A. PENGGUNAAN DAN KLASIFIKASI SEMEN GIGI Semen gigi merupakan bahan tambal yang mempunyai kekuatan lebih rendah dibandingkan resin komposit dan amalgam, sehingga dapat digunakan pada daerah gigi yang mendapat sedikit tekanan. Penggunaan utama dari semen gigi termasuk merekatkan gigi tiruan, alat ortodontik, dan pasak untuk restorasi.[1] Klasifikasi dan kegunaan semen gigi Semen Kegunaan Utama Kegunaan Sekunder Seng Fosfat Bahan perekat restorasi, alat Restorasi jangka menengah ortodontik Seng oksida eugenol Restorasi sementara Restorasi saluran akar Polikarboksilat Bahan perekat restorasi Silikat Restorasi gigi anterior Bahan perekat ortodontik Silikofosfat Bahan perekat restorasi Ionomer kaca Restorasi gigi anterior, bahan Penutup ceruk dan fisura perekat untuk restorasi, alat ortodontik dan pelapik kavitas Ionomer kaca modifikasi Restorasi gigi posterior logam konservatif Resin Bahan perekat untuk restorasi Restorasi sementara dan peralatan ortodontik Kalsium hidroksida Bahan penutup pulpa B. SEMEN IONOMER KACA
Semen ionomer kaca adalah nama generik dari sekelompok bahan yang menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini mendapatkan namanya dari formulanya yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer yang mengandung gugus karboksil. Juga disebut sebagai semen polialkenoat. Bahan dalam semen ionomer kaca terdiri atas bubuk dan cairan. a. Bubuk semen ionomer kaca
Bubuk SIK adalah kaca kalsium fluoroaluminosilikat yang larut dalam asam. Komposisi dari bubuk semen ionomer kaca adalah silica, alumina, aluminium fluoride, calsium fluoride, sodium fluoride, dan aluminium phosphate. Bahan-bahan mentah digabung sehingga membentuk kaca yang seragam dengan memanaskannya samapi temperature 1100-1500 ºC. Lanthanum, strontium, barium, atau oksida seng ditambahkan untuk menimbulkan sifat radiopak.[1] b. Cairan semen ionomer kaca Cairan yang digunakan untuk semen ini adalah larutan asam poliakrilat dengan konsentrasi 50%. Cairannya cukup kental dan cenderung membentuk gel setelah beberapa waktu. Pada semen – semen ionomer kaca terbaru, cairan asamnya berada dalam bentuk kopolimer dengan asam itikonik, maleik atau trikarbalik. Asamasam ini cenderung menambah reaktivitas dari cairan, mengurangi kekentalan, dan mengurangi kecenderungan membentuk gel. Asam – asam kopolimer yang digunakan dalam SIK modern disusun lebih tidak teratur dibanding homopolimer dari asam akrilat. Susunan seperti ini mengurangi ikatan hydrogen, sehingga mengurangi kecenderungan pembentukan gel. Selain itu, asam tartaric juga ada di dalam cairan, asam ini memperbaiki karakteristik
manipulasi dan meningkatkan waktu kerja dan memperpendek waktu pengerasan. [1]
Kekentalan dari semen yang mengandung asam tartaric tidak mengalami perubahan dengan berjalannya waktu, tetapi kelak kekentalannya menunjukkan peningkatan yang besar.[1] C. REAKSI PENGERASAN SEMEN IONOMER KACA Secara garis besar terdapat tiga tahap dalam reaksi pengerasan semen ionomer kaca, yaitu sebagai berikut. (1) Dissolution
Terdekomposisinya 20-30% partikel glass dan lepasnya ion-ion dari partikel glass (kalsium, stronsium, dan alumunium) akibat dari serangan polyacid (terbentuk cement sol).
(2) Gelation/ hardening Ion-ion kalsium, stronsium, dan alumunium terikat pada polianion pada grup polikarboksilat. * 4-10 menit setelah pencampuran terjadi pembentukan rantai kalsium (fragile & highly soluble in water). * 24 jam setelah pencampuran, maka alumunium akan terikat pada matriks semen dan membetuk rantai alumnium (strong & insoluble). (3) Hydration of salts Terjadi proses hidrasi yang progresive dari garam matriks yang akan meningkatkan sifat fisik dari semen ionomer kaca.[3] D. PROSES KIMIA DARI PENGERASAN Ketika bubuk dan cairan dicampur untuk membentuk suatu pasta, permukan partikel kaca akan terpajan asam. Ion-ion kalsium, aluminium, natrium dan fluorin dilepaskan ke dalam media yang bersifat cair. Rantai asam poliakrilat akan berikatan silang dengan ion-ion kalsium dan membentuk masa yang padat.[1] Selama 24 jam berikutnya, terbentuk fase baru dimana ion-ion aluminium menjadi terikat dalam campuran semen. Ini membuat semen menjadi lebih kaku. Ion natrium dan fluorin tidak berperan serta di dalam ikatan silang dari semen. Beberapa ion natrium dapat menngantikan ion-ion hidrogen dari gugus karboksil, sementara sisanya bergabung dengan ion-ion fluorin membentuk natrium fluoride yang menyebar merata di dalam semen yang mengeras.[1] Mekanisme pengikatan ionomer kaca dengan struktur gigi belum dapat diterangkan dengan jelas. Meskipun demikian, perekatan ini diduga terutama melibatkan proses kelasi dari gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit pada enamel dan dentin. Ikatan antara semen dengan enamel selalu lebih besar daripada ikatannya dengan dentin, mungkin karena kandungan anorganiknya enamel yang lebih banyak dan homogenitasnya lebih besar.[1] E. PERAN AIR DALAM PROSES PENGERASAN Air memegang peranan penting selama proses pengerasan dan apabila terjadi penyerapan air maka akan mengubah sifat fisik SIK. Saliva merupakan cairan di dalam rongga mulut yang dapat mengkontaminasi SIK selama proses pengerasan
dimana dalam periode 24 jam ini SIK sensitif terhadap cairan saliva sehingga perlu dilakukan perlindungan agar tidak terkontaminasi.[1] Kontaminasi dengan saliva akan menyebabkan SIK mengalami pelarutan dan daya adhesinya terhadap gigi akan menurun. SIK juga rentan terhadap kehilangan air beberapa waktu setelah penumpatan. Jika tidak dilindungi dan terekspos oleh udara, maka permukaannya akan retak akibat desikasi. Baik desikasi maupun kontaminasi air dapat merubah struktur SIK selama beberapa minggu setelah penumpatan.[1] Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka selama proses pengerasan SIK perlu dilakukan perlindungan agar tidak terjadi kontaminasi dengan saliva dan udara, yaitu dengan cara mengunakan bahan isolasi yang efektif dan kedap air. Bahan pelindung yang biasa digunakan adalah varnis yang terbuat dari isopropil asetat, aseton, kopolimer dari vinil klorida, dan vinil asetat yang akan larut dengan mudah dalam beberapa jam atau pada proses pengunyahan.[1] Penggunaan varnish pada permukaan tambalan glass ionomer bukan saja bermaksud menghindari kontak dengan saliva tetapi juga untuk mencegah dehidrasi saat tambalan tersebut masih dalam proses pengerasan. Varnish kadang-kadang juga digunakan sebagai bahan pembatas antara glass ionomer dengan jaringan gigi terutama pulpa karena pada beberapa kasus semen tersebut dapat menimbulkan iritasi terhadap pulpa.[1] F. REAKSI SETTING
Fig.24.6 Diagrammatic setting of GIC
illustration
of
the
Pada pencampuran bubuk dan cairan atau bubuk dan air asam secara lambat merendahkan lapisan luar partikel kaca melepaskan ion Ca+2 dan Al+3. selama fase setting awal, Ca+2 dilepaskan lebih cepat terutama bertanggung jawab untuk reaksi dengan poliacid untuk membentuk produk reaksi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 24.5. Al+3 dilepaskan lebih lambat dan terlibat dalam setting fase selanjutnya sehingga sering disebut sebagai reaksi fase sekunder. Bahan terdiri dari ini kaca yang
tidak bereaksi tertanam dalam matriks silang poliacid. Fase setting digambarkan pada gambar 24.6.[2 G. SIFAT SEMEN IONOMER KACA 1. Sifat fisik Sifat fisik GIC yaitu adhesif kepermukaan enamel dan dentin, melepaskan fluorida ke jaringan gigi. Biokompatibel pada jaringan pulpa dan termal ekspansi sama dengan gigi sehingga bahan ini banyak digunakan. Selain itu, GIC melepaskan ion fluorida dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga dapat menghilangkan sensitivitas dan mencegah terjadinya karies. Kekuatan tekan GIC sebanding dengan seng fosfat, dan kekuatan diametralnya sedikit lebih tinggi. Modulus elastisitasnya hanya sekitar satu setengah dari semen seng fosfat. Dengan demikian GIC kurang kaku dan lebih rentan terhadap deformasi elastis. Dalam hal ini, GIC tidak digunakan seperti semen seng fosfat untuk membuat mahkota, hal ini dikarenakan adanya perbedaan tegangan tarik. Sebagai contoh, dalam sebuah studi, beban kegagalan rata-rata untuk feldspathic porselen mahkota meningkat dari 963 N menjadi 2800 N.[1] 2. Sifat mekanik a. Compressive Strength Kekuatan kompresi GIC berkisar antara 90-230 Mpa. Nilai kekuatan tariknya hampir sama dengan semen seng fosfat yaitu sebesar 4,2-5,3 MPa. GIC bersifat lebih brittle. Modulus elastisitasnya sebesar 3,5-6,4 GPa sehingga GIC tidak terlalu kaku dan lebih peka terhadap perubahan bentuk, lebih elastis dibandingkan seng fosfat. Kekuatan kompresi dari GIC naik secara cepat apabila semen diisolasi dari kelembaban saat awal pembentukan. Pengisolasian dari lingkungan yang lembab bertujuan untuk memberikan perlindungan pada permukaan restorasi dari saliva dengan menggunakan larutan varnish atau light-curing bonding agent. [1] b. Bond Strength Kekuatan GIC untuk berikatan adalah sebesar 1-3 Mpa. GIC dapat berikatan dengan baik dengan enamel, stainless steel, tin oxide-plated platinum, dan gold alloy. Bond strength dapat dinaikkan dengan pemberian conditioner berupa asam dan larutan FeCl3 pada dentin.[1] c. Kekerasan Semen memiliki sifat kekerasan yang baik, namun jauh inferior dibanding kekerasan bahan resin. Kemampuan adhesi melibatkan proses gelasi dari gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit enamel dan dentin. Semen ini memiliki sifat anti karies karena kemampuannya melepaskan fluorida. Dalam proses pengerasan harus dihindarkan dari saliva karena mudah larut dalam cairan dan
menurunkan kemampuan adhesi. Ikatan fisikokimiawi antara bahan dan permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi kebocoran tepi tumpatan.[1 3. Sifat Biologi Glass ionomer menghasilkan fluorida dalam jumlah yang sebanding dengan fluorida yang dihasilkan semen silikat dan proses ini terus berlanjut selama periode yang panjang. Jumlah minimal pelepasan fluorida dan serapan oleh enamel bisa digunakan untuk menghambat karies. Beberapa studi klinis terkontrol tentang glass ionomer digunakan untuk restorasi atau fissure sealant, menunjukkan bahwa jumlah lesi karies sekunder yang dikembangkan berkisar dari nol sampai nomor yang tinggi, hal ini terkait dengan restorasi komposit. Pada survei penelitian yang sama oleh dokter gigi menunjukkan bahwa frekuensi karies sekunder di gigi dengan restorasi glass ionomer dibandingkan dengan gigi dengan komposit posterior itu lebih rendah untuk satu kelompok dokter gigi tetapi lebih tinggi untuk kelompok lain dokter gigi. Namun, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ion fluorida yang dilepaskan dari GIC menghambat perkembangan karies sekunder. [1] Kebanyakan studi histological mengindikasikan bahwa glass ionomer cukup biokompatibel. Glass ionomer menghasilkan reaksi pulpa yang lebih besar dari ZOE dan umumnya kurang dari semen fosfat seng. Glass ionomer digunakan sebagai luting agent yang memiliki rasio bubuk dan cairan yang rendah dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar dari restorasi glass ionomer karena semen dengan rasio bubuk dan cairan yang rendah dapat menyebabkan keadaan pH rendah dalam waktu yang lama. Bagaimanapun, GIC membutuhkan lapisan tipis sebagai pelindung, seperti Ca(OH)2, dengan kedalaman 0,5 mm dari ruang pulpa pada preparasi.[1] H. JENIS-JENIS SEMEN IONOMER KACA Ada tiga jenis semen ionomer kaca berdasarkan penggunaanya, yakni: a. Tipe I : luting cements
Gambar diatas merupakan proses pengaplikasian GIC tipe luting dibagian dalam mahkota porcelain fused to metal sebagai restorasi gigi 46. Luting cements berguna untuk merekatkan gigi mahkota atau jembatan, tumpatan tuang, dan alat-alat ortodonsi cekat. Semen perekat ini mencegah kebocoran tepi restorasi dan lapisan semen harus dibuat setipis mungkin agar tidak terlarutkan oleh cairan mulut, dengan ratio bubuk/cairan 1,5:1, ketebalan 25 mikron atau kurang, radioopak.[2] b. Tipe II : restorative cement, sebagai tumpatan estetik yang sewarna dengan gigi.
Semen ionomer kaca tipe 2dibagi lagi menjadi 2 tipe yakni, tipe 2-1, restoratif estetik, digunakan untuk tumpatan estetika, ratio bubuk/cairan 2,5:1 sampai 6,8:1, kebanyakan bersifat radiolusen, memiliki reaksi pengerasan (setting reaction) yang panjang yang dapat mengakibatkan kehilangan cairan atau kontaminasi cairan (waterin, water-out) paling tidak selama 24 jam setelah pengaplikasian sehingga memerlukan lapisan pelindung (diberi cocoa butter atau dilapisi bonding agent); tipe 2-2, reinforced GIC, yang diberi tambahan Ag-Sn atau Ag-Pd, dan SIK yang diperkuat, ini dianggap memiliki kekuatan kompresif yang lebih balk, digunakan
pada tumpatan yang tidak terlalu mementingkan estetika melainkan memerlukan pengerasan yang cepat dan sifat-sifat yang tinggi misalnya untuk tambalan posterior atau komponen inti, ratio bubuk/cairan 3:1 sampai 4:1, radioopak, mengeras dengan cepat, namun masih rawan dehidrasi 2 minggu setelah aplikasi.[2] c. Tipe III : lining dan base cement (Mount, 2005) SIK-Tipe III, digunakan sebagai material pelapikan standar di bawah semua material restoratif, adhesif ke dentin dan email, mengeluarkan fluor, dapat dietsa dengan asam ortofosfat 37% seperti email, reaksi pengerasan cepat, resistensi terhadap penyerapan air terjadi lebih awal. Ratio bubuk/cairan antara 1,5:1 sampai 4:1.[2] Sedangkan menurut sifat fisik dan kimianya, glass ionomer cement diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu: 1. Glass ionomer cement konvensional Glass ionomer konvensional terdiri dari fluoroaluminosilicate glass, biasanya dalam garam stronsium atau kalsium dan cairan asam polialkenoat, sebagai contoh poliakrilik, maleat, itakonik dan asam trikarbalilik. Bahan konvensional dibuat dengan reaksi unsur asam antara cairan asam dan bubuk dasar. Baru-baru ini, untuk memperbaiki sifat fisik dan mengurangi sensitivitas air dan bahan konvensional, dikembangkanlah resin-modified glass ionomer cements. Bahan ini mengandung resin yang dapat berpolimerisasi, biasanya hydroxyethylmethacrylate (HEMA), dan memiliki reaksi pengerasan tambahan dari polimerisasi resin yang dapat berupa selfcure atau light-cure.[3] 2. Resin-modified glass ionomer cement (Hybrid ionomers) Modified glass ionomer merupakan bahan hybrid yang terdiri dari 80% semen ionomer kaca konvensional dan 20% resin komposit fotopolimerisasi. Ciri utama resin-modified glass ionomer cement adalah ketika bubuk dan cairan dicampur akan terjadi reaksi pengerasan dengan bantuan sinar (light cure) Tahap-tahap reaksinya: 1. Reaksi pengerasan 2. Reaksi polimerisasi 3. Reaksi antara garam logam poliakrilat dengan resin 4. Reaksi asam-basa dan polimerisasi penyinaran pada resin-modified glass ionomer cement Kekuatan tarik dari ionomer kaca hibrid lebih tinggi dari ionomer kaca konvensional. Peningkatan ini di akibatkan oleh modulus elastisitasnya yang lebih rendah dan deformasi plastis yang lebih banyak yang dapat di tahan sebelum terjadinya fraktur.[3]
3. 4.
Tri-cure glass ionomer cement Metal-reinforced glass ionomer cements Metal-reinforced glass ionomer cements pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977. Penambahan bubuk campuran perak-amalgam pada bahan konvensional meningkatkan kekuatan fisik semen dan memberikan radiopasitas.Selanjutnya, partikel perak dilelehkan menjadi serpihan-serpihan seperti kaca, dan sejumlah produk kemudian muncul kandungan kandungan campuran amalgam telah ditetapkan untuk memperbaiki keluhan sampai sampai tingkat yang dikatakan menghasilkan sifat mekanis optimum untuk metal-reinforced glass ionomer cements. Digunakan untuk area yang memiliki stress tinggi, ketebalannya lebih dari 45 µm.[3] I. MANIPULASI GLASS IONOMER CEMENT Glass ionomer yang dikemas dalam botol dan kapsul dilakukan pencampuran secara mekanik dengan amalgamator. Dalam dispenser, bubuk dan cair ditakar dalam jumlah yang tepat pada paper pad, dan setengah bubuk yang tercampur digunakan untuk menghasilkan konsistensi milky yang homogen. Sisa bubuk ditambahkan, dan total pencampuran diperlukan waktu 30 sampai 40 detik. Seperti semua semen lain, sifat semen glass ionomer tipe I sangat dipengaruhi oleh faktor manipulasi. Rasio bubuk yang dianjurkan tergantung merknya, tetapi umumnya berkisar antara 1,25-1,5 gram bubuk per 1 ml cairan.[3] Penyemenan harus dilakukan sebelum semen kehilangan kilapnya. Seperti seng fosfat, ionomer kaca menjadi rapuh (mudah patah) begitu mengeras. Setelah mengeras, kelebihan semen dapat dibuang dengan cara mencungkil atau mematahkan semen menjauh dari tepi restorasi. Kelebihan semen perlu dijaga agar tidak melekat ke permukaan gigi atau protesa. Semen ini sangat peka terhadap kontaminasi air selama pengerasan. Oleh karena itu, tepi restorasi harus dilapisi untuk melindungi semen dari kontak yang terlalu dini dengan cairan.[3] Dalam manipulasi GIC, hal lain yang perlu diperhatikan adalah perbandingan powder/liquid, biasanya berkisar 1,3-1,35 : 1, pencampuran harus cepat, gigi sebaiknya diisolasi dahulu agar tidak lembab, untuk proteksi pulpa sebaiknya menggunakan calcium hydroxide bila ketebalan dentin <0,5 mm, kemudian varnish digunakan untuk melindungi semen dari keadaan yang lembab setelah semen selesai diaplikasikan.[3] Untuk tercapainya restorasi yang tahan lama dan protesa tetap kuat, kondisi dari glass ionomer harus dipenuhi, yaitu permukaan gigi harus bersih dan kering, konsistensi semen harus memungkinkan melapisi permukaan yang ireguler, semen yang berlebih harus dikeluarkan pada waktu yang tepat, permukaan harus diselesaikan tanpa pengeringan yang berlebihan, dan perlindungan terhadap
permukaan restorasi harus diperhatikan untuk mencegah retak atau disolusi. Kondisi ini serupa dengan aplikasi luting, kecuali tidak diperlukan finishing permukaan.[1]. Setting time dapat diperpanjang dengan cara menggunakan cold glass slab pada saat mencampur bubuk dan cairan. Akan tetapi hal ini akan menyebabkan compressive strength dari GIC menurun. Mekanisme perekatan antara GIC dan dentin atau enamel melibatkan ion polyacrylate dari GIC dengan struktur apatit pengganti kalsium dan ion phospat sehingga menghasilkan intermediate layer dari pilyacrylate, ion fosfat dan kalsium atau dapat langsung melekat pada kalsium dari struktur apatit gigi.[4 J. PENGGUNAAN VARNISH Bahan tambal glass ionomer sangat mudah diaplikasikan sehingga direkomendasikan untuk digunakan dalam metoda ART (Atraumatic Restirative Treatment), akan tetapi bahan tambal ini sangat peka terhadap kontak dini dengan saliva yang terdapat pada rongga mulut. Untuk mengatasi hal tersebut, glass ionomer harus dilindungi agar tidak berkontak dengan yaitu dengan cara memasang cotton roll, saliva suction, rubber atau dapat pula teknik pelapisan bahan tambal menggunakan bahan pelapis seperti varnish atau cocoa butter.[1] Penggunaan varnish pada permukaan glass ionomer bukan saja bermaksud menghindari kontak dengan saliva tetapi juga untuk mencegah dehidrasi saat tambalan tersebut masih dalam proses pengerasan. Varnish kadang-kadang juga digunakan sebagai bahan pembatas antara glass ionomer dengan jaringan gigi terutama pulpa karena pada beberapa kasus semen tersebut dapat menimbulkan iritasi terhadapa pulpa.[1] Pada umumnya, penggunaan varnish bertujuan untuk melindungi pulpa dari iritasi kimia bahan-bahan yang berkontak dengannya untuk keperluan ini varnish berada diantara dentin dan bahan restorasi. Varnish tidak larut dalam cairan mulut dan air,tahan terhadap cairan mulut serta bertahan di permukaan gigi untuk waktu yang lama. Sifat menempelnya varnish terhadap bahan lain secara fisika bukan kimiawi sehingga mudah terabrasi.[5] Varnish mengandung satu atau lebih resin yaitu gum natural dan resin sintetik atau rosin. Bahan-bahan tersebut terlarut dalam larutan organic seperti kloroform, alkohol, aseton, benzene, toluene, etil asetat (Craig 2002). Varnish sebaiknya digunakan lebih dari satu olesan karena sering kali menghasilkan pinholes (porositas) pada pengolesan pertama. Dengan pengolesan kedua dan seterusnya, porus yang terjadi dapat terisi.[1] K. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
a. Kelebihan semen ionomer kaca GIC dapat berikatan langsung dengan dentin dan enamel. Ikatan pada dentin adalah ikatan hidrogen (Van noort, 2002). Kekuatan untuk berikatan dengan enamel selalu lebih tinggi dari dentin karena semakin besarnya kandungan anorganik dari enamel dan homogenitas yang lebih besar. GIC mempunyai biokompatibilitas yang tinggi. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ion fluorida yang dilepaskan dari GIC dapat menghambat perkembangan karies sekunder.[1] Glass Ionomer Cement menghasilkan fluor sehingga diindikasikan untuk pasien yang rentan terhadap karies, selain itu juga memiliki kekuatan yang besar dan dapat menahan beban saat oklusi. Sampai saat ini, dalam study klinis selama tiga tahun bahkan lebih, GIC merupakan material yang mengahasilkan tingkat retensi sebesar 100% di karies kelas V tanpa retensi mekanik atau etsa enamel.[1] GIC merupakan material yang dapat menghambat perlekatan bahan-bahan kimia dalam permukaan gigi. GIC bersifat translucent sehingga cocok digunakan untuk fungsi estetik. Kekuatan kompresif dari GIC lebih besar daripada zinc phosphate cement. Modulus elastisitas GIC lebih besar daripada zinc polyacrilate cement, serta GIC memiliki ikatan yang baik dengan enamel, stainless steel, timah oksida-dilapisi platinum, dan gold alloy.[3] b. Kekurangan semen ionomer kaca Selain memiliki kelebihan, glass ionomer cement juga memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut diantaranya adalah ketahanan terhadap fraktur dan jangka pemakaian rendah apabila dibandingkan dengan komposit atau amalgam, GIC tradisional untuk penggunaan preparasi perbaikan oklusal memiliki kekuatan yang rendah pada bagian dengan GIC yang tipis, hal ini dapat mengakibatkan marginal chipping. GIC tradisional cenderung lebih opaque dibandingkan dengan RMGIC (Resin modified glass ionomer cement). Umumnya pada GIC tradisional dapat muncul noda yang berasal dari eksogen.[6] GIC lebih rapuh dan juga rentan terhadap elastic deformation. GIC memiliki initial setting yang lambat dan dapat menyebabkan iritasi pulpa, untuk itu perlu diberi varnish terlebih dahulu. Ketika ion dari logam berat digunakan, hasil akhir dari material GIC akan tampak radiopaque jika dilihat dengan sinar-x. Permukaan glass ionomer cement sensitif terhadap kelembaban.[3] GIC memiliki kekurangan mudah larut / solubility (Poor abrasion resistance). Dengan kelarutan yang tinggi, mengalami banyak kehilangan material dalam mulut. Kehilangan banyak material dai GIC ini dapat diklasifikasikan pada 3 kategori utama: a. Pelarutan dari immature cement
Terjadi sebelum material seting sepenuhnya. Perlindungan sementara pada lapisan nitro-cellulase, methyl methacrylate bertindak sebagai varnish yang dapat meminimalisir efek ini. Perlindungan ini bertahan paling tidak 1 jam, sehingga GIC mempunyai waktu yang panjang untuk mendekati sifatnya yang akan dicapai ketika meterial telah setting sepenuhnya.[4] b. Erosi jangka panjang Dapat terjadi dikarenakan acid attack atau abrasi mekanis. Pada saat pembentukan asam terjadi akumulasi plak dan mulut menjadi sangat asam.[4] c. Abrasi Ketahanan terhadap abrasi jelek sehingga hanya dapat digunakan pada kondisi yang low stress dan tidak dapat digunakan sebagai material restorasi gigi posterior yang permanen.[4]
DAFTAR PUSTAKA 1. Anusavice, KJ. 2004. Phillips buku ajar ilmu bahan kedokteran gigi, ed 10, alih bahasa drg. Johan Arief Budiman dan drg. Susi Purwoko. Jakarta, Indonesia : EGC. 2. McCabe, JF and Angus W.G. Walls. 2008. Applied dental materials, 9th ed. Singapore : Blackwell. 3. Powers, JM and Ronald L Sakaguchi. 2006. Craig’s restorative dental materials 13th ed. United States, United States : Elsevier, 4. Van Noort R. 2007. Introduction to Dental Materials. 3rd ed. Philadelphia: Mosby Elsevier. 5. Ferracane, J.L. 2001 . Materials in Dentistry, Principles & Applications . Philadelphia : Lippincot William and Wilkins . 6. Garg N and Garg A. 2013. Textbook of Operative Dentistry. New Delhi. Jaypee Brothers Medical Publishers.
TUGAS PAPER PRAKTIKUM
‘GLASS IONOMER CEMENT’
Penyusun : Rema Rufaidah Qisthi I1D115036
Pembimbing
: drg. M.Y.Ichrom Nahzi Sp.KG
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI BANJARMASIN 2016