HUKUM DAN MAKHRAJ DALAM BACAAN ALQUR‟AN Dalam membaca Al-Quran agar dapat mempelajari, membaca dan memahami isi dan makna dari tiap ayat Al-Quran yang kita baca, tentunya kita perlu mengenal, mempelajari ilmu tajwid yakni tanda-tanda baca dalam tiap huruf ayat Al-Quran. Guna tajwid ialah sebagai alat untuk mempermudah, mengetahui panjang pendek, melafazkan dan hukum dalam membaca AlQuran. Tajw ī d (
) secara harfiah mengandung arti melakukan sesuatu dengan elok dan
indah atau bagus dan membaguskan, tajwid berasal dari kata ” Jawwada ” ( - -
)
dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara melafazkan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran maupun Hadist dan lainnya. Dalam ilmu tajwid dikenal beberapa istilah yang harus diperhatikan dan diketahui dalam pembacaan Al-Quran, diantaranya : a. Makharijul huruf, yakni tempat keluar masuknya huruf b. Shifatul huruf, yakni cara melafalkan atau mengucapkan huruf c. Ahkamul huruf, yakni hubungan antara huruf d. Ahkamul maddi wal qasr, yakni panjang dan pendeknya dalam melafazkan ucapan dalam tiap ayat Al-Quran e. Ahkamul waqaf waqaf wal ibtida‟, yakni mengetahui huruf yang harus mulai dibaca dan berhenti pada bacaan bila ada tanda huruf tajwid f. dan Al-Khat dan Al-Utsmani Arti lainnya dari ilmu tajwid adalah melafazkan, membunyikan dan menyampaikan dengan sebaik-baiknya dan sempurna dari tiap-tiap bacaan dalam ayat Al-Quran. Menurut para
Ulama besar menyatakan bahwa hukum bagi seseorang yang mempelajari tajwid adalah Fardhu Kifayah, yakni dengan mengamalkan ilmu tajwd ketika memabaca Al-Quran dan Fardhu „Ain atau wajib hukumnya baik laki-laki atau perempuan yang mu‟allaf atau seseorang yang baru masuk dan mempelajari Islam dan KitabNya. Mengenal, mempelajari dan mengamalkan ilmu tajwid berserta pemahaman akan ilmu tajwid itu sendiri merupakan hukum wajib suatu ilmu yang harus dipelajari, untuk menghindari kesalahan dalam membaca ayat suci Al-Quran dan melafazkannya dengan baik dan benar sehingga tiap ayat-ayat yang dilantunkan terdengar indah dan sempurna. Berikut ini ada dalil atau pernyataan shahih dari Allah SWT yang mewajibkan setiap HambaNya untuk membaca Al-Quran dengan memahami tajwid, diantaranya : 1. Dalil pertama di ambil dari Al-Quran. Allah SWT berfirman dalam ayatNya yang artinya “Dan bacalah Al-Qur‟an itu dengan perlahan/tartil (bertajwid)”[QS:Al-Muzzammil (73): 4]. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca AlQuran yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan setiap hurufhurufnya (bertajwid). 2. Dalil kedua diambil dari As-Sunnah ( Hadist ) yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah r.a.(istri Nabi Muhammad SAW), ketika beliau ditanya tentang bagaimana bacaan Al-Quran dan sholat Rasulullah SAW, maka beliau menjawab: ”Ketahuilah bahwa Baginda S.A.W. Sholat kemudian tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda kembali sholat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi hingga menjelang shubuh. Kemudian dia (Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah S.A.W. dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf-hurufnya satu persatu.” (Hadits 2847 Jamik At-Tirmizi). 3. Dalil ketiga diambil dari Ijma atau pendapat para ulama besar Islam. Yakni kesepakatan para ulama yang dilihat dari zaman Rasulullah SAW hingga sampai saat ini, yang menyatakan bahwa membaca Al-Quran dengan ber-Tajwid merupakan hukum atau sesuatu yang fardhu dan wajib.
Hukum-hukum dalam tajwid beserta komponen ilmu tajwid yang harus dikenal dipelajari, dipahami serta diamalkan dalam membaca Al-Quran, antara lain : 1. Hukum Ta‟awuz dan Basmalah Isti‟azah atau taawuz adalah melafazkan atau membunyikannya : “A’uzubillahi minasy syaitaanir rajiim” (
)
cara melafazkan basmalah adalah bunyinya: “Bismillahir rahmaanir rahiim” (
).
Terdapat 4 cara membaca iati’azah, basmalah dan surat : a. memutuskan isti‟azah (berhenti) kemudian baru membaca basmalah, b. menyambungkan basmalah dengan surah tanpa berhenti, c. membaca isti‟azah dan basmalah terus-menerus tanpa henti, d. membaca isti‟azah, basmalah dan awal surat terus-menerus tanpa berhenti. Terdapat 4 cara membaca basmalah di antara dua surat. Membaca basmalah adalah tanda awal dimulai suatu bacaan dalam surat Al-Quran. Guna dari membaca basmalah suatu keharusan dengan tujuan : a. Basmalah sebagai pemisah dengan surat Al-Quran yang lain b. Sebagai penghubung dengan awal surat Al-Quran c. Sebagai penghubung dari kesemua surat Al-Quran d. Menghubungkan akhir surat dengan basamalah, lalu berhenti. Namun basamalah tidak selalu menjadi surat awal yang harus terus dibaca untuk melanjutkan surat berikutnya. Walau bagaimana pun, tidak harus membaca demikian karena dikhawatirkan ada yang mengganggap basmalah merupakan salah satu ayat daripada surat yang sebelumnya.
Dalam ilmu tajwid juga dikenal ada 9 hukum bacaan yang isinya menjelaskan bagian-bagian tanda baca dan cara melafazkannya atau pengucapannya, antara lain : A.
Hukum
nun
mati
dan
tanwin,
terdiri
dari
:
Contoh : ayat diatas merupakan surat Al-Quran ( QS: Al-Baqarah ayat 145 ), huruf yang diberi warna (merah : izhar halqi), (hijau : idgham), ( biru : ikhfa haqiqi), ( ungu : iqlab). 1. Izhar Halqi Izhar halqi bila bertemu dengan huruf izhar maka cara melafazkan atau mengucapkannya harus “jelas” Jika nun mati atau tanwin bertemu huruf -huruf Halqi (tenggorokan) seperti: alif/hamzah( ), ha‟ ( ), kha‟ ( ), „ain ( ), ghain ( ), dan ha‟ ( ). Izhar Halqi yang artinya dibaca jelas. Contoh :
2. Idgham Hukum bacaan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu: Jika nun mati atau tanwin bertemu huruf-huruf seperti: mim ( ), nun ( ), wau ( ), dan ya‟ ( ), maka ia harus dibaca lebur dengan dengung. Contoh: harus dibaca F ī ʿamadim mumaddadah. 3. Idgham Bilaghunnah Jika nun mati atau tanwin bertemu huruf-huruf seperti ra‟ ( ) dan lam ( ), maka ia harus dibaca lebur tanpa dengung. Contoh: harus dibaca Mal lam Pengecualian Jika nun mati atau tanwin bertemu dengan keenam huruf idgam tersebut tetapi ditemukan dalam satu kata, seperti , , , dan , maka nun mati atau tanwin tersebut dibaca jelas. 4. Iqlab Hukum ini terjadi apabila nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf ba‟ ( ). Dalam bacaan ini, bacaan nun mati atau tanwin berbah menjadi bunyi mim ( ). Contoh: harus dibaca Layumbażanna 5. Ikhfa‟ haqiqi Jika nan mati atau tanwin bertemu dengan huruf-huruf seperti ta‟( ), tha‟ ( ), jim ( ), dal (), dzal ( ), zai ( ), sin ( ), syin ( ), sod (
), dhod (
), tho ( ), zho ( ), fa‟ ( ), qof ( ), dan
kaf ( ), maka ia harus dibaca samar-samar (antara Izhar dan Idgham)
Contoh:
B. Hukum mim mati Selain hukum nun mati dan tanwin adapula hukum lainnya dalam mempelajari dan membaca Al-Quran yakni Hukum mim mati, yang disebut hukum mim mati jika bertemu dengan huruf mim mati ( ) yang bertemu dengan huruf-huruf arab tertentu.
Contoh bacaan diatas diambil dari (QS: Al-Mu’minun :55-59) yang diberi tanda warna (biru : ikhfa syafawi), ( merah : idgham mimi), (hijau : izhar syafawi). Hukum mim mati memiliki 3 jenis, yang diantaranya adalah : 1. Ikhfa Syafawi (
)
Apabila mim mati ( ) bertemu dengan ba ( ), maka cara membacanya harus dibunyikan samarsamar di bibir dan dibaca didengungkan. Contoh: (
) ( ) ( )
2. Idgham Mimi (
)
Apabila mim mati ( ) bertemu dengan mim ( ), maka cara membacanya adalah seperti menyuarakan mim rangkap atau ditasyidkan dan wajib dibaca dengung. Idgham mimi disebut juga idgham mislain atau mutamasilain. Contoh : (
) ( )
3. Izhar Syafawi (
)
Apabila mim mati ( ) bertemu dengan salah satu huruf hijaiyyah selain huruf mim ( ) dan ba ( ), maka cara membacanya dengan jelas di bibir dan mulut tertutup. Contoh: ( ) ( ) C. Hukum mim dan nun tasydid Hukum mim dan nun tasydid juga disebut sebagai wajib al-ghunnah (
) yang
bermakna bahwa pembaca wajib untuk mendengungkan bacaan. Maka jelaslah yang bacaan bagi kedua-duanya adalah didengungkan. Hukum ini berlaku bagi setiap huruf mim dan nun yang memiliki tanda syadda atau bertasydid ( dan ). Contoh: D. Hukum alif lam ma’rifah Alif lam ma‟rifah adalah dua huruf yang ditambah pada pangkal atau awal dari kata yang bermakna nama atau isim. Terdapat dua jenis alif lam ma‟rifah yaitu qamariah dan syamsiah. - Alif lam qamariah ialah lam yang diikuti oleh 14 huruf hijaiah, seperti: alif/hamzah( ), ba‟ ( ), jim ( ), ha‟ ( ), kha‟ ( ), „ain ( ), ghain ( ), fa‟ ( ), qaf ( ), kaf ( ), mim ( ), wau ( ), ha‟ ( ) dan ya‟ ( ). Hukum alif lam qamariah diambil dari bahasa arab yaitu al-qamar ( ) yang artinya adalah bulan. Maka dari itu, cara membaca alif lam ini adalah dibacakan secara jelas tanpa meleburkan bacaannya.
- Alif lam syamsiah ialah lam yang diikuti oleh 14 huruf hijaiah seperti: ta‟ ( ), tha‟ ( ), dal (), dzal ( ), ra‟ ( ), zai ( ), sin ( ), syin ( ), sod (
), dhod (
( ). Nama asy-syamsiah diambil dari bahasa Arab (
), tho ( ), zho ( ), lam ( ) dan nun ) yang artinya adalah matahari. Maka
dari itu, cara membaca alif lam ini tidak dibacakan melainkan dileburkan kepada huruf setelahnya. E. Hukum idgham Idgham (
) adalah berpadu atau bercampur antara dua huruf atau memasukkan satu
huruf ke dalam huruf yang lain. Maka dari itu, bacaan idgham harus dilafazkan dengan cara meleburkan suatu huruf kepada huruf setelahnya. Terdapat tiga jenis idgham:
- Idgham mutamathilain (
– yang serupa) ialah pertemuan antara dua huruf yang
sama sifat dan makhrajnya (tempat keluarnya) dal bertemu dal dan sebagainya. Hukum adalah
. wajib diidghamkan. Contoh: - Idgham mutaqaribain (
– yang hampir) ialah pertemuan dua huruf yang sifat dan
makhrajnya hampir sama, seperti ba‟ bertemu mim, qaf bertemu kaf dan tha‟ bertemu dzal.
Contoh: - Idgham mutajanisain (
– yang sejenis) ialah pertemuan antara dua huruf yang
sama makhrajnya tetapi tidak sama sifatnya seperti ta‟ dan tha, lam dan ra‟ serta dzal dan zha. Contoh: F. Hukum mad Mad yang artinya yaitu melanjutkan atau melebihkan. Dari segi istilah Ulama tajwid dan ahli bacaan, mad bermakna memanjangkan suara dengan lanjutan menurut kedudukan salah satu dari huruf mad. Terdapat dua bagian mad, yaitu mad asli dan mad far‟i. Terdapat tiga huruf mad yaitu alif, wau, dan ya‟ dan huruf tersebut haruslah berbaris mati atau saktah. Panjang pendeknya bacaan mad diukur dengan menggunakan harakat.
Rumusnya : 1 alif = 2 harkat, 2 alif = 4 harkat, 2 ½ = 5 harkat, 3 alif = 6 harkat. Harkat = bunyi ketukan. Hukum Mad terbagi menjadi 2, yaitu : 1. Mad Ashli (
)
Ashli artinya : asal (asal muasal, asal mula kejadian) Terbagi menjadi 1, yaitu : - Mad Thobi‟i (
)
- , - Hurufnya ada tiga, yaitu : - , a. Alif mati sesudah fathah b. Ya‟ mati sesudah kasroh c. Wau mati sesudah domah Panjangnya : 1 alif = 2 harkat. Cara bacanya dipanjangkan, satu alif atau dua harkat.
Contohnya : 2. Mad Far‟i (
)
Far‟i artinya : bagian atau cabang Terbagi menjadi beberapa yaitu :
) - Mad Wajib Muttashil ( Wajib artinya : harus, Muttashil artinya : dalam satu kata. Mad Wajib Muttashil adalah apabila ada huruf mad bertemu dengan huruf hamzah dalam satu kata, maka harus panjang 5 (lima) harkat. Contohnya : ,
- Mad Jaiz Munfashil ( ) Jiaz artinya : boleh, Munfashil artinya : di luar kata. Mad Jaiz Munfashil adalah apabila ada huruf mad bertemu dengan huruf hamzah di lain (luar) kata, maka dibaca panjangnya boleh 2, 4 atau 6 harkat. Contohnya : , - Mad Lain Lain artinya : lemas.
- Hurufnya ada 2, yaitu : - , a. Ya‟ mati setelah fathah b. Wau mati setelah fathah Cara bacanya dipanjangkan 2 harkat tapi lemas. Jika di akhir kalimat, maka dibacanya boleh 2, 4 atau 6 harkat. - Mad „Arid Lissukun „Arid artinya : barulah, Lissukun artinya : di matikan. Mad „Arid Lissukun adalah apabila ada huruf mad bertemu dengan huruf hijaiyyah hidup pada akhir kalimat, maka cara bacanya dipanjangkan terlebih dahulu baru dimatikan. - Mad „Iwad ( ) „Iwad artinya : membuang tanwin. Mad „Iwad adalah apabila ada fathah tain ( - ) bertemu dengan huruf alif atau ya‟ mati di akhir kalimat, maka cara bacanya dipanjangkan 2 harkat. Contohnya :
,
- Mad Badal ( ) Badal artinya : berdiri sendiri (sebagai pengganti huruf alif mati). Mad Badal adalah apabila ada huruf hamzah ( ) bertemu huruf alif mati setelah fathah atau ya‟ mati setelah kasroh, maka dibacanya panjang 2 harkat. - Mad Shilah Thowwilah Mad Shilah Thowwilah adalah apabila ada huruf ha marbithoh ( / ) bertanda mad dan bertemu huruf hamzah, maka dibacanya boleh panjang 2, 4 atau 6 harkat. Contohnya :
Apabila berada di akhir kalimat, maka harus sukun (mati). Contoh :
- Mad Shilah Qoshirah (
)
Mad Shilah Thowwilah adalah apabila ada huruf ha marbithoh ( / ) bertanda mad, maka dibacanya panjang 2 harkat. Contohnya :
Apabila berada di akhir kalimat, maka harus sukun (mati). - Mad Lazim Kilmi Musaqol (
)
Mad Lazim Kilmi Musaqol adalah apabila ada huruf mad bertanda ( ) bertemu dengan huruf hijaiyyah bersiddah, maka dibacanya panjang 6 harkat. Contohnya :
- Mad Lazim Kilmi Mushbah (
)
Mad Lazim Kilmi Mushbah adalah apabila ada huruf mad bertanda ( ) bertemu dengan huruf hijaiyyah disukun, maka dibacanya panjang 6 harkat. Contohnya :
- Mad Lazim Harfi Mushbah ( ) Mad Lazim Harfi Mushbah adalah apabila ada huruf hijaiyyah bertanda mad di awal surah dengan bunyi harkat, maka panjangnya 2 harkat. Contohnya : , - Mad Lazim Harfi Musaqol (
)
Mad Lazim Harfi Mushbah adalah apabila ada huruf hijaiyyah bertanda mad di awal surah dengan bunyi hurufnya penuh, maka panjangnya 6 harkat. Contohnya : , , ,
- Mad Tamkin (
)
) setelah ya kasrah ( ), maka dibacanya Mad Tamkin adalah apabila ya mati ( panjang 2 harkat. Contohnya : - Mad Farq ( ) Mad Farq adalah apabila ada tanda mad pada huruf alif ( ) bertemu dengan lafadz Jalalaih, maka dibacanya panjang 6 harkat. Contohnya :
G. Hukum ra’ Hukum ra‟ adalah hukum bagaimana membunyikan huruf ra‟ dalam bacaan. Terdapat tiga cara yaitu kasar atau tebal, halus atau tipis, atau harus dikasarkan dan ditipiskan. * Bacaan ra‟ harus dikasarkan apabila: 1. Setiap ra‟ yang berharakat atas atau fathah.Contoh: 2. Setiap ra‟ yang berbaris mati atau berharakat sukun dan huruf sebelumnya berbaris atas atau fathah. Contoh:
3. Ra‟ berbaris mati yang huruf sebelumnya berbaris bawah atau kasrah. Contoh: 4. Ra‟ berbaris mati dan sebelumnya huruf yang berbaris bawah atau kasrah tetapi ra‟ tadi berjumpa dengan huruf isti‟la‟.
Contoh: * Bacaan ra‟ yang ditipiskan adalah apabila: 1. Setiap ra‟ yang berbaris bawah atau kasrah. Contoh: 2. Setiap ra‟ yang sebelumnya terdapat mad lain Contoh:
3. Ra‟ mati yang sebelumnya juga huruf berbaris bawah atau kasrah tetapi tidak berjumpa dengan huruf isti‟la‟. Contoh: * Bacaan ra‟ yang harus dikasarkan dan ditipiskan adalah apabila setiap ra‟ yang berbaris mati yang huruf sebelumnya berbaris bawah dan kemudian berjumpa dengan salah satu huruf isti‟la‟. Contoh: Isti‟la‟ ( ): terdapat tujuh huruf yaitu kha‟ ( ), sod (
), dhad (
), tha ( ), qaf ( ), dan
zha ( ). H. Qalqalah Qalqalah ( ) adalah bacaan pada huruf-huruf qalqalah dengan bunyi seakan-akan berdetik atau memantul. Huruf qalqalah ada lima yaitu qaf ( ), tha ( ), ba‟ ( ), jim ( ), dan dal (). Qalqalah terbagi menjadi dua jenis: - Qalqalah kecil yaitu apabila salah satu daripada huruf qalqalah itu berbaris mati dan baris matinya adalah asli karena harakat sukun dan bukan karena waqaf. Contoh: , - Qalqalah besar yaitu apabila salah satu daripada huruf qalqalah itu dimatikan karena waqaf atau berhenti. Dalam keadaan ini, qalqalah dilakukan apabila bacaan diwaqafkan tetapi tidak diqalqalahkan apabila bacaan diteruskan. Contoh: , I. Waqaf ( ) Waqaf dari sudut bahasa ialah berhenti atau menahan, manakala dari sudut istilah tajwid ialah menghentikan bacaan sejenak dengan memutuskan suara di akhir perkataan untuk bernapas dengan niat ingin menyambungkan kembali bacaan. Terdapat empat jenis waqaf yaitu:
- (taamm) – waqaf sempurna – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan pada suatu bacaan yang dibaca secara sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, dan tidak mempengaruhi arti dan makna dari bacaan karena tidak memiliki kaitan dengan bacaan atau ayat yang sebelumnya maupun yang sesudahnya -
(kaaf) – waqaf memadai – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan pada suatu bacaan
secara sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, namun ayat tersebut masih berkaitan makna dan arti dari ayat sesudahnya -
(Hasan) – waqaf baik – yaitu mewaqafkan bacaan atau ayat tanpa mempengaruhi makna
atau arti, namun bacaan tersebut masih berkaitan dengan bacaan sesudahnya -
(Qabiih) – waqaf buruk – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan bacaan secara tidak
sempurna atau memberhentikan bacaan di tengah-tengah ayat, wakaf ini harus dihindari karena bacaan yang diwaqafkan masih berkaitan lafaz dan maknanya dengan bacaan yang lain. Tanda-tanda waqaf lainnya : 1. Tanda mim ( ) disebut juga dengan Waqaf Lazim. yaitu berhenti di akhir kalimat sempurna. Wakaf Lazim disebut juga Wakaf Taamm (sempurna) karena wakaf terjadi setelah kalimat sempurna dan tidak ada kaitan lagi dengan kalimat sesudahnya. Tanda mim (
), memiliki
kemiripan dengan tanda tajwid iqlab, namun sangat jauh berbeda dengan fungsi dan maksudnya; 2. tanda tho ( ) adalah tanda Waqaf Mutlaq dan haruslah berhenti. 3.tanda jim (
) adalah Waqaf Jaiz. Lebih baik berhenti seketika di sini walaupun
diperbolehkan juga untuk tidak berhenti. 4. tanda zha ( ) bermaksud lebih baik tidak berhenti 5. tanda sad (
) disebut juga dengan Waqaf Murakhkhas, menunjukkan bahwa lebih baik
untuk tidak berhenti namun diperbolehkan berhenti saat darurat tanpa mengubah makna.
Perbedaan antara hukum tanda zha dan sad adalah pada fungsinya, dalam kata lain lebih diperbolehkan berhenti pada waqaf sad 6. tanda sad-lam-ya‟ (
) merupakan singkatan dari “Al-washl Awlaa” yang bermakna “wasal
atau meneruskan bacaan adalah lebih baik”, maka dari itu meneruskan bacaan tanpa mewaqafkannya adalah lebih baik; 7. tanda qaf (
) merupakan singkatan dari “Qiila alayhil waqf” yang bermakna “telah
dinyatakan boleh berhenti pada wakaf sebelumnya”, maka dari itu lebih baik meneruskan bacaan walaupun boleh diwaqafkan 8. tanda sad-lam ( ) merupakan singkatan dari “Qad yuushalu” yang bermakna “kadang kala boleh diwasalkan”, maka dari itu lebih baik berhenti walau kadang kala boleh diwasalkan 9. tanda Qif (
) bermaksud berhenti! yakni lebih diutamakan untuk berhenti. Tanda tersebut
biasanya muncul pada kalimat yang biasanya pembaca akan meneruskannya tanpa berhenti 10. tanda sin (
) atau tanda Saktah ( ) menandakan berhenti seketika tanpa mengambil
napas. Dengan kata lain, pembaca haruslah berhenti seketika tanpa mengambil napas baru untuk meneruskan bacaan 11. tanda Waqfah ( ) bermaksud sama seperti waqaf saktah ( ), namun harus berhenti lebih lama tanpa mengambil napas 12. tanda Laa ( ) bermaksud “Jangan berhenti!”. Tanda ini muncul kadang-kala pada penghujung maupun pertengahan ayat. Jika ia muncul di pertengahan ayat, maka tidak dibenarkan untuk berhenti dan jika berada di penghujung ayat, pembaca tersebut boleh berhenti atau tidak 13. tanda kaf ( ) merupakan singkatan dari “Kadzaalik” yang bermakna “serupa”. Dengan kata lain, makna dari waqaf ini serupa dengan waqaf yang sebelumnya muncul 14. tanda bertitik tiga ( … …) yang disebut sebagai Waqaf Muraqabah atau Waqaf Ta‟anuq (Terikat). Waqaf ini akan muncul sebanyak dua kali di mana-mana saja dan cara membacanya
adalah harus berhenti di salah satu tanda tersebut. Jika sudah berhenti pada tanda pertama, tidak perlu berhenti pada tanda kedua dan sebaliknya.