HIKAYAT SRI RAMA Prabu Dasaratha dari negeri Ayodya memiliki empat putra; Rama Rama,, Bharata Bharata,, Laksmana dan Satrughna.. Maka suatu hari seorang resi bernama Wiswamitra memohon bantuan Sri Paduka Satrughna Dasaratha untuk menolongnya membebaskan pertapaannya dari serangan para raksasa raksasa.. Maka Rama dan Laksamana berangkat. Di pertapaan, Rama dan Laksmana menghabisi semua raksasa dan kemudian mereka menuju negeri Mithila di mana diadakan sebuah sayembara sayembara.. Siapa menang dapat mendapat putri raja bernama Sita. Para peserta disuruh merentangkan busur panah yang menyertai kelahiran Sita. Tak seorangpun berhasil kecuali Rama, maka mereka pun menikah dan lalu kembali ke Ayodya. Di Ayodya Rama suatu hari akan dipersiapkan dinobatkan sebagai raja, karena ia adalah putra sulung. Namun Kaikeyi, salah seorang istri raja Dasaratha yang bukan ibu Rama berakta bahwa sri baginda pernah berjanji bahwa Bharata lah yang akan menjadi raja. Maka dengan berat hati raja Dasaratha mengabulkannya karena memang pernah berjanji demikian. Kemudian Rama, Sita dan Laksmana pergi meninggalkan istana. Selang beberapa lama, raja Dasaratha meninggal dunia dan Bharata mencari mereka. Ia merasa tidak pantas menjadi raja dan meminta Rama untuk kembali. Tetapi Rama menolak dan memberikan sandalnya (bahasa Sansekerta: Sansekerta : pâduka) kepada Bharata sebagai lambang kekuasaannya.
Relief Sita yang diculik. Relief ini terdapat di Candi Prambanan, Prambanan , Jawa Tengah. Tengah. Maka Rama, Sita dan Laksmana berada di hutan Dandaka. Di sana ada seorang raksasi bernama Surpanakha yang jatuh cinta kepada Laksmana dan ia menyamar menjadi wanita cantik. Tetapi Laksmana tak berhasil dibujuknya dan malahan akhirnya ujung hidungnya terpotong. Surpanakha marah dan mengadu kepada kakaknya sang Rahwana (Rawana) dan membujuknya untuk menculik Sita dan memperistrinya. Akhirnya Rahwana menyuruh Marica, seorang raksasa untuk menculik Sita. Lalu Marica bersiasat dan menyamar menjadi seekor kijang emas yang elok. Sita tertarik dan meminta suaminya untuk menangkapnya. Rama meninggalkan Sita bersama Laksmana dan pergi mengejar si kijang emas. Si kijang emas sangat gesit dan tak bisa ditangkap, akhirnya Sri Rama kesal dan memanahnya. Si kijang emas menjerit kesakitan berubah kembali menjadi seorang raksasa dan mati. Sita yang berada di kejauhan mengira yang menjerit adalah Rama dan menyuruh Laksamana mencarinya. Laksmana menolak tetapi akhirnya mau setelah diperolok-olok dan dituduh Sita bahwa ia ingin memilikinya. Akhirnya Sita ditinggal sendirian dan bisa diculik oleh Rahwana. Teriakan Sita terdengar oleh burung Jatayu yang pernah berkawan dengan prabu Dasaratha dan ia berusaha menolong Sita. Tetapi Rahwana lebih kuat dan bisa mengalahkan Jatayu. Jatayu
yang sekarat masih bisa melapor kepada Rama dan Laksmana bahwa Sita dibawa ke Lengka, kerajaan Rahwana. Kemudian Rama dan Laksmana mencari kerajaan ini. Di suatu daerah mereka berjumpa dengan kera-kera dan seorang raja kera bernama Bali yang menculik istri kakaknya. Akhirnya Bali bisa dibunuh dan istrinya dikembalikan ke Sugriwa dan Sugriwa bersedia membantu Rama. Akhirnya dengan pertolongan bala tentara kera yang dipimpin Hanuman, mereka berhasil membunuh Rahwana dan membebaskan Sita. Sita lalu diboyong kembali ke Ayodya dan Rama dinobatkan menjadi raja.
[sunting] Contoh teks Oleh para pakar dan sastrawan, kakawin Ramayana dianggap sebuah syair yang sangat indah dalam bahasa Jawa Kuna seperti sudah disinggung di atas. Di bawah disajikan beberapa cuplikan dari teks ini beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
[sunting] Kiasan I.5 Jawa Kuna
Terjemahan
Kadi mégha manghudanaken,
Seolah-olah awan yang menghujani,
pad.anira yar wéhaken ikang dâna,
begitu persamaannya apabila memberi sumbangan,
dînândha krepan.a ya winéh,
orang hina-dina dan cacat juga diberi,
nguni-nguni d.ang hyang d.ang âcârya. apalagi para pandita dan orang suci.
[sunting] Aliterasi XI.7 Jawa Kuna
Terjemahan
Molah wwaining tasik ghûrnnitatara gumuruh dényangin sang Hanûmân,
Air laut berombang-ambing dengan dahsyat dan bergemuruh karena angin sang Hanuman.
kagyat sésînikang sâgara kadi ginugah nâga kolâh alâwû,
Terkejutlah seluruh isi laut, seakan-akan naga dikocok dan menjerit terbangun.
lunghâ tang bâyu madres kayu-kayu ya Berlalulah angin ribut dan pohon-pohon kayu jatuh katûb kampitékang Mahéndra, bertumbangan, seakan-akan gunung Mahendra bergetar. sakwéhning wânarâ nghér kaburu kabarasat sangshayé shatru shakti.
[sunting] Lukisan alam
Semua kera yang berdiam di sana terbirit-birit lari ketakutan seakan-akan dikejar oleh musuh yang sakti.
Hanuman dalam bentuk boneka wayang kulit dari Yogyakarta. XVI.31 (Bhramara Wilasita) Jawa Kuna
Terjemahan
Jahnî yâhning talaga kadi langit,
Air telaga jernih bagaikan langit,
mambang tang pâs wulan upamanikâ, Seekor kura-kura yang mengambang seolah-olah bulan, wintang tulya ng kusuma ya sumawur, Bintang-bintangnya adalah bunga-bunga yang tersebar, lumrâ pwêkang sari kadi jalada.
Menyebarlah sari-sarinya, seakan-akan awan.
Cari
Istimew a:Pencari
Tuju ke
Navigasi
Halaman Utama Perubahan terbaru Peristiwa terkini Halaman sembarang
Komunitas
Warung Kopi Portal komunitas Bantuan
Cari
wikipedia
Tentang Wikipedia Pancapilar Kebijakan Menyumbang
Cetak/ekspor
Buat buku Unduh sebagai PDF Versi cetak
Kotak peralatan
Pranala balik Perubahan terkait Halaman istimewa Pranala permanen Kutip halaman ini
Bahasa lain
English Basa Jawa Bahasa Melayu Nederlands
Diposkan oleh Ruki aje gile di 21:24 0 komentar: Poskan Komentar
Posting Lama Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)
Awal hikayat, diceritakan perihal lahirnya Rawana setelah dikandung ibunya, Raksagandi, selama dua tahun. Pada usia 12 tahun Rawana sudah biasa memukul mati teman-teman sepermainannya sehingga ia dibuang oleh kakeknya, Bermaraja ke bukit Srandib. Setelah bertapa selama 12 tahun di sana, ia bertemu dengan Nabi Adam. Dengan syarat taat akan hukum Allah SWT., ia dianugerahi empat alam kearajaan yang kesemua rajanya tunduk kepadanya, yaitu kerajaan alam keindraan, kerajaan di dalam bumi, kerajaan
di laut, dan kerajaan di permukaan bumi. Di negeri keindraan ia berkuasa, beristri Nila Utama dan beranak yang dinamainya Indrajit. Di dalam bumi ia berkuasa, beristri Putri Pertiwi Dewi beranak Patala Maharayan. Di laut ia berkuasa, beristri Gangga Mahadewi dan beranak Rawana Gangga Mahasura. Dalam usia 12 tahun anak-anaknya diangkatnya menjadi raja. Di Serandib sendiri Rawana mendirikan istana kerajaan besar, Langkapuri. Semua kerajaan di permukaan bumi (alam dunia) takluk kepadanya kecuali kerajaan Indrapuri, Birukasyapurwa, Lakurkatakina, dan negeri Aspahaboga. Sepeninggal Rawana, Negeri Indrapurinegara, Bermaraja, kakek Rawana meninggal digantikan oleh Badanul. Setelah Badanul meninggal, naik tahtalah Raja Citrabaha, ayah Rawana. Citrabaha memiliki tiga orang anak, yaitu Kumbakarna, Bibusanam, dan Surapandaki. Citrabaha meninggal digantikan oleh Naruna. Naruna meninggal digantikan oleh Raja Syaksya. Alkisah,
terjadi
permusuhan
antara
kerajaan
Biruhasyapurwa
dengan
kerajaan
Indrapurinegara. Citrabaha menyerang Birukasyapurwa dan membunuh keluarga raja Datikawaca. Balikasya, anak adik Datikawaca, naik takhta. Setelah mengembalikan kejayaan Birukasyapurwa, Balikasya ingin membalas dendam, menyerang kerajaan Indrapuranegara. Untuk itu, Balikasya mengutus Sipanjalma dan hulubalang lainnya, menyelidiki negeri Indrapuranegara. Dalam penyelidikannya Sipanjalma meracuni menteri dan hulubalang musuh. Setelah meninggalkan surat tantangan, Sipanjalma mengundurkan diri ke negerinya. Sardal
dan
Kemendekata
Biruhasyapurwa.
Terjadilan
atas
suruhan
perang
Raja
Syaksya,
besar-besaran.
mengejar
Rawana
berusaha
Sipanjalma dan
ke
berhasil
mendamaikan peperangan antara kerajaan-kerajaan tersebut. Alkisah pula, Dasarata Raman cucu Nabi Adam dari Dasarata Cakrawati, menikah dengan putri Mandudari, anak Mahabisnu. Dari perkawinan mereka, lahirlah Sri Rama dan Laksmana. Sebagai balas jasa atas pertolongannya, Dasarata juga mengawini Baliadari. Dari baliadari Dasarata dikaruniai dua orang anak, yaitu Berdana dan Citradana. Rawana mendengar kabar bahwa Dasarata memiliki seorang istri yang sangat cantik. Merasa tertarik, dia menemui Dasarata dan meminta Mandudari. Tanpa sepengetahuan
suaminya, Mandudari berusaha menciptakan Mandudari tiruan. Mandudari tiruan inilah yang diberikan Dasarata kepada Rawana. Dengan menyamar sebagai anak-anak, Dasarata menemuni Mandudari tiruan. Pada malam harinya, Dasarata kembali ke wujud aslinya dan bersetubuh dengan Mandudari tiruan. Pagi hari Dasarata kembali menjadi anak-anak dan pulang. Beberapa bulan kemudian Mandudari tiruan melahirkan seorang anak perempuan yang sangat cantik. Akan tetapi, karena ramalan Bibusyanam, saudaranya, bahwa suami anak tersebut akan membahayakannya, anak perempuan tersebut dimasukkan ke dalam lung besi dan dibuangnya ke laut. Lung besi itu hanyut ke laut negeri Darwatipura dan ditemukan oleh raja negeri itu, Maharaja Kala. Dengan serta merta air susu istrinya, Minuram Dewi pun terpancar. Putri temuannya itu dinamai oleh Maharaja Kala Sita Dewi. Maharaja Kala menamam 40 pohon lontar berbanjar dan berkata, “barang siapa yang berhasil memanah 40 pohon lontar tersebut dengan sekali panah, maka putri itu akan diberikan kepadanya”. Mencapai usia 12 tahun, Sita Dewi tumbuh dan termashur sebagai putri Maharaja Kala yang sangat cantik. Banyak putra raja yang datang memintanya untuk dijadikan istri. Maka Maharaja Kala mengumumkan bahwa siap yang dapat memanah 40 pohon lontar yang ditanamnya dalam sekali panah, maka Sita Dewi akan diberikan kepadanya. Dalam sayembara itu, atas panggilan langsung Maharaja Kala, Sri Rama datang mengikuti sayembara. Sri Rama memenangkan sayembara. Akhirnya Sri Rama menikah dengan Sita Dewi. Setelah berhasil melewati peperangan dengan empat anak raja yang sama-sama menginginkan Sita Dewi, Sri Rama memutuskan untuk tinggal di hutan Dalinam, artinya rimba manikam. Mereka ditemani oleh Laksmana. Di hutan itu, Sri Rama dan Sita Dewi mandi di kolam jernih Kala Sehari Bunting. Serta merta mereka jadi kera. Pada saat menjadi kera itu mereka melakukan hubungan intim. Akibatnya, kata Laksmana, Sita akan melahirkan seekor kera. Dengan diurut, akhirnya Sita Dewi mengeluarkan manikam melalui kerongkongannya. Dengan bantuan Bayu Bata, manikam yang telah dibungkus dengan daun
budi, dimasukkan ke dalam mulut Dewi Anjani yang sedang bertapa. Akhirnya Dewi Anjani melahirkan seorang anak laki-laki serupa kera yang dinaminya Hanuman. Merasa sakit hati karena hidung Surapandaki, saudaranya, dirumpungkan oleh Laksmana, Rawana berniat membalas dendam melalui Sita Dewi. Dengan akal dan kesaktiannya, Rawana menculik Sita Dewi. Dalam perjalanannya mencari Sita Dewi, Sri Rama bertemu dengan bangau yang memberikan kabar bahwa istrinya diculik Rawana. Sri Rama juga bertemu dengan Jentayu yang melawan Rawana ketika Rawana menculik Sita Dewi. Rawana juga bertemua dengan Sugriwa serta Baliraja. Pada saat di Negeri Lakurkatakina, negeri baliraja itu, datanglah Citradana dan Berdana, dua saudaranya dari negeri Indrapura. Mereka datang untuk mengabarkan kematian ayah mereka, Dasarata, dan ingin menjemput Sri Rama agar bersedia menjadi raja di Inderapuri. Sri Rama menolaknya. Di negeri Lakurkatakina, Sri Rama memperoleh bantuan. Di sini Sri Rama bertemu dengan Hanuman, anaknya yang lahir melalui Dewi Anjani. Hanuman pula yang disuruhnya untuk menyelidiki keadaan Sita Dewi di Langkapuri . Di Langkapuri Hanuman membakar semua istana kecuali tempat tinggal Sita Dewi. Kalau pada saat pergi bertumpukan lengan Sri Rama, maka ketika pulang Hanuman bertumpukan batu kecil di bukit Serandib. Berdasarkan informasi hasil penyelidikan Hanuman, Sri Rama memutuskan untuk menyerang negeri Rawana itu. Untuk menyeberang ke Langkapuri, dibuatlah tambak dan jembatan penyeberangan. Dalam pekerjaan itu Sri Rama dibantu oleh Maharesi Sahagentala. Setelah tambak dan jembatan penyeberangan selesai dibangun, dimulailah penyeberangan ke Langkapuri dan pecahlah perang antara pihak Sri Rama dan pihak Rawana. Betapa banyaknya rakyat dan prajurit dari kedua belah pihak yang gugur dalam peperangan itu. Sri Rama sendiri berhasil membinasakan Kumbakarna, Badubisa, Patala Marayan, Gangga Mahasura, Indrajit, dan Mulamatani. Dalam peperangan itu, Sri Rama keluar sebagai pemenang. Dengan begitu Sri Rama berhak menguasai Langkapuri dan menjadi raja yang kedaulatannya sangat luas. Ucapan selamat datang dari kerajaan-kerajaan lain, antara lain dari Maharaja Kala dari negeri
Darwati dan Citradana serta Berdana, saudaranya, dari negeri Mandupuranegara. Karena ragu akan kesuciannya, Sita Dewi diuji Sri Rama dengan cara dibakar. Ternyata Sita Dewi tidak terbakar sedikit pun. Artinya, Sita Dewi masih suci. Atas saran Bibusanam, Sri Rama mendirikan negeri baru, yaitu negeri Daryapuranegara. Adapun kerajaan Langkapuri dikuasakan kepada Jamumenteri. Di negeri baru itu, Sri Rama mendirikan pemerintahan yang adil dan makmur. Pada saat itu pula, Sita Dewi hamil atas upaya Maharesi Kala. Namun, Sita Dewi dipitnah Kikuwi, adik Sri Rama, sehingga Sita Dewi pergi dan menetap selama 12 tahun di negeri Darwati, bersama Maharesi Kala. Dalam pembuangannya itu Sita Dewi melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamai Tilawi. Karena kehilangan Tilawi, saat diasuhnya, Maharesi Kala menciptakan seorang anak lakilaki lain yaitu Gusi yang segalanya persis Tilawi. Kedua anak tersebut akhirnya hidup bersama seperti dua saudara kandung. Setelah sekian lama, Sri Rama mmenyadari kekeliruannya. Menurut keyakinannya Sita Dewi tidak bersalah. Justru Kikuwilah yang bersalah. Karena itu, Sri Rama menjemput Sita Dewi. Sri Rama dan Sita Dewi dikawinkan lagi dengan upacara kebesaran. Mereka kembali ke negeri Daryapuranegara, hidup rukun dan bahagia di negeri yang adil makmur. Dalam kondisi yang sentosa itu, Sri Rama mengawinkan Tilawi dengan putri Indra Kusuma Dewi, anak Indrajit. Sedangkan Gusi dikawinkan dengan Gangga Surani Dewi, putri Gangga Mahasura. Adapun Hanuman menolak untuk dikawinkan dengan putri Balikasya dari negeri Biruhsyapurwa. Hanuman sempat berperang dengan Tilawi dan Gusi. Peperangan terjadi karena Hanuman menodai istri muda Tilawi, Sendari Dewi. Peperangan terhenti karena Sri Rama turun tangan mendamaikan mereka. Setelah kejadian itu, Sri Rama mengasingkan diri bertapa di Indipuri bersama Sita Dewi. Di sana Sri Rama ditemani Laksmana dan Hanuman. Dalam masa pertapaan Sri Rama dan Sita Dewi mengajari anak-anaknya tentang tata tertib kerajaan. Demikian juga raja-raja lain banyak yang datang menemuinya. Setelah hampir selama empat puluh tahun, Sri Rama akhirnya meninggal dunia.