PENDAHULUAN Kegawat daruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok orang pada setiap saat dan di mana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit secara mendadak, kecelakaan atau bencana alam. Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera yang dapat berupa pertolongan pertama sampai pada pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan jiwa, mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan penderita. Pertolongan pertama biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban. Pertolongan ini harus diberikan secara tepat sebab penanganan yang salah justru dapat berakibat kematian atau cacat tubuh.Pertolongan selanjutnya diberikan setelah penderita tiba di rumah sakit, dilakukan oleh dokter umum atau dokter spesialis yang mempunyai kompetensi untuk melakukan tindakan pada kasus tersebut. Pada penyakit kulit, dikenal beberapa penyakit yang dianggap sebagai suatu kasus kegawat daruratan. Dimana kasus-kasus tersebut membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat agar tidak menimbulkan
kecacatan
sampai
kematian.
MACAM-MACAM KEGAWAT DARURATAN PADA PENYAKIT KULIT
Di klinik tidak jarang kita menemukan kasus-kasus emergensi yang memerlukan penanganan segera dan tepat. Kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut: 1. Toxic Epidermal Nekrolisis 2. Steven Johnson Syndrome 3. Erythema Multiforme 4. Erythroderma 5. Angioedema 6. Reversal reaction 7. Erythema Nodosum Leprosum 8. Pemfigus Vulgaris 9. Purpura-Vaskulitis 10. Staphylococcus Scaled Skin Syndrome
ERITEMA MULTIFORME
DEFINISI
Eritema multiforme merupakan reaksi pembuluh darah pada dermis dengan perubahan sekunder pada epidermis yang manifestasi klinisnya berupa gambaran kkhas berbentuk popular eritematus berbentuk iris dan lesi vesikobulosa dengan predileksi pada ekstrimitas (terutama telapak tangan dan telapak kaki) dan membran mukosa.
SINONIM
Herpes iris, dermatostomati der matostomatitis, tis, eritema eksudat ivum multiforme
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Onset 50% pada usia 20 tahun
ETIOLOGI
Penyebab eritema multiforme adalah reaksi kulit terhadap berbagai macam stimulus antigen, diantaranya obat-obatan seperti sulfonamide, fenitoin, barbiturate, fenilbutazon, penisilin dan alopurinol. Selain itu, peradangan oleh bakteri dan virus tertentu juga bisa menjadi pencetus reaksi, misalnya setelah infeksi herpes simplex dan mycoplasma. mycoplasma. Rangsangan fisik misalnya sinar matahari dan hawa dingin, faktor endokrin seperti kehamilan dan menstruasi, dan penyakit keganasan juga bisa menimbulkan reaksi. Namun, Lebih dari 50% etiologi penyakit ini adalah idiopatik. Pada anak-anak dan dewasa muda, erupsi biasanya disebabkan oleh infeksi, sedangkan pada orang dewasa, erupasi disebabkan oleh obat-obatan dan keganasan.
GEJALA KLINIS Le si
Kulit Lesi kulit dapat berkembnag sampai lebih dari 10 hari. Macula terjadi dalam 48 jam
pertama, yang kemudian diikuti oleh pembentukan papula (1 ± 2 cm) dengan vesikel atau bula di tengahnya, sehingga membentuk gambaran lesi target/iris. Predileksi di tangan bagian dorsal, telapak tangan dan telapak kaki, lengan bawah, kaki, wajah, siku, lutut, panis (50%) dan vulva. Lesi bisa terlokalisasi atau generalisasi, bilateral dan sering simetris. M embran
mukosa
Berupa erosi dengan pembentukan membran fibrin, kadang-kadang disertai ulkus. Predileksi di konjungtiva, nasal, bibis, orofaring, vu lva dan anus. Organ lain Sering terjadi pada mata, berupa ulserasi kornea dan uveitis anterior.
Gejala klinis berupa spectrum yang bervariasi dari erupsi lokal kulit dan mukosa sampai bentuk berat berupa kelainan multisistem yang dapat menyebabkan kematian. Perjalanan penyakit dibagi menjadi tiga, yaitu bentuk ringan (EM Minor), bentuk berat (EM Major). EM Minor mengenai kulit dengan sedikit atau tidak ada lesi pada membran mukosa. Lesi berupa eritema dan vesikel yang membentuk gambaran lesi target/iris, tanpa bula dan gejala sistemik. Lokasi pada ekstrimitas dan wajah. EM minor berulang biasanya disebabkan adanya infeksi herpes simpleks beberapa hari sebelumnya. EM Major biasanya terjadi akibat reaksi alergi terhadap obat. Lesi kulit berat, luas dengan kecenderungan menjadi konfluens dan membentuk bula, serta didapatkan Nikolsky Sign Positif pada lesi eritema. Keterlibatan membran mukosa selalu terjadi, terutama pada
konjungtiva (keratitis dan ulserasi), faring, laring, trachea, dan vulva. Gejala sistemik berupa demam, chellitis dan stomatitis yang mengganggu makan.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan patologi anatomi dapat terlihat reaksi inflamasi berupa infiltrasi mononuclear sel di daerah perivascular, edema epidermis atas, apoptosis keratinosit dengan nekrosis fokal epidermal dan pembentukan bula subepidermal. Pada kasus berat bisa terjadi nekrosis total epidermis seperti pada nekrolisis epidermal toksik.
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis berdasarkan penemuan klinis berupa lesi target yang bilateral dan simetris. Diagnosis banding yaitu alergi obat, psoriasis, sifilis sekunder, urtikaria, sindrom Sweet general. Keterlibatan mukosa dapat menyerupai penyakit bulosa, fixed drugs eruption, akut lupus eritematus, primary herpetic gingivostomatitis.
MANAJEMEN P ence gahan
Control herpes simpleks dengan menggunakan valacyclovir atau penciclovir oral dapat mencegah perkembangan rekuren EM minor. Glukokortikoid Pada kasus-kasus berat diberikan glukokortikoid sistemik berupa prednisone 50 ± 80 mg/d, devided dose, tetapi efektivitas nya belum dibuktikan pada penelitian.
STEVENS-JOHNSON SYNDROME DAN TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS (SJS-TEN)
DEFINISI
SJS-TEN merupakan kumpulan reaksi mukokutaneus akut yang desebabkan oleh obatobatan dan kadang-kadang infeksi. Keduanya ditandai dengan perluasan lesi yang cepat, macula yang berbentuk irregular (atypical target lesion), dan keterlibatan lebih dari satu mukosa (oral, konjunctival dan anogenital).
INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI
SJS-TEN terjadi di seluruh dunia dan wanita terkena lebih banyak daripada pria. Penyakit ini lebih sering terjadi pada dewasa dibandingkan anak-anak. Keterlibatan HLA-A29, HLA-B12 dan DR-7 telah dibuktikan.
ETIOLOGI
Etiologi SJS-TEN adalah multifaktorial dengan obat-obatan merupakan penyebab utama (80-90% pada TEN dan lebih dari 50% pada SJS), dan hanya sedikit kasus yang disebabkan oleh infeksi (yang paling sering adalah Mycoplasma pneumonia). Selain itu, SJS-TEN dapat terjadi pada penerima vaksinasi dan graf-versus-host-disease, terutama pada penerima sumsum tulang alogenik. Kurang dari 5% kasus tidak diketahui penyebabnya atau disebut juga SJS-TEN idiopatik. Faktor fisikal seperti cahaya ultraviolet dan sinar X dapat memperburuk SJS-TEN yang disebabkan oleh obat, dengan lesi yang lebih parah pada kulit yang terpapar sinar tersebut. Hormone, toksin dan allergen baik yang disebarkan melalui udara maupun kontak, dan jamu jamuan juga dapat menjadi pemicu timbulnya SJS-TEN.
PATOGENESIS
Pathogenesis SJS-TEN belum jelas diketahui. Sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks solubel dari
antigen atau metabolitnya dengan antibody IgM dan IgG, serta hipersensitivitas tipe IV yang merupakan reaksi yang dimediasi oleh limfosit T spesifik. Obat-obatan yang sering menjadi penyebab: Sulfadoxine, Sulfadiazine, Sulfasalazine, Co-Piroxicam, Hydantoin, Carbamazepin, Barbiturat, Phenylbutazone, Isoxicam, Piroxicam, Chlormezanone, Allopurinol, Aminopenicillin, Cephalosporin, Floroquinolone, Vancomycin, Rifampicin, Ethambutol, Ibuprofen, Ketoprofen, Thiabendazo le.
MANIFESTASI KLINIS
SJS-TEN memiliki gejala prodormal non spesifik seperti demam, rhinitis, batuk, radang tenggorokan, pegal otot, nyeri sendi, nyeri dada, muntah, dan diare selama 1 hingga 14 hari. Onset reaksi tiba-tiba berupa macula-makula berbentuk morbili yang awalnya muncul pada wajah, leher, dagu dan daerah tengah tubuh dan selanjutnya akan menyebar ke ekstrimitas dan seluruh tubuh. Lesi-lesi tersebut lebih besar dari lesi target, permukaanya rata dan lunak, dan memiliki Nikolsky Sign positif. Lsi tersebut akan bertambah besar dan banyak dan mencapai maksimal biasanya dalam 4 ± 5 hari. Kelainan kulit yang konfluens pada SJS hanya terdapat pada lokasi predileksi seperti wajah, leher dan dada. Namun kelainan kulit akan menyebar ke seluruh tubuh pada TEN. Kelainan kulit tersebut memiliki struktur epidermis yang mudah lepas walaupun hanya dengan trauma yang minimal. Kelainan pada mukosa 40% terjadi pada mukosa oral, konjunctiva bulbar, dan mukosa anogenital. Kelainan nya dapat berupa sensasi terbakar pada konjunctiva, bibir dan mukosa bukal, eritema, serta edema. Selain itu juga terdapat blister yang dapat pecah dan berubah menjadi erosi yang dilapisi oleh pseudomembran berwarna putih keabuan atau shallow apthouslik e ulcers. Lesi di oral terasa sangat nyeri dan dapat menyebar dari gusi dan lidah ke faring, rongga hidung, bahkan dapat mencapai laring esophagus dan saluran napas, sehingga menyebabkan kesulitan makan, hipersalivasi, dan kesulitan bernapas. Keterlibatan konjunctiva dapat menyebabkan inflamasi dan kemosis, vesikulasi dan erosi yang sangat nyeri serta lakrimasi bilateral. Selain itu dapat juga menyebabkan komjunctivitis purulenta dengan fotofobia dan/atau pseudomembran, ulkus kornea, uveitis anterior dan panoftalmitis.
Kelainan mukosa anogenital meliputi bulla-erosi hemorrhagic yang sangat nyeri atau lesi purulen pada fosa navicularis dan glans penis yang menyebabkan retensi urin dan phimosis. Tanda konstitusi dari SJS-TEN berupa demam, nyeri sendi, lemah otot dan prostration. Keterlibatan organ internal pada SJS sukup jarang, namun pada TEN dapat melibatkan organ gastrointestinal dan respirasi.
Stevens-Johnson Syndrome
Tabel 1. Perbedaan SJS, SJS-TEN, TEN SJS
SJS-TEN
TEN
Primary Lesion
Atypical target, dusky, red lesion
Atypical target, dusky, red lesion
Distribution
Isolated lesion Confluence (+) On face, trunk Yes
Isolated lesion Confluence (++) On face, trunk Yes
Poorly delineates erythematous plaque, epidermal detachment (spontan/by friction), Atypical target, dusky, red lesion Isolated lesion Confluence (+++) On face, trunk Yes
Usually < 10
Always 10 ± 30
Always >30
Interfce dermatitis (++), Necrolysis (+)
Interfce dermatitis (++), Necrolysis (++)
Interfce dermatitis (+), Necrolysis (+++)
Mucosal Involvement Systemic Symptoms Detachment (%BSA) Skin Histology
Toxic Epidermal Necrolysis
PATOLOGI
Kerusakan epidermis pada SJS ditandai dengan nekrosis sel satelit pada stadium awal dan akan berkembang menjadi nekrosis eosinofil yang meluas pada lapisan basal dan suprabasal sehingga dapat terlihatnya pemisahan epidermal. Pada TEN, terdapat nekrosis total dan terlepasnya epidermis, terdapat infiltrate sel mononuclear pada dermis papilar dengan eksositosis ke epidermis. Nekrosis fobrinoid di beberapa organ internal dapat terjadi pada SJS-TEN yang parah.
LABORATORIUM
Dapat ditemukan peningkatan laju endap darah, leukositosis sedang, ketidakseimbangan cairan tubuh, hipoproteinemia, peningkatan transaminase hepar, anemia, eosinofilia, proteinuria, dan peningkatan BUN.
DIAGNOSIS BANDING
1. Generalized Bullous Fixed Drugs Eruption Karakteristik: -
Eritema yang besar dan terdistribusi secara tidak teratur
-
Jarang terjadi keterlibatan mukosa
-
Lebih menunjukan tanda-tanda inflamasi dan terdapat edema pada dermis papilar pada pemeriksaan histopatologi
-
Penyembuhan yang cepat dan tanpa sequale
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome Karakteristik:
-
Disebabkan oleh toksisemia epidermolisin stafilokokus
-
Terdapat akantolisis subkorneal
-
Tidak terdapat kelainan mukosa dan keterlibatan organ internal
3. Physical and chemical Injury Karakteristik: -
Disebabkan oleh kebakaran/terpapar bahan kimia seperti kerosin dan paraffin
-
Jarang terdapat keterlibatan mukosa
-
Tidak terdapat bercak macula
-
Jika terjadi nekrosis, akan melibatkan lapisan yang lebih dalam (SJS-TEN hanya terbatas pada epidermis)
KOMPLIKASI
Kelainan kulit dapat sembuh dengan hiper/hipopigmentasi sementara. Bekas luka tidak selalu timbul kecuali terjadi infeksi sekunder, dimana kontraktur, alopecia dan anonchia dapat terjadi. Namun pada TEN, timbulnya bekas luka terjadi pada 30% kasusu dimana keterlibatan pada mata merupakan komplikasi yang berbahaya karena dapat menimbulkan kebutaan. Lesi pada bibir dan mukosa oral dapat sembuh tanpa sequale. Sequale: -
Kulit: luka, pigmentasi irregular, nevus nevomelanosit eruptif, pertumbuhan kembali kuku yang abnormal
-
Mata: Umum, seperti Sjorgen-like sicca syndrome dengan kekurangan mucin pada air mata, entropion, trichiasis, metaplasia sel gepeng, neovaskularisasi konjungtiva dan kornea, symblepharone, punctuate keratitis, corneal scaring, persistent photophobia, kebutaan
-
Anogenitalia: phimosis, vaginal synechiae
PENATALAKSANAAN 1. Menghentikan penggunaan obat yang dicurigai
Obat yang menyebabkan timbulnya SJS-TEN harus segera diidentifikasi dan dihentikan, hal ini dapat mengurangi risiko kematian sebanyak 30%.
2.
Supresi perkembangan secara aktif Dapat diberikan obat-obatan sebagai berikut: a. Glukokortikoid: Prednisone, 5 ± 50 mg/hari /anak 0.05 ± 2 mg/kg 2 ± 4 dosis 30 ± 120 mg/hari bid 3 ± 4 minggu Metilprednisolone, 1 ± 2 mg/kg/hari po tap off b. Immunoglobulin c. Plasmapharesis dan hemodialisis d. Cyclophosphamid e. Cyclosporine f. N-Acetylcysteine g. Thalidomid
3.
Penatalaksanaan suportif -
Monitor tekanan darah, hematokrit, analisis gas darah, elektrolit dan serum protein
-
Kultur bakteri dan jamur dari erosi kulit dan mukosa 2 hingga 3 kali setiap minggu
-
Pemberian antibiotic profilaksis (sodium penicillic 2 x 10 juta unit.hari)
-
Kulit: epidermis yang mengelupas harus dilepaskan secara hati-hati. Erosi kulit ditutup dengan menggunakan kasa.
-
Mata: lubrikan, steroid dan antibiotic tetes diberikan beberapa kali sehari pada lesi konjuntiva.
-
Traktus respiratorius: Drainase postural dan jika diperlukan suction secara hati-hati
-
Alimentation: anestesi local sebagai pembersih mulut sebelum makan. Diet tinggi kalori dan tinggi protein secara intravena, namun risiko sepsis akibat pemasangan infuse juga harus diperhatikan.
PENCEGAHAN
Pasien harus berhati-hati terhadap obat yang menyebabkan SJS-TEN dan obat lain yang berada dalam kelas yang sama. Obat-obatn tersebut tidak boleh dikonsumsi lagi.
PROGNOSIS
SJS-TEN akan berkembang selama 4 ± 5 hari dan akan mencapai fase plateu selama beberapa hari hingga 2 minggu, tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan keadaan umum pasien. Reepitelisasi kulit akan berlangsung selama beberapa minggu. 7 faktor risiko yang dapat memperburuk prognosis: a. Umur > 40 tahun b. Keganasan c. Tachycardia > 120/m d. Pelepasan epidermis > 10 % e. Serum urea > 10mmol/L f. Serum glukosa > 10mmol.L g. Bikarbonat < 20 mmol/L Keadaan yang fatal disebabkan oleh sepsis, perdarahan gastrointestinal, pneumonia, infark miokardium, gangguan jantung, gangguan ginjal dan syok hemodinamik. Penyembuhan penyakit ini tergolong lambat, tergantung dari adanya komplikasi. Bekas luka dan striktur akan timbul pada lesi mukosa.
PEMFIGUS VULGARIS
DEFINISI
Pemfigus vulgaris merupakan suatu penyakit autoimun pada kulit dan membaran mukosa, bisa akut maupun kronik, biasanya berupa bula yang biasanya berakibat fatal kecuali diobati dengan obat imunosupresif. Penyakit ini merupakan prototype dari golongan penyakit pemfigus, yaitu penyakit-penyakit autoimun yang bersifat akantolitik dan berbentuk lepuhan (vesikel/bula).
KLASIFIKASI PEMFIGUS Tipe
Bentuk
Pemfigus vulgaris
Pemfigus vegetans : localized Drug-induced Pemfigus eritematous : localized
Pemfigus foliaceus
Fogo selvage : endemic Drug-induced
Paraneoplastic pemfigus IgA pemfigus
Subcorneal pustular dermatosis Intradermal neutrophilic IgA dermatosis
EPIDEMIOLOGI
-
Lebih umum pada orang keturunan mediteranian
-
Usia 40 ± 60 tahun
-
Pria = wanita
-
Fogo selvagen, atau disebut juga pemfigus foliaceus endemic, adalah suatu penyakit
yang sama secra klinis, histologist dan immunologis dengan penyakit pemfigus foliaceus biasa, namun hanya terdapat di daerah rural di brazil terutama di daerah sepanjang sungai. Berdasarkan distribusi geografis dan suati studi mengenai faktor risiko lingkungan, dicurigai bahwa lalat hitam (S imulium nigrimanum) merupakan vector dari penyakit ini. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Merupakan pennyakit autoimun Berdasarkan mikroskop electron: -
Studi ultrastruktural pada lesi pemfigus berpusat pada desmosom, yang merupakan organel sel yang berperan penting dalam perlekatan antarsel pada sel-sel epitel berlapis gepeng. Pada lesi pemfigus ditemukan adanya retratksi tonofilamen dari desmososom, dan kemudian lebih lanjut lagi terdapat penurunan bahkan hilangnya desmosom.
-
Terjadi destruksi desmosom pada proses akanto lisis.
Berdasarkan imunopatologis: a. Imunofluorosensi -
Ciri khas dari pemfigus yaitu ditemukannya autoantibody IgG yang menyerang permukaan sel keratinosit
-
Gambaran yang didapatkan untuk pemfigus vulgaris dan pemfigus foliaceus sama, sehingga pemeriksaan ini tidak dapapt membedakan kedua jenis pemfigus tersebut
-
Aktivitas penyakit tidak memiliki korelasi dengan jumlah t iter antibody
b. ELISA -
Lebih sensitive dan spesifik dibandingkan imunofluoresensi
-
Dapat membedakan pemfigus vulgaris dengan pemfigus foliaceus
c. Antigen pemfigus -
Antigen pemfigus adalaah desmoglein, yaitu suatu glikoprotein transmembran di desmosom. Desmosom merupakan organel sel yang berperan penting dalam perlekatan antarsel.
-
Terdapat dua buah isoform dari desmoglein, yaitu desmoglein 1 dan 2
-
Pada penderita pemfigus vulgaris yang dominan menyerang membran mukosa, terdapat anti-desmoglein 3 antibodi (anti Ds3 antibodi), sedangkan pada jenis yang dominan menyerang mukokutaneus, terdapat anti-desmoglein 3 antibodi dan antidesmoglein 1 antibodi (anti-Dsg 1 antibodi)
-
Pada penderita pemfigus foliaceus terdapat anti-desmoglein 1 antibodi
Patofisiologi akantolisis Adanya antibody IgG pada sirkulasi yang berikatan pada desmoglein 1 dan 3 di lapisan epidermis akan menginaktivasi desmosom, selain itu juga akan mengganggu proses inkorporasi desmoglein ke dalam desmosom sehingga pada akhirnya akan terjadi deplesi pada desmosom, menginduksi terjadinya akantolisis. Selain itu, terdapat system kompemsasi desmoglein, yang menyebabkan gambaran klinis lesi pemfigus vulgaris dan pemfigus foliceus berbeda. Pada pemfigus foliaceus, anti-Dsg 1 antibodi menyebabkan akantolisis hanya pada lapisan superficial epidermis. Proses yang sama juga terjadi pada pemfigus vulgaris yang menyerang membran mukosa dan mukokutaneus. Sedangkan pada kasus pemfigus neonatal, disebabkan maternal IgG yang melewati plasenta secara transfer pasif dan menybabkan gejala pada bayi.
PEMERIKSAAN FISIK
Perjalanan penyakit: -
Biasanyha dimulai di mukosa oral, dan dibutuhkan waktu berbulan-bulan sebelum muncul lesi pada kulit.
-
Dapat terjadi erupsi generalis dan akut dari bula sejak awal
-
Tidak terdapat gatal, namun ada rasa terbakar dan nyeri
-
Lesi yang nyeri timbul pada mulut dan menyebabkan asupan makanan yang tidak adekuat
-
Dapat muncul epistaksis, suara serak, disfagia, kelemahan otot dan penurunan berat badan
-
Pada kebnyakan kasus, penyakit ini akan berakhir denggan kematian kecuali diobati secara agresif dengan pengobatan imunosupresif
Lesi Kulit -
Jarang terasa gatal, lebih sering terasa nyeri
-
Vesikel bulat atau oval dan bula berisi cairan serous yang datar (flaccid), mudah rupture, basah, diskret, muncul pada ku lit normal dan lokasi nya acak
-
Pada penderita lebih sering ditemukan erosi karena sifat bula yang mudah rupture. Erosi terasa sangat nyeri
-
Pada beberapa penderita yang memiliki lesi yang terlokalisir, erosi memiliki kecenderugan untuk menumbuhkan jaringan granulasi yang berlebihan seta krusta. Jenis lesi ini biasanya muncul pada daerah intertriginosa, kulit kepala atau wajah.
-
Lesi terlokalisasi atau generalis dengan pola acak
-
Erosi luas yang mudah berdarah, krusta terutama pada kulit kepala
-
Nikolsky sign: pelepasan epidermis oleh tekanan jari pada daerah sekitar lesi, yang menyebabkan terjadinya erosi. Penekana pada bula menyebabkan erosi lateral.
Predileksi: kulit kepala, wajah, aksil, kemaluan, umbilicus. Terdapat keterlibatan yang ekstensif di punggung pada penderita yang melakukan bedrest. Membran Mukosa
-
Erosi pada membran mukosa yang terasa sangat nyeri, biasanya muncul 5 bulan sebelum lesi kulit muncul dan merupakan satu-satu nya tanda munculnya pemfigus vulgaris.
-
Membran mukosa yang sering terkena yaitu mukosa oral yang dapat menyebar hingga ke faring dan laring. Selian itu dapat juga mengenai konjuctiva, anis, penis, vagina dan labia.
-
Jarang terdapat vesikel atau bula yang intak
Pemfigus Vegetans
-
Terdapat pada area intertrginose, perioral, leher dan kulit kepala
-
Berupa plak granuloma dan purulen yang menyebar secara sentrifugal
Pemfigus foliaceus Lesi Kulit
-
Karakteristik lesi berupa erosi yang bersisik dan berkrusta, sering disertai dasar yang eritematous, berbatas tegas dan tersebar dalam distribusi seboroik, yaitu pada wajah , kulit kepala dan batang tubuh bagian atas
-
Teredapat nyeri dan rasa terbakar pada lesi
-
Paparan sinar matahari dan/atau panas dapat mencetuskan timbulnya gejala
-
Jarang terdapat keterlibatan mukosa
-
Fogo Selvagen: - perasaan terbakar pada kulit -
Eksaserbasi penyakit oleh sinar matahari
-
Lesi berkrusta
Pemfigus Eritematosa
-
Dikenal juga sebagai sindrom Senear-Usher
-
Merupakan bentuk terlokalisir dari pemfigus foliaceus
-
Lesi muncul pada bagian malar wajah dan pada area seboroik lainnya
-
Karakteristik: ditemukan antibody ppemfigus disertai deposit immunoglobulin dan komplemen pada daerah perbatasan dermal-epidermal
Paraneoplastic pemfigus
-
Menyrang membran mukosa
-
Lesi merupakan kombinasi pemfigus vulgaris dan er itema multiforme
N eonatal
-
Pemfigus
Bayi dari ibu yang menderita pemfigus vulgaris dapat menimbulkan gejala klinis, histologist dan immunopatologis dari pemfigus
-
Derajat keterlibatan kulit bervariasi dari tidak ada sama sekali hingga sangat parah dan menyebabkan aborsi spontan
Drug-Induced
Pemfigus
-
Penyebab yang paling signifikan: penicillamine dan captopril
-
Pemfiigus foliaceus lebih sering ditemukan dibanding pe mfigus vulgaris
-
Kebanyakan penderita sembuh segera setelah penggunaan obat penyebab dihentikan
Penyakit lain yang berhubungan dengan pemfigus
-
Myastheni gravis / thymoma
-
Perjalanan penyakit pemfigus dan myasthenia gravis bersifat independen satu sama lain
-
Abnormalitas timus dapat muncul sebelum dan sesudah munculnya pemfigus
PATOLOGI Pemfigus Vulgaris
-
Suprabasilar blister dengan akanto lisis
-
Sel basal tetap menempel dengan membran basalis, namun dapat kehilangan kontak dengan sel disebelahnya dan menimbulkan gambaran jajaran batu nisan atau µroe of tombstone¶
-
Pada lesi awal dapat terlihat eosinofilik spongiosis
Pemfigus foliaceus
-
Akantolisis yang terjadi diantara stratum korneum dan lapisan granular
-
Sering terdapat pustule subkorneal
-
Pada lesi awal dapat terlihat eosinofil spongiosis
PEMERIKSAAN PENUNJANG Dermatopatologi
Pemeriksaan pada bula pada tahap awal atau batas dari bula atau erosi dengan mikroskop cahaya memperlihatkan adanya pemisahan keratinosit suprabasal, sehingga tampak celah di antara stratum basalis dan lapisan diatasnya. Vesikel mengandung keratinosit yang saling terpisah dan terkelompok (akantolitik). pewarnaan imunofluoresensi direk dan indirek memperlihatkan deposit IgG dan C3 pada lesi dan daerah pralesi di substansi interselular epidermis Serum
Pemeriksaan
ELISA
mendeteksi
adanya
autoantibody
(IgG)
yang
menyerang
glikoprotein desmoglein 3 dan berlokasi di idesmosom
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis, dapat menyulitkan jika hanya terdapat lesi pada mulut, dapat dilakukan biopsy kulit dan membran mukosa, pewarnaan immunofluoresensi direk, dan deteksi autoantibody dalam sirkulasi untuk meningkatkan kecurigaan akan penyakit ini. Diagnosis Banding, termasuk semua penyakit ku lit bula.
PENATALAKSANAAN
-
Glukokortikoid, Prednison 2 ± 3 mg/Kg hingga tidak ada lesi baru yang terbentik dan hilangnya Nikolsky Sign. Setelah itu dosis direduksi ke setengah lesi awal sehingga lesi hampir menghilang. Lalu tapering off hingga d osis minimal.
-
Terapi immunosupresif: 1. Azathioprine, 2 ± 3 mg/Kg hingga lesi bersih, lalu tapering off hingga 1 mg/Kg. MOA: menghentikan metabolism asam nukleatpurin yang diperlukan
dalam proliferasi sel limfoid setelah terjadi stimulasi antigen. Karena itu bersifat sitotoksik terhadap sel-sel yang teraktivasi. 2. Methotrexate PO/IM 25 ± 35 mg/minggu. Penyesuaian dosis dilakukan seperti pada azathioprine. MOA: sitotoksik terhadap sel-sel lomfoid 3. Cyclophosphamide, 100 ± 200 mg/hari lalu direduksi sampai 50 ± 100 mg/hari. Atau terapi bolus dengan 100 mg IV 1 x/minggu atau setiap 2 minggu pada fase awal, diikuti dengan 50 ± 100 mg/hari PO. MOA: menghancurkan sel-sel limfoid yang sedang berproliferasi, dan juga dapat
menyerang
beberapa
sel
yang
belum
aktif.
Merupaka
obat
imunosupresif yang paling poten. 4. Plasmapharesis, untuk penyakit yang sulit dikontrol, diberikan pada tahap awal pengobatan untuk menurunkan antibody. Biasanya digunakan untuk mengobati kasus-kasus hipersensitifitas tipe III 5. Terpai Goldd untuk kasus yang lebih ringan. Dosis inisial 10 mg IM, lalu 25 ± 50 mg gold sodium thionalate IM dengan interval mingguan hingga dosis kumulatif maksimum yaitu 1 g. MOA: mengubah morfologi dan fungsi makrofag sehingga mengahmbata produksi IL-8, IL-1 dan VEGF. Jika diberikan intramuscular dapat mengubah aktivitas enzim lisosom, menurunkan pelepasan histamine dari sel mast, inaktivasi komponen pertama dari komplemen, dan mensupresi aktivitas fagosit dari leukosit polimorfonuklear. Jika diberikan secara oral dapat menginhibisi pelepasan PG-E2 dan leukotriene B4. 6. Mycophenolate mofetil (1 g bid) MOA: menginhibisi respon limfosit T dan B 7. High dose intravenous immunoglobulin (HIVIg) 2 g/KgBB setiap 3 ± 4 minggu -
Lainnya: 1. Kompres 2. Glukokortikoid topical dan intralesi 3. Antibiotic 4. Perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit
-
Evaluasi: 1. Gejala klinis: perbaikan lesi, efek samping pengobatan 2. Pemeriksaan laboratorium: memeriksa titer antibody, efek samoing pengobatan pada darah dan indicator metabolic
PROGNOSIS
Penyakit ini memiliki tingkat kematian tinggi.
CLINICAL SCIENCE SESSION KEGAWATDARURATAN KULIT
Oleh : Muthia Rahma Anindita Natasha Sylviany
1301-1209-0052 1301-1209-
Pembimbing : Inne Arline Diana, dr., SpKK (K)
BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010