LAPORAN HASIL PENYIDIKAN KLB K LB RABIES
KABUPATEN POSO
TAHUN 2011
I.
PENDAHULUAN
Rabies adalah suatu penyakit encephalomyelitis viral akut dan fatal; serangan biasanya dimulai dengan perasaan ketakutan, sakit kepala, demam, malaise, perubahan perasaan sensoris, pada bekas gigitan binatang. Gejala yang sering muncul adalah eksitabilitas dan aerophobia. Penyakit ini berlanjut kearah terjadinya paresis atau paralisis, kejang otot-otot menelan menjurus kepada perasaan takut terhadap air ( hydrophobia), diikuti dengan delirium dan kejang. Tanpa intervensi medis, basanya berlangsung 2-6 hari dan kadang-kadang lebih, 428 kematian biasanya karena paralisis pernafasan. Diagnosa ditegakkan dengan teknik pewarnaan FA yang spesifik terhadap jaringan otak atau dengan isolasi virus pada tikus atau sistem pembiakan sel. Diagnosa presumptive dapat ditegakkan dengan teknik pewarnaan FA spesifik dari potongan kulit yang dibekukan diambil dari kuduk kepala bagian yang berambut. Diagnosa serologis didasarkan pada tes neutralisasi pada mencit atau kultur sel. Penyebab penyakit rabies adalah
Virus rabies, rhabdovirus dari genus
Lyssavirus. Semua anggota genus ini mempunyai persamaan antigen, namun
dengan
teknik
antibodi
monoklonal
dan
nucleotide
sequencing
dari
virus
menunjukkan adanya perbedaan tergantung spesies binatang atau lokasi geografis darimana mereka berasal. Virus yang mirip dengan rabies yang ditemukan di Afrika (Mokola dan Duvenhage) jarang menyebabkan kesakitan pada manusia mirip seperti rabies dan jarang yang fatal. Lyssavirus baru telah ditemukan pertama kali pada tahun 1996, pada beberapa spesies dari Flying fox dan kelelawar di Australia dan telah menyebabkan dua kematian pada manusia dengan gejala penyakit seperti rabies. Virus ini untuk sementara diberi nama ”Lyssavirus kelelawar
Australia”. Virus
ini mirip dengan virus rabies namun tidak identik dengan virus rabies klasik. Sebagian penderita penyakit yang disebabkan oleh virus yang mirip rabies inim
dengan teknik pemeriksaan standard FA test kemungkinan didiagnosa sebagai rabies. Reservoir adalah berbagai Canidae domestik dan liar, seperti anjing, serigala, mongoose dan mamalia mamalia coyotes, rubah, serigala serta jackal; juga skunks, arcoon, mongoose menggigit lainnya. Populasi vampire yang terinfeksi, kelelawar frugivorous (pemakan buah) dan insectivorous (pemakan serangga) ditemukan di Amerika Serikat, Kanada dan sekarang bahkan di Eropa. Di negara berkembang, anjing tetap merupakan reservoir utama, kelinci, opposums, bajing, chipmunk, tikus dan mencit jarang terinfeksi, dan kasus gigitan pada manusia juga jarang terjadi. Bila terjadi gigitan maka hubungi fasilitas kesehatan untuk profilaksis rabies. Cara-cara penularan air liur binatang sakit yang mengandung virus menularkan virus melalui gigitan atau cakaran (dan sangat jarang sekali melalui luka baru di kulit atau melalui selaput lendir yang utuh). Penularan dari orang ke orang secara teoritis dimungkinkan oleh karena liur dari orang yang terinfeksi dapat mengandung virus, namun hal ini belum pernah didokumentasikan. Transplantasi organ ( cornea) dari orang yang meninggal karena penyakit sistem saraf pusat yang tidak terdiagnosa dapat menularkan rabies kepada penerima organ tadi. Penyebaran melalui udara telah dibuktikan terjadi di suatu gua dimana terdapat banyak kelelawar yang hinggap dan pernah juga terjadi di laboratorium, namun kejadiannya sangat jarang. Di Amerika Latin, Latin, penularan melalui melalui kelelawar kelelawar vampire yang terinfeksi kepada binatang domestik sering terjadi. Di Amerika Serikat kelelawar pemakan serangga jarang menularkan rabies kepada binatang di darat baik kepada binatang domestik maupun binatang liar. Masa inkubasi Biasanya berlangsung 3-8 mingu, jarang sekali sependek 9 hari atau sepanjang 7 tahun; masa inkubasi sangat tergantung pada tingkat keparahan luka, lokasi luka yang erat kaitannya dengan keadatan jaringan saraf di lokasi luka dan jarak luka dari otak, dan tergantung pula dengan jumah dan strain virus yang masuk, serta tergantung dari perlindungan oleh pakaian dan faktor-faktor lain. Masa inkubasi yang panjang terjadi pada individu prepubertal. Masa penularan Pada anjing dan kucing, biasanya 3 - 7 hari sebelum munclnya gejala klinis (jarang lebih dari 4 hari) dan selama periode sakit. Masa penularan
yang lebih panjang sebelum munculnya gejala klinis (yaitu 14 hari) telah diamati di Ethiopia pada strain virus rabies pada anjing. Pada satu studi diketahui kelelawar mengeluarkan virus melali tinjanya 12 hari sebelum sakit, pada studi yang lain skunk mengeluarkan virus melalui tinjanya untuk palng sedikit 8 hari sebelum munculnya gejala klinis. Skunk mungkin mengeluarkan virus sampai 18 hari sebelum mati. Kerentanan dan kekebalan Semua mamalia rentan terhadap rabies dengan berbagai tingkatan yang sangat dipengaruhi oleh strain virus. Manusia paling resisten terhadap infeksi dibandingkan dengan banyak spesies binatang, hanya sekitar 40% dari orang Iran yang dipastikan digigit binatang yang menderita rabies berkembang menjadi sakit. Rabies (penyakit anjing gila) merupakan penyakit zoonosa yang terpenting di Indonesia karena penyakit tersebut tersebar luas di 22 propinsi dengan jumlah kasus gigitan yang cukup tinggi setiap tahunnya (rata-rata 16.000 kasus gigitan), serta belum diketemukan obat atau cara pengobatan untuk penderita rabies sehingga selalu diakhiri dengan kematian pada hamper semua penderita rabies baik manusia maupun pada hewan. Penanggulangan rabies yang menyangkut hewan menjadi tugas dan tanggung jawab Departemen Pertaniancq. Direktorat Jenderal perternakan, sedangkan yang menyangkut manusia menjadi tugas dan tanggung jawab Departemen Kesehatan. Pada tanggal 29 April
2011 UPT Surveilans Data dan Informasi Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah mendapatkan laporan dari petugas surveilans Kabupaten Poso
bahwa telah terjadi KLB Rabies di Kabupaten Poso
dengan
jumlah kasus sebanyak 75 orang dengan kematian 10 orang (CFR 13,3%). Berdasarkan laporan tersebut TGC KLB Propinsi Sulawesi Tengah melakukan koordinasi dengan program terkait dan TGC KLB Kabupaten Poso mengenai KLB Rabies
tersebut dan mempersiapkan Logistik dan keperluan lain, tanggal 3 Mei
2011 Tim menuju lokasi KLB untuk melakukan Investigasi dan penanggulangan KLB Rabies.
Lokasi Dan Tanggal Penyelidikan
Lokasi kejadian KLB Rabies di 8 kecamatan 11 Puskesmas yang ada di Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah.
Penyelidikan dimulai pada tanggal
3
sampai
dengan 6 Mei Tahun 2011 Pelaksana Investigasi
A. Pelaksana dari propinsi Sulawesi Tengah 3 orang adalah : 1. Dr. I Made Suardiyasa, MPH (surveilans, Ketua Tim Investigasi) 2. Yusmi, SKM (Program Rabies) 3. Idris S.Sos, M.Kes (Program Wabah dan Bencana) B. Pelaksana dari Kabupaten Poso sebanyak 2 orang; 1. Faisal Podungge (Surveilans) 2. Rudi Gunawan, SKM (Program Rabies) C. Pelaksana dari Puskesmas sebanyak 2 orang 1. Sitti Maimun Panape 2. Ahmad Ali Akbar II. Tujuan
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui besarnya dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap Kejadian
Luar
Biasa
Rabies
sehingga
dapat
dirumuskan
saran
untuk
menghindari kejadian serupa. 2. Tujuan Khusus a. Melakukan konfirmasi KLB Rabies b Memperoleh gambaran besaran masalah KLB Rabies c. Mengetahui penyebab dan sumber penyebab untuk mencegah perluasan. d. Menetapkan saran untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa dikemudian hari. e.
Menentukan cara penularan.
f. Mendapatkan gambaran kasus rabies dan kematian akibat rabies secara epidemiologi.
BAHAN DAN CARA A. Batasan penyelidikan
1. Wilayah penyelidikan Penyelidikan dilakukan di Wilayah Kabupaten Poso 2. Sasaran Penyelidikan Sasaran penyidikan adalah penduduk yang ada di Kabupaten tersebut.. 3. Jenis Penyelidikan a. Deskriptif Untuk menggambarkan karakteristik epidemiologi KLB. b. Kohort Untuk memperkirakan faktor risiko KLB Rabies
B. Pemastian diagnosis Diagnosis klinis :
Diagnosis klinis kasus rabies ada 2 tipe yaitu : 1. Furiuos (80%) Stadium Prodromal (2-4 hari) Adanya gejala-gejala awal berupa nyeri kepala, demam, serak, rasa baal, kesemutan, sakit pada gigitan, hiperakusis, fotofobia, lakrimasi dan hipersalivasi. Stadium Eksitasi Pada stadium ini penderita rabies menunjukan gejala panas, hidrofobia, sulit menelan, tonus otot meningkat, refleks meningkat dan menyerang. 2. Paralitik (20%) Stadium paralisis Setelah timbul gejala prodromal timbul gejala paralysis flasid ditempat gigitan, ascending paralysis, kelumpuhan otot termasuk otot pernapasan. Diagnosis Laboratorium
Jenis specimen rabies adalah: -
Usap kornea
-
Swab saliva
-
Serum darah
Jenis pemeriksaannya adalah -
Fluorescent Antibodies Test (FAT)
-
Metode Seller
-
Biologis
Telah terjadi KLB Rabies jika memnuhi salah satu kriteria : 1. Peningkatan jumlah kasus gigitan hewan
tersangka rabies menurut waktu
(mingguan/harian) dibanding dengan periode sebelumnya 2. Terdapat satu kasus klinis pada manusia
C. Cara penyelidikan
1. Pengumpulan data a. Data primer, diperoleh dari observasi dan melakukan wawancara terhadap penduduk.. b. Data sekunder, diperoleh berdasarkan laporan/rekam medis terhadap korban yang rawat inap maupun rawat jalan di puskesmas dan Fasilitas kesehatan lainnya. 2. Pengambilan sample /spesimen Sampel diambil berupa kepala anjing 3 .Analisis data Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer, untuk analsis deskriptif disajikan dalam bentuk narasi, table dan grafik
D. Definisi operasional
1. Kelompok terpapar Adalah orang – orang yang mengalami kontak dengan faktor risiko yang dicurigai 2. Kelompok tidak terpapar. Adalah orang – orang yang tidak mengalami kontak dengan faktor risiko yang dicurigai 3. Waktu sakit Adalah waktu pertama kali munculnya tanda dan gejala yang dirasakan oleh penderita.
4. Kasus gigitan Adalah penderita yang digigit oleh hewan(yang sehat maupun yang diduga hewan penular rabies). 5. Kasus rabies Adalah penderita yang digigit oleh hewan penular rabies dan menunjukan gejala klinis rabies (hidrofobi). 6. Kejadian luar biasa Adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah pada kurun waktu tertentu (mingguan/harian). 7. Penyelidikan epidemiologi Adalah kegiatan yang dilaksanaakan pada suatu KLB atau dugaan adanya dugaan KLB untuk memastikan adanya KLB, mengetahui penyebab, gambaran epidemiologi, sumber-sumber penyebaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta menetapkan cara-cara penanggulangan yang efektif dan efisien.
E. Langkah-langkah Penyidikan KLB
Langkah penyelidikan dimulai dari konfirmasi adanya kejadian, persiapan penyelidikan melalui koordinasi penyiapan sumberdaya teknis maupun non teknis, penyelidikan lapangan yang lebih lengkap dengan wawancara
dan pemeriksaan
untuk mengidentifikasi kasus & paparan, menyusun dalam variabel epidemiologi, mengembangkan hypotesa, menilai hypotesa dengan dukungan hasil penyelidikan termasuk laboratorium sampai kepada penyusunan laporan untuk komunikasi KLB. Secara skematik seperti terlihat sbb :
Skema langkah penyelidikan dan penanggulangan KLB Informasi awal (lap Fas kes,Masy dll , surveilans epidemiologi Kesiapsiagaan dihentikan
Konfirmasi (Gambran awalsituasi setempat) Salah
Rencana kerja: - Definisi kasus Benar
Pemastian diagnosis Penentuan KLB/bukan
-Dugaan smntr. - Info lain perlukan
Identifikasi kasus & paparan
P E Y
N
- Cara dapat info
Deskripsi OTW L
E
Penanggulangan
A
- Sumberdaya
Hypotesa sementara
ID IK N
Pelaporan Penyelidikan lanjut Analisis Laporan lengkap Gambar 1. Skema langkah penyelidikan KLB (Dinkes DIY, 2007)
HASIL PENYELIDIKAN A. Gambaran Umum
Kabupaten Poso terdiri dari pesisir pantai, daratan, perbukitan dan pegunungan, dengan karakteristik budaya penduduk yang beragam dan adat istiadat yang berbeda-beda, termasuk perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. Sejak dilaksanakannya kebijakan desentralisasi yang antara lain berimplikasi pada
terus
bertambahnya
administrative
wilayah
jumlah
kabupaten
kecamatan. Poso
terbagi
Pada atas
tahun 19
2011
secara
kecamatan,
160
desa/kelurahan, 21 Puskesmas, 60 Puskesmas Pembantu dan 2 Rumah Sakit dengan jumlah penduduk sebesar : 209.252 jiwa Laki-laki
: 104.768 jiwa dan
Perempuan : 104.484 jiwa B. Distribusi Gejala dan tanda kasus Rabies di 13 Kecamatan Kabupaten Poso Pada umumnya penderita yang datang tanpa adanya gejala klinis . Penderita datang langsung setelah gigitan atau di cakar. Jadi pada umumnya penderita datang dengan luka gigitan tanpa gejala klinis. C. Gambaran Epidemiologi
1. Gambaran epidemiologi berdasarkan waktu Berdasarkan hasil Investigasi kasus menyebar di 11 puskesmas di Kabupaten Poso
di mulai pada minggu 1 tahun 2011 dengan jumlah kasus sebanyak 6
orang, kasus berlanjut hingga saat penyelidikan epidemiologi dilakukan yaitu minggu ke 19 tahun 2011. Untuk jumlah keseluruhan penderita Rabies di lokasi KLB adalah sebanyak sebanyak 106 kasus, diantaranya 10 penderita yang meninggal (CFR 9,43 %), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik mingguan di bawah ini: Grafik 1. Mingguan Rabies minggu 1- 19 (Bulan Januari- April) Tahun 2011 20 15 10 MINGGU
5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Grafik 2. Bulanan Kasus Rabies Tahun 2008 - 2011 Di Kabupaten Poso
160 140 120 100 2008 80 2009
60
2010
40
2011
20 0
2. Gambaran Epidemiologi menurut Orang
Berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi menurut kelompok umur paling banyak menderita penyakit Rabies adalah kelompok umur 5 – 9 tahun dan paling sedikit pada kelompok umur 50 tabel di bawah ini :
–
54 tahun, seperti di sajikan dalam
Berdasar distribusi kasus gigitan anjing (rabies) berdasarkan jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki tidak ada perbedaanya karena risiko antara perempuan dan laki-laki digigit anjing adalah sama. Dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 tidak ada perbedaan yang bermakna antara perempuan dan laki-laki yang digigit anjing (rabies) seperti dilihat pada grafik di bawah ini : Grafik 4. Distribusi Penderita Rabies Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kabupaten Poso Tahun 2008 - 2011 400 350 300 250 LAKI 200
PRMPUAN
150
JUMLAH
100 50 0 2008
2009
2010
2011
TOTAL
3. Gambaran Epidemiologi menurut Tempat
Pada tahun 2008 kasus gigitan anjing terdapat pada wilayah puskesmas Mapane, Tagolu, Tentena, Tonusu, Taripa, Gintu, Tangkura dan Kawua, kasus gigitan anjing paling banyak pada wilayah puskesmas Tentena seperti terlihat pada grafik di bawah ini :
Pada tahun 2009 kasus gigitan anjing terdapat pada wilayah puskesmas Tambarana, Tentena, Tonusu, Pendolo, Mayoa, Tangkura dan Kawua, kasus gigitan anjing paling banyak pada wilayah puskesmas Tentena seperti terlihat pada grafik di bawah ini :
Pada tahun 2010 kasus gigitan anjing terdapat pada wilayah puskesmas Mapane,Togolu, Tentena, Taripa dan Miko, kasus gigitan anjing paling banyak pada wilayah puskesmas Togolu seperti terlihat pada grafik di bawah ini :
Pada tahun 2011 kasus gigitan anjing terdapat pada wilayah puskesmas Kayamanya, Mapane,Tambarana, Togolu, Tentena, Tonusu, Taripa, Pendolo, Mayoa, Tangkura dan Kawua, kasus gigitan anjing paling banyak pada wilayah puskesmas Togolu seperti terlihat pada grafik di bawah ini :
PEMBAHASAN
Kalau dilihat dari gambaran umum Kabupaten Poso terdiri dari pesisir pantai, daratan, perbukitan dan pegunungan, dengan karakteristik budaya penduduk yang beragam dan adat istiadat yang berbeda-beda, termasuk perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. dengan jumlah penduduk sebesar : 209.252 jiwa, Laki-laki
:
104.768 jiwa dan Perempuan : 104.484 jiwa dan mayoritas penduduknya bertani maka keberadaan anjing sangat diperlukan oleh petani untuk menjaga kebun atau lahan pertanian mereka, Bisa dilihat bahwa setiap rumah tangga memelihara anjing antara 10
–
12 ekor anjing. Beberapa desa populasi anjing lebih banyak di
bandingkan dengan populasi penduduk, bisa dibanyagkan risiko terkena penyakit rabies sangatlah besar dimana lagi penduduk kurang paham tentang penyakit rabies sehingga anjing tersebut tidak pernah di vaksin. Dengan demikian untuk penanggulangan penyakit rabies dengan cara mengurangi faktor risiko dengan jalan pemusnahan anjing di wilayah ini sangat tidak mungkin maka pemerintah daerah mengeluarkan beberapa kebijaksanaan melalui
Pertemuan lintas
sektor
;wakil
bupati,dinas kesehatan,dinas pertenakan,camat se-kabupaten Poso (aula kantor Bupati Poso, 8 April 2011) dan mengahasilkan
kesepakatan yang harus
ditindaklanjuti (menjadi surat edaran bupati) yaitu : -
Setiap masyarakat yang memelihara anjing agar mengikat (merantai) atau mengandangkan anjing peliharaannya.
-
Melakukan vaksinasi secara rutin setiap 6 (enam)
bulan sekali atau paling
lambat 1 (satu) tahun sekali -
Anjing yang berkeliaran atau yang diliarkan akan dilakukan pemusnahan (peracunan).
-
Apabila masyarakat ada yang digigit anjing agar segera melaporkan ke puskesmas/rumah sakit yang terdekat untuk mendapatkan perawatan
-
Anjing yang mengigit agar segera diperiksa otaknya ke Laboratorium Kesehatan Hewan Dinas Kelautan, Perikanan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Poso, Jln Pulau Kalimantan No 39 dengan cara membawa kepala anjing yang menggigit. Bila dilihat dari jumlah kasus gigitan sejak tahun 2008, tahun 2011 kasus
gigitan sangat tinggi dan bila kita hubungkan dengan
grafik distribusi penyakit
rabies menurut tempat
dari tahun ke tahun jumlah kecamatan yang terserang
penyakit rabies makin banyak kalau hal ini tidak ditindaklanjuti dengan segera bisa menyerang seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten poso.. Berdasarkan grafik tentang distribusi penyakit rabies menurut golongan umur penderita paling banyak pada kelompok anak-anak, hal ini lebih dimungkinkan karena kelompok ini masih banyak bermain dan kurang waspada terhadap bahaya yang mengancam. Dinas Perternakan dalam hal ini manteri hewan yang melakukan vaksinasi anjing merupakan risiko yang paling besar terkena rabies dimana petugas tesebut tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) bila bekerja dan tidak mendapatkan VAR sebelum bekerja. Tujuan pemberian VAR sebelum gigitan adalah untuk memberikan kekebalan, terutama kepada orang-orang yang berisiko tinggi tertular rabies. Estimasi Populasi Hewan Penular Rabies (anjing) di Kabupaten Poso adalah 20.000 ekor (sumber: lab.pemeriksaan Hewan dinas peternakan Kabupaten poso) dan pemeriksaan yang telah dilakukan yaitu Jumlah sampel (kepala anjing) yang telah diperiksa tahun 2010 s.d April 2011 -
Kepala anjing 74 ekor,kepala Kera 1 ekor.
-
Sampel Postif 68,sampel negatif 5 dan sampel rusak 2.
6 langkah penanggulangan rabies •
Pencucian luka gigitan hewan penular rabies dengan sabun atau detergen dengan air yang mengalir selama 10-15 menit.
•
Penyuntikan dengan Vaksin Anti Rabies(VAR) yang diberikan pada : - hari ke 0 sebanyak 2 dosis secara muskuler (i.m) dilengan kiri dan kanan. - hari ke 7 sebanyak 1 dosis - hari ke 21 sebanyak 1 dosis
•
Membentuk dan mengaktifkan Rabies Center.
•
Melaksanakan Vaksinasi pada anjing-anjing yang berpemilik dan eliminasi pada anjing yang tidak berpemilik.
•
Penyuluhan tentang bahaya rabies serta pencegahanya pada masyarakat.
•
Pembatasan lalu lintas hewan penular Rabies
PERMASALAHAN
1. Kurangnya Kesadaran Masyarakat pada kegiatan penanggulangan penyakit rabies dan Vaksinasi Anjing. 2. Kurangnya penyuluhan sampai ketingkat desa mengenai penyakit rabies 3. Upaya Eliminasi Anjing yang masih menjadi Kontrovesial di Masyarakat. 4. Kurangnya tenaga (petugas) peternakan dalam melakukan Vaksinasi Anjing. 5. Anjing yang telah di vaksin tidak diberi tanda 6. Sikap masyarakat yang menganggap biasa gigitan awal anjing. 7. Ditemukanya Virus Rabies pada Kera 8. Petugas imunisasi binatang dari perternakan tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), dan tidak mendapatkan VAR sebelum melakukan pekerjaan. 9. Surat edaran dari bupati mengenai penanggulangan penyakit rabies tidak sampai tingkat bawah
UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN
1. Penyelidikan Epidemiologi (PE) 2. Pemberian VAR pada kasus positif rabies dan gigitan anjing 3. Vaksinasi pada anjing oleh dinas peternakan 4. Penyuluhan terpadu lintas sektor 5. Pertemuan lintas sektor ;wakil bupati,dinas kesehatan,dinas pertenakan,camat se-kabupaten Poso (aula kantor Bupati Poso, 8 April 2011) dan mengahasilkan kesepakatan yang harus ditindaklanjuti (menjadi surat edaran bupati) yaitu : -
Setiap masyarakat yang memelihara anjing agar mengikat (merantai) atau mengandangkan anjing peliharaannya.
-
Melakukan vaksinasi secara rutin setiap 6 (enam) bulan sekali atau paling lambat 1 (satu) tahun sekali
-
Anjing yang berkeliaran atau yang diliarkan akan dilakukan pemusnahan (peracunan).
-
Apabila masyarakat ada yang digigit anjing agar segera melaporkan ke puskesmas/rumah sakit yang terdekat untuk mendapatkan perawatan
-
Anjing yang mengigit agar segera diperiksa otaknya ke Laboratorium Kesehatan Hewan Dinas Kelautan, Perikanan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Poso, Jln Pulau Kalimantan No 39 dengan cara membawa kepala anjing yang menggigit.
6. Surveilans ketat •
Melaporkan Perkembangan jumlah kasus gigitan dan kasus rabies
•
Melaporkan Perkembangan Populasi hewan tersangka Rabies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Telah terjadi KLB Rabies di Kabupaten Poso menyerang 8 Kecamatan dan 11 Puskesmas dengan jumlah kasus sebanyak 106 kasus dengan CFR sebesar 9,43%. Faktor risikonya adalah banyaknya populasi anjing di Kabupaten Poso dan tidak pernah di vaksin karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Saran Untuk Puskesmas Program dan Surveilans
-
SKD KLB lebih ditingkatkan
-
PWS lebih di tingkatkan
-
Penyuluhan di desa-desa lebih di galakan
-
Koordinasi dengan pemerintah setempat dalam hal penanggulangan penyakit rabies.
Untuk Kabupaten Progran dan Surveilans
-
Membentuk rabies center
-
Meningkatkan
koordinasi
lintas
sektor
dalam hal
penanggulangan
penyakit rabies (anjing yang di beri vaksin harus diberi tanda). -
Meningkatkan kewaspadaan terhadap kelompok resiko terkena penyakit rabies
-
Meningkatkan koordinasi lointas program dalam hal penyuluhan mengenai penyakit rabies dan meningkatkan peran serta masyarakat
-
Meningkatkan SKD KLB dan analisis data lebih ditingkatkan
-
Meningkatkan pembinaan ke puskesmas-puskesmas tentang SKD KLB
-
Meningkatkan
pembinaan
penanggulangan penyakit rabies.
kepuskesmas-puskesmas
tentang
Untuk Program Rabies Provinsi
-
Meningkatkan koordinasi lintas sektor terkait (anjing yang telah di vaksin harus diberi tanda)
-
Meningkatkan koordinasi lintas program terkait
-
Meningkatkan pembinaan ke kabupaten rawan rabies
-
Meningkatkan PWS
-
Meningkatkan
pembinaan
ke kabupaten
yang berbatasan
dengan
Kabupaten Poso karena hampir seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Poso sudah tertular dengan penyakit rabies sehingga tidak menutup kemungkinan kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Poso akan terserang dengan penyakit rabies .
Mengetahui : Kepala UPT Surveilans, Data dan Informasi Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah
Usman. Y. Tantu, S.Sos, M.Kes Pembina Tkt I 19550605 197702 1 002
Tim Investigasi Ketua
dr. I Made Suardiyasa,MPH 19700421 200212 1 003
TIM YGC PROVINSI MEMBERIKAN PENYULUHAN
KETUA TIM SAAT KOORDINASI DENGAN DINAS PERTERNAKAN POSO
PENDERITA YANG DIGIGIT ANJING DI DAERAH SIMPYSIS PUBIS
PENDERITA SETELAH DI SUNTIK VAR
PEKERJAAN YANG PENUH DENGAN RISIKO TERGIGIT ANJING
MANTERI HEWAN SEDANG BERAKSI
DIMANAPUN MANTERI HEWAN SIAP MELAYANI VAKSINASI ANJING
ANJING YANG SEMENTARA DI VAKSIN