KASUS ARBITRASE
KASUS ARBITRASE NEWMONT, RI Terancam Bayar US$ 2,5 M Harian Investor Daily, 09/12/2008 17:02:32 WIB Oleh Heriyono dan Dudi Rahman JAKARTA, Investor Daily Peme Pemeri rint ntah ah Indone Indonesi siaa optim optimis isti tiss bakal bakal meme memena nangi ngi arbit arbitras rasee inter internas nasion ional al kasus kasus PT Newmo Newmont nt Nusa Nusa Tenggar Tenggaraa (NNT) (NNT) yang yang sidang sidang perdanan perdananya ya dijadwal dijadwalkan kan berlangs berlangsung ung di Jakarta, Selasa Selasa (9/12). Namun, pemerintah pemerintah RI terancam untuk membayar membayar kewajiban kewajiban senilai US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 29 triliun.Besaran triliun.Besaran kewajiban kewajiban tersebut terdiri atas segala biaya yang dikeluarkan NNT berdasarkan nilai buku dan beban atas 7.000 karyawan perusahaan tambang yang mayoritas sahamnya dikuasai Sumitomo Corp dan Newmont Newmont Corporation Corporation Ltd tersebut. Selain itu, pemerintah pun harus menyelesaikan kewajiban NNT terhadap pembeli yang terkontrak, pemasok, dan kreditor. Kemungkinan pemerintah bakal rugi bila memenangi arbitrase melawan NNT ini pun secara eksplisit tampak dalam perjanjian kontrak karya (KK) yang diteken pemerintah RI dan NNT. Pasal Pasal 22 butir butir (5) KK yang yang diteke diteken n NNT NNT dan pemerin pemerintah tah RI pada pada 2 Desem Desember ber 198 1986 6 menyatakan; apabila pengakhiran (terminasi) terjadi selama periode operasi atau sebagian akibat habisnya jangka waktu persetujuan ini, semua harta kekayaan perusahaan, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, yang berada di dalam wilayah KK harus ditawarkan untuk dijual kepada pemerintah dengan harga yang besarnya sama dengan ongkos perolehan atau menurut harga pasar, mana yang lebih rendah, tetapi bagaimana bagaimana pun tidak akan lebih rendah dari nilai buku. Dirjen Mineral, Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) (Minerbapabum) Departemen Departemen ESDM Bambang Setiaw Setiawan an mengata mengatakan, kan, bila bila pemeri pemerintah ntah Indonesi Indonesiaa memenan memenangi gi gugatan, gugatan, pihakny pihaknyaa tidak tidak mempersoalkan sekiranya harus memenuhi kewajiban yang diputuskan dalam arbitrase. “Kal “Kalau au mema memang ng itu itu diat diatur ur dala dalam m KK, KK, ya harus harus dipenu dipenuhi. hi. Namu Namun, n, tidak tidak serta serta mert mertaa pemerintah yang membelinya, mungkin melalui BUMN sektor pertambangan, seperti PT Aneka Tambang Tbk atau PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) Tbk,” ujar Bambang kepada Investor Daily di Jakarta, akhir pekan lalu. Kendati begitu, Bambang berpendapat, nilai aset buku PT NNT saat ini harus dibuktikan terlebi terlebih h dahulu dahulu oleh oleh sebuah sebuah lembaga lembaga audit audit independ independen. en. “Tidak “Tidak bisa asal disebut disebut saja,” saja,” ujarnya. Pasal 24 ayat 33 KK antara pemerintah RI dan NNT menyatakan; pemegang saham asing NNT diwajibkan menawarkan saham NNT sehingga pada 2010 minimal 51% saham NNT akan beralih ke pemerintah pemerintah Indonesia atau peserta peserta Indonesia lainnya. lainnya. Saat ini, 80% saham NNT yang mengeksploitasi mengeksploitasi tambang tembaga dan emas di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) dikuasai Nusa Tenggara Partnership (Newmont 45% dan Sumitomo 35%). Sisa 20% saham dimiliki PT Pukuafu Indah. Pada 2006, NNT menawarkan 3% senilai US$ 109 juta saham kepada mitra Indonesia dan masing-masing 7% pada 2007 senilai US$ 282 juta dan 2008 sebesar US$ 426 juta. Dua tahun lalu, NNT menawarkan saham kepada pemerintah daerah. Pemkab Sumbawa dan Pemprov NTB memperoleh 2%, sedangkan Pemkab Sumbawa Barat 3%.
Dalam proses penawaran saham mencuat perbedaan penafsiran terhadap KK khususnya pasal 24 antara pemerintah pemerintah dan NNT. Persoalan yang muncul antara lain soal saham NNT yang yang digadaikan digadaikan kepada kreditor, kendati sebetulnya sebetulnya telah disetujui pemerintah pemerintah Indonesia pada 1997. Karena tidak ada kesepakatan, belakangan pemerintah Indonesia secara bersamaan dengan PT NNT membawa kasus tersebut ke ke arbitrase. Menur Menurut ut anggo anggota ta Komi Komisi si VII VII DPR DPR dari dari Fraks Fraksii PAN PAN Alvie Alvien n Lie, Lie, bila bila ada ketent ketentua uan n pemerintah pemerintah harus membayar membayar kewajiban kewajiban kepada NNT, pemerintah pemerintah dapat membeli perusahaan tersebut dengan diangsur. “Tidak ada aturan yang harus membayarnya secara tunai. Diangsur saja misalnya 50 tahun,” jelasnya. Dirut PTBA Sukrisno mengatakan, pihaknya hingga kini belum bisa berkomentar terkait usulan pemerintah mengharuskan perusahaan membeli aset NNT. “Kami belum tahu asal usul kedudukan NNT. Kalau pun ada gambaran soal pembelian, masih akan dibicarakan lebih lanjut antara direksi, komisaris, dan pemegang saham,” katanya di Jakarta, akhir pekan lalu. Senior Director, Communications Communications and Media Relations Newmont Mining Corporation Omar Jabara yang dihubungi dihubungi melalui surat elektronik elektronik di Denver, AS, Minggu (7/12) (7/12) tak bersedia memberi tanggapan. Juru bicara Newmont Rubi W Purnomo kepada Investor Daily, kemarin, meng mengat atak akan an,, samp sampai ai saat saat ini ini piha pihakn knya ya ingi ingin n memb member erik ikan an kese kesemp mpat atan an bagi bagi pros proses es penyelesaian atas perbedaan melalui arbitrase yang bebas dari sorotan dan spekulasi di media massa. “Untuk itu, pada saat ini, kami tidak ingin memberikan pernyataan apapun yang berhubungan dengan arbitrase dan divestasi PT NNT,” ujarnya. Pemerintah Kalah Secara terpisah, Direktur Centre for Indonesian Mining and Resources Law Ryad A Chairil mengungkapkan, pemerintah tidak mungkin memenangi gugatan arbitrase NNT. Sejak 17% saha saham m itu itu dita ditawa wark rkan an,, menu menuru rutt Ryad Ryad,, peme pemeri rint ntah ah pusa pusatt maup maupun un daer daerah ah tida tidak k bisa bisa menunjukkan dengan jelas pihak mana yang akan membeli saham tersebut. “Secara finansial, pemerintah bahkan mengakui tidak cukup uang untuk menebus 17% saham Newmont. Karena itu, gugatan arbitrase tersebut adalah cara elegan untuk membebaskan pemerintah dari hak pertama membeli saham dan membolehkan Newmont menawarkan pada pihak lain yang mampu membeli saham tersebut,” katanya. Pemerintah disarankan menunjuk BUMN yang memiliki kemampuan secara finansial untuk mengakuisisi mengakuisisi saham Newmont. Ryad menambahkan, menambahkan, pemerintah pemerintah salah fatal dan melanggar kesepaka kesepakatan tan yang yang tertera tertera dalam dalam KK terkait terkait dugaan lalai lalai (default (default)) yang yang diajukan diajukan Dirjen Dirjen Minerbapabum (saat itu Simon Felix Sembiring) terkait belum tuntasnya penawaran 17% saham NNT kepada pemda. “Menurut kesepakatan, default hanya bisa diajukan bila para pihak tidak sedang terlibat dalam masalah. Pemerintah sudah melanggar kesepakatan tersebut,” ujarnya. (c122)
KASUS ARBITRASE
Arbitrase Pertamina dan PT. Lirik Petroleum: Antara Pelaksanaan dan Pembatalan di Indonesia June 13, 2009 Oleh: Farid Hanggawan Pada Pada tangg tanggal al 27 Febru Februari ari 200 2009, 9, arbit arbitrat rator or (dal dalam UU No. 30 tahun 1999 999 tentang Arbitrase Arbitrase menggunakan menggunakan peristilahan peristilahan “arbiter”) “arbiter”) dari Inter Internat nation ional al Chambe Chamberr of Commer Commerce ce (ICC) di Paris, Perancis, dalam final final award award memutuskan bahwa Pertamina dan Pertamina EP diharuskan membayar membayar ganti rugi 34,49 juta dollar AS atau sekitar Rp 344,9 miliar kepada PT. PT. Lirik Lirik Petr Petrole oleum um.. PT. PT. Liri Lirik k Petro Petrole leum um adala adalah h mitra mitra Pert Pertam amin inaa dalam dalam pengel pengelola olaan an lapangan Lirik lewat mekanisme badan operasi bersama atau join operating body (JOB) pada tahun 1995 Kasus ini berawal pada tahun 1995-1996 yang pada waktu itu Pertamina, selain bertindak sebagai “pemain”, juga sebagai Regulator (yang setelah keluarnya UU 20/2001 tentang Migas hingga saat ini dilakukan oleh BP Migas). Pada saat itu PT. Lirik Petroleum mengajukan rencana pengembangan ( Plan /POD) Plan of Development /POD) kepada Pertamina terhadap 4 lapangan minyak, yaitu North Pulai, South Pulai, Molek, dan Lirik. Dari keempat lapangan minyak tersebut, hanya Lirik yang menurut penilaian Pertamina komers komersia ial. l. Penen Penentua tuan n komers komersia ialit litas as ini ini perlu perlu karen karenaa nanti nantiny nyaa Peme Pemerin rinta tah h yang yang akan akan membayar cost recovery terhadap PT. Lirik Petroleum. Merasa dirugikan, PT. Lirik Petroleum mengajukan gugatan untuk meminta ganti kerugian karena hanya satu lapangan minyak yang disetujui oleh Pertamina ke arbitrase ICC di Paris, Perancis. Anita Kolopaking, Kuasa hukum lirik, menyatakan bahwa pemilihan ICC sebagai forum forum penyeles penyelesaian aian sengket sengketaa sesuai sesuai dengan dengan ketentu ketentuan an yang yang ada dalam dalam kontrak. kontrak. Proses pelaksa pelaksanaan naan arbitra arbitrase se pertama pertama dan kedua kedua dilaksan dilaksanakan akan di Jakarta, Jakarta, dan yang ketiga dan selanjutnya dilaksanakan secara teleconference dan putusan arbitrasenya sendiri dilaksanakan oleh ICC yang berkedudukan di Paris. Arbitra Arbitrase se ICC telah telah membaca membacakan kan partial award tertanggal 22 September 2008 dan final tertangg nggal al 27 Febru Februar arii 2009 2009 dalam dalam perkar perkaraa antara antara PT Lirik Lirik Petr Petrole oleum um dan PT award terta Pert Pertam amin inaa dan dan Pert Pertam amin inaa EP. EP. Dala Dalam m fina finall awar award d maje majeli liss arbi arbitr tras asee memu memutu tusk skan an,, memerintahkan, dan menetapkan antara lain PT Pertamina dan Pertamina EP diwajibkan membayar membayar ganti rugi total US$34.495.428 US$34.495.428 kepada PT Lirik Petroleum. Petroleum. Jumlah itu terdiri dari US$34.1 US$34.172.1 72.178 78 sebagai sebagai ganti ganti rugi atas atas pelangga pelanggaran ran terhada terhadap p Enhance Enhanced d Oil Recovery Recovery Contract , US$25.311.940 untuk masalah ditolaknya komersialitas atas 3 lapangan minyak yang yang lain, lain, US$8. US$8.722 722.5 .569 69 untuk untuk masal masalah ah kegaga kegagala lan n jalur jalur pipa, pipa, dan US$13 US$137.6 7.669 69 untuk untuk masalah klaim dalam membayar, serta US$323.250 untuk biaya yang dikeluarkan PT Lirik Petroleum dalam proses arbitrase. Pada tanggal 21 April 2009, atau hari ke 53 setelah putusan dibacakan, PT. Lirik Petroleum kemudian, kemudian, melalui kuasa hukumnya, hukumnya, mendaftarkan putusan arbitrase arbitrase tersebut ke Pengadilan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar putusan arbitrase tersebut dapat dilaksanakan. Di pihak lain, yaitu Pertamina dan Pertamina EP, pada tanggal 11 Mei 2009 mengajukan pembatalan terhadap putusan arbitrase tersebut.
Ketua Tim Kuasa hukum dari Pertamina dan Pertamina EP, M. Yahya Harahap, menyatakan bahwa pengajuan pembatalan putusan arbitrase dilakukan atas dasar putusan arbitrase itu bertent bertentanga angan n dengan dengan keterti ketertiban ban umum, umum, melangg melanggar ar asas ultra ultra petita, petita, mengand mengandung ung cacat cacat kontroversi, serta melanggar Pasal 59 (1) huruf a UU No.30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Isu-isu hukum yang ada dalam kasus ini, antara lain: 1. Apakah arbitrase dalam kasus ini merupakan merupakan arbitrase arbitrase internasiona internasional? l? 2. Apakah putusan arbitrase arbitrase ICC tersebut tersebut di atas atas dapat dapat dilaksanakan dilaksanakan di di Indonesia? Indonesia? 3. Apaka Apakah h putusa putusan n arbit arbitra rase se ICC ICC terse tersebut but dapat dapat dibat dibatal alkan kan oleh oleh Peng Pengadi adila lan n Neger Negerii Jakarta Pusat? Arbitrase Nasional atau Internasional?
Arbitrase dilangsungkan dengan komposisi majelis arbitrase yaitu, Michael Pryles warga negara Australia sebagai ketua majelis, Priyatna Abdurrasyid warga negara Indonesia yang ditunjuk ditunjuk oleh PT. Lirik Lirik Petrole Petroleum, um, Fred Fred B. G. Tumbuan Tumbuan warga negara negara Indonesi Indonesiaa yang yang ditunjuk oleh Pertamina dan Pertamina EP. Proses arbitrase antara PT. Lirik Petroleum dan Pertamina dan Pertamina EP dilakukan dalam beberapa kali dan di tempat yang berbeda-beda. Pelaksanaan arbitrase yang pertama dan yang kedu keduaa dila dilaks ksan anak akan an di Jaka Jakart rta. a. Pela Pelaks ksan anaa aan n arbi arbitr tras asee yang yang keti ketiga ga dan dan sela selanj njut utny nyaa dilaksanakan secara teleconference dan putusan arbitrasenya sendiri dilaksanakan oleh ICC yang berkedudukan di Paris. UU 30/1999 tentang Arbitrase tidak memberikan pengertian apakah yang dimaksud dengan Arbitrase Internasional. Namun dalam Pasal 1 angka 9 UU tersebut diberikan pengertian mengenai Putusan Arbitrase Internasional, yaitu: “ Putusan Putusan Arbitras Arbitrasee Internasi Internasional onal adalah adalah putusan putusan yang dijatuh dijatuhkan kan oleh suatu suatu lembaga lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional. ” Didasarkan atas pengertian tersebut maka putusan arbitrase antara PT. Lirik Petroleum dan Pertamina dan Pertamina EP adalah Putusan Arbitrase Internasional karena dijatuhkan di luar wilayah hukum Republik Indonesia yaitu Perancis, walaupun proses arbitrase sempat berjalan beberapa kali di Jakarta. Namun apakah dengan dikatakan putusan arbitrase adalah putusan arbitrase internasional secara otomatis dapat dikatakan pula bahwa arbitrase tersebut adalah arbitrase internasional? Tentuny Tentunyaa mengena mengenaii masalah masalah ini akan akan diserahk diserahkan an kepada kepada hakim hakim yang mengadili mengadili.. Namun Namun apabila dilihat dari rules yang dipakai, yaitu rules dari ICC, adanya arbitrator asing, dan temp tempat at dijat dijatuhk uhkan an putusa putusan n di Pari Paris, s, maka maka menun menunju jukka kkan n adany adanyaa unsur unsur asing asing foreign ( elements ) dari arbitrase ini yang menyebabkan arbitrase ini dapat dikatakan sebagai arbitrase internasional. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia
Indonesia, melalui dikeluarkannya Keppres No. 34 tahun 1981, telah menjadi anggota dalam Konvensi New York 1958 tentang Penerimaan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, yang yang mana mana atas atas dasa dasarr arti articl clee 3 konv konven ensi si ters terseb ebut ut Indo Indone nesi siaa haru haruss mene meneri rima ma dan dan melaksanakan putusan arbitrase asing yang akan dilaksanakan atau dieksekusi di wilayahnya. Berdasarkan Pasal 66 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase maka ada beberapa syarat suatu putusan arbitrase asing/internasional dapat diakui dan dilaksanakan di Indonesia:
•
•
•
•
•
Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terkait pada perjanjian, baik secara bilat bilatera erall maupun maupun multi multilat latera eral, l, menge mengenai nai pengak pengakuan uan dan pelak pelaksan sanaan aan Putus Putusan an Perancis, negara dimana putusan dijatuhkan, dijatuhkan, Arbitrase Internasional. Internasional. Indonesia dan Perancis, terikat dalam perjanjian perjanjian multilateral yaitu pada konvensi New York 1958, yang mana Perancis telah meratifikasi konvensi tersebut pada 26 Juni 1958. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dalam huruf a terbatas pada putusan yang yang menurut menurut ketentu ketentuan an hukum hukum Indonesi Indonesia a termasuk termasuk dalam dalam ruang ruang lingkup lingkup hukum hukum permohonan perdagangan. Putusan arbitrase dalam kasus ini merupakan putusan atas permohonan ganti rugi oleh PT. Lirik Petroleum dalam bidang kegiatan usaha hulu migas yang dalam dalam klasifik klasifikasi asi hukum hukum di Indonesi Indonesiaa masuk masuk dalam dalam lingkup lingkup hukum hukum perdaga perdagangan ngan (commercial law ) Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan Masalah ah ketert ketertib iban an umum umum ( Public Order/Public Policy) adalah ketertiban ketertiban umum. Masal sesuatu yang sudah cukup lama diperdebatkan oleh ahli hukum, khususnya dalam hukum perdata internasional. Tidak adanya ketentuan yang baku mengenai batas batas batas suatu suatu ketertib ketertiban an umum umum selalu selalu menimbu menimbulkan lkan polemik polemik yang yang berkepa berkepanjan njangan. gan. Pasal 4 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Arbitrase Asing secara tidak langsung memberikan memberikan definisi dari ketertiban umum di Indonesia yaitu sebagai sendi-sendi asasi dari seluruh sistem hukum dan masyarakat di Indonesia. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah sendisendi asasi itu? Sejauh apakah pelanggaran terhadap sendi-sendi asasi itu? Beberapa ahli hukum menyatakan bahwa dengan ditabraknya sendi-sendi asasi di suatu negara maka maka akan menimbulk menimbulkan an kegonca kegoncangan ngan yang luar biasa hebat hebat dari suatu negara. negara. Adanya Adanya putusan putusan dari arbitrase arbitrase yang menghar mengharuska uskan n Pertami Pertamina na dan Pertam Pertamina ina EP membayar ganti kerugian kepada PT. Lirik Petroleum tampaknya masih terlalu jauh untuk untuk dikat dikataka akan n sebaga sebagaii putusa putusan n yang yang mengg menggonc oncan angka gkan n ssend ssendi-s i-send endii asasi asasi di Indonesia. Put Putus usan an Arbi Arbitr tras asee Inte Intern rnas asio iona nall dapa dapatt dila dilaks ksan anak akan an di Indo Indone nesi sia a sete setela lah h memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat . Pada tanggal 21 April 2009 PT. Lirik Petroleum mengajukan permohonan untuk melaksanakan putusan arbitrase. Termohon yaitu Pertamina dan Pertamina EP berpendapat bahwa permohonan yang diajukan telah telah lewat waktu yaitu 53 hari dari 30 hari yang dite ditent ntuk ukan an berd berdas asar arka kan n Pasa Pasall 59 ayat ayat (1) (1) UU 30/1 30/199 999 9 tent tentan ang g Arbi Arbitr tras ase. e. Memperh Memperhati atikan kan penjela penjelasan san sebelum sebelumnya nya yang yang mana mana arbitras arbitrasee ini dapat dapat dikataka dikatakan n merupak merupakan an arbitras arbitrasee internas internasiona ionall maka maka pasal pasal ini tidak tidak berlaku berlaku dalam dalam kasus kasus ini, karena pasal 59 ayat (1) masuk ke dalam BAB IV Bagian Pertama dari UU 30/1999 tentang Arbitrase Nasional. Atas dasar hal tersebut maka arbitrase yang dimaksud dalam pasal 59 (1) adalah arbitrase nasional. Sehingga PT. Lirik Petroleum tidak terikat oleh pasal tersebut untuk kapan mendaftarkan putusan arbitrase tersebut.
Putu Putusa san n Arbi Arbitr tras asee Inte Intern rnas asio iona nall seba sebaga gaim iman anaa dima dimaks ksud ud dala dalam m huru huruff a yang yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksankaan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pusat. Kasus Kasus ini tidak tidak meliba melibatkan tkan langsung langsung Negara Republik Republik Indonesi Indonesia, a, karena karena Pertamina dan Pertamina adalah badan usaha yang menjalankan usahnya, walaupun dimiliki oleh negara dalam hal ini. Hal ini berbeda dengan kasus arbitrase yang terkait dengan proses divestasi PT. Newmont Nusa Tenggara yang langsung berhadapan dengan Pemerintah Republik Indonesia.
Atas dasar telah memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 66 UU 30/1999 maka seharusnya putusan putusan arbitra arbitrase se dalam dalam kasus kasus ini dapat dapat dilaksa dilaksanaka nakan n dalam dalam wilaya wilayah h hukum hukum Republik Republik Indonesia Dapatkah Diajukan Pembatalan Terhadap Putusan Arbitrase Dalam Kasus Ini?
Dalam Proses arbitrase setidaknya ada beberapa kaidah pokok yang mengatur proses tersebut, yaitu: •
•
•
•
Substanti ntive ve Law Law adala adalah h huk hukum um mate materil ril yang yang menja menjadi di dasar dasar Substant Substantive ive Law. Substa pemerik pemeriksaan saan substan substansi si dari proses proses arbitras arbitrase. e. Misalny Misalnyaa dalam dalam kontrak kontrak disebutk disebutkan an bahwa kontrak tersebut … governed by the laws of the Republik of Indonesia …. Berarti Berarti dalam dalam proses proses pemeri pemeriksaa ksaan n dan putusan putusan arbitra arbitrase se nantiny nantinyaa arbitrat arbitrator or wajib wajib menggunakan hukum-hukum dari Republik Indonesia Procedural Law. Procedural Law dapat dikatakan sebagai hukum acara atau rule of the game dari sebuah proses arbitrase. Misalnya para pihak dalam sebuah kontrak sepaka sepakatt untuk untuk mengg mengguna unaka kan n ICC ICC rules rules dalam dalam arbit arbitra rase. se. Maka Maka arbit arbitra rator tor harus harus menggunakan rules yang dimiliki dalam melakukan proses arbitrase. Lex Arbitri. Lex arbitri adalah hukum dari negara dimana putusan arbitrase dibuat. Hukum Hukum ini benar-be benar-benar nar mengika mengikatt arbitra arbitrator tor dalam dalam menjat menjatuhka uhkan n putusan putusan arbitras arbitrase. e. Namun perlu dilihat apakah hukum di negara tersebut berlaku secara imperatif atau fakultat fakultatif. if. Misalny Misalnyaa apabila apabila arbitras arbitrasee dijalan dijalankan kan dan putusan putusan arbitra arbitrase se dibuat dibuat di Indonesia, maka dalam putusan harus ada irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang merupakan ketentuan yang imperatif dalam UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase. Doktrin ini tertera jelas pada article V (e) Konvensi New York 1958.
Dan kaidah lainnya.
Dari kaidah-kaidah yang mengatur proses arbitrase tersebut, yang memiliki kekuatan untuk membata membatalkan lkan suatu suatu putusan putusan arbitra arbitrase se adalah adalah Lex arbitri arbitri atau hukum dari negara tempat putusan arbitrase dibuat. Jadi dalam kasus ini salah satu yang kompeten untuk membatalkan adalah pengadilan yang ada di Perancis, bukan pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Indonesia. Kemudian apabila dilihat dari yurisdiksinya, maka ada dua jenis kompetensi yang dapat membatalkan sebuah putusan arbitrase, yaitu: •
•
Primary Jurisdiction. Primary Jurisdiction ini adalah yurisdiksi untuk membatalkan putusan arbitrase asing yang ada pada negara dimana putusan arbitrase dibuat atau yang yang sebelum sebelumnya nya disebut disebut sebagai sebagai Lex Arbitri Tercan antu tum m dala dalam m arti articl clee V (e) (e) Arbitri. Terc Konvensi New York 1958. Dalam kasus ini yang menjadi Primary Jurisdiction adalah Perancis. Secondary Jurisdiction. Secondary Jurisdiction Jurisdiction adalah yurisdiksi untuk membatalkan yang yang ada pada pada negar negaraa temp tempat at pelaks pelaksana anaan an putusa putusan n dila dilangs ngsung ungkan kan.. Misal Misalny nyaa pelaksanaan pelaksanaan putusan arbitrase arbitrase ini dilangsungkan di Amerika Amerika Serikat, Serikat, karena misalnya asset-asset asset-asset Pertamina Pertamina terdapat di Amerika Serikat. Maka Pengadilan Pengadilan Amerika Amerika Serikat berwen berwenang ang untuk untuk membata membatalkan lkan putusan putusan arbitra arbitrase. se. Dalam Dalam kasus kasus ini yang yang menjadi menjadi tergan antu tung ng dari dari pela pelaks ksan anaa aan n putu putusa san n arbi arbitr tras asee akan akan Secondar Secondaryy Jurisdic Jurisdiction tion terg dilangsungkan di negara mana dan putusan pembatalan hanya berlaku di wilayah negara tersebut.
Kalaupun membatalkan putusan arbitrase di PN Jakarta Pusat dimungkinkan, maka perlu dika dikaji ji juga juga komp kompet eten ensi si peng pengad adil ilan an ters terseb ebut ut untu untuk k memb membat atal alka kan n putu putusa san n arbi arbitr tras asee asing/internasional. Apabila diambil secara negatif, maka ketentuan pasal 66 UU 30/1999 bukanla bukanlah h untuk untuk membata membatalka lkan, n, melain melainkan kan menolak menolak untuk untuk melaksa melaksanaka nakan n putusan putusan arbitras arbitrasee internasional. Seandainya pun putusan arbitrase dalam kasus ini dianggap sebagai putusan
arbitrase nasional, argumen Pertamina dalam mengajukan pembatalan kurang tepat, karena berdasarkan pasal 70 UU 30/1999, pihak dalam arbitrase dapat mengajukan pembatalan putusan abitrase apabila: •
•
•
surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; setel setelah ah putusa putusan n diam diambi bill ditem ditemuka ukan n dok dokum umen en yang yang bersif bersifat at menen menentuk tukan, an, yang yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa
Sedan Sedangka gkan n pihak pihak Pert Pertam amina ina dan Pert Pertam amin inaa EP meny menyat atak akan an bahwa bahwa akan akan menga mengaju jukan kan pembatalan atas dasar putusan arbitrase itu bertentangan dengan ketertiban umum, melanggar asas ultra petita, mengandung cacat kontroversi, serta melanggar Pasal 59 (1) huruf a UU No.30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Harus dibedakan mana yang pembatalan (annulment ) dan penolakan (refusal ), ), karena keduanya memiliki akibat hukum hukum yang yang berbeda, berbeda, pembata pembatalan lan mengaki mengakibatk batkan an hilangn hilangnya ya putusan putusan tersebu tersebutt sedangka sedangkan n penolakan penolakan mengakibatkan mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya dilaksanakannya putusan, tetapi putusan tersebut tetap ada. Sehingga pada dasarnya, langkah untuk mengajukan pembatalan adalah kurang tepat, karena PN Jakarta Jakarta Pusat Pusat tidak tidak memilik memilikii kompete kompetensi nsi untuk untuk memerik memeriksan san pengajua pengajuan n pembata pembatalan lan putusan arbitrase internasional atau apabila dianggap sebagai putusan arbitrase nasional, PN Jakarta Pusat juga tidak memiliki kompetensi untuk membatalkan.