8
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam struktur yang paling baik di antara makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah atau unsur fisiologis dan unsur psikologis. Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi. Dalam pandangan Islam kemampuan dasar/pembawaan itu disebut dengan "Fitrah" yang dalam pengertian etimilogis mengandung arti " kejadian ", oleh karena itu fitrah berasal dari kata fatoro yang berarti "menjadikan". Ada 3 kata yang digunakan Al-Qur'an untuk menunjuk kepada arti manusia, yaitu : insan atau ins atau al-nas atau unas.
Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah dengan dibekali beberapa potensi yakni potensi yang ada dalam jasmani dan rohani. Bekal yang dimiliki manusia pun tidak hanya berupa asupan positif saja, karena dalarn diri manusia tercipta satu potensi yang diberi nama nafsu. Dan nafsu ini yang sering membawa manusia lupa dan ingkar dengan fitrahnya sebagai hamba dan khalifah Allah di bumi. Untuk itu manusia perlu mengembangkan potensi positif yang ada dalam dirinya untuk rnencapai fitrah tersebut. Manusia merupakan makhluk pilihan Allah yang mengembangkan tugas ganda, yaitu sebagai khalifäh Allah dan Abdullah (Abdi Allah). Untuk mengaktualisasikan kedua tugas tersebut, manusia dibekali dengan sejumlah potensi didalam dirinya. Potensi-potensi tersebut berupa ruh, nafs, akal, qalb, dan fitrah.
Hal inilah yang membedakan agama Islam dengan agama lainnya selain ajaran ketuhanannya, juga perhatian terhadap hakikat kecenderungan pemikiran manusia. Islam sangat positif thinking terhadap kecenderungan akhlak manusia terhadap kebenaran. Sebaliknya, agama non-Islam sangat negatif thinking terhadap kecenderungan akhlak manusia pada kebenaran. Dalam Islam (QS 30:30) disebutkan bahwa manusia diciptakan berdasarkan fitrah Allah. Artinya, manusia pada hakikatnya mengandung keyakinan akan kebenaran dalam ketuhanan dan berakhlak di antara sesama manusia.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan fitrah ?
Apa yang dimaksud dengan manusia ?
Bagaimana konsep fitrah manusia dalam psikologi islam?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui maksud dari fitrah.
Untuk mengetahui maksud dari manusia.
Untuk mengetahui konsep fitrah manusia dalam psikologi islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Fitrah
Secara etimologi, fitrah berasal dari kata "al-fathr" yang berarti "belahan", dan dari makna lahir makna-makna lain adalah "penciptaan" atau "kejadian". Ibnu Abbas memahaminya dengan arti, "saya yang membuatnya pertama kali." Dari pemahaman itu sehingga Ibnu Abbas menggunakan kata fitrah untuk penciptaan atau kejadian sejak awal. Sehingga Fitrah manusia adalah kejadiannya sejak awal atau bawaan sejak lahir. Dalam al-Qur'an kata ini antara lain berbicara dalam konteks penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia.
Pada dasarnya sifat asal manusia adalah baik dan manusia selalu ingin kembali kepada Kebenaran Sejati (Allah). Salah satu konsep yang menonjol berkenaan dengan masalah ini adalah fitrah. Fitrah manusia adalah mempercayai dan megakui Allah SWT sebagai Tuhannya. Dorongan ini adalah alamiah (biologis) sifatnya. Ia ada sebelum manusia turun ke bumi.
Pengertian Manusia dalam Al-Qur'an
Ada tiga kata yang digunakan al-Qur'an untuk menunjuk kepada arti manusia, yaitu : insan atau ins atau al-nas atau unas; kata basyar dan kata bani adam atau dzurriyat adam. Kata insan digunakan al-Qur'an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga, psikis dan fisik. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lainnya, adalah akibat perbedaan fisik, psikis (mental) dan kecerdasan. Dalam al'Qur'an, manusia berulang kali diangkat derajatnya karena aktualisasi jiwanya secara positif, sebaliknya berulang kali pula manusia direndahkan karena aktualisasi jiwa yang negatif. Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surgawi, bumi dan bahkan para malaikat, tetapi pada saat yang sama, mereka tak lebih berarti dibandingkan dengan mahluk hewani. Manusia dihargai sebagai mahluk yang mampu menaklukkan alam, namun bisa juga meeka merosot menjadi "yang paling rendah dari segala rendah". Juga karena jiwanya.
Komponen-komponen utama pada diri manusia sebagai pelengkap keimanan dan keberagaman itu telah melahirkan tiga disiplin ilmu agama. Ketiga komponen diri dan disiplin ilmu tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
No
Komponen Diri
Fungsi Komponen
Ilmu
Fungsi Ilmu
Keterangan
1
Kalbu
Membenarkan/ meyakini
Tasawuf
Membimbing hati nurani/ jiwa
Aliran-aliran tarekat
2
Lisan
Menyatakan/ mengikrarkan keyakinan
Kalam atau Teologi
Menjelaskan konsep Tuhan dan Ketuhanan, mengukur iman dan kafir
Aliran-alirannya disebut firqoh seperti sunni, syi'i, dll
3
Amal/ perbuatan
Melaksanakan keyakinan dalam bentuk perilaku dan tindakan nyata
Fiqh
Mengatur posisi tindakan: halal-haram-sunah-makruh dan mubah
Aliran-alirannya disebut madzhab seperti Syafi'i, Maliki, Hanbali, dsb
Macam- Macam Pandangan Tentang Fitrah Manusia
Menurut Yasien Muhammad, pemahaman terhadap pandangan fitrah ini dapat dikelompokkan dan dibedakan menjadi empat, yaitu: pandangan fatalis, pandangan netral, pandangan positif, dan pandangan dualis.
Pandangan Fatalis
Pandangan ini mempercayai bahwa setiap individu, melalui ketetapan Allah adalah baik atau jahat secara asal, baik ketetapan semacam ini terjadi secara semuanya atau sebagian sesuai dengan rencana Tuhan. Ibnu mubarok tokoh utama pandangan fatalisme, menafsirkan salah satu hadis bahwa anak-anak orang musyrik terlahir dalam keadaan kufur atau iman.
Pandangan Netral
Pandangan ini dikomandani oleh Ibnu 'Abd Al-Barr. Penganut pandangan netral berpendapat bahwa anak terlahir dalam keadaan suci, suatu keadaan kosong sebagaimana adanya. Tanpa kesadaran akan iman atau kufur. Mereka lahir dalam keadaan utuh atau sempurna, tetapi kosong dari suatu esensi yang baik atau yang jahat. Menurut pandangan ini, manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh dan tidak berdosa. Dia akan memeperoleh pengetahuan tentang yang benar dan yang salah, tentang kebaikan dan kebenaran serta keburukan dan kejahatan, dari lingkungan eksternal.
Pandangan Positif
Menurut Ibnu Taimiyah semua anak terlahir dalam keadaan fitrah, yaitu dalam kebajikan bawaan, dan lingkungan sosial itulah yang menyebabkan individu menyimpang dari keadaan ini. Sifat dasar manusia memiliki lebih dari sekedar pengetahuan tentang Allah yang ada secara inheren di dalamnya, tetapi juga suatu cinta kepadanya dan keinginan untuk melaksanakan ajaran agama secara tulus sebagai seorang hanif sejati.
Pandangan Dualis
Pandangan ini berbeda dengan pandangan fatalis, netral dan positif. Menurut mereka penciptaan manusia membawa suatu sifat dasar yang bersifat ganda. Menurut Quthb, dua unsur pembentuk esensial dari struktur manusia secara menyeluruh yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan kebaikan dan kejahatan sebagai suatu kecenderungan yang setara pada manusia, yaitu kecenderungan untuk mengikuti tuhan dan kecenderungan untuk tersesat.
Potensi fitrah dalam psikologi Islam
Potensi Fisik (Psychomotoric), merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk berbagai kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.
Potensi Mental Intelektual (IQ), merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya : untuk merencanakan sesuatu untuk menghitung, dan menganalisis, serta memahami sesuatu tersebut.
Potensi Mental Spritual Question (SP), merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang berhubungan dengan jiwa dan keimanan dan akhlak manusia.
Potensi Sosial Emosional, yaitu merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya mengendalikan amarah, serta bertanggung jawab terhadap sesuatu.
Komponen-Komponen Psikologi Dalam Fitrah
Komponen-komponen potensial tersebut adalah:
Kemampuan dasar untuk baragama Islam (ad-dinul qayyimaah), di mana faktor iman merupakan intinya beragama manusia.
Mawahid (bakat) dan Qabiliyyat (tendensi atau kecenderungan) yang mengacu kepada keimanan kepada Allah. Dengan demikian maka "fitrah" mengandung komponen psikologi yang berupa keimanan tersebut.
Naluri dan kewahyuan (revilasi) bagaikan dua sisi dari uang logam; keduanya saling terpadu dalam perkembangan manusia.
Kemampuan dasar untuk beragama secara umum, tidak hanya terbatas pada agama Islam. Dengan kemampuan manusia dapat dididik menjadi agama Yahudi, Nasrani ataupun Majusi, namun tidak dapat dididik menjadi atheist (anti Tuhan). e) Dalam fitrah tidak terdapat komponen psikologis apapun, karena fitrah diartikan sebagai kondisi jiwa yang suci bersih yang reseptif terbuka kepeda pengaruh eksternal, termasuk pendidikan.
Fitrah Jasmani Sebagai Stuktur Kepribadian Islam.
Fitrah Jasmaniah sebagai struktur Kepribadian Islam. Menurut Mujib, fitrah Jasmaniah merupakan aspek struktur kepribadian manusia. Aspek ini bukan diciptakan untuk membentuk tingkah laku tersendiri, melainkan sebagai tempat atau wadah bagi fitrah ruhani. Kedirian dan kesendirian fitrah jasmaniah tidak akan mampu membentuk satu tingkah laku lahiriah, apalagi tingkah laku batiniah. Fitrah jasmani memiliki daya atau energi yang mengembangkan proses fisiknya. Energi ini lazim disebut dengan daya hidup. Daya hidup ini walaupun sifatnya abstrak namun ia belum mampu menggerakkap suatu tingkah laku. Suatu tingkah laku dapat terwujud apabila fitrah jasmani telah ditempati fitrah ruhani. Oleh karena itu nature dari fitrah jasmani ini adalah tidak mampu bereksistensi dengan sendirinya.
Dengan pemahaman seperti ini, maka sosok manusia tidaklah dipandang sebatas sosok fisiknya saja. Bila konsepsi manusia dipahami sebatas sosok fisiknya, maka pemahaman ini bukan hanya salah, tetapi juga menyalahi konsepsi manusia yang hakiki. Manusia dalam konsep kepribadian Islam ini adalah makhluk yang mulia, yang memiliki struktur kompleks, meliputi fitrah jasmani, fitrah ruhani dan fitrah nafsani. Struktur fitrah ruhani lebih dahulu ada daripada struktur fitrah jasmani. Kedua struktur tersebut merupakan subtansi yang menyatu dalam struktur yang subtantif, yaitu struktur fitrah nafsani.
Fitrah Sebagai Inner Potential
Manusia diciptakan dari dua unsur, jasmaniah dan ruhaniah. unsur jasmaniah terdiri dari materi, sedang unsur ruhaniah berasal dari tuhan yang bersifatspiritual dan transendental. karenanya, ada pendapat yang menyatakan bahwa manusia selain memiliki sifat sifat kemanusiaan (nasût), jugamemiliki potensi ketuhanan (lahût). Potensi ruhaniyah ( Inner Potensial) meliputi ;
al-Qalb
Menurut Al-Ghazali qalb mempunyai dua pengertian. Arti pertama adalah hati jasmani (al-Qalb al-jasmani) atau daging sanubari (al-lahm al-sanubari), yaitu daging khusus yang berbentuk jantung pisang yang terletak di dalam rongga dada sebelah kiri dan berisi darah hitam kental. Sedangkan qalb dalam arti kedua adalah sebagai luthf rabbani ruhiy. al-Qalb merupakan alat untuk mengetahui hakikat sesuatu.
al-Aql
Ada beberapa pengertian tentang aql. Pertama, aql adalah potensi yang siap menerima pengetahuan teoritis. Kedua, aql adalah pengetahuan tentang kemungkinan sesuatu yang mungkin dan kemuhalan sesuatu yang mustahil yang muncul pada anak usia tamyiz. Ketiga, aql adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman empirik dalam berbagai kondisi. Keempat ,aql adalah potensi untuk mengetahui akibat sesuatu dan memukul syahwat yang mendorong pada kelezatan sesaat.
al-Ruh
Para ulama berbeda –beda dalam mengartikan ruh. Sebagaian mengartikan kehidupan (al-hayah). Sementara menurut al-Qusyairi, ruh adalah jisim yang halus bentuknya (sebagaimana malaikat, setan) yang merupakan tempat akhlak terpuji. Dengan demikian ruh berbeda dengan al-nafs dari sisi potensi positif dan negatif. Nafsu sebagai pusat akhlak tercela sementara ruh sebagai pusat akhlak terpuji. Ruh juga merupakan tempat mahabbah pada Allah.
al-Nafs
Menurut al-Ghazali nafsu diartikan "Perpaduan kekuatan marah (gadlab) dan syahwat dalam diri manusia". Kekuatan ghadlab pada awalnya tentu untuk sesuatu yang positif seperti untuk mempertahankan diri, mempertahankan agama dan sebagainya. Dengan adanya ghdlab itulah jihad diperintahkan dan kehormatan diri terjaga. Dengan kekuatan marah seorang wanita menolak untuk dinodahi agama dan kehormatannya. Dengan kekuatan marah seseorang dapat menumpas kedhaliman dan sebagainya. Namun ketika gadlab tidak terkendali maka yang terjadi adalah kehancuran dan akhlak tercela.
Fitrah manusia sebagai anugerah Allah SWT yang tak ternilai harganya itu harus dikembangkan agar manusia dapat menjadi manusia yang sempurna (insan al-kamil). M. Natsir menyebutkan bahwa pengembangan fitrah adalah salah satu tugas risalah yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW.
Pengembangan fitrah manusia harus dilaksanakan secara menyeluruh dan berimbang. Apabila semua fitrah tersebut tidak dilaksanakan secara menyeluruh dan berimbang maka tidak akan tercapai manusia yang sempurna (insan al-kamil), bahkan dapat mendatangkan kehancuran bagi manusia. Isyarat Al-Quran mengatakan bahwa :
Manusia yang fitrah agamanya tidak dikembangkan, sehingga ia menjadi kafir, maka ia adalah sejahat-jahat hewan melata. Firman Allah SWT :
"Sesungguhnya sejahat-jahat hewan yang melata menurut Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka tidak mau beriman." (Q.S. Al-Anfal: 55)
Manusia yang fitrah intelektualnya tidak dikembangkan, sehingga ia menjadi bodoh, maka ia adalah lebih sesat dari hewan. "Dan sesungguhnya telah Kami sediakan isi neraka itu kebanyakan dari jin dan manusia, bagi mereka ada akal tetapi tidak dapat berpikir dengannya, dan bagi mereka ada mata tetapi tidak dapat melihat dengannya dan baginya ada telinga tetapi tidak dapat mendengar dengannya, mereka itu adalah seperti hewan, bahkan lebih sesat, mereka itu adalah orang-orang yang lalim." (Q.S. Al-A'raf: 179).
Dalam surat Al-A'raf ayat ke-179 ditegaskan bahwa hati yang tidak mampu memahami sama persis dengan binatang ternak (an'am), bahkan lebih sesat (adall) daripada binatang. Mereka kebanyakan berasal dari orang-orang yang banyak lalai terhadap perintah Allah SWT dan adanya neraka adalah untuk golongan orang-orang yang lalai sedangkan orang kafir lebih daripada itu, sebab hatinya sudah sesat tidak mampu lagi memahami kenyataan dengan pandangan mata hati (QS Al-Mu'minun : 63). Orang yang sengaja tidak mau memahami juga akan dikunci mati hatinya (QS Rum : 59), sehingga akan sia-sia perjalanan hidupnya.
Walaupun hidayah aql dan qalb merupakan hidayah yang dapat mengembangkan fitrah manusia, namun apa yang dapat diperoleh aql dan qalb tersebut bersifat relatif, maka dengan hidayah agama dapat diperoleh kebenaran yang mutlak dan hakiki.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara etimologi, fitrah berasal dari kata "al-fathr" yang berarti "belahan", dan dari makna lahir makna-makna lain adalah "penciptaan" atau "kejadian". Sehingga Fitrah manusia adalah kejadiannya sejak awal atau bawaan sejak lahir Ada 3 kata yang digunakan Al-Qur'an untuk menunjuk kepada arti manusia, yaitu : insan atau ins atau al-nas atau unas kata basyar dan kata bani adam atau dzurriyat adam. Menurut Yasien Muhammad, pemahaman terhadap pandangan fitrah ini dapat dikelompokkan dan dibedakan menjadi empat, yaitu: pandangan fatalis, pandangan netral, pandangan positif, dan pandangan dualis.
Fitrah manusia sebagai anugerah Allah SWT yang tak ternilai harganya itu harus dikembangkan agar manusia dapat menjadi manusia yang sempurna (insan al-kamil). M. Natsir menyebutkan bahwa pengembangan fitrah adalah salah satu tugas risalah yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW. Pengembangan fitrah manusia harus dilaksanakan secara menyeluruh dan berimbang. Apabila semua fitrah tersebut tidak dilaksanakan secara menyeluruh dan berimbang maka tidak akan tercapai manusia yang sempurna (insan al-kamil), bahkan dapat mendatangkan kehancuran bagi manusia.
Saran
Pemakalah menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan yang mestinya dibenarkan. Oleh karena itu saya berharap pembaca dapat memberikan saran yang membangun demi memperbaiki kekurangan dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menjadi bahan pembelajaran bagi saya khususnya dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin. (2005) . Aktualisasi Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. (2003). Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Rajawali Press - PT Raja Grafindo Persada,
Muhaimin, Abdul Mujib. (1993). Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya
Nashori, Fuad. 2005. Potensi-potensi Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mujib, Abdul. 1999. Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis. Jakarta : Darul Falah
Ancok, Djamaludin dan Nashori, Fuat. 2008. Psikologi Islami. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Nawawi Syauqi, Rifaat. dkk. 2000. Metodologi Psikologi Islam. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Sapuri, Rafy. 2009. Psikologi Islam. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
http://dokumen.tips/documents/konsep-fitrah-dalam-pandangan-psikologi-agama.html (diakses pada 18 Maret 2016 pukul 20:12 WIB)
Ancok, Djamaludin dan Nashori, Fuat. 2008. Psikologi Islam. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Hal. 160
Nawawi Syauqi, Rifaat. Dkk. 2000. Metodologi Psikologi Islam. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Hal. 5
Ibid., hal. 7
Ibid., hal. 23
Mujib, Abdul. 1999. Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis, Jakarta : Darul Falah
Sapuri, Rafy. 2009. Psikologi Islam. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada., hal. 175