Jurnal Ilmiah Akademik Disiapkan sebagai standard kualifikasi
MUSIK TRADISIONAL KHAS BALI SEBAGAI ASET BUDAYA INDONESIA
Disusun Oleh: Nama
: Fitria Diah Diah Ekawati Ekawati
NIM
: 211.139.1 211.139.1644 644
Semester
: III
Jurusan
: Perhotelan
Jenjang
: D-3
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA AMBARRUKMO (STIPRAM) YOGYAKARTA 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan jurnal akademik ini. Jurnal ini merupakan tugas wajib kepada seluruh mahasiswa STIPRAM Diploma-3 dan Strata-1 sebagai syarat kelulusan dalam rangka Domestic Case Study 2012. Dalam kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian jurnal ini, yaitu: 1. Bpk. Drs. Suhendroyono SE, MM, M.Par selaku ketua STIPRAM. 2. Ibu Dra. Damiasih MM, M.Par selaku pembimbing akademik. 3.
Ibu Ni Ketut Ayu Srinadhi selaku tour guide selama di Bali.
4. Pihak luar yang telah membantu di dalam penyelesaian jurnal ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa jurnal ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian sehingga jurnal ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, Juni 2012 Penulis,
Fitria Diah Ekawati
2
Jurnal Ilmiah Akademik Disiapkan sebagai standard kualifikasi
MUSIK TRADISIONAL KHAS BALI SEBAGAI ASET BUDAYA INDONESIA
Disusun Oleh: Fitria Diah Ekawati 2111391644
ABSTRACT
The music of Bali is extremely complex and vibrant. The original purpose of music here again is to serve religious beliefs, accompanying dances or wayang theaters. The traditional Balinese orchestra, known as gamelan, is composed of various forms of percussions, with notes overlapping and criss crossing among the various kinds. There is a number of string and woodwind instruments, but most of the players, which can range from a few to several dozen, sit behind various kinds of metallophones, gongs, and xylophones.
PENDAHULUAN
Penulis dan seluruh mahasiswa Diploma-3 beserta Strata-1 semester III di STIPRAM melaksanakan program wajib dari kampus yaitu Domestic Case Study (DCS) yang dilaksanakan pada tanggal 8-12 Juni 2012. Alasan DCS dilaksanakan di Bali karena Bali memiliki banyak objek wisata yang indah dan sangat menarik untuk dikunjungi oleh para wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Karena STIPRAM adalah sekolah tinggi pariwisata dibawah naungan P.T. HIN maka dalam kunjungan ke Bali penulis berkesempatan mengunjungi salah satu
3
hotel tertua kedua dan tertinggi di Bali yaitu Inna Grand Bali Beach Hotel di Sanur serta menginap di Inna Bali. Penulis juga mengunjungi beberapa tempat ketika berada di Bali, seperti: 1. Tanjung Benoa 2. Garuda Wisnu Kencana (GWK) 3. Jimbaran 4. Teman “Tempat Penyaman” Joger 5. Pantai Kuta 6. Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Nusa Dua 7. Pasar Seni Sukowati Namun dari semua tempat yang dikunjungi, penulis memilih pertunjukkan musik dan tarian di Garuda Wisnu Kencana yang merupakan kekayaan budaya Bali. Penulis tertarik membahas musik tradisioanal khas bali di dalam jurnal ini dikarenakan musik tradisional khas bali ini sebagai aset budaya Indonesia.
PEMBAHASAN Musik tradisional bali secara kebendaan atau peninjauan peralatan yang dipakainya tak ubahnya seperti musik tradisional jawa yang dikenal dengan seni karawitan itu. Musik tradisional Bali memang mempunyai ciri khas tersendiri dalam cara memainkannya. Irama musik bali mengingatkan kita pada suatu semangat keceriaan, karena irama yang dimainkan mengandung kecepatan yang saling berkesinambungan. Komponen-komponen musik saling menyatu melahirkan suara gemuruh hingga yang mendengarkan tanpa terasa badan terasa seolah-olah mau bergerak. Kekuatan Musik bali ada pada kecepatan pukulan gamelan yang bersautsautan dalam tempo cepat. Musik tradisional khas bali disebut juga dengan gamelan bali, ada beberapa jenis musik yang mempunyai keunikan tersendiri dalam memainkannya diantaranya Gamelan Jegog, Gamelan Gong Gede, Gamelan Gambang, serta Gamelan Selunding Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an.
4
Perkembangan musik tradisional bali :
Dalam periode tahun 1970 sampai dengan 1990an, seni karawitan Bali mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan. Kemajuan seni karawitan Bali pada waktu itu memperlihatkan dua sisi yang menarik dan sangat menentukan masa depan dari seni karawitan di daerah ini. Di satu sisi telah terjadi penyebaran gamelan keseluruh Bali, bahkan keluar daerah serta keluar negeri. Kondisi ini diikuti oleh munculnya komposisi-komposisi karawitan baru yang semakin rumit dengan teknik permainan yang semakin kompleks.
Di sisi lain terlihat terjadinya perubahan ekspresi musikal dan pembaruan gaya-gaya musik lokal. Di Bali dewasa ini hampir setiap desa telah memiliki gamelan. Banyak desa bahkan memiliki 2 - 3 barungan gamelan. Namun demikian tidak dapat dipungkiri lagi bahwa jenis gamelan yang paling baik perkembangannya adalah Gong Kebyar. Kiranya hal ini disebabkan oleh keberadaan daripada barungan gamelan ini yang serba guna dan yang paling sesuai dengan selera masyarakat banyak terutama kalangan generasi muda.
Ada beberapa contoh yang dapat dijadikan bukti terhadap perkembangan Gong Kebyar ini. Di desa Singapadu sebuah desa di Kabupaten Gianyar misalnya, hingga sekitar akhir tahun 1960 hanya ada 1 barung Gong Kebyar dan 7 barung gamelan Geguntangan atau Paarjan. Dua puluh tahun kemudian di desa yang terdiri dari 13 banjar dinas ini telah ada 6 barung Gong Kebyar dan 2 barung Geguntangan. Jumlah ini masih perlu ditambah 2 barung Gong Kebyar yang dimiliki oleh sanggar atau sekaa pribadi. Di kota-kota besar diluar Bali seperti Surabaya, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta juga telah berdiri group musik dan gamelan Bali. Dapat dipastikan bahwa gamelan yang dimiliki oleh group-group ini adalah gamelan Gong Kebyar.
5
Di tingkat Internasional, gamelan Bali (Gong Kebyar, Semar Pagulingan dan Gender Wayang) sudah tersebar ke Eropa, Jerman, Australia, Jepang, Canada, India dan mungkin yang terbanyak ke Amerika Serikat. Walaupun kebanyakan dari barungan gamelan Bali ini ditempatkan di perwakilan RI, ataupun universitasuniversitas, semakin banyak group-group swasta dan perorangan yang memiliki gamelan sendiri. Group Sekar Jaya El Ceritto, California, Giri Mekar di Woodstock, New York (keduanya di Amerika Serikat), dan group Sekar Jepun di Tokyo Jepang adalah beberapa group kesenian asing yang hingga kini masih aktif. Menjadi semakin kompleksnya komposisi gamelan Bali yang diwarnai dengan melodi serta teknik cecadetan yang semakin rumit.
Belakangan
ini
muncul
komposisi-komposisi
musik
baru
yang
menampilkan melodi yang lincah dan mempergunakan banyak nada. Hal ini sangat berbeda dengan gending-gending dari masa lampau yang melodi-melodinya sangat sederhana, mempergunakan beberapa nada saja dan berisikan banyak pengulangan. Pola-pola cecadetan yang muncul belakangan ini sudah banyak memakai pola ritme/ hitungan tidak ajeg seperti tiga, lima atau tujuh.
Dalam komposisi lama, dalam gender wayang sekalipun pola ritme/ hitungan ajeg sangat dominan. Perubahan ini juga diikuti oleh masuknya jenis pukulan rampak dan keras, yang datangnya secara tiba- tiba seperti yang terjadi pada Gong Kebyar. Tambah lagi ekspresi musikal hampir semua gamelan Bali menjadi "ngebyar" (meniru Gong Kebyar). Nampaknya perubahan ini besar kaitannya dengan adanya pengaruh gamelan Gong Kebyar.
Kecenderungan yang lain adalah pengembangan barungan dengan cara menambah beberapa instrumen baru. Gejala ini yang terlihat dalam pengembangan gamelan Geguntangan, munculnya Adi Merdangga dan gamelan pengiring sendratari. Hal ini kiranya berkaitan dengan munculnya stage-stage pementasan besar dengan penonton yang berada jauh dari arena pentas (tempat menari). Agar musik dapat didengar oleh penonton yang berada di kejauhan ini, maka
6
penambahan instrumen menjadi perlu selain menggunakan sistem amplifikasi. Misalnya saja pada tahun 1970, gamelan Geguntangan adalah suatu barungan kecil yang menimbulkan suara lembut merdu. Kini Geguntangan sudah dilengkapi dengan beberapa buah kulkul, dengan beberapa instrumen bilah seperti cuing dan lain-lain. Ada kecenderungan bahwa perkembangan seni Karawitan Bali lebih didominir oleh gaya Bali Selatan.
Seni Karawitan sebagaimana halnya kesenian Bali lainnya, juga meliputi dua gaya daerah : Bali utara dan Bali Selatan. Perbedaan antara kedua gaya ini tampak jelas dalam tempo, dinamika dan ornamentasi dari pada tabuh- tabuh dari masing-masing gaya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk tempo tabuh-tabuh Bali Utara cenderung lebih cepat dari yang di Bali Selatan. Hal ini juga menyangkut masalah dinamika di mana tanjakan dan penurunan tempo musik Bali Utara lebih tajam daripada Bali Selatan. Namun demikian, ornamentasi tabuh-tabuh Bali Utara cenderung lebih rumit daripada Bali Selatan. Akhir-akhir ini tabuh-tabuh gaya Bali Utara terasa semakin jarang kedengarannya, sebaliknya tabuh-tabuh Bali Selatan semakin keras gemanya. Semua yang sudah diuraikan di atas mengisyaratkan kemajuan karawitan Bali baik secara kuantitas maupun kwalitas. Ada kecendrungan bahwa di masa yang akan datang seni karawitan Bali, khususnya instrumental yang didominir oleh gamelan Gong Kebyar dan ekspresi "ngebyar" akan masuk ke jenis jenis gamelan non-Kebyar. Sementara karawitan gaya Bali Utara dan Selatan akan berbaur menjadi satu (mengingat pemusik kedua daerah budaya ini sudah semakin luluh), gamelan klasik seperti Semar Pagulingan nampaknya akan bangkit kembali.
Menurut jamannya, Gamelan Bali dibagi menjadi 3 bagian besar :
1.
Gamelan wayah atau gamelan tua diperkirakan telah ada sebelum abad XV.
Umumnya didominir oleh alat-alat berbentuk bilahan dan tidak mempergunakan
7
kendang. Kalaupun ada kendang, dapat dipastikan bahwa peranan instrumen ini tidak begitu menonjol. Beberapa gamelan golongan tua antara lain (menurut abjad): 1.
Angklung
6.
Gender wayang
2.
Balaganjur
7.
Genggong
3.
Bebonangan
8.
Gong beri
4.
Caruk
9.
Gong luwang
5.
Gambang
10.
Selonding
2.
Barungan madya, yang berasal dari sekitar abad XVI-XIX, merupakan
barungan gamelan yang sudah memakai kendang dan instrumen-instrumen bermoncol (berpencon). Dalam barungan ini, kendang sudah mulai memainkan peranan penting. Menurut abjad mereka adalah: 1.
Batel barong
5.
Gong gede
2.
Bebarongan
6.
Pelegongan
3.
Gamelan joged pingitan
7.
Semar pagulingan
4.
Gamelan penggabuhan
3.
Gamelan Anyar adalah gamelan golongan baru, yang meliputi jenis-jenis
barungan gamelan yang muncul pada abad XX. Barungan gamelan ini nampak pada ciri-ciri yang menonjolkan permainan kendang. Menurut abjad disusun daftar sebagai berikut: 1.
Adi Merdangga
9.
Gamelan Manikasanti
2.
Bumbung Gebyog
10.
Gamelan Semaradana
3.
Gamelan Bumbang
11.
Gong Suling
4.
Gamelan Geguntangan
12.
Jegog
5.
Gamelan Genta Pinara Pitu
13.
Kendang Mabarung
6.
Gamelan Gong Kebyar
14.
Okokan / Grumbungan
7.
Gamelan Janger
15.
Tektekan
8.
Gamelan Joged Bumbung
8
Selain musik gamelan dengan menonjolan instrumentalnya, juga terkadang disatukan dengan
irama suara manusia yang saling bersaut-sautan seperti tari
kecak, dimana tarian ini konon menirukan gaya seekor kera. Selain itu juga ada musik aklung gaya khas Bali yang dimainkan dalam rangka penyelengaraan upacara pembakaran mayat yaitu Ngaben, serta musik Bebonangan yang dimainkan pada saat penyelenggaraan upacara tertentu oleh masyarakat Bali. Dalam mendesain penyajian gamelan gaya Bali mengisyaratkan penampilan tersendiri sehingga menarik perhatian orang. Beragama motif-motif gaya bali dengan aneka warna baik yang menampilkan full color atau keemasannya menghiasi perangkat perangkat musik yang akan dimainkan. Karena mempunyai ke khasan tersendiri banyak wisatawan manca negara dari berbagai negara turut belajar kesenian musik tradisional Bali. Meskipun seiring dengan kemajuan zaman melalui keragaman media bisa saja mempengaruhi warna musik khas Bali, namun karena kecintaan warganya itu, maka kesenian musik tradional Bali tetap bertahan dan masih eksis dalam penyelenggaraan setiap kegiatan ritual upacara keagamaan.
Sebagai bahan perbandingan untuk musik traditional khas bali, penulis memilih untuk mengangkat musik tradisional khas yogyakarta sebagai bahan pembanding dikarenakan Yogyakarta juga merupakan daerah yang kaya akan budaya khususnya kesenian musik tradisionalnya.
Musik Tradisional Khas Yogyakarta Gamelan yang berkembang di Yogyakarta adalah Gamelan Jawa, sebuah bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow, berbeda dengan Gamelan Bali yang rancak dan ceria. Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik gamelannya.
Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan
9
bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.
Sejarah perkembangan musik tradisional Yogyakarta :
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanyikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.
Tidak ada kejelasan tentang sejarah munculnya gamelan. Perkembangan musik gamelan diperkirakan sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam. Perkembangan selanjutnya setelah dinamai gamelan, musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian. Barulah pada beberapa waktu sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden.
10
Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending.
Untuk daerah Sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta umumnya gamelan terdiri dari 2 pangkon (jenis) yakni Slendro dan Pelog yang mempunyai titi nada yang berbeda. Slendro pada dasarnya adalah nada mendekati minor sedangkan Pelog menghasilkan nada yang cenderung mendekati nada diatonis.
Berikut ini Seperangkat gamelan Jawa yang umumnya dibunyikan di Jawa Tengah, diantaranya : 1. Kendang Merupakan alat musik ritmis (tak bernada) yang berfungsi mengatur irama dan termasuk dalam kelompok “membranofon” yaitu alat musik yang sumber bunyinya berasal dari selaput kulit atau bahan lainnya. 2. Rebab Rebab terbuat dari bahan kayu dan resonatornya ditutup dengan kulit tipis, mempunyai dua buah senar/dawai dan mempunyai tangga nada pentatonis. Alat musik yang menggunakan penggesek dan mempunyai tiga atau dua utas tali dari dawai logam (tembaga) ini badannya menggunakan kayu nangka (umumnya)dan berongga di bagian dalam ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan sebagai pengeras suara. Untuk daerah Jawa Tengan dan Yogyakarta, lazimnya Instrumen ini terdiri dari kawat-gesek dengan dua kawat ditegangkan pada selajur kayu dengan badan berbentuk hati ditutup dengan membran (kulit tipis) dari babad sapi. 3. Balungan
11
Yaitu alat musik berbentuk Wilahan (Jawa : bilahan) dengan enam atau tujuh wilah (satu oktaf ) ditumpangkan pada bingkai kayu yang juga berfungsi sebagai resonator yang ditabuh dengan menggunakan tabuh dari kayu. Menurut ukuran dan fungsinya, terdapat tiga jenis Balungan : a.
Demung
b.
Saron
c.
Peking
d.
Slenthem
4. Bonang Alat musik ini terdiri dari satu set sepuluh sampai empat-belas gong- gong kecil berposisi horisontal yang disusun dalam dua deretan, diletakkan di atas tali yang direntangkan pada bingkai kayu. Pemain duduk di tengah-tengah pada sisi deretan gong beroktaf rendah, memegang tabuh berbentuk bulat panjang di setiap tangan. Ada tiga macam bonang, dibeda-bedakan menurut ukuran, wilayah oktaf, dan fungsinya dalam ansambel. Untuk gamelan Jawa, bonang disini ada 2 jenis yakni Bonang Barung dan Bonang Penerus/ Penembung 5. Kenong merupakan unsur instrumen pencon gamelan yang paling gemuk, dibandingkan dengan kempul dan gong yang walaupun besar namun berbentuk pipih. Kenong ini disusun pada pangkon berupa kayu keras yang dialasi dengan tali, sehingga pada saat dipukul kenong tidak akan bergoyang ke samping namun dapat bergoyang ke atas bawah, sehingga menghasilkan suara. Bentuk kenong yang besar menghasilkan suara yang rendah namun nyaring dengan timber yang khas (dalam telinga masyarakat Jawa ditangkap berbunyi ning-nong, sehingga dinamakan kenong).
6. Kethuk Dua instrumen jenis gong sebesar kenong, berposisi horisontal ditumpangkan pada tali yang ditegangkan pada bingkai kayu yang berfungsi memberi aksen-aksen alur lagu gendhing menjadi kalimat kalimat yang pendek.
12
Pada gaya tabuhan cepat lancaran, sampak, srepegan, dan ayak ayakan, kethuk ditabuh di antara ketukan ketukan balungan, menghasilkan pola-pola jalin-menjalin yang cepat. 7. Gambang Merupakan Instrumen mirip keluarga balungan yang dibuat dari bilah – bilah kayu dibingkai pada gerobogan yang juga berfungsi sebagai resonator. Berbilah tujuh-belas sampai dua-puluh bilah, wilayah gambang mencakup dua oktaf atau lebih. Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar dengan tangkai panjang biasanya dari tanduk/sungu/ batang fiber lentur. 8. Gender Sama dengan Kendang, Gender ini kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Instrumen mirip Slenthem namun dengan wilahan lebih kecil, terdiri dari bilah bilah metal (Perunggu, Kuningan atau Besi) ditegangkan dengan tali di atas bumbung-bumbung resonator. 9. Siter Siter merupakan instrumen yang dimainkan dengan dipetik, terbuat dari kayu berbentuk kotak berongga yang berdawai. Pada umumnya site mempunyai dua belas nada, yaitu dari kiri ke kanan: 2, 3,5,6,1,2,3,5,6,1,2,3. (contoh untuk siter slendro). 10. Kempul Kempul merupakan salah satu perangkat gamelan yang ditabuh, biasanya digantung menjadi satu perangkat dengan Gong (mirip dengan Gong tapi lebih kecil) dengan jumlah tergantung dengan jenis pagelarannya, sehingga tidak pasti. Kempul menghasilkan suara yang lebih tinggi daripada Gong, sedangkan yang lebih kecil akan menghasilkan suara yang lebih tinggi lagi.
11. Suling Suling bambu yang memainkan lagu dalam pola-pola lagu bergaya bebas metris. Alat ini dimainkan secara bergantian, biasanya pada waktu lagunya mendekati
13
akhiran kalimat atau kadang – kadang dimainkan pada lagu-lagu pendek di permulaan atau di tengah kalimat lagu. 12. Gong Sebuah kata benda yang merujuk bunyi asal benda, kata gong khususnya menunjuk pada gong yang digantung berposisi vertikal, berukuran besar atau sedang, ditabuh di tengah-tengah bundarannya (pencu) dengan tabuh bundar berlapis kain. Gong menandai permulaan dan akhiran gendhing dan memberi rasa keseimbangan setelah berlalunya kalimat lagu gendhing yang panjang. 13. Keprak Keprak adalah suatu alat berbentuk lembaran yang terbuat dari perunggu atau besi dengan ukuran kira-kira 20 x 27 cm, terdiri beberapa lempengan, diberi lobang pada bagian atasnya dan diberi seutas tali, digantung pada kotak wayang dengan tatanan sedemikian rupa sehingga bila di pukul akan menimbulkan efek bunyi “prak-prak”.
Kesimpulan Secara segi fisik alat musiknya, antara musik tradisional bali dan musik tradisional yogyakarta memiliki kesamaan yaitu seperti gamelan pada umumnya. Namun dari segi alunannya memiliki perbedaan yang sangat menonjol. Gamelan bali memiliki ciri khas alunan yang rancak dan kekuatan Musik bali ada pada kecepatan pukulan gamelan yang bersaut-sautan dalam tempo cepat sebagai tanda semangat keceriaan.
Berbeda jauh dengan alunan musik gamelan khas yogyakarta. Gamelan Yogyakarta memiliki nada yang lebih lembut dan slow, perbedaan ini dikarenakan Yogyakarta memiliki pandangan hidup tersendiri dalm pengungkapannya melalui alunan musik gamelannya. Pandangan hidup yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama.
14
Secara garis besar musik tradisional Bali dan musik tradisional yogyakarta memiliki keunikan dan kekhasan yang berbeda. Dalam kegunaannya, keduanya sama-sama digunakan dalam keperluan sarana ritual keagamaan dan juga sebagai sarana hiburan guna mendukung kepariwisataan di Indonesia. Sehingga banyak wisatawan asing tertarik dan datang untuk menikmati serta mempelajarinya.
Daftar Pustaka
Data Domestic Case Study di Bali 2012 pada tanggal 8-12 Juni 2012 ….., http://www.babadbali.com/seni/gamelan/gamelan-anyar.htm ....... http://www.isi-dps.ac.id/artikel/gamelan-gong-gede-di-pura-ponjok-batusingaraja-kajian-nilai-nilai-ritual ....... http://teguh212.blog.esaunggul.ac.id/2012/03/20/pulau-bali-dan-kekayaan budayanya/ ....... http://heroesoesanto.blogspot.com/2011/03/perkembangan-gamelan.html
15