham terhadap Barat.
Ilmuwan Barat yang curiga terhadap Islam;mereka disebut orientalis (yang mengkaji ketimuran).
Terjadi saat isi etika-moral masuk dalam pengembangan keilmuan.
Islam salah paham terhadap Islam.
Exp: Tontonan perbedaan pendapat saat menentukan Ramadhan dan Idul Fitri
Rellies
Ritual
Aktifitas keagamaan terkait dengan sejarah, doktrin atau praktik agama (shalat, haji, puasa). Doktrin agama oleh media merupakan cara yang paling sehat utk memberikan pemahaman sosial. Pengalaman religius yang lebih implisit Media memainkan peran religius dalam kehidupan sehari-hari Exp: Menggunakan busana muslimah dan fasih mengucapkan Basmalah dan Alhamdulillah.
Resistance
Auidens diberi keleluasaan utk mengonstruksi teks media. Relasi agama dan media terkadang bersifat diskriminasi Kebijakan pemerintah (Prancis) atas larangan berjilbab diekspos besar-besaran.
Media berfungsi mendidik, menghibur, menginformasikan, dan mempengaruhi. Prinsip komunikasi profetik membebaskan manusia dari segala bentuk tekanan negara, pasar (iklan), dan sesuatu yang dapat merendahkan kemanusiaan. Khalayak menjadi partisipan yang aktif dalam proses komunikasi yang berlangsung dalam sistem sosial.
Untuk menghilangkan pengaruh buruk media, mereka menghindari media. Bukan menghindari media, melainkan hidup bersama media dan membekali diri dengan kemampuan literasi media. Bukan hidup bersama media, melainkan hidup memanfaatkan media dengan kemampuan media literasi.
Literasi media merupakan upaya mempersiapkan masyarakat untuk hidup di dunia yang sesak media, sehingga mampu menjadi konsumen yang kritis.
Terima kasih Referensi: Iswandi Syahputra (2007), Komunikasi Profetik: Konsep dan Pendekatan, Bandung, Simbiosa. Asep Sauful Muhtadi, (2012), Komunikasi Dakwah, Bandung, Simbiosa. Bambang Saeful Maarfi, (2010), Komunikasi Dakwah; paradigma untuk Aksi, Bandung, simbiosa.