REFLEKSI KASUS
Desember 2015
TUBERKULOSIS
DISUSUN OLEH: NAMA
: MUHAMMAD ILHAM JURAIJ
STAMBUK
: N 111 13 007
PEMBIMBING PEMBIMBING : dr. SYAHRIAR., M.Kes drg. HERMIYANTY., M. Kes
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2015
BAB I PENDAHULUAN
Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis dan ditularkan melalui perantara droplet udara.1 Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksis sepertiga penduduk dunia. Pada Tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada sebagian besar negara di dunia. Penyakit TB tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular /BTA (+). Jumlah penderita TB diperkirakan akan meningkat seiring dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia. 2,3 Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2012, mendeskripsikan bahwa untuk wilayah regional Asia Tenggara merupakan regional dengan kasus TB paru tertinggi yaitu sebesar 40%, diikuti regional Afrika 26%, Pasifik Barat 19%, dan terendah pada regional Eropa 3%. Pada regional Asia Tenggara, negara tertinggi prevalensi TB Paru adalah Myanmar yaitu 525 per 100.000 penduduk, diikuti Bangladesh sebesar 411 per 100.000 penduduk, dan Indonesia menempati urutan ke lima yaitu dengan prevalensi sebesar 289 per 100.000 penduduk. 2 ` Laporan Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2010, memberikan gambaran bahwa terdapat (5) lima provinsi yang memiliki angka prevalensi tertinggi adalah (1) Papua 1.441 per 100.000 peduduk, (2) Banten 1.282 per 100.000 penduduk), (3) Sulawesi Utara 1.221 per 100.000 penduduk, (4) Gorontalo 1.200 per 100.000 penduduk, dan (5) DKI Jakarta 1.032 per 100.000 penduduk. Berdasarkan komposisi penduduk, diketahui prevalensi TB paru paling banyak terdapat pada jenis kelamin laki-laki 819 per 100.000 penduduk, penduduk yang bertempat tinggal di desa 750 per 100.000 penduduk, kelompok pendidikan yang tidak sekolah 1.041 per 100.000 penduduk), petani/nelayan/buruh 858 per 100.000 penduduk dan pada penduduk dengan tingkat pengeluaran kuintil 4 sebesar 607 per 100.000 penduduk. 2 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, (2012), diketahui peningkatan angka penjaringan suspek mempunyai range 8-123 per 100.000 penduduk. Provinsi dengan peningkatan angka penjaringan suspek tertinggi adalah Provinsi Maluku (123 per 100.000 penduduk) dan Provinsi Sumatera Utara (8 per 100.000 penduduk).3
Di Sulawesi Tengah sendiri berdasarkan jumlah penduduk diperkirakan kasus TB BTA positif dimasyarakat pada tahun 2011 sekitar 4.856 orang. Pada tahun 2011 ditemukan 2.807 kasus yang menandakan CDR hanya 57,80%. Angka CDR Propinsi masih dibawah 70%. Berbagai upaya-upaya yang dilakukan, salah satunya promosi secara aktif, pendekatan pelayanan terhadap pelayanan kesehatan yaitu memaksimalkan Puskesmas Pembantu dan Bidan Desa untuk mendekatkan pelayanan TB di masyarakat terpencil.
BAB II LAPORAN KASUS
2.1. Identitas pasien
Nama Pasien
: Tn. M
Umur
: 35 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Petani
Pendidikan terakhir
: SMP
Alamat
: Mekar baru
2.2. Anamnesis Keluhan utama: Sesak napas Riwayat Penyakit Sekarang:
Awalnya pasien mengeluhkan adanya batuk berdahak yang hilang timbul disertai sesak nafas sejak 6 bulan yang lalu. Batuk berdahak tidak pernah disertai dengan pengeluaran darah. Pasien juga mengaku sering berkeringat pada malam hari dan kadang disertai demam serta sulit tidur. Nafsu makan pasien dirasakan menurun sehingga berat badan pasien diakui turun drastis sejak beberapa bulan terakhir. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengaku tidak pernah sebelumnya menjalani pengobatan OAT. Riwayat penyakit Hipertensi (-), diabetes (-), gangguan jantung (-), asma (-), alergi (-). Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada riwayat terkena penyakit tuberculosis. Riwayat pengobatan:
Tidak ada Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Pasien memiliki 1 istri dan 1 orang anak: An. M, 3 tahun, belum menikah Pasien tinggal di rumah yang luasnya kurang lebih 92 m2 (8m x 12m) dengan 1 kamar tidur bersama suami dan kedua anaknya. - Pasien mengaku sering merokok di rumah - Pasien merupakan keluarga ekonomi menengah kebawah.
- Untuk air minum pasien mendapatkan air dari PDAM, pasien mengaku ia memasak air untuk keperluan konsumsi rumah tangga. - Pasien memiliki fasilitas MCK di rumahnya namun terlihat sangat kotor dan lembab pada bagian dinding dan bagian lantainya. - Untuk memasak keluarga pasien menggunakan kompor minyak dan tungku. - Didalam rumah tidak terdapat hewan peliharaan . - Ventilasi udara rumah pasien sangat kurang dan cenderung tertutup, lantai rumah disemen kasar dan kotor, dinding rumah berupa sebagian kayu dan sebagian batu merah yang tidak di plester dan tidak ada plafon serta tampak tidak tertata.
2.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Frek. Nadi
: 80 x/menit
Frek. Napas
: 28 x/menit
Suhu
: 36,8 °C
Berat badan
: 46 kg
Tinggi badan
: 153 cm
Status gizi
: kurang
Status Generalis
Kepala Leher: Kepala
: Deformitas (-)
Rambut
: Hitam, lurus
Mata
: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Telinga
: Liang telinga normal, serumen (+)
Hidung
: Deformitas (-), sekret (-)
Leher
: tidak teraba pembesaran KGB
Paru: Inspeksi: - Bentuk dan ukuran dada kiri dan kanan simetris, barrel chest ( -), pergerakan dada simetris - Permukaan dada papula (-), petechie (-), purpura (-), ekimosis (-), nevi (-) - Pergerakan otot bantu nafas: SCM aktif,
- Iga dan sela iga melebar (+) - Tipe pernapasan torakoabdominal Palpasi: - Trakea tidak ada deviasi, iktus kordis di SIC V linea parasternal sinistra - Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-) - Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan - Taktil fremitus simetris kiri dan kanan Perkusi: - Batas jantung normal - Paru sonor di seluruh lapang paru. Auskultasi: - Cor: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-) - Pulmo: vesikuler (+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-) Abdomen: Inspeksi: bentuk simetris, permukaan datar, distensi (-), asites (-) Auskultasi: bising usus (+) normal, bising aorta (-) Perkusi: bunyi timpani pada seluruh lapang abdomen Palpasi: nyeri tekan (-), massa (-), hepatosplenomegali (-), tes undulasi (-), shifting dullness ().
2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan spesimen hasil BTA sewaktu (+), pagi (+), sewaktu (+)
2.5. Diagnosis Kerja
Tuberculosis Paru
2.6. Penatalaksanaa
Medikamentosa Terapi OAT FDC kategori I tahap intensif RHZE selama 2 bulan. Non Medikamentosa Edukasi: - Penyakit yang diderita adalah penyakit Tb yang menular dan bisa menyerang siapa saja. - Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala pada penyakit TB dan cara penularannya
- Membuang dahak pada wadah tertutup yang berisi pasir dan air sabun diganti minimal 1x sehari, kemudian menguburnya di tempat yang jarang dilewati orang serta menggunakan masker - Menjelaskan kepada anggota keluarga pasien yang tinggal serumah dengan pasien untuk memeriksakan dahaknya di laboratorium untuk memastikan adan ya anggota keluarga yang lain yang mengidap penyakit TB seperti pasien atau tidak - Menjelaskan kepada pasien agar tekun minum obat serta rutin memeriksakan dirinya sampai dinyatakan sembuh untuk evaluasi perkembangan penyakit TB di Psukesmas meskipun pasien sudah merasa sehat sebelum dinayatakan sembuh - Jagalah kebersihan rumah dan pencahayaan di dalamnya, buka jendela setiap hari pagi dan siang hari. - Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
2.7. Prognosis
Dubia ad bonam
2.8. Anjuran
Skrining terhadap anggota keluarga yang tinggal ser umah dengan pasien
BAB III PEMBAHASAN Pasien adalah seorang perempuan berusia 35 tahun yang mengeluhkan adanya sesak nafas dan batuk berdahak yang hilang timbul disertai sesak nafas sejak 6 bulan yang lalu. Batuk berdahak tidak pernah disertai dengan pengeluaran darah. Pasien juga mengaku sering berkeringat pada malam hari dan kadang disertai demam serta sulit tidur. Nafsu makan pasien dirasakan menurun sehingga berat badan pasien diakui turun drastis sejak beberapa bulan terakhir. Tidak terdapat riwayat kontak pada keluarga, namun untuk lingkungan sekitar tidak dapat diketahui. Dari pemeriksaan fisik ditemukan status gizi kurang, napas cepat, terdapat bunyi napas tambahan ronkhi dikedua paru. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan BTA (+) di ketiga waktu sehingga pasien ini didiagnosis dengan tuberculosis paru kategori I. Berdasarkan hasil peenlusuran kasus ini, jika mengacu pada konsep kesehatan masyarakat, maka dapat ditelaah beberapa faktor yang mempengaruhi atau menjadi faktor resiko terhadap penyakit yang diderita oleh pasien dalam kasus ini. 1. Faktor genetik Pada kasus ini pasien adalah seorang laki-laki 35 tahun dengan status gizi kurang. Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada usia muda atau usia produktif 15-50 tahun. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin dan zat besi akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. 2. Faktor lingkungan Lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam terjadinya sebuah penyakit, apalagi penyakit tersebut adalah penyakit berbasis lingkungan. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan mudahnya terjadi infeksi apabila tidak ada keseimbangan dalam lingkungan. Dalam kasus ini lingkungan tempat tinggal mendukung terjadinya penyakit TB yang dialami pasien. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah, dan kepadatan rumah. - Pencahayaan rumah
Keadaan rumah pasien pada kasus ini tergolong lembab dan kurang pencahayaan. Kamar tidur pasien hanya memiliki 1 jendela yang berukuran kecil. Cahaya yang masuk ke dalam kamar sangat kurang. Hal ini menyebabkan mikroorganisme dapat berkembangbiak dengan pesat, termasuk kuman dan bakteri penyebab TB. Dan untuk rumah yang masih menggunakan papan dan batu bata yang bahkan tidak di plester juga bisa menjadi tempat perkembangbiakan. - Kepadatan hunian rumah Rumah tempat tinggal pasien dalam kasus ini memiliki jarak yang sangat dekat dengan rumah tetangga-tetangga sekitarnya. Hal ini tentu dapat menjadi faktor pendukung untuk tersebarnya penyakit TB dengan mudah.
3. Faktor perilaku Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya, dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakhibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya. - Pengetahuan yang kurang tentang TB Pasien dan keluarga sebelumnya tidak mengetahui tentang TB, pengertian, faktor resiko, penularan, akibat dan sebagainya. Pengetahuan yang rendah ini mempengaruhi tindakan yang menjadi kurang tepat. Pasien mengaku tidak segera memeriksakan diri ketika sudah ada gejala sakit yang mengarah ke TB. - Kebiasan merokok Pasien dalam kasus ini termasuk perokok aktif. Dengan adanya paparan asap rokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB paru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2011. 2. UPTD Puskesmas Donggala, 2014. Profil Kesehatan Puskesmas Donggala. Depkes RI, Donggala. 3. Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalaian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis.
LAMPIRAN