BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang1,2,3
Selain permasalahan yang belum tuntas ditangani diantaranya yaitu upaya penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Sepanjang tahun 2014 data menunjukkan angka kematian ibu di Indonesia mencapai 5.048 kasus. Lanjut pada tahun 2015 berkurang menjadi 897 kasus dan data terakhir di tahun 2016 ada 4.834 kasus. Hal ini masih jadi masalah besar karena belum bisa mencapai Millenium Development Goals (MDGs), yakni dengan angka 102 per 100 ribu kelahiran (Kemenkes 2016). Dilihat dari status kesehatan perempuan, khususnya ibu hamil, berdasarkan data Kemenkes,
sekitar
28,8%
ibu
hamil
menderita
hipertensi.
Hipertensi
bisa
mengakibatkan gangguan kardiovaskular yang menjadi faktor penyebab kematian pada ibu saat melahirkan.Selain itu, 32,9% ibu hamil mengalami obesitas dan 37,1% menderita anemia, bisa disebabkan faktor gizi dan asupan makanan yang kurang. Dijelaskannya, AKI berkolerasi dengan angka kematian bayi (AKB). Sebagai upaya meminimalkan faktor risiko keduanya, para ibu hamil diimbau melakukan pemeriksaan berkala secara rutin setiap empat bulan sekali selama masa kehamilan sekaligus pemindaian faktor risiko kelainan atau penyakit yang dapat meningkatkan risiko kematian saat persalinan (Kemenkes 2016) Gizi ibu hamil perlu mendapat perhatiaan karena sangat berpengaruh pada perkembangan janin yang dikandungnya. Sejak janin sampai anak berumur dua tahun atau 1000 hari pertama kehidupan kecukupan gizi sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik dan kognitif. Kekurangan gizi pada masa ini juga dikaitkan dika itkan dengan risiko terjadinya penyakit kronis pada usia dewasa, yaitu kegemukan, penyakit jantung 1
dan pembuluh darah, hipertensi, stroke dan diabetes. Pada masa kehamilan gizi ibu hamil harus memenuhi kebutuhan gizi untuk dirinya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan janin karena gizi janin tergantung t ergantung pada gizi ibu dan kebutuhan gizi ibu juga harus tetap terpenuhi (Infodatin 2016) 2016) Kekurangan gizi seperti besi, asam folat dan vitamin B12 dalam tingkat lanjut dapat menyebabkan anemia, yang disebut sebagai anemia dalam kehamilan. Semakin parah anemia maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya anemia disebabkan oleh za-zat gizi tersebut .Anemia masih menjadi permasalahan kesehatan pada wanita hamil. Zat besi dan element darah seperti asam folat dan vit B12, dianggap sebagai salah satu zat gizi mikro yang berperan terhadap terjadinya anemia. Anemia pada ibu hamil dihubungkan dengan meningkatnya kelahiran prematur, kematian ibu dan anak dan penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi pada ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin/bayi saat kehamilan maupun setelahnya. Diperkirakan 41,8% ibu hamil di seluruh dunia mengalami anemia. Paling tidak setengahnya disebabkan kekurangan zat besi. Ibu hamil dinyatakan anemia jika hemoglobin kurang dari 11mg/L. Riskesdas 2013 mendapatkan anemia terjadi pada 37,1% ibu hamil di Indonesia, 36,4% ibu hamil di perkotaan dan 37,8% ibu hamil di perdesaan (infodatin 2013). Berdasarkan data depkes (2011) tentang kesehatan ibu, menunjukkan bahwa kejadian anemia merupakan tantangan bagi seluruh pihak dalam upaya peningkatan kesehatan ibu. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah anemia pada ibu hamil yaitu mengusahakan agar ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan. Secara nasional, indikator kinerja cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil pada tahun 2013 belum mencapai target dari rencana strategi kementerian kesehatan.
2
dan pembuluh darah, hipertensi, stroke dan diabetes. Pada masa kehamilan gizi ibu hamil harus memenuhi kebutuhan gizi untuk dirinya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan janin karena gizi janin tergantung t ergantung pada gizi ibu dan kebutuhan gizi ibu juga harus tetap terpenuhi (Infodatin 2016) 2016) Kekurangan gizi seperti besi, asam folat dan vitamin B12 dalam tingkat lanjut dapat menyebabkan anemia, yang disebut sebagai anemia dalam kehamilan. Semakin parah anemia maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya anemia disebabkan oleh za-zat gizi tersebut .Anemia masih menjadi permasalahan kesehatan pada wanita hamil. Zat besi dan element darah seperti asam folat dan vit B12, dianggap sebagai salah satu zat gizi mikro yang berperan terhadap terjadinya anemia. Anemia pada ibu hamil dihubungkan dengan meningkatnya kelahiran prematur, kematian ibu dan anak dan penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi pada ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin/bayi saat kehamilan maupun setelahnya. Diperkirakan 41,8% ibu hamil di seluruh dunia mengalami anemia. Paling tidak setengahnya disebabkan kekurangan zat besi. Ibu hamil dinyatakan anemia jika hemoglobin kurang dari 11mg/L. Riskesdas 2013 mendapatkan anemia terjadi pada 37,1% ibu hamil di Indonesia, 36,4% ibu hamil di perkotaan dan 37,8% ibu hamil di perdesaan (infodatin 2013). Berdasarkan data depkes (2011) tentang kesehatan ibu, menunjukkan bahwa kejadian anemia merupakan tantangan bagi seluruh pihak dalam upaya peningkatan kesehatan ibu. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah anemia pada ibu hamil yaitu mengusahakan agar ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan. Secara nasional, indikator kinerja cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil pada tahun 2013 belum mencapai target dari rencana strategi kementerian kesehatan.
2
Penyebab kematian ibu yang terbesar disebabkan oleh perdarahan sebesar 32 persen, diikuti dengan kejadian hipertensi dala m kehamilan 25 persen, infeksi infe ksi 5 persen, partus lama 5 persen, abortus 1 persen dan 32 persen lainnya adalah penyebab pen yebab penyakit non obstetrik (Depkes, 2011). Perdarahan, hipertensi dan infeksi merupakan penyebab langsung sedangkan penyebab tidak langsung yaitu 3 terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat membawa dan terlambat mendapatkan pelayanan) dan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak ban yak dan terlalu sering/rapat) (Depkes, 2011). Data profil kesehatan Indonesia tahun 2014 menunjukkan bahwa angka cakupan pelayanan antenatal pada kunjungan pertama (K1) secara nasional adalah sebesar 97,86 persen dibandingkan dengan di provinsi Papua Barat sebesar 75,67 persen. Sedangkan cakupan pelayanan antenatal pada kunjungan ke empat (K4) secara nasional adalah sebesar 89,33 persen hampir tiga kali lipat lebih besar dibandingkan dengan provinsi Papua Barat 39,74 persen (Depkes, 2014). Upaya pemerintah lainnya yaitu memberikan tablet besi bagi seluruh ibu hamil yang memeriksakan kehamilan di Puskesmas (Depkes, 2014). Dimana petugas kesehatan dalam peranannya pada pelayanan antenatal harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan standar (Kementrian Kesehatan, 2010). Berdasarkan pedoman pelayanan antenatal yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (2010), salah satu standar minimal dalam pelayanan antenatal adalah pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan untuk mencegah terjadinya anemia. Selain, pemberian tablet diperlukan juga informasi tentang tablet besi untuk memberikan pengetahuan kepada ibu sehingga sehingga ibu hamil patuh mengonsumsi mengonsumsi tablet besi. Untuk mencegah anemia, ibu hamil dianjurkan mengonsumsi paling sedikit 90 tablet tambah darah selama kehamilannya. Cakupan/proporsi ibu hamil yang mendapatkan 90 tablet tambah darah menurut provinsi adalah sebagai berikut, Secara
3
nasional cakupan ibu hamil mendapat tablet Fe3 tahun 2015 sebesar 85,17%, tidak berbeda jauh dibanding tahun 2014 yang sebesar 85,1%. Provinsi dengan cakupan Fe3 tertinggi yaitu DKI Jakarta (97,12%) dan yang terendah Provinsi Papua (24,36%) (Kemenkes 2016). Cakupan pemberian 90 tablet tambah darah (zat besi) pada ibu hamil menurut provinsi tahun 2015
4
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik Ibu Hamil dengan Anemia di Puskesmas Kotaraja?
1.3
Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik Ibu Hamil dengan Anemia di Puskesmas Kotaraja? 1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui karakteristik ibu hamil dengan Anemia di puskesmas Kotaraja berdasarkan usia. 1.3.2.2 Mengetahui karakteristik ibu hamil dengan anemia di puskesmas Kotaraja berdasarkan tingkat pekerjaan. 1.3.2.3 Mengetahui karakteristik ibu hamil dengan anemia di puskesmas Kotaraja berdasarkan jumlah pairitas. 1.3.2.4 Mengetahui karakteristik ibu hamil dengan Anemia di puskesmas Kotaraja berdasarkan kunjungan antenatal care (ANC)
1.4
Manfaat Penelitian 1.4.1
Bagi Dinas Kesehatan Kesehatan Kota Jayapura
Memberikangambaran dan informasimengenai menajemen ibu hamil dengan anemia di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja distrik Abepura periode 01 Januari – Januari – 30 30 Juni 2017. Serta diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan untuk meningkatkan kinerja internal dibidang kesehatan khususnya pada penanganan dan pencegahannya. pencegahannya.
5
1.4.2
Bagi Puskesmas Kotaraja
Memberikan bahan acuan bagi Puskesmas Kotaraja Distrik Abepura dalam memberikan dan meningkatkan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. 1.4.3
Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan bahan literatur atau bahan bacaan khususnya di perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih. 1.4.4
Bagi Peneliti
-
Memberikan pengalaman dalam melakukan penelitian terutama di bidang kesehatan masyarakat.
-
Memberikan manfaat sebagai informasi, perbandingan, serta referensi bagi kelompok peneliti selanjutnya.
-
Dapat dijadikan syarat untuk menyelesaikan bagian Kepaniteraan Klinik Madya (KKM) di stase Ilmu Kesehatan Mas yarakat (IKM) RSUD Jayapura.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kehamilan3,4 2.1.1
Definisi
Menurut
Federasi
Obstetri
Ginekologi
Internasional,
kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
2.1.2
Tanda dan Gejala Kehamilan
Untuk
dapat
menegakkan
kehamilan
ditetapkan
dengan
melakukanpenilaian terhadap beberapa tanda dan gejala kehamilan, yaitu sebagai berikut : 1.
Tanda Dugaan Kehamilan -
Amenorea Pada wanita hamil terjadi konsepsi dan nidasi yang menyebabkan tidak terjadi pembentukan Folikel de graff dan ovulasi . Hal ini menyebabkan terjadinya amenorea pada seorang wanita yang sedang hamil. Dengan mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT) dengan perhitungan Neagle dapat ditentukan hari perkiraan lahir (HPL)nyaitu dengan menambah tujuh pada hari, mengurangi tiga pada bulan, dan menambah satu pada tahun.
-
Mual dan Muntah Pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan pengeluaran asam lambung yang berlebihan. Mual dan Muntah pada pagi hari disebut morning sickness. Dalam batas yang fisiologis keadaan ini dapat diatasi. Akibat mual dan muntah nafsu makan berkurang. 7
-
Ngidam Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu, keinginan yang demikian disebut ngidam.
-
Sinkope atau pingsan Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral) menyebabkan iskema susunan saraf pusat dan menimbulkan sinkope atau pingsan. Keadaan ini menghilang setelah usia kehamilan 16 minggu.
-
Payudara Tegang Pengaruh
hormon
estrogen,
progesteron,
dan
somatomamotrofin
menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada payudara. Payudara membesar dan tegang. Ujung saraf tertekan menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil pertama. -
Sering Miksi (Sering BAK) Desakan rahim kedepan menyebabkan kandung kemih cepat terasa penuh dan sering miksi. Pada triwulan kedua, gejala ini sudah menghilang.
-
Konstipasi atau Obstipasi Pengaruh hormon progesteron
dapat menghambat peristaltik usus,
menyebabkan kesulitan untuk buang air besar -
Pigmentasi Kulit Terdapat pigmentasi kulit disekitar pipi (cloasma gravidarum). Pada dinding perut terdapat striae albican,
striae livide dan linea nigra semakin
menghitam. Pada sekitar payudara terdapat hiperpigmintasi pada bagian areola mammae, puting susu makin menonjol. -
Epulis Hipertrofi gusi yang disebut epuils, dapat terjadi saat kehamilan.
8
-
Varices Karena pengaruh dari hormon estrogen dan progesteron terjadi penampakan pembuluh darah vena, terutama bagi mereka yang mempunyai bakat. Penampakan pembuluh darah terjadi pada sekitar genetalia, kaki, betis, dan payudara. Penampakan pembuluh darah ini menghilang setelah persalinan.
2.
Tanda Tidak Pasti Kehamilan -
Perut Membesar
-
Pada pemeriksaan dalam di temui : a. Tanda Hegar yaitu perubahan pada rahim menjadi lebih panjang dan lunak sehingga seolah-olah kedua jari dapat saling bersentuhan. b. Tanda Chadwicks yaitu vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh darah sehingga makin tampak dan kebiru-biruan karena pengaruh estrogen. c. Tanda Piscaceks yaitu adanya pelunakan dan pembesaran pada unilateral pada tempat implantasi (rahim). d. Tanda Braxton Hicks yaitu adanya kontraksi pada rahim yang disebabkan karena adanya rangsangan pada uterus.
-
3.
Pemeriksaan test kehamilan positif.
Tanda Pasti Kehamilan -
Gerakan janin dalam Rahim
-
Terlihat dan teraba gerakan janin, teraba bagian-bagian ja nin.
-
Denyut jantung janin positif didengar dengan stetoskop Laenec, alat Kardiotografi, dan Doppler. Dilihat dengan ultrasonografi.
9
2.1.3
Faktor Risiko dalam Kehamilan
Kelompok Faktor Risibo - Berdasarkan kapan ditemukan, cara pengenalan, dan sifat risikonya, faktor risiko dikelompokkan dalam 3 kelompok FR. I, II, dan III dengan berturut-turut ada 10, 8, dan 2. -
Kelompok Faktor Risiko I: Ada-Potensi-Gawat-Obstetrik/APGO dengan 7 Terlalu dan 3 Pernah. Tujuh terlalu adalah primi muda, primi tua, primi tua sekunder, umur > 35 tahun, grande multi, anak terkecil umur < 2 tahun, tinggi badan rendah < 145 cm) dan 3 Pernah adalah riwayat obstetri jelek, persalinan
lalu
mengalami
perdarahan
pascapersalinan
dengan
infus,/transfusi, uri manual, tindakan pervaginam, bekas operasi sesar. FR ini mudah ditemukan pada kontak I - hamil muda oleh siapa pun ibu sendiri, suami, keluarga, renaga kesehatan dan PKK, dukun, melalui tanya jawab dan periksa pandang. Ibu Risiko Tinggi dengan kelompok FR I ini selama hamil sehat, membutuhkan KIE pada tiap kontak berulang kali mengenai kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan. Contoh kasus ibu tinggi badan < 145 cm, ada dugaan disproporsi kepala panggul, terjadi persalinan sulit, atau partus macer. -
Kelompok FR II: Ada-Gawat-obstetrik/AGo-penyakit ibu, preeklampsia ringan, hamil kembar, hidramnion, hamil serotinus, IUFD, letak sungsang, dan letak lintang.
Ibu AGO dengan FR yang kebanyakan timbul pada
umur kehamilan lebih lanjut, risiko terjadi komplikasi persalinan lebih besar, membutuhkan KIE berulang kali agar peduli sepakat melakukan rujukan terencana ke pusat rujukan.
10
-
Kelompok
FR
III
Ada-Gawat-Darurat-Obstetrik/AGDO:
perdarahan
antepartum dan preeklampsia beratleklampsia. Ibu AGDO dalam kondisi yang langsung dapat mengancam nyawa ibu/janin, harus segera dirujuk tepat waktu (RTW) ke RS dalam upaya menyelamatkan ibu/bayi baru lahir.
Penyebab kematian ibu di Indonesia tahun 2010 - 2013
2.2
Anemia 2.2.1
Definisi3,5,6,7,8
Anemia merupakan penurunan konsentrasi eritrosit atau hemoglobin dalam darah dibawah normal, terjadi ketika keseimbangan antara kehilangan darah (melalui perdarahan atau perusakan) dan produksi darah terganggu. 4
11
Tabel 2.1. Sistem penilaian sesuai tingkat keparahan Anemia
2.2.2
Definisi Anemia Dalam Kehamilan
Anemia pada kehamilan didefinisikan sebagai kadar Hemoglobin darah kurang dari 11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga, dan pada trimester kedua kadar hemoglobin darah kurang dari 10,5 g/dL.
Tabel 2.2. Derajat anemia pada ibu hamil.
Department of Obstetrics & Gyneocology, JIMSA October - December 2010 Vol. 23 No. 4
2.2.3
Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan8
1. Anemia Megaloblastik Anemia
megaloblastik
biasanya
berbentuk
makrositik
atau
pernisiosa.
Penyebabnya adalah karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena akibat kekurangan vitamin B 12. Biasanya karena malnutrisi dan infeksi yang kronik. 2. Anemia Hipoplastik Anemia Hipoplasti disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk selsel darah merah baru. Untuk mendiagnosis diperlukan pemeriksaan : -
Darah lengkap
-
Pemeriksaan pungsi sternal
-
Pemeriksaan retikulosit, dan lain-lain
Gambaran darah tepi, normositik dan normokromik. Sum-sum tulang memberi gambar normoblastik dan hypoplasia eritropoesis. Penyebabnya belum 12
diketahui, kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan sinar rontgen atau sinar radiasi. 3. Anemia Hemolitik Anemia hemolitik disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Ini dapat disebabkan oleh : -
Faktor intrakorpuskuler : dijumpai pada anemia hemolitik heriditer ; talasemia anemia sel sickle (sabit); hemoglobinopati C, D, G, H, I; dan paraksimal nokturnal hemoglobinuria.
-
Faktor ekstrakorpuskuler: disebabkan oleh infeksi akut maupun kronis (malaria, tuberculosis, dan infeksi parasit, sepsis, dll), keracunan zat logam, dan dapat beserta obat-obatan; leukemia, penyakit Hodgkin, dan lain-lain.
4. Anemia Defisiensi Besi Anemia jenis ini biasanya berbentuk mikrositik dan hipokromik serta paling banyak dijumpai penyebabnya akan dibicarakan sebagai penyebab anemia pada umumya. Anemia sering terjadi akibat defisiensi zat besi karena pada ibu hamil terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan zat besi dua kali lipat akibat peningkatan volume darah untuk memenuhi kebutuhan ibu (mencegah kehilangan darah pada saat melahirkan) dan pertumbuhan janin. 4 Ironisnya, diestimasi dibawah 50% ibu tidak mempunyai cadangan zat besi yang cukup selama kehamilannya, sehingga risiko defisiensi zat besi atau anemia meningkat bersama dengan kehamilan.6 2.2.4
Karakteristik Trias Epidemiologi
Trias epidemiologi terdiri dari host, agen dan lingkungan.
13
1. Host Faktor host (pejamu) dalam kasus anemia pada ibu hamil adalah ibu hamil yang terdiri dari: a. Umur Semakin muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk terjadinya anemia. Hal ini didukung oleh penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ibu remaja memiliki prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35 tahun. Hal ini dapat dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena pada masa tersebut remaja membutuhkannya untuk pertumbuhan, ditambah lagi jika hamil maka kebutuhan akan Fe lebih besar seperti yang sudah dijelaskan pada riwayat alamiah. Selain itu, faktor usia yang lebih muda dihubungkan dengan pekerjaan, status sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang. b. Kelompok etnik Berdasarkan penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ras kulit hitam memiliki risiko anemia pada kehamilan 2 kali lipat dibanding dengan kulit putih. Hal ini juga dihubungkan dengan status sosial ekonomi. c. Keadaan Fisiologis Keadaan fisiologis ibu hamil, peningkatan Hb tidak sebanding dengan penambahan volume plasma yang lebih besar, selain itu didukung dengan kebutuhan intake Fe yang lebih banyak untuk eritropoesis. d. Keadaan imunologis Keadaan imunologis dari ibu hamil yang dapat menyebabkan anemia dihubungkan dengan proses hemolitik sel darah merah yang nantinya disebut anemia hemolitik. Hal ini juga berhubungan dengan ada maupun tidak adanya
14
penyakit yang mendasari seperti SLE(Systemic Lupus Erythematosus) yang dapat menyebabkan hancurnya sel darah merah. e. Kebiasaan Kebiasaan ini meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah intake nutrisinya adekuat atau tidak atau mengandung Fe, asam folat, vitamin B12 ataukah tidak. Selain itu, kebiasaan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan kesehatan juga mempengaruhi besar kecilnya kejadian anemia pada ibu hamil. Menurut penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu hamil yang merokok dan minum alkohol juga mempengaruhi terjadinya anemia. f. Sosial ekonomis Faktor sosial ekonomi diantaranya adalah kondisi ekonomi, pekerjaan dan pendidikan. Ibu hamil dengan keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah akan mempengaruhi kemampuan untuk menyediakan makanan yang adekuat dan pelayanan kesehatan untuk mencegah dan mengatasi kejadian anemia. Ibu hamil yang memiliki pendidikan yang kurang juga akan mempengaruhi kemampuan ibu dalam mendapatkan informasi mengenai anemia pada kehamilan. g. Faktor kandungan dan kondisi/ riwayat kesehatan Faktor kandungan diantaranya paritas, riwayat prematur sebelumnya, dan usia kandungan. Ibu dengan riwayat prematur sebelumnya lebih berisiko dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat tersebut. Ibu dengan primipara berisiko lebih rendah untuk terjadi anemia daripada ibu dengan multipara (Omoniyi, Stayhorn, 2005). Kondisi atau riwayat kesehatan diantaranya adalah apakah ibu hamil menderita penyakit diabetes, ginjal, hipertensi, dan penyakit kronis lainnya. Ibu hamil mempunyai riwayat
15
penyakit kronis tersebut, semakin berisiko terjadinya anemia pada ibu hamil (Omoniyi, Stayhorn, 2005).
2. Agen Agens atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu: a. Unsur gizi Terjadinya anemia pada ibu hamil juga dapat disebabkan karena defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B dalam makanan. Defisiensi ini dapat terjadi karena kebutuhan Fe yang meningkat, kurangnya cadangan dan berkurangnya Fe dalam tubuh ibu hamil. b. Kimia dari dalam dan luar Anemia pada ibu hamil juga dapat terjadi karena berhubungan dengan kimia dan obat. Anemia tersebut dinamakan anemia aplastik. Kehamilan mengakibatkan peningkatan sintesa laktogen plasenta, eritropoetin dan estrogen. Laktogen plasenta dan eritropoetin menstimulasi hematopoesis dimana estrogen menekan sumsum tulang. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan hipoplasia (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007). c. Faktor faali/ fisiologis Faktor fisiologis ini meliputi peningkatan eritrosit dan Hb tidak sebanyak dengan peningkatan volume plasma pada kehamilan sehingga terjadi hipervolemi. Hal tersebut berisiko terjadinya anemia pada kehamilan.
3. Lingkungan Dari ketiga faktor lingkungan (fisik, biologis dan sosial ekonomi) yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu faktor sosial
16
ekonomi. Kondisi sosial berupa dukungan dari keluarga dan komunitas akan mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil. Jika keluarga mendukung terhadap intake nutrisi yang adekuat pada ibu hamil dan memotivasi dalam memeriksakan kehamilannya secara rutin, maka kemungkinan kecil terjadi anemia. Jika lingkungan komunitas menyediakan sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan kader maka pelayanan kesehatan akan meningkat sehingga kejadian anemia kemungkinan kecil terjadi. Selain itu, pendidikan ibu hamil yang semakin tinggi akan mempengaruhi kemampuan dalam mendapatkan informasi. Kondisi ekonomi akan mempengaruhi kemampuan ibu hamil dan keluarga dalam menyediakan nutrisi yang adekuat dan memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai.
2.2.5
Etiologi Anemia dalam Kehamilan3,9,10
Pada ibu hamil anemia terjadi dikarenakan adanya beberapa faktor. Kekurangan zat besi menyebabkan anemia defisiensi besi. 1. Faktor kebutuhan yang meningkat (High Demand) Pada kehamilan, kehilangan zat besi terjadi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoiesis, kehilangan darah pada saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhannya dapat mencapai 900 mg atau setara dengan 2 liter darah. Oleh
karena sebagian
besar perempuan mengawali kehamilan
dengan cadangan besi yang rendah, maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada
anemia
defisiensi besi. Anemia defisiensi besi dalam kehamilan
merupakan konsekuensi utama ekspansi volume plasma relative terhadap massa hemoglobin.10
17
2. Faktor Diet yang buruk (Low Intake) Defisiensi zat besi dalam makanan merupakan suatu faktor yang menghambat terjadinya eritropoiesis. adekuat bahan bahan
Pembentukan dasar esensial,
eritrosit bergantung yang
sebagian
pada
pasokan
di antaranya
tidak
disintesis di tubuh tetapi harus disediakan melalui makanan. anemia defsiensi besi
terjadi jika tidak
cukup banyak besi tersedia untuk membentuk
hemoglobin.11 3. Faktor malabsorbsi (Low Absorbtion) Malabsobrsi yakni pada penyakit usus halus bagian atas atau karena ada bagian makanan yang mengikat Fe, contoh zat-zat yang dapat menghambatpenyerapan zat besi, seperti (teh, kopi, minuman yang mengandung kalsium tinggi, dll), malabsorbsi juga sering disebabkan oleh aklorhidria (gastritis atrofi, setelah gastrektomi) yang menyebabkan pengurangan sekresi H + di lambung akan menurunkan pelepasan besi dari makanan dan absorbs Fe(II). Kehilangan sumber besi yang pada akhirnya menyebabkan anemia defisiensi besi. 4. Faktor Infeksi Penyebab utama anemianya adalah karena malnutrisi dan penyakit cacing. Dalam kondisi seperti ini penyakit malaria akan menambah berat keadaan anemianya. Penyakit malaria sendiri biasanya memberikan gejala dengan manifestasi anemia sehingga semua kasus anemia harus diperiksa kemungkinan ke arah penyakit malaria.10 Peningkatan ekspresi berbagai
keadaan reaksi
fase akut termasuk
feritin berkaitan dengan
kondisi
inflamasi. Penyakit
malaria dapat menyebabkan anemia dan juga dapat memperburuk keadaan anemia yang sudah ada. Hal ini disebabkan oleh terjadinya hemolisis eritrosit yang diserang oleh parasit. Juga peningkatan kebutuhan Fe selama hamil.
18
5. Faktor Penyakit Kronis Daur ulang Fe berkurang terjadi pada infeksi kronis. Pada keadaan ini, Fe yang diambil kembali oleh makrofag tidak lagi dilepaskan secara adekuat sehingga tidak dapat dipergunakan kembali contohnya pada kasus infeksi kronis (tuberculosis dll)14. Besi juga dapat
digunakan oleh
bakteri penginvasi.
Perkembangbiakan bakteri sangat bergantung pada ketersediaan konsentrasi besi yang tinggi, yang mana semua ini akan ditandai oleh rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk keadaan kurang zat besi. 6. Kehilangan Darah Disebabkan oleh keluarnya banyak darah. Kehilangan darah dapat bersifatakut, misalnya karena perdarahan luka, atau kronik sehingga menyebabkan kehilangan zat besi yang cukup signifikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada kehamilan
Karakteristik contoh meliputi : umur, pendidikan, pengetahuan gizi, pekerjaan, dan pendapatan. 1. Umur
Umur ibu pada saat hamil akan mempengaruhi timbulnya anemia. Bila umur ibu pada saat hamil relatif muda (<20 tahun) akan beresiko anemia. Hal itu dikarenakan pada umur tersebut masih terjadi pertumbuhan yang membutuhakn zat gizi lebih banyak dibandingkan dengan umur di atasnya. Bila zat gizi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, akan terjadi kompetisi zat gizi antara ibu dengan bayinya. Menurut [Depkes] (2001), kadar Hb 7.0 10.0 g/dl banyak ditemukan pada kelompok umur <20 tahun (46%) dan kelompok umur 35 tahun atau lebih (48%). 2. Pekerjaan
Berat ringannya pekerjaan ibu juga akan mempengaruhi kondisi tubuh dan pada akhirnya akan berpengaruh pada status kesehatannya. Ibu yang bekerja mempunyai kecenderungan kurang istirahat, konsumsi makan 19
yang tidak seimbang sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Lebih lanjut status pekerjaan biasanya erathubungannya dengan pendapatan seseorang atau keluarga. Ibu hamil yang tidak bekerja kemungkinan akan menderita anemia lebih besar dibandingkan pada ibu yang bekerja. Hal ini disebabkan pada ibu yang bekerja akan menyediakan makanan, terutama yang mengandung sumber zat besi dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja. 3. Paritas
Paritas atau jumlah persalinan juga berhubungan dengan anemia. Prevalensianemia pada kelompok paritas 0 lebih rendah daripada paritas 5 ke atas.Semakin sering seorang wanita melahirkan maka semakin besar resikokehilangan darah dan berdampak pada penurunan kadar Hb. Setiap kali wanitamelahirkan, jumlah zat besi yang hilang diperkirakan sebesar 250 mg. Haltersebut akan lebih berat lagi apabila jarak melahirkan relatif pendek. 4. ANC (Ante Natal Care)
Departemen Kesehatan menganjurkan agar setiap ibu hamil yang diperiksa kehamilan (ANC) oleh petugas kesehatan, minimal harus menerima 5T.Maksud dari 5T adalah ibu hamil yang yang melakukan ANC pernah ditimbangbadan, diukur tensi/ tekanan darah, menerima tablet Fe, menerima imunisasi TTdan diperiksa tinggi fundus uteri. Frekuensi Antenatal Care (ANC) Pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil oleh petugas kesehatan dalam memelihara kehamilannya. Hal ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi dan mengatahui masalah yang timbul selama masa kehamilan sehingga kesehatan ibu dan bayi yang dikandung akan sehat sampai persalinan. Pelayanan Antenatal Care(ANC) dapat dipantau dengan kunjungan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya. Standar pelayanan kunjungan ibu hamil paling sedikit 4 kali dengan distribusi 1 kali pada triwulan pertama (K1), 1 kali pada triwulan kedua dan 2 kali pada triwulan ketiga (K4). Kegiatan yang ada di pelayanan Antenatal Care (ANC) untuk ibu hamil yaitu petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang informasi kehamilan seperti informasi gizi selama hamil dan ibu diberi tablet tambah darah secara gratis serta 20
diberikan informasi tablet tambah darah tersebut yang dapat memperkecil terjadinyaanemia selama hamil (Depkes RI, 2009). 5. Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe
Ibu hamil diajurkan untuk mengkonsumsi paling sedikit 90 tablet besi selama masa kehamilan.Zat besi yang berasal dari makanan belum bisa mencukupi kebutuhan selama hamil, karena zat besi tidak hanya dibutuhkan oleh ibu saja tetapi juga untuk janin yang ada di dalam kandungannya. Apabila ibu hamil selama masa kehamilan patuh mengkonsumsi tablet Fe maka resiko terkena anemia semakin kecil (WHO, 2002). Kepatuhan. ibu sangat berperan dalam meningkatkan kadar Hb. Kepatuhan tersebut meliputi ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi dan keteraturan frekuensi mengonsumsi tablet Fe (Hidayah dan Anasari, 2012).
2.2.6
Patofisiologi Anemia dalam Kehamilan4, Hematologi Kehamilan
Pada kehamilan, volume darah bertambah, baik plasma maupun eritrosit. Akan tetapi, penambahan volume plasma yang disebabkan oleh hidremia atau hipervolemia (peningkatan volume darah pada masa kehamilan) lebih menonjol sehingga biasanya kadar hemoglobin menurun. Pada masing-masing wanita penambahan ini cukup bervariasi. Pada sebagian hanya terjadi peningkatan ringan, sementara pada yang lain volume darah hampir menjadi dua kali lipat. Janin tidak esensial bagi hal ini karena pada wanita dengan mola hidatidoformis telah terjadi peningkatan volume darah. Hipervolumemia pada kehamilan ini memiliki fungsi penting yaitu : 1. Memenuhi kebutuhan metabolik uterus yang membesar dengan sistem vascular yang mengalami hipertrofi hebat 2. Menyediakan nutrient dan elemen secara berlimpah untuk menunjang pertumbuhan pesat plasenta dan janin. 21
3. Melindungi ibu dan pada gilirannya, janin terhadap efek buruk gangguan aliran balik vena pada posisi terlentang dan berdiri. 4. Melindungi ibu terhadap efek buruk kehilangan darah selama proses persalinan Volume darah ditiap Trimester Kehamilan
Volume darah ibu meningkat selama trimester pertama. Pada minggu ke dua belas volume plasma bertambah sebesar 15 persen dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Seperti dipelihatkan pada gambar volume darah ibu bertambah sangat cepat pada trimester kedua. Kemudian peningkatan ini jauh melambat selama trimester ketiga lalu mendatar selama beberapa minggu terakhir kehamilan. Ekspansi volume darah terjadi karena peningkatan plasma dan eritrosit. Meskipun jumlah plasma yang ditambahkan kedalam sirkulasi ibu biasanya lebih banyak dari pada jumlah eritrosit namun peningkatan jumlah eritrosit cukup mencolok, rerata sekitar 450 mL. disumsum tulang terjadi hyperplasia eritroid sedang, dan hitung retikulosit sedikit meningkat selama kehamilan normal. perubahan-perubahan ini hampir pasti berkaitan dengan meningkatnya kadar ertropoitin plasma, yang memuncak selama trimester ketiga dan berakibat produksi maksimal eritrosit. Karena plasma bertambah cukup besar maka konsentrasi hematokrit dan hemoglobin agak berkurang selama kehamilan akibatnya kekentalan darah secara keseluruhan berkurang. Konsentrasi hemoglobin pada aterm rerata adalah 12,5 g/dL, dan pada sekitar 5% wanita, konsentrasinya kurang dari 11,0 g/dL. karena itu konsentrasi hemoglobin dibawah 11,0 g/dL, terutama pada akhir
22
kehamilan, perlu dianggap abnormal dan biasanya disebabkan oleh defisiensi besi dan bukan karena hypervolemia kehamilan. Kebutuhan Besi pada Kehamilan 3,4
Dari sekitar 1000 mg besi yang dibutuhkan selama kehamilan normal, sekitar 300 mg secara aktif dipindahkan ke janin dan plasenta, dan 200 mg lainnya keluar melalui berbagai rute ekskresi normal, terutama saluran cerna, pengeluaran ini bersifat obligatorikdan berlangsung meskipun ibu mengalami defisiensi besi. Peningkatan rerata volume total eritrosit dalam darah sekitar 450 mL-memerlukan 500 mg lainnya karena 1 mL eritrosit mengandung 1,1 mg besi. Jumlah ini biasanya tidak tersedia dari simpanan besi sebagian wanita, dan peningkatan optimal volume eritrosit ibu tidak akan terjadi tanpa pemberian supplement besi. Tanpa suplementasi, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit turun bermakna seiring dengan peningkatan volume darah. Menurut Wasnidar (2007), kebutuhan zat besi pada masa kehamilan yang digolongkan menurut trimester atau usia kehamilan yaitu Trimester I: kebutuhan zatbesi ±30 mg/hr, Trimester II: Kebutuhan zat besi ±50 mg/hr Trimester III: Kebutuhan zat besi ±60 mg/hr. Dapat disimpulkan total kebutuhan kan zat besi pada masa kehamilan berkisar antar 580-1340 mg, sebagian dari zat besi yang di dalam tubuh ibu akan hilang pada saat melahirkan Pada saat yang sama, produksi sel darah merah janin tidak terganggu karena plasenta tetap menyalurkan besi meskipun ibu menderita anemia defisiensi besi yang parah. Pada kasus yang berat, pernah ditemukan kadar hemoglobin 3 gr/dL dan hematokrit hanya 10%.
23
Jumlah besi dalam makanan, bersama dengan dimobilisasi dari simpanan ditubuh, akan cukup untuk memenuhi kebutuhan rerata yang ditimbulkan oleh kehamilan. Jika wanita hamil tak anemia tidak diberikan suplemen besi, maka konsentrasi ferritin dan besi serum akan menurun setelah pertengahan kehamilan. Peningkatan ferritin dan besi serum pada awal kehamilan mungkin disebabkan oleh kebutuhan besi yang minimal pada awal kehamilan dan keseimbangan besi positif yang ditimbulkan oleh amenore. Pada wanita yang mengalami jumlah input zat besi yang tidak adekuat maka akan terjadi penurunan total besi selama kehamilan yang diakibatkan kebutuhan yang meningkat dan kemudian akan terjadi penurunan cadangan besi pada hepatosit dan makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang, Setelah cadangan besi habis kadar besi plasma juga ikut menurun sehingga suplai besi pada sumsum tulang untuk pembentukan Hemoglobin menurun mengakibatkan peningkatan jumlah eritrosit protoporfirin dan produksi eritrosit mikrositik dan penurunan nilai hemoglobin. Pada
kehamilan
lanjut
kadar hemoglobin
di bawah 11 g/dl
itu
merupakan suatu hal yang abnormal dan biasanya lebih berhubungan dengan defisiensi zat besi daripada dengan
hipervolemia.
Jumlah zat besi
yang
diabsorbsi dari makanan dan cadangan dalam tubuh biasanya tidak mencukupi kebutuhan ibu selama kehamilan sehingga penambahan asupan zat besi dan asam folat dapat membantu mengembalikan kadar hemoglobin. Kebutuhan zat besi selama kehamilan lebih kurang 1.000 mg atau rata-rata 6 - 7 mg/hari.
24
2.2.7
Tanda dan Gejala Anemia dalam Kehamilan4
Dapat terjadi beberapa gejala, terutama pada anemia ringan dan sedang. Pasien mengalami perasaan lemah, kelelahan dan kelesuan, gangguan pencernaan dan kehilangan nafsu makan. Palpitasi, dispnea, pusing, edema, dan bahkan gagal jantung kongestif dapat terjadi pada kasus yang berat. Tanda khas adanya anemia defisiensi besi juga dapat dideteksi pada anemia ringan. Dapat terjadi pucat, glositis dan stomatitis. Pasien mungkin memiliki edema karena hipoproteinemia. Lembut sistolik murmur dapat didengar di daerah mitral karena sirkulasi hiperdinamis. 2.2.8
Diagnosis Anemia dalam Kehamilan3,4
Diagnosis dapat di tegakkan melalui anamnesis dan berdasarkan pemeriksaan fisik dengan melihat gejala klinis yang ada serta pemeriksaan penunjang laboratorium darah. Evaluasi awal seorang wanita hamil dengan anemia sedang seyogyanya mencangkup pengukuran hemoglobin, hematokrit dan indeks-indeks sel darah merah, dan pemeriksaan cermat apusan darah tepi serta kadar kimia darah. 2.2.9
Dampak Anemia dalam Kehamilan3,4,11
Anemia dapat berakibat fatal bagi ibu hamil karena ibu hamil memerlukan banyak tenaga untuk melahirkan. Setelah itu, pada saat melahirkan biasanya darah keluar dalam jumlah banyak sehingga kondisi anemia akan memperburuk keadaan ibu hamil. Kekurangan darah dan perdarahan akut merupakan penyebab utama kematian ibu hamil saat melahirkan. Penyebab utama kematian maternal antara lain perdarahan pascapartum (disamping eklampsia dan penyakit infeksi) dan plasenta previa yang kesemuanya bersumber pada anemia.
25
Ibu hamil yang menderita anemiatidak akan mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan janin dalam kandungan. Oleh karena itu, keguguran, kematian bayi dalam kandungan, berat bayi lahir rendah, atau kelahiran prematur rawan terjadi pada ibu hamil yang menderita anemia gizi besi. Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Salah satu efek Anemia
adalah kelahiran premature dimana hal ini
berasosiasi dengan masalah baru seperti berat badan lahir rendah, defisiensi respon imun dan cenderung mendapat masalah psikologik dan pertumbuhan. Apabila hal ini berlanjut maka hal ini berkorelasi dengan rendahnya IQ dan kemampuan belajar. Semua hal tersebut mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia, produktivitas dan implikasi ekonomi.
2.2.10 Pengobatan dan Pencegahan Anemia
1,4,7,12
Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi yaitu: 1. Menentukan penyebab anemia defisiensi besi
26
2. Mengeleminasi penyebab yang mungkin seperti perdarahan pada penyakit keganasan dan operasi. 3. Terapi replacement yang efektif 4. Evaluasi respon terapi
Secara umum pengobatan anemia defisiensi besi diantaranya : 1. Memberikan diet yang kaya kalori, protein, zat besi dan selain itu meningkatkan konsumsi enhancer penyerapan besi yang banyak mengandung vitamin C, juga menghindari makanan yang dapat menghambat penyerapan besi seperti teh dan kopi. 2. Memberikan preparat besi dan tablet vitamin C 3. Mengatasi penyebabnya.7 Koreksi anemia dan pengisian cadangan besi dapat dilakukan dengan pemberian senyawa-senyawa besi sederhana diantaranya ferosulfat, fumarat, atau glukonat yang dapat memberikan 200 mg besi elemental per hari. Jika wanita yang bersangkutan tidak dapat atau tidak mau minum preparat besi oral maka dapat diberikan terapi parenteral. Meskipun keduanya diberikan secara intravena, ferosukrosa diperlihatkan lebih aman dari pada besi dekstran. Transfusi sel darah merah atau darah lengkap jarang diindikasikan, kecuali terdapat hipovolemia akibat kehilangan darah atau satu prosedur operasi darurat harus segera dilakukan pada wanita dengan anemia berat. Untuk mengganti simpanan besi,terapi oral perlu dilanjutkan selama 3 bulan setelah anemianya dikoreksi . Zat besi garam ferrous merupakan terapi pilhan (garam ferri kurang diabsorbsi). Dosis ferrous sulfat 200 mg 3 kali per hari (65 mg x 3 = 195 mg zat besi
27
perhari). Obat alternative lain adalah ferrous glukonat 3x1 tab dan ferrous fumarat 4 x 1 tab, tetapi sering menimbulkan efek samping: nausea, konstipasi dan diare. Efek samping dapat dikurangi dengan cara minum obat setelah makan. Pemberian preparat besi ini dilanjutkan 4-6 bulan setelah Hb normal.
Tabel 2.3. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO hal; 161
Adapun pencegahan anemia dalam kehamilan diantaranya : 1. Mengikuti kunjungan ANC ( Antenatal care) dengan rutin agar mendapatkan tablet tambah darah secara gratis dan informasi mengenai gizi ibu hamil 2. Penyuluhan intensif higienie dan sanitasi lingkungan 3. Program pendidikan gizi untuk masyarakat dan petugas kesehatan 4. Peningkatan sosial ekonomi masyarakat dan penyediaan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi 5. Menanamkan pengertian yang mendalam akan arti dan akibat dari anemia gizi terhadap ibu hamil 6. Iron fortification (makanan kaya zat besi)
2.3
Kunjungan Antenatal Care 2.3.1
1,3,13
Pengertian Antenatal Care
Perawatan kehamilan merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan (Depkes RI, 2010). 28
Antenatal care adalah pemeriksaan kehamilan untuk melihat dan memeriksa keadaan ibu dan janin yang dilakukan secara berkala diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan selama kehamila n. Perawatan kehamilan merupakan suatu program berkesinambungan selama kehamilan, persalinan, kelahiran dan nifas yang terdiri atas edukasi, screening, deteksi dini, pencegahan, pengobatan, rehabilitasi yang bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman, sehingga ibu mampu merawat bayi dengan baik.
2.3.2
Kebijakan Program Pelayanan Antenatal Care
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu meliputi : Keluarga Berencana, Antenatal Care, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan Obstetri Essensial.
2.3.3
Tujuan Antenatal Care
Tujuan perawatan kehamilan adalah memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi; meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi; mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan; mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat,
ibu
maupun
bayinya
dengan
trauma
seminimal
mungkin;
mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
29
eksklusif; mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
2.3.4
Manfaat Antenal Care
Manfaat antenatal care adalah tersedianya fasilitas rujukan yang baik bagi kasus resiko tinggi ibu hamil sehingga dapat menurunkan angka kematian maternal. Petugas kesehatan dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan usia, paritas, riwayat obstetrik buruk, dan perdarahan selama kehamilan. Perawatan antenatal care berguna untuk mendeteksi /mengoreksi/ menatalaksanakan/mengobati sedini mungkin kelainan yang terdapat pada ibu dan janinnya. Dapat juga sebagai penyampaian komunikasi, informasi, dan edukasi dalam menghadapi kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu hamil, agar dapat percaya diri dan bila ada kedaruratan dapat segera dirujuk ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas yang lebih lengkap.
2.3.5
Standar Pelayanan Antenatal Care
Dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada sepuluh standar pelayanan yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal dengan 10 T. Pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2009) : 1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan 2. Pemeriksaan tekanan darah 3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas) 4. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)
30
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ) 6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan 7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan 8. Test laboratorium (rutin dan khusus) . 9. Tatalaksana kasus 10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan 11. Komplikasi (P4K) serta KB paska persalinan
2.3.6
Lokasi Pelayanan Antenatal Care
Menurut Dep Kes RI (1997), tempat pemberian pelayanan antenatal care dapat bersifat statis dan aktif meliputi : 1. Puskesmas/ puskesmas pembantu 2. Pondok bersalin desa 3. Posyandu 4. Rumah Penduduk (pada kunjungan rumah) 5. Rumah sakit pemerintah/ swasta 6. Rumah sakit bersalin 7. Tempat praktek swasta (bidan dan dokter)
2.3.7
Jadwal Pelaksanaan Antenatal Care
Pelaksanaan antenatal care dilakukan minimal 4 kali, yaitu l kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimister III. Namun jika terdapat kelainan dalam kehamilannya, maka frekuensi pemeriksaan di sesuaikan menurut kebutuhan masing- masing. Ibu hamil yang melakukan
31
pemeriksaan
kehamilan
dikatakan
teratur
jika
melakukan
pemeriksaan
kehamilan≥ 4 kali kunjungan, kurang teratur jika pemeriksaan kehamilan 2-3 kali kunjungan dan tidak teratur jika ibu hamil hanya melakukan pemeriksaan kehamilan < 2 kali kunjungan (WHO, 2006).
2.3.8
Faktor – faktor yang mempengaruhi pelaksanaan antenatal care pada ibu hamil.
Faktor - faktor yang mempengaruhi ibu dalam pelaksanaan perawatan antenatal meliputi faktor internal dan faktor ekster nal (Depkes RI, 2008). Faktor internal a. Paritas Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas atau jumlah kehamilan yang dialami ibu, dibedakan menjadi primigravida adalah seorang wanita hamil untuk pertama kali, secondigravida yaitu wanita hamil yang kedua kalinya, multigravida yaitu wanita hamil lebih dari 2 kali, grandemultigravida adalah seorang wanita yang hamil lebih dari lima kali. Ibu yang pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang antenatal care, sehingga dari pengalaman yang terdahulu kembali dilakukan untuk menjaga kesehatan kehamilannya (Depkes RI, 2008). b. Usia Usia adalah waktu hidup individu mulai saat berulang tahun (Nursalam,2001). Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih di percaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya, jika kematangan usia seseorang cukup tinggi maka pola berfikir seseorang akan
32
lebih dewasa. Ibu yang mempunyai usia produktif akan lebih berpikir secara rasional dan matang tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan (Depkes RI, 2008). Ibu hamil dengan usia yang masih sangat muda memiiliki kepribadian immature (kurang matang), introvert (tidak mau berbagi dengan orang lain), perasaan dan emosi yang tidak stabil dalam menghadapi
kehamilan
sehingga
ibu
hamil
tidak
berminat
untuk
melaksanakan antenatal care.
Faktor eksternal a. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan perabaan. Dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran. Hanya sedikit yang diperoleh melalui penciuman, perasaan, dan perabaan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan merupakan faktor yang dapat memudahkan seseorang atau masyarakat terhadap apa yang akan dilakukan. Ibu yang akan memeriksakan kehamilannya akan dipermudah apabila ibu mengetahui apa manfaat memeriksakan kehamilan, siapa dan dimana memeriksakan kehamilan dilakukan. Kurangnya pemahaman dan pengetahuan ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu hamil (DepkesRI, 2008).
33
b. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosiona l terhadap st imulus sosial. Sikap positif yang dimiliki oleh seorang ibu hamil akan mempermudah dalam melaksanakan antenatal care. Sikap merupakan faktor penting dan besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan. Respon ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keteraturatan antenatal care. Adanya sikap yang baik tentang pelaksanaan antenatal care, mencerminkan kepedulian ibu hamil terhadap kesehatan diri dan janinnya (Depkes, 2008). Sikap ibu hamil yang proaktif untuk melaksanakan antenatal care sangat diharapkan untuk memelihara kesehatan dan janinnya sehingga meningkatkan kesehatan ibu hamil dan tidak ada komplikasi kehamilan. Seorang ibu hamil diharapkan bersikap otonom dan mandiri serta dapat mengambil keputusan sendiri dalam mengikuti pelaksanaan antenatal care sehingga
terdeteksi
komplikasi
kehamilan
sejak
dini
dan
tidak
memeriksakan kehamilan setelah terjadi komplikasi. c. Ekonomi Ekonomi adalah pengetahuan dan penelitian mengenai asas-asas penghasilan, produksi, distribusi, pemasukan, pemakaian barang serta
34
kekayaan dan penghematan. Tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan, keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah tidak mampu untuk menyediakan dana bagi pemeriksaan kehamilan, masalah yang timbul pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah, yaitu ibu hamil akan kekurangan energi dan protein. Hal ini disebabkan tidak mampu nya keluarga untuk menyediakan kebutuhan energi dan protein yang dibutuhkan ibu selama kehamilan (Depkes RI, 2008). Penghasilan masyarakat Indonesia (75-100%) digunakan untuk membiayai keperluan hidup. Persoalan ekonomi merupakan proritas utama, pendapatan keluarga hanya berfokus kepada pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga hampir tidak ada penyisihan dana untuk kesehatan. Ibu hamil jarang diperiksakan ke pelayanan kesehatan karena tidak adanya biaya.
d. Sosial budaya Kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, termasuk di dalamnya pernyataan intelektual dan nilanilai artistik yang menjadi ciri khas masyarakat. Di berbagai wilayah Indonesia terutama dalam masyarakat yang masih memegang teguh budaya tradisional (patrilineal), suami lebih dominan dalam mengambil keputusan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan pada istrinya sehingga mempengaruhi ibu hamil dalam melaksanakan antenatal care. Faktor budaya mempengaruhi berbagai perubahan yang relevan dengan kehamilan dengan norma buda ya yang mayoritas dan tidak semua berlaku bagi orang yang berasal dari buda ya lain. Orang yang berasal dari budaya yang berbeda akan dibesarkan sesuai dengan kebudayaan,
35
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai yang dianut. Ibu yang melakukan perawatan kehamilan yang mempunyai keyakinan dan kepercayaan dengan dukun akan lebih memilih keyakinan tersebut dibandingkan dengan perawatan kehamilan ke tempat pelayanan kesehatan. Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita meninggalkan rumah untuk memeriksakan
kehamilannya
merupakan
budaya
yang
menghambat
keteraturan kunjungan ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Tatanan budaya
yang
memeriksakan
turun
temurun
kehamilan.
mempengaruhi
Misalnya
ibu
keputusan
hamil
akan
ibu
dalam
memeriksakan
kehamilan ke dukun misalnya dengan khusuk, dan meminta zimat atau pelindung selama kehamilan sesuai dengan komplikasi yang dialami oleh ibu hamil (Depkes RI, 2008).
e. Letak Geografis Letak geografis adalah letak suatu tempat yang didasarkan pada letak keadaan alam di sekitarnya. Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan antenatal care. Ibu hamil yang tinggal ditempat yang terpencil umumnya desa-desa yang masih terisolisir dan transportasi yang sulit terjangkau, sehingga untuk menempuh perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan waktu yang lama, sementara ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya. Jarak yang mudah terjangkau dan tersedianya fasilitas yang memadai akan
memberi
kemudahan
bagi
ibu
hamil
untuk
memeriksakan
kehamilannya dan bisa melaksanakan antenatal care sehingga jika terdapat keadaan gawat darurat dapat segera ditangani.
36
f.
Informasi Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi. Informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas seseorang. Informasi yang diperoleh ibu hamil baik dari tenaga kesehatan, dan media lain dan berapa lama ibu hamil menyerap apa yang mereka dengarkan. Rentang perhatian manusia terhadap informasi rata-rata adalah sekitar 20 menit, kehamilan memperpendek rentang skala tersebut karena kecemasan dan kelelahan mengganggu kemampuan mendengar secara aktif .
g. Dukungan Dukungan merupakan sokongan atau bantuan dari orang terdekat untuk melakukan suatu tindakan. Orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil adalah suaminya. Dukungan sosial suami yang sangat diharapkan oleh sang istri antara lain suami mendambakan bayi dalam kandungan istri, suami menunjukkan kebahagiaan pada kelahiran bayi, memperhatikan kesehatan istri, tidak menyakiti istri, berdo’a untuk keselamatan istri dan suami menunggu ketika istri dalam proses persalinan. Dukungan keluarga yang dapat diberikan agar kehamilan ibu dapat berjalan lancar meliputi memberikan dukungan pada ibu untuk menerima kehamilannya, memberikan dukungan pada ibu untuk mepersiapkan peran sebagai ibu, memberi dukungan pada ibu untuk menciptakan ikatan yang kuat antara ibu dan anak yang dikandungya melalui perawatan kehamilan, menyiapkan keluarga lainnya untuk menerima kehadiran anggota keluarga baru.
Keadaan
lingkungan
keluarga
yang
tidak
mendukung
akan
mempengaruhi ibu dalam memeriksakan kehamilannya. Sebaliknya, adanya
37
dukungan dari lingkungan keluarga akan membuat ibu hamil nyaman dalam melewati kehamilannya. Psikologi ibu hamil sangat unik dan sensitif, oleh karena itu dukungan yang diberikan harus harus serius dan maksimal.
Cakupan kunjungan ibu hamil k4 dan persalinan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan menurut provinsi tahun 2016
38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Bersifat deskriptif karena penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran atau informasi mengenai karakteristik anemia pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah “cross sectional study”, dimana data dikumpulkan pada waktu tertentu.
3.2
LOKASI PENELITIAN
Lokasi yang dipakai sebagai tempat penelitian adalah Puskesmas Kotaraja Distrik Abepura.
3.3
WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilaksakan sejak tanggal 01 Januari – 30 Juni 2017.
3.4
POPULASI PENELITIAN
3.4.1
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja yang datang guna melakukan ANC ( Antenatal Care ) selama periode bulan 01 Januari 2017 hingga 30 Juni 2017 dengan jumlah populasi 312 orang.
39
3.4.2
Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil dengan anemia di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja yang datang guna melakukan ANC ( Antenatal Care ) selama periode bulan 01 Januari 2017 hingga 30 Juni 2017 dengan jumlah populasi 107 orang.
3.5
VARIABEL PENELITIAN
Variabel yang hendak diteliti adalah :
3.6
3.5.1
Usia
3.5.2
Pekerjaan
3.5.3
Paritas
3.5.4
Kunjungan ANC (antenatal care)
DEFINISI OPERASIONAL
3.6.1
Akseptor ibu hamil adalah ibu hamil dengan anemia yang melakukan ANC ( Antenatal Care ) di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja Distrik Abepura.
3.6.2
Umur adalah waktu sejak pasien lahir sampai datang melakukan ANC di Puskesmas Kotaraja. Kategori : (Buku Panduan Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, 2006)
1. Masa Reproduksi Muda Usia 15 - 19 tahun : Fase menunda kehamilan. 2. Masa Reproduksi Sehat Usia 20 – 35 tahun : Fase menjarangkan kehamilan. 3. Masa Reproduksi Tua Usia 36 – 45 tahun : Fase tidak hamil lagi.
40
3.6.3
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di luar rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008 dan BKKBN, 2006). Paritas adalah sudah berapa kali akseptor melahirkan anaknya, baik yang lahir hidup maupun lahir mati, tetapi bukan aborsi (Stedman, 1998). Kategori (Prawirohardjo, 2009) :
1. Nulipara : wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali. 2. Primipara : wanita yang sudah pernah melahirkan anak untuk pertama kalinya (tunggal atau ganda), yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (matur atau prematur). 3. Multipara : wanita yang sudah pernah melahirkan anak 2 sampai 4 kali. 4. Grande multipara : wanita yang sudah pernah melahirkan 5 orang anak atau lebih. 3.6.4
Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untukoptimalisasi luaran marernal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauanrutin selama kehamilan.Dalam bahasa program kesehatan ibu dan anak, kunjungan antenatal ini diberi kode angka K ,vang merupakan singkatan dari kunjungan. Pemeriksaan antenatal yang lengkap adalah Kl, K2,K3. dan K4. Hal ini berarti, minimal dilakukan sekali kunjungan antenatal hingga usiakeharnilan 28 minggu, sekali kunjungan antenatal selama kehamilan 28 - 36 minggu dansebanyak dua
kali
kunjungan
antenatal
pada
(Prawirohardjo,2010). 1. Kunjungan 1 : 28 minggu 2. Kunjungan 2 : 28-36 minggu 3. Kunjungan 3 : diatas 36 minggu 4. Kunjungan 4 : diatas 36 minggu
41
usia
kehamilan
di
atas
36
minggu
3.7
SUMBER DATA
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara sekunder. Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak Puskesmas untuk melengkapi penelitian ini.
3.8
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Pengolahan data berdasarkan tabulasi dan dianalisa berdasarkan hasil persentasi.
42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
HASIL
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja Khususnya Karakteristik ibu hamil dengan anemia yang diambil dalam penelitian ini adalah Umur, Pekerjaan, Paritas, dan Kunjungan ANC (antenatal care). Dari penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.1.1Distribusi Frekuensi Ibu Hamil dengan Anemia berdasarkan Umur
No
Kelompok Usia
N
F
%
1
15 – 19 tahun
8
21
38
2
20 – 30 tahun
94
254
37
3
36 – 45 tahun
5
37
13,5
107
312
100
Jumlah
Karakteristik Ibu hamil dengan anemia berdasarkan usia terbanyak ditemukan pada kelompok usia Masa Reproduksi muda 15 - 19 tahun yaitu sekitar 38 % atau 8 orang dari totalnya sebanyak 21 orang sedangkan usia Masa Reproduksi aman 20-35 tahun sebanyak 37 % atau 94 orang dari totalnya sebanyak 254 orang dan
terendah pada kelompok usia Masa
Reproduksi Tua 36 – 45 tahun yaitu sekitar 13,5 % atau 5 orang dari totalnya 37 orang.
43
Tabel 4.1.2 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil dengan Anemia berdasarkan Pekerjaan
No
Pekerjaan
N
F
%
1
PNS
4
12
33
2
Swasta
4
20
20
3
Mahasiswa
21
36
58,3
4
IRT
67
216
31
5
Lain-lain
12
28
42,8
108
312
Jumlah
Karakteristik ibu hamil dengan anemia berdasarkan pekerjaan terbanyak ditemukan pada kelompok pekerjaan mahasiswa yaitu sekitar 58,3 % atau 21 orang dari totalnya 36 orang sedangkan lain-lain sebanyak 42,8% atau 12 orang dari totalnya 28 orang , PNS sebanyak 33% atau 4 orang dari totalnya 12 orang, IRT sebanyak 31% atau 67 orang dari totalnya 216 orang dan terendah pada kelompok swasta yaitu sekitar 20 % atau 4 orang dari totalnya 20 orang.
Tabel 4.1.3 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil dengan Anemia berdasarkan Paritas
No
Paritas
N
F
%
1
Primiparitas
63
184
34,2
2
Multiparitas
37
88
42
3
Multigrandeparitas
7
40
17,5
107
312
Jumlah
Karakteristik ibu hamil dengan anemia berdasarkan gravida terbanyak ditemukan pada kelompok Multi paritas yaitu 42 % atau 37 orang dari totalnya 88 orang sedangkan kelompok Primiparitas sebanyak 34,2% atau 63 orang
44
dari totalnya 184 orang dan terendah pada kelompok multigrande paritas yaitu 17,5 % atau 7 orang dari totalnya 40 orang.
Tabel 4.1.4 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil dengan Anemia berdasarkan Kunjungan ANC
No
Kunjungan ANC
N
F
%
1
K1
60
206
29,1
2
K2
9
66
13,6
3
K 3 dan K4
38
40
95
107
312
Jumlah
Karakteristik ibu hamil dengan anemiaberdasarkan kunjungan ANC terbanyak ditemukan pada kunjungan ketiga dan keempatyaitu 95 % atau 38 orang dari totalnya 40 orang sedangkan kunjungan pertama sebanyak 29,1% atau 60 orang dari totalnya 206 orang dan terendah pada kunjungan kedua yaitu 13,6 %atau 9 orang dari totalnya 66 orang.
4.2
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian distribusi frekuensi penderita malaria klinis di wilayah kerja Puskesmas Koya Barat periode bulan Januari hingga Mei tahun 2017, maka berikut akan dibahas variabel-variabel yang diteliti, sebagai beri kut :
4.2.1
Jumlah kunjungan ibu hamil dengan Anemia berdasarkan umur
Dari hasil data diatas menunjukan bahwaIbu hamil dengan anemia berdasarkan usia terbanyak ditemukan pada kelompok usia Masa Reproduksi muda 15 - 19 tahun yaitu sekitar 38 % atau 8 orang dari totalnya sebanyak 21 orang sedangkan usia Masa Reproduksi aman 20-35 tahun sebanyak 37 % atau 94 orang dari totalnya sebanyak 254 orang dan terendah pada kelompok usia
45
Masa Reproduksi Tua 36 – 45 tahun yaitu sekitar 13,5 % atau 5 orang dari totalnya 37 orang. Kadar Hb 7.0 - 10.0 g/dl banyak ditemukan pada kelompok umur <20 tahun (46%) dan kelompok umur 35 tahun atau lebih (48%)DepkesRI (2001), Ibu hamil dan melahirkan dibawah umur 20 tahun menurut ilmu kesehatan reproduksi masih terdapat bahaya-bahaya tertentu bagi ibu dan anaknya. Angka kesakitan dan angka kematian ibu dan anak masih tinggi bila wanita tersebut kurang dari 20 tahun Depkes (2002). Usia
seorang
perempuan
dapat
memengaruhi
emosi
selama
kehamilannya. usia antara 20-35 tahun merupakan periode yang paling aman untuk melahirkan. Pada usia tersebut fungsi alat reproduksi dalam keadaan optimal, sedangkan pada usia kurang dari 20 tahun kondisi masih dalam pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak dipakai untuk pertumbuhan ibu yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Demnoeche et al, 2011). Ridwan (2007) menyatakan wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai resiko yang tinggi secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalamikeguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatiaan terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya, karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, beresiko mengalami perdarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. Semakin muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk terjadinya anemia. Hal ini didukung oleh penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di 46
USA bahwa ibu remaja memiliki prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35 tahun. Berdasarkan hasil penelitian dan literatur diatas ibu hamil dengan anemia terbanyakdidapatkan pada usia reproduksi muda 15-19 tahun hal ini diduga karena pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena pada masa tersebut remaja membutuhkannya untuk pertumbuhan, ditambah lagi jika hamil maka kebutuhan akan Fe lebih besar seperti yang sudah dijelaskan pada riwayat alamiah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ratna (2017) dimana Makin tua umur kehamilan, makin besar risiko anemia. Namun hasil ini perlu dilakukan penelitin lebih lanjut.
4.2.2
Jumlah kunjungan ibu hamil dengan Anemia berdasarkan pekerjaan
Dari hasil data diatas menunjukan bahwa ibu hamil dengan anemia berdasarkan pekerjaan terbanyak ditemukan pada kelompok pekerjaan mahasiswa yaitu sekitar 58,3 % atau 21 orang dari totalnya 36 orang dibandingkan lain-lain sebanyak 42,8% atau 12 orang dari totalnya 28 orang , PNS sebanyak 33% atau 4 orang dari totalnya 12 orang, IRT sebanyak 31% atau 67 orang dari totalnya 216 orang dan terendah pada kelompok swasta yaitu sekitar 20 % atau 4 orang dari totalnya 20 orang. Berat ringannya pekerjaan ibu akan mempengaruhi kondisi tubuh dan pada akhirnya akan berpengaruh pada status kesehatannya. Ibu yang bekerja dan melakukan aktifitas yang lebih mempunyai kecenderungan kurang istirahat, konsumsi makanan dan kurang pengetahuan makanan yang seimbang sehingga mempunyai resiko lebih besar menderita anemia (Wijayanto, 2006). 47
Lebih lanjut status pekerjaan biasanya erathubungannya dengan pendapatan seseorang
atau keluarga. Ibu hamil
yang tidak bekerja
kemungkinan akan menderita anemia lebih besar dibandingkan pada ibu yang bekerja. Hal ini disebabkan pada ibu yang bekerja akan menyediakan makanan, terutama yang mengandung sumber zat besi dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja (tristiyanti, 2006). Proporsi ibu hamil anemia yang tidak bekerja (IRT) jauh lebih banyak dari ibu yang bekerja yaitu sejumlah 66 orang (27,8%) sedangkan pada ibu yang bekerja hanya 10 orang (21,3%)Handayani (2011). Berdasarkan
hasil
di
atas,
ibu
hamil
dengan
anemia
terbanyakdidapatkan pada kelompok mahasiswa hal ini diduga karena tingkat aktifitas yang lebih dan status pekerjaan yang erat hubungannya dengan pendapatan yang kurang sehingga kurangnya asupan nutrisi yang baik, namun hal ini perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk memperkuat hasil penelitian ini.
4.2.3
Jumlah kunjungan ibu hamil dengan Anemia berdasarkan paritas
Dari hasil data di atas menunjukan bahwa ibu hamil dengan anemia berdasarkan paritas terbanyak ditemukan pada kelompok Multi paritas yaitu 42 % atau 37 orang dari totalnya 88 orang sedangkan kelompok Primiparitas sebanyak 34,2% atau 63 orang dari totalnya 184 orang dan terendah pada kelompok multigrande paritas yaitu 17,5 % atau 7 orang dari totalnya 40 orang. Paritas atau jumlah persalinan juga berhubungan dengan anemia. Prevalensianemia pada kelompok paritas 0 lebih rendah daripada paritas 5 ke 48
atas.Semakin sering seorang wanita melahirkan maka semakin besar resikokehilangan darah dan berdampak pada penurunan kadar Hb. Setiap kali wanitamelahirkan, jumlah zat besi yang hilang diperkirakan sebesar 250 mg. Haltersebut akan lebih berat lagi apabila jarak melahirkan relatif pendek. Semakin sering seorang wanita melahirkan maka semakin besar risiko kehilangan darah dan berdampak pada penurunan kadar Hb (Tristiyanti, 2006). Badan koordinasi keluarga berencana nasional (BKKBN, 1998) menganjurkan agar kesehatan ibu selama hamil dapat optimal dalam menyongsong persalinannya maka jumlah persalinan yang telah dialami tidak lebih dari 2 kali. Berdasarkan hasil penelitian ini dan literatur di atas ibu hamil dengan anemia didapakan pada kelompok multipritas hal ini diduga karena Setiap kali wanitamelahirkan, jumlah zat besi yang hilang diperkirakan sebesar 250 mg. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Djamilus dan Herlina, 2008)Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibandingkan dengan paritas rendah. Namun hasil penelitian masih perlu dilkukan penelitian yang lebih lanjut untuk memperkuat hasil penelitian ini. 4.2.4
Jumlah kunjunganibu hamil dengan Anemia berdasarkan kunjungan ANC
Dari
hasil
di
atas
menunjukan
bahwa
ibu
hamil
dengan
anemiaberdasarkan kunjungan ANC terbanyak ditemukan pada kunjungan ketiga dan keempatyaitu 95 % atau 38 orang dari totalnya 40 orang dibandingkan kunjungan pertama sebanyak 29,1% atau 60 orang dari totalnya 49
206 orang dan terendah pada kunjungan kedua yaitu 13,6 %atau 9 orang dari totalnya 66 orang. Pada kehamilan, volume darah bertambah, baik plasma maupun eritrosit. Akan tetapi, penambahan volume plasma yang disebabkan oleh hidremia atau hipervolemia (peningkatan volume darah pada masa kehamilan) lebih menonjol sehingga biasanya kadar hemoglobin menurun.Pada minggu ke dua belas volume plasma bertambah sebesar 15 persen dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Dan kemudian volume darah ibu bertambah sangat cepat pada trimester kedua. Kemudian peningkatan ini jauh melambat selama trimester ketiga lalu mendatar selama beberapa minggu terakhir kehamilan. Karena plasma bertambah cukup besar maka konsentrasi hematokrit dan hemoglobin agak berkurang selama kehamilan akibatnya kekentalan darah secara keseluruhan berkurang. Konsentrasi hemoglobin pada aterm rerata adalah 12,5 g/dL, dan pada sekitar 5% wanita, konsentrasinya kurang dari 11,0 g/dL. karena itu konsentrasi hemoglobin dibawah 11,0 g/dL, terutama pada akhir kehamilan, perlu dianggap abnormal dan biasanya disebabkan oleh defisiensi besi dan bukan karena hypervolemia kehamilan.Pada wanita yang mengalami jumlah input zat besi yang tidak adekuat sebelumnya maka akan terjadi penurunan total besi selama kehamilan, yang mana sebagai factor pencetus utama anemia pada ibu hamil pada umumnya (Williams 2012) Menurut Wasnidar (2007), kebutuhan zat besi pada masa kehamilan yang digolongkan menurut trimester atau usia kehamilan yaitu
Trimester I:
kebutuhan zatbesi ±30 mg/hr, Trimester II: Kebutuhan zat besi ±50 mg/hr Trimester III: Kebutuhan zat besi ±60 mg/hr. Dapat disimpulkan total kebutuhan kan zat besi pada masa kehamilan berkisar antar 580-1340 mg, sebagian dari zat besi yang di dalam tubuh ibu akan hilang pada saat melahirkan Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu yang mengandung ataupun janin sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur. Hal ini dilakukan untuk
50
menghindari
gangguan
sedini
mungkin
dari
segala
sesuatu
yang
membahayakan kesehatan ibu dan janin (Kemenkes RI, 2013). Kegiatan yang ada di pelayanan Antenatal Care (ANC) diperlukan untuk ibu hamil yang mana petugas kesehatan akan memberikan penyuluhan tentang informasi kehamilan seperti informasi gizi selama hamil dan ibu diberi tablet tambah darah secara gratis serta diberikan informasi tablet tambah darah tersebut yang dapat memperkecil terjadinya anemia selama hamil (Depkes RI, 2009). Kepatuhan ibu sangat berperan dalam meningkatkan kadar Hb. Kepatuhan tersebut meliputi ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi dan keteraturan frekuensi mengonsumsi tablet Fe hal ini sesuai dengan pernyataan WHO (2001) Ibu hamil diajurkan untuk mengkonsumsi paling sedikit 90 tablet besi selama masa kehamilan.Zat besi yang berasal dari makanan belum bisa mencukupi kebutuhan selama hamil, karena zat besi tidak hanya dibutuhkan oleh ibu saja tetapi juga untuk janin yang ada di dalam kandungannya. Apabila ibu hamil selama masa kehamilan patuh mengkonsumsi tablet Fe maka resiko terkena anemia semakin kecil. Berdasarkan hasil dan literatur di atas pada ibu hamil yang anemia didapatkan terbanyak pada ibu yang melakukan kunjungan ANC ketiga dan keempat hal ini diduga disebabkan karena seiring dengan bertambahnya usia kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan zat besi juga kurangnya kepatuhan akan konsumsi tablet besi. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dameria (2011) dimana anemia pada ibu hamil lebih banyak pada kunjungan
51
trimester ketiga.Namun perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguatkan pernyataan di atas.
52
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kotaraja Distrik Abepura maka dapat diambil kesimpulan bahwa ibu hamil dengan anemia sebagian besar terdapat pada kelompok umur atau Masa Reproduksi Muda15-19 tahun yaitu sebanyak 38 % atau 8 orang dari totalnya sebanyak 21 orangdengan kelompok pekerjaan Mahasiswa yaitu sebanyak 58,3 % atau 21 orang dari totalnya 36 orang, kelompok Multi paritas yaitu sebanyak 42 % atau 37 orang dari totalnya 88 orang, dan pada kunjungan ANCketiga dan keempatyaitu 95 % atau 38 orang dari totalnya 40 orang.
5.2
Saran
1. Diharapkan bagi para tenaga kesehatan khususnya pada bagian pelayan Kesehatan Ibu dan Anak pada Puskesmas Kotaraja distrik Abepura dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama pada ibu hamil dengan anemia untuk menekan angka penderita di tahun berikutnya. 2. Diharapkan tenaga kesehatan khususnya pada bagian pelayan Kesehatan Ibu dan Anak pada Puskesmas Kotaraja distrik Abepura dapat melakukan promosi kesehatan dengan penggunaan pesan sederhana dan mudah dipahami, terhadap persoalan-persoalan kehamilan pada ibu hamil khususnya pada penderita anemia, sehingga akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dilakukan dan dihindari.
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan, POGI, WHO. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Kementrian Kesehatan;(bab 4):111-4. 2. Kementrian Kesehatan RI. Situasi Gizi Di Indonesia. INFODATIN, Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI 2016;(bab 1): 3 3. POSDATING KEMENKES RI. 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta 4. Angsar MD. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. PT. Bina Pusta ka. Jakarta 5. Cunningham FG, Gant N, et al. 2012. Williams Obstetrics edisi 24. McGraw-Hill, Medical Publishing Division 6. Dorland Newman W.A. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Penerbit PT EGC. Jakarta 7. Sharma. J. B, Shankar Meenakshi. 2010. Anemia in Pregnancy Vol 23 No 4. JIMSA October - December 8. Tanto Chris, Liwang frans, et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Essentials of Medicine Edisi 4. Penerbit Media Aesculapius. Jakarta 9. Mochtar Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi, Edisi 2. EGC. Jakarta 10. Sherwood Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem edisi 6. Penerbit EGC. Jakarta 11. Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2013. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Penerbit EGC. Jakarta 12. Rajasri, A. 2011. Anemia: Diagnosis And Treatment Of Anaemia Throughout Pregnancy, Labour And Post Partum Period – Clinical Guideline : Royal Cornwall Hospital; NHS
54