BAB I PENDAHULUAN Kelenjar hipofisis merupakan struktur kompleks pada dasar otak, terletak dalam selatursika, selatursika, di rongga tulang sphenoid dan terbentuk sejak awal perkembangan embrional dari penyatuan dua tonjolan ektodermal yang berongga. Kelenjar hipofisis manusia dewasa terdiri dari lobus posterior atau neurohipofisis neurohipofisis sebagai lanjutan dari hipotalamus, dan lobus anterior atau adenohipofisis yang adenohipofisis yang berhubungan dengan hipotalamus melalui tangkai hipofisis. Bagian anterior kelenjar hipofisis mempunyai banyak fungsi dan karena memiliki kemampuan dalam mengatur fungsi-fungsi dari kelenjar endokrin yang lain, maka bagian anterior kelenjar hipofisis ini dikenal juga dengan nama kelenjar utama (master ( master gland ). ). Salah satu hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior ini adalah hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH). GH mempunyai pengaruh metabolik utama, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Pada anak-anak, hormon ini diperlukan untuk pertumbuhan somatik. Pada orang dewasa, hormon ini berfungsi mempertahankan ukuran orang dewasa normal dan juga berperan dalam pengaturan sintesis protein dan pembuangan zat makanan. Hormon pertumbuhan memproduksi faktor pertumbuhan-1 mirip insulin (IGF-1) yang memperantarai efek perangsang pertumbuhan. IGF-1 ini secara struktural dan fungsional mirip dengan insulin.1,2 Ada
beberapa
kelainan
sekresi
hormon
pertumbuhan,
diantaranya
panhipopituitarisme, dwarfisme, gigantisme, dan akromegali. Pada referat ini akan dibahas mengenai gigantisme. Gigantisme adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya ukuran dan tinggi fisik yang berlebihan. Berdasarkan definisi ini, gigantisme ini bisa muncul pada masa kanak-kanak maupun dewasa selama lempeng pertumbuhan epifisis masih terbuka. Semua bentuk gigantisme itu jarang dijumpai karena patofisiologi serta manifestasi kliniknya sangat kompleks.3 Timbulnya gambaran klinis berlangsung perlahan-lahan dimana waktu rata-rata antara mulai keluhan sampai terdiagnosis berkisar sekitar 12 tahun. Gambaran klinis gigantisme dapat berupa akibat kelebihan GH/IGF-1 dan akibat massa tumor sendiri. Masalah pada kelenjar hipofisis ini akan mempengaruhi kelenjar lain yang berhubungan dengan kelenjar hipofisis. Kelainan yang terjadi juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme tubuh dan terganggunya keseimbangan tubuh. Pengobatan pada kasus dini dengan pembedahan tumor, obat-obatan dan penyinaran dapat memperbaiki kualitas hidup pasien. 4 1
BAB II ISI 2.1 Definisi
Gigantisme adalah kondisi seseorang yang ditandai dengan adanya kelebihan pertumbuhan, dengan tinggi dan besar diatas normal yang disebabkan oleh sekresi Growth Hormone (GH) berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses penutupan epifisis. Kasus gigantisme ini sangat jarang terjadi, dan patofisiologinya sangat kompleks. 1,3
2.2 Epidemiologi
Gigantisme merupakan kasus yang sangat jarang terjadi, hanya sekitar 100 kasus yang dilaporkan hingga saat ini. Akromegali lebih umum terjadi daripada gigantisme, dengan insiden sekitar 3-4 kasus per juta orang per tahun dan prevalensi mencapai 40-70 kasus per juta penduduk.4 Gigantisme dapat terjadi pada usia sebelum terjadinya penutupan epifisis yaitu sebelum masa pubertas. Gigantisme adalah kasus yang jarang, kebanyakan ahli endokrin pediatrik hanya menemukan satu atau dua pasien dengan karier gigantisme. Pada sebuah studi yang dilakukan pada 2367 anak-anak dan remaja dengan adenoma pituitari, hanya 15 anak (0,6%) mengalami gigantisme pituitari. Tidak ada perbedaan insidens yang bermakna antara laki-laki dan perempuan. Gigantisme seringkali muncul pada usia 6 hingga 9 tahun. Mengingat jumlah kasus gigantisme ini sangat sedikit, mortalitas dan morbiditasnya pada anak-anak tidak diketahui.5
2.3 Kelebihan Hormon Pertumbuhan sebagai Penyebab Gigantisme
Hubungan antara gigantisme dan kelebihan hormon pertumbuhan sudah dikenal sejak tahun 1800-an. Pada saat itu, semua bentuk pembesaran pada kelenjar pituitari akan memberikan gambaran akromegali, yang ditandai dengan adanya pembesaran kepala, wajah, tangan, dan kaki. Perbedaan antara gigantisme dan akromegali adalah gigantisme merupakan kelebihan hormon pertumbuhan yang terjadi selama masa aktif pertumbuhan sedangkan akromegali terjadi pada saat lempeng epifisis telah menutup. Kelebihan hormon pertumbuhan selama masa kanak-kanak dan remaja jarang terjadi, dan dilaporkan hanya sekitar beberapa kasus dalam seratus populasi. Hipersekresi hormon pertumbuhan bisa bersifat sporadik, atau juga bisa terjadi karena adanya predileksi genetik yang berhubungan dengan adenoma 2
hipofisis yang menghasilkan hormon pertumbuhan yang berlebihan. Berdasarkan etiologi dasarnya, manifestasi kelebihan hormon pertumbuhan pada masa kanak-kanak tidak dapat dibedakan dan diagnosis inisial standar harus digunakan. Kelebihan hormon pertumbuhan dan patogenetiknya dibagi menjadi dua, yaitu kelebihan hormon pertumbuhan sporadik dan kelebihan hormon pertumbuhan sindromik/familial. Tabel 1. Etiologi Kelebihan Hormon Pertumbuhan Kelebihan hormon pertumbuhan sporadik Kelainan
Sindromik/familial
Mekanisme patogenik
Mekanisme
Kelainan
Kelebihan hormon pertumbuhan kongenital
patogenik Infiltrasi tumor pada
Neurofibromatosis-1 jalur somatostatinergik
Adenoma somatotroph pituitari McCune-Albright Kelebihan
atau mammosomatotroph pituitari syndrome
hormon pertumbuhan
Multiple
Hiperplasia pituitari
Mutasi aktif Gsα
endocrine Defek supresi tumor
neoplasia Type-1
hipotalamus/
dari gen menin
pituitari
Abnormalitas gen 2p16
Hypothalamic
Carney complex
gangliocytoma/neurocytoma
Mutations PRKAR1A pada 17q2224
reseptor gen
Kelebihan
Produksi GHRH atau GH oleh
hormon
neoplasma bronkiial, karsinoid, Familial
pertumbuhan dan neoplasma ektopik
Mutasi pada
acyl hydrocarbon
somatotrophinomas
11q13.3
Adenoma pituitari ektopik
Abnormalitas gen 2p12-6
GH-growth hormone, GHRH-growth hormone-releasing hormone, PRKARIA-protein kinase A regulatory subunit 1
3
Berikut ini akan dijelaskan etiologi kelebihan hormon pertumbuhan berdasarkan tabel diatas. a. Bentuk sporadik dari kelebihan hormon pertumbuhan Kelebihan hormon pertumbuhan yang bersifat sporadik berawal dari adanya patologi pada sistem saraf pusat, atau pada kasus yang jarang, berasal dari sekresi hormon pertumbuhan yang ektopik. Secara seder hana, istilah “kelebihan hormon pertumbuhan primer” ini digunakan untuk membedakan hormon pertumbuhan yang berasal dari pituitari secara intrinsik dari penyebab lainnya, seperti abnormalitas hipotalamus. Sebenarnya, sulit membedakan antara fungsi hipotalamus dan pituitari, terutama pada kasus-kasus kelebihan hormon pertumbuhan pada anak-anak. Bentuk sporadik ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
Kelebihan hormon pertumbuhan pada hipotalamus-pituitari.
Kelebihan hormon pertumbuhan ektopik Hipersekresi hormon pertumbuhan ektopik bersifat jarang, namun merupakan penyebab akromegali pada pasien dewasa, meskipun hanya dilaporkan sekitar 1% dari semua kasus. Perluasan paraneoplastik dari GNRH atau GH yang uncommon terjadi pada sel tumor. Lesi spesifik yang biasa terlibat adalah neoplasma bronkial, karsinoid, dan neoplasma pankreatik. Kelebihan hormon pertumbuhan ektra pituitari juga dilaporkan pada adenoma pituitari yang letaknya pada sinus sphenoid dan berhubungan dengan sella yang kosong. Sebagai pengetahuan kita, sumber GNRH atau GH ektopik yang menyebabkan gigantisme pada anak-anak itu tidak dapat dideskripsikan.
b.
Bentuk sindromik atau familial dari kelebihan hormon pertumbuhan Pada kasus ini, gigantisme muncul sebagai suatu sindroma, atau mucul pada saat
dilakukan check-up pada pasien dengan atau tanpa masalah endokrin. Bukti biokimia dari kelebihan hormon pertumbuhan subklinik sering ditemukan saat survei rutin pada anak-anak yang mempunyai resiko terkena gigantisme. 2 Selain berdasarkan pembagian di atas, ada juga yang membagi etiologi kelebihan hormon pertumbuhan menjadi kelebihan hormon pertumbuhan pituitari primer dan kelebihan hormon pertumbuhan sekunder. 6
4
Tabel 2. Etiologi Kelebihan Hormon Pertumbuhan
2. 4 Patofisiologi
Gigantisme dapat terjadi bila keadaan kelebihan hormon pertumbuhan muncul sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormon pertumbuhan terutama adalah tumor pada sel-sel somatotrop yang menghasilkan hormon pertumbuhan, neoplasma penghasil hormon pertumbuhan, termasuk tumor yang menghasilkan campuran hormon pertumbuhan dan hormon lain, misalnya prolaktin merupakan tipe adenoma hipofisis fungsional kedua tersering. Secara mikroskopis, adenoma penghasil GH terdiri atas sel bergranula padat atau jarang, dan pada pewarnaan imunohistokimia akan memperlihatkan GH didalam sitoplasma sel neoplastik.7 Sekitar 40% adenoma sel somatotrof memperlihatkan mutasi pengaktifan pada gen GNAS1 di kromosom 20q13, yang mengkode sebuah subunit α protein G heterodimerik stimulatorik yang dikenal sebagai protein G. Protein G b e r p e r a n p e n t i n g d a l a m t r a n s d u k s i sinyal, dan pengaktifan protein G dikaitkan dengan peningkatan enzim intrasel adenil-siklase dan produknya, adenosine monofosfat siklik (cAMP). AMP siklik bekerja sebagai stimulant mitogenik kuat bagi somatotrof hipofisis. Jika adenoma penghasil GH terjadi sebelum epifisis menutup, seperti pada anak prapubertas, kadar GH yang berlebihan menyebabkan gigantisme. Hal ini ditandai dengan peningkatan umum ukuran tubuh serta lengan dan tungkai yang memanjang berlebihan. Jika peningkatan kadar GH terjadi setelah penutupan epifisis, pasien mengalami akromegali, yang pertumbuhannya terutama terjadi pada jaringan lunak, kulit, dan visera, serta pada tulang wajah, tangan, dan kaki.7 5
Sekresi GH oleh sel-sel somatotrop hipofisis anterior dikendalikan oleh faktor dari hipotalamus, yaitu : 1. GHRH, yang merangsang sekresi GH 2. Somatostatin yang menghambat sekresi GH. GH merangsang produksi IGF-1 (= somatomedin C=SM-C) di hati (terutama) dan jaringan lain. IGF merupakan mediator ut am a bagi efek GH dalam merangsang pertumbuhan Sel asidofilik, sel pembentuk hormone pertumbuhan di kelenjar hipofisis anterior menjadi sangat aktif atau bahkan timbul tumor pada kelenjar hipofisis tersebut. Hal ini mengakibatkan sekresi hormon pertumbuhan menjadi sangat tinggi. Akibatnya, seluruh jaringan tubuh tumbuh dengan cepat sekali, termasuk tulang. Pada gigantisme, hal ini terjadi sebelum masa remaja, yaitu sebelum epifisis tulang panjang bersatu dengan batang tulang sehingga tinggi badan akan terus meningkat (seperti raksasa). 5,8 Biasanya penderita gigantisme juga mengalami hiperglikemi. Hiperglikemi terjadi karena produksi hormon pertumbuhan yang sangat banyak menyebabkan hormon pertumbuhan tersebut menurunkan pemakaian glukosa di seluruh tubuh sehingga banyak glukosa yang beredar di pembuluh darah. Sel-sel beta pulau langerhans pankreas menjadi terlalu aktif akibat hiperglikemi dan akhirnya sel-sel tersebut berdegenerasi. Akibatnya, kirakira 10 persen pasien gigantisme menderita diabetes melitus. Sebagian besar penderita gigantisme akhirnya akan menderita panhipopitutarisme bila gigantisme tetap tidak diobati karena gigantisme biasanya disebabkan oleh adanya tumor pada kelenjar hipofisis yang tumbuh terus sampai merusak kelenjar itu sendiri. Bila kelebihan GH terjadi selama masa anak-anak dan remaja, maka pertumbuhan longitudinal pasien sangat cepat, dan pasien akan menjadi seorang raksasa. Setelah pertumbuhan somatik selesai, hipersekresi GH tidak akan menimbulkan gigantisme, tetapi menyebabkan penebalan tulang-tulang dan jaringan lunak yang disebut akromegali. Penebalan tulang terutama pada wajah dan anggota gerak. Akibat penonjolan tulang rahang dan pipi, bentuk wajah menjadi kasar secara perlahan dan tampak seperti monyet. Tangan dan kaki membesar dan jari-jari kaki dan tangan sangat menebal. Tangan tidak saja menjadi lebih besar, tetapi bentuknya akan makin menyerupai persegi empat (seperti sekop) dengan jari-jari tangan lebih bulat dan tumpul. Penderita mungkin membutuhkan ukuran sarung tangan yang lebih besar. Kaki juga menjadi lebih besar dan lebih lebar. Pembesaran ini biasanya disebabkan oleh pertumbuhan dan penebalan tulang dan peningkatan pertumbuhan jaringan lunak. Sering terjadi gangguan saraf perifer akibat penekanan saraf oleh jaringan yang menebal. Hormon pertumbuhan juga mempengaruhi metabolisme beberapa zat penting 6
tubuh. Oleh karena itu, penderita sering mengalami masalah metabolisme termasuk diabetes melitus.1,5 Selain itu, perubahan bentuk raut wajah dapat membantu diagnosis pada inspeksi. Raut wajah menjadi makin kasar, sinus paranasalis dan sinus frontalis membesar. Bagian frontal menonjol, tonjolan supraorbital menjadi semakin nyata, dan terjadi deformitas mandibula disertai timbulnya prognatisme (rahang yang menjorok ke depan) dan gigi-geligi tidak dapat menggigit. Pembesaran mandibula menyebabkan gigi-gigi renggang. Lidah juga membesar, sehingga penderita sulit berbicara. Suara menjadi lebih dalam akibat penebalan pita suara. Deformitas tulang belakang karena pertumbuhan tulang yang berlebihan, mengakibatkan timbulnya nyeri di punggung dan perubahan fisologik lengkung tulang belakang. Bila akromegali berkaitan dengan tumor hipofisis, maka pasien mungkin mengalami nyeri kepala bitemporal dan gangguan penglihatan disertai hemianopsia bitemporal akibat penyebaran supraseral tumor tersebut, dan penekanan kiasma optikum. Pasien dengan akromegali memiliki kadar basal GH dan IGF-1 yang tinggi dan juga dapat diuji dengan pemberian glukosa oral. Pada subjek yang normal, induksi hiperglikemia dengan glukosa akan menekan kadar GH. Sebaliknya, pada pasien, akromegali atau gigantisme kadar GH gagal ditekan.
2.5 Manifestasi Klinik dan Biokimia Gigantisme
Berdasarkan banyak laporan kasus, telah dijelaskan bahwa kelebihan hormon pertumbuhan pada anak-anak muda dengan gigantisme didahului oleh adanya makrosefali dan atau obesitas. Gambaran klinik yang sering ditemukan adalah frontal bossing, batang hidung yang lebar, prognatism, keringat yang berlebihan, nafsu makan yang berlebihan, gambaran wajah yang kasar dan pembesaran tangan dan kaki.
Gambar 1. Prognatism pada Pasien Gigantisme 7
Gambar 2. Pembesaran Tangan Pada Pasien Gigantisme Abnormalitas biokimia yang banyak ditemukan pada pasien dengan gigantisme adalah peningkatan IGF-1, yang diketahui bisa menghambat sekresi hormon pertumbuhan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hiperprolaktinemia sering muncul pada onset awal hipersekresi hormon pertumbuhan. Tergantung dari kondisi individu, hasil evaluasi skrining pituitari bisa normal, hipopituitarism atau adanya pubertas prekoksia sentral. Endokrinopati bisa terjadi bersamaan, biasanya terjadi pasien-pasien dengan sindroma seperti MAN dan MEN-1. Pada kasus yang jarang, perubahan intoleransi glukosa akibat hipersekresi hormon pertumbuhan bisa memicu terjadinya diabetes, dan bisa mencetus ketoasidosis transient. Efek fisiologis tambahan akibat hipersekresi hormon pertumbuhan juga dapat muncul secara signifikan seperti meningkatnya eritropoiesis pada kasus akromegali yang menginduksi munculnya polisitemia vera yang dapat diatasi dengan operasi reseksi adenoma penghasil hormon pertumbuhan. Pentingnya peranan hormon pertumbuhan dalam produksi sel darah merah didukung oleh adanya hasil observasi yang menunjukkan adanya nilai hemoglobin pra pengobatan yang rendah pada anak-anak dengan defisiensi hormone pertumbuhan idiopatik dibandingkan dengan kelompok kontrol. Gambaran klinis lain yang dapat ditemukan pada pasien dengan gigantisme antara lain: a. Berperawakan tinggi lebih dari 2 meter, dengan proporsi tubuh yang normal. Hal ini terjadi karena jaringan lunak seperti otot tetap tumbuh. b. Memiliki gangguan penglihatan, seperti diplopia atau penglihatan ganda apabila tumor pada kelenjar hipofisis menekan chiasma opticum yang merupakan jalur saraf mata. c. Kelemahan dan sensasi kesemutan di lengan dan kaki akibat perbesaran jaringan dan saraf yang tertekan d. Sakit kepala akibat tekanan dari tumor yang menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial
8
e. Endocrinopathies (misalnya, hipogonadisme, diabetes dan / atau toleransi glukosa, hiperprolaktinemia) f.
Ditemukan juga manifestasi klinis sesuai dengan pembesaran tumor, yaitu:
Pembesaran keatas (Superior)
Sakit kepala
Gangguan penglihatan
Pembesaran ke lateral
Kelumpuhan saraf III, IV, V, dan VI
Penyumbatan pembuluh darah (sinus kavenosus)
Kejang (temporal lobe seizures)
Pertumbuhan ke inferior (dasar sella), menimbulkan CSF Rinorea
Pertumbuhan ke anterior, menyebabkan perubahan kepribadian
2.6 Evaluasi Diagnostik Hipersekresi Hormon Pertumbuhan
a. Laboratorium Standar baku emas dalam mendiagnosis hipersekresi hormon pertumbuhan adalah ketidakmampuan dalam menekan hormon pertumbuhan pada pemberian glukosa oral atau dikenal sebagai oral glucose-tolerance test (OGTT). Fakta mengatakan bahwa kelebihan hormon pertumbuhan tidak dapat ditekan oleh pemberian glukosa oral. Sampel darah diambil kemudian pasien diberikan 75-100 gr glukosa oral. Pasien disuruh beristirahat tanpa melakukan aktifitas apapun, lalu sampel darah diambil lagi 1 jam, 2 jam, dan 3 jam kemudian. Tes ini hanya digunakan untuk menentukan adanya kelebihan hormon pertumbuhan tetapi bila kita curiga adanya gigantisme, maka tes berikutnya itu bisa lebih efektif. Kegagalan dalam menekan kadar hormon pertumbuhan kurang dari 5 ng/dL selama 3 jam setelah pemberian glukosa menunjukkan adanya kelebihan hormone pertumbuhan.5 Pengukuran serum insulin growth-factor 1 (IGF-1) merupakan tes yang penting. IGF1 merupakan hormone protein polipeptida yang secara struktural menyerupai insulin. Hormon ini diproduksi di hati dan produksinya dirangsang oleh hormon pertumbuhan. Pada pasien dengan hipersekresi hormon pertumbuhan, terjadi peningkatan nilai IGF-1. Peningkatan kadar serum insulin-like growth factor binding protein-3 (IGFBP-3) bisa mengarahkan pada kelebihan hormon pertumbuhan, meskipun penggunaan IGFBP-3 sebagai diagnostik masih dalam penelitian. Pada pasien-pasien dengan adenoma somatotrop,
9
peningkatan kadar IGFBP-3 dilaporkan sebagai marker adanya penigkatan kadar hormon pertumbuhan.5 b. Radiologi Pemeriksaan pencitraan dilakukan apabila diagnosis biokimiawi telah pasti. Pertama kali dilakukan pemeriksaan x-ray sella tursica. Pemeriksaan MRI lebih sensitif dan dapat memberikan gambaran kelainan struktur didaerah hipotalamus-hipofisis, kiasma optikum dan sinus kavernosus. Apabila pemeriksaan MRI tidak menunjukkan kelainan, maka perlu dicari adanya tumor-tumor yang mensekresi GH/GHRH ektopik. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan CT-scan abdomen/pelvis (pankreas, adrenal, ovarium) dan dada (karsinoma bronkogenik). Pada gigantisme, pemeriksaan umur tulang (bone age) akan memperlihatkan umur tulang tertinggal jauh dibelakang umur kronologis (chronological a ge).
2.7 Pengobatan
Tidak
ada
studi
yang
membahas
pendekatan
terapi
hipersekresi
hormone
pertumbuhan pada pasien pediatrik. Oleh karena itu, pengobatan optimal gigantisme mengandalkan hasil laporan kasus pada pasien dewasa atau beberapa kasus anak-anak. Ada 3 modalitas terapi yang dipisahkan antara anak-anak dan dewasa, yaitu operasi, radiasi, dan terapi obat-obatan. Tujuan terapi pada gigantisme umumnya sama, yaitu menurunkan kadar hormon pertumbuhan dan IGF-1 sampai kadar yang normal. Dari semua parameter, hormon pertumbuhan merupakan parameter yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas gigantisme. Modalitas terapi yang tersedia, diantaranya adalah bedah, radiasi, dan terapi medik. Tabel 3. Modalitas Terapi pada Kelebihan Hormon Pertumbuhan dan Dampaknya pada Pasien Pediatrik Modalitas
Bedah
Pilihan Spesifik
Reseksi Transphenoidal
Radiasi konvensional
Pediatrik
Mikroadenoma
atau
makroadenoma pituitary Sebagai
Radiasi
Dampak pada Pasien
Indikasi
adjuvant
pada
terapi bedah atau obatobatan
10
Aman Sebaiknya
dihindari
sebisa mungkin, karena hanya digunakan sebagai terapi adjuvant
Terapi
adjuvant
Stereotactic radiosurgery, pasien
dengan
contoh: gamma knife
hipersekresi
pada sisa Belum pernah digunakan
hormone pada pasien anak-anak
pertumbuhan
Terapi primer pada kasus hyperplasia pituitary difus atau Aman penyakit
Analog somatostatin
tulang anak-anak
yang berat
Octreotide
digunakan
dengan
sindroma
Adjuvant
pada
dan
sporadic
pada gigantisme,
bisa
(Sandostatin)
terapi bedah atau digunakan sebagai terapi
Lanreotide
radiasi
tunggal jangka panjang
Kelebihan
atau
hormone
dengan analog dopamin
dikombinasikan
pertumbuhan ektopik Depot Terapi medik
somatostatin
analogues
Sandostatin LAR
SR-lanreotide
Lebih aman dan efektif Idem
dibandingkan non-depot
Terapi
adjuvant
dengan
analog
somatostatin
Agonis dopamin
Bromocriptine
Cabergoline
preparat
dan Aman
terapi lainnya
digunakan
pada
anak-anak dalam bentuk
Lebih berguna jika kombinasi dengan analog terjadi
somatostatin
hipeprolaktinemia secara bersamaan Antagonis
reseptor
hormone pertumbuhan
Pegvisomant
Beberapa memberikan dan
bukti
keamanan
efektifitas
sempurna
11
klinik
yang
Penggunaan anak-anak
awal
pada
memberikan
efek yang menjanjikan
Berikut ini adalah penjelasan modalitas terapi pada tabel di atas. a. Bedah Terapi pembedahan adalah pengobatan utama. Dikenal dua macam pembedahan tergantung dari besarnya tumor yaitu: bedah makro dengan melakukan pembedahan pada batok kepala (TC atau trans kranial) dan bedah mikro (TESH atau trans ethmoid sphenoid hypophysectomy). Cara terakhir ini (TESH) dilakukan dengan cara pembedahan melalui sudut antara celah infra orbita dan jembatan hidung antara kedua mata, untuk mencapai tumor hipofisis. Hasil yang didapat cukup memuaskan dengan keberhasilan mencapai kadar hormon pertumbuhan yang diinginkan tercapai pada 70 – 90% kasus. Keberhasilan tersebut juga sangat ditentukan oleh besarnya tumor. Efek samping operasi dapat terjadi pada 6 – 20% kasus, namun pada umumnya dapat diatasi. Komplikasi pasca operasi dapat berupa kebocoran cairan serebro spinal (CSF leak), fistula oro nasal, epistaksis, sinusitis dan infeksi pada luka operasi. Keberhasilan terapi ditandai dengan menurunnya kadar GH di bawah 5 µg/l. Dengan kriteria ini keberhasilan terapi dicapai pada 50 – 60% kasus, yang terdiri dari 80% kasus mikroadenoma, dan 20 % makroadenoma. Reseksi transphenoid merupakan pilihan yang tepat untuk menangani mikroadenoma dan makroadenoma hipofisis. Yang bertujuan untuk menjaga fungsi hipofisis dalam pengobatan hipersekresi hormon pertumbuhan. 3 b. Radiasi Indikasi radiasi adalah sebagai terapi pilihan secara tunggal jika tindakan operasi tidak memungkinkan, dan menyertai tindakan pembedahan jika masih terdapat gejala akut setelah terapi pembedahan dilaksanakan. Radiasi memberikan manfaat pengecilan tumor, menurunkan kadar GH, tetapi dapat pula mempengaruhi fungsi hipofisis. Penurunan kadar GH umumnya mempunyai korelasi dengan lamanya radiasi dilaksanakan. Eastment dkk menyebutkan bahwa, terjadi penurunan GH 50% dari kadar sebelum disinar (base line level), setelah penyinaran dalam kurun waktu 2 tahun, dan 75% setelah 5 tahun penyinaran. 3 Peneliti lainnya menyebutkan bahwa kadar hormon pertumbuhan mampu diturunkan dibawah 5 µg/l setelah pengobatan berjalan 5 tahun, pada 50% kasus. Kalau pengobatan dilanjutkan s/d 10 tahun maka, 70% kasus mampu mencapai kadar tersebut. Meskipun radiasi merupakan salah satu pilihan terapi gigantisme. Radiasi masih menimbulkan beberapa masalah jika digunakan sebagai terapi konvensional gigantisme atau akromegali. Efek tersebut diantaranya keamanan yang belum terjamin, lamanya menurunkan kadar hormon pertumbuhan ke tingkat yang normal, dan tingginya insiden hipopituitarism. Terapi radiasi dalam tatalaksana gigantisme berperan dalam munculnya keganasan pada jaringan tulang 12
displastik. Efek samping pada anak-anak juga mencakup adanya efek neorokognitif potensial dan kemungkinan adanya perkembangan obesitas hipotalamus yang keduanya berperan dalam terjadinya iradiasi cranial pada pasien pediatrik. Oleh karena itu, terapi radiasi biasanya merupakan pilihan terakhir terapi gigantisme pada anak-anak dengan hipersekresi hormon pertumbuhan. c. Terapi medik Meskipun pilihan terapi radiasi dan bedah masih merupakan terapi adjuvant yang sering digunakan, peranan terapi medik biasanya digunakan pada pasien-pasien dengan hiperplasia pituitari yang difus. Ada tiga kelas obat yang mensupresi GH dan IGF-1. Berikut penjelasannya. 1. Analog somastatin Sejak pertengahan tahun 1980-an, analog somastatin jangka panjang memiliki peran yang penting dalam pengobatan kelebihan hormon pertumbuhan. Agen ini secara selektif berikatan dengan reseptor somastatin pada adenoma somatotrofin. Sejauh ini, agen yang sering digunakan di Amerika Serikat adalah octreotide yang diberikan secara subkutan dan dibagi dalam tiga dosis. Somatostatin jangka pendek bisa menghasilkan penurunan kadar hormon pertumbuhan dalam waktu satu jam pada >90% pasien dengan akromegali. Sementara itu somatostatin bisa menurunkan kadar GH dan IGF-1 hingga nilai normal pada sekitar 65% pasien. Pengalaman pemberian octreotide pada anak-anak sama baiknya, dimana keuntungan pengobatan yang sporadik sama dengan sindrom gigantisme. Infus subkutan secara terus menerus memberikan keuntungan yang lebih besar dalam mengontrol hipersekresi hormon pertumbuhan pada pasien-pasien yang berada dalam masa pubertas. Preparat octreotide yang kerja panjang dalam bentuk sandostatin LAR dan SR-Lanreotide juga tersedia, dimana terjadi pelepasan obat yang lambat dalam mendegradasi polimer miksrosper yang tidak berkapsul. Pada pemberian obat secara intramuskular setiap bulan, keamanan dan kemanjurannya juga cukup baik, tetapi pelepasan obatnya lambat dalam pengobatan kelebihan hormon pertumbuhan ektopik. Efek samping dari semua bentuk analog somatostatin adalah cenderung munculnya endapan pada bilier dan batu empedu pada pemakaian jangka panjang. Jadi membutuhkan pemeriksaan ultrasound secara periodik pada pasien yang menggunakan analog somatostatin jangka panjang. 5,6 2. Agonis dopamin Meskipun obat ini kurang efektif jika digunakan sendiri, agonis dopamin juga berperan penting dalam pengobatan kelebihan hormon pertumbuhan. Karena adanya efek supresif dari prolaktin, obat ini sangat menguntungkan jika telah terjadi hiperprolaktinemia, 13
yang sering terjadi pada gigantisme yang onsetnya anak-anak. Bromocriptine dan agonis dopamine yang lebih poten seperti cabergoline sering diberikan pada anak -anak dalam bentuk kombinasi dengan octreotide jangka panjang sehingga efek sampingnya tidak ada. 3 3. Antagonis reseptor hormon pertumbuhan Perkembangan terakhir dari terapi medik yang ada saat ini adalah penggunaan pegvisomant yang merupakan anta gonist selektif reseptor hormon pertumbuhan. Penggunaan pegvisomant jangka panjang pada pasien dewasa dengan akromegali menghasilkan kadar IGF-1 yang normal pada 97% pasien. Meskipun pernah dilaporkan adanya peningkatan volum tumor dan abnormalitas enzim hati pada penggunaan pegvisomant, komplikasi ini sangat jarang terjadi dan efektifitas dari obat ini masih lebih besar dari komplikasinya. Hasil penelitian menunjukkan adanya nilai IGF-1 yang normal dalam waktu 4 tahun pada pasien dengan NF-1, 12 tahun dengan MAS, dan 8 tahun pada pasien-pasien yang persisten dan pernah gagal dalam terapi bedah adenoma hipofisis dan gagal terapi octreotide LAR. Pengobatan postur badan yang tinggi Salah satu tujuan pengobatan gigantisme adalah mencegah pertumbuhan linier yang lebih tinggi lagi. Pada kasus ini, percepatan penutupan lempeng epifisis dapat dicapai dengan pemberian hormone steroid estrogen. Pemberian testosterone dan estrogen dosis tinggi bermanfaat pada anak-anak dengan gigantisme, dimana akan tercapai pertumbuhan tinggi badan yang optimal.3,5
2.8 Komplikasi
a. Carpal Tunnel Syndrome Penyakit pada pergelangan tangan akibat adanya penekanan syaraf atau nervus medianus pada saat melalui terowongan carpal pada pergelangan tangan yang diakibatkan karena pembesaran jaringan, biasanya pasien merasa kesemutan. b. Obstruksi jalan nafas atas disertai sleep apnea (henti nafas saat tidur) Sleep apnea biasanya disebabkan karena penebalan lidah pasien sehingga lidah menggulung ke belakang dan menutupi jalan nafas pasien. c. Diabetes melitus atau intoleransi glukosa terganggu Hal ini disebabkan karena peningkatan kadar hormon pertumbuhan yang akan menurunkan sensitifitas insulin sehingga transportasi glukosa ke sel pun terganggu dan menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah dan terjadilah hipergikemia. d. Kelumpuhan saraf Saraf yang sering mengalami kelumpuhan adalah saraf III, IV, V dan VI. 14
2.9 Prognosis
Prognosis pasien dengan gigantisme tergantung dari lamanya proses berlangsung, besarnya tumor, dan tingginya kadar hormon pertumbuhan preoperative. Tanpa diobati, akromegali/gigantisme akan berakibat penyakit kardiovaskuler prematur dengan gejala-gejala yang progresif. Apabila pengobatan dapat menurunkan kadar GH sampai normal (< 2 – 2,5 ng/ml), angka kematian akan kembali normal. Pembedahan transsphenoid berhasil pada 80 – 90% pasien dengan tumor berdiameter < 2 cm dan kadar GH < 50 ng / ml. Pasca pembedahan, biasanya faal hipofisis tetap baik, pembengkakan jaringan lunak menyusut, namun pembesaran tulang menetap. Kadar GH > 5 ng / ml yang makin meningkat setelah pengobatan menunjukkan rekurensi. 5
15
BAB III KESIMPULAN 1. Gigantisme adalah kondisi seseorang yang ditandai dengan adanya kelebihan pertumbuhan, dengan tinggi dan besar diatas normal yang disebabkan oleh sekresi Growth Hormone (GH) berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses penutupan epifisis. Kasus gigantisme ini sangat jarang terjadi, dan patofisiologinya sangat kompleks. 2. Etiologi kelebihan hormone pertumbuhan bisa bersifat primer dan sekunder. 3. Manifestasi klinik pasien gigantisme adalah manifestasi yang berhubungan dengan kelebihan hormone pertumbuhan dan manifestasi yang berhubungan dengan penekanan akibat tumor. 4. Tes toleransi glukosa oral adalah standar diagnosis laboratorium yang mendukung adanya kelebihan hormon pertumbuhan. Pemeriksaan laboratorium lain seperti pemeriksaan kadar IGF-1 dan IGFBP-3 dan pemeriksaan radiologi seperti MRI, CT scan dan foto XRay bisa memperkuat diagnosis. 5. Tindakan bedah seperti reseksi transphenoidal, radiasi konvensional, atau terapi medik dengan analog somatostatin, agonis dopamin, dan antagonis reseptor hormon pertumbuhan merupakan pilihan terapi pasien gigantisme. Modalitas terapi ini bisa digunakan sebagai terapi tunggal atau terapi kombinasi.
16