GEOLOGI DAN GENESIS LAVA ANESIT AFANITIK ALIRAN BESER, DAERAH BUNINAGARA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SINDANGKERTA, KABUPATEN BANDUNG BARAT Moch. Rudy Ardiyansah
1 a)
, Winarti 2, Ign. Adi Prabowo
2
Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta1 Staf Pengajar Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta2
[email protected] Sari Secara administrasi daerah penelitian t erletak di Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat pada koordinat 7º 00’ 00’’ LS - 7º 04’ 52’’ LS dan 107º 25’ 40’’ BT - 107º 28’ 56’’ BT. Secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Bandung dan Zona Gunung Api Kuarter. Aspek geomorfologi terbagi menjadi 9 (sembilan) satuan geomorfologi yaitu 8 satuan bentukan asal vulkanik dan 1 akibat proses fluvial. Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari 6 (enam) satuan gunung api dan 2 (dua) satuan endapan,. Struktur geologi yang mempengaruhi daerah penelitian adalah sesar – sesar mendatar mengkanan, antara lain : sesar mendatar mengkanan Sukamulya, Sukawening dan Cicangkorah. Berdasarkan hasil analisa geokimia dengan metode XRF ( X-Ray ( X-Ray Fluorescence). Fluorescence). Analisis geokimia pada satuan lava andesit afanitik aliran Beser menunjukan kandungan SiO 2 sebesar 58,59%. Afinitas magma berdasarkan chart Peccerillo Peccerillo dan Taylor (1976) merupakan seri magma yang bertipe Calc-Alkaline Series. Magma asal dihasilkan pada zona subduksi pada kedalaman ±106 Km (Hutchinson, 1975) yang berasal dari continent (Pearce, (Pearce, 1977) dengan suhu pembentukan kristal pertama adalah ±1170°C (Tilley, 1964) dan telah mengalami differensiasi magma tingkat menengah (Thornton dan Tuttle, 1960) menghasilkan batuan andesite (Le Bas et al., 1986). Seri magma Calc – Alkaline Alkaline Series hanya dapat terbentuk pada tataan tektonik konvergen tepatnya pada zo na subduksi (Wilson, 2007). Ha l ini membuktikan vulkanisme di daerah penelitan dipengaruhi oleh tektonik konvergen Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo – Indo – Australia. Australia. Kata Kunci : Stratigrafi gunung api, XRF, afinitas magma, genesis.
Ab A bstrac stractt The research area administratively located in Sindangkerta District, West Java Regency has coordinate 7º 00’ 00’’ S S - 7º 04’ 52’’ S S and 107º 25’ 40’’ W W - 107º 28’ 56’’ W . Fisiographycally The researh area belongs in Bandung Zone and Volcanic Quartenary Zone. The Geomorphological aspects divided by 9 (nine) geomorphological units such as 8 volcanic landform units and 1 fluvial unit. Stratigraphycally the research area is composed of 6 volcanic units and 2 sediment units. The Geologycal structure affecting in this area is right slip fault such as Sukamulya, Sukamulya, Sukawening Sukawening and Cicangkorah right slip fault. Based on geochemical analysis result using XRF (X-Ray Fluorescence) method. The analysis from Beser lava flow andesite afanitic afanitic unit showed showed presence of SiO SiO 2 around 58,59%. The magma affinity based on Peccerillo dan Taylor chart (1979) showing that the type of magma series is Calc-Alkaline Series. The magma origin produced from subduction zone with ±106 Km depth (Hutchinson, 1975) which comes from continental plates (Pearce, 1977), the initial temperature that crystals form is approximately ± 1170°C (Tilley, 1964) and it has the middle stage magma differentiation (Thornton dan Tuttle, 1960) produced andesite (Le Bas et al., 1986). Calc-Alkaline magma series is only able to be formed by convergen tectonic setting particularly in subduction zone (Wilson, 2007). This evidence proves that the volcanism in the research area was affected by the convergen tectonic between the Eurasian Plate and the Indo – Indo – Australian Australian Plate.
K eywo eyworr ds : Volcanic Stratigraphy, XRF, magma affinity, Genesis
Pendahuluan
Daerah penelitian berada di daerah Buninagara dan sekitarnya, kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Secara astronomis terletak pada koordinat 7º 00’ 00’’ LS - 7º 04’ 52’’ LS dan 107º 25’ 40’’ BT - 107º 28’ 56’’ BT. Luas daerah penelitian ± 54 km2 (9 km x 6 km) membujur Utara – Selatan (Gambar 1). Pada daerah penelitian didominasi oleh komplek gunung api yang berumur Tersier yang mempunyai morfologi sisa yang berbeda – beda tetapi secara regional mempunyai umur yang ralitif sama yaitu berumur Miosen Akhir. Berdasarkan data pemetaan rinci dan data sekunder, diperoleh hasil yang menunjukan bahwa pada komplek gunung api yang berumur Tersier khuluk Cililin merupakan gunung api tertua, kemudian selanjutnya yang lebih muda adalah khuluk Sindangkerta dan yang paling muda adalah khuluk Beser. Morfologi sisa yang berbeda – beda ini tentunya juka terkait kondisi magma asal yang dihasilkan oleh tiap – tiap gunung api bersifat asam ataukah basa, kondisi magma ini pula yang akan membuat suatu gunung api bersifat eksplosiv ataupun efusiv. Dengan kondisi yang unik seperti ini peneliti tertarik untuk mempelajari genesis produk Gunung api Beser terutama pada lava andesit d i daerah penelitian. Maksud pengambilan masalah khusus ini adalah untuk mengetahui genesis magma asal pada lava andesit afanitik aliran Beser dengan analisis data geokimia berdasarkan kandungan kimia unsur oksida utama dari batuan dengan menggunakan metode XRF (X-Ray Flourescance). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui genesis lava andesit afanitik aliran Beser yang berupa jenis batuan, afinitas magma, suhu terbentuknya, proses tahapan diferensiasi magma, asosiasi terhadap tektonik dan perhitungan kedalaman magma asal.
Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian
Metode Petrogenesa lava andesit afanitik aliran Beser didapatkan melalui analisis geokimia batuan menggunakan metode XRF ( X-Ray Flourescance). Analisis dilakukan pada sampel batuan beku lava andesit afanitik aliran Beser. Sampel diambil pada lereng Gunung Beser yang ditunjukkan dengan kode sampel LP 50. Geokimia batuan yang diperoleh menggunakan metode XRF menghasilkan presentasi nilai – nilai oksida pada batuan. Nilai - nilai o ksida ini kemudian digunakan untuk menentukan jenis batuan berdasarkan klasifikasi TAS Le Bas et al., (1986). Afinitas magma menggunakan Peccerillo dan Taylor (1976). Suhu magma asal menggunakan Tilley (1964). Tahapan diferensiasi magma menggunakan Thornton dan Tuttle (1960). Lingkungan tektonik menggunakan diagram Peace (1977). Perhitungan kedalaman magma asal melalui rumus oleh Hutchinson (1975). Tatanan Geologi Van Bemmelen (1949) menyebutkan bahwa daerah penelitian termasuk dalam Zona Bandung dan Zona Gunung Api Kuarter. Berdasarkan kesebandingan litologi terhadap ciri formasi dalam stratigrafi regional lembar Sindangbarang - Bandarwaru (Koesmono, dkk. 1992) satuan resmi yang ada di daerah penelitian dari tua sampai muda yaitu Formasi Beser (Tmb), Piroksen Andesit ( Pa), Lava dan Lahar Gunung Kendeng ( Ql (k,w)) dan Endapan Undak dan Danau (Qt ). Pulunggono dan Martodjodjo (1994) menyebutkan bahwa secara umum pola struktur geologi di daerah penelitian adalah berarah utara – selatan yang merupakan Pola Sunda. Stuktur geologi di daerah penelitian sendiri dijumpai berarah tenggara – barat laut. Hasil kajian stratigrafi gunung api daerah penelitian dijumpai adanya 4 khluluk dan 2 gumuk. Khuluk tertua adalah Khuluk Sindangkerta kemudian yang lebih muda adalah Gumuk Nagarapadang, Khuluk Cililin, Khuluk Beser, Gumuk Tambakruyung dan yang paling muda adalah Khuluk Patuha. Dasar Teori Secara sederhana magma didefinisikan sebagai bahan cair di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi atau bagian bawah kerak bumi bersuhu tinggi (900-1300)° C serta mempunyai kekentalan tinggi, bersifat mudah bergerak dan cenderung menuju ke permukaan bumi (Alzwar, dkk 1988). Viskositas lava tergantung pada komposisi (terutama SiO2 dan kandungan gas yang terlarut di dalamnya) dan tergantung pada temperatur. Magma berkomposisi basal (kurang dari 50 % SiO 2)
2
adalah cepat mengalir / mudah mengalir, sedangkan magma yang mempunyai komposisi riolit (mengandung 70 % atau lebih SiO 2) adalah sangat pekat (viskositas tinggi) sehingga mengalir sangat lambat dan pergerakannya sukar dideteksi. Sifat magma yang mempunyai suhu tinggi sehingga mencapai 1400 oC (Macdonald, 1972) berhubungan dengan komposisi magma. Kebanyakan kemunculan magma dihasilkan di batas lempeng, kecuali pada sesar transform yang juga dapat mengihasilkan magma, tetapi dalam jumlah sedikit. Lingkungan di mana magma dihasilkan dapat dikelompokkan ke dalam lingkungan tepi lempeng (plate margin) dan bagian tengah lempeng (intraplate) yang di dalamnya dapat dibagi lagi menjadi tujuh tataan tektonik lempeng. Flint (1977) menjelaskan bahwa komposisi magma hasil analisis kimia menunjukkan kisaran 45 % berat sampai 75 % berat SiO2. Hanya sedikit lava yang komposisi SiO2 mencapai terendah 30 % berat dan setinggi 80 % berat, tetapi variasi ini terbentuk bila magma terasimilasi oleh fragmen batuan sedimen dan batuan malihan atau ketika diferensiasi magma, sehingga menyebabkan komposisi magma berubah. Berdasarkan analisa kimia tersebut terdapat tiga jenis magma (Gambar 2). Komposisi kombinasi menunjukkan adanya afinitas magma K rendah (low K series) atau sering disebut tholeiite, K menengah rendah (calc – alkaline series), K menengah tinggi (high K calc alkaline series) dan K tinggi ( shoshonite series).
Gambar 2 Memperlihatkan kisaran ko mposisi (persen berat) jenis batuan beku dan dibedakan menjadi tiga kelompok utama jenis magma yang ada di bumi (Flint, 1977). Wilson (1989) menjelaskan bahwa lingkungan tataan tektonik pembentukan magma meliputi tepi lempeng konstruktif, tepi lempeng destruktif, tataan bagian tengah lempeng samudera dan tataan bagian tengah benua. Wilson (2007), magma seri tholeiitic dapat terbentuk pada berbagai tatanan tektonik, sedangkan magma seri calc-alkaline hanya terbentuk pada tatanan tektonik subduksi. Distribusi magma tampak berhubungan dengan tegasan tektonik di dalam kerak maupun di
dalam mantel bagian atas (Gambar 3). Lingkungan tegasan ekstensif seperti punggungan samudera, cekungan tepi – lautan dan regangan benua dicirikan oleh seri magma tholeit dan seri magma alkali. Jalur subduksi / penekukan diasosiasikan dengan dominasi tegasan kompresif yang menghasilkan seri magma kapur alkali. Daerah dengan tegasan minor (kompresif atau ekstensif) seperti cekungan samudera dan daerah kraton / inti benua dicirikan oleh seri magma tholeit atau seri magma alkali.
Gambar 3. Penampang yang memperlihatkan hubungan pembentukan magma dengan tektonik lempeng (Ringwood, 1969). Thornton dan Tuttle (1960) telah melakukan perhitungan untuk menentukan atau melakukan pendugaan tahap diferensiasi dari suatu magma pada batuan hasil pembekuannya. yang dianalisis secara kimia. Dimana tahap diferensiasi magma dibedakan menjadi tiga, yaitu “ Early Stage, Middle Stage, dan Last Stage” (Gambar 5). Perhitungan ini dilakukan berdasarkan kandungan indeks mineral hitam (Mafic Indeks : MI) dan kandungan indeks mineral terang (Felsic Indeks : FI). Rumus yang digunakan adalah: Mafic Index : MI=100 (FeO + Fe 2O3) / FeO + Fe2O3 + MgO Felsic Index : FI=100 (Na2O + K 2O) / Na 2O + K 2O + CaO Pendugaan temperatur pembekuan magma menurut Tilley, 1964 berpendapat bahwa ada hubungan antara indeks mineral hitam (MI) dengan temperatur pada saat kristal pertama mulai terbentuk pada kondisi setimbang. Hubungan tersebut dibuat dalam sebuah grafik yang kemudian disebut grafik Tilley. Dengan mengetahui besarnya nilai indeks mineral hitam (MI). Perhitungan kedalaman zona penunjaman asal magma dapat dihitung berdasarkan data kandungan SiO2 dan K2O (Hutchinson, 1975 dalam Kurniawahidayati, B., dkk., 2015), dengan rumus (h = [320-(3.65 x %SiO2)] + (25.52 x %K 2O). Sedangkan asal magma dapat diketahui dari lempeng benua atau samudra dengan menggunakan diagram Pearce (1997) yang didasarkan pada kandungan TiO 2, K 2O dan P2O5. Untuk klasifikasi batuan dapat
3
menggunakan metode diagram total alkali silika (TAS) menurut Le Bas et al (1986) untuk klasifikasi batuan vulkanik. Diagram ini berdasarkan kandungan total alkali (TA, jumlah dari Na2O + K 2O) dan kandungan SiO 2, sebagai persen berat dari hasil analisis total batuan. Hasil Analisa Penelitian ini dilakukan pada litologi andesit afanitik pada satuan lava andesit afanitik aliran Beser. Luas dari Khuluk beser mencakup 54,69 % daerah penelitian. Sampel diambil pada LP 50 dan data pembanding didapat dari peneliti disekitar daerah penelitian oleh Dewaji I. B. (2017). Dari analisi geokimia dengan metode XRF ( X-Ray Flouroscane) didapat persen kandungan oksida utama yaitu SiO2 (58,59 %), Fe2O3* (7,72 %), Al2O3 (17,17 %), CaO (6,89 %), MgO (3,86 %), P2O5 (0,16 %), MnO (0,144 %), K2O (1,06 %), TiO2 (0,72 %), Na2O (3,35 %). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data geokimia LP 50 pada lava andesit afanitik aliran Beser No
Unsur Oksida Utama
( % Berat )
1
SiO2
58,59
2
Fe2O3*
7,72
3
Al2O3
17,17
4
CaO
6,89
5
MgO
3,86
6
P2O5
0,16
7
MnO
0,144
8
K 2O
1,06
9
TiO2
0,72
10
Na2O
3,35
11
S
0,039
12
BaO
0,037
13
V2O5
0,018
14
Cr 2O3
0,030
15
ZrO2
<0.002
16
LOI
0,1
Berdasarkan data geokimia tersebut dapat digunakan untuk mengetahui genesis lava andesit yang berupa jenis batuan, afinitas magma, suhu terbentuknya, proses tahapan diferensiasi magma, asosiasi terhadap tektonik dan perhitungan kedalaman magma asal. Penentuan jenis batuan dapat digunakan diagram Le Bass (1986) dengan mengacu pada kandungan SiO 2 dan Na2O + K 2O. Berdasarkan
hasil pengeplotan data tersebut dapat diketahui bahwa jenis batuan LP 50 adalah andesite (Gambar 4).
Gambar 4. Hasil plotting menggunakan klasifikasi Le Bas et al. (1986), berdasarkan data primer analisis geokimia. Penentuan afinitas magma dapat mengguanakan klasifikasi Pecerillo dan Taylor, (1976) mengacu pada kandungan persen berat SiO2 dan K 2O. Berdasarkan hasil pengeplotan tersebut maka diketahui kedua lava tersebut termasuk ke dalam magma seri calc-alkaline series (Gambar 5). Pendugaan temperatur pembekuan magma dapat mengguanakan klasifikasi menurut Tilley, 1964 dengan mengetahui besarnya nilai indeks mineral gelap (MI). Berdasarkan hasil pengeplotan pada diagram diketahui besarnya temperatur lava andesit beser terbentuk pada suhu ± 1170 °C (Gambar 6).
Gambar 5. Hasil plotting menggunakan klasifikasi Peccerillo dan Taylor (1986), berdasarkan data primer analisis geokimia.
4
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus ini yang tercantum pada tabel 2 diketahui kedalaman magma asal diperkirakan terbentuk pada kedalaman berkisar antara ±106,147 km ± 123,557 km pada zona benioff (Gambar 9).
Gambar 6. Hasil plotting menggunakan klasifikasi Tilley (1986), berdasarkan data primer analisis geokimia. Penentuaan tahap diferensiasi magma dapat menggunakan klasifikasi Thornton dan Tuttle, 1960 dengan menggunakan unsur mafic index (MI) dengan felsic index (FI). Berdasarkan hasil pengeplotan pada diagram tersebut diketahui kedua lava telah mengalami proses diferensisi tingkat akhir (middle Stage) (Gambar 7).
Gambar 8. Hasil plotting menggunakan klasifikasi Pearce (1977), berdasarkan data primer analisis geokimia. Tabel 2 Kedalaman asal magma Data Sampel Geokimia Lava andesit afanitik aliran Beser (LP 50) Lava AndesitBasal Cililin
SiO2
K 20
Kedalaman (Km)
58,59
1,06
106,1465
53,82
0,77
123,557
Gambar 7. Hasil plotting menggunakan klasifikasi Thornton dan Tuttle (1960), berdasarkan data primer analisis geokimia. Magma merupakan batuan yang mengalami peluruhan akibat termperatur dan tekanan yang tinggi disekitarnya. Sifat suatu magma menggambarkan dari batuan apa magma tersebut berasal. Magma dapat dibagi menjadi dua berdasarkan asal batuan pembentuknya, yaitu kontinen atau samudra. Penentuaan lingkungan tektonik magma dapat menggunakan klasifikasi Peace (1977) dengan menggunakan unsur TiO 2, K 2O dan P2O5. Berdasarkan hasil pengeplotan pada diagram tersebut diketahui kedua lava merupakan produk dari continent (Gambar 8). Kedalaman asal magma dapat dihitung dengan menggunakan rumus Hutchinson (1975).
Gambar 9. Plotting hasil perhitungan kedalaman sumber magma pada model Ringwood (1969). Pembahasan Secara litologi ditemukannya batuan beku luar lava andesit Beser sebagai singkapan di daerah penelitian menjadi pendukung kuat adanya gunung api di daerah penelitian, selain
5
itu juga didukung adanya morfologi circular dari citra SRTM. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa magma dan aliran lava, yang keduanya setelah membeku membentuk batuan beku intrusi dan ekstrusi gunung api, tidak akan dapat mengalir dalam jarak sangat jauh, apalagi secara t urbidit (Bronto, 2009). Di tinjau dari segi geologi daerah penelitian, lava andesit afanitik aliran Beser secara litostartigrafi (Koesmono, dkk., 1996) termasuk ke dalam Formasi Beser yang berumur Miosen Akhir. Secara geomorfologi lava andesit afanitik aliran Beser termasuk dalam satuan bergelomabang kuat – perbukitan sisa gunung api Beser. Dari hasil laboratorium diketahui bahwa sebagian besar dari hasil analisa geokimia lava andesit afanitik aliran Beser dengan menggunakan metode XRF ( X-Ray Flourescance) afinitas magma lava andesite afanitik aliran Beser berdasarkan chart Peccerillo dan Taylor (1976) merupakan seri magma yang bertipe Calc-Alkaline Series, begitu pula dengan data geokimia lava andesit – basal Cililin juga menunjukan seri magma yang sama (Gambar 5.9). Wilson (2007) mengatakan bahwa seri magma Calc-Alkaline Series hanya terbentuk pada zona subduksi atau tektonik konvergen. Dari data kandungan SiO 2 batuan beku yang diambil di daerah penelitian dan dengan membandingkan data geokimia lavadari peneliti sebelumnya, berdasarkan analisis kimia tersebut didapat magma dengan kandungan SiO2 58,59 % membentuk batuan beku andesit dengan viskositas magma relatif rendah sama dengan magma asal lava andesit - basal Cililin yang mempunyai kandungan SiO 2 yang lebih rendah yaitu 53,82 % akan menghasilkan magma dengan viskositas yang relatif lebih rendah dari lava andesit afanitik aliran Beser karena sudah mendekati ke arah basa, hal ini juga dibuktikan dengan kenampakan Khuluk Cililin pada citra SRTM yang relatif masih utuh bentukan sirkularnya yang dapat disimpulkan pada fase akhir aktivitas vulkanisme Khuluk Cililin bersifat lebih efusive. Magma asal lava andesit afanitik aliran Beser dihasilkan pada zona subduksi pada kedalaman ±106 Km (Hutchinson, 1975) yang berasal dari continent (Peace, 1977) dengan suhu pembentukan kristal pertama lava andesit Beser adalah ±1170°C (Tilley, 1964) dan telah mengalami differensiasi magma tingkat menengah (Thornton dan Tuttle, 1960) menghasilkan batuan andesite (Le Bas et al., 1986). Secara teori perkembangan normal suatu zona orogenesis akan menghasilkan kelompok afinitas batuan / seri magma dengan kandungan kalium yang bertambah seiring dengan menjauhnya dari palung. Menurut Wilson
(1989), andesit dapat terbentuk pada posisi tektonik konvergen, bagian tengah lempeng samudra dan bagian tengah lempeng benua, akan tetapi seri magma Calc – Alkaline Series hanya dapat terbentuk pada tataan tektonik konvergen tepatnya pada zona subduksi (Wilson, 2007). Condie (1982) menyebutkan bahwa kebanyakan kemunculan magma dihasilkan di batas lempeng, kecuali pada sesar transform yang bilamanapun ada dihasilkan magma dalam jumlah sedikit. Pada lokasi daerah penelitian lingkungan di mana magma dihasilkan terletak pada busur gunung api Tersier yang merupakan produk hasil tataan tektonik lempeng konvergen (jalur penekukan). Dari data primer dan data geokimia lava sekitar daerah penelitian oleh peneliti sebelumnya yang telah dijelaskan diatas dapat diketahui genesis dari lava andesit afanitik aliran Beser tersebut memiliki genesis yang relatif sama sehingga mempunyai tatanan tektonik yang sama pula. Untuk penentuaan secara pasti dalam menentukan genesis terbentuknya Khuluk Gunung Api Beser dan Cililin dengan didasarkan pada data geokimia, data lapangan serta regional, peneliti hanya mampu melakukan hipotesis bahwa Khuluk Gunung Api Beser dan Cililin terbentuk dari hasil subdaksi / konvergen Lempeng Australia dengan Lempeng Eurasia. Kesimpulan Analisis geokimia pada satuan lava andesit afanitik aliran Beser menunjukan kandungan SiO2 sebesar 58,59%. Afinitas magma lava andesite afanitik aliran Beser berdasarkan chart Peccerillo dan Taylor (1976) merupakan seri magma yang bertipe Calc-Alkaline Series. Magma asal lava andesit afanitik aliran Beser dihasilkan pada zona subduksi pada kedalaman ±106 Km (Hutchinson, 1975) yang berasal dari continent (Peace, 1977) dengan suhu pembentukan kristal pertama lava andesit afanitik aliran Beser adalah ±1170°C (Tilley, 1964) dan telah mengalami differensiasi magma tingkat menengah (Thornton dan Tuttle, 1960) menghasilkan batuan andesite (Le Bas et al., 1986). Seri magma Calc – Alkaline Series hanya dapat terbentuk pada tataan tektonik konvergen tepatnya pada zona subduksi (Wilson, 2007). Hal ini membuktikan vulkanisme di daerah penelitan dipengaruhi oleh tektonik konvergen Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo – Australia. Daftar Pustaka Alzwar, M., Samodra, H., dan Tarigan, J.J., 1988. Pengantar Dasar Ilmu Gunungapi. Nova. Bandung. 226 h.
6
Bronto, S., Koswara, A., & Lumbanbatu, K. 2006. Stratigrafi Gunung Api Daerah Bandung Selatan, Jawa Barat. Indonesian Journal on Geoscience, 1(2), 89-101. Bronto, S., 2010, Geologi Gunung Api Purba, Publikasi Khusus. Bandung: Pusat Survey Geologi, Badan Geologi, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Flint. 1977. Chemical Variability and Petrogenesis of Lava. Columbia University. New York. Ilham, B.D., 2017. Geologi Dan Analisis Geokimia untuk Menentukan Afinitas Magma dan Genesis Lava Andesit Basal Khuluk Cililin Daerah Sadu dan Sekitarnya, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Teknik Geologi STTNAS. Yogyakarta. Koesmono, M., Kusmana, dan N. Suwarna, 1996. Peta Geologi Lembar Sindangbarang - Bandarwaru, Jawa Barat, Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung. Kurniawahidayati, B., Mega F. Rosana1, Heryadi Rachmat, 2015. Petrogenesa Lava Gunung Rinjani Sebelum Pembentukan Kaldera, Proceeding Seminar Nasional Kebumian Ke-8, Teknik Geologi, Universitas Padjajaran. Le Maitre, R. W., Streckeisen, A., Zanettin, B., Le Bas, M. J., Bonin, B., & Bateman, P. 2002. Igneous rocks: a classification and glossary of terms: Recommendations of the International Union of Geological Sciences Subcommision on the Systematics of Igneous Rocks. Cambridge University Press. Macdonald, G.A., 1972. Volcanoes. PrenticeHall, Englewood Cliffs, New Jersey, 510 h. McBirney, A.R., Serva, L., Guerra, M. dan Connor, C.B. 2003. Volcanic and Seismic Hazards at a Proposed Nuclear Power Site in Central Java. Journal of Volcanology and Geothermal Research 126 11-30. Peccerillo and Taylor. 1976. Classification and Petrogenesis of K-rich Rocks. Appendix: 317-321. Pulunggono, A., & Martodjojo, S. (1994). The Tectonic Changes During Paleogene Neogene was the Most Important Tectonic Phenomenon in Java Island. In Proceedings of the Seminar on Geology
and Tectonics of Java Island, from the Late Mesozoic to Quarternary. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada (pp. 1-14). Ringwood, A. E., 1969, Compotition and Evolution of The Upper Mantle, The Earth’s Crust an Upper Mantle , Geoph, Monograph 13, 1-17, Washinton. Soeria-Atmadja, R., Maury, R.C., Bellon, H., Pringgoprawiro, H., Polve, M. dan Priadi, B., 1994, The Tertiary Magmatic Belts in Java. Journal of SE-Asian Earth Sci., vol.9, no.1/2, hal. 13-27. Thronton, C., Tuttle, O.F. 1960. Chemistry of Igneous Rocks. Pt.I. Differentiation inde. Am.Jour.Sci. V258. H. 664-684. Tilley, C.E. et.al. 1964. Pyroxene Fractination in Mafic Magma at High Pressure and it Bearing on Basalt Genesis. Am. Rept. Geophys. Lab h. 114-121. Van Bemmelen, R.W., 1979, The Geology of Indonesia. Vol 1A. General Geology, The Hague, Martinus Nijhoff, Netherlands. Wilson, M., 1989. Igneous Petrogenesis. 1 st Publication. Unwin Hyman. London 485h. Wilson, M., 2007. A Global Tectonic Apporach, Igneous Petrogenesis, reprinted edition, springer, p.480.
7