Praktikum POT 1 Fluidisasi DAFTAR ISI
BAB I.
PENDAHULUAN............................. PENDAHULUAN.................................................... ....................................... ...........................2 ...........2
I.1. Latar Belakang.................................... Belakang........................................................... .................................................2 ..........................2 I.2. Perumusan Masalah.......................................... Masalah.............................................................................3 ...................................3 I.3. Objektif Masalah................................................................................3 I.4. Batasan Masalah.................... Masalah........................................... .............................................. .................................... ................4 ...4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................... PUSTAKA................................................................ ............................. ......5 II.1. Fenomena Fluidisasi.......................... Fluidisasi................................................. .................................................5 ..........................5 II.2. Jenis-jenis Fluidisasi....................................... Fluidisasi............................................................. ................................... .............10 10 II.3. Sifat dan Karakteristik Partikel Unggun................................... Unggun................................... .........13 II.4. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Teknik Fluidisasi................................... Fluidisasi................................... 16 II.5. Perilaku Gelembung pada Ketinggian unggun...................... unggun...................................17 .............17 II.6. Sifat-sifat Perpindahan Panas Unggun Terfluidisasi.................... Terfluidisasi..........................18 ......18 II.7. Penyimpangan dari Keadaan Ideal ( Interlock )...................................19 Interlock )...................................19
BAB III. PERCOBAAN.....................................................................................20 III.1. Tujuan Percobaan.................................. Percobaan......................................................... ............................................20 .....................20 III.2. Peralatan........................ Peralatan............................................... .............................................. .............................................20 ......................20 III.3. Prosedur Percobaan.............................. Percobaan..................................................... .............................................22 ......................22
BAB IV. DATA dan PENGOLAHAN DATA..................................... DATA....................................................24 ...............24 IV.1. Data Percobaan.......................................... Percobaan.................................................................... ........................................24 ..............24 IV.1. Pengolahan Data.............................................. Data...............................................................................31 .................................31 IV.2. Grafik............................................. Grafik.................................................................... ...................................................52 ............................52
BAB V. ANALISIS.................................... ANALISIS........................................................... ....................................................... ................................ ..59
BABVI. KESIMPULAN............ KESIMPULAN................................... .............................................. ....................................... ...........................70 ...........70
DAFTAR PUSTAKA.............................. PUSTAKA..................................................... ............................................................71 .....................................71
1
Praktikum POT 1 Fluidisasi BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Fluidisasi adalah suatu fenomena berubahnya sifat suatu padatan (bed) dalam suatu reaktor menjadi bersifat seperti fluida dikarenakan adanya aliran fluida ke dalamnya, baik berupa liquid maupun gas. Jika suatu aliran udara melewati partikel unggun yang ada dalam tabung, maka aliran tersebut akan memberikan gaya seret (drag force ) pada partikel dan menimbulkan pressure
drop sepanjang unggun. Pressure drop akan naik jika kecepatan superficial naik. Kecepatan superfisial adalah laju alir udara pada kolom yang kosong, sedangkan kecepatan interstitial adalah adalah kecepa kecepatan tan udara udara di antara antara partik partikel el unggun unggun.. Pada Pada kecepa kecepatan tan dinaikkan maka pada superfisial rendah, ungun mula-mula diam. Jika kecepatan superfisial dinaikkan suatu saat gaya seret fluida menyebabkan unggun mengembang dan menyebabkan tahanan terhadap aliran udara mengecil, sampai akhirnya gaya seret tersebut cukup untuk mendukung gaya berat partikel unggun. Hal ini menyebabkan unggun terfluidisasi dan sistem solid-fluida menunjukka menunjukkan n sifat-sifat sifat-sifat seperti seperti fluida. fluida. Kecepatan Kecepatan superfisial superfisial terendah yang dibutuhkan dibutuhkan agar terjadi fluidisasi disebut minimum fluidization velocity (Umf). Fluidisasi Fluidisasi berhubungan berhubungan dengan dengan banyak banyak proses proses industri industri kimia, kimia, misalnya misalnya dalam proses katalisasi maupun dalam proses pemurnian gas. Proses fluidisasi ini memiliki beberapa hal penting yang harus diperhatikan, seperti jenis dan tipe fluidisasi, aplikasi dalam industri serta spesifikasi dan cara kerja alatnya. Aplikasi fluidisasi dalam proses industri sangat banyak. Hal ini dimulai pada tahun 1926 untuk Gasifier Winkler berskala besar lalu Fluidized-bed Catalytic Cracking (FCC) crude oil menjadi menjadi bensin bensin pada tahun 1942. Aplikasi tersebut semakin berkembang berkembang dan pada 1 tahun 1990 dapat diklasifikasikan menjadi proses-proses kimia katalitik (seperti FCC dan sintesis sintesis Fischer-Trop Fischer-Tropsch), sch), proses-pro proses-proses ses kimia nonkataliti nonkatalitik k (seperti (seperti thermal cracking dan gasifikasi batubara), dan proses-proses fisik (seperti pengeringan dan absorpsi). Selain itu, fluidi fluidisas sasii kontin kontinu u banyak banyak dimanf dimanfaatk aatkan an dalam dalam pabrik pabrik pengol pengolaha ahan n untuk untuk memind memindahk ahkan an padatan dari satu tempat ke tempat lain. Unggun Unggun terfluidisas terfluidisasii memiliki memiliki aplikasi aplikasi yang luas karena karakteristik karakteristik perpindaha perpindahan n panasnya yang sangat baik. Hal ini didukung oleh berubahnya sifat dari unggun tersebut menjad menjadii sepert sepertii fluida fluida sehing sehingga ga perpin perpindah dahan an panas panas yang yang terjad terjadii adalah adalah secara secara konvek konveksi. si. Dengan demikian, partikel dan gas yang memasuki unggun terfluidisasi segera mencapai suhu unggun dan partikel dalam unggun bersifat isotermal pada semua situasi. Keadaan isotermal
Praktikum POT 1 Fluidisasi ini disebabkan oleh pencampuran yang merata dan area kontak yang luas antara gas dan partikel. Jadi, kita sebagai sebagai mahasiswa mahasiswa Teknik Kimia perlu mempelajari mempelajari fluidisasi fluidisasi karena pada proses yang berhubungan dengan katalisasi ataupun hal yang erat kaitanya dengan perlakuan gas-solid dan liquid-solid, fluidisasi sangat diperlukan.
I.2
Tujuan Percobaan
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan sbb: 1.
Mengamati pe perilaku pa parti rtikel un unggun (bed ) dengan udara mengalir ke atas.
2.
Membandingkan ef efek pe penurunan ( decreasing ) dan peningkatan ( increasing ) laju alir fluida pada perilaku partikel unggun ( bed ). ).
3.
Men Menyeli yelidi dik ki hubu hubung ngan an an antara tara ket ketin ing ggian gian ung unggu gun n dan dan pressure drop serta kaitannya dengan laju alir atau kecepatan superfisial baik dengan atau tanpa heater .
4.
Menyelidiki pengaruh kecepatan superfisial dan dan keda kedala lama man n keren kerenda dama man n (depth pada koefis koefisien ien transfer transfer panas panas suatu suatu permuk permukaan aan panas panas yang yang terend terendam am immersion) pada dalam unggun terfluidisasi.
I.3
Objektif Masalah
Masalah utama yang menjadi objektif dalam percobaan ini adalah sbb: 1.
Bagaimana Bagaimana proses proses terjadinya terjadinya fluidisasi fluidisasi pada suatu unggun unggun ( bed ) dan apa saja faktorfaktor yang mempengaruhinya?
2.
Apa Apa pen pengaru garuh h laju laju alir alir flu fluida ida terh terhad adap ap ket ketin ing ggian gian un unggun ggun dan dan pressure drop serta bag bagai aima mana na perb perban andi ding ngan an anta antara ra efek efek penu penuru runa nan n (decreasing ) dan dan peni pening ngka kata tan n (increasing ) laju alir fluida pada perilaku partikel unggun ( bed )? )?
3. 4.
Apak Apakah ah hubu hubung ngan an anta antara ra keti keting nggi gian an ungg unggun un dan dan pen penur urun unan an teka tekana nan n ( pressure drop)? 1 Baga Bagaim iman anaa cara cara mene menent ntuk ukan an laju laju alir alir udar udaraa agar agar dipe dipero role leh h kond kondis isii fluid fluidis isas asii yang yang optimum dan bagaimana perilaku partikel unggun ( bed ) pada berbagai jenis fluidisasi?
5.
Bagai agaima man na peng engaru aruh kecep ecepat atan an supe superf rfis isia ial, l, kedal edalam aman an keren erenda dama man n, kedal edalam aman an heater, kedalaman termokopel dan suhu heater terhadap transfer panas permukaan panas dalam unggun terfluidisasi?
6.
Baga Bagaim iman anaa pros proses es terja terjadi diny nyaa tran transf sfer er pan panas as dala dalam m ung unggu gun n terf terflu luid idis isas asi? i?
Praktikum POT 1 Fluidisasi I.4
Batasan Masalah
Percobaan ini diberi nama “Fluidisasi dan Transfer Panas dalam Unggun Terfluidisasi” dan merupakan salah satu dari Modul Praktikum Operasi Teknik I Departemen Gas dan Petrokimia FTUI. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 9 Oktober 2008 di Laboratorium Proses Operasi Teknik. Alat yang digunakan dalam percobaan ini bernama “ Fluidization And Fluid Bed Heat
Transfer Unit H692 ” dengan spesifikasi sebagai berikut: Heating Element : •
12.7 mm diameter x 37 mm long
•
Surface area 16 cm2
Granular Material: •
Fused Alumina (Al2O3 putih)
•
Densitas 3770 kg/m 3
•
Ukuran material 250µ m-320µ m
Bed Chamber: •
Diameter Chamber : 105 mm
•
Luas Chamber : 8,66 x 10 -3 m2
•
Panjang Chamber: 220 mm
Fluida: •
Fluida Yang Digunakan : Udara
•
Densitas Fluida : 1.2 kg/m 3
Dalam percobaan ini, kita akan mengamati perilaku partikel unggun (bed ) dengan udara mengalir ke atas, menyelidiki hubungan antara ketinggian unggun dan penurunan tekanan serta menyelidiki pengaruh kecepatan superfisial dan kedalaman kerendaman (1depth
of immersion) pada koefisien transfer panas suatu permukaan panas yang terendam dalam unggun terfluidisasi. Percobaan yang dilakukan meliputi 2 jenis percobaan yaitu percobaan 1 dan percobaan 2. Percobaan 1 mencari hubungan antara ketinggian unggun, kehilangan tekanan, dan kecepatan superfisial dan melibatkan penurunan / decreasing dan peningkatan /
increasing laju alir fluida. Percobaan 2 mencari pengaruh kecepatan superfisial dan dalamnya perendaman pada koefisien transfer panas permukaan panas dalam unggun terfluidisasi, yang melibatkan pengubahan suhu heater, tinggi heater , dan tinggi termokopel.
Praktikum POT 1 Fluidisasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1
Fenomena Fluidisasi
Jika suatu aliran udara melewati suatu partikel unggun yang ada dalam tabung, maka aliran tersebut akan memberikan gaya seret (drag force) pada partikel dan memberikan
pressure drop sepanjang unggun. Pressure drop akan naik jika kecepatan superficial naik (kecepatan superficial adalah kecepatan aliran jika tabung kosong). Pada kecepatan superficial rendah, unggun mula-mula diam. Jika kecepatan
superficial dinaikkan maka pada suatu saat gaya seret fluida menyebabkan unggun mengembang dan tahanan terhadap aliran udara mengecil, sampai akhirnya gaya seret tersebut cukup untuk mendukung gaya berat partikel unggun dan unggun akan terfluidisasi. Sementara itu, pressure drop akan tetap walaupun kecepatan superficial terus dinaikkan dan sama dengan berat efektif unggun persatuan luas. Kecepatan superficial terendah yang dibutuhkan untuk terjadinya fluidisasi disebut Minimum Fluidization Velocity (Umf). Konsep dasar dari suatu partikel unggun yang terfluidisasi dapat diilustrasikan dengan fenomena yang terjadi saat adanya perubahan laju alir gas seperti pada gambar di bawah ini:
1
Gambar 1. Fenomena fluidisasi dengan variasi laju alir gas
Praktikum POT 1 Fluidisasi Fenomena fluidisasi pada sistem gas-padat juga dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini:
P2
Bed
∆ x
P1
Gas in Gambar 2. Fenomena fluidisasi pada sistem gas-padat
Adapun fenomena-fenomena yang dapat terjadi pada proses fluidisasi antara lain: 1. Fenomena fixed bed, terjadi ketika laju alir fluida kurang dari laju minimum yang dibutuhkan untuk proses awal fluidisasi. Pada kondisi ini partikel padatan tetap diam. Kondisi ini ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 3. Fenomena fixed bed
2. Fenomena minimum or incipient fluidization, terjadi ketika laju alir fluida mencapai laju alir minimum yang dibutuhkan untuk proses fluidisasi. Pada kondisi ini partikel1 partikel padat mulai terekspansi. Kondisi ini ditunjukkan pada gambar 4.
Gambar 4 Fenomena minimum or incipient fluidization
3. Fenomena smooth or homogenously fluidization , terjadi saat kecepatan dan distribusi aliran fluida merata, densitas dan distribusi partikel dalam unggun sama atau homogen sehingga ekspansi pada setiap partikel padatan seragam. Kondisi ini ditunjukkan pada gambar 5.
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Gambar 5. Fenomena smooth or homogrnously fluidization
4. Fenomena bubbling fluidization yang terjadi ketika gelembung–gelembung pada unggun terbentuk akibat densitas dan distribusi partikel tidak homogen. Kondisi ini ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6. Fenomena bubbling fluidization
5. Fenomena slugging fluidization, terjadi ketika gelembung-gelembung besar yang mencapai lebar dari diameter kolom terbentuk pada partikel-partikel padat. Pada kondisi ini terjadi penolakan sehingga partikel-partikel padat seperti terangkat. Kondisi ini dapat dilihat pada gambar 7.
1
Gambar 7. fenomena slugging fluidization
6. Fenomena chanelling fluidization , terjadi ketika dalam unggun partikel padatan terbentuk saluran-saluran seperti tabung vertikal. Kondisi ini ditunjukkan pada gambar 8.
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Gambar 8. Fenomena chanelling fluidization
7. Fenomena disperse fluidization, terjadi saat kecepatan alir fluida melampaui kecepatan maksimum aliran fluida. Pada fenomena ini sebagian partikel akan terbawa aliran fluida dan berekspansi mencapai nilai maksimum. Kondisi ini ditunjukkan pada gambar 9.
Gambar 9. Fenomena disperse fluidization
Fenomena-fenomena fluidisasi tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: a. Laju alir fluida dan jenis fluida b. Ukuran partikel dan bentuk partikel c. Jenis dan densitas partikel serta faktor interlok antar partikel
1
d. Porositas unggun e. Distribusi aliran, f. Distribusi bentuk ukuran fluida g. Diameter kolom h. Tinggi unggun. Faktor-faktor di atas merupakan variabel-variabel dalam proses fluidisasi yang akan menentukan karakteristik proses fluidisasi tersebut. Selain itu, fenomena pada gambar 2 dapat dijelaskan melalui persamaan Bernoulli dengan aliran laminer sebagai berikut, yaitu:
Praktikum POT 1 Fluidisasi F =
150 V s µ (1 − ε ) 2 ∆ x ( D p ) 2 ε 3 ρ
dan ∆ P / ρ + g ∆ z =− F
Pada gambar 2, terlihat bahwa perbedaan tekanan sepanjang unggun secara linear berbanding lurus dengan laju alir volumetrik selama fluidisasi belum tercapai. Jika padatan berupa partikel seperti pasir, ketahanan partikel tersebut terhadap aliran fluida akan menurun dengan meningkatnya porositas partikel tersebut. Pengukuran ∆ P pada sepanjang unggun dapat dinyatakan dengan persamaan sbb:
− ∆ P = Bila Vs meningkat, ε
150 V s µ (1 − ε ) 2 ∆ x ( D p ) 2 ε 3
meningkat dan ∆ P dijaga agar konstan. Dalam hal ini ∆ x juga
akan meningkat, akan tetapi pengaruh dari kenaikan ∆ x ini lebih kecil dibandingkan pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan ε . Adapun hubungan ∆ x, ∆ P dan kecepatan aliran fluida dapat dilihat pada gambar 10. Untuk kecepatan yang kurang dari kecepatan fluidisasi minimum (Umf) maka unggun akan berperilaku sebagai packed bed . Namun, jika kecepatan aliran fluida dinaikkan melebihi Umf, maka tidak hanya unggun yang terangkat, tetapi partikel akan bergerak dan akan saling berbenturan satu sama lain dan akhirnya keseluruhan massa partikel akan menjadi fluida.
1 Gambar 10. Transition from packed bed to fluidized bed
Selama fluidisasi, penurunan tekanan sepanjang unggun akan tetap walaupun kecepatan superfisial terus dinaikkan dan sama dengan berat efektif unggun persatuan luas: ∆ p =
dimana:
m = massa partikel ρ p = densitas partikel S b = luas area unggun ρf = densitas fluida
m ρ p S b
( ρ p
− ρ f ) g
Praktikum POT 1 Fluidisasi g = percepatan gravitasi Jika laju alir ke unggun terfluidisasi diturunkan bertahap, penurunan tekanan akan tetap konstan dan tinggi unggun akan berkurang.Walaupun demikian, tinggi unggun terakhir akan lebih besar daripada tinggi mula-mula untuk fixed bed . Hal ini dikarenakan solid di dalam tabung cenderung berkumpul lebih rapat daripada jika solid diam secara bertahap dari keadaan terfluidisasi. Penurunan tekanan pada laju alir rendah lebih kecil daripada nilai awal di fixed bed . Unggun yang terfluidisasi akan bersifat menyerupai liquid, di antaranya: •
Benda yang lebih ringan akan mengapung di atas unggun (yaitu benda-benda yang densitasnya lebih kecil daripada densitas bulk unggun),
•
Permukaan akan tetap horizontal bahkan dalam unggun yang miring,
•
Solid dapat mengalir melalui bukaan di kolom sama seperti liquid,
•
Unggun memiliki tekanan statis karena gravitasi, nilainya sebesar ρ ogh,
•
Ketinggian antara dua unggun terfluidisasi yang serupa sama dengan tekanan statik mereka.
II.2 Jenis-jenis Fluidisasi II.2.1. Fluidisasi Partikulat
Dalam fluidisasi pasir dengan air, partikel-partikel bergerak menjauh satu sama lain dan gerakannya bertambah hebat dengan meningkatnya kecepatan, tetapi densitas unggun ratarata pada suatu kecepatan tertentu sama di semua bagian unggun. Proses ini disebut fluidisasi partikulat dan bercirikan ekspansi hamparan yang cukup besar tetapi seragam pada kecepatan tinggi. (McCabe, 1985:151) Akan tetapi, tidak semua fluida liquid pasti menghasilkan fluidisasi partikulat, hal ini dipengaruhi oleh perbedaan densitas. Dalam kasus dimana densitas fluida dan solid1tidak terlalu berbeda, ukuran partikel kecil, dan kecepatan aliran fluida rendah, unggun akan terluidisasi merata dengan tiap partikel bergerak sendiri-sendiri melewati jalur bebas rata-rata (mean free path ) yang relatif sama. Fase padat ini memiliki banyak karakteristik liquid dan disebut fluidisasi partikulat. (Foust, 1959:643) Pada fluidisasi partikulat, ekspansi yang terjadi adalah seragam dan persamaan Ergun, yang berlaku untuk unggun diam, dapat dikatakan masih berlaku untuk unggun yang agak mengembang. Andaikan aliran di antara partikel-partikel itu adalah laminar, persamaan yang berlaku untuk hamparan yang mengalami ekspansi adalah (McCabe, 1985:152):
Praktikum POT 1 Fluidisasi 3
ε
=
1 − ε
150V s µ
g ( ρ p
)
− ρ φ s
2
D p
2
II.2.2. Fluidisasi Agregat/ Fluidisasi Gelembung
Unggun yang difluidisasikan dengan udara biasanya menunjukkan fluidisasi agregat. Pada kecepatan superfisial yang jauh melebihi Umf, kebanyakan gas akan melewati unggun sebagai gelembung atau rongga-rongga kosong yang tidak berisikan zat padat dan hanya sebagian kecil gas yang mengalir dalam saluran-saluran yang terbentuk di antara partikel. Gelembung yang terbentuk berperilaku hampir sama dengan gelembung udara di dalam air atau gelembung uap di dalam zat cair yang mendidih, dan karena itu fluidisasi jenis ini sering disebut fluidisasi didih (boiling bed ). (McCabe, 1985:151) Gelembung-gelembung yang terbentuk cenderung bersatu dan menjadi besar pada waktu naik melalui hamparan fluidisasi itu. Jika kolom yang digunakan berdiameter kecil dengan hamparan zat padat yang tebal, gelembung itu mungkin berkembang hingga memenuhi seluruh penampang. Gelembung-gelembung yang beriringan lalu bergerak ke puncak kolom terpisah dari zat padat yang seakan-akan tersumbat. Peristiwa ini disebut penyumbatan ( slugging ). (McCabe, 1985:151) Penyamarataan bahwa fluida gas pasti menghasilkan fluidisasi gelembung tidak sepenuhnya benar. Perbedaan densitas merupakan parameter yang penting. Pada kasus dimana densitas fluida dan solid berbeda jauh atau ukuran partikel besar, kecepatan aliran fluida yang dibutuhkan lebih besar dan fluidisasi yang terjadi tidak merata. Sebagian besar fluida melewati unggun dalam bentuk gelembung ( bubbles). Di sini, unggun memiliki banyak karakteristik liquid dengan fasa fluida terjadi pada saat gas menggelembung melewati unggun. Fluidisasi jenis ini disebut fluidisasi agregat. (Foust, 1959:643) Partikel unggun yang lebih ringan, lebih halus, dan bersifat kohesif sangat sukar 1 terfluidisasi karena gaya tarik antarpartikel lebih besar daripada gaya seretnya. Partikel cenderung melekat satu sama lain dan gas menembus unggun dengan membentuk channel. Pengembangan volume unggun dalam fluidisasi gelembung terutama disebabkan oleh volume yang dipakai oleh gelembung uap, karena fase rapat pada umumnya tidak berekspansi dengan peningkatan aliran. Dalam penurunan berikut ini, aliran gas melalui fase rapat diandaikan sama dengan Umf dikalikan dengan fraksi unggun yang diisi oleh fase rapat, ditambah sisa aliran gas yang dibawa oleh gelembung (McCabe, 1985:154), sehingga: V s
dimana:
f b u b
=
(1 − f b )U mf
+
f b = fraksi unggun yang diisi gelembung u b = kecepatan rata-rata gelembung
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Dalam fluidisasi agregat, fluida akan membuat gelembung pada padatan unggun dalam tingkah laku yang khusus. Gelembung fluida meningkat melalui unggun dan pecah pada permukaan unggun dan akan tejadi “ splashing ” dimana partikel unggun akan bergerak ke atas. Seiring dengan meningkatnya kecepatan fluida, perilaku gelembung akan bertambah besar. (Brown, 1955:269) Keberadaan fluidisasi partikulat atau agregatif merupakan hasil dari pengaruh gaya gravitasi pada fasa-fasa yang ada dalam unggun terfluidisasi dan juga karena mekanika fluida
ruah dari sistem. Angka Froude,
v2 D p g
, yaitu rasio antara kinetik dengan energi gravitasi
merupakan salah satu kriteria penentu jenis fluidisasi apa yang terjadi. (Foust, 1959:643) II.2.3. Fluidisasi Kontinu
Bila kecepatan fluida melalui hamparan zat padat cukup besar, maka semua partikel dalam hamparan itu akan terbawa ikut oleh fluida hingga memberikan suatu fluidisasi kontinu. Prinsip fluidisasi ini terutama diterapkan dalam pengangkutan zat padat dari suatu titik ke titik lain dalam suatu pabrik pengolahan di samping ada beberapa reaktor gas zat padat lama yang bekerja dengan prinsip ini. Contohnya adalah dalam tranportasi lumpur dan tranportasi
pneumatic . (McCabe, 1985:151) Ketika laju alir fasa fluida melewati kecepatan terminal partikel, unggun terfluidisasi akan kehilangan identitasnya karena partikel solid terbawa dalam aliran fluida. Metoda pengangkutan ini sering digunakan dalam industri, biasanya dengan udara sebagai fasa fluida, antara lain untuk mengangkut produk dari pengering semprot ( spray dryers). Keuntungan metoda ini adalah kehilangan yang terjadi sedikit, prosesnya bersih, dan kemampuannya untuk memindahkan sejumlah besar solid dalam waktu singkat. Tetapi kerugiannya antara 1 lain ada kemungkinan terjadi kerusakan partikel solid serta korosi pada pipa mungkin besar. (Foust, 1959:647) Dalam fluidisasi, karena sifat-sifat partikel padat yang menyerupai sifat fluida cair dengan viskositas tinggi, metode pengontakan fluidisasi memiliki beberapa keuntungan dan kerugian.
II.3
Sifat dan Karakteristik Partikel Unggun
a. Ukuran partikel
Padatan dalam unggun yang terfluidisasi tak pernah sama dalam ukuran dan mengacu pada distribusi ukuran partikel tersebut. Untuk menghitung ukuran partikel rata-rata dengan menggunakan diameter rata-rata permukaan (Kirk Othmer,1994:141).
Praktikum POT 1 Fluidisasi d sv =
1 xi
∑ d
pi
dimana:
d p = diameter partikel rata-rata yang secara umum digunakan untuk desain dsv = diameter dari suatu bidang
b. Densitas padatan
Padatan dapat dibedakan menjadi 3 bagian berdasarkan densitasnya yaitu bulk,
skeletel, dan particle. Densitas bulk merupakan pengukuran berat dari keseluruhan partikel dibagi dengan volume partikel. Pengukuran ini menyertakan faktor kekosongan dalam pori pori partikel. Skeletel adalah densitas suatu padatan jika porositasnya nol. Adapun densitas partikel adalah berat dari suatu partikel dibagi dengan volumenya dengan menyertakan pori pori. Jika tidak ada nilai untuk densitas partikel, maka pendekatan untuk densitas partikel dapat diperoleh dengan membagi dua densitas bulk. c. Penurunan tekanan
Penurunan tekanan yang terjadi pada campuran dua fasa dinyatakan dalam beragam bentuk, seperti static head, akselerasi dan kehilangan friksi untuk gas dan padatan. Untuk aplikasi fluidisasi unggun di luar kondisi ketika akselerasi penurunan tekanan dapat diterima, penurunan tekanan akan dihasilkan dari static head padatan. Untuk itu, berat suatu partikel unggun jika dibagi dengan tinggi padatan akan menghasilkan densitas sesungguhnya dari unggun yang terfluidisasi. Formulanya dirumuskan sebagai berikut : ∆ P / L = ρ p(1−ε ) ( g / g c ) Salah satu aspek yang akan ditinjau dalam percobaan ini adalah mengetahui besarnya penurunan tekanan ( pressure drop) di dalam unggun padatan yang terfluidakan. Hal tersebut mempunyai arti yang cukup penting karena selain erat sekali hubungannya dengan besarnya energi yang diperlukan, juga bisa memberikan indikasi tentang kelakuan unggun selama 1 operasi berlangsung. Penentuan besarnya hilang tekan di dalam unggun terfluidakan terutama dihitung berdasarkan rumus-rumus yang diturunkan untuk unggun diam, terutama oleh Balke, Kozeny, Carman, ataupun peneliti-peneliti lainnya. Korelasi-korelasi matematik yang menggambarkan hubuangan antara hilang tekan dengan laju alir fluida di dalam suatu sistem unggun diam diperoleh pertama kali pada tahun 1922 oleh Blake melalui metode-metode yang bersifat semi empiris, yaitu dengan menggunakan bilangan-bilangan tidak berdimensi. Untuk aliran laminer dengan kehilangan energi terutama disebabkan oleh gaya viscous, Blake memberikan hubungan : ∆ P
L
gc
2
=
k µ S 3
ε
Praktikum POT 1 Fluidisasi dimana: ΔP/L = hilang tekan per satuan panjang/ tinggi unggun gc
= faktor gravitasi
μ
= viskositas fluida
ε
= porositas unggun yang didefinisikan sebagai perbandingan volume ruang kosong didalam unggun dengan volume unggun
u
= kecepatan alir superfisial fluida
S
= luas permukaan spesifik partikel
d. Sphericity
Sphericity merupakan faktor bentuk yang dinyatakan sebagai rasio dari area permukaan volume partikel bulat yang sama dengan partikel itu dibagi dengan area permukaan partikel. ψ =
d sv d v
Material yang melingkar seperti katalis dan pasir bulat memiliki nilai sphericity sebesar 0.9 atau lebih. e. Kecepatan Fluidisasi Minimum (Umf)
Kecepatan fluidisasi minimum adalah kecepatan superficial terendah yang dibutuhkan untuk terjadinya fluidisasi. Umf dapat dicari dengan menggunakan persamaan
Umf = µ [(1135.7+0.0408Ar)0.5-33.71]/( ρ g d p ) Di mana bilangan Archimides (Ar) adalah : ρ p−ρ g ) g/ µ 2 Ar = ρ g d p 3( Untuk memprediksi Umf, Ergun menurunkan suatu korelasi dengan car a menyamakan
pressure drop pada saat Umf dengan berat unggun persatuan luas dan diperoleh persamaan sebagai berikut.
1
Suku pertama persamaan Ergun dominan untuk aliran laminer sedangkan suku kedua dominan pada aliran turbulen. Pengukuran Umf dapat diperoleh dari grafik ∆ P vs Umf, yaitu sesuai titik potong atau antara bagian kurva yang datar seperti yang digambarkan pada gambar 10. f. Kecepatan terminal
Kecepatan terminal suatu partikel (Ut) merupakan kecepatan gas yang dibutuhkan untuk mengatur partikel tunggal yang tersuspensi dalam aliran gas. Kecepatan terminal suatu partikel dinyatakan dalam persamaan:
Praktikum POT 1 Fluidisasi
4 gd p ( ρ p − ρ g ) U t = 3 ρ g C d
1/ 2
Dalam aliran laminer dan mengikuti Hukum Stokes: C d
=
Re p =
24 Re p
d pU ρ g µ
Jadi, kecepatan terminal untuk partikel tunggal berbentuk bulat adalah U t
=
g ( ρ p
− ρ g ) d p
2
untuk Re p < 0.4
18 µ
Dan untuk partikel besar dengan C d = 0.43 1/ 2
3,1( ρ p − ρ g ) gd p U t = ρ g
untuk Re p > 500
Persamaan ini mengindikasikan bahwa untuk partikel yang berukuran kecil viskositas merupakan faktor dominan setiap gas dan untuk partikel berukuran besar densitas merupakan faktor yang terpenting. Kedua persamaan di atas mengabaikan gaya antar partikel. Secara umum kecepatan selip (Uselip) atau kecepatan efektif terminal untuk partikel dalam suspensi (U*t) adalah:
U selip = U*t = U t . f( ε ) Kekosongan f( ε ) dari unggun yang terfluidisasi adalah fraksi mol yang terjadi oleh gas. Fungsi t dapat dinyatakan dengan pendekatan Kozeny-Charman berikut.
f( ε ) = 0.1 ε 2 /(1-ε ) Pendekatan lain yang digunakan untuk sistem banyak fasa yaitu korelasi RichardsonZaki untuk partikel tunggal dalam suspensi, yaitu:
U/U t =ε
n
1
n merupakan fungsi dari d p/D dan bilangan Re yang divariasikan dari 2.4-4.7 (Kirk Othmer, 1994:144). g. Batas partikel
Partikel diklasifikasikan berdasarkan bagaimana partikel tersebut terfluidisasi dalam udara pada kondisi tertentu. Partikel tersebut dapat diklasifikasikan menjadi:
Partikel halus
Partikel kasar
Kohesif, partikel yang sangat halus
Unggun yang bergerak
Praktikum POT 1 Fluidisasi h. Gaya antar partikel
Gaya antar partikel sering kali diabaikan dalam fluidisasi meskipun dalam banyak kasus gaya ini lebih kuat dibandingkan hydrodinamic yang digunakan dalam banyak korelasi. Gaya antar partikel yang berhubungan atau berkaitan dengan unggun yang terfluidisasi, misalnya van der waals, elektrostatik, dan kapilaritas. i. Daerah batas fluidisasi (fluidization regimes)
Pada kecepatan gas rendah, suatu padatan dalam tabung unggun akan berada pada kondisi konstan seiring dengan bertambahnya kecepatan gas, gaya seret, dan gaya buoyant mengalahkan berat partikel serta gaya antar partikel tersebut ( Kirk Othmer, 1994:147). Pada fluidisasi minimum partikel memperlihatkan pergerakan yang minimal dan secara langsung unggun akan sedikit terangkat.
II.4
Kelebihan dan Kekurangan Teknik Fluidisasi
Kelebihan dari teknik fluidisasi adalah: 1.
Properti transfer panas yang baik dalam gas-fluidized bed . Gelembung yang terbentuk menjaga unggun bersifat isotermal dan laju transfer panas yang tinggi diperoleh antara unggun dan permukaan yang dicelupkan.
2.
Sifat unggun yang menyerupai fluida memungkinkan adanya aliran zat padat secara kontinu dan memudahkan pengontrolan.
3.
Perpindahan panas antara unggun terfluidakan dengan media pemindah panas yang baik memungkinkan pemakaian alat penukar panas yang memiliki luas permukaan kecil.
4.
Perpindahan panas dan kecepatan perpindahan mass antara partikel cukup tinggi.
5.
Sirkulasi butiran-butiran padat antara dua unggun fluidisasi
memungkinkan
pemindahan jumlah panas yang besar dalam reaktor.
1
Kekurangan dari teknik fluidisasi adalah: 1.
Kecepatan fluida yang digunakan terbatas pada jangkauan dimana unggun terfluidisasi. Jika kecepatan jauh lebih besar dari Umf, dapat terjadi kehilangan material yang cukup besar akibat terbawa keluar dari unggun serta ada kemungkinan terjadi kerusakan partikel karena kecepatan operasi yang terlalu besar.
2.
Tenaga untuk memompa fluida sehingga terjadi fluidisasi harus besar untuk unggun yang besar dan dalam.
3.
Ukuran dan tipe partikel yang dapat digunakan dalam teknik ini terbatas.
Praktikum POT 1 Fluidisasi 4.
Karena sifat unggun terfluidisasi yang kompleks, seringkali terjadi kesulitan dalam mengubah skala kecil menjadi skala industri.
5.
Adanya erosi terhadap bejana dan sistem pendingin.
6.
Butiran halus akan terbawa aliran sehingga mengakibatkan hilangnya sejumlah tertentu padatan.
II.5 Perilaku Gelembung pada Ketinggian unggun II.5.1. Perilaku Gelembung
Gelembung yang lebih besar cenderung naik lebih cepat dibanding gelembung yang kecil sehingga antar gelembung akan terjadi tumbukan dan bergabung ( coalescence)
dan
gelembung semakin bertambah besar. Dinding tabung juga mempengaruhi gerekan gelembung sehingga gelembung cenderung bergerak ke arah dalam unggun. Gelembung terjadi dalam kebanyakan unggun yang terfluidisasi dan peranannya sangat penting karena akibat laju dari perubahan massa atau energi di antara gas dan padatan dalam unggun. Gelembung terbentuk dalam unggun yang terfluidisasi dari ketidakstabilan sistem 2 fasa. Pengontrolan ukuran gelembung dapat diperoleh dengan mengontrol distribusi ukuran partikel atau dengan meningkatkan kecepatan gas. Mengacu pada teori gelembung dua fasa dan fluidisasi, semua gas yang dibutuhkan untuk fluidisasi minimum melewati unggun dalam proses pembentukan gelembung. Gelembung meningkat melalui unggun dalam 2 kondisi yang berbeda. Gelembung yang meningkat secara padat dapat terjadi pada kecepatan gas kurang dari Umf dan hal ini memberikan kesempatan untuk gas melewati partikel unggun dan sirkuit pendek melalui gelembung menuju ke permukaan unggun. Kecepatan suatu gelembung yang bertambah besar melalui fluida unggun dinyatakan dalam rumus:
1
U hr = 0.71(gDb )
0.5
Jika terjadi slugging, berlaku persamaan
U hr = U slug = 0.35(gD)0.5 Jadi kecepatan aktual peningkatan gelembung dalam unggun yang terfluidisasi dinyatakan dengan rumus:
U b = (U-U m )+U f br
Praktikum POT 1 Fluidisasi II.5.2. Ketinggian unggun
Tinggi unggun dapat diplot terhadap kecepatan superficial. Untuk kecepatan superficial tinggi permukaan berfluktuasi karena pecahnya gelembung di permukaan sehingga ketinggian unggun hanya dapat diukur dengan perkiraan.
II.6 Sifat-sifat Perpindahan Panas Unggun Terfluidisasi
Unggun yang terfluidisasi oleh gelembung-gelembung tercampur dengan sangat baik karena pertikel-partikel unggun tersirkulasi oleh gelembung udara yang naik. Akibatnya, suhu unggun sangat seragam walaupun terdapat reaksi yang sangat eksoterm. Jika luas permukaan tranfer panas antara gas dan unggun cukup tinggi, gas dan pertikel cepat mencapai suhu yang sama. Laju transfer panas yang tinggi dapat diperoleh antara permukaan panas yang tercelup di dalam unggun dengan unggunnya itu sendiri. Tiga mekanisme yang menyumbangkan transfer panas antara unggun terfluidisasi dan permukaan adalah : a. Untuk partikel unggun dengan diameter < 500 dan densitas < 4000 kg/m 3 (kecuali paertikel halus yang sangat kohesif), mekanisme utama adalah adanya sirkulasi antara bulk unggun dan partikel yang berdekatan denghan permukaan panas ( Particle Convective
Mechanism). Partikel mampu mentransfer banyak panas karena mempunyai kapasitas panas pada saat awal partikel berdekatan dengan permukaan panas, terdapat gradien suhu lokal yang besar yaitu adanya perbedaan suhu yang besar antara bulk unggun dengan permukaan sehingga laju perpindahan panas sangat besar. Akan tetapi, semakin lama suhu unggun semakin mendekati suhu permukaan. Jadi untuk selang waktu tertentu laju transfer panas semakin tinggi jika pertikel bersinggungan dengan permuikaan panas dalam recident
time yang singkat yang dapat diperoleh dengan mengatur kondisi operasi. Tetapi harus diingat bahwa recident time yang ekstrim kecil untuk memeroleh koefisien perpindahan 1 panas yang paling tinggi dibatasi oleh konduktivitas panas gas dan jarak jalur transfer panas terpendek di mana panas mengalir secara konduksi antara partikel unggun dan permukaan panas. b. Untuk unggun dalam ukuran atau densitas yang lebih besar, kecepatan interstisial adalah turbulen yang berarti bahwa transfer panas konveksi melalui gas menjadi penting. Jika transfer panas mode ini menjadi dominan maka transfer panas akan naik dengan naiknya diameter partikel (karena makin besar partikel maka makin besar turbulensi kecepatan interstisial). c. Untuk suhu yang lebih tinggi akan terdapat perbedaan suhu yang sangat besar antara unggun dan permukaan panas sehingga transfer panas secara radiasi menjadi penting.
Praktikum POT 1 Fluidisasi Perpindahan kalor ke permukaan dalam sistem padat-gas koefisien perpindahan panas ke permukaannya sangat tergantung pada kualitas fluidisasi yang terjadi (Coulson, 1968:215). Untuk menghitung koefisien perpindahan panas tersebut dapat digunakan persamaan Dow dan Jacob berikut. hd t k
dimana:
0,65
d = 0,55 × t L
0,17
d × t d
0,25
(1 − e) ρ s C s × e ρ C p
U d ρ × c t µ
h = koefisien perpindahan panas k = konduktivitas termal gas D = diameter partikel Dt = diameter tube L = panjang unggun = kekosongan unggun
ε ρ
s
=
densitas padatan ρ =
densitas gas
Cs = kapasitas panas padatan Cp = kapasitas panas gas pada tekanan konstan µ =
viskositas gas
Uc = kecepatan superficial dalam tube kosong II.7. Penyimpangan dari Keadaan Ideal ( Interlock )
Karakteristik fluidisasi seperti digambarkan pada kurva fluidisasi ideal hanya terjadi pada kondisi yang betul-betul ideal dimana butiran zat padat dengan mudah saling melepaskan pada saat terjadi kesetimbangan antara gaya seret dengan berat partikel. Pada kenyataannya, keadaan di atas tidak selamanya bisa terjadi karena adanya kecenderungan partikel-partikel untuk saling mengunci satu dengan lainnya ( interlock ), sehingga akan terjadi 1 kenaikan hilang tekan (ΔP) sesaat sebelum fluidisasi terjadi. Fenomena interlock ini dapat dilihat pada Gambar 11, terjadi pada awal fluidisasi saat terjadi perubahan kondisi dari unggun tetap menjadi unggun terfluidakan.
Umf
Praktikum POT 1 Fluidisasi Gambar 11. Kurva karakteristik fluidisasi tidak ideal karena terjadi interlock.
1
Praktikum POT 1 Fluidisasi
BAB III PERCOBAAN III.1. Tujuan Percobaan
1.
Mengamati perilaku partikel unggun (bed ) ketika udara dialirkan ke dalam tabung.
2.
Menganalisa pengaruh fluidisasi terhadap transfer panas.
3.
Menyelidiki pengaruh kedalaman rendaman heater dan termokopel terhadap koefisien transfer panas pada suatu permukaan panas yanh terendam dalam unggun terfluidisasi.
III.2. Peralatan
Berikut ini adalah peralatan yang digunakan untuk percobaan fluidisasi:
Gambar 12. Gambar unit fluidisasi
Alat di atas terdiri dari beberapa bagian, yaitu: 1) Bed Chamber
1
Pada percobaan fluidisasi ini, partikel unggun ( bed ) yang digunakan adalah alumina yang diletakkan di dalam tabung vertikal yang terbuat dari kaca dengan ukuran diameter 105 mm dan tinggi 220 mm. Tabung tersebut juga dilengkapi dengan alat semacam mistar yang terletak pada bagian dindingnya yang berfungsi untuk mengukur ketinggian bed pada saat terjadi fluidisasi. Pada bagian bawah tabung tersebut, terdapat ruang distribusi ( distribution chamber ) dan penyuplai udara ( air distributor ) yang berfungsi untuk menahan partikel unggun pada saat tidak terjadi fluidisasi. Bagian ini sudah dirancang sedemikian rupa sehingga udara yang mengalir melewati bed akan sama di setiap tempat tanpa menyebabkan penurunan tekanan
Praktikum POT 1 Fluidisasi berlebihan. Sedangkan bagian atas tabung terdiri atas penyaring udara, sehingga bed tidak akan terbawa keluar oleh udara ketika terjadi fluidisasi. 2) Cylinder mounting
Bagian ini terdiri dari elemen pemanas ( heater ), termokopel, dan pengukur tekanan. Ketiga alat tersebut dapat digerakan secara vertikal untuk disesuaikan dengan ketinggian bed di dalam bed chamber . 3) Heater
Heater yang dipergunakan pada percobaan ini berbentuk silinder dengan luas permukaan sekitar 16 cm2. 4) Variable transformer
Variabel transformer merupakan alat untuk mengontrol laju perpindahan panas dari heater. Voltase dan juga kuat arus dari heater tersebut kemudian akan ditampilkan pada panel display. Pada permkaan heater, terdapat dua buah termokopel yang berfungsi untuk mengukur temperatur permukaan heater dan yang satunya lagi berfungsi untuk melindungi dari nilai setting yang berlebih. Temperatur dari permukaan heater , bed , serta udara masuk yang mengalir akan ditampilkan pada panel display lainnya. Pada bagian lain terdapat dua buah manometer yang berisi fluida untuk mengukur penurunan tekanan udara yang mengalir sebelum dan sesudah melewati bed chamber. 5.) Bed
Partikel unggun ( bed ) yang digunakan dalam percobaan ini adalah alumina dengan data-data sebagai berikut :
1 Pada dasarnya, jenis bed yang digunakan dapat diganti-ganti sesuai dengan kebutuhan. Namun, karena keterbatasan ( misalnya harus melepas beberapa komponen alat), maka dalam percobaan ini variasi bed tidak dilakukan.
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Gambar 13. Skema sederhana peralatan fluidisasi
III.3. Prosedur Percobaan Percobaan 1
A. Decreasing flow rate •
Mengatur laju alir udara (Q = 1.7 L/s) dengan mengatur knop aliran udara.
•
Mencatat ketinggian bed (Hbed) yang terfluidisasi pada setiap penurunan laju alir udara.
•
Mencatat perbedaan tekanan dengan mencatat perbedaan ketinggian fluida (h) yang ada di dalam manometer pada setiap penurunan laju alir udara..
•
Mengurangi laju alir udara secara bertahap sehingga didapatkan variasi laju alir udara masing – masing 1.4 L/s ; 1.2 L/s ; 1 L/s ; 0.8 L/s ; 0.6 L/s ;0, 4 L/s ; dan 0L/s.
B. Incr Increa easi sing ng flo flow w rate rate •
Mengatur laju alir udara (Q = 0 L/s) dengan mengatur knop aliran udara.
•
Mencatat ketinggian bed (Hb) yang terfluidisasi pada pada setiap kenaikan laju alir udara. 1 Mencatat perbedaan tekanan dengan mencatat perbedaan ketinggian fluida (h) yang
•
ada di dalam manometer pada setiap kenaikan laju alir udara. •
Menaikkan Menaikkan laju alir udara secara bertahap sehingga sehingga didapatkan didapatkan variasi variasi laju alir udara masing – masing 0.4 L/s ; 0.6 L/s ; 0.8 L/s ; 1 L/s ; 1.2 L/ s ; 1.4 L/s dan 1.7 L/s. L/s.
Percobaan 2-10
Percobaan 2A a. b.
Mengatur ke kedalaman te termokopel (h (ht) = 2 cm. cm. Mengatur temperatur heater (T mengatur kedalaman heater = 1) pada suhu 100 °C dan mengatur 2 cm.
c.
Mengatur laju alir udara (Q = 1.7 L/s) dengan mengatur knop aliran udara.
Praktikum POT 1 Fluidisasi d.
Mencatat data – data berikut: •
Temperatur bed (T2) dan temperatur udara masuk (T 3) dengan cara memutar knop temperature indicator
•
Ketinggian bed bed (Hb) yang terfluidisasi.
•
Voltase (V) dan kuat arus (I) yang masing – masing ditunjukkan oleh voltmeter dan amperemeter.
•
e.
Perbedaan ketinggian fluida (h) yang ada di dalam manometer.
Mengu Mengura rang ngii laju laju ali alirr udara udara secar secaraa bert bertah ahap ap seh sehin ingg ggaa dida didapa patk tkan an var varia iasi si laj laju u alir alir uda udara ra masing – masing 1.4 L/s ; 1 L/s ; 0.6 L/s ; 0, 4 L/s ; dan 0 L/s. f. Mengulangi Mengulangi tahap d dan e untuk untuk masing masing – masing masing variasi variasi laju alir udara. udara.
Percobaan Percobaan 2A diulangi diulangi dengan dengan mengatur mengatur variasi variasi kedalaman kedalaman termokopel. termokopel. Untuk percobaan percobaan 2 B, kedalaman termokopel = 3 cm sedangkan percobaan 2 C, kedalaman termokopel = 4 cm sementara langkah – langkah percobaan di atas tetap dilakukan. Langkah – langkah percobaan 2 – 10, nilai kedalaman heater, temperatur heater (T 1) dan kedalaman termokopel (ht) divariasikan sebagai berikut. Percobaan
Kedalaman heater (cm)
T1 (°C)
2
100
A 2
3
4
B
2
4
A
2
B
2
120
4
A
2
B
2
140
B
2 3
100
8
9
2 3
120
3
C
4
A
2
B
3
140
3
C
4
A
2
B
4
100
3
C
4
A
2
B
4
120
C
B C
3 4
A 10
3 4
A B
3 4
C
7
3
C
A
6
3
C
C 5
Kedalaman termokopel (cm)
2 4
140
3 4
1
Praktikum POT 1 Fluidisasi
BAB IV DATA dan PENGOLAHAN DATA IV.1 Data Percobaan Percobaan 1
Percobaan ini dilakukan untuk mengamati perilaku unggun sebelum memakai heater untuk menganalisis pengaruh transfer panas terhadap fluidisasi.
Decreasing Flowrate Q(L/s)
∆P (mmH2O)
h bed (cm)
1,7 1,6 1,4 1,2
3 2,9 3 3,3 3,2 3,3 3 2,8 2,5 2,3
13,5 13 12,5 11 9,7 8,5 5,8 5,8 5,8 5,8
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
Increasing Flowrate Q(L/s)
∆P (mmH2O)
h bed (cm)
0 0,2
2,3 2,4 2,8 3 3,3 3,3 3,1 3,1 2,9 2,9
5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 10,5 12 13 14 14,5
0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,7
1
Percobaan 2-10
Percoba Percobaan an ini dilaku dilakukan kan untuk untuk menget mengetahu ahuii perila perilaku ku unggun unggun saat saat memaka memakaii heater. heater. Dari percobaan ini kita dapat mengetahui apakah pengaruh heater terhadap peristiwa fluidisasi atau sebali sebalikny knyaa fluidi fluidisas sasii yang yang akan akan berpen berpengar garuh uh terhad terhadap ap transf transfer er panas. panas. Data-da Data-data ta yang yang didapatkan dari percobaan adalah sebagai berikut: Untuk semua percobaan, nilai v dan I tetap, yaitu:
Praktikum POT 1 Fluidisasi v = 90 volt I = 1,25 A
Percobaan 2 kedalaman heater = 2 cm, T1 = 100 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 3 3,2 3,1 2,8 2,2
14,5 14,1 13 5,8 5,8 5,8
33 34 34,5 35 35 35
32 33 33 33 33 33
1,2 0,6 0,4 0
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,4 3 3,2 3,1 2,8 2,2
14,7 14,1 13,2 5,8 5,8 5,8
36 36 36 37 38 39
33 35 35 34 34 34
1,2 0,6 0,4 0
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 3 3,2 3,1 2,8 2,2
14,2 13,6 12,3 5,8 5,8 5,8
37 37 37 37 38 38
35 36 35 35 35 34
1,2 0,6 0,4 0
Percobaan 3 kedalaman heater = 2 cm, T1 = 120 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2
2,9 3 3,2
15,8 15 13
46 45 45
39 39 38
1
Praktikum POT 1 Fluidisasi 0,6 0,4 0
3,2 2,3 2,2
5,8 5,8 5,8
47 47 47
38 38 37
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2
2,9 3 3,1 3,1 2,7 2,1
15,6 15 14 5,8 5,8 5,8
44 44 43 43 45 46
37 38 37 37 37 36
0,6 0,4 0
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2
2,9 2,9 3,1 3,1 2,7 2,2
16 14,5 13,5 5,8 5,8 5,8
44 43 43 42 43 43
37 37 37 36 37 36
0,6 0,4 0
Percobaan 4 kedalaman heater = 2 cm, T1 = 140 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2
2,9 3 3,2 3,2 2,7 2,2
15,9 15 13,5 5,8 5,8 5,8
48 47 47 49 50 50
39 39 39 38 38 37
0,6 0,4 0
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 3 3,1 3,1 2,7
15,5 14,9 13 5,8 5,8
50 48 48 50 50
39 39 39 38 39
1,2 0,6 0,4
1
Praktikum POT 1 Fluidisasi 0
2,1
5,8
51
38
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 2,9 3,1 3,1 2,8 2,2
15,4 14,3 13,5 5,8 5,8 5,8
48 48 47 47 47 47
39 39 39 39 38 38
1,2 0,6 0,4 0
Percobaan 5 kedalaman heater = 3 cm, T1 = 100 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 2,9 3,1 3,1 2,8 2,1
15 14,5 13,2 5,8 5,8 5,8
41 41 42 43 44 44
37 37 36 36 36 35
1,2 0,6 0,4 0
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2 0,6
2,8 2,9 3,1 3,1 2,8 2,2
15,2 14 13 5,8 5,8 5,8
41 41 45 48 49 50
36 37 36 36 35 35
0,4 0
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 3 3,1
14,8 14 13
43 44 48
36 37 36
1,2
1
Praktikum POT 1 Fluidisasi 0,6 0,4 0
3,2 2,8 2,2
5,8 5,8 5,8
51 55 57
35 35 35
Percobaan 6 kedalaman heater = 3 cm, T1 = 120 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2 0,6
2,9 3 3,1 3,1 2,7 2,2
15,8 15,3 13,5 5,8 5,8 5,8
48 46 46 46 46 46
39 39 38 38 38 39
0,4 0
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 3 3,1 3,1 2,6 2,2
16 15 13 5,8 5,8 5,8
45 45 45 44 44 45
38 38 38 37 37 37
1,2 0,6 0,4 0
1
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 3 3,1 3,1 2,7 2,2
15,6 15 14 5,8 5,8 5,8
44 43 42 43 43 43
37 37 37 37 37 36
1,2 0,6 0,4 0
Percobaan 7 kedalaman heater = 3 cm, T1 = 140 0C
Praktikum POT 1 Fluidisasi a. kedalaman termokopel = 2 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2 0,6
2,9 3 3,2 3,1 2,7 2,2
16 15 13 5,8 5,8 5,8
48 47 48 48 49 49
39 39 38 38 38 37
0,4 0
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 2,9 3,1 3,1 2,7 2,1
16 14,5 13 5,8 5,8 5,8
49 49 49 49 49 49
39 39 39 38 38 38
1,2 0,6 0,4 0
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 2,9 3,1 3,1 2,8 2,2
15,7 14,7 14 5,8 5,8 5,8
49 48 48 48 48 48
39 40 39 39 38 38
1,2 0,6 0,4 0
1 Percobaan 8 kedalaman heater = 4 cm, T1 = 100 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 2,9 3,1 3,1 2,8 2,1
15,3 14,4 13,3 5,8 5,8 5,8
43 41 42 42 41 41
36 37 37 36 36 36
1,2 0,6 0,4 0
Praktikum POT 1 Fluidisasi b. kedalaman termokopel = 3 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2 0,6
2,8 2,9 3,1 3,1 2,8 2,2
15,3 14,2 13 5,8 5,8 5,8
42 42 42 42 42 43
37 37 37 36 36 36
0,4 0
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2 0,6
2,8 2,9 3,1 3,1 2,8 2,1
15,3 14 13 5,8 5,8 5,8
42 42 42 42 44 45
38 38 38 37 37 36
0,4 0
Percobaan 9 kedalaman heater = 4 cm, T1 = 120 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2
2,9 2,9 3,1 3,1 2,8 2,2
16 15 13,2 5,8 5,8 5,8
45 44 45 45 45 45
39 39 39 38 38 37
0,6 0,4 0
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2 0,6
2,8 2,9 3,1 3,1
16 15 13,4 5,8
47 46 45 45
38 39 38 38
1
Praktikum POT 1 Fluidisasi 0,4 0
2,8 2,2
5,8 5,8
45 45
38 37
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,8 2,9 3,1 3,1 2,7 2,2
16 15 14 5,8 58 5,8
45 43 43 43 43 44
38 38 38 37 37 36
1,2 0,6 0,4 0
Percobaan 10 kedalaman heater = 4 cm, T1 = 140 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6 1,2 0,6
2,9 2,9 3,2 3,1 2,7 2,2
15,5 14,7 13,5 5,8 5,8 5,8
48 47 48 48 48 48
39 39 38 38 38 38
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
2,9 2,9 3,2 3,1 2,7 2,1
15,5 14,7 12,5 5,8 5,8 5,8
49 49 48 48 49 49
39 39 39 38 38 37
0,4 0
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q(L/s) 1,7 1,6 1,2 0,6 0,4 0
1
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q(L/s)
delta P (mmH2O)
h bed (cm)
T2 C
T3 C
1,7 1,6
2,9 3 3,1
16 15,4 13
49 48 48
39 39 38
1,2
Praktikum POT 1 Fluidisasi 0,6 0,4 0
3,1 2,8 2,2
5,8 5,8 5,8
49 49 49
38 38 38
1
Praktikum POT 1 Fluidisasi IV.2. PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut : m udara
= Q udara
dengan ρ udara q udara
= m udara
x ρ udara
= 1.2 kg / m 3 x C p udara x (T 2 - T3 )
dengan Cp udara
= 1.005
kJ/kg.K
P = V x I
= P - q udara
q konveksi
h glass
=
qkonveksi A glass × (T 2
dengan D glass
hheater
=
Aheater
dengan Dheater A heater
= A glass
kecepatan
vs
− T 3 )
=105 P × (T 2
mm
−T 3 )
= 12 .7 mm = π dl
superfisia l, vs
Q = A
Keterangan : Q
= laju alir udara
Hb
= tinggi bed
H
= selisih tinggi manometer
Ht
= kedalaman termokopel
T1
= temperatur heater
T2
= temperatur bed
T3
= temperatur udara
A = πdL Across = πr 2
= 0.072534m 2 = 8.66x 10-3m2
L = panjang tabung
= 220 mm
r = jari - jari tabung
= 105 mm
Percobaan 1
Decreasing Flowrate
1
Praktikum POT 1 Fluidisasi Q(L/s) 1,7 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
Q(m3/s) 0,0017 0,0016 0,0014 0,0012 0,001 0,0008 0,0006 0,0004 0,0002 0
∆P(mmH20) 3 2,9 3 3,3 3,2 3,3 3 2,8 2,5 2,3
∆P(mH20) 0,003 0,0029 0,003 0,0033 0,0032 0,0033 0,003 0,0028 0,0025 0,0023
hbed(cm) 13,5 13 12,5 11 9,7 8,5 5,8 5,8 5,8 5,8
hbed(m) 0,135 0,13 0,125 0,11 0,097 0,085 0,058 0,058 0,058 0,058
A cross (m2) 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866
Vs (m/s) 0,19630 0,18476 0,16166 0,13857 0,11547 0,09238 0,06928 0,04619 0,02309 0,00000
Increasing Flowrate Q(L/s) 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,7
Q(m3/s) 0 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,001 0,0012 0,0014 0,0016 0,0017
∆P(mmH20) 2,3 2,4 2,8 3 3,3 3,3 3,1 3,1 2,9 2,9
∆P(mH20) 0,0023 0,0024 0,0028 0,003 0,0033 0,0033 0,0031 0,0031 0,0029 0,0029
hbed(cm) 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 10,5 12 13 14 14,5
hbed(m) 0,058 0,058 0,058 0,058 0,058 0,105 0,12 0,13 0,14 0,145
A cross (m2) 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866 0,00866
Vs (m/s) 0,00000 0,02309 0,04619 0,06928 0,09238 0,11547 0,13857 0,16166 0,18476 0,19630
Percobaan 2 kedalaman heater = 2 cm, T1 = 100 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
2.0502
110.4498
1.6
0.00192
112.5
1.9296
110.5704
1.2
0.00144
112.5
2.1708
110.3292
0.6
0.00072
112.5
1.4472
111.0528
0.4
0.00048
112.5
0.9648
111.5352
h glass (J/m2K) 1522.73140 9 1524.39407 7 1014.04582 7 765.522375 7 768.847712 8
0
0
112.5
0
112.5
775.498387
h heater(J/m 2K)
6411.600837
12823.20167 12823.20167 1 8548.801116 6411.600837 6411.600837
Praktikum POT 1 Fluidisasi b. kedalaman termokopel = 3 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
6.1506
106.3494
1.6
0.00192
112.5
1.9296
110.5704
1.2
0.00144
112.5
1.4472
111.0528
0.6
0.00072
112.5
2.1708
110.3292
0.4
0.00048
112.5
1.9296
110.5704
0
0
112.5
0
112.5
h glass (J/m2K) 488.733559 4 1524.39407 7 1531.04475 1 507.022913 4 381.098519 3 310.199354 8
h heater(J/m 2K)
h glass (J/m2K) 747.233021 8 1524.39407 7 755.546364 5 765.522375 7 510.348250 5 387.749193 5
h heater(J/m 2K)
4274.400558 12823.20167 12823.20167 4274.400558 3205.800419 2564.640335
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
4.1004
108.3996
1.6
0.00192
112.5
1.9296
110.5704
1.2
0.00144
112.5
2.8944
109.6056
0.6
0.00072
112.5
1.4472
111.0528
0.4
0.00048
112.5
1.4472
111.0528
0
0
112.5
0
112.5
6411.600837 12823.20167 6411.600837 6411.600837 4274.400558 3205.800419 1
Percobaan 3 kedalaman heater = 2 cm, T1 = 120 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
8.2008
104.2992
1.6
0.00192
112.5
7.7184
104.7816
1.2 0.6
0.00144 0.00072
112.5 112.5
8.6832 5.0652
103.8168 107.4348
h glass (J/m2K) 359.483828 3 361.146496 8 238.547439 8 211.594956
h heater(J/m 2K)
3205.800419 3205.800419 2137.200279 1831.885953
Praktikum POT 1 Fluidisasi
0.4
0.00048
112.5
3.8592
108.6408
0
0
112.5
0
112.5
5 187.223922 6 172.332974 9
1602.900209 1424.800186
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
10.251
102.249
1.6
0.00192
112.5
7.7184
104.7816
1.2
0.00144
112.5
13.0248
99.4752
0.6
0.00072
112.5
8.6832
103.8168
0.4
0.00048
112.5
6.7536
105.7464
0
0
112.5
0
112.5
h glass (J/m2K) 281.933989 6 361.146496 8 152.380952 4 119.273719 9 104.134809 7 103.399784 9
h heater(J/m 2K)
h glass (J/m2K) 193.305602 5
h heater(J/m 2K)
194.968271 109.297708 7 86.9612871 2 70.8991645 3 70.4998533 6
1831.885953
2564.640335 3205.800419 1424.800186 1068.60014 915.9429767 854.8801116
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
14.3514
98.1486
1.6
0.00192
112.5
13.5072
98.9928
1.2
0.00144
112.5
17.3664
95.1336
0.6
0.00072
112.5
11.5776
100.9224
0.4
0.00048
112.5
9.648
102.852
0
0
112.5
0
112.5
Percobaan 4 kedalaman heater = 2 cm, T1 = 140 0C
1 1831.885953
1068.60014 801.4501046 641.1600837 582.8728034
Praktikum POT 1 Fluidisasi a. kedalaman termokopel = 2 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
14.3514
98.1486
1.6
0.00192
112.5
7.7184
104.7816
1.2
0.00144
112.5
7.236
105.264
0.6
0.00072
112.5
4.3416
108.1584
0.4
0.00048
112.5
2.412
110.088
0
0
112.5
0
112.5
h glass (J/m2K) 193.305602 5 361.146496 8 290.247332 3 248.523451 1 303.548680 6 310.199354 8
h heater(J/m 2K)
h glass (J/m2K) 281.933989 6 283.596658 1 290.247332 3 248.523451 1 251.848788 2 221.570967 7
h heater(J/m 2K)
h glass (J/m2K) 359.483828 3 361.146496 8
h heater(J/m 2K)
1831.885953 3205.800419 2564.640335 2137.200279 2564.640335 2564.640335
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
10.251
102.249
1.6
0.00192
112.5
9.648
102.852
1.2
0.00144
112.5
7.236
105.264
0.6
0.00072
112.5
4.3416
108.1584
0.4
0.00048
112.5
2.8944
109.6056
0
0
112.5
0
112.5
2564.640335 2564.640335 2564.640335 2137.200279 1 2137.200279 1831.885953
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
8.2008
104.2992
1.6
0.00192
112.5
7.7184
104.7816
3205.800419 3205.800419
Praktikum POT 1 Fluidisasi 1.2
0.00144
112.5
5.7888
106.7112
0.6
0.00072
112.5
3.618
108.882
0.4
0.00048
112.5
3.3768
109.1232
0
0
112.5
0
112.5
367.797171 300.223343 5 214.920293 5 172.332974 9
3205.800419
h glass (J/m2K) 193.305602 5 231.896765 7 201.618945 2 162.356963 6 165.682300 7 155.099677 4
h heater(J/m 2K)
2564.640335 1831.885953 1424.800186
Percobaan 5 kedalaman heater = 3 cm, T1 = 100 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
14.3514
98.1486
1.6
0.00192
112.5
11.5776
100.9224
1.2
0.00144
112.5
10.1304
102.3696
0.6
0.00072
112.5
6.5124
105.9876
0.4
0.00048
112.5
4.3416
108.1584
0
0
112.5
0
112.5
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
1831.885953 2137.200279 1831.885953 1424.800186 1424.800186 1282.320167
1 Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
14.3514
98.1486
1.6
0.00192
112.5
11.5776
100.9224
1.2
0.00144
112.5
8.6832
103.8168
0.6
0.00072
112.5
4.3416
108.1584
0.4
0.00048
112.5
3.8592
108.6408
h glass (J/m2K) 193.305602 5 231.896765 7 238.547439 8 248.523451 1 187.223922 6
h heater(J/m 2K)
1831.885953 2137.200279 2137.200279 2137.200279 1602.900209
Praktikum POT 1 Fluidisasi
0
0
112.5
0
112.5
155.099677 4
1282.320167
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
14.3514
98.1486
1.6
0.00192
112.5
11.5776
100.9224
1.2
0.00144
112.5
8.6832
103.8168
0.6
0.00072
112.5
4.3416
108.1584
0.4
0.00048
112.5
2.8944
109.6056
0
0
112.5
0
112.5
h glass (J/m2K) 193.305602 5 231.896765 7 238.547439 8 248.523451 1 251.848788 2 221.570967 7
h heater(J/m 2K)
h glass (J/m2K) 144.067609 7
h heater(J/m 2K)
194.968271 173.922574 2 183.898585 5 187.223922 6 221.570967 7
1831.885953
1831.885953 2137.200279 2137.200279 2137.200279 2137.200279 1831.885953
Percobaan 6 kedalaman heater = 3 cm, T1 = 120 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
18.4518
94.0482
1.6
0.00192
112.5
13.5072
98.9928
1.2
0.00144
112.5
11.5776
100.9224
0.6
0.00072
112.5
5.7888
106.7112
0.4
0.00048
112.5
3.8592
108.6408
0
0
112.5
0
112.5
b. kedalaman termokopel = 3 cm
1424.800186
1602.900209 1602.900209 1 1602.900209 1831.885953
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
14.3514
98.1486
1.6
0.00192
112.5
13.5072
98.9928
1.2
0.00144
112.5
10.1304
102.3696
0.6
0.00072
112.5
5.0652
107.4348
0.4
0.00048
112.5
3.3768
109.1232
0
0
112.5
0
112.5
h glass (J/m2K) 193.305602 5
h heater(J/m 2K)
194.968271 201.618945 2 211.594956 5 214.920293 5 193.874596 7
1831.885953
h glass (J/m2K) 193.305602 5 231.896765 7 290.247332 3 248.523451 1 251.848788 2 221.570967 7
h heater(J/m 2K)
1831.885953
1831.885953 1831.885953 1831.885953 1602.900209
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
14.3514
98.1486
1.6
0.00192
112.5
11.5776
100.9224
1.2
0.00144
112.5
7.236
105.264
0.6
0.00072
112.5
4.3416
108.1584
0.4
0.00048
112.5
2.8944
109.6056
0
0
112.5
0
112.5
1831.885953 2137.200279 2564.640335 2137.200279 2137.200279 1831.885953
Percobaan 7 kedalaman heater = 3 cm, T1 = 140 0C
1
a. kedalaman termokopel = 2 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
12.3012
100.1988
1.6
0.00192
112.5
9.648
102.852
1.2
0.00144
112.5
8.6832
103.8168
0.6
0.00072
112.5
5.0652
107.4348
0.4
0.00048
112.5
3.3768
109.1232
h glass (J/m2K) 230.234097 1 283.596658 1 238.547439 8 211.594956 5 214.920293 5
h heater(J/m 2K)
2137.200279 2564.640335 2137.200279 1831.885953 1831.885953
Praktikum POT 1 Fluidisasi
0
0
112.5
0
112.5
193.874596 7
1602.900209
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
18.4518
94.0482
1.6
0.00192
112.5
13.5072
98.9928
1.2
0.00144
112.5
10.1304
102.3696
0.6
0.00072
112.5
5.0652
107.4348
0.4
0.00048
112.5
3.3768
109.1232
0
0
112.5
0
112.5
h glass (J/m2K) 144.067609 7
h heater(J/m 2K)
194.968271 201.618945 2 211.594956 5 214.920293 5 193.874596 7
1831.885953
h glass (J/m2K) 193.305602 5 283.596658 1 290.247332 3 248.523451 1 251.848788 2 193.874596 7
h heater(J/m 2K)
h glass (J/m2K)
h heater(J/m 2K)
1424.800186
1831.885953 1831.885953 1831.885953 1602.900209
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
14.3514
98.1486
1.6
0.00192
112.5
9.648
102.852
1.2
0.00144
112.5
7.236
105.264
0.6
0.00072
112.5
4.3416
108.1584
0.4
0.00048
112.5
2.8944
109.6056
0
0
112.5
0
112.5
1831.885953 2564.640335 2564.640335 1 2137.200279 2137.200279 1602.900209
Percobaan 8 kedalaman heater = 4 cm, T1 = 100 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
Praktikum POT 1 Fluidisasi
1.7
0.00204
112.5
18.4518
94.0482
1.6
0.00192
112.5
15.4368
97.0632
1.2
0.00144
112.5
11.5776
100.9224
0.6
0.00072
112.5
7.9596
104.5404
0.4
0.00048
112.5
5.7888
106.7112
0
0
112.5
0
112.5
144.067609 7 167.271900 1 173.922574 2 131.023695 5 122.599057 119.307444 1
1424.800186 1602.900209 1602.900209 1165.745607 1068.60014 986.4001288
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
22.5522
89.9478
1.6
0.00192
112.5
17.3664
95.1336
1.2
0.00144
112.5
13.0248
99.4752
0.6
0.00072
112.5
8.6832
103.8168
0.4
0.00048
112.5
5.3064
107.1936
0
0
112.5
0
112.5
h glass (J/m2K) 112.734341 5 145.730278 2 152.380952 4 119.273719 9 134.349032 6 119.307444 1
h heater(J/m 2K)
1165.745607 1424.800186 1424.800186 1068.60014 1165.745607 986.4001288 1
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
18.4518
94.0482
1.6
0.00192
112.5
17.3664
95.1336
1.2
0.00144
112.5
11.5776
100.9224
0.6
0.00072
112.5
5.7888
106.7112
0.4
0.00048
112.5
4.3416
108.1584
h glass (J/m2K) 144.067609 7 145.730278 2 173.922574 2 183.898585 5 165.682300 7
h heater(J/m 2K)
1424.800186 1424.800186 1602.900209 1602.900209 1424.800186
Praktikum POT 1 Fluidisasi
0 Percobaan 9
0
112.5
0
112.5
172.332974 9
1424.800186
kedalaman heater = 4 cm, T1 = 120 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
18.4518
94.0482
1.6
0.00192
112.5
15.4368
97.0632
1.2
0.00144
112.5
14.472
98.028
0.6
0.00072
112.5
7.236
105.264
0.4
0.00048
112.5
5.3064
107.1936
0
0
112.5
0
112.5
h glass (J/m2K) 144.067609 7 167.271900 1 135.147654 9 145.123666 1 134.349032 6 129.249731 2
h heater(J/m 2K)
h glass (J/m2K) 126.834312 2 128.496980 7 135.147654 9 131.023695 5 134.349032 6 140.999706 7
h heater(J/m 2K)
h glass
h
1424.800186 1602.900209 1282.320167 1282.320167 1165.745607 1068.60014
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
20.502
91.998
1.6
0.00192
112.5
19.296
93.204
1.2
0.00144
112.5
14.472
98.028
0.6
0.00072
112.5
7.9596
104.5404
0.4
0.00048
112.5
5.3064
107.1936
0
0
112.5
0
112.5
1 1282.320167 1282.320167 1282.320167 1165.745607 1165.745607 1165.745607
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q
m udara
Daya
Q udara
Q
Praktikum POT 1 Fluidisasi
3
(mm /s)
konveksi (J/s)
(kg/s)
(J/s)
(J/s)
1.7
0.00204
112.5
20.502
91.998
1.6
0.00192
112.5
15.4368
97.0632
1.2
0.00144
112.5
13.0248
99.4752
0.6
0.00072
112.5
6.5124
105.9876
0.4
0.00048
112.5
4.824
107.676
0
0
112.5
0
112.5
(J/m2K) 126.834312 2 167.271900 1 152.380952 4 162.356963 6 148.449003 2 155.099677 4
heater(J/m2K)
h glass (J/m2K) 144.067609 7 167.271900 1 135.147654 9 145.123666 1 148.449003 2 155.099677 4
h heater(J/m 2K)
1282.320167 1602.900209 1424.800186 1424.800186 1282.320167 1282.320167
Percobaan 10 kedalaman heater = 4 cm, T1 = 140 0C a. kedalaman termokopel = 2 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
18.4518
94.0482
1.6
0.00192
112.5
15.4368
97.0632
1.2
0.00144
112.5
14.472
98.028
0.6
0.00072
112.5
7.236
105.264
0.4
0.00048
112.5
4.824
107.676
0
0
112.5
0
112.5
1424.800186 1602.900209 1282.320167 1282.320167 1282.320167 1282.320167 1
b. kedalaman termokopel = 3 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
20.502
91.998
1.6
0.00192
112.5
19.296
93.204
h glass (J/m2K) 126.834312 2 128.496980 7
h heater(J/m 2K)
1282.320167 1282.320167
Praktikum POT 1 Fluidisasi
1.2
0.00144
112.5
13.0248
99.4752
0.6
0.00072
112.5
7.236
105.264
0.4
0.00048
112.5
5.3064
107.1936
0
0
112.5
0
112.5
152.380952 4 145.123666 1 134.349032 6 129.249731 2
1424.800186 1282.320167 1165.745607 1068.60014
c. kedalaman termokopel = 4 cm Q (mm3/s)
m udara (kg/s)
Daya (J/s)
Q udara (J/s)
Q konveksi (J/s)
1.7
0.00204
112.5
20.502
91.998
1.6
0.00192
112.5
17.3664
95.1336
1.2
0.00144
112.5
14.472
98.028
0.6
0.00072
112.5
7.9596
104.5404
0.4
0.00048
112.5
5.3064
107.1936
0
0
112.5
0
112.5
h glass (J/m2K) 126.834312 2 145.730278 2 135.147654 9 131.023695 5 134.349032 6 140.999706 7
h heater(J/m 2K)
1282.320167 1424.800186 1282.320167 1165.745607 1165.745607 1165.745607
1
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Q konveksi, Q udara, h glass, dan h heater untuk masing-masing variasi suhu dan kedalaman heater.
Theater = 1000C dan kedalaman heater = 2 cm
Q (mm3/s)
1.70
1.60
1.20
0.60
0.40 0.00
Termokope l (cm)
H bed
H bed ratarata
ΔP (mmH2O)
q konveksi
2.00 3.00 4.00
14.50 14.70 14.20
2.00
14.10
3.00
110.57
3.00
14.10
3.00
110.57
14.47
13.93
2.90 2.40 2.90
ΔP rata-rata
4.00
13.60
2.00
13.00
3.20
110.33
3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00
13.20 12.30 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80
3.20 3.20 3.10 3.10 3.10 2.80 2.80 2.80 2.20 2.20
111.05 109.61 111.05 110.33 111.05 111.54 110.57 111.05 112.50 112.50
12.83
5.80
5.80 5.80
3.00
2.73
3.00
110.45 106.35 108.40
3.20
3.10
2.80 2.20
110.57
1
q konveksi rata2
108.40
110.57
110.33
110.81
111.05 112.50
h glass 1522.7 3 488.73 747.23 1524.3 9 1524.3 9 1524.3 9 1014.0 5 1531.0 4 755.55 765.52 507.02 765.52 768.85 381.10 510.35 775.50 310.20
h glass rata2
h heater
h heater rata2
919.57
12823.20 4274.40 6411.60
7836.40
12823.20 12823.20 1524.3 9
12823.20
12823.20
8548.80 1100.2 1
679.36
553.43 491.15
12823.20 6411.60 6411.60 4274.40 6411.60 6411.60 3205.80 4274.40 6411.60 2564.64
9261.20
5699.20
4630.60 4060.68
Praktikum POT 1 Fluidisasi
4.00
5.80
2.20
112.50
387.75
3205.80
Theater = 1200C dan kedalaman heater = 2 cm
Q (mm3/s)
1.70
1.60
1.20
0.60
0.40
0.00
Termokope l 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00
H bed 15.80 15.60 16.00 15.00 15.00 14.50 13.00 14.00 13.50 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80
H bed ratarata
15.80
14.83
13.50
5.80
5.80
5.80
ΔP 2.90 2.90 2.90 3.00 3.00 2.90 3.20 3.10 3.10 3.20 3.10 3.10 2.30 2.70 2.70 2.20 2.10 2.20
ΔP rata-rata
2.90
2.97
3.13
3.13
2.57
2.17
q konveksi 98.15 98.15 98.15 100.92 100.92 100.92 102.37 103.82 103.82 105.99 108.16 108.16 108.16 108.64 109.61 112.50 112.50 112.50
1
q konveksi rata2
98.15
100.92
103.33
107.43
108.80
112.50
h glass 193.31 193.31 193.31 231.90 231.90 231.90 201.62 238.55 238.55 162.36 248.52 248.52 165.68 187.22 251.85 155.10 155.10 221.57
h glass rata2
193.31
231.90
226.24
219.80
201.59
177.26
h heater 1831.89 1831.89 1831.89 2137.20 2137.20 2137.20 1831.89 2137.20 2137.20 1424.80 2137.20 2137.20 1424.80 1602.90 2137.20 1282.32 1282.32 1831.89
h heater rata2
1831.89
2137.20
2035.43
1899.73
1721.63
1465.51
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Theater = 1400C dan kedalaman heater = 2 cm
Q (mm3/s)
1.70
1.60
1.20
0.60
0.40
0.00
Termokope l 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00
H bed 15.90 15.50 15.40 15.00 14.90 14.30 13.50 13.00 13.50 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80
H bed ratarata
15.60
14.73
13.33
5.80
5.80
5.80
ΔP
ΔP rata-rata 2.90 2.90 2.90 3.00 3.00 2.90 3.20 3.10 3.10 3.20 3.10 3.10 2.70 2.70 2.80 2.20 2.10 2.20
2.90
2.97
3.13
3.13
2.73
2.17
q konveksi 94.05 89.95 94.05 97.06 95.13 95.13 100.92 99.48 100.92 104.54 103.82 106.71 106.71 107.19 108.16 112.50 112.50 112.50
1
q konveksi rata2
92.68
95.78
100.44
105.02
107.35
112.50
h glass 144.07 112.73 144.07 167.27 145.73 145.73 173.92 152.38 173.92 131.02 119.27 183.90 122.60 134.35 165.68 119.31 119.31 172.33
h glass rata2
133.62
152.91
166.74
144.73
140.88
136.98
h heater 1424.80 1165.75 1424.80 1602.90 1424.80 1424.80 1602.90 1424.80 1602.90 1165.75 1068.60 1602.90 1068.60 1165.75 1424.80 986.40 986.40 1424.80
h heater rata2
1338.45
1484.17
1543.53
1279.08
1219.72
1132.53
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Theater = 1000C dan kedalaman heater = 3 cm
Q (mm3/s)
1.70
1.60
1.20
0.60
0.40
0.00
Termokope l 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00
H bed 15.00 15.20 14.80 14.50 14.00 14.00 13.20 13.00 13.00 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80
H bed ratarata
15.00
14.17
13.07
5.80
5.80
5.80
ΔP
ΔP rata-rata 2.90 2.80 2.90 2.90 2.90 3.00 3.10 3.10 3.10 3.10 3.10 3.20 2.80 2.80 2.80 2.20 2.20 2.20
2.87
2.93
3.10
3.13
2.80
2.20
q konveksi 104.30 102.25 98.15 104.78 104.78 98.99 103.82 99.48 95.13 107.43 103.82 100.92 108.64 105.75 102.85 112.50 112.50 112.50
1
q konveksi rata2
101.57
102.85
99.48
104.06
105.75
112.50
h glass 359.48 281.93 193.31 361.15 361.15 194.97 238.55 152.38 109.30 211.59 119.27 86.96 187.22 104.13 70.90 172.33 103.40 70.50
h glass rata2
278.24
305.75
166.74
139.28
120.75
115.41
h heater 359.48 281.93 193.31 361.15 361.15 194.97 238.55 152.38 109.30 211.59 119.27 86.96 187.22 104.13 70.90 172.33 103.40 70.50
h heater rata2
278.24
305.75
166.74
139.28
120.75
115.41
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Theater = 1200C dan kedalaman heater = 3 cm
Q (mm3/s)
1.70
1.60
1.20
0.60
0.40
0.00
Termokope l 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00
H bed 15.80 16.00 15.60 15.30 15.00 15.00 13.50 13.00 14.00 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80
H bed ratarata
15.80
15.10
13.50
5.80
5.80
5.80
ΔP
ΔP rata-rata 2.90 2.90 2.90 3.00 3.00 3.00 3.10 3.10 3.10 3.10 3.10 3.10 2.70 2.60 2.70 2.20 2.20 2.20
2.90
3.00
3.10
3.10
2.67
2.20
q konveksi 94.05 98.15 98.15 98.99 98.99 100.92 100.92 102.37 105.26 106.71 107.43 108.16 108.64 109.12 109.61 112.50 112.50 112.50
1
q konveksi rata2
96.78
99.64
102.85
107.43
109.12
112.50
h glass 144.07 193.31 193.31 194.97 194.97 231.90 173.92 201.62 290.25 183.90 211.59 248.52 187.22 214.92 251.85 221.57 193.87 221.57
h glass rata2
176.89
207.28
221.93
214.67
218.00
212.34
h heater 1424.80 1831.89 1831.89 1831.89 1831.89 2137.20 1602.90 1831.89 2564.64 1602.90 1831.89 2137.20 1602.90 1831.89 2137.20 1831.89 1602.90 1831.89
h heater rata2
1696.19
1933.66
1999.81
1857.33
1857.33
1755.56
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Theater = 1400C dan kedalaman heater = 3 cm
Q (mm3/s)
1.70
1.60
1.20
0.60
0.40
0.00
Termokope l 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00
H bed 16.00 16.00 15.70 15.00 14.50 14.70 13.00 13.00 14.00 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80
H bed ratarata
15.90
14.73
13.33
5.80
5.80
5.80
ΔP
ΔP rata-rata 2.90 2.90 2.90 3.00 2.90 2.90 3.20 3.10 3.10 3.10 3.10 3.10 2.70 2.70 2.80 2.20 2.10 2.20
2.90
2.93
3.13
3.10
2.73
2.17
q konveksi 94.05 92.00 92.00 97.06 93.20 97.06 98.03 98.03 99.48 105.26 104.54 105.99 107.19 107.19 107.68 112.50 112.50 112.50
1
q konveksi rata2
92.68
95.78
98.51
105.26
107.35
112.50
h glass 144.07 126.83 126.83 167.27 128.50 167.27 135.15 135.15 152.38 145.12 131.02 162.36 134.35 134.35 148.45 129.25 141.00 155.10
h glass rata2
132.58
154.35
140.89
146.17
139.05
141.78
h heater 1424.80 1282.32 1282.32 1602.90 1282.32 1602.90 1282.32 1282.32 1424.80 1282.32 1165.75 1424.80 1165.75 1165.75 1282.32 1068.60 1165.75 1282.32
h heater rata2
1329.81
1496.04
1329.81
1290.96
1204.60
1172.22
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Theater = 1000C dan kedalaman heater = 4 cm
Q (mm3/s)
1.70
1.60
1.20
0.60
0.40
0.00
Termokope l 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00
H bed 15.30 15.30 15.30 14.40 14.20 14.00 13.30 13.00 13.00 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80
H bed ratarata
15.30
14.20
13.10
5.80
5.80
5.80
ΔP
ΔP rata-rata 2.90 2.80 2.80 2.90 2.90 2.90 3.10 3.10 3.10 3.10 3.10 3.10 2.80 2.80 2.80 2.20 2.20 2.20
2.83
2.90
3.10
3.10
2.80
2.20
q konveksi 98.15 102.25 104.30 104.78 102.85 104.78 105.26 105.26 106.71 108.16 108.16 108.88 110.09 109.61 109.12 112.50 112.50 112.50
1
q konveksi rata2
101.57
104.14
105.75
108.40
109.61
112.50
h glass 193.31 281.93 359.48 361.15 283.60 361.15 290.25 290.25 367.80 248.52 248.52 300.22 303.55 251.85 214.92 310.20 221.57 172.33
h glass rata2
278.24
335.30
316.10
265.76
256.77
234.70
h heater 1831.89 2564.64 3205.80 3205.80 2564.64 3205.80 2564.64 2564.64 3205.80 2137.20 2137.20 2564.64 2564.64 2137.20 1831.89 2564.64 1831.89 1424.80
h heater rata2
2534.11
2992.08
2778.36
2279.68
2177.91
1940.44
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Theater = 1200C dan kedalaman heater = 4 cm
Q (mm3/s)
1.70
1.60
1.20
0.60
0.40
0.00
Termokope l 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00
H bed 16.00 16.00 16.00 15.00 15.00 15.00 13.20 13.40 14.00 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80
H bed ratarata
16.00
15.00
13.53
5.80
5.80
5.80
ΔP
ΔP rata-rata 2.90 2.80 2.80 2.90 2.90 2.90 3.10 3.10 3.10 3.10 3.10 3.10 2.80 2.80 2.70 2.20 2.20 2.20
2.83
2.90
3.10
3.10
2.77
2.20
q konveksi 100.20 94.05 98.15 102.85 98.99 102.85 103.82 102.37 105.26 107.43 107.43 108.16 109.12 109.12 109.61 112.50 112.50 112.50
1
q konveksi rata2
97.47
101.57
103.82
107.68
109.28
112.50
h glass 230.23 144.07 193.31 283.60 194.97 283.60 238.55 201.62 290.25 211.59 211.59 248.52 214.92 214.92 251.85 193.87 193.87 193.87
h glass rata2
189.20
254.05
243.47
223.90
227.23
193.87
h heater 2137.20 1424.80 1831.89 2564.64 1831.89 2564.64 2137.20 1831.89 2564.64 1831.89 1831.89 2137.20 1831.89 1831.89 2137.20 1602.90 1602.90 1602.90
h heater rata2
1797.96
2320.39
2177.91
1933.66
1933.66
1602.90
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Theater = 1400C dan kedalaman heater = 4 cm
Q (mm3/s)
1.70
1.60
1.20
0.60
0.40
0.00
Termokope l 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00 2.00 3.00 4.00
H bed 15.50 15.50 16.00 14.70 14.70 15.40 13.50 12.50 13.00 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80 5.80
H bed ratarata
15.67
14.93
13.00
5.80
5.80
5.80
ΔP
ΔP rata-rata 2.90 2.90 2.90 2.90 2.90 3.00 3.20 3.20 3.10 3.10 3.10 3.10 2.70 2.70 2.80 2.20 2.10 2.20
2.90
2.93
3.17
3.10
2.73
2.17
q konveksi 94.05 92.00 92.00 97.06 93.20 95.13 98.03 99.48 98.03 105.26 105.26 104.54 107.68 107.19 107.19 112.50 112.50 112.50
1
q konveksi rata2
92.68
95.13
98.51
105.02
107.35
112.50
h glass 144.07 126.83 126.83 167.27 128.50 145.73 135.15 152.38 135.15 145.12 145.12 131.02 148.45 134.35 134.35 155.10 129.25 141.00
h glass rata2
132.58
147.17
140.89
140.42
139.05
141.78
h heater 1424.80 1282.32 1282.32 1602.90 1282.32 1424.80 1282.32 1424.80 1282.32 1282.32 1282.32 1165.75 1282.32 1165.75 1165.75 1282.32 1068.60 1165.75
h heater rata2
1329.81
1436.67
1329.81
1243.46
1204.60
1172.22
Praktikum POT 1 Fluidisasi IV.3. GRAFIK Percobaan 1
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Percobaan 2
Grafik Q vs H bed
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Grafik Q vs ∆P
Grafik Q vs h glass
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Grafik Q vs h Heater
Grafik Q konveksi vs h Heater
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Grafik Q konveksi vs h Heater T 100 oC
Grafik Q konveksi vs h Heater T 120 oC
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Grafik Q konveksi vs h Heater T 140 oC
Grafik Q konveksi terhadap h heater pada kedalaman heater 2 cm
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Grafik Q konveksi terhadap h heater pada kedalaman heater 3 cm
Grafik Q konveksi terhadap h heater pada kedalaman heater 4 cm
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi
BAB V ANALISIS
Pada percobaan ini, kita menggunakan Al 2O3 sebagai bed (partikel unggun) dan udara sebagai fluidanya. Pada keadaan diam (tidak dialiri udara), partikel bed diam, rapat dan memiliki gaya tarik yang besar antar partikelnya. Saat partikel bed tersebut dialiri udara, partikel bed tersebut bergerak membentuk gelombang seperti unggun. Aliran udara tersebut menimbulkan gaya seret (drag force) yang besar antara partikel bed sehingga gaya antar partikel tersebut menghilang dan menyebabkan partikel bed bergerak-gerak. Pada suatu fluida, biasanya jika dialiri udara maka akan membentuk gelembunggelembung udara yang tersebar merata pada fuida tersebut. Akan tetapi, ketika partikel bed (unggun) dialiri udara, gelembung hanya terjadi pada bagian atas unggun. Hal ini terjadi karena partikel bed memiliki ukuran yang berbeda-beda, dimana partikel dengan ukuran yang lebih kecil memiliki kecenderungan untuk terseret oleh aliran udara dan membentuk gelembung. Semakin besar aliran udara maka gelembung yang terbentuk akan semakin besar karena semakin banyak udara yang menyeret partikel bed untuk membentuk gelembung. Dari terbentuknya gelembung yang tidak merata di setiap bagian fluida, maka dapat dikatakan bahwa fluidisasi yang terjadi tidak sempurna. Pada pecobaan ini kita melakukan dua percobaan. Tujuan percobaan pertama adalah untuk menentukan perilaku unggun (∆p dan h bed ) dengan menggunakan variasi laju alir. Tujuan dari percobaan kedua adalah untuk menentukan perilaku unggun pada saat pemakaian
heater dengan variasi laju alir serta kedalaman kerendaman (tinggi termokopel dan tinggi heater ). Pembahasan lebih lanjut mengenai pengaruh laju alir terhadap perilaku unggun akan dibahas pada bagian berikut ini. Percobaan 1 Hubungan Laju Alir Udara dengan Pressure Drop
Untuk menentukan hubungan laju alir udara dan pressure drop , kita perlu mengetahui arti kecepatan superfisial. Kecepatan superfisial (Vs) ialah laju alir fluida (dalam hal ini udara) pada tabung yang kosong. Secara umum, kecepatan superfisial berbanding lurus dengan laju alir fluida yang digunakan karena nilainya merupakan hasil pembagian laju alir fluida terhadap luas permukaan melintang (Vs = Q/A) yang dapat juga dinyatakan sebagai:
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Vs =
dimana :
Q T 2 10 −3 S b T 3
Q
=
laju alir udara (m3/s)
T2
=
suhu bed (oC)
S b
=
8,66 . 10 -3 m2
T3
=
suhu udara (oC)
Vs
=
kecepatan superfisial
Pressure drop dipengaruhi oleh laju alir udara. Hal ini ditunjukkan oleh persamaan Bernoulli berikut:
∆ P ρ
+ g ∆ z = − F
Persamaan ini dibuat dengan menganggap ∆V 2/2 diabaikan karena nilainya sangat kecil. g ∆z karena fluida Dengan mengalikan persamaan di atas dengan ρ lalu mengabaikan nilai ρ
yang digunakan adalah udara sehingga nilainya sangat kecil, maka diperoleh bahwa pressure
drop berbanding lurus dengan laju alir volumetrik (Q). Dalam hal ini, F pada persamaan di atas menyatakan friksi (gaya gesek) oleh laju alir laminar sehingga nilainya yang dikalikan dengan ρ merupakan laju alir volumetrik. Hal ini berarti bahwa laju alir udara berbanding lurus dengan pressure drop. Bila laju alir udara meningkat, pressure drop dalam bed juga akan semakin meningkat sesuai dengan peningkatan gaya gesek oleh aliran fluida. Hal ini akan berlangsung terus sampai unggun mengembang.
Jika kecepatan
superfisial
semakin
meningkat
maka unggun akan
mengembang semakin tinggi pula. Laju alir yang semakin tinggi akan memperbesar rongga udara yang ada di dalam unggun yang artinya unggun akan semakin tinggi. Laju alir udara berbanding lurus dengan kecepatan superfisial sehingga dapat disimpulkan tinggi unggun berbanding lurus dengan kecepatan superfisial pada saat telah terjadi fluidisasi. Apabila unggun telah mencapai tinggi maksimum terfluidisasi maka
pressure drop menjadi konstan karena sudah terbentuk rongga dalam unggun akibat peristiwa fluidisasi tersebut dimana pressure drop tersebut akan cenderung konstan setelah mencapai laju alir tertentu. Hal ini disebabkan karena gaya seret udara sudah mencukupi atau sudah mengimbangi gaya berat partikel. Pada percobaan ini terdapat udara yang terperangkap diantara partikel bed (nilai voidage, ε, bernilai besar).
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi Dari data percobaan, terlihat bahwa pressure drop sebelum bed terfluidisasi (ditunjukkan dengan bed yang bersifat fixed /belum bergerak di mana tinggi bed pada kondisi ini bernilai tetap 5,8 cm) akan terus meningkat seiring dengan peningkatan laju alir udara sesuai hubungan persamaan Bernoulli. Peningkatan pressure drop disebabkan oleh sifat bed yang masih berupa padatan yang cenderung menaikkan pressure drop seiring dengan kenaikan laju alir udara. Hal ini disebabkan oleh gaya seret yang terjadi belum mampu mengimbangi besarnya gaya gravitasi sehingga yang terjadi adalah peningkatan pressure
drop. Pada saat unggun sudah terfluidisasi, pressure drop akan bernilai konstan. Laju alir yang semakin besar akan diimbangi dengan porositas yang semakin besar. Akan tetapi, dalam percobaan ini kita tidak memperoleh pressure drop yang benar-benar konstan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah kesalahan paralaks dalam membaca pressure drop atau mengatur laju alir. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh proses fluidisasi yang dialami partikel bed belum merata sehingga terjadi penurunan pressure drop akibat semakin melebarnya rongga antar partikel.
Analisa Grafik Hubungan Laju Alir Udara dan Pressure Drop pada Bed tanpa Heater
Dari grafik laju alir vs pressure drop , terlihat bahwa laju alir udara dan pressure drop berbanding lurus pada saat bed belum terfluidisasi (laju alir udara rendah). Keadaan ini terus berlangsung sampai titik tertentu di mana pressure drop akan konstan, yaitu saat bed sudah terfluidisasi (laju alir udara yang lebih tinggi). Dalam grafik ini, ada 2 series, yaitu untuk pengaliran udara dengan laju alir yang dinaikkan (increasing ) dan diturunkan ( decreasing ) pada rentang 0 – 0,0017 m 3/s. Perlakuan
increasing dan decreasing ini bertujuan untuk melihat perbandingan karakteristik bed pada dua kondisi tersebut. Dari grafik yang diperolah, terlihat bahwa karakteristik bed untuk kedua jenis perlakuan tersebut hampir sama sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan tersebut tidak ada pengaruhnya.
Analisa Grafik Hubungan Vs dan Pressure Drop pada Bed tanpa Heater
Dari grafik Vs vs pressure drop, terlihat bahwa grafik yang terbentuk menyerupai grafik laju alir vs pressure drop. Hal ini berarti laju alir dan Vs sebanding, sesuai dengan analisa di atas.
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi Hubungan Laju Alir Udara dengan Tinggi Bed
Saat udara dialiri ke dalam bed, maka akan timbul gelembung-gelembung dalam bed yang mengakibatkan bed terfluidisasi. Gelembung-gelembung ini menyebabkan ketinggian bed bertambah. Ketinggian bed yang terjadi tidak sama rata untuk setiap bagian bed. Hal ini disebabkan karena partikel bed memiliki ukuran yang berbeda-beda, dimana partikel dengan ukuran yang lebih kecil memiliki kecenderungan untuk terseret oleh aliran udara dan membentuk gelembung. Oleh karena itu, dalam pengukuran tinggi bed digunakan ketinggian bed rata-rata yang terjadi. Semakin besar laju alir udara maka semakin banyak dan besar gelembung yang terbentuk sehingga ketinggian bed juga semakin besar dan permukaan bed menjadi semakin berfluktuasi. Semakin besar laju alir udara maka ketingian partikel bed juga akan meningkat. Naiknya partikel bed disebabkan karena partikel bed akan terseret oleh gaya seret ( drag
force ) dari udara yang menyebabkan gaya berat partikel dan gaya kohesi dari partikel akan mengecil. Gaya berat partikel bed dan gaya kohesi antar partikel bed disebut tahanan bed. Jika tahanan bed ini makin mengecil dan hilang maka ketinggian bed akan konstan (bed tidak menunjukkan kenaikkan ketinggian lagi). Untuk keadaan sebelum terfluidisasi, ketinggian bed tetap karena gaya seret oleh fluida belum mampu mengimbangi gaya berat partikel sehingga partikel tetap berada dalam posisinya dan udara hanya mengalir melewati ronggarongga kosong antar partikel. Kondisi ini disebut sebagai fixed bed. Analisa Grafik Hubungan Laju Alir Udara dengan Ketinggian Bed tanpa menggunakan heater
Pada grafik Q vs tinggi bed dapat diketahui bahwa ketinggian bed konstan untuk laju alir 0 – 0.0006 m 3/s. Hal ini berarti gaya seret udara belum mampu menaikkan dan mengangkat partikel bed. Setelah melewati nilai laju alir Q = 0.0006 m 3/s, partikel bed mulai menunjukkan adanya kenaikan tinggi bed dimana kenaikan tinggi bed yang cukup signifikan dapat terlihat ketika Q = 0.0008 m 3/s. Hal ini berarti bahwa gaya seret udara sudah melebihi gaya berat partikel. Ketika laju alir Q diperbesar lagi, partikel bed akan semakin naik seiring dengan semakin besarnya rongga udara dan ketinggian bed meningkat. Pada suatu saat, ketinggian bed dapat menjadi konstan. Hal ini terjadi ketika laju alir udara Q sangat tinggi. Namun, pada percobaan ini hal tersebut tidak terjadi karena laju alirnya belum cukup besar . Secara umum, ketinggian bed menjadi konstan saat tahanan bed sudah tidak ada lagi. Hal ini terlihat pada perilaku partikel bed, yaitu gelembung yang terbentuk akan pecah (tidak membesar lagi). \
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi Hubungan Antara Ketinggian Unggun dan Kecepatan Superfisial
Pada laju alir udara yang rendah, ketinggian unggun tidak berubah sebab gaya seret udara belum mampu mengimbangi gaya berat partikel bed. Akibatnya, bed berada dalam kondisi fixed bed. Seiring dengan meningkatnya kecepatan superfisial, nilai pressure drop akan semakin besar karena semakin besarnya gaya gesekan antara partikel udara dengan partikel-partikel bed. Hal tersebut akan terus berlangsung hingga bed terfluidisasi dan diperoleh nilai pressure drop yang konstan meskipun kecepatan superfisial terus dinaikkan. Walaupun pressure dropnya konstan, tinggi bed akan terus meningkat karena terjadinya penurunan tahanan bed dan peningkatan jarak antar partikel serta timbulnya rongga-rongga udara yang semakin besar.
Bubbling juga mempengaruhi peningkatan tinggi bed di mana timbulnya gelembung yang lebih banyak akan mengakibatkan permukaan semakin berfluktuasi. Dari sini, dapat dikatakan bahwa ketinggian bed berbanding lurus dengan kecepatan aliran udara untuk kondisi bed terfluidisasi. Karena kecepatan superfisial berbanding lurus dengan laju alir udara, maka dapat disimpulkan bahwa ketinggian bed juga berbanding lurus dengan kecepatan superfisial.
Hubungan Ketinggian Unggun dan Pressure Drop
Secara teoritis, hubungan antara ketinggian bed dan pressure drop dapat dilihat pada gambar 10 bagian tinjauan pustaka. Dari grafik terlihat bahwa saat pressure drop naik, ketinggian bed konstan. Hal tersebut sesuai dengan hasil percobaan yang disebabkan belum terjadinya fluidisasi. Setelah terjadi fluidisasi, pressure drop akan menjadi konstan dan ketinggian bed meningkat. Hal ini disebabkan gaya seret fluida sudah lebih besar daripada gaya berat bed di mana nilainya akan terus meningkat dan mengakibatkan bed semakin tidak mampu menahan dirinya pada posisinya dan tinggi bed semakin tinggi. Akan tetapi, dalam percobaan ini diperoleh bahwa saat fluidisasi sudah tercapai tetap terjadi penurunan pressure drop seiring dengan meningkatnya ketinggian bed. Hal ini disebabkan proses fluidisasi yang dialami oleh partikel bed belum terjadi secara merata sehingga terjadi penurunan pressure drop akibat semakin melebarnya rongga antar partikel. Di samping itu, kondisi bubbling (yang disebabkan perbedaan densitas yang besar antara padatan dan gas) juga mengakibatkan ketidakstabilan berupa pembentukan gelembung yang turut menghalangi gaya seret fluida dalam mendorong partikel bed. Selain itu, dapat juga terjadi kesalahan paralaks ataupun kesalahan pengaturan laju alir yang mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam pengambilan data.
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi Percobaan 2
Pada percobaan kedua ini, paktikan melakukan percobaan yang sedikit berbeda dengan percobaan pertama. Dengan menambahkan pengaruh heater pada partikel fluidisasi, praktikum bertujuan untuk menentukan pengaruh perbedaan kedalam heater dan suhu heater pada partikel terfluidasasi. Prosedur yang dilakukan pun hampir sama dengan prosedur yang dilakukan pada percobaan pertama. Pada percobaan ini juga digunakan Al2O3 sebagai bed (partikel yang ingin difluidisasi) dan udara sebagai fluida penggerak. Bila pada percobaan pertama dilakukan dua kali pengukuran dengan perbedaan tren dari laju alirnya, ada pengukuran ketinggian partikel unggun dan penurunan tekanan (pressure drop) pada saat
increasing flow rate dan decreasing flow rate , pada perobaan kedua, peristiwa yang diamati hanya pada decreasing flow rate . Pada percobaan kedua variasi percobaan dilakukan sebanyak 27 variasi, dengan variasi pada kedalaman heater 2cm, 3cm, dan 4 cm, kedalaman termokopel 2cm, 3cm, dan 4cm, serta suhu yang juga bervariasi, 100 oC, 120oC, dan 140oC. dengan laju alir udara yang menurun. Pada bagian sebelumnya diatas dapat dilihat table-tabel yang menunjukan hasil percobaan yang dilakukan.
Hubungan Laju Alir Udara dengan Pressure Drop
Pada percobaan ini digunakan hubungan dengan laju alir udara saja karena hubungan antara kecepatan superfisial dan laju alir udara berbanding lurus. Hubungannya sebagai berikut : U
dengan:
=
Q T 2 10 −3 S b T 3
Q
=
laju alir udara (m3/s)
T2
=
suhu bed (oC)
S b
=
8,66 . 10 -3 m2
T3
=
suhu udara (oC)
U
=
kecepatan superfisial
,
Pressure drop, ∆P, dipengaruhi oleh laju alir udara. Jika laju alir udara meningkat maka nilai ∆P akan meningkat. Pressure drop akan cenderung konstan setelah mencapai laju alir tertentu. Hal ini disebabkan oleh gaya seret udara (drag force) sudah mencukupi/sudah mengimbangi gaya berat partikel. Pada percobaan ini terdapat udara yang terperangkap diantara partikel bed (nilai voidage, ε, bernilai besar).
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi
Q vs ∆P 20
15 O 2 10 H m m
decreasing flow rate
5
Increasing flo w rate
0 0
0.0005
0.001
0.0015
0.002
Q (m3/s)
Grafik diatas merupakan hubungan antara laju alir udara yang dialirkan ke dalam bed dengan pressure drop yang terjadi. Dilihat dari grafik, laju alir udara dan pressure drop berbanding lurus. Pada suatu lajur alir tertentu, nilai pressure drop akan konstan. Kondisi diatas terjadi ketika alat fluidisasi sudah pernah dioperasikan sebelumnya. Pada percobaan ini dilakukan pengaliran laju alir dengan cara penaikan dan penurunan laju alir, dari 0 – 0,0017 m3/s dan sebaliknya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan ketinggian awal bed yang tetap (H o tetap). Karena sebelumnya alat fluidisasi ini sudah pernah dioperasikan sehingga belum ada udara yang terperangkap diantara partikel bed didalam chamber. Sehingga Ho yang didapatkan tetap. Berikut grafik hubungan laju alir Q dengan pressure drop dengan menggunakan heater:
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi Dari grafik diatas terlihat bahwa hubungan laju alir udara Q dengan pressure drop dengan menggunakan heater menunjukkan profil yang sama ketika percobaan dilakukan tanpa menggunakan heater. Hal ini menunjukkan bahwa pressure drop, ∆P, yang terjadi tidak dipengaruhi oleh penggunaan heater.
Hubungan Laju Alir Udara dengan Tinggi Bed
Ketika udara dialirkan ke dalam bed, akan timbul gelembung-gelembung dalam bed yang mengakibatkan bed terfluidisasi. Gelembung-gelembung ini menyebabkan ketinggian bed bertambah. Ketinggian bed yang terjadi tidak sama rata untuk setiap bagian bed. Hal ini disebabkan karena partikel bed memiliki ukuran yang berbeda-beda, dengan partikel yang berukuran lebih kecil memiliki kecenderungan untuk terseret oleh aliran udara dan membentuk gelembung. Oleh karena itu, dalam pengukuran tinggi bed digunakan ketinggian bed rata-rata yang terjadi. Semakin besar laju alir udara maka semakin banyak dan besar gelembung yang terbentuk sehingga ketinggian bed juga semakin besar. Q vs H bed 12 10 ) m c ( d e b H
8 6
D ecreasing flow rate
4
Increasing flow rate
2 0 0
0.0005
0.001
0.0015
0.002
Q (m3/ s)
Semakin meningkat laju alir udara maka ketingiian partikel bed juga akan meningkat. Naiknya partikel bed disebabkan oleh partikel bed akan terseret oleh gaya seret (drag force) dari udara yang menyebabkan gaya berat partikel dan gaya kohesi dari partikel akan mengecil. Gaya berat partikel bed dan gaya kohesi antar partikel bed disebut tahanan bed. Jika tahanan bed ini makin mengecil dan hilang maka ketinggian bed akan konstan (bed tidak menunjukkan kenaikkan ketinggian lagi). Dapat dilihat dari grafik antara Q vs H bed diketahui bahwa H bed cenderung konstan antara Q 0 – 0.00065 m 3/s. Hal ini berarti antara laju alir sebesar itu gaya seret atau drag
force udara belum mampu untuk menaikkan dan mengangkat partikel bed. Setelah melewati nilai laju alir Q 0.00065 m3/s, partikel bed mulai menunjukkan kenaikan. Hal ini
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi menunjukkan bahwa laju alir udara sudah melebihi gaya berat partikel. Dan ketika alju alir Q dinaikkan lagi maka partikel bed akan semakin naik dan ketinggian bed meningkat. Suatu ketika, ketinggian bed akan konstan. Hal ini terjadi ketika laju alir udara Q sangat tinggi. Dalam percobaan ini digunakan laju alir sampai 0,0017 m 3/s. Nilai laju alir ini belum cukup tinggi untuk mencapai ketinggian bed konstan. Sehingga dalam percobaan ini belum dapat terlihat ketinggian bed yang konstan akibat laju alir yang sangat tinggi. Tetapi grafik sudah menunjukkan indikasi ke arah ketinggian bed yang konstan. Akan tetapi dalam percobaan ini kita tidak dapat menunujukkannya karena laju alir maksimum dari alat hanya mencapai 0,0017 m3/s. Ketinggian bed tidak dapat meningkat lagi karena tahanan bed sudah tidak ada lagi. Jika kita melihat perilaku partikel dalam bed, gelembung yang terbentuk akan pecah (tidak membesar lagi) atau menyebar saja dan ketinggian bed akan terlihat konstan. Berikut grafik hubungan laju alir Q dengan ketinggian bed dengan menggunakan heater :
Dari grafik diatas terlihat bahwa hubungan antara laju alir udara Q dengan ketinggian bed ketika menggunakan heater menunjukkan profil yang hampir sama ketika percobaan dilakukan tanpa menggunakan heater. Hal ini menunjukkan bahwa ketinggian bed yang terjadi tidak dipengaruhi oleh penggunaan heater.
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi Hubungan Laju Alir Udara Q dengan Kedalaman Heater, Temperatur Heater, terhadap Koefisien Transfer Panas
Fluidisasi terjadi ketika partikel bed dalam chamber dialiri udara. Selain itu, terjadinya fluidisasi terjadi juga perpindahan panas pada partikel bed tersebut. Peristiwa perpindahan panas tersebut terjadi karena adanya perbedaan temperatur antara temperatur partikel bed dengan udara yang masuk ataupun dengan temperatur heater yang direndam dalam partikel bed. Sebelum terjadi fluidisasi, perpindahan panas yang terjadi dalam partikel bed tidak merata. Perpindahan hanya terjadi pada bagian tertentu pada partikel bed (temperatur tiap partikel tidak sama/tidak merata). Tetapi setelah partikel bed didalam chamber dialiri udara dan terjadi fluidisasi, peristiwa perpindahan panas yang terjadi akan merata di setiap partikel bed sehingga temperatur partikel bed menjadi homogen. Hal ini terjadi karena partikel partikel bed tersebar naik karena fluidisasi. Partikel-partikel bed tersebar disekeliling chamber. Semakin banyak partikel bed yang menyebar menyebabkan perpindahan panas dalam partikel bed menjadi merata (temperatur partikel bed menjadi sama/homogen).
Dari grafik diatas terlihat profil h heater untuk setiap kedalaman heater konstan dan variasi temperatur heater. Pada setiap rendaman heater dilakukan variasi pada temperatur heater sebesar 100°C, 120°C, dan 140°C didapatkan koefisien transfer panas heater akan semakin menurun seiring dengan naiknya temperatur heater. Hal ini sesuai dengan persamaan h heater sebagai berikut :
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi
hheater
=
V ⋅ I Aheater (T heater
− T bed )
Pada percobaan ini, potensial listrik V dan arus listrik I konstan sehingga nilai V.I (= P) konstan. Heater yang digunakan sama, sehingga A heater konstan, sedangkan nilai
∆T = T heater −T bed cenderung meningkat seiring dengan naiknya temperatur heater. Karena temperatur bed tidak terlalu berbeda jauh di setiap variasi seiring dengan kenaikan temperatur heater, maka ∆T meningkat. Pada saat temperatur heater 100°C dilakukan variasi kedalaman heater sebesar 2, 3, dan 4 cm.
Dari grafik terlihat bahwa semakin dalam rendaman heater koefisien transfer panas heater cenderung akan semakin membesar. Trend membesar terlihat sangant kecil. Hal ini disebabkan karena perbedaan temperatur bed dan temperatur udara sangat kecil (mendekati konstan). Karena perbedaan suhu yang kecil ini, h heater juga mendekati konstan (meskipun ada yang menunjukkan kenaikan). Hal ini sedikit menyimpang dari teori bahwa semakin dalam heater maka temperatur bed akan semakin meningkat akibat terjadinya perpindahan panas secara konveksi dan konduksi dari heater ke bed. Penyimpangan ini disebabkan karena kenaikan temperatur bed ini hanya terjadi pada bed yang berada di sekitar heater, sehingga temperatur bed tidak homo
71
Praktikum POT 1 Fluidisasi
BAB VI KESIMPULAN
1. Partikel bed di dalam chamber akan mulai mengunggun ketika gaya seret udara sudah mampu mengimbangi gaya berat partikel bed. 2. Fluidisasi yang terjadi di dalam percobaan ini adalah Bubbling Fluidization yang terjadi secara tidak sempurna. Hal tersebut dikarenakan oleh setelah mencapai Umf, nilai
pressure drop tidak menjadi konstan melainkan menjadi turun. 3. Semakin tinggi kecepatan superfisial, maka nilai pressure drop akan semakin besar sampai mencapai nilai maksimumnya dan akhirnya menjadi konstan. Dalam percobaan ini, nilai pressure drop belum mencapai konstan karena laju alir yang masih kurang besar. 4. Semakin besar kecepatan superfisial, maka ketinggian bed akan menjadi konstan sampai pada nilai kecepatan superfisial tertentu (kecepatan superfisial sama dengan Umf) maka ketinggian bed akan naik. 5. Keberadaan heater tidak begitu mempengaruhi nilai pressure drop ketinggian bed yang terfluidisasi. Begitu pula dengan variasi kerendaman yang dilakukan pada saat percobaan. 6. Semakin besar laju alir udara maka turbulensi di dalam chamber akan bertambah sehingga tranfer panas semakin merata. 7. Peristiwa fluidisasi akan mempengaruhi transfer panas. Semakin partikel bed mengunggun, maka peristiwa transfer panas yang terjadi akan semakin merata.
71