1. Pengertian Frasa
Dalam sejarah studi linguistik istilah frasa banyak digunakan dengan pergertian yang berbeddbeda. Di sini istilah frasa tersebut digunakan sebagai satuan sintaksis yang tingkat berada bibawh satuan klausa, atau satu tingkat diatas satuan kata. Frasa lazimnya didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Baik dari definisi yang pertama maupun yang kedua kita lihat bahwa yang namanya frasa itu psati terdiri lebih dari sebuah kata. Pembentuk frasa itu harus berupa morfem bebasa, bukan berupa morfem terikat. Jadi, konstruksi belum makan dan tanah tinggi adalh adalh frasa sedangkan konstruksi tata boga dan interlokal bukan frasa karena boga dan inter adalh morfem terikat. Dari definisi itu juga
terlihat bahwa frasa adalah konstruksi nonpredikatif. Ini berarti, hubungan antara kedua unsure yang membentuk frasa itu tidak berstruktur subyek-predikat atau berstruktur predikat-obyek predikat-obyek . Oeleh karena itu, konstruksi seperti adik mandi dan dan menjual sepeda bukan frasa tetapi konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adalah frasa. Dari definsi itu terlihat pula bahwa frasa adalah konstituen pangisi fungsi-
fungsi sintaksis. Oleh karena itu dapat dikatakan kelompok-kelompok kata seperti nenek saya, sedang membaca, buku humor,dan di kamar tidur adalah frasa. Sedangkan kata nenek, membaca, komik, dan kemarin
bukanlah frasa. 2. Pengertian preposisi
Preposisi atau kata depan adalah kata yang secara sintaksis terdapat di depan nomina, depan nomina, adjektiva, adjektiva, atau adverbia dan secara semantis menandai berbagai hubungan makna antara konstituen di depan dan di belakang preposisi tersebut.
3. Bentuk preposisi
1. Preposisi tunggal terdiri dari satu kata. 1. Preposisi yang berupa kata dasar terdiri dari satu morfem. Contoh: akan, antara, bagi . 2. Preposisi yang berupa kata berafiks dibentuk dengan menambahkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar yang bisa berupa verba, adjektiva, atau nomina. 1. Preposisi yang berupa kata berprefiks, contoh: bersama, menurut , seantero. 2. Preposisi yang berupa kata bersufiks, contoh: bagaikan. 3. Preposisi yang berupa kata berprefiks dan bersufiks, contoh: melalui , mengenai . 2. Preposisi gabungan atau majemuk terdiri atas dua preposisi yang berdampingan atau berkolerasi. 1. Preposisi yang berdampingan terdiri dari dua preposisi yang letaknya berurutan. Contoh: daripada, kepada, sampai ke.
2. Preposisi yang berkorelasi terdiri dari dua unsur yang dipakai berpasangan, tetapi terpisah oleh kata atau frasa lain. Contoh: antara ... dengan, dari ... ke. 3. Preposisi dengan nomina lokatif bergabung dengan dua nomina yang nomina pertamanya mempunyai ciri lokatif atau menunjukkan lokasi. Contoh di atas meja, ke dalam rumah, dari sekitar kampus.
4. Frasa preposisi eksosentris
Frasa Preposisi adalah frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda. Contoh: Penanda (preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata). Seperti di teras, ke rumah teman, dari sekolah, untuk saya, dll Secara keseluruhan frasa ini dapat mengisi fungsi keterangan, misalnya dalam kalimat ” Dia
berdagang di pasar ”. Tetapi baik komponen di maupun komponen pasar tidak dapat menduduki fungsi keterangan dalam kalimat tersebut karena kalimat ”Dia berdagang di” dan “Dia berdagang pasar” tidak berterima.
Contoh lain, frasa yang baru dalam kalimat (a) tidak dapat diganti baik dengan yang maupun baru sebab konstruksi (a1) dan konstruksi (a2) tidak berterima.
(a) Yang baru bukan punya saya (a1) Yang bukan punya saya (a2) Baru bukan punya saya Frasa eksosentris biasanya dibedakan atas frasa eksosentris yang derikatif dan frasa eksosentris yang nonderikatif. Frasa eksosentris yang derikatif komponen pertamanya berupa preposisi seperti di, ke, dan dari sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata yang biasanya berkategori
nomina. Karena komponen pertamanya berupa preposisi maka frasa eksosentrik yang derikatif ini lazim juga disebut frasa preposisional. Perhatikan contoh (b) dari bahasa Indonesia dan contoh (c) dari bahasa Inggris. (b) di pasar dari kayu jati demi keamanan dengan gergaji mesin oleh bahaya api
(c) in the kitchen for ladies and gents on the table from United Kingdom by Mr. Rasjid Mulkan
Frasa eksosentris yang nonderikatif komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang atau kata lain seperti yang, para, dan kaum sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektif, atau verba. Misalnya: (d) si miskin sang mertua
yang kepalanya botak para remaja mesjid kaum cantik
Semua kelompok kata yang berpartikel kami golongkan dalam frasa eksosentris seperti di meja, ke pasar, tentang linguistic, sepanjang jalan, menjelang siang, pada adik, dari rumah, dengan tali. Frasa
berpartikel biasanya mengisi gatra tambahan dan berfungsi sebagai keteranan dalam sebuah klausa atau kalimat. Semua kalimat dakam bentuk pola dasar dan kalusa termasuk frasa eksosentris. Pola dasar seperti adik sakit, tulus datang, atau kalusa seperti Kapal itu berlayar ke Surabaya, Ibu memberikan adik uang, dan sebagainya termasuk dalam frasa eksosentris.
5.
Frasa Preposisi Daripada Menurut Para Pakar Bahasa
Menurut Soedjito dan Taryono daripada merupakan kata tugas yang tidak perlu dimunculkan dalam frasa nomina, misalnya pada hasil daripadaperundingan itu. Dimungkinkan, menurut kedua pembahas pemakaian preposisi ini merupakan pengaruh of pada bahasa Inggris atau van pada bahasa Belanda. Sugono melihat ini sebagai kesalahan pemilihan kata (ketetapan diksi). Arifin dan Hadi menegaskan tidak perlunya pemakaian daripada yang menyatakn ‘milik’. Hanya saja, Arifin, Hadi, dan Hasan Alwi dkk. Menambhkan satu lagi contoh gejala yang keliru pada tataran bahasa diatas frasa, misalnya dalam kalimat berikut: …mempromosikan daripada hasil hasil industri Indonesia
Mereka membicarakan daripada kehendak rakyat Kita melihat daripada semua ini satu hal yang baik
Dalam ketiga contoh ini daripada dianggap sebagai biang keladi ketidakpaduan kalimat/klausa sehingga mengganggu efektifitas kalimat. Secara deskriptif, memang hal itu ada dalam pemakaian pada masyarakat tutur. Akan tetapi, tipologi struktur klausa kalimat bahasa Indonesia senantiasa secara konsisten menempatkan obyek setelah predikat/verba. Dengan kata lain tidak boleh ada preposisi diantara P dan O.
Memang pemakaian preposisi daripada entah yang tepat, entah keliru, kian tak erbendung. Akan tetapi, menurut Samsuri harus dibedakan secara tegas mana frekuensi pakai yang benar-benar bersifat perkembangan dan mana pemakaian yang memang bekeliru. Contohnya gencrnya penggunaan preposisi daripada yang kurang pada proporsinya itu. Dengan rendah hati, Samsuri mengakui "Salah seorang yang telah pernah membuat kekeliruan dalam pemakaian preposisi daripada ialah….kami sendiri”. Guru besar linguistic Untag Surabaya ini mencontohkan bahwa dalam buku karyanya, Analisis Bahasa (1978), kata yang bukan penanda perbandingan ini sering muncul. Akan tetapi, sejak memasuki
cetakan kelima (1983) preposisi daripada yang bukan penanda perbandingan lenyap dari halamanhalaman buku itu. Preposisi daripada sebagai bentuk berlebihan (redundancy), dan harus dihilangkan diungkap ole Soedjito dan Badudu. Bentuk ini menyebabkan kalimat tidak efektif karena boros dalam menggunakan kata. Keberlebihan pemakaian preposisi in dapat merusak hubungan antarkata dalam kelompok frasa. Karenanya, kata ini harus dihilangkan mengingat maknanya adalah ‘perbandingan’. Sebagai preposisi yang menandai hubungan perbandingan , daripada tergolong preposisi polimorfemis. Sidharta membahas preposisi daripada sebagai unsur kelimpahan yang harus dihilangkan. Sebagi unsur yang berlebih, daripada logis muncul sebagai konsekuensi tipe bahasa Indonesia yang dari perspektif tipologi struktural amat konsisten VO yang menyebabka n “perluasan ke kanan” (Verhaar). Berbeda dengan Sidharta, Lyons memandang bahwa dalam komunikasi unsur yang berlebihan itu wajar muncul sebab apa pun sarana yang digunakan untuk mengirimkan informasi akan selalu mengalami berbagai gangguan fisik yang tak teramalkan yang akan melenyapkan atau mengubah pesan yang akan disampaikan. Oleh karena itu, hadirnya unsur berlebihan dianggap dapat mempertegas pesan tuturan. Jika kita kritisi, pendapat Lyons memang tepat untuk unsure berlebih dari . Misalnya dalam ahli kebudayaan dari Indonesia yang memang berbeda arti dengan ahli kebudayaan Indonesia. Akan tetapi,
unsur berlebih macam daripada selain yang bermakna ‘perbandingan’ senantiasa terasa tidak enak dan aneh. Sampai disini preposisi daripada yang bukan penanda perbandingan dipandang sebagai sesuatu yang berlebihan serta merusak perkembangan bahasa dan tentu saja harus dihilangkan dengan bertolak dari kepentingan pemakaian bahasa yang efektif, hemat, dan baku.
Prof. Badudu lebih melihat preposisi daripada sebagai bentuk untuk mengisi kekosongan pengucapan kalimat lisan ketika pembicara belum menemukan kata apa yang mesti diucapkan misalnya: Menurut pendapat saya, daripada… (berhenti sejenak) kekurangan air terjadi karena musism kemarau yang panjang.
Di mata pembina bahasa Indonesia ini, preposisi daripadadipandang sebagai bentuk tegun yang dimunculkan sebagai kekosongan ucapan karena pembicara belum menemukan kata-kata apa yang cocok untuk diucapkan, atau sedang bingung, berpikir, dan lupa. Sebagai bentuk tegun, ia muncul alamiah dan karenanya dianggap wajar. Harus juga kita catat di sini bahwa dalam kapasitas sebagai seorang dedengkot Pembina bahasa, Badudu tentu melihat kasus ini sebagai sesuatu yang salah.
DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta Parera, Jos Daniel. 1993. Sintaksis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Tugas
Sintaksis Bahasa Indonesia (Frasa Preposisi)
Kamran Juni Hintir (F 111 08 275) Mustafa (F 111 08 272) Baktiani (F 111 08
)
SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2010