BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Fluida a. Fluida dan Jenisnya Fluida adalah zat–zat
yang mampu mengalir dan dapat
menyesuaikan diri dengan bentuk tempatnya. Bila berada dalam keadaan keseimbangan, fluida tidak dapat menahan gaya tangensial atau gaya geser, akibatnya fluida akan terus menerus mengalami perubahan bentuk apabila mengalami tegangan geser. Semua fluida memiliki derajat kompresibilitas dan memberikan tahanan kecil terhadap perubahan bentuk (Welty, 2004: 1). Hal yang mendasari perbedaan antara fluida dengan zat padat adalah karakteristik deformasi bahan–bahannya. Zat padat dianggap sebagai bahan yang menunjukkan reaksi deformasi yang terbatas ketika menerima atau mengalami suatu gaya geser (shear). Sedangkan fluida diartikan sebagai zat yang dapat berubah bentuk secara terus menerus apabila mengalami tegangan geser, karena pada dasarnya fluida tidak mampu menahan gaya geser apabila tidak mengalami perubahan bentuk. Fluida kerapatannya
dibedakan dan
menjadi
berdasarkan
dua
jenis,
mekanika
yaitu
berdasarkan
fluidanya.
Berdasarkan
kerapatannya, fluida dibedakan menjadi dua macam yaitu zat cair dan zat gas. Perbedaan antara zat cair dan zat gas adalah zat cair termasuk kedalam zat yang tidak terkompresi dan dapat mengisi volume tertentu serta memiliki permukaan yang bebas. Lain halnya dengan zat gas, pada zat gas cenderung bersifat terkompresi dan memiliki massa tertentu yang dapat mengembang sehingga dapat mengisi seluruh bagian pada wadahnya. Berdasarkan mekanika fluida, fluida dibedakan menjadi dua macam yaitu fluida tidak bergerak atau dalam keadaan diam (statika 5
6 fluida), dan fluida bergerak atau dalam keadaan bergerak (dinamika fluida) (Nastain & Suroso, 2005: 5). b. Jenis-Jenis Aliran Fluida Aliran dalam fluida dapat dibedakan menjadi beberapa macam aliran, seperti aliran tunak (steady) atau tak tunak (unsteady), seragam (uniform) atau tak seragam (non-uniform), termampatkan (compressible) atau taktermampatkan (incompressible), dan laminar atau turbulen (Streeter & Wylie, 1990: 82-84). 1) Aliran Tunak dan Tak Tunak Aliran dikatakan tunak (steady flow) jika kecepatan tidak berubah selama selang waktu tertentu. Apabila kecepatan aliran selalu berubah selama selang waktu tertentu, maka dikatakan aliran tak tunak (unsteady flow), sebagai contoh aliran banjir atau pasang surut. 2) Aliran Seragam dan Tak Seragam Aliran dikatakan seragam (uniform flow) jika kedalaman aliran pada setiap penampang saluran adalah tetap dan jika kedalamannya selalu berubah, maka dikatakan aliran tidak seragam (non-uniform flow) atau aliran berubah. 3) Aliran Termampatkan dan Taktermampatkan Aliran dikatakan termampatkan (compressible flow) jika aliran tersebut mengalami perubahan volume bila diberikan tekanan dan sebaliknya jika tidak mengalami perubahan volume, dikatakan aliran tersebut taktermampatkan (uncompressible flow). 4) Aliran Laminar dan Turbulen Aliran dikatakan
laminar apabila sebuah aliran fluida
mempunyai kecepatan yang relatif rendah dan fluidanya relatif pekat, gangguan yang mungkin dialami oleh medan aliran itu akibat getaran, ketidakteraturan permukaan batas dan sebagainya relatif lebih cepat teredam oleh viskositas fluida tersebut. Fluida dapat dianggap bergerak dalam bentuk lapisan – lapisan (lamina) dengan pertukaran molekuler hanya terjadi pada lapisan yang saling berbatasan.
7
Aliran turbulen sering disebut dengan aliran kacau. Aliran turbulen dicirikan dengan adanya ketidakteraturan local dalam medan aliran yang dipengaruhi oleh sifat – sifat mekanik dari kecepatan, tekanan atau temperatur. Aliran turbulen sering dianggap sebagai aliran yang tersusun dari sejumlah gumpalan fluida diskrit yang disebut oddies (pusaran). Dalam aliran yang benar – benar turbulen, pusaran dapat dianggap bergerak secara acak diseluruh medan alir dan berinteraksi hampir seperti molekul – molekul dalam aliran laminar.
2. Tegangan Permukaan
a. Hukum Pascal Apabila pada permukaan zat cair diberikan tekanan (sehingga terjadi perubahan tekanan), maka tekanan ini akan diteruskan ke setiap titik dalam zat cair itu. Hal ini pertama kali diungkapkan oleh seorang ilmuwan Perancis, Blaise Pascal (1623 – 1662) dan dinamakan hukum Pascal, yang berbunyi “perubahan tekanan yang diberikan pada fluida akan ditransmisikan seluruhnya terhadap setiap titik dalam fluida dan terhadap dinding wadah”. Artinya, tekanan yang diberikan pada fluida dalam suatu ruang tertutup akan diteruskan oleh fluida tersebut ke segala arah dan sama besar (Young & Freedman, 2002: 247).
Gambar 2.1 Tekanan pada Penampang Bejana (Sumber: http://fluidastatis9.blogspot.co.id )
8 Berdasarkan Gambar 2.1 terlihat bahwa tekanan yang diberikan pada piston bejana sebelah kiri akan menyebabkan tekanan diteruskan oleh zat cair ke segala arah, termasuk ke dinding bejana dan piston sebelah kanan. Oleh karena dinding bejana cenderung kaku, maka akibatnya piston sebelah kanan mendapatkan tambahan tekanan yang ditimbulkan oleh piston sebelah kiri. Tekanan pada penampang piston sebelah kiri nilainya sama dengan tekanan pada penampang piston sebelah kanan.
b. Gaya Van der Waals Tegangan muka, disebabkan oleh tarik menariknya molekulmolekul cairan di permukaan batas antara cairan dengan wadah atau udara. Menurut Van der Waals, gaya tarik-menarik antara molekulmolekul itu tergantung pada jaraknya satu sama lain seperti yang digambarkan oleh grafik pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Gaya Tarik Antar Molekul (Sumber: Peter Sudoyo, 1986: 127) Berdasarkan gambar 2.2, dapat disimpulkan bahwa makin dekat jarak dua molekul satu sama lain, makin besar gaya tarik-menariknya dan gaya tersebut mencapai maksimum pada suatu jarak r = R1. Kalau kemudian dua molekul lebih didekatkan lagi satu sama lain, gaya tarik itu menjadi semakin kecil sampai akhirnya pada jarak r = R0 gaya itu menjadi nol. Kemudian jika didekatkan lagi, gaya tarik itu berubah menjadi gaya
9 tolak-menolak. Dengan mengandaikan molekul-molekul itu sebagai bola mampat, maka Ro ini dapat dipakai untuk ukuran diameter molekul yaitu dengan memikirkan bahwaapabila kedua bola molekul itu sudah bersentuhan, sukar sekali untuk lebih mendekatkan keduanya satu sama lain. Pada jarak r = R2, apa yang dinamakan gaya Van der Waals tersebut dapat dianggap cukup kecil untuk diabaikan. Sekeliling tiap molekul dapat digambarkan sebagai bulatan bola dengan molekul itu dipusatnya, sedemikian rupa hingga dapat dikatakan bahwa molekul lain akan tarik-menarik dengannya apabila molekul lain itu berada di dalam bulatan bola tersebut. Bulatan itu disebut bulatan influensi (sphere of influence), seperti ditunjukkan Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Bulatan Influensi (Sumber: Peter Sudoyo, 1986: 128) Suatu molekul A yang masih cukup dalam berada di dalam cairan, yakni yang bulatan influensinya tercelup seluruhnya di dalam cairan, akan ditarik ke segala arah dengan sama rata, sehingga molekul itu mudah digeserkan dari suatu tempat ke tempat lain. Lain halnya dengan molekulmolekul yang berada di dekat permukaan baik yang masih berada di dalam cairan seperti molekul B maupun yang sudah sedikit di permukaan seperti molekul D dimana bulatan influensi molekul-molekul itu tidak seluruhnya berisi molekul-molekul cairan, melainkan sebagian berisi molekul-molekul udara di bagian atasnya. Gaya Van der Waals yang ditimbulkan oleh molekul-molekul udara ini jauh lebih kecil karena molekul-molekul udara jauh kurang rapat daripada molekul-molekul
10 cairan. Akibatnya resultan gaya Van der Waals itu arahnya ke bawah, sehingga molekul-molekul cairan di dekat permukaan akan sukar meninggalkan cairan. Molekul
akan
siap
meninggalkan
cairan
apabila
bulatan
influensinya seluruhnya berada di luar cairan seperti molekul E. karena tumbukkan satu sama lain, suatu molekul cairan dapat terpelanting ke luar sampai bulatan influensinya ke luarseluruhnya dari cairan dan menjadi bebas bergerak di udara (tidak lagi di tarik ke arah cairan) dan disebut molekul uap. Molekul-molekul yang tepat dipermukaan seperti molekul D, mengalami penegangan ke segala arah pada arah mendatar permukaan, sebagai resultan arah mendatar dari gaya Van der Waals. Karena hal yang demikinlah maka molekul-molekul di permukaan dikatakan mengalami tegangan muka. Jadi jelaslah bahwa gaya tegangan muka itu arahnya menyinggung permukaan seperti halnya dengan gaya luncuran dan gaya gesekan viskositas.
c. Definisi Tegangan Permukaan Besarnya gaya tiap satu satuan panjang garis di permukaan yang tegak lurus arah gaya, disebut tegangan muka. Jadi satuan untuk tegangan muka adalah dyne/cm. Secara nyata, adanya tegangan muka dimisalkan kerangka kawat yang dibasahi dengan cairan sehingga terbentuklah selaput cairan CDAB. Lebih jelas lagi dapat dilihat pada Gambar 2.3, jika AB tidak ditahan dengan gaya F maka AB akan terkatub ke CD. Jadi gaya F yang menahan AB ini diperlukan untuk mengatasi gaya tegangan muka. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa F sebanding dengan panjang AB. Apabila AB ditarik ke kanan sejauh dx sehingga luas ABCD bertambah dengan dL = l .dx, dimana l = panjang AB, maka usaha untuk ini adalah dU = F.dx
11 Berdasarkan definisi, tegangan muka
γ = F/l………………………………..(2.1) atau F = γ.l……………….………………..(2.2) Jadi F dx = γ.l dx…………………………..……..(2.3) atau
γ=
………………….…….(2.4)
Gambar 2.4. Selaput pada Kerangka Kawat (Sumber:Peter Sudojo, 1986:130) Berdasarkan Gambar 2.4, tegangan muka dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menambah luas permukaan cairan sebesar satu satuan luasan. Satuannya adalah erg/cm2 yang memang sama dengan dyne cm/cm2 atau dyne/cm. (Peter Soedojo, 1986: 129) Tegangan muka suatu zat cair dapat juga didefinisikan sebagai gaya per satuan panjang yang dikenakan oleh permukaan suatu zat cair pada setiap garis di permukaan itu. Gaya ini terletak pada permukaan dan tegak lurus pada garis itu. Tegangan muka dengan demikian analog dengan tekanan, yang merupakan gaya per satuan luas yang dikenakan pada setiap permukaan. Tekanan mengenakan gaya tegak lurus pada permukaan, persis seperti tegangan muka mengenakan gaya tegak lurus pada garis. Bagaimanapun, tekanan suatu zat cair mengenakan gaya menuju luar, sehingga tegangan muka mengenakan gaya menuju dalam.
12 Tekanan
terarah
sedemikan
sehingga
mengembangkan
volume,
sedangkan tegangan muka sedemikian sehingga menyusutkan permukaan, tegangan muka mencoba membuat luas permukaan suatu zat cair sekecil mungkin. Misalnya, suatu tetes zat cair yang jatuh bebas membentuk seperti bola karena sebuah bola mempunyai luas permukaan terkecil untuk volume tertentu. Tegangan muka suatu zat cair gayut suhunya, tetapi selain itu ia adalah suatu tetapan atau ciri zat cair. Dalam satuan SI satuan tegangan muka adalah newton per meter (N/m) (Alan H. Cromer, 1994: 344). d. Perhitungan Laplace Apabila melalui pipa yang tercelup ke dalam cairan kemudian dihembuskan udara, maka permukan di mulut pipa akan menjadi melengkung. Seperti pada Gambar 2.5 berikut:
Gambar 2.5 Gelembung Pada Ujung Pipa (Sumber: Peter Sudoyo, 1986: 128) Pelengkungan itu semakin besar dan akhirnya terjadi gelembunggelembung yang lepas dari mulut pipa dan naik ke permukaan. Pelengkungan ini disebabkan oleh tekanan udara yang dihembuskan. Akan tetapi dengan melengkungnya permukaan, timbul komponen tegak daripada gaya tegangan muka. Pada keadaan setimbang, gaya tekan udara itu diatasi oleh komponen tegak gaya tegangan muka. Begitu juga kalau suatu jarum dengan pelan-pelan diletakkan di permukan cairan, jarum itu tidak tenggelam meskipun berat jenis jarum itu melebihi berat jenis cairan
13 oleh karena komponen vertikal gaya tegangan muka itu mengatasi gaya berat jarum tersebut. Permukaan dapat melengkung bila terdapat penekanan, dan semakin besar tegangan muka makin sukar permukaan cairan itu dilengkungkan. Oleh karena itu, terdapat hubungan antara besar tegangan muka dengan tekanan. Laplace adalah orang yang pertama kali memikirkan hal tersebut. Menurut Laplace, setiap permukaan lengkung dapat dibagi menjadi elemen-elemen luasan berbentuk segi empat sedemikian rupa hingga pelengkungan ditentukan oleh sisi-sisinya seperti Gambar 2.6. Sisi-sisi itu misalnya masing-masing adalah sepanjang arah sumbu X dan sumbu Y yang melengkung serta tegak lurus satu sama lain. Pelengkungan sumbu X ialah pelengkungan busur lingkaran yang berpusat di Ox dan berjari-jari kelengkungan Rx, seperti itu juga untuk sumbu Y.
Gambar 2.6. Sisi-Sisi Permukaan Lengkung (Sumber: Peter Sudoyo, 1986: 133) Selanjutnya gaya tekan yang disebabkan oleh kelebihan tekanan (excess pressure) yaitu perbedaan antara tekanan dari dalam dengan tekanan dari luar adalah sebesar ∆F = ∆p. dx. dy……………………..……..(2.5) Gaya ini diimbangi oleh komponen tegak gaya-gaya tegangan muka dy.H sin α + dy.H sin α + dx.H sin β + dx.H sin β = 2 dy.H sin α + 2 dx.H sin β….……………….(2.6)
14 Untuk α dan β yang cukup kecil, maka Sin α
α=
dan sin β
…………(2.7)
β=
Sehingga dari ∆p dx dy = 2 dy.H sin α + 2 dx.H sin β……..…….(2.8) Diperoleh ∆p = H (
)……………………. (2. 9)
Untuk permukaan bola, Rx = Ry = R misalnya, sehingga ∆p =
……………………(2.10)
Untuk selaput berbentuk bola, ada dua permukaan yaitu permukan atas dan permukaan bawah sehingga ∆p =2.
=
………....…..……(2.11)
Untuk lebih jelas di Gambar 2.7
Gambar 2.7. Dua Permukaan pada Selaput Berbentuk Bola (Sumber: Peter Sudoyo, 1986: 133) Jadi untuk gelembung sabun ∆p =
. Berbeda dengan
gelembung karet dimana gaya yang mengimbangi gaya oleh kelebihan tekanan pada gelembung karet adalah gaya elastik karet tersebut. Untuk gelembung sabun, makin besar ∆p makin kecil R karena dari rumus di atas, ∆p berbanding terbalik dengan R, sedang untuk gelembung karet terjadi hal yang sebaliknya.
15 e. Sudut Kontak Permukan cairan di dalam bejana hanya yang di bagian tengah yang datar, sedangkan di bagian tepi, cekung atau cembung. Kecekungan atau kecembungan permukaan di bagian tepi itu tergantung pada gaya tarik menarik antara molekul-molekul cairan dengan molekul bejana tempatnya. Perhatikan gambar 2.8.
Gambar 2.8. Sudut Kontak (Sumber: Peter Sudoyo, 1986: 133) Jadi hal ini ditentukkan oleh tegangan-tegangan muka pada bidang-bidang batas yakni misalnya H12, H13, dan H23 untuk bidangbidang batas bejana-cairan, bejana-udara, dan cairan-udara. Dengan metode usaha semu untuk kesetimbangan permukaan, maka untuk pergeseran semu dari A ke B, luas bidang batas bejana-cairan bertambah dengan dL12 yang misalnya = dL. Demikian juga dL13 = - dL12 = -dL. Maka usaha semunya adalah dU = [H13 – (H12 + H23 cos θ)] dL = 0……….…….(2.12) yang kemudian menghasilkan cos θ = (H13- H12)/H23…………….………(2.13) Kalau θ = 0, cairan dikatakan membasahi bejana tempatnya. Jadi dalam hal ini H23 = H13 – H12………………………..(2.14) Untuk permukaan cekung θ< 90o sehingga cos θ > 0, yang berarti H13> H12. Untuk permukaan cembung θ> 90o sehingga cos θ < 0, yang berarti H13
16 f. Gelembung Sebuah gelembung terdiri dari permukaan bola dari zat cair. Tegangan muka pada permukaan ini cenderung untuk menyusutkan gelembung itu tetapi dilawan tekanan pi di sebelah dalam gelembung, yang lebih besar dari tekanan po di sebelah luar gelembung. Secara khusus, ditinjau dari gelembung sabun dengan jari-jari r. bayangkan gelembung terbagi menjadi dua paruhan bola tersambung bersama sepanjang keliling lingkaran dengan panjang 2π (Gambar 2.8), dan ditinjau gaya-gaya pada paruhan bola yang atas. Karena gelembung itu mempunyai permukaan sebelah dalam dan sebelah luar, tegangan muka mengenakan gaya sebesar 2γ per satuan panjang pada keliling lingkaran. Jadi paruhan bola yang bawah mengenakan gaya Ft = 2γ 2πr = 4πγr……………….…….(2.15) Pada paruhan bola yang atas, terarah sedemikian untuk menyusutkan gelembung. Tekanan di sebelah dalam gelembung mengenakan gaya keluar sebesar pi per satuan luas pada permukaan. Dapat ditunjukkan bahwa besar gaya total pada paruhan bola atas karena pi adalah Fi = A pi = πr2 Pi…………………….…..(2.16) dan diarahkan sedemikian sehingga untuk mengembangkan gelembung itu. (A = πr2 adalah tampang lintang lingkaran yang memisahkan kedua paruhan bole itu). Demikian juga, tekanan di luar gelembung mengenakan gaya ke dalam sebesar po per satuan luas permukaan. Gaya pada paruhan bola karena po mempunyai besar Fo = πr2 Po………………….……….(2.17) dan ini diarahkan sedemikian untuk menyusutkan gelembung. Jadi besar gaya neto karena tekanan pada paruhan bola atas adalah Fp = Fi – Fo = (Pi-Po) πr2……………….……(2.18) dan ini untuk mengembangkan gelembung. Pada kesetimbangan, gaya ini sama dengan gaya Ft dari tegangan muka, sehingga 4πγr = (Pi-Po) πr2………………………..(2.1)
17 atau Pi-Po =
gelembung dua muka…………….….(2.20)
Untuk sebuah gelembung hanya dengan satu permukaan, seperti misalnya setetes cairan, atau gelembung gas dalam suatu zat cair, persamaan yang bersangkutan adalah Pi-Po =
gelembung satu muka………….……(2.21)
Ada dua hal yang penting untuk diperhatikan mengenai persamaanpersamaan ini : 1. Selisih tekanan adalah sebanding dengan tegangan muka, sehingga tekanan yang lebih besar diperlukan untuk membentuk gelembung dalam zat cair dengan tegangan muka besar daripada dalam zat alir degan tegangan muka kecil. 2. Selisih tekanan berbanding terbalik dengan jari-jari gelembung. Hal ini berarti bahwa beda tekanan adalah lebih besar dalam gelembung kecil dari pada dalam gelembung besar.
3. Menentukan Tegangan Permukaan dengan Metode Jaeger Gaya kohesi antara molekul cairan menimbulkan fenomena yang disebut tegangan permukaan. Menurut aspek daya tarik, molekul permukaan bebas dari aksi cairan setiap saat seolah-olah memiliki selaput tipis membentang di atasnya dan bahwa membran ini berada di bawah ketegangan dan mencoba untuk mengontak. Hal inilah yang menjadi alasan bahwa jarum tipis, jika ditempatkan di permukaan air dengan hati-hati, membuat depresi kecil di permukaan dan tidak tenggelam meskipun densitasnya sekitar delapan kali lipat dari air. Pada penghitungan tegangan permukaan, permukaan cairan selalu berusaha untuk menjadi datar. Jika dalam kondisi tertentu, muka dipertahankan melengkung, maka tekanan berlebih (sama dengan 2γ / R
18 untuk permukaan bola) harus dipertahankan pada sisi cekung. Dalam hal ini R adalah jari-jari permukaan bola. Dalam metode Jaeger yang diamati adalah gelembung udara yang terbentuk dalam cairan eksperimental dan tekanan ketika gelembung terlepas dari pipa kapiler. Sehingga, dengan mengetahui nilai tekanan berlebih dan jari-jari gelembung, tegangan permukaan cairan dapat dihitung. Ketika pipa kapiler dalam alat Jaeger dicelupkan dalam cairan, maka cairan naik di dalamnya dan terjadi meniskus kurang lebih setengah bola. Jika tekanan di dalam meningkat, hal itu mendorong kolom air di pipa kapiler yang lebih rendah dan lebih rendah lagi dan akhirnya gelembung udara mulai terbentuk di ujung pipa. Kelengkungan terus meningkat sampai akhirnya gelembung setengah bola berjari-jari sama dengan lubang pipa yang menjorok ke cairan. Pada tahap ini, gelembung tidak stabil karena, jika berkembang lebih lanjut maka kelengkungan akan menurun dan karenanya tekanan berlebih yang dibutuhkan pada tahap ini turun di bawah tekanan berlebih saat sebelumnya. Sehingga gelembung akan terlepas dari tabung. Tekanan mengecil sedikit dan mulai membangun pembentukan gelembung berikutnya (Dorsey, 1926:581).
Gambar 2. 9. Tegangan Berlebih dalam Gelembung Udara (Sumber: Worsnop, 1994:103) Tekanan yang tebentuk dalam gelembung dapat dihitung dengan cara mengasumsikan gelembung sabun yang bulat dengan jari-jari R. Berdasarkan keseimbangan dari setengah bola bagian atas (Gambar 2. 9),
tekanan P
merupakan resultan gaya ke atas yang besarnya F = P. πR2. Gaya ini cenderung membuat gelembung terbelah menjadi dua bagian. Namun, kecenderungan yang merusak gelembung ini diimbangi oleh kekuatan yang dilakukan oleh tegangan permukaan yang bekerja dalam dua permukaan film
19 di sekeliling garis kontak. Karena film ini memiliki dua permukaan, gaya total berusaha untuk menjaga belahan secara bersamaan sebesar 2 (2πR.γ), dengan demikian 4πRγ = pπR2 atau γ=
………………….…(2.22)
Jika bukan film sabun, maka perlu mempertimbangkan tetes cairan atau gelembung udara yang terbentuk dalam cairan, gaya yang timbul karena tegangan permukaan hanya akan bekerja pada satu permukaan dan dalam kasus ini: 2πRγ = PπR2 atau γ=
……………...…….(2.23)
Percobaan dengan metode Jaeger, jika H menjadi perbedaan tekanan maksimum sebagaimana ditunjukkan oleh manometer, kemudian tekanan udara di dalam gelembung, dan hanya pada titik yang terpisah dari lubang pipa, adalah P + H.g.d1 dimana P adalah tekanan atmosfer dan d1 adalah densitas cairan dalam manometer. Demikian pula, tekanan di luar gelembung tersebut P + h.g.d2 dimana h adalah kedalaman ujung pipa kapiler yang berada di bawah permukaan cairan dan d2 adalah densitas cairan. Dengan demikian, tekanan berlebih di dalam gelembung tersebut adalah: (P + H.g.d1) - (P + h.g.d2) = g ( H.d1- h.d2)……………… (2.24) dan ini harus sama dengan
.
Dengan demikian maka = g (H.d1-h.d2)…………………………. (2.25) atau
γ=
(H.d1 - h.d2)…………………………. (2.26)
Jika cairan eksperimental adalah air, d2 = 1, kemudian dinggap d1 = d, maka persamaan tegangan permukaan air
γ= (Worsnop, 1994:103-104).
(H.d-h)……………………………. (2.27)
20 B. Kerangka Berpikir Sampai saat ini telah banyak dilakukan pengukuran tegangan permukan dengan menggunakan metode jumlah tetes. Namun penentuan tegangan permukaan dengan cara seperti ini kurang bervariasi. Tegangan permukaan zat cair merupakan nilai tetapan yang bergantung suhu. Salah satu cara untuk dapat menentukan tegangan permukaan dengan lebih akurat adalah menggunakan Jaeger’s Apparatus. Alat ini terdiri dari dudukan, mistar, botol penghasil tekanan, pipa kapiler, dan pipa manometer. Alat pengukur tegangan permukaan zat cair ini pada dasarnya berprinsip pada hubungan antara tekanan dalam pembentukan gelembung udara di dalam zat cair dengan tegangan permukaan zat cair. Ketika gelembung udara terbentuk dalam cairan (seperti dalam percobaan ini), maka gaya yang timbul karena tegangan permukaan hanya akan bekerja pada satu permukaan sehingga tekanan P =
. Sedangkan besarnya tekanan yang terukur pada
manometer sebesar P = g (H.d1- h.d2). Maka akan diperoleh besarnya tegangan bermukaan zat cair γ dengan persamaan γ =
(H.d1 - h.d2).
Metode Tetes
Metode Tekanan Gelembung Udara
Jaeger’s Apparatus
Menentukan Tegangan Permukaan Zat Cair (Air)
Gambar 2.10. Bagan Kerangka Berpikir