The Correlation of Sanitation Aspect to Bacteriological Quality of a Drink Water Refill Station Station in Ngawi DistrictReg DistrictRegency ency of Ngawi
Prodi S1 Kesehatan Masyarakat, STIKES Bhakti Husada Mulia, Madiun
Nowdays, the drink-water commonly is supplied by “Refill Service”. It has been considered that it is very easy and reachable for people. The demand of drink-water refill is vey high, therefore this business spread everywhere rapidly. The aim of this research is to find out the correlation of Sanitation Sanitation condition condition with bacteriologi bacteriological cal quality quality of drink-water drink-water refill station which is consumed by the people of Ngawi district Regency of Ngawi. The kind kind of this this resea researc rch h is anal analyti ytica call obser observa vati tion onal al with with cross cross sectional design. The sample was taken by simple random sampling for about 32 samples with population 46 drink-water refill station in all over Ngaw Ngawii distr distric ictt of Ngaw Ngawii rege regenc ncy. y. This This resea researc rch h takes takes the the sanit sanitat atio ion n aspect as the independent variable, on the contrary; the bacteriological qual qualit ityy of wate waterr as the the depe depend nden entt varia variabl ble. e. The The data data anal analyzi yzing ng uses uses chi-square correlation to find out the relationhip across variable. The result of this research shows that there is correlation of the sanitary condition with the bacteriological condition of water on some parameter as follow: disinfectant tools, the use of sterilization & disinfectant disinfectant correctly; correctly; hygiene hygiene habit and sanitation sanitation officer; officer; hand-wash hand-wash habi habit; t;a a prov provid ided ed liqu liquid id-wa -waste ste acce acces; s; a prov provid ided ed close closed d dustdust-bi bin; n; a provided hand-wash place. The conc conclu lusi sion on,, the the sanit sanitat atio ion n of drin drinki king ng wate waterr refi refill ll stati station on in Ngawi district district of Ngawi regency regency is in good and meet the requirement requirement as foll follow ow76 76,9 ,99% 9%.. It is foun found d that that 56,2 56,25% 5% of drin drinkk-wa wate terr refi refill ll whic which h is consume consumed d does does not meet the requir requireme ement nt of the basic basic bacter bacteriol iologi ogical cal quality. There was a correlation of sanitation aspect to bacteriological quality quality of a drink-water drink-water refill refill station in Ngawi District District Regency of Ngawi. The suggestion of this research is the provider of drinking water refill should pay attention the sanitary condition to apply hygiene habit, and and the the stak stakeh ehol olde derr shou should ld incr increa ease se the the supe superv rvis isio ion, n, guid guidan ance ce,,
inspection to the provider of drink-water refill service and for customer should be more carefull to choose. : a drink-water refill station, bacteriological quality
Air merupa merupakan kan kebutu kebutuhan han dasar dasar bagi bagi kehidu kehidupan pan,, dan manusia manusia selama hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk serta laju pertumbuhannya semakin naik pula laju pemanfaatan sumber-sumber air. Bagi manusia, air minum adalah salah satu kebutuhan utama ( Juli Soemirat Slamet, 2009). Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum ( Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010) Kebutuhan penduduk terhadap air minum dapat dipenuhi melalui air air yang yang dila dilaya yani ni oleh oleh sist sistem em perp perpip ipaa aan n (PAM (PAM), ), air air minu minum m dala dalam m kemasan (AMDK) maupun Depot Air Minum. Selain itu air tanah dangkal dari sumur-sumur gali atau pompa serta air hujan diolah oleh penduduk menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu (Depkes, 2010). Usaha air minum dalam kemasan (AMDK) dari perusahaan AMDK sanga sangatt dibu dibutu tuhk hkan an dan dan pada pada umum umumny nya a tela telah h mend mendap apat at ijin ijin usaha usaha industry. Produksi, peredaran dan pengawasan AMDK yang diproduksi indu indust stri ri besa besarr tela telah h mend mendap apat at izin izin dari dari inst instan ansi si terk terkai aitt sebe sebelu lum m died diedar arka kan. n. Seda Sedang ngka kan n untu untukk depo depott air air minu minum m isi isi ulan ulang g (DAM (DAMIU IU)) perizinan, perizinan, pembinaan pembinaan dan pengawasan pengawasan dilakukan dilakukan oleh Dinas Kesehatan setingkat kabupaten/kota Peny Penyed edia iaan an air air minu minum m bagi bagi pend pendud uduk uk pada pada saat saat ini ini bany banyak ak dilakukan oleh depot air minum isi ulang karena praktis dan harganya yang terjangkau sehingga lebih hemat. Kecenderungan penduduk untuk mengkonsumsi air minum siap pakai demikian besar, sehingga usaha depo depott peng pengis isia ian n air air minu minum m tumb tumbuh uh subu suburr dima dimana na-m -man ana. a. Namu Namun n pertumbuhan yang demikian pesat belum menjamin tersedianya produk air air minu minum m isi ulan ulang g yang yang aman aman yait yaitu u tida tidakk meni menimb mbul ulka kan n gang ganggu guan an keseh kesehat atan an sebag sebagai aima mana na yang yang diat diatur ur dala dalam m Pera Peratu tura ran n Menk Menkes es No : 492/Menkes/PER//IV 492/Menkes/PER//IV/2010 /2010 tentang tentang Persyaratan Kualitas Kualitas Air Minum. Kecamatan Kecamatan Ngawi merupakan merupakan pusat kegiatan kegiatan di Kabupaten Ngawi sehingg sehingga a dengan dengan jumlah jumlah pendud penduduk uk sebesar sebesar 84.798 84.798 jiwa jiwa (Kecam (Kecamata atan n Ngawi Ngawi Dalam Dalam Angka Angka 2014) dan dengan dengan tingka tingkatt daya daya beli beli masyara masyarakat kat terhad terhadap ap air minum minum isi ulang ulang tergol tergolong ong tinggi tinggi.. Tinggi Tingginya nya permin permintaa taan n terhadap air minum isi ulang oleh banyak rumah tangga menyebabkan banyakn banyaknya ya kegiata kegiatan n penjual penjualan an air minum minum isi ulang ulang bermun bermuncul culan an dan semakin mudah ditemukan. Dari data tahun 2014 diketahui bahwa jumlah depot air minum isi ulang di Kabupaten Ngawi mencapai 315 depot air minum isi ulang . Namu Namun n dari dari juml jumlah ah ters terseb ebut ut 44 % tida tidakk meme memenu nuhi hi syar syarat at kual kualit itas as
inspection to the provider of drink-water refill service and for customer should be more carefull to choose. : a drink-water refill station, bacteriological quality
Air merupa merupakan kan kebutu kebutuhan han dasar dasar bagi bagi kehidu kehidupan pan,, dan manusia manusia selama hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk serta laju pertumbuhannya semakin naik pula laju pemanfaatan sumber-sumber air. Bagi manusia, air minum adalah salah satu kebutuhan utama ( Juli Soemirat Slamet, 2009). Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum ( Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010) Kebutuhan penduduk terhadap air minum dapat dipenuhi melalui air air yang yang dila dilaya yani ni oleh oleh sist sistem em perp perpip ipaa aan n (PAM (PAM), ), air air minu minum m dala dalam m kemasan (AMDK) maupun Depot Air Minum. Selain itu air tanah dangkal dari sumur-sumur gali atau pompa serta air hujan diolah oleh penduduk menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu (Depkes, 2010). Usaha air minum dalam kemasan (AMDK) dari perusahaan AMDK sanga sangatt dibu dibutu tuhk hkan an dan dan pada pada umum umumny nya a tela telah h mend mendap apat at ijin ijin usaha usaha industry. Produksi, peredaran dan pengawasan AMDK yang diproduksi indu indust stri ri besa besarr tela telah h mend mendap apat at izin izin dari dari inst instan ansi si terk terkai aitt sebe sebelu lum m died diedar arka kan. n. Seda Sedang ngka kan n untu untukk depo depott air air minu minum m isi isi ulan ulang g (DAM (DAMIU IU)) perizinan, perizinan, pembinaan pembinaan dan pengawasan pengawasan dilakukan dilakukan oleh Dinas Kesehatan setingkat kabupaten/kota Peny Penyed edia iaan an air air minu minum m bagi bagi pend pendud uduk uk pada pada saat saat ini ini bany banyak ak dilakukan oleh depot air minum isi ulang karena praktis dan harganya yang terjangkau sehingga lebih hemat. Kecenderungan penduduk untuk mengkonsumsi air minum siap pakai demikian besar, sehingga usaha depo depott peng pengis isia ian n air air minu minum m tumb tumbuh uh subu suburr dima dimana na-m -man ana. a. Namu Namun n pertumbuhan yang demikian pesat belum menjamin tersedianya produk air air minu minum m isi ulan ulang g yang yang aman aman yait yaitu u tida tidakk meni menimb mbul ulka kan n gang ganggu guan an keseh kesehat atan an sebag sebagai aima mana na yang yang diat diatur ur dala dalam m Pera Peratu tura ran n Menk Menkes es No : 492/Menkes/PER//IV 492/Menkes/PER//IV/2010 /2010 tentang tentang Persyaratan Kualitas Kualitas Air Minum. Kecamatan Kecamatan Ngawi merupakan merupakan pusat kegiatan kegiatan di Kabupaten Ngawi sehingg sehingga a dengan dengan jumlah jumlah pendud penduduk uk sebesar sebesar 84.798 84.798 jiwa jiwa (Kecam (Kecamata atan n Ngawi Ngawi Dalam Dalam Angka Angka 2014) dan dengan dengan tingka tingkatt daya daya beli beli masyara masyarakat kat terhad terhadap ap air minum minum isi ulang ulang tergol tergolong ong tinggi tinggi.. Tinggi Tingginya nya permin permintaa taan n terhadap air minum isi ulang oleh banyak rumah tangga menyebabkan banyakn banyaknya ya kegiata kegiatan n penjual penjualan an air minum minum isi ulang ulang bermun bermuncul culan an dan semakin mudah ditemukan. Dari data tahun 2014 diketahui bahwa jumlah depot air minum isi ulang di Kabupaten Ngawi mencapai 315 depot air minum isi ulang . Namu Namun n dari dari juml jumlah ah ters terseb ebut ut 44 % tida tidakk meme memenu nuhi hi syar syarat at kual kualit itas as
bakteriologis. Di Kecamatan Ngawi terdapat 46 depot air minum isi ulang, namu namun n dari dari juml jumlah ah ters terseb ebut ut 59 % tida tidakk meme memenu nuhi hi syar syarat at kual kualit itas as bakteriolog bakteriologis. is. (Profil UPT Labkesda Labkesda tahun 2014). Meskipun Meskipun harga yang ditawarkan ditawarkan lebih murah, ternyata tidak semua produk produk air minum isi ulang terj terjam amin in kead keadaa aan n prod produk ukny nya, a, teru teruta tama ma dari dari anca ancama man n kont kontam amin inasi asi biologi. Seba Sebaga gaim iman ana a dimu dimuat at dala dalam m hari harian an Repub Republi lika ka onli online ne pada pada 30 Maret Maret 2015 Dari Dari deskrip deskripsi si tersebu tersebutt di atas atas perlu perlu dilaku dilakukan kan peneli penelitia tian n mengenai hubungan aspek kondisi sanitasi depot air minum isi ulang deng dengan an kual kualit itas as bakte bakteri riol olog ogis is air air minu minum m isi ulan ulang g yang yang diko dikonsu nsumsi msi masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional research dengan desain cross sectional yang mengkaji pengaruh aspek kondisi sanitasi sanitasi depot depot air minum minum isi ulang ulang terhad terhadap ap kualit kualitas as bakter bakteriol iologi ogis s air minum minum isi ulang. ulang. Tehnik Tehnik samplin sampling g menggu menggunak nakan an cara cara simple simple random random sampling. Populasi penelitian ini adalah seluruh depot air minum isi ulang di Kecamatan Kecamatan Ngawi Kabupaten Kabupaten Ngawi yaitu sebanyak sebanyak 46 depot air minum. Sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah depot air minum isi ulang yang diambil secara simple random sampling, yaitu sebanyak 32 sampel diambil menggunakan rumus : N n =
46 =
1 + N(d2)
46 =
1 + 46(0,1 2)
= 31,5 1,46
= 32
N n d
= Populasi = Sampel = der derajat ajat kesa kesala laha han n (10% (10%))
Variab Variabel el – variab variabel el yang yang diteli diteliti ti melipu meliputi ti variab variabel el bebas bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah aspek aspek kondisi kondisi sanitasi sanitasi depot depot air minum minum isi ulang ulang sedangk sedangkan an variab variabel el terikat adalah kualitas bakteriologis air minum isi ulang. 1. Univariat
Data yang telah diolah kemudian dianalisa secara deskriptif untuk menggambarkan kondisi sanitasi depot air minum isi ulang yang berpengaruh terhadap kualitas bakteriologis air minum isi ulang (MPN Coliform). 2. Bivariat Untuk melihat ada tidaknya pengaruh aspek kondisi sanitasi air minum isi ulang dengan kualitas bakteriologis dilakukan analisa data dengan menggunakan korelasi kontingensi chi square. Adapun rumus yang digunakan adalah : ∑ (O – E)2 X2 = E df =
(k-1)(b-1)
Keterangan : X2 = Chi square O = nilai observasi E = nilai ekspetasi k = jumlah kolom b = jumlah baris melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p ≤ 0,05 dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p > 0,05. (Hastono, 2001). Bila p value ≤ α, H 0 ditolak, maka H1 diterima : ada hubungan aspek kondisi sanitasi depot air minum isi ulang dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi 1. Aspek Kondisi Sanitasi Depot Air Minum a. Bahan Baku Tabel 1 Distribusi Frekuensi Bahan Baku Depot Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Ngawi % Bahan Baku Frekuensi
1. Kualitas bakteriologis bahan baku Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat
25 7
2. Kepemilikan surat jaminan pasok air baku Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat
32 0
3. Tangki bahan baku terbuat dari bahan tara pangan Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat
32 0
4. Kepemilikan bukti tertulis sumber air Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat
20 12
5. Pengangkutan air baku tidak lebih dari 12 jam Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat
78,1 21,9
100 0
100 32 0
0
62,5 37,5
100 0 Dari tabel di atas dapat menunjukkan bahwa kualitas bakteriologis air baku pada depot air minum sebagian besar memenuhi syarat (78,1%) dibandingkan yang tidak memenuhi syarat (21,9%). Terdapat 62,5% depot air minum memiliki bukti tertulis sumber air sedangkan 37,5% tidak memiliki bukti tertulis sumber air. Seluruh depot air minum memiliki surat jaminan pasok air baku, tangki bahan baku terbuat dari bahan tara
pangan, dan pengangkutan air baku tidak lebih dari 12 jam. b. Sanitasi Alat Tabel 2. Ulang
Distribusi Frekuensi Sanitasi Alat Depot Air Minum Isi di Kecamatan Ngawi Sanitasi Alat
1. Peralatan terbuat dari bahan tara pangan Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 2. Peralatan desinfeksi masih dalam masa pakai Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 3. Tandon tertutup dan terlindung Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 4. Pembersihan gallon sebelum proses pengisian Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 5. Sistem pencucian terbalik Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 6. Penggunaan mikrofilter > 1 dan berjenjang Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 7. Penggunaan alat sterilisasi dan desinfeksi secara benar Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 8. Fasilitas pencucian dan pembilasan gallon Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 9. Pengisian gallon dalam ruang tertutup Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 10. Tersedia tutup botol baru dan bersih Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat
Frekuensi
32 0 19 13
%
100 0
32 0 59,4 32 0 32 0
40,6
100 0
32 0 22 10
100 0
32 0 100 32 0 32 0
0
100
0
68,1 31,3
100 0
100 0
100 0
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa 59,4% peralatan desinfeksi masih dalam masa pakai sedangkan 40,6% peralatan desinfeksi sudah kadaluarsa.Penggunaan peralatan sterilisasi dan desinfeksi 68,1% digunakan secara benar sedangkan 31,3% tidak digunakan secara benar. Seluruh depot air minum menggunakan peralatan yang terbuat dari bahan tara pangan, memiliki tandon yang tertutup dan terlindung, melakukan pembersihan gallon sebelum proses pengisian, melakukan sistem pencucian terbalik, memiliki mikrofilter lebih dari satu dan berjenjang, memiliki fasilitas pencucian pembilasan gallon, memiliki fasilitas pengisian gallon dalam ruang tertutup dan menyediakan tutup baru yang bersih.
c. Higiene Petugas Tabel 3. Minum Isi
Distribusi Frekuensi Higiene Petugas Depot Air Ulang di Kecamatan Ngawi
Higiene Petugas
1. Perilaku hygiene dan sanitasi petugas setiap melayani konsumen Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 2. Perilaku mencuci tangan setiap melayani konsumen Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 3. Pakaian kerja yang bersih dan rapi Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 4. Pemeriksaan kesehatan berkala Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 5. Keikutsertaan kursus hygiene sanitasi depot air minum Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat
Frekuensi
%
13 19 40,6 17 15
59,4
29 3 0 32 0 32
53,1 46,9
90,6 9,4
0 100
0 100
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa 40,6% petugas depot air
minum berperilaku hygiene dan sanitasi setiap melayani konsumen sedangkan 59,4% tidak berperilaku hygiene dan sanitasi. Sebanyak 53,1% petugas depot air minum selalu mencuci tangan sebelum melayani konsumen dan 46,9% tidak melakukan cuci tangan sebelum melayani konsumen. 90,6% petugas depot air minum menggunakan pakaian yang bersih dan rapi sedangkan 9,4 % tidak menggunakan pakaian yang rapi dan bersih. Seluruh petugas depot air minum sehat bebas penyakit menular. Seluruh petugas depot air minum belum pernah melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala dan belum pernah mengikuti kursus hygiene sanitasi depot air minum d. Sanitasi Depot Tabel 4. Distribusi Frekuensi Sanitasi Alat Depot Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Ngawi % Sanitasi Depot Frekuensi 1. Lokasi bebas pencemar dan penularan penyakit Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 2. Konstruksi bangunan,lantai,dinding dan atap yang baik Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 3. Tata ruang yang terpisah Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 4. Pencahayaan Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 5. Ventilasi dan kelembaban Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 6. Akses kamar mandi dan jamban Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 7. Saluran pembuangan air limbah Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 8. Tempat sampah tertutup Memenuhi syarat
32 0 32 0
100 0
22 10 32 0
100 0
32 0 68,8 32 0 21 11 10 22 10
31,3
100 0
Tidak memenuhi syarat 9. Tempat cuci tangan Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat 10. Bebas tikus, lalat dan kecoa Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat
22
100
32 0
0
100 0
65,6 34,4
31,3 68,8
31,3 68,8
100 0
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa seluruh depot air minum berada pada lokasi bebas pencemar dan penularan penyakit, memiliki konstruksi bangunan, lantai, dinding dan atap yang baik. 68,8% depot air minum tidak memiliki tata ruang yang terpisah sedangkan 31,3% memiliki tata ruang yang terpisah. Seluruh depot air minum memiliki pencahayaan, ventilasi dan kelembaban yang cukup, memiliki akses kamar mandi dan jamban. Sebanyak 65,6% depot air minum memiliki saluran pembuangan air limbah yang tertutup dengan aliran air yang lancar sedangkan 34,4% belum memiliki saluran pembuangan air limbah yang tertutup dengan aliran air yang lancar. Sebanyak 31,3% depot air minum memiliki tempat sampah tertutup sedangkan 68,8% belum memiliki tempat sampah yang tertutup.
Sebanyak 31,3% depot air minum menyediakan tempat cuci tangan sedangkan 68,8% belum menyediakan tempat cuci tangan. Seluruh depot air minum bebas dari tikus, lalat dan kecoa. e. Kualitas Bakteriologis Air Minum Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang Pasca Proses Pengolahan di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
14 18 32
43,75 % 56,25 % 100 %
Dari data pada tabel 5.5 jumlah depot air minum yang terkontaminasi bakteri coliform lebih banyak (56,25%) jika dibandingkan dengan depot air minum yang tidak terkontaminasi bakteri coliform. 2. Hubungan Aspek Kondisi Sanitasi Depot Air Minum Dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum a. Bahan Baku Tabel 6. Hubungan Kondisi Sumber Air Baku Dengan Kualitas Bakteriologi Air Minum Isi Ulang Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang
Bahan Baku
Memenu hi Syarat n
%
Tidak Memenu hi Syarat N
%
Total
n
%
P
df
C
1. Kualitas bakteriolo gis bahan baku MS TMS 2. Surat jaminan pasok air baku MS TMS 3. Tangki bahan baku terbuat dari bahan tara pangan MS TMS 4. Kepemilik an bukti tertulis sumber air MS TMS 5. Pengangk utan air baku tidak lebih dari 12 jam MS TMS
14 1 14 0
14 0
9 5
11 6 43, 8 3,1
43, 8 0
14 0
34, 4 18, 8
18 0
7
78, 22 1,9
32
100
0,05 1
1
0,32 7
56, 3 0 18 0
11 7
18 0
56, 3 0
34, 4 21, 9
43, 8 0
25
0
0
32
100
0
0
20
62, 5
-
-
-
-
56, 3 0
12 28, 1
1 0,85 4
0,03 3
37, 5
15, 6
32 0
100
-
-
0 43, 8 0
*Sig pada p ≤ 0,05 Keterangan : MS = Memenuhi Syarat TMS = Tidak Memenuhi Syarat Hasil analisa hubungan kualitas bakteriologis air baku dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang menunjukkan p>α dimana α=0,05 dan p = 0,051 dengan keeratan hubungan sebesar 0,327. (Lampiran 5), maka pembuktian H0 diterima yaitu “ Tidak ada hubungan antara kualitas bahan baku dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang “. Hasil analisa hubungan kepemilikan bukti tertulis sumber air dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang menunjukkan p > 0,05 dimana p = 0,854 (tabel 5.6), maka H0 diterima yaitu “ Tidak ada hubungan antara kepemilikan bukti tertulis sumber air dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang “. b. Sanitasi Alat Tabel 7. Hubungan Sanitasi Alat Dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang
Sanitasi Alat
Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang Memenuhi Tidak Syarat Memenuhi Syarat
Total
p
df
C
-
-
-
(%) N 1. Peralatan terbuat dari bahan tara pangan MS TMS 2. Peralatan desinfeksi dalam masa pakai
14 0
%
43,8
N
%
18 0
56,3 0
n
%
32
100
MS TMS 3. Tandon tertutup dan terlindung MS TMS 4. Pembersihan gallon sebelum pengisian MS TMS
Lanjutan ……..
14 0 14 0 14 0
0
5 13
15,6 40,6
0
0
18 0
56,3 0
19
59,4
18 0
56,3 0
13
43,8
1
0,589
40,6
X2= 17,02 9
32
100
-
-
-
0
0
0
43,8
32
100
-
-
-
0
0
0
43,8 0
5. Sitem pencucian terbalik MS TMS 6. Mikrofilter > 1 dan berjenjang MS TMS 7. Penggunaan alat sterilisasi dan desinfeksi secara benar MS TMS 8. Fasilitas pencucian & pembilasan gallon MS TMS 9. Pengisian dalam ruang tertutup MS TMS 10. Tersedia tutup botol baru dan bersih MS TMS
14 0
43,8
18 0
56,3 0
32
100
0
0
32
100
0
0
22
68,1
10
31,1
43,8
32
100
0
0
0
43,8
32
100
0
0
0
43,8
32
100
0
0
0
0 14 0
18 0
56,3 0
9 9
28,1 28,1
14 0
18 0
56,3 0
14 0
18 0
56,3 0
18 0
56,3 0
13 1
14 0
43,8 0
40,6 3,1
-
-
-
-
-
-
0,009
1
0,417
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Hasil analisa hubungan peralatan masih dalam masa pakai dengan kualitas bkteriologis air minum menunjukkan bahwa x 2 hitung lebih besar dari x 2 tabel yaitu 17,029 > 3,841 maka H1 diterima yaitu “ Ada hubungan antara peralatan masih dalam masa pakai atau tidak dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang “ dengan keeratan hubungan sebesar 0,589 (Lampiran 5). Hasil analisis hubungan penggunaan alat sterilisasi dan desinfeksi secara benar dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang menunjukkan bahwa p = 0,009, maka p ≤ 0,05 sehingga H1diterima yaitu : “Ada hubungan antara penggunaan alat sterilisasi dan desinfeksi secara benar dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang“ dengan keeratan hubungan sebesar 0,417. (Lampiran 5) c. Hygiene petugas Tabel 8.
Hubungan Higiene Petugas Dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang
Higiene Petugas
Memenuhi Syarat N
%
Tidak Memenuhi Syarat N
%
Total
n
%
P
df
C
1. Perilaku hygiene dan sanitasi petugas setiap melayani konsumen MS TMS 2. Perilaku mencuci tangan setiap melayani konsumen MS TMS 3. Pakaian kerja yang bersih dan rapi MS TMS 4. Pemeriksaan kesehatan berkala MS TMS 5. Keikutsertaan kursus hygiene sanitasi depot air minum MS TMS
13 1
11 3
40,6 3,1
0 18
0 56,3
6 12
18,8 37,5
14 0
15 3
46,9 9,4
0 14
0 18
0 56,3
34,4 9,4
0 14
0 18
0 56,3
1 3
40,6 59,4
X2=28,1 5
1
0,684
1
0,410
1
0,273
-
-
-
-
1 9
53,1 1 7
46,9
0,011
1 5
43,8
90,6
0
9,4
0,109
2 9 0
3
43,8
0 100
-
0
0 43,8
3 2
0 100
-
0 3 2
Hasil analisis hubungan perilaku higienis dan sanitasi petugas setiap melayani konsumen dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang menunjukkan x 2 hitung > x 2 tabel dimana sehingga 28,150 > 3,841 sehingga H1diterima yaitu : “Ada hubungan antara perilaku higienis dan sanitasi petugas setiap melayani konsumen dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang“ dengan keeratan hubungan sebesar 0,684. (Lampiran 5). Hasil analisis hubungan perilaku petugas mencuci tangan setiap melayani konsumen dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang menunjukkan p = 0,011 dimana p < 0,05 sehingga H1diterima yaitu : “Ada hubungan antara perilaku petugas mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap melayani konsumen dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang“ dengan keeratan hubungan sebesar 0,410. (Lampiran 5) Hasil analisis hubungan antara penggunaan pakaian kerja yang bersih dan rapi dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang menunjukkan p = 0,109 dimana p > 0,05 sehingga H0 diterima yaitu : “Tidak ada hubungan antara penggunaan pakaian kerja yang bersih dan rapi dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang“ . d. Sanitasi Depot Tabel 9. Hubungan Sanitasi Depot Dengan Kualitas Bakteriologis
Air Minum Isi Ulang Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang
Sanitasi Depot
Memenuhi Syarat
N 1. Lokasi bebas pencemar & penularan penyakit MS TMS 2. Konstruksi bangunan,lantai, dinding dan atap yang baik MS TMS 3. Tata ruang terpisah MS TMS 4. Pencahayaan MS TMS 5. Ventilasi & kelembaban MS TMS 6. Akses kamar mandi, jamban MS TMS 7. Saluran pembuangan air limbah MS TMS 8. Tempat sampah tertutup MS TMS 9. Tempat cuci tangan MS TMS
%
14 0
Tidak Memenuhi Syarat N
%
18 0
56,3 0
43,8 0
14 0 11 3 14 0
43,8
18 0
56,3 0
11 7
34,4 56,3
18 0
56,3 0
0 14 0 14 0
34,4
18 0
56,3 0
18 0
56,3 0
9,4 14 1 8 6
43,8 0
8 6
7 10
21,9 31,3
2 16
6,3 50
2 16
6,3 50
43,8 14
18
56,3
Total
n
p
df
C
-
-
-
%
32
100
0
0
32
100
0
0
-
-
-
22
68,8
0,290
1
0,184
10
31,3
32
100
-
-
-
0
0
32
100
-
-
-
10. Bebas tikus, lalat, kecoa MS TMS
0
0
43,8 0
43,8 3,1
25 18,8
25 18,8
43,8 0
0
0
0
0
32 0
100
21 11
10 22
10 22
32 0
-
-
-
0,002
1
0,481
0,005
1
0,442
0,005
1
0,442
-
-
-
0
65,6 34,4
31,3 68,8
31,3 68,8
100 0
Hasil analisis hubungan tata ruang terpisah dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang menunjukkan bahwa p = 0,290 dimana p > 0,05 sehingga H0 diterima yaitu : “Tidak ada hubungan antara tata ruang yang terpisah dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang“ . Hasil analisis hubungan antara tersedianya saluran pembuangan air limbah dengan kualitas bakteriologis air minum menunjukkan bahwa p = 0,001 dimana p ≤ 0,05 sehingga H1 diterima yaitu : “ Ada hubungan antara tersedianya saluran pembuangan air limbah yang alirannya lancar dan tertutup
dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang“ , dengan keeratan hubungan sebesar 0,481. (Lampiran 5). Hasil analisis hubungan tersedianya tempat sampah tertutup dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang didapatkan p = 0,005 dimana p ≤ 0,05 sehingga H1 diterima yaitu : “ Ada hubungan antara tersedianya tempat sampah yang tertutup dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang“ , dengan keeratan hubungan sebesar 0,442.(Lampiran 5). Hasil analisis hubungan antara tersedianya tempat cuci tangan dengan kualitas bakteriologis air minum menunjukkan p = 0,005 dimana p ≤ 0,05 sehingga H1 diterima yaitu : “ Ada hubungan antara tersedianya tempat cuci tangan dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang“ , dengan keeratan hubungan sebesar 0,442.(Lampiran 5).
1.
Kondisi Sumber Air Baku a. Kualitas Bahan Baku Sumber air diperoleh dari berbagai sumber yaitu air tanah seperti mata air (pegunungan), sungai bawah tanah dan sumur bor, air permukaan seperti air danau dan air sungai. Air baku harus memenuhi persyaratan baik struktur fisis, kimiawi maupun bakteriologis. Air baku harus tetap terjaga keterlanjutannya, ekosistem tidak terganggu, tidak hanya dilihat dari sistem hidrologinya saja tetapi sistem kehidupan secara intensitas, termasuk dampak dan konflik sosialnya. (Hadi Siswanto, 2003). Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua air baku yang digunakan pada depot air minum isi ulang dalam kondisi yang baik dalam pengertian sesuai dengan persyaratan yang dikeluarkan oleh instansi terkait yaitu Dinas Kesehatan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Air baku yang tidak memenuhi persyaratan kualitas disebabkan oleh beberapa kemungkinan antara lain : 1) Adanya rembesan sehingga menjadi jalur kontaminasi. 2) Perlakuan selama proses pengangkutan air baku yang tidak tepat. 3) Proses pengisian air baku yang tidak higienis. 4) Selang pengisian yang tidak dibilas. 5) Penyimpanan air baku yang tidak tepat dan terlalu lama.
6) Tanki pengangkut, kran dan pipa penyalur air baku yang tercemar sehingga menjadi sumber kontaminasi. Oleh karena itu agar air baku yang digunakan pada depot air minum isi ulang memenuhi persyaratan kualitas bakteriologis maka sebaiknya mulai dari proses pengambilan, pengangkutan dan pengisian air baku hingga sampai ke tangan konsumen dalam hal ini adalah pengusaha depot air minum harus memperhatikan kebersihan, baik kebersihan tanki pengangkut, kran, selang penyalur, tandon penampung air baku, dan waktu penyimpanan air baku serta perilaku petugas pengisian air baku yang higienis. Pemeriksaan laboratorium terhadap air baku dengan parameter kandungan bakteriologis menunjukkan bahwa masih ada depot dengan kualitas air baku yang tidak memenuhi syarat. Berdasarkan Permenkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990 menyebutkan bahwa untuk air bersih batas maksimum untuk total koliform 50/100 ml (bukan air perpipaan). Masih bolehnya bakteri koliform dalam air baku karena air tersebut masih akan melalui proses pengolahan menjadi air minum. Bahan baku yang tidak memenuhi syarat masih bisa menghasilkan output air minum isi ulang yang memenuhi syarat karena masih melalui proses pengolahan yang terdiri dari proses desinfeksi dan sterilisasi. Apabila air baku yang diperoleh tidak memenuhi syarat kualitas maka pemilik atau petugas depot air minum sebaiknya mengganti mikrofilter yang digunakan dan menyalakan lampu UV lebih lama atau sepanjang waktu agar proses sterilisasi lebih optimal . b. Kepemilikan Surat Jaminan Pasok Air Baku Surat jaminan pasok air baku berupa ijin dari instansi berwenang dalam hal ini adalah dinas pertambangan untuk mengambil dan memanfaatkan secara komersil air bersih dari sumber air tanah dalam sehingga depot air minum isi ulang tidak membeli air baku dari produsen air baku yang tidak berijin. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.651/MPP/Kep/10/2004 bahwa salah satu syarat usaha depot air minum isi ulang wajib memiliki surat jaminan pasok air baku dari perusahaan yang memiliki ijin pengambilan air dari instansi yang berwenang. Dari hasil penelitian di lapangan, semua depot air minum isi ulang di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi mengambil air baku dari pemasok yang sama yaitu mengambil dari sumber mata air di wilayah Gentong
Kecamatan Jogorogo yang sudah memiliki ijin. Dari data bidang Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan kabupaten Ngawi, seluruh depot air minum isi ulang di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi telah memiliki ijin usaha sehingga sudah pasti memiliki surat jaminan pasok air baku karena merupakan salah satu syarat ijin usaha. c. Tanki Air Baku Terbuat Dari Bahan Tara Pangan Bahan tara pangan (food grade ) adalah bahan yang aman digunakan untuk mewadahi pangan yaitu bahan yang tidak dapat melepaskan zat-zat beracun ke dalam air, tidak menyerap bau dan rasa, tahan karat, tahan pencucian dan tahan desinfeksi ulang. (Depkes,2014). Tanki air baku harus terbuat dari bahan tara pangan bisa menggunakan tanki tara pangan stainless steel atau wadah yang berlapis polycarbonate. Hal ini untuk menjamin keamanan air baku yang akan diproses menjadi air minum. Dari hasil penelitian, pemasok air baku yang memasok seluruh depot air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Ngawi menggunakan tanki berbahan stainless steel. d. Kepemilikan Bukti Tertulis Sumber Air Sesuai Permenkes RI No. 43 tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, setiap depot air minum isi ulang wajib memilik bukti tertulis sumber air, bisa berupa nota pembelian air baku dari perusahaan pengangkutan air atau berupa sertifikat sumber air. Bukti tertulis ini berfungsi sebagai bukti bahwa pengusaha depot air minum isi ulang benar-benar menggunakan air baku dari pemasok yang berijin bukan dari air sumur warga maupun menggunakan air PDAM. Hal ini untuk mencegah tindakan kecurangan dari pengusaha depot air minum isi ulang. Dari hasil di lapangan menunjukkan 62,5 % (tabel 5.1) depot air minum memiliki bukti tertulis sumber air sehingga dipastikan mereka benar-benar mengambil air baku dari pemasok yang berijin.. Sedangkan 37,5 % (tabel 5.1) tidak bisa menunjukkan bukti tertulis sumber air, namun hal ini tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang. e. Pengangkutan Air Baku Tidak Lebih Dari 12 Jam Sesuai Permenkes RI No. 43 tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum,pengangkutan air baku tidak boleh lebih dari 12 jam karena waktu 12 jam memungkinkan berkembangnya mikroorganisme yang membahayakan kesehatan.
Dalam pengisian air baku, seluruh depot air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi melakukan proses pengisian air baku dengan pengangkutan yang tidak lebih dari 12 jam karena pengusaha depot air minum menggunakan jasa pemasok air yang mengambil air baku di wilayah Gentong Kecamatan Jogorogo. Jarak tempuh antara Kecamatan Jogorogo dengan Kecamatan Ngawi bisa dicapai dalam waktu ± 1jam sehingga tidak lebih dari 12 jam air baku sudah diterima pengusaha depot air minum. 2. Sanitasi Alat a. Peralatan Terbuat Dari Bahan Tara Pangan Bahan tara pangan (food grade ) adalah bahan yang aman digunakan untuk mewadahi pangan yaitu bahan yang tidak dapat melepaskan zat-zat beracun ke dalam air, tidak menyerap baud an rasa, tahan karat, tahan pencucian dan tahan desinfeksi ulang. (Depkes,2014). Paralatan harus terbuat dari bahan tara pangan terutama semua peralatan yang bersinggunngan dengan produk yaitu bisa menggunakan bahan stainless steel atau wadah yang berlapis polycarbonate atau polyvinyl carbonate..Hal ini untuk menjamin keamanan produk yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan di lapangan, semua peralatan yang digunakan pada depot air minum isi ulang menggunakan bahan tara pangan sehingga produk yang dihasilkan aman tidak terkontaminasi dari bahan peralatan yang digunakan. b. Peralatan Desinfeksi Masih Dalam Masa Pakai Peralatan desinfeksi yang dimaksud adalah mikro filter yang digunakan. Masa pakai adalah umur (life time) dari mikro filter, masa pakai ini biasanya sudah ditentukan oleh produsen (pabrik yang membuat). (Depkes, 2010). Proses desinfeksi bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme yang ada dalam air baku sehingga air yang akan dikonsumsi terbebas dari bakteri pathogen. Untuk mematikan bakteri yang ada pada air baku, depot air minum menggunakan lampu UV, ozon atau sistem osmosis balik (reverse osmosis) . Lampu UV yang digunakan adalah UV C dengan panjang gelombang berkisar antara 260-280 nm. (Athena, 2004). Lampu UV ini memiliki batas pemakaian, apabila waktu pemakaian telah habis maka harus diganti karena kemampuan desinfeksinya berkurang. Mikro filter pun memiliki masa pakai yang apabila sudah kadaluarsa harus segera diganti agar kemampuan menyaring partikel-partikel atau bakteri tetap optimal.
Masa pakai peralatan desinfeksi yang sudah kadaluarsa akan menurunkan fungsinya sehingga tidak optimal daya desinfeksinya. Hal ini akan menurunkan kualitas produk yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan di lapangan 59,4 % (tabel 5.2) depot air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi peralatan desinfeksinya masih dalam masa pakai dan 40,6 % (tabel 5.2) sudah lewat masa pakainya sehingga menghasilkan produk yang tidak memenuhi syarat kualitas bakteriologis. Hal ini disebabkan oleh pengusaha yang tidak mengganti mikro filter yang telah kadaluarsa akibat lalai tidak memperhatikan masa pakai mikro filter atau karena sengaja menunda penggantian mikrofilter karena alasan ekonomis. Oleh karena itu, pemahaman pemilik akan pentingnya mengganti mikro filter yang sudah kadaluarsa perlu dilakukan agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi syarat. Hal ini dapat dilakukan melalui pembinaan yang intensif dari petugas sanitarian selaku pembina depot air minum isi ulang dan kerjasama dengan ASPADA (Asosiasi Pengusaha Depot Air Minum) untuk membina anggotanya. c. Tandon Tertutup Dan Terlindung Tandon harus tertutup dan terlindung dari sinar matahari, jamahan serangga dan tikus, tidak menjadi tempat perindukan nyamuk. (Deperindag, 2007). Tandon yang terkena sinar matahari akan menaikkan suhu sehingga menjadi media yang cocok untuk perkembangbiakan mikroorganisme sehingga menurunkan kualitas isi tandon tersebut. Dari hasil pengamatan di lapangan, semua tandon depot air minum isi ulang di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi mempatkan tandon dalam ruangan yang tertutup dan terlindung dari sinar matahari. d. Pembersihan Galon Sebelum Pengisian Pencucian dilakukan pada semua bagian gallon, yaitu bagian permukaan dalam, leher dan mulut gallon. Wadah bagian dalam sesudah dicuci dengan air bersih harus disanitasi menggunakan air ozone. Sesudah disanitasi wadah dibilas dengan air minum/air produk secukupnya. ( Deperindag, 2007). Gallon harus selalu dibersihkan sebelum pengisian, gallon yang tidak dibersihkan jika diisi oleh air yang memenuhi syarat pun akan menjadi tidak memenuhi syarat akibat kontaminasi dari gallon. Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh hasil
bahwa seluruh depot air minum melakukan pembersihan gallon sebelum pengisian. Hal ini sesuai dengan pedoman pelaksanan penyelenggaraan hygiene sanitasi depot air minum. e. Sistem Pencucian Terbalik Sistem pencucian terbalik (bask washing) adalah cara pembersihan tabung filter dengan cara mengalirkan air tekanan tinggi secara terbalik sehingga kotoran atau residu yang selama ini tersaring dapat terbuang keluar. Untuk depot air minum yang tidak menggunakan sistem back washing maka harus memiliki jadual penggantian tabung filter.( Depkes, 2010) Dari hasil wawancara dengan pengusaha depot air minum didapatkan informasi bahwa depot air minum selalu menggunakan sistem back washing karena rangkaian alat sudah dilengkapi dengan filter yang menggunakan sistem back washing sebagaimana tercantum pada skema instalasi depot air minum. f. Penggunaan Mikro Filter Lebih Dari Satu Dan Berjenjang Mikron filter atau cartridge filter dimaksudkan agar bakteri, virus dan berbagai partikel halus lainnya dapat tersaring dengan baik dan dicapai kejernihan air sesuai persyaratan yang ditentukan . untuk itu digunakan medium cartridge filter dengan ukuran saringan 10 mikron, 5 mikron, dan 1 mikron secara berurutan seri dan bertahap agar tidak mudah buntu. Selanjutnya digunakan finishing cartridge filter dengan menggunakan mikro filtration dengan ukuran 0,8-0,6-0,4 atau 0,1 mikron yang disebut ceramic filter atau micro pleated filter cartridge agar dicapai tingkat kekeruhan nol. (Deperindag, 2007). Dari hasil pengamatan di lapangan seluruh depot air minum sudah menggunakan instalasi yang dilengkapi mikro filter lebih dari satu dan berjenjang karena jika hanya menggunakan satu mikro filter justru lebih boros karena mikro filter lebih cepat buntu sehingga lebih sering diganti. g. Penggunaan Alat Sterilisasi Dan Desinfeksi Secara Benar Peralatan desinfeksi dan sterilisasi harus ada pada sebuah depot air minum, dapat berupa ultraviolet (UV) atau ozonisasi atau peralatan desinfeksi lainnya. (Depkes, 2010). Dari hasil penelitian di lapangan 31,3 % (tabel 5.2) alat desinfeksi dan sterilisasi tidak berfungsi secara benar sehingga menghasilkan produk yang tidak memenuhi kualitas bakteriologis. Hal ini terjadi karena penyimpangan yang
dilakukan oleh pengusaha depot air minum. Salah satu penyimpangannya adalah tidak menyalakan lampu UV secara terus menerus, lampu UV hanya dinyalakan pada saat pengisian saja sehingga waktu yang dibutuhkan sinar UV untuk mensterilkan tidak terpenuhi sehingga mikroorganisme tetap hidup yang mengakibatkan produk yang dihasilkan tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu hendaknya lampu UV selalu dalam keadaan menyala meskipun tidak ada proses pengisian agar produk yang dihasilkan benar-benar produk yang steril. h. Tersedianya Fasilitas Pencucian Dan Pembilasan Galon Sebelum Pengisian Fasilitas pencucian gallon adalah sarana pencucian gallon yang terdapat pada depot dengan cara memutarkan gallon secara bersamaan dengan menyemprotkan air produk selama 15 detik . (Depkes, 2010). Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh hasil bahwa semua depot air minum sudah dilengkapi dengan fasilitas pencucian dan pembilasan gallon karena rangkaian alat sudah menjadi satu dalam satu instalasi. i. Fasilitas Pengisian Galon Dalam Ruang Tertutup Pengisian gallon dilakukan dalam ruangan tertutup yang tembus pandang sehingga dapat dilihat dari luar. (Deperindag, 2007). Pengisian dalam ruang tertutup dimaksudkan untuk mencegah kontaminasi dari udara luar yang dapat masuk selama proses pengisian sehingga dapat menghasilkan produk yang memenuhi syarat dan aman bagi masyarakat. Dari hasil pengamatan rangkaian instalasi depot air minum selalu dilengkapi tempat pengisian yang tertutup dengan kaca tembus pandang dan beralas keramik. j. Tersedianya Tutup Botol Baru Yang Bersih
2.
Setiap gallon yang telah diisi langsung diberi tutup yang baru dan bersih tetapi tidak diijinkan melakukan pemasangan segel karena usaha depot air minum adalah usaha air minum isi ulang bukan air dalam kemasan. Pemasangan segel hanya diperbolehkan untuk produk air dalam kemasan. Oleh karena itu depot air minum harus menyediakan tutup botol yang baru dan bersih dalam jumlah yang cukup. Dari hasil pengamatan, semua depot air minum memiliki stok tutup botol baru yang bersih. Hygiene Petugas a. Perilaku Higiene Dan Sanitasi Petugas Konsumen
Setiap Melayani
Hygiene perorangan adalah salah satu factor yang beresiko menyebabkan terjadinya kontaminasi pada air minum . hygiene perorangan dapat diartikan sebagai upaya perilaku positif yang dilakukan seseorang untuk hidup bersih dan sehat. Sebagaimana dalam Pedoman Teknis Pengelolaan Depot Air Minum yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI , karyawan harus melaksanakan praktek perilaku hidup bersih dan sehat, tidak merokok sewaktu bekerja, tidak meludah atau bersin sembarangan, tidak menggaruk atau menyentuh atau mengorek anggota tubuh anggota tubuh lainnya seperti hidung, telinga, gigi. Dari hasil pengamatan, baru 40,6 % petugas berperilaku hidup bersih dan sehat sehingga menujukkan hubungan yang erat dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang. Masih banyak petugas yang melayani konsumen sambil merokok, makan, menyentuh anggota tubuh seperti menggaruk kulit dan kepala. b. Perilaku Mencuci Tangan Dengan Sabun Dan Air Mengalir Higiene perorangan yang terlibat dalam proses pengolahan makanan/minuman perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan produk dan mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Orang sehat pun sebetulnya masih membawa milyaran mikroorganisme di dalam mulut, hidung, kulit dan saluran pencernaannya. Dengan demikian pekerja harus mengikuti proseduruntuk mencegah kontaminasi pada produk yang ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja pengolah makanan/minuman adalah pencucian tangan, kebersihan dan kesehatan diri. (Hiasinta, 2001). Tangan kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, faeces, atau sumber lain ke makanan/minuman. Oleh karena itu pencucian tangan meskipun tampaknya merupakan kegiatan ringan dan sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam mencegah kontaminasi pada makanan/minuman. Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan banyak mikroba yang terdapat pada tangan. Frekuensi pencucian tangan disesuaikan dengan kebutuhan. Pada prinsipnya pencucian tangan dilakukan setiap saat, setelah menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber kontaminasi atau cemaran. (Hiasinta, 2001) Dari hasil penelitian 46,9 % (tabel 5.3) petugas tidak mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap melayani konsumen sehingga mengkontaminas air minum yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran
petugas dalam mencuci tangan dengan sabun dan tidak tersedianya tempat cuci tangan di lokasi depot air minum. Oleh karena itu setiap depot air minum harus menyediakan tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun dan air mengalir. c. Penggunaan Pakaian Kerja Yang Bersih dan Rapi Pakaian pengolah makanan/minuman harus selalu bersih , sebaiknya berwarna terang dan tidak bermotif. Hal ini dilakukan agar kotoran mudah terlihat. Pakaian kerja sebaiknya dibedakan dari pakaian harian dan dibersihkan secara periodic untuk mengurangi resiko kontaminasi. Dari hasil pengamatan 90,6 % (tabel 5.3) petugas sudah mengenakan pakaian kerja yang rapi. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap depot air minum. Karena penampilan petugas yang tidak bersih dan tidak rapi menyebabkan konsumen tidak tertarik untuk membeli. d. Pemeriksaan Kesehatan Secara Berkala Sebagaimana menjadi persyaratan kesehatan petugas operator depot air minum, harus dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali dan dilakukan pengambilan usap dubur (rectal swab) . Tujuan pemeriksaan kesehatan adalah untuk menjamin bahwa petugas yang bersentuhan langsung dengan produk harus dalam kondisi sehat dan tidak menjadi sumber pencemar terutama bagi pencamaran oleh bakteri E.Coli.(Depkes. 2014) Pada kenyataannya, petugas operator depot air minum tidak memeriksakan kesehatan secara berkala namun memeriksakan kesehatan hanya pada saat menderita sakit saja. Selain itu dinas kesehatan sebagai pelaksana pembinaan higiene sanitasi belum pernah melakukan pemeriksaan rectal swab pada petugas`depot air minum. Oleh karena itu sebaiknya pemeriksaan kesehatan petugas depot air minum dilakukan secara rutin. Setiap petugas depot air minum harus memiliki buku kesehatan karyawan dan riwayat kesehatan petugas dicatat dalam buku ini setiap pemeriksaan kesehatan atau berobat ke dokter maupun petugas kesehatan lainnya. e. Keikutsertaan Dalam Kursus Higiene Sanitasi. Penerapan higiene dan sanitasi petugas depot air minum adalah setiap pengelola dan karyawan depot air minum telah memiliki sertifikat pelatihan kursus higiene sanitasi yang terdiri dari kursus petugas depot air minum, kursus pengujian sederhana air minum, dan kursus
3.
pengambilan sampel air minum (Deperindag, 2007). Dari hasil wawancara dengan pengelola maupun petugas depot air minum di Kecamatan Ngawi, Dinas`Kesehatan maupun Puskesmas belum pernah memberikan kursus yang berhubungan dengan hygiene sanitasi depot air minum. Sesuai Permenkes RI No. 43 tahun 2014 tentang hygiene sanitasi depot air minum, menyebutkan bahwa kursus hygiene sanitasi depot air minum diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota atau asosiasi depot air minum. Oleh karena itu untuk mewujudkan terselenggaranya kursus hygiene sanitasi depot air minum, sebaiknya Dinas Kesehatan memasukkan kursus hygiene sanitasi depot air minum sebagai salah satu program kerja yang rutin dilaksanakan dengan bekerjasama dengan Puskesmas setempat beserta asosiasi pengusaha depot air minum (ASPADA). Sanitasi Depot a. Lokasi Bebas Pencemar Dan Penularan Penyakit Berdasarkan pedoman pengawasan hygiene dan sanitasi depot air minum isi ulang, disyaratkan berlokasi di daerah yang bebas dari pencemaran seperti daerah genangan, tempat pembuangan sampah , dekat tempat penimbunan bahan berbahaya dan beracun (B3), perusahaan yang yang menimbulkan pencemaran dan daerah yang padat pencemarannya. Dari hasil penelitian, seluruh lokasi depot air minum di Kecamatan Ngawi berada di lokasi yang bebas pencemar dan penularan penyakit. Hal ini dapat terpenuhi karena pengusaha pemasang instalasi depot air minum sudah bekerjasama dengan sosiasi pengusaha depot air minum yang sudah bermitra dengan Dinas Kesehatan, sehingga sejak awal pendirian usaha sudah mendapat pengarahan. Sehingga disarankan pendirian usaha depot air minum yang tidak berdekatan dengan lokasi yang sumber pencemar. b. Konstruksi Bangunan, Lantai, Dinding, Atap Yang Baik Konstruksi bangunan, lantai, dinding dan atap yang baik adalah : 1) Terbuat dari bahan kedap air 2) Permukaan rata, halus, tidak menyerap debu dan mudah dibersihkan.
3) Lantai dengan kelandaian yang cukup 4) Warna dinding yang cerah 5) Atap bangunan harus halus, menutup sempurna tahan air dan tidak bocor 6) Tinggi langit-langit (Deperindag, 2007)
minimal
3
meter
dari
lantai.
Dari hasil pengamatan di lapangan, seluruh depot air minum telah memenuhi persyaratan bangunan, lantai, dinding dan atap yang baik. Hal ini karena sudah menjadi standart baku pendirian usaha depot air minum. c. Tata Ruang Yang Terpisah Tata ruang usaha depot air minum paling sedikit terdiri dari ; ruangan proses pengolahan, ruangan tempat penyimpanan, ruangan tempat pembagian/penyediaan, dan ruangan tunggu pengunjung. (Deperindag, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 31,3% (tabel 5.4) depot air minum isi ulang tidak memiliki ruang terpisah antara ruang proses pengolahan, ruang penyimpanan dan ruang tunggu konsumen. Hal ini bisa dipahami karena keterbatasan lahan yang dimiliki, namun meskipun lahan yang tersedia cukup luas justru menjadi satu dengan usaha lain yang tidak ada kaitannya dengan depot air minum. Oleh karena itu sebaiknya jika lahan cukup luas dan memiliki usaha lain selain depot air minum yang berada dalam satu lokasi maka hendaknya diberi sekat pembatas agar terpisah satu sama lain dan tidak menjadi sumber kontaminasi. d. Pencahayaan Yang Cukup Salah satu hal yang harus diperhatikan pada lingkungan kerja adalah pencahayaan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 tahun 2002, penerangan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan pada depot air minum isi ulang disyaratkan antara 100 – 200 Lux. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran secara khusus dengan alat Luxmeter, apabila cahaya ruang depot air minum bisa digunakan untuk membaca dan menulis secara jelas maka pencahayaan dianggap memenuhi syarat karena pencahayaan yang diperlukan untuk dapat membaca dan menulis secara jelas adalah 300 Lux. e. Ventilasi Dan Kelembaban Yang Cukup
Depot air minum harus diatur ventilasinya untuk menjaga suhu agar tetap nyaman agar tidak mencemari proses pengolahan dan atau air minum. (Deperindag, 2007). Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara tetap segar. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O 2 di dalam ruangan yang akan meningkatkan CO 2 dalam ruangan. Selain itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara naik. Kelembaban yang tinggi merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri pathogen. Oleh karena itu ruangan depot air minum harus dalam kondisi kelembaban udara yang cukup. Pada penelitian ini, kelembaban udara tidak diukur secara khusus menggunakan hygrometer, namun dengan membandingkan suhu di dalam ruangan dengan suhu di luar ruangan karena jika suhu dalam ruangan dengan suhu luar ruangan kurang lebih sama maka sudah membuktikan bahwa ventilasi ruangan tersebut cukup dengan kelembaban yang cukup pula. f. Memiliki Akses Kamar Mandi Dan Jamban Sebagaimana Permenkes RI No. 43 tahun 2014, menyebutkan bahwa depot air minum harus memiliki akses fasilitas sanitasi dasar salah satunya adalah kamar mandi dan jamban. Walaupun depot air minum tidak memiliki sarana kamar mandi dan jamban sendiri, tetapi di lingkungan tersebut ada sarana yang dapat digunakan baik milik umum maupun pribadi. Dari pengamatan di lapangan, seluruh depot air minum di wilayah Kecamatan Ngawi memiliki akses terhadap kamar mandi dan jamban, karena usaha depot air minum berada di lingkungan pemukiman penduduk menjadi satu dengan rumah pemilik usaha. g. Adanya Saluran Pembuangan Air Limbah Salah satu syarat depot air minum adalah memiliki saluran pembuangan air limbah dengan aliran air yang lancar dan tertutup, hal ini bertujuan agar tidak terjadi genangan yang terbuka. Genangan yang terbuka akan menjadi tempat perkembangbiakan bakteri patoghen dan menjadi sarang vector yang dapat mencemari lingkungan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa depot air minum di Kecamatan Ngawi sudah memiliki saluran pembuangan air limbah yang tertutup. Hal ini sesuai persyaratan depot air minum yang telah ditetapkan.
h. Adanya Tempat Sampah Yang Tertutup Sampah yang menumpuk dan membusuk dapat menjadi sarang kuman dan binatang yang dapat mengganggu kesehatan manusia serta mengganggu estetika lingkungan. Depot air minum isi ulang hendaknya memiliki tempat sampah yang dilengkapi tutup agar tidak menjadi sumber pencemar (Depkes, 2014). Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa 68,8% (tabel 5.4) depot air minum tidak menyediakan tempat sampah yang tertutup, hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran pemilik usaha depot air minum akan pentingnya menyediakan tempat sampah tertutup. Hal ini berhubungan dengan kualitas air minum isi ulang yang dihasilkan menjadi tidak memenuhi syarat bakteriologis. i. Adanya Tempat Cuci Tangan Tangan kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, faeces, atau sumber lain ke makanan/minuman. Oleh karena itu pencucian tangan meskipun tampaknya merupakan kegiatan ringan dan sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam mencegah kontaminasi pada makanan/minuman. Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan banyak mikroba yang terdapat pada tangan. Frekuensi pencucian tangan disesuaikan dengan kebutuhan. Pada prinsipnya pencucian tangan dilakukan setiap saat, setelah menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber kontaminasi atau cemaran. (Hiasinta, 2001). Tersedianya sarana tempat cuci tangan berkaitan dengan perilaku petugas untuk mencuci tangan sebelum melayani konsumen. Jika di lokasi depot air minum tidak tersedia tempat cuci tangan maka petugas akan enggan mencuci tangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 68,8% (tabel 5.4) depot air minum tidak menyediakan sarana cuci tangan, hal ini berhubungan dengan kualitas bakteriologis air minum yang dihasilkan karena tercemar melalui tangan petugas yang tidak dicuci terlebih dahulu. j. Bebas Dari Lalat, Tikus Dan Kecoa Lalat, tikus dan kecoa merupakan hewan-hewan yang biasa hidup di lingkungan yang kotor. Apabila suatu tempat dihuni oleh lalat, tikus maupun kecoa, hal ini menunjukkan bahwa lingkungan sekitarnya adalah lingkungan yang tidak baik sanitasinya.
4.
Salah satu syarat depot air minum adalah harus bebas dari tikus, lalat dan kecoa. (Depkes, 2014). Keberadaan tikus, lalat dan kecoa dapat menjadi sumber pencemar dan dapat merusakkan peralatan instalasi depot air minum. Dari hasil pengamatan di lapangan, seluruh depot air minum di wilayah Ngawi bebas dari lalat, tikus dan kecoa. Hal ini karena kesadaran yang cukup baik dari pemilik usaha depot air minum. Keberadaan hewan-hewan tersebut akan menyebabkan konsumen enggan membeli produknya sehingga dapat merugikan pengusaha, oleh karena itu pengusaha berusaha mencegah kehadiran lalat, tikus dan kecoa di tempat usahanya. Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang Air minum adalah air yang melalui proses atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010). Air minum isi ulang adalah air yang telah melalui proses pengolahan yang berasal dari mata air dan telah melewati tahapan dalam membersihkan kandungan airnya dari segala mikroorganisme pathogen tanpa harus dimasak sehingga air tersebut dapat langsung diminum. (Deperindag, 2007). Pada peruntukan air minum, kadar maksimum MPN Coliform adalah 0/100 ml. Bakteri Coliform adalah golongan bakteri intestinal yaitu hidup di dalam saluran pencernaan makhluk hidup. Bakteri coliform merupakan indicator keberadaan bakteri pathogen lain karena jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri pathogen. Bakteri coliform salah satunya adalah E. Coli jika masuk ke dalam saluran pencernaan dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Walaupun E.Coli merupakan bagian dari mikroba normal saluran pencernaan, namun mampu menyebabkan gastroenteritis taraf sedang hingga parah pada manusia. Dari hasil penelitian, diperoleh data 56,25% (tabel 5.5) depot air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tidak memenuhi syarat kualitas bakteriologis. Hal ini menunjukkan bahwa 56,25 % (tabel 5.5) depot air minum tercemar oleh bakteri Coliform yang seharusnya tidak boleh ada dalam air minum. Keberadaan bakteri Coliform pada air minum isi ulang dapat disebabkan oleh beberapa factor antara lain, bahan baku, sanitasi alat, hygiene petugas,dan sanitasi depot yang tidak baik. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa pemeriksaan rutin yang dilakukan selama ini baru bisa berjalan 3 (tiga) bulan
5.
sekali hal ini bertentangan dengan peraturan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI dalam Permenkes RI No. 736/Menkes/Per/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Air Minum yang menyebutkan bahwa pemeriksaan air minum isi ulang dilakukan sebulan sekali. Namun kondisi di lapangan adalah sangat sulit melaksanakan pemeriksaan sebulan sekali karena pengusaha depot air minum merasa keberatan apabila produknya diperiksa sebulan sekali. Oleh karena itu dilakukan kesepakatan bersama antara ASPADA dengan Dinas Kesehatan untuk melakukan pemeriksaan 3 (tiga) bulan sekali dengan persyaratan apabila hasil pemeriksaan bakteriologis tidak memenuhi syarat, pengusaha depot air minum bersedia melakukan perbaikan namun apabila 3 (tiga) pemeriksaan berturut-turut masih tidak memenuhi syarat kualitas bakteriologis akan diberikan teguran baik lisan maupun tertulis. Rekapitulasi Hasil 1. Dari hasil rekapitulasi didapatkan bahwa aspek kondisi sanitasi depot air minum isi ulang yang terdiri dari : a. Bahan baku Kondisi bahan baku yang digunakan pada depot air minum isi ulang memiliki nilai sebesar 88,12% (tabel 5.10) yang berarti kondisi bahan baku memenuhi syarat kelaikan . Meskipun masih ada bahan baku yang tidak memenuhi syarat namun dengan didukung pengolahan dan sanitasi yang baik dapat menghasilkan produk yang memenuhi syarat kualitas bakteriologis air minum. b. Sanitasi alat Sanitasi alat pada depot air minum isi ulang memiliki nilai sebesar 92,75 % (tabel 5.10) sehingga termasuk dalam kategori memenuhi syarat kelaikan. Alat yang baik akan menghasilkan produk yang baik pula, apabila bahan baku yang digunakan tidak memenuhi syarat maka masih bisa menghasilkan produk yang baik jika alat dan proses produksi memenuhi syarat tetapi jika alat dan proses produksi tidak memenuhi syarat maka produk yang dihasilkan pasti tidak memenuhi syarat. c. Hygiene petugas Hygiene petugas depot air minum isi ulang memiliki nilai sebesar 36,86 % (tabel5.10) sehingga termasuk dalam kategori tidak memenuhi syarat kelaikan. Hal ini akibat kurangnya kesadaran dan pengetahuan yang dimiliki petugas depot air minum tentang hygiene sanitasi depot
air minum isi ulang sehingga diperlukan pembinaan dari instansi terkait dan asosiasi pengusaha depot air minum (ASPADA) untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan petugas depot air minum untuk meningkatkan kualitas produk dan mendapatkan jaminan keamanan produk air minum isi ulang yang dikonsumsi masyarakat. Namun tidak semua pengusaha depot air minum dengan sukarela datang memenuhi undangan pertemuan pembinaan oleh Dinas Kesehatan dan ASPADA, oleh karena diperlukan suatu kegiatan rutin yang bisa mengumpulkan semua pengusaha depot air minum yang sifatnya mengikat misalnya dalam setiap pertemuan pembinaan diselingi dengan acara arisan sehingga lebih menarik untuk dihadiri oleh para pengusaha depot air minum. Meskipun kondisi bahan baku dan sanitasi alat serta sanitasi depot memenuhi syarat belum tentu menghasilkan produk air minum yang memenuhi syarat pula, hal ini karena petugas lah yang bersentuhan langsung dengan produk bisa menjadi sumber pencemar. d. Sanitasi depot Sanitasi depot air minum isi ulang memiliki nilai sebesar 79,7 % (tabel 5.10) sehingga termasuk dalam kategori memenuhi syarat kelaikan. Tempat/depot merupakan salah satu penentu kualitas bakteriologis air minum yang dihasilkan karena depot menjadi tempat masuknya sumber cemaran baik dari lokasi depot maupun fasilitas-fasilitas yang tersedia pada depot air minum. Depot air minum hendaknya menyediakan fasilitas pendukung sanitasi seperti SPAL, tempat cuci tangan, tempat sampah. Dari keseluruhan aspek kondisi sanitasi depot air minum diperoleh nilai rata-rata total dengan kategori memenuhi syarat kelaikan sebesar 74,36%. 2. Kualitas bakteriologis Kualitas bakteriologis air minum merupakan penentu layak tidaknya air minum isi ulang dikonsumsi masyarakat. Kualitas bakteriologis yang memenuhi syarat dapat diperoleh dari kondisi bahan baku yang baik, sanitasi alat yang baik, hygiene petugas yang baik dan sanitasi depot yang baik pula. Masing-masing aspek mempunyai peran yang saling mendukung dalam menghasilkan produk yang memenuhi syarat.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Aspek kondisi sanitasi depot air minum isi ulang yang meliputi kondisi bahan baku, sanitasi alat, hygiene petugas dan sanitasi depot dalam kondisi memenuhi syarat kelaikan yaitu sebesar 74,36%. 2. Terdapat 56,25% air minum isi ulang yang dikonsumsi masyarakat di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi tidak memenuhi syarat kualitas bakteriologis air minum. 3. Terdapat hubungan aspek kondisi sanitasi depot air minum isi ulang dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang di Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi
a. Memeriksakan produknya secara berkala agar diketahui perubahan kualitasnya. b. Mengikuti pembinaan dari pihak berwenang untuk mendapatkan informasi yang bisa digunakan dalam mempertahankan atau meningkatkan kualitas produknya. c. Bagi produsen air minum isi ulang hendaknya lebih memperhatikan peralatan yang digunakan terutama dalam pemeliharaan, masa pakai peralatan dan penggunaan yang sesuai. Perlu memperhatikan kondisi lingkungan sebaiknya jangan dicampur dengan usaha lain. d. Bagi para pekerja selalu berperilaku higienis dan sanitasi, selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum melayani konsumen dan mengenakan pakaian kerja yang rapi dan bersih. e. Memasang hasil pemeriksaan laboratorium terbaru sebagai salah satu bentuk upaya menunjukkan pada konsumen bahwa produknya aman sekaligus sebagai kontrol dari konsumen kepada produsen.
Athena, Sukar., Hendro, MD., Anwar M., Haryono, (2004), Kandungan Bakteri total Coli Dan Escherichia Coli/Fecal Coli Air Minum Dari Depot Air Minum Isi Ulang Di Jakarta, Tangerang, Dan Bekasi. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol.32, No.4. Badan
Pusat
Statistik.
(2014).
Ngawi
Dalam
Angka.
Ngawikab.bps.go.id Beck, Mary E, (2000). Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan Penyakit-Penyakit Untuk Perawat Dan Dokter . Yogyakarta Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI. (2004). Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 651/MPP/Kep/10/2004 Tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya . Jakarta: Departemen Perindustrian Dan Perdagangan Republim Indonesia. Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI. (2007). Pedoman Teknis Pengelolaan Depot Air Minum , Jakarta: Departemen Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI. (1990). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 416/Menkes/Per/XI/1990 Tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI. (2002). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri . Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI. (2006). Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI. (2010). Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan