Jurnal Magister Teknik Sistem UGM. hal 7 dari 7
Jurnal Magister Teknik Sistem
April 2013
PENGEMBANGAN UMKM TALI TAMBANG DI DESA KUBANGWUNGU KECAMATAN KETANGGUNGAN KABUPATEN BREBES MENUJU USAHA YANG DINAMIS DAN LESTARI
M. Wawan Junaidi Usman
Rachmawan Budiarto
Prodi Magister Sistem Teknik, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia
Abstrak
Jurnal ini menjelaskan bagaimana sebuah UMKM dapat memberikan solusi terhadap masyarakat pedesaaan. Sebelum masuknya industri tali tambang, sebagian besar masyarakat Desa Kubangwungu bermata pencaharian sebagai petani dan Pedagang. Pada tahun 1970an mulai masuknya industri tali tambang sehingga mengalami perubahan kehidupan masyarakat.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui Sistem Industri tali tambang di Desa Kubangwungu untuk memenuhi permintaan pasar yang ada dari segi perkembangan teknologi dan prinsip Green Economy serta tingkat penyerapan tenaga kerja masyarakat Desa Kubangwungu Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode wawancara, observasi, kepustakaan dan dokumentasi. Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Desa Kubangwungu, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes. Hasil penelitian menunjukan bahwa masuknya industri ke desa membawa pergeseran sosial ekonomi terutama kegiatan ekonomi masyarakat Desa Kubangwungu dan pendapatan masyarakat. Saran penulis adalah para pengrajin dapat mengembangkan usahanya secara dinamis dan lestari.
Kata kunci: Green Economy, dinamis dan lestari, industri tali tambang.
Abstract
This paper describes how an SME can provide a solution to rural communities. Before the entry of industrial ropes, most of the village Kubangwungu livelihood as farmers and traders. In the 1970s, the industry began influx rope so that changes people's lives. The purpose of this study was to determine rope Industrial Systems Kubangwungu village to meet the existing market demand in terms of technological development and the principles of Green Economy and the level of public employment sub Desa Kubangwungu Ketanggungan Brebes. This study uses a quantitative approach by interview, observation, literature and documentation. The location was chosen in this study is Kubangwungu Village, District Ketanggungan, Brebes. The results showed that the inclusion of the industry to the village to bring social and economic shifts, especially economic activities and income Kubangwungu village. Advice writers are the craftsmen to develop their business in a dynamic and sustainable.
Keywords: Green Economy, dynamic and sustainable, industrial ropes.
Pendahuluan
Sistem ekonomi kerakyatan merupakan sebuah sistem ekonomi bercorak partisipatif yang mampu menjamin akes sebesar besarnya secara adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat, yang mewujud dalam dalam keseluruhan proses produksi, distribusi dan konsumsi nasional. Sistem ekonomi kerakyatan juga mewajibkan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat. Sistem tersebut berjalan dalam koridor mekanisme penyelenggaraan yang selalu berdasar pada daya dukung lestari segenap sumber daya. Sistem ekonomi kerakyatan bermuara pada terwujudnya kemakmuran yang berkeadilan dan lestari bagi seluruh rakyat indonesia (Kartasasmita, 2001). Mubyarto (2002) menggarisbawahi sifat ekonomi kerakyatan yang menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi indonesia. Dalam demokrasi ekonomi indonesia produksi tidak hanya dikerjakan oleh sebagian warga tetapi oleh semua warga masyarakat, dibawah pimpinan dan penilikan anggota-anggota masyarakat dan hasilnya dibagikan kepada semua anggota masyarakat secara adil dan merata. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang.
Angka kemiskinan dan pengangguran di indonesia masih sangat besar. Jumlah penduduk miskin hingga maret 2012 tercatat sekitar 29,13 juta jiwa (BPS, 2012). Sedangkan jumlah pengangguran mutlak, yaitu mereka yang sama sekali tidak memiliki pekerjaan tak kurang dari 12 juta orang. Program sinergis dan komprehenif dibutuhkan untuk mengatasi hal tersebut.
Hingga saat ini UMKM telah mampu membuktikan diri sebagai salah satu solusi efektif untuk mengurangi pengangguran di Indonesia. Sifat UMKM yang nonformal memberikan peluang usaha pada kalangan industri skala rumah tangga yang banyak ditemui di setiap daerah. Peran UMKM dalam penyerapan tenaga kerja sangat efektif sebagai penguat stabilitas nasional.
Kedudukan strategis tidak hanya pada jumlah UMKM yang besar tetapi UMKM tidak pernah menimbulkan masalah dan memberatkan beban masyarakat dalam perekonomian nasional. UMKM telah membuktikan dirinya sebagai bentuk usaha yang dinamis, responsif, fleksibel, serta adaptif dalam merespon dinamika tantangan masalah eksternal. UMKM telah menunjukkan ketangguhannya, seperti ketika menghadapi tekanan saat krisis moneter tahun 1998.
Peran strategis UMKM juga telah dibuktikan oleh pengalaman diberbagai negara seperti China, Jepang, Korea, Thailand dan Taiwan. Di negara-negara tersebut UMKM merupakan pelaku ekonomi yang dinamis, tumbuh menjadi bagian dan mendukung proses industrialisasi melalui keharmonisan hubungan sinergi antara UMKM dengan usaha besar. Sehingga meningkatkan produktifitas dan kemampuan daya saing di pasar global.
Kajian Pacific Ecnomic Cooperation Council, menunjukkan bahwa anggota ekonomi APEC yang maju umumnya memiliki rasio wirausaha terhadap jumlah penduduk yang lebih besar dibandingkan dengan anggota APEC yang sedang berkembang . untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dibutuhkan satu unit sekelas UMKM untuk setiap 20 orang penduduk. Artinya dipertambahan 70 juta UMKM dikawasan anggota APEC sampai dengan tahun 2020 (Harvie,2003). Untuk Indonesia, Soetrisno (2003) menyebutkan bahwa diperlukan tambahan 20 juta unit UMKM diluar sektor pertanian sampai tahun 2020. Hal ini penting untuk meningkatkan daya dukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Kondisi ini merupakan tantangan dan juga peluang bagi masyarakat agar mengembangkan dirinya untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi.
Sebelum tahun 1970 Bertani adalah dasar perekonomian sebagian besar masyarakat Desa Kubangwungu. Di sawah inilah mereka menghasilkan makanan pokok berupa padi dan palawija : kedelai, jagung, kacang tanah, singkong. Komoditi lain yang menonjol ditanam adalah bawang merah dan tebu. Hanya sedikit di antara masyarakat yang memiliki garapan sendiri, itupun sangat terbatas jumlahnya, rata-rata 1.759 m2 per kepala keluarga. Menurut perhitungan pemerintah Desa Kubangwungu jumlah petani sekitar 80 persen dari jumlah penduduknya. Termasuk di antaranya adalah buruh tani yang berpenghasilan tergantung dari para pemilik tanah serta bergantung pada musim penghujan.
Menurut Baswir (1997) perubahan struktur ekonomi Indonesia juga memunculkan kesenjangan antara sektor pertanian (desa) dan sektor industri (kota). Pergeseran struktur ekonomi dari agricultural ke industrial tidak diikuti oleh pergeseran tenaga kerja antar sektor. Dalam periode 1970-1991, presentase tenaga kerja yang bekerja di sektor industri hanya meningkat 6%. Sedangkan presentase tenaga kerja di sektor pertanian menurun sebesar 12,5%. Itu artinya ada gap jumlah tenaga kerja yang bergeser, itu jika diasumsikan pergeseran tenaga kerja sektor pertanian mengarah ke sektor industri. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa produktifitas sektor industri (padat modal) lebih tinggi daripada sektor pertanian (padat karya).
Dalam model Lewis yang sangat populer sebagai model pembangunan nasional di negara-negara dunia ketiga pada periode 1960an dan 1970an, tujuan akhir proses pembangunan adalah transformasi perekonomian nasional dari perekonomian yang berlandaskan pertanian dengan surplus tenaga kerja menjadi perekonomian yang berlandaskan industri berteknologi maju. Singkatnya, dengan mengikuti strategi pembangunan sebagaimana direkomendasikan oleh model pembangunan Lewis, perekonomian negara-negara dunia ketiga akan mengalami suatu trasnformasi struktural, dari suatu struktur perekonomian yang didominasi pertanian dengan laju pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah ke suatu struktur perekonomian yang didominasi industri perkotaan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Todaro, 1994). Jadi, untuk negara seperti Indonesia yang sedang mengalami berbagai permasalahan ekonomi, termasuk pengangguran, model pembangunan Lewis sangat memikat untuk diimpelementasikan.
Tabel 1 : Data perkembangan UMKM dan Usaha Besar dari tahun 2006 sampai 2012
Sumber : Menegkop dan UMKM 2013
Menurut perspektif model Lewis, sektorpertanian dan perdesaan adalah faktor yang vital dalam proses transformasi perekonomian suatu bangsa. Sektor pertanian/perdesaan akan memainkan peran sebagai tulang punggung proses transformasi perekonomian melalui penyediaan berbagai macam surplus yang dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri di kawasan perkotaan. Sehingga, setiap negara yang mengikuti model pembangunan Lewis akan mengarahkan upaya-upaya pembangunan (development efforts) sedemikian rupa untuk memperlancar maksimisasi transfer surplus dari sektor pertanian /perdesaan ke sektor industri.
Reformasi Agraria setelah 1950-an mengalami perubahan peranan, jika sebelumnya dianggap suatu program untuk mengatasi ketimpangan di daerah pedesaan dan khususnya di bidang pertanian, sesudah 1950 Reforma Agraria semakin diartikan sebagai satu bagian dalam strategi pembangunan (Jepang, Taiwan, Korea). Reforma Agraria dilihat sebagai batu loncatan ke fase industrialisasi; rasionalisasi sektor pertanian mendahului penyaluran tenaga kerja dari pedesaan ke sektor industri (non pertanian), baik secara terpusat di kota, ataupun secara terpencar di daerah pedesaan (Tjondronegoro, 1998 : 126-127).
Arthur Lewis (1986) menyatakan bahwa jika pertanian beroperasi dalam skala kecil, tanah pertanian makin lama makin kecil, dan kelebihan buruh tetap tinggal di pertanian. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja dibidang pertanian. Adapun untuk wilayah Jawa Tengah, dari hasil sensus pertanian (BPS,1993) bahwa kecenderungan penurunan jumlah rumah tangga pertanian itu disebabkan karena ketersediaan lahan pertanian semakin berkurang. Jumlah rata-rata penguasaan lahan per rumah tangga di Jawa Tengah juga menunjukkan penurunan, yaitu dari rata-rata 0,58 hektar per rumah tangga (1983) menjadi 0,47 hektar per rumah tangga (1993), atau menurun 18,97%. Ini berarti selama 10 tahun (1983-1993) telah terjadi penurunan sekitar 2% (Karsidi, 2003: 2).
Sejarah telah mencatat bahwa industrialisasi di Indonesia pada akhirnya juga menggeser aktifitas ekonomi masyarakat, yang semula bertumpu kepada sektor pertanian untuk kemudian bersandar kepada sektor industri. Kebijakan pemerintah yang terus mendorong untuk mengembangkan sektor industri (termasuk industri kecil) ini telah menyebabkan kesempatan kerja di sektor industri kecil semakin lama juga semakin terbuka. Industrialisasi yang dijalankan harus bertumpu dan berkaitan dengan sektor pertanian, sehingga jika sektor industri sudah tumbuh pesat tidak lantas mematikan sektor pertanian yang menjadi tumpuan hidup masyarakatnya (Yustika, 2000 : 61). Perubahan sistem ekonomi yaitu dari ekonomi pertanian ke ekonomi industri tentunya akan berpengaruh pula terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
METODE
Penelitian ini menggunakan strategi penelitian studi kasus (case study). Studi kasus yang dilaksanakan pada Industri Tali Tambang yang berlokasi di Desa Kubangwungu Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes.
Kegiatan ekonomi pertanian masyarakat Desa Kubangwungu yang diteliti adalah Perkembangan kegiatan Industri tali tambang Desa Kubangwungu menuju industri kecil yang dinamis dan lestari, Pengumpulan data menggunakan metode observasi langsung dan wawancara pada pemilik usaha. Setelah itu data yang didapatkan kemudian dianalisa dengan menggunakan pendekatan DSE (Dynamic Systemic Enterprise). Dimana dari hasil pendekatan itu dapat diketahui bagaimana pengembangan yang ada pada sentra industri tersebut. Serta menganalisa adanya permasalahan yang terjadi dalam sentra industri tersebut dan rencana kedepan dalam pengembangan usaha yang lebih baik.
Pada awalnya usaha industri yang ada di Desa Kubangwungu memproduksi satu jenis barang saja yaitu tali tambang. Untuk memproduksi jenis barang ini digunakan bahan baku adalah bahan bekas dari pabrik pakaian dan industri makanan ringan/Snack.selain itu juga bahan baku yang digunakan dapat berupa tali plastik, Benang sol, rafia, grenjeng/aluminium foil. Proses produksi yang dijalankan pada usaha industri tali tambang adalah bersifat terus menerus (Countinous). Proses pembuatan tali tambang melalui beberapa tahap, adapun tahapan pembuatan tali tambang yang dijalankannya adalah sebagai berikut:
Pertama, bahan baku dibuat serabut-serabut. Kedua, bahan baku dipintal, dilakukan oleh tiga orang menggunakan alat putar kincir kemudian digulungan sampai menjadi gulungan. ketiga, tiga gulungan disatukan dengan mesin tambang menjadi satu ikatan dengan cara diputar menggunakan kincir, terakhir, tali tambang yang sudah jadi digulung kemudian diikat dan siap dipasarkan. Adapun yang menjadi sasaran pemasaran tali tambang adalah para pengusaha yang memiliki kapal-kapal besar penangkap. Hal ini karena jenis tambang yang dihasilkan oleh Desa Kubangwungu tali rumpon yang digunakan oleh nelayan untuk meangkap ikan. Daerah pemasaran khususnya wilayah pelabuhan atau Tempat pelelangan Ikan (TPI) didaerah Brebes maupun luar daerah seperti Tegal, Pekalongan, Semarang, Jakarta, Pati, Rembang, Batang, Cilacap, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Madura, Bali, hingga ke Papua. Hasil penelitian menunjukkan kegiatan industri masyarakat adalah membuat tali tambang. Usaha industri yang ada di Desa Kubangwungu sebelumnya hanya memproduksi satu jenis barang saja, yaitu tali tambang.perkembangan industri tali tambang semakin meningkat, jumlah kapasitas produksinya pun sudah sangat besar. Jumlah produksi dan jumlah penjualan tali tambang dari tahun 2009 sampai 2010. Jumlah produksi dan jumlah penjualan tali tambang menunjukkan angka yang semakin meningkat. Pada bulan Agustus tahun 2009 menunjukkan jumlah produksi dan jumlah penjualan tertinggi, dengan jumlah produksi 1.687 ton dan jumlah penjualan 1.677 ton. Pada Juli 2010 menunjukkan jumlah produksi dan jumlah penjualan yang terendah dengan masing-masing untuk jumlah produksi 781 ton dan jumlah penjualan 771 ton. Secara keseluruhan jumlah produksi tali tambang dari 2009 sampai 2010 mengalami peningkatan. Hal ini tentu sangat meningkatkan pembangunan prekonomian masyarakat Desa Kubangwungu. Jumlah tenaga kerja di Desa Kubangwungu untuk keperluan proses produksi Industri tali tambang sangat tersedia. Sehingga terjadi kelebihan tenaga kerja, kelebihan tenaga kerja ini memudahkan pemilik industri tali tambang tidak kesulitan dalam mendapatkan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja industri tali tambang dari tahun 2006 sampai 2010 mengalami kenaikan. Pada tahun 2006 jumlah tenaga kerja sejunmlah 1.500 orang, tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 2.972 oarang. Peningkatan jumlah tenaga kerja dari tahun 2006 sampai 2010 sebesar 49,53 %. (Darojah, 2012)
Tabel 2. Indikator Usaha yang Dinamis dan Lestari
Kelestarian dinamis produk
UMKM mengalami peningkatan volume produksi
UMKM mampu melakukan diversifikasi produk
Kelestarian dinamis proses produksi
UMKM mampu mengurangi produksi produk gagal
UMKM menerapkan pencatatan keuangan dan aliran barang
UMKM mampu melakukan kontrol kualitas
Kelestarian dinamis sumber daya
UMKM melakukan aktifitas peningkatan kompetensi tenaga kerja (Pelatihan)
UMKM melakukan peningkatan Efisiensi konsumsi bahan bakar
UMKM melakukan pengolahan limbah/sampah
Kelestarian dinamis peran strategis
UMKM mengalami peningkatan aset, dan atau omset dan atau tenaga kerja
Sumber: Mengabdi bersama UMKM, LPPM UGM 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indikator Prinsip Dynamic Sustanable Enterprise
Berikut merupakan hasil analisa terhadap Industri Tali Tambang kubangwungu terhadap indikator dynamic sustanable enterprise adalah sebagai berikut:
Kelestarian dinamis produk
UMKM mengalami peningkatan volume produksi
Peningkatan volume produk pada Industri Tali Tambang kubangwungu bergantung pada permintaan Pasar, peningkatan volume produksi ditingkatkan pada saat musim melaut antara bulan Maret sampai Oktober, dikarenakan banyakanya para nelayan melaut untuk menangkap ikan. Untuk volume produksi harian yang dilakukan tanpa bergantung pada permintaan adalah sebagai upaya dalam menyediakan stok pengamanan, adapun kuantitas produksi dalam perharinya adalah sebagai berikut:
Tali Tambang Sol dengan diameter 20-40mm sebanyak 1 Ton/hari
Tali Tambang Rafia dengan diameter 10-40mm sebanyak 2 Ton/hari
Tali Tambang Marlon dengan diameter 10-40mm sebanyak 2 Ton/hari
Gambar 1. Perbandingan Permintaan dan Produksi Tali Tambang (dalam Ton).
UMKM mampu melakukan diversifikasi produk
Upaya diversifikasi produk dilakukan agar Kegiatan proses produksi tetap berjalan pada saat musim Ombak tinggi karena permintaan akan Tali Tambang menurun sampai 80% jenis Produk yang dipasarkan adalah sebagai berikut:
Tali Jemuran Rumah tangga
Pembuatan terpal atap kandang ayam
Pembuatan tali Rafia
Kelestarian dinamis proses produksi
UMKM mampu mengurangi produk gagal
Upaya yang dilakukan dalam mengurangi produk yang gagal yaitu menerapkan teknik produksi make to stock. Yaitu dengan membatasi produksi dan mempersiapkan stok harian untuk stok pengamanan untuk penjualan.
UMKM menerapkan pencatatan keuangan dan aliran barang
Penerapan sistem pencatatan keuangan yang dilakukan yaitu pencatatan pada buku besar serta sistem pengelolaan keuangan baik berupa modal dan yang lainnya dikelola dengan bantuan pembiayaan dari Bank BRI dana modal pribadi pemilik usaha. Untuk aliran bahan baku untuk proses produksi didapatkan langsung dari industri ban yang ada di Jakarta serta Limbah Tali Kapal dari Pelabuhan.
UMKM mampu melakukan kontrol kualitas
Kontrol kualitas yang dilakukan yaitu senantiasa memperhatikan kualitas dari produk Tali tambang dengan menggolongkan jenisnya dengan diameter yang berbeda, untuk Karyawan yang sudah terampil ditempatkan pada proses finishing sedang karyawan yang baru ditempatkan untuk mengerjakan proses awal.
Kelestarian dinamis sumberdaya
UMKM melakukan aktifitas peningkatan kompetensi tenaga kerja (pelatihan)
Dalam upaya peningkatan produktifitas kerja dan peningkatan penjualan, sebagai pemilik usaha melakukan peningkatan kompetensi dengan mempelajari berbagai teknologi yang bisa diterapkan dalam pembuatan tali Tambang. Hal ini dapat menjadi modal yang penting untuk kedepannya dalam meningkatkan usaha dan penjualan.
UMKM mampu melakukan peningkatan efisiensi konsumsi bahan bakar
Upaya yang dilakukan dalam efisiensi konsumsi bahan bakar dalam produksi Tali tambang yaitu dengan membatasi lamanya waktu proses produksi, agar dapat menghemat penggunaan bahan bakar seperti Solar untuk mengincir. Serta penggunaan energi listrik pada proses Pemintalan bahan dengan menambah karyawan sehingga dapat menghemat listrik dan meningkatkan efisiensi biaya.
UMKM melakukan pengelolaan limbah/sampah
Upaya dalam pengelolaan limbah produksi yaitu dengan cara membeli bahan baku dari limbah industri ban dan limbah dari tali Kapal, sehingga limbah industri dan limbah tali kapal dapat menghasilkan produk yang bisa mengurangi limbah.
Kelestarian dinamis peran strategis
UMKM mengalami peningkatan aset, dan atau omset, dan atau tenaga kerja
Dalam upaya peningkatan omset, pemilik usaha berusaha untuk membuka sistem penawaran lewat internet, dimana upaya yang dilakukan ini diharapkan dapat meningkatkan omset penjualan dengan dibukanya sistem pemasaran baru. Hal ini akan berdampak pula dalam hal peningkatan aset penjualan serta peningkatan tenaga kerja. Untuk saat ini omset yang dihasilkan masih terbilang fluktuatif, dikarenkan pasaran untuk produk Tali tambang sangat ketat dengan berbagai kompetitor-kompetitor industri besar yang ikut bersaing. Menurut pemilik usaha, penjualan yang biasanya tinggi mencapai 100 Ton perbulan pada musim melaut, sedangkan pada musim ombak tinggi hanya sekitar 10-20 Ton perbulannya. Hal inilah yang menjadi alasan, agar meningkatkan omset penjualan yaitu dengan cara memasarkan produk Tali tambang di berbagai kawasan lainnya yang tidak mengalami ombak besar dengan membuka pemasaran lewat internet.
KESIMPULAN
Strategi pengembangan UMKM sektor industri dalam bidang Manufaktur seperti Tali tambang ini dapat mewujudkan upaya sebuah UMKM agar dapat menjadi kegiatan ekonomi masyarakat yang memiliki nilai tambah dan berdaya saing yang tinggi. Dengan berkembangnya UMKM sentra Tali tambang ini, terutama diwilayah Kubangwungu dan sekitarnya yang semakin meluas dan berkembang pesat membuktikan bahwa UMKM makin kokoh dalam menyokong kekuatan ekonomi Indonesia, khususnya untuk daerah Brebes, dimana selain peningkatan penjualan omset produk Tali tambang dan secara tidak langsung dapat meningkatkan devisa daerah. Dengan pengukuran indikator Dynamic Sustainable Enterprise pada home industry Tali tambang, membuktikan bahwa UMKM ini dalam tahap pengembangan untuk meningkatkan omset penjualan. Khususnya dalam hal peningkatan promosi penjualan produk yang membutuhkan suatu strategi yang dapat meningkatkan penjualan dengan langkah penambahan sistem penjualan baru.
Rencana yang akan dibuat adalah pengolahan sampah plastik menjadi bijih plastik sebagai bahan baku dalam pembuatan tali rafia yang kemudian akan dibuat tambang dari tali rafia tersebut, dan adanya penambahan jenis usaha baru yaitu pembuatan Terpal atap kandang ayam yang semakin meningkat permintaannya sehingga disamping akan meningkatkan Omset maupun tenaga kerja sekaligus akan mengurangi jumlah limbah plastik yang semakin hari semakin besar jumlahnya.
Ke depan, agar UMKM itu bisa terus tumbuh berkembang, langkah strategis yang perlu dilakukan adalah mendorong munculnya modal sosial di antara pelaku usaha di kelompok kluster, upgrading teknologi dan kualitas produk, dan networking di pasar internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Bakce, D., 2008, Meningkatkan Peranan Usaha Kecil dan Menengah Melalui Rekontruksi Strategi Industri, Jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan. Jurnal Poeliktik Volume 4/No.1/2008 hal. 233-266, Universitas Nasional.
Chenery, H.B., 1992, Industrialisasi dan Pertumbuhan Ekonomi: Pandangan Alternatf Atas Asia Timur. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama
Darojah, U., 2012, Perubahan Struktur sosial ekonomi dari ekonomi pertanian ke ekonomi industri pada masyarakat desa kubangwungu kecamatan ketanggungan kabupaten brebes tahun 1969-2010, Journal Of Educational Social Studies, Universitas Negeri Semarang.
Hafsah, M. J., 2004, Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM), Infokop, Nomor 25 Tahun XX, hal,40-44.
Kementrian Koperasi dan UKM, 2013. Data Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM Dan Usaha Besar Tahun 2006-2010. Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta.
LPPM UGM, 2012, Mengabdi Bersama UMKM, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Marijan, K., 2005, Mengembangkan Industri Kecil Menengah Melalui Pendekatan Kluster, Insan Vol.7 N0.3, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga.
Rahmana, A., Iriani, Y., dan Oktarina, R., 2012, Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Sektor Industri Pengolahan, Jurnal Teknik Industri, Vol. 13 No. 1, hal, 14-21, Universitas Widyatama.
Situmorang, J., 2008, Strategi UMKM dalam menghadapi iklim usaha yang tidak kondusif, Infokop, Volume 10, hal, 88-101.
Sulistyastuti, D. R., 2004, Dinamika Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Analisis Konsentrasi Regional UKM di Indonesia 1999-2001, Jurnal Ekonomi Pembangunan hal: 143-164 Center for Enterpreneurship and Policy Analysis (CEPA), Yogyakarta.
Syarief, T., 2009, Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM, Jurnal Vol.4, Agustus 2009, hal, 18-36.
Tambunan, T., 2002, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia: Beberapa Isu Penting, SALEMBA, Jakarta.
Tambunan, T., 2005, Promoting Small and Medium Enterprises with a Clustering Approach: A Policy Experience from Indonesia, Journal of Small Business Management, Vol. 43 No. 2, pp, 138-154.
Winarni, E. S., 2006, Strategi Pengembangan Usaha Kecil Melalui Peningkatan Aksebilitas Kredit Perbankan, Infokop Nomor 29, Tahun XXII.
Yoseva, dan Syarif, T., 2010, Kajian Kemanfaatan Bantuan Perkuatan Untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Jurnal Pengkajian Koperasi dan UMKM, Vol. 5 Agustus 2010, hal, 30-48.
Yustika, Ahmad Erani. 2000. Industrialisasi Pinggiran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar