BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan zaman yang semakin modern seperti ini sekarang ini, semakin banyak pula diciptakan berbagai mesin yang canggih dengan masingmasing kegunaan yang semua itu juga harus diimbangi oleh faktor keamanan yang baik juga. Poros merupakan salah satu bagian terpenting yang ada pada setiap mesin sebagai penerus tenaga mesin maupun sebagai pengunci bagian-bagian mesin yang ada. Maka dari itu poros harus dirancang dengan baik sesuai dengan fungsinya masing-masing dengan memperhatikan berbagai faktor dalam perencanaan maupun proses pembuatannya seperti bahan pembuatnya. Kekuatan, kekakuan maupun terhadap beban atau tegangan yang bekerja padanya. Mengenai poros terdapat beberapa hal – hal penting yang harus diperthatikan dalam perencanaan poros diantaranya seperti kekuatan poros, kekakuan poros, putaran kritisnya, koros, bahan poros. Hal – hal penting yang harus diperhatikan seperti bahan pasak, panjang pasak dari tegangan geser maupun tegangan permukaan yang diizinkan dan sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian poros ? 2. Apa saja macam-macam poros yang sering digunakan dalam suatu mesin ? 3. Apa saja hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam perenacanaan poros ?
1.3 Tujuan 1. Mengetahui bagaimana pengertian suatu poros. 2. Mengetahui macam-macam poros yang sering digunakan dalam suatu mesin. 3. Mengetahui hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam perenacanaan poros.
ELEMEN MESIN
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Poros Josep Edward Shigley (1983) menyatakan poros adalah suatu bagian stasioner yang beputar, biasanya berpenampang bulat dimana terpasang elemenelemen seperti roda gigi (gear), pulley, flywheel, engkol, sprocket dan elemen pemindah lainnya.Poros bisa menerima beban lenturan, beban tarikan, beban tekan atau beban puntiran yang bekerja sendiri-sendiri atau berupa gabungan satu dengan lainnya. Poros dalam sebuah mesin berfungsi untuk meneruskan tenaga melalui putaranmesin. Setiap elemen mesin yang berputar, seperti cakra tali, puli sabuk mesin, piringan kabel, tromol kabel, roda jalan, dan roda gigi, dipasang berputar terhadap poros dukung yang tetap atau dipasang tetap pada poros dukung yang berputar. Contoh sebuah poros dukung yang berputar, yaitu poros roda kereta api, As gardan, dan lain-lain.
Gambar 2.1 Konstruksi Poros Kereta Api
Untuk merencanakan sebuah poros, perlu diperhitungkan gaya yang bekerja pada poros di atas antara lain: gaya dalam akibat beratnya (W) yang selalu berpusat pada titik gravitasinya. Gaya (F) merupakan gaya luar arahnya dapat sejajar dengan permukaan benda ataupun membentuk sudut α dengan permukanan benda. Gaya F dapat menimbulkan tegangan pada poros, karena tegangan dapat timbul pada benda yang mengalami gaya. Gaya yang timbul pada benda dapat berasal dari gaya dalam ELEMEN MESIN
2
akibat berat benda sendiri atau gaya luar yang mengenai benda tersebut. Baik gaya dalam maupun gaya luar akan menimbulkan berbagai macam tegangan pada kontruksi tersebut.
2.2 Macam-macam Poros 1. Berdasarkan Jenis Pembebanannya a. Gandar Gandar merupakan poros yang tidak mendapatkan beban puntir, fungsinya hanya sebagai penahan beban, biasanya tidak berputar. Contohnya seperti yang dipasang pada roda-roda kereta barang, atau pada as truk bagian depan.
Gambar 2.2 Contoh poros gandar
b. Spindle Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesinperkakas, di mana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindle.Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.
Gambar 2.3 Spindel Penggerak pada Bench Lathe
ELEMEN MESIN
3
c. Poros Transmisi Poros transmisi berfungsi untuk memindahkan tenaga mekanik salah satu elemen mesin ke elemen mesin yang lain. Poros transmisi mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur yang akan meneruskan daya ke poros melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sproket rantau, dan lain-lain.
Gambar 2.4 Poros Transmisi
2. Berdasarkan Bentuknya a. Poros Lurus
Gambar 2.5 Poros Lurus
b. Poros Engkol Poros engkol merupakan bagian dari mesin yang dipakai untuk merubah gerakan naik turun dari torak menjadi gerakan berputar. Poros engkol yang kecil sampai yang sedang biasanya dibuat dari satu bahan yang ditempa kemudian dibubut, sedangkan yang besar-besar dibuat dari beberapa bagian yang disambungsambung dengan cara pengingsutan. ELEMEN MESIN
4
Gambar 2.6 Perubahan gerakan yang dihasilkan poros engkol
Didalam praktek dikenal 2 macam poros engkol yaitu : a. Poros Engkol Tunggal Poros ini terdiri dari sebuah poros engkol dan sebuah penengkol. Keduaduanya diikat menjadi satu oleh pipi engkol yang pemasangannya menggunakan cara pengingsutan. Pipi engkol biasanya dibuat daripada baja tuang, sedangkan pen engkolnya dari pada baja St.50 atau St.60. jarak antara sumbu pen engkol dengan sumbu poros engkol adalah setengah langkah torak.
Gambar 2.7 Poros Engkol Tunggal
b. Poros Engkol Ganda Poros engkol ini mempunyai 2 buah pipi engkol terdiri dari satu bahan sedang pemasangan poros engkolnya adalah dengan sambungan ingsutan.Porosporos engkol ini bahan dibuat dari besi tuang khusus.Disamping harga pembuatannya lebih ringan, besi tuang itu mempunyai sifat dapat menahan getarangetaran.
ELEMEN MESIN
5
Gambar 2.8 Poros Engkol Ganda
2.3 Hal-Hal Penting dalam Perencanaan Poros Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan : a.
Kekuatan Poros Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau
gabungan antara puntir dan lentur seperti telah diutarakan diatas. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekanan seperti poros baling-baling kapal atau turbin, dll. Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros diperkecil (poros bertangga) atau bila poros mempunyai alur pasak, harus diperhatikan.Sehingga sebuah poros harus direncakan hingga cukup kuat untuk menahan beban diatas.
b.
Kekuatan Poros Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak-telitian (pada mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada turbin dan kotak roda gigi). Karena itu disamping kekuatan poros, kekuatannya juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros tersebut.
c.
Putaran Kritis Bila putaran suata mesin dinaikan maka pada suatu harga putaran tertentu
dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dll. Dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jika mungkin, ELEMEN MESIN
6
poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah dari putaran kritisnya.
d.
Korosi Bahan-bahan tahan korosi (termasauk plastik) harus dipilih poros propeler
dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian pula untuk poros-poros yang terancam kavitas, dan poros-poros mesin yang sering berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi.
e.
Bahan Poros Poros untuk mesin umum biasanaya dibuat dari baja batang yang ditarik
dingin dan defines, baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari ingot yang di”kill” (baja yang dideoksidasikan dengan ferrosilicon dan dicor; kadar karbon terjamin), (JIS G3123 Tabel 1) meskipun demikian, bahan ini kelurusannya agak kurang tetap dan dapat mengurangi deformasi karena tegangan yang kurang seimbang misalnya bila diberi alur pasak, karena ada tegangan sisa di dalam terasnya. Tetapi penarikan dingin membuat permukaan poros menjadi keras dankekuatannya bertambah besar. Harga-harga yang terdapat dalam table diperoleh dari batang percobbaan dengan diameter 25 mm ; dalam hal ini harus diingat bahwa untuk poros yang diameternya jauh lebih besar fdari 25 mm, harga-harga akan lebih rendah dari pada yang ada dalam tabel karena adanya pengaruh masa. Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasn kulit yang sangat tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel, baja khrom nikel molibden, baja khrom, baja khrom molibden, dll. (G4102, G4103, G4104, G4105 dalam Tabel 2). Sekalipun demikian pemakaian baja paduan khusus tidak dianjurkan jika alasannya hanya putaran tinggi dan beban berat. Dalam hal demikian perlu dipertimbangkan penggunaan baja karbon yang diberi perlakuan panas secara tepat untuk memperoleh kekuatan yang diperlukan. Baja empa G3201, ditempa dari ingot.
ELEMEN MESIN
7
Tabel 2.1 (Hal – hal penting dalam perencanaan poros) Standard an macam
Lambang Perlakuan Panas
Kekuatan
Keterangan
tarik (Kg/mm2)
Baja Karbon konstruksi mesin (JIS G 4501)
S30C
48
S35C
52
S40C
Penormalan
55
S45C
58
S50C
62
S55C
66
Batang Baja yang
S35C-D
-
53
Ditarik
difinis dingin
S45C-D
-
60
dingin,
S55C-D
-
72
digerinda, dibubut atau gabungan antara hal-hal tersebut.
ELEMEN MESIN
8
Tabel 2.2 (Baja perpaduan untuk poros) Standard an macam
Lambang
Perlakuan panas
SNC 2 Baja Khrom nikel (JIS G
SNC 3
4102)
SNC 21
Baja Khrom nikel molibden (JIS G 4103)
Baja Khrom (JIS G 4104)
Baja Khrom Molibden (JIS G 4105)
Kekuatan tarik (Kg/mm2) 85
Pengerasan Kulit
95 80
SNC 22
100
SNCM 1
85
SNCM 2
95
SNCM 7
100
SNCM 8
Pengerasan Kulit
105
SNCM22
90
SNCM23
100
SNCM25
120
SCr 3
90
SCr 4
95
SCr 5
Pengerasan Kulit
100
SCr21
80
SCr22
85
SCM 2
85
SCM 3
95
SCM 4
100
SCM 5
Pengerasan Kulit
105
SCM21
85
SCM22
95
SCM23
100
.
ELEMEN MESIN
9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Dari zaman ke zaman ilmu pengetahuan akan terus selalu berkembang dengan menciptakan suatu teknologi yang baru, begitu pula teknologi yang digunakan pada poros, yang dari proses perencanaannya pun sudah diperhitungkan dengan baik seperti bahan pembuatannya,kekuatannya terhadap beban yang dilayani, kekakuannya dan sebagainya, yang itu semua dilakukan agar tercipta suatu produk baik itu poros yang terjamin kualitas maupun keamanan dalam penggunaannya.
3.2 Saran Setelah saya mengetahui tentang apa itu poros, apa saja macam-macamnya dan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam proses perencanaan poros tersebut, saya semakin tertarik mengenai dalam mempelajari pelajaran mata kuliah elemen mesin ini dan semoga dengan lebih banyak mempelajarinya saya dan teman-teman akan dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh ini dengan baik di dalam dunia kerja nantinya ataupun dapat mengembangkannya agar dapat menciptakan poros atau mesin pada umumnya dengan kualitas yang lebih baik lagi agar faktor keamanan dari produk yang digunakan akan semakin terjamin.
ELEMEN MESIN
10
UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG
ELEMEN MESIN
11
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bantalan (bearing) adalah elemen mesin yang digunakan untuk menumpu poros yang berbeban, sehingga putaran atau gesekan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan tahan atau memisahkan antara bagian yang berputar dengan bagian yang diam. Bantalan tersebut dapat memikul beban radial, aksial dan kombinasi serta harus kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan enurun atau tidak dapat bekerja secara baik. Bearing dapat diklasifikasikan berdasarkan arah beban dan berdasarkan konstruksi atau mekanismenya mengatasi gesekan. Berdasarkan arah beban yang bekerja pada bantalan bearing dapat diklasifikasikan menjadi : Bantalan radial (radial bearing), bantalan aksial (thrust bearing). Berdasarkan konstruksi dan mekanisme mengatasi gesekan, bearing dapat diklasifikasikan menjadi: bantalan luncur (slider bearing) dan bantalan gelinding (roller bearing). Dalam perencanaan kita harus tepat saat pemilihan bantalan (bearing), jika salah dalam pemilihan maka akan menyebabkan kerusakan pada bantalan (bearing), bahkan akan menyebabkan kerusakan pada komponen lain. Pemberian pelumasan pada bantalan (bearing) juga sangat diperlukan, karena elemen mesin ini bekerja menumpu poros yang berbeban, sehingga putaran atau gesekan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan tahan. Sehingga dapat memperpanjang umur bantalan (bearing).
ELEMEN MESIN
12
1.2 Rumusan Masalah Masalah dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut : a. Definisi dari bantalan (bearing) ? b. Apakah jenis bantalan (bearing)? c. Bagaimana cara menentukan umur bantalan (bearing)? d. Bagaimana cara memilih bantalan (bearing)? e. Bagaimana cara pelumasan pada bantalan (bearing)? 1.3.1 Tujuan Umum Menjelaskan kepada pembaca tentang bearing 1.3.1 Tujuan khusus a. Menjelaskan kepada pembaca tentang definisi dari bantalan (bearing) b. Menjelaskan kepada pembaca tentang jenis bantalan (bearing) c. Menjelaskan kepada pembaca tentang cara menentukan bantalan (bearing)? d. Menjelaskan kepada pembaca tentang cara memilih bantalan (bearing) e. Menjelaskan kepada pembaca tentang cara pelumasan pada bantalan (bearing)
ELEMEN MESIN
13
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi dari Bantalan (Bearing) Bantalan (bearing) adalah Elemen Mesin yang digunakan untuk menumpu poros yang berbeban, sehingga putaran atau gesekan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan tahan atau memisahkan antara bagian yang berputar dengan bagian yang diam. Bantalan tersebut dapat memikul beban radial, aksial dan kombinasi serta harus kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh system akan menurun atau tidak dapat bekerja secara baik. Jadi, bantalan dalam permesinan dapat diartikan dengan pondasi pada sebuah gedung. Pada perencanaan pada bantalan yang dapat berfungsi sebagai anti gesekan dihadapkan dengan persoalan dalam merencanakan sekelompok elemen yang membentuk sebuah bantalan rol.
Gambar 2.1 bearing (http://bindayel.co/bearing-suppliers)
2.1 Jenis-Jenis Bantalan (Bearing) Secara umum bearing dapat diklasifikasikan berdasarkan arah beban dan berdasarkan konstruksi atau mekanismenya mengatasi gesekan. Berdasarkan arah beban yang bekerja pada bantalan bearing dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Bantalan radial (radial bearing): menahan beban dalam arah radial Jika beban bantalan dan putaran poros diberikan, pertama perlu diperiksa apakah beban perlu dikoreksi. Selanjutnya tentukan beban rencana, dan pilihlah
ELEMEN MESIN
14
bahan bantalan. Kemudian tekanan bantalan yang diijinkan dan harga pv yang diijinkan diturunkan secara empiris. Tentukan panjang bantalan l sedemikian hingga tidak terjadi pemanasan yang berlebihan. Setelah itu periksalah bahan bantalan dan tentukan diameter poros sedemikian rupa hingga tahan terhadap lenturan. Periksalah juga bantalan dan (l/d). Bila diameter poros sudah sudah diberikan terlebih dahulu, mulailah dengan kekuatan bantalan. Dalam semua hal, pemeriksaan tekanan bantalan, harga pv, dan (l/d) adalah penting. Jika pemilihan bahan bahan pelumas, cara pelumasan, dan pendinginan terus menerus akan dilakukan atas dasarjangka waktu kerja, kondisi pelayanan, dan lingkungannya, perlu ditentukan jumlah aliran minyak per satuan waktu.
1) Kekuatan Bantalan Misalkan terdapat suatu beban yang terbagi rata dan bekerja pada bantalan dari sebelah bawah. Panjang bantalan dinyatakan l (mm), beban persatuan panjang dengan w (kg/mm), dan beban bantalan W(kg), serta reaksi pada tumpuan dihitung. Maka: W = w.l Pemilihan panjang (l) dan diameter (d) bantalan Untuk bantalan, perbandingan panjang dan diameter adalah penting, sehingga dalam perencanaan atau pemilihan perlu diperhatikan hal-hal berikut: a. Semakin kecil l/d, semakin rendah kemampuan untuk menahan beban. b. Semakin besar l/d, semakin besar pula panas yang timbul karena gesekan. c. Dengan memperbesar l/d kebocoran pelumas pada ujung bantalan dapat diperkecil. d. Harga l/d yang terlalu besar akan menyebabkan tekanan yang tidak merata, jadi lebih baik dipakai harga menengah, jika kelonggaran antara bantalan dan poros akan diperkecil atau jika sumbu poros agak miring terhadap sumbu bantalan maka l/d harus dikurangi. e. Jika pelumas kurang dapat diratakan dengan baik ke seluruh permukaan bantalan, harga l/d harus dikurangi. f. Semakin besar l/d, temperature bantala juga semakin tinggi.
ELEMEN MESIN
15
g. Untuk menentukan l/d dalam perencanaan, perlu diperhatikan seberapa besar ruangan yang tersedia untuk bantalan di dalam mesin. h. Harga l/d, juga tergantung kekerasan bahan bantalan, untuk bahan yang lunak memerlukan l/d yang besar. Atas dasar hal-hal diatas dapat dipilih l/d yang akan dipakai. Harga l/d tersebut antara 0,4-4,0 atau lebih baik antara 0,5-2,5. Bila l/d melebihi 2,0 maka tekanan permukaan terjadi secara lokal (tidak merata) sehingga lubang bantalan perlu dibuat tirus. Harga yang terlalu kecil sebaliknya akan mengurangi kemampuannya membawa beban. Untuk l/d yang kecil, bantalan gelinding lebih menguntungkan.
2) Tekanan Bantalan Bantalan dapat berbentuk silinder, bola, atau kerucut. Yang paling banyak adalah silinder. Yang dimaksud dengan tekanan bantalan adalah beban radial dibagi luas proyeksi bantalan, yang besarnya sama dengan beban rat-rata yang diterima oleh permukaan bantalan, jika bantalan dinyatakan dengan p (kg/mm2), beban ratarata ini adalah : 𝑊
p =𝑙𝑑 dimana:
ELEMEN MESIN
l
: panjang bantalan (mm)
d
: diameter poros (mm)
16
Tabel 2.1 Sifat bahan bantalan luncur(Sularso dan Suga. hal 109)
Bantalan bantalan
Tekanan
Temperature
maksimum
maks. Yang
Kekerasan
yang
diperbolehkan
Hb
diperbolehkan
(celcius)
(kg/mm2) Besi cor
160-180
0,3-0,6
150
Perunggu
50-100
0,7-2,0
200
Kuningan
80-150
0,7-2,0
200
Perunggu fosfor
100-200
1,5-6,0
250
20-30
0,6-1,0
150
15-20
0,6-0,8
150
Paduan candium
30-40
1,0-1,4
250
Kelmet
20-30
1,0-1,8
170
Paduan aluminium
45-50
2,8
100-150
Perunggu timah hitam
40-80
2,0-3,2
220-250
Logam putih berdasarkan Sn Logam putih berdasarkan Pb
2. Bantalan aksial (thrust bearing): menahan beban dalam arak aksial. Bantalan aksial dipergunakan untuk menahan gaya aksial. Pada dasarnya ada 2 macam bentuk, yaitu bantalan telapak dan bantalan kerah. Pada bantalan telapak, tekanan yang diberikan oleh bidang telapak poros kepada bidang bantalan semakin besar untuk titik yang semakin dekat pada pusat, sehingga perlu dibuat lekukan dengan bentuk tertentu. Jika diameter bantalan adalah d1 (mm), dan d2 (mm) adalah diameter lekukan, maka: d2 = (0,5-0,7) d1
ELEMEN MESIN
17
Gambar 2.2 Bantal Aksial Telapak (Sularso dan Suga:125)
Gambar 2.3 Bantalan Aksial Kerah (Sularso dan Suga: 125)
Gambar 2.4 Distribusi Tekanan dalam Bantalan Aksial Telapak (Sularso dan Suga:125)
ELEMEN MESIN
18
Karena jari-jari rata-rata bantalan adalah (d1+d2)/4 maka besarnya moment tahanan gesek, Mf (kg.m), dapat dinyatakan sebagai Mf = µW(d1+d2 )/4000 Jika kerja gesekan per satuan luas per satuan waktu dinyatakan dengan Hf dan putaran poros dinyatakan dengan N (rpm), maka: 2πN Mf ( 60 ) µWN Hf = π = (4) (d1² − d2²) 30000 (𝑑1 − 𝑑2) µWN
d1-d2 = 30000 𝐻𝑓 =
WN C
30000Hf
dimana C=
µ
Besarnya kecepatan keliling pada diameter rata-rata Vm (m/s) adalah Vm= π(d1+d2 )N/ (2 x 60 x 1000) Bantalan yang mampu menahan kombinasi beban dalam arah radial dan arah aksial.
Gambar 2.5 Arah beban pada bearing
Berdasarkan konstruksi dan mekanisme mengatasi gesekan, bearing dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: bantalan luncur (slider bearing), bantalan gelinding (roller bearing), bantalan bola (ball bearing). 1. Bantalan luncur Bantalan luncur yang sering disebut slider bearing atau plain bearing menggunakan mekanisme sliding, dimana dua permukaan komponen mesin saling bergerak relatif. Diantara kedua permukaan terdapat pelumas sebagai agen utama untuk mengurangi gesekan antara kedua permukaan. Slider bearing untuk beban arah radial disebut journal bearing dan untuk beban arah aksial disebut thrust bearing.
ELEMEN MESIN
19
Menurut pemakaiannya terdapat bantalan untuk penggunaan umum, bantalan poros engkol, bantalan utama mesin perkakas, bantalan roda kereta api, dll. Bahan untuk bantalan luncur harus memenuhi persyaratan berikut : 1) Mempunyai kekuatan cukup (tahan beban dan kelelahan). 2) Dapat menyesuaikan diri terhadap lenturan poros yang tidak terlalu besar atau terlalu kecil. 3) Mempunyai sifat anti las. 4) Sangat tahan karat. 5) Cukup tahan aus. 6) Dapat membenamkan kotoran yang menenmpel di dalam bantalan. 7) Tidak terlalu terpengaruh oleh temperature.
Gambar 2.6 bantalan luncur (slider bearing) (http://mesinsakti.blogspot.co.id/2015/07/bearing.html)
1. Bantalan Gelinding Bantalan gelinding menggunakan elemen rolling untuk mengatasi gesekan antara dua komponen yang bergerak. Diantara kedua permukaan ditempatkan elemen gelinding seperti misalnya bola, rol, taper dan lain lain. Kontak gelinding terjadi antara elemen ini dengan komponen lain yang berarti pada permukaan kontak tidak ada gerakan relatif. Nomor nominal bantalan gelinding 6312 ZZ C3 P6. Artinya: 6
: Bantalan bola garis alur dalam.
3
: Singkatan dari lambing 03, dimana 3 menunjukkan diameter luar 130 mm untuk diameter lubang 60 mm.
ELEMEN MESIN
20
12
: berarti 12 x 5 = 60 mm diameter lubang.
ZZ
: berarti bersil 2.
C3
: kelonggaran C3.
P6
: kelas ketelitian 6.
Nomor nominal bantalan gelinding 22220 K C3 Artinya: 2
: menyatakan bantalan rol mapan sendiri.
22
: menunjukkan diameter luar 200 mm dan lebar 53 mm untuk diameter lubang 110 mm.
20
: berarti 20 x 5 = 100 mm diameter lubang.
K
: berarti 1/12 tirus lubang, kelas ketelitian 0.
C3
: kelonggaran C3.
Gambar 2.7 bantalan gelinding (roller bearing) (http://iwansugiyarto.blogspot.co.id/2011/11/jenis-jenis-bantalan-gelinding.html)
1. Bantalan Roda (ball bearing) Bagi bantalan rol, untuk dapat berfungsi dengan baik, cincin luar dan cincin dalamnya harus pas pada poros dan rumah bantalan dengan sempurna. Untuk memilih diantara pasan pers, pasan peralihan, pasan longgar. Faktor berikut yang harus diperhatikan : gaya yang bekerja pada bantalan saat beroperasi : cincin yang berputar (dalam/luar) : tinggi kenaikan temperatur : tebal dinding rumah bantalan. Untuk bantalan rol, pasan yang umum distandarkan adalah merupakan langkah yang baik untuk memilih di antara pasan tersebut dengan mengingat pengalaman serta contohnya yang pernah dijumpai.
ELEMEN MESIN
21
Gambar 2.8 ball bearing
Tabel 2.2 Pasan Umum Untuk Bantalan Rol (Sularso dan Suga. hal 140) a) Pasan untuk diameter lubangbantalan dari bantalan radial
Kelas
Jenis dan kelas poros
bantalan
Kelas 0,6
Untuk beban putar pada cincin dalam dan
Untuk beban putar
beban dengan arah tak menentu
pada cincin luar
r6
Kelas 5,4
-
p6
-
n6
-
m5
k5
js5
m6
k5
js6
m4
k4
js5
m5
k5
js5
h5
h6
g5 g6
-
-
-
b) Pasan untuk diameter luar bantalan dari bantalan radial (kecuali bantalan magneto)
Kelas
Jenis dan kelas lubang
bantalan
Kelas
Untuk putar pada cincin dalam
p6
N6 M6
-
J6
06 Kelas
Untuk beban
Untuk beban
dengan arah
pada cincin
tak menentu
luar
H7 G7 M7 K6 Js6 H7
-
N5 M5 K6
J6
-
P7
N7 M7
K7 Js7 -
-
-
-
-
-
-
5,4
2.3 Cara Menentukan Umur Bantalan (bearing) Kalau bantalan bersih dan dilumasi secara tepat, dipasang dan di segel terhadap masuknya debu atau kotoran, dijaga dalam kondisi ini dan dioperasikan pada suhu yang wajar, maka kelelahan logam akan merupakan satu-satunya sebab dari kegagalan karena mengalami berjuta-juta pemakaian tegangan, maka istilah
ELEMEN MESIN
22
umur bantalan (bearing life) sangat umum dipakai. Umur (life) dari suatu bantalan dinyatakan sebagai jumlah putaran total atau jumlah jam pada suatu kecepatan putar. Kondisi ideal kegagalan lelah akan berupa penghancuran permukaan yang menerima beban. Standart ; The Anti-Friction Bearing Manufacturers Asociation (AFBMA) menyatakan bahwa kriteria kegagalan adalah suatu bukti awal dari kelelahan. Perlu dicatat Bahwa umur yang berguna (useful life) sering dipakai sebagai defenisi dari umur lelah atau kata lain adalah kehancuran atau penyompelan suatu permukaan seluas 0,01 in2.
L10h= (C/P)b x (106/(60xn)) Dimana: L10h
: umur bantalan (jam)
C
: beban dinamis (kN)
P
: beban ekuivalen (kN)
b
: konstanta 3 untuk ball bearings konstanta 10/3 untuk roller bearings
n
: putaran (rpm)
2.4 Cara Memilih Bantalan (bearing) 2.4.1 Pemilihan Bantalan Rol Peluru dan Bantalan Rol Lurus Bantalan-bantalan peluru biasanya beroperasi dengan sedikit kombinasi dari beban radial dan aksial. Karena penilaian pada catalog didasarkan hanya pada beban radial, maka lebih memudahkan untuk menetapkan suatu beban radial ekuivalen Fe (equivalent radial load) yang akan mempunyai pengaruh yang sama terhadap umur bantalan sebagaimana pada beban yang bekerja. Persamaan AFBMA (American Bearing Manufactures Association) untuk beban radial ekuivalen untuk bantalan peluru adalah harga maksimum dari keduanya adalah:
Fe= V.Fr Fe= (X.V.Ff) + (Y.Fa)
ELEMEN MESIN
23
Dimana: Fe = beban radial ekuivalen Fr = beban radial yang bekerja Fa = beban aksial yang bekerja
V = faktor rotasi X = faktpr radial Y = faktor aksial Dalam menggunakan persamaan ini faktor rotasi V ialah untuk mengoreksi berbagai kondisi cincin yang berputar. Untuk cincin dalam yang berputar, V=1. Untuk cincin luar yang berputar, V= 1,2. Faktor 1,2 untuk cincin luar yang berputar hanyalah karena pada kenyataannya umur lelah adalah berkurang dikondisi ini. Bantalan yang dapat menyesuaikan diri sendiri (self-aligning) adalah suatu pengecualian, yang mempunyai V= 1 untuk berputar cicncin yang mana saja. Faktor-faktor X dan Y pada persamaan diatas, tergantung pada geometri dari bantalan, termasuk jumlah peluru dan diameter peluru. Bila suatu penurunan teoritis dari faktor Y dan X dibuat, akan didapat bahwa kurva yang dihasilkan dapat ditaksir dengan tablel 2.1. Pasangan harga-harga yang member beban ekivalen terbesar selalu harus dipakai. Tabel 2.3 Faktor Beban Radial Ekuivalen (Shigley, Joseph E. dan Mitchell, Larry D. hal 59)
Jenis Bantalan
X1
Y1
X2
Y2
Bantalan peluru bersinggungan secara radial
1
0
0,5
1,4
1,25
0,45
1,2
0,75
0,4
0,75
0,75
0,63
1,25
Bantalan peluru bersinggungan dengan sudut yang 1 kecil Bantalan peluru bersinggungan dengan sudut yang 1 curam Bantalan peluru berbasis ganda dan duplex (jenis 1 DB atau DF)
AFBMA telah menetapkan ukuran-ukuran batas standar untuk bantalan yang menyatakan ukuran batas standar untuk bantalan yang menyatakan diameter dalam, diameter luar, lebar, jari-jari kelengkungan pada poros dan bahu rumah bantalan. ELEMEN MESIN
24
Rancangan dasarnya mencakup semua bantalan peluru dan bantalan rol lurus dalam ukuranmetris. Rancangan gtersebut cukup fleksibel sedemikian rupa, untuk suatu diameter dalam yang diketahui, terdapat sejumlah pilihan lebar dan diameter luar. Lebih lanjut diameter luar yang dipilih adalah yang sedemikian rupa sehingga, untuk suatu diameter luar tertentu, seseorang biasanya dapat mencarikan serangkaian bantalan yang mempunyai diameter dalam dan lebar yang berbeda. Rancangan dasar AFBMA digambarkan pada 2.5. Bantalan dinyatakan dengan suatu nomor berdigit dua kode deret dimensi. Angka pertama dalam deret tersebut adalah deret dari lebar (width series) 0,1,2,3,4,5,dan 6. Angka kedua adalah deret diameter luar (diameter series) 8,9,0, 1,2,3,dan4. Kode deret dimensi tidak mwnunjukkan ukuran secara langsung, maka perlu memeriksakan kembali pada tabulasi. Bantalan-bantalan dari deret 02 dan 03 adalah yang paling banyak dipakai, dan diameter diantaranya ditabulasikan pada table 2.2 dan 2.3.
Gambar 2.9 Rancangan dasar AFBMA untuk kondisi batas.
Ini berlaku untuk bantalan peluru, bantalan rol lurus, dan bantakan rol seperti bola, tetapi tidak untuyk bntalan rol kerucut atau bantalan peluru ukuran inci. Bentuk dari pojok tidak ditetapkan ; ini bisa melengkung atau dilengkungkan tetapi ini harus cukup kecil untuk mempunyai kebebasan bagi radius kelengkungan yang ditetapkan pada standar.
ELEMEN MESIN
25
Tabel 2.4 Dimensi dan nilai Beban Dasar untuk Seri Bantalan Peluru 0-2(Shigley, Joseph E. dan Mitchell, Larry D. hal 60)
Diameter Diameter
Lebar
Jari-jari
Diameter bahu (mm)
Nilai
dalam
luar
(mm)
lengkung
Ds
beban
(mm)
(mm)
10
30
9
0,6
12,5
27
3,58
12
32
10
0,6
14,5
28
5,21
15
35
11
0,6
17,5
31
5,87
17
40
12
0,6
19,5
34
7,34
20
47
14
0,1
25
41
9,43
25
52
15
1,0
30
47
10,8
30
62
16
1,0
35
55
14,6
35
72
17
1,0
41
65
19,8
40
80
18
1,0
46
72
22,5
45
85
19
1,0
52
77
25,1
50
90
20
1,0
56
82
26,9
55
100
21
1,5
63
90
33,2
60
110
22
1,5
70
99
40,3
65
120
23
1,5
74
109
44,1
70
125
24
1,5
79
114
47,6
75
130
25
1,5
86
119
50,7
80
140
26
2,0
93
127
55,6
85
150
28
2,0
99
136
64,1
90
160
30
2,0
104
146
73,9
95
170
32
2,0
110
156
83,7
ELEMEN MESIN
dH
(mm)
(kN)
26
2.4.2 Pemilihan Bantalan Rol Kerucut Tatanan untuk bantalan rol kerucut dalam beberapa hal berbeda dari bantalan peluru dan bantalan rol lurus. Cicncin dalam disebut kerucut (cone), dan cincin luar disebut (cup).
Tabel. 2.5 Dimensi dan nilai Beban Dasar untuk Seri Bantalan Peluru 0-3 (Shigley, Joseph E. dan Mitchell, Larry D. hal 61)
Diameter Diameter
Lebar
Jari-jari
Diameter
dalam
luar
(mm)
kelengkungan (mm)
(mm)
(mm)
10
35
12
bahu Nilai beban
(mm)
Ds
dH
(kN)
11
0,6
12,5
31
6,23
37
12
1,0
16
32
7,48
15
42
13
1,0
19
37
8,72
17
47
14
1,0
21
41
10,37
20
52
15
1,0
25
45
12,24
25
62
17
1,0
31
55
16,2
30
72
19
1,0
37
65
21,6
35
80
21
1,5
43
70
25,6
40
90
23
1,5
49
80
31,4
45
100
25
1,5
54
89
40,5
50
110
27
2,0
62
97
47,6
55
120
29
2,0
70
106
55,2
60
130
31
2,0
75
116
62,7
65
140
33
2,0
81
125
71,7
70
150
35
2,0
87
134
80,1
75
160
37
2,0
93
144
87,2
80
170
39
2,0
99
153
94,8
85
180
41
2,5
106
161
102,9
90
190
43
2,5
111
170
110,8
95
200
45
2,5
117
179
117,9
ELEMEN MESIN
27
Suatu bantalan rol kerucut dapat membawa kedua beban radial dan aksial atau setiap kombinasi dari keduanya. Begitupun bila suatu beban aksial luar tidak ada, beban radial menyebabkan suatu reaksi aksial didalam bantalan karena kemiringan kerucut tersebut.
Gambar 2.10 diameter poros dan bahu rumah bantalan ds dan dH harus memadai untuk member tumpuan bantalan yang baik.
2.5 Pelumasan pada Bantalan (bearing) Bantalan (bearing) adalah salah satu elemen mesin yang sangat penting, yang berfungsi untuk menumpu poros yang berbeban, sehingga putaran atau gesekan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan tahan atau memisahkan antara bagian yang berputar dengan bagian yang diam. Oleh karena itu kita juga harus memperhatikan perawatannya. Salah satu perawatan yang harus dilakukan yaitu, pelumasan.
Pelumasan yang bersinggungan pada bantalan yang
menggellinding mempunyai suatu gerakan relatif, yaitu menggelinding dan meluncur. Tujuan dari pelumasan: • Untuk membantu mendistribusikan dan mengeluarkan panas. • Untuk menjaga korosi dari permukaan bantalan. Baik oli ataupun gemuk bisa dipakai sebagai pelumas. Aturan berikut dapat membantu dalam memutuskan pilihan diantara keduanya: Pemakaian gemuk, bila: • Kecepatan rendah • Perlindungan yang khusus di perlukan atas masuknya benda-benda luar
ELEMEN MESIN
28
Pemkaian oli , bila : • Kecepatan tinggi • Suhu tinggi
2.5.1 Cara Pelumasan Untuk bantalan Luncur Dalam pemilihan cara pelumasan sangat perlu diperhatikan konstruksi, kondisi kerja, dan letak bantalan. Tempat pelumasan, dan lokasi, bentuk serta kekasaran alur minyak, juga merupakan faktor penting. Jadi cara pelumasan harus direncanakan atas dasar pengalaman. 1. Pelumasan Tangan Cara ini sesuai untuk beban ringan, kecepatan rendah, atau kerja yang tidak terus menerus. Kekurangannya adalah pelumasan tidak teratur. 2. Pelumasan Tetes Dari sebuah wadah, minyak diteteskan dalam jumlah yang tetap dan teratur melalui sebuah katup jarum. Cara ini untuk beban yang ringan dan sedang. 3. Pelumasan Sumbu Cara ini menggunakan sebuah sumbu yang dicelupkan pada mangkok minyak sehingga minyak terhisap oleh sumbu. Pelumsan ini digunakan seperti dalam hal pelumasan tetes. 4. Pelumasan Percik Dari suatu bak penampung, minyak dipercikkan seperti gambar. Cara ini digunakan untuk melumasi torak dan silinder motor bakar torak yang berputar tinggi. 5. Pelumasan Cincin Pelumasan ini menggunakan cicincin yang digantung dengan poros sehingga akan berputar bersama poros sambil mengnangkat minyak dari bawah. 6. Pelumasa Pompa Disini pompa dipergunakan mengaliri minyak ke dalam bantalan. Cara ini dipakai untuk melunasi bantalan yang sulit letaknya seperti bantalan utama motoryang berputaran tinggi. Pelumasan ini untuk kecepatan tinggi dan beban besar.
ELEMEN MESIN
29
7. Pelumasan Gravitasi Dari sebuah tangki yang diletakkan sebuah bantalan, minyak dialirkan oleh gaya beratnya. Cara ini digunakan untuk kecepatan sedang dan tinggi pada kecepatan keliling sebesar 10-15 (m/s).
8.Pelumasan Celup Sebagian dari bantalan dicelupkan dalam minyak. Cara ini cocok untuk bantalan poros tegak, seperti pada turin air.
2.5.2. Pelumasan Bantalan Gelinding Pelumasan bantalan gelindingn terutama dimaksud untuk mengurangi gesekan dan keausan antara elemen gelinding dan sangkar, membawa keluar panas yang terjadi, mencegah korosi dan msuknya debu. Cara pelumasan ada 2 macam yaitu, pelumasan gemuk dan pelumasan minyak. Penyekat gemuk lebih disukai karena penyekatnya lebih sederhana, dan semua gemuk yang bermutu baik dapat memberikan umur panjang. Cara yang umum untuk penggemukan adalah dengan mengisi bagian bantalan dengan gemuk sebanyak mungkin: untuk ruangan yang cukup besar, jika harga d.n mendekati batas, 40% dari seluruh ruangan yang ada dapat diisi; untuk harga d.n yang lebih kecil, sebanyak 60%; untuk harga d.n kurang dari 5000, pengisian gemuk yang agak berlebihan tidak menjadi keberatan. Untuk menentukan umur gemuk yaitu: 𝐵𝑎𝑡𝑎𝑠 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑑.𝑛
L= ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑑.𝑛 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 𝑥 100(ℎ)
Gambar 2.11 Nipel Gemuk (Sularso dan Suga: 157)
ELEMEN MESIN
30
Pelumasan minyak menggunakan cara yang berguna untuk kecepatan tinggi atau temperatur rendah. Yang paling polpuler diantaranya adalah pelumasan celup. Pada cara ini, dengan poros mendatar, minyak harus diidikan sampai tengah elemen gelinding yang rendah. Adalah suatu keharusan bahwa temperature minyak dijagatetap. Untuk maksud ini dapat dipakai pipa pendingin, atau sirkulasi air. Untuk poros tegak, bahwa berputar dibawah batas kecepatan, tinggi permukaan minyak harus sedemikian rupa hingga 30-50(%) dari elemen pendingin tercelup minyak. Untuk kecepatan tinggi dan beban ringan, seperti pada spindle mesin gerinda, pelumasan tetes atau lembab sangat efektif. Pada cara ini minyak diteteskan pada elemen gelinding untuk membentuk kelembababn pada rumah bantalan. Untuk kecepatan tinggi dan sedang dapat dipakai jet pembasah dimana minyak dikabutkan dengan tekanan udara untuk membasahi permukaan yang perlu dilumasi. Pada harga d,n sangat tinggi dan beban berat, seperti pada turbin gas, dipakai pelumasan pompa. Ukuran nozel, tekanan minyak, dan jumlah aliran minyak tergantung pada jenis bantalan, harga bantalan d.n, dan kondisi kerja. Untuk aliran minyak yang besar, sistem pelumasan harus dibuat sedemikian rupa sehingga kelebihan minyak akan dikembalikan ke reservoir minyak.
Gambar 2.12 Pelumas Kabut Minyak (Sularso dan Suga: 158)
ELEMEN MESIN
31
Tabel 2.6 Pesan Umum Untuk Bantalan Roln (Sularso dan Suga. hal 130)
Macam bantalan
Pelumasan Gemuk
Pelumasan Minyak
Bantalan bola alur dalam
200000
350000
Bantalan bola sudut α ≤22 derajat
200000
350000
α>22derajat
150000
350000
Bantalan rol silinder
200000
350000
Bantalan rol kerucut
120000
200000
Bantalan rol mapan sendiri
100000
150000
Bantalan rol aksial
60000
90000
ELEMEN MESIN
32
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bantalan (bearing) adalah elemen yang penting dalam mesin karena menumpu poros yang berbeban, sehingga putaran atau gesekan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan tahan atau memisahkan antara bagian yang berputar dengan bagian yang diam. Saat perencanaan atau pemilihan perlu diperhatikan hal-hal yang sesuai dengan standart yang ditetapkan AFBMA, karena bila tidak sesuai ketentuan akan menyebabkan kerusakan pada elemen lain.
3.2 Saran Berdasarkan uraian dari pembahasan tersebut, dalam perencanaan mesin kita tidak boleh sembarangan dalam memilih bantalan (bearing), kita harus mengikuti sesuai standar yang ditetapkan dalam AFBMA.
ELEMEN MESIN
33
UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG ELEMEN MESIN
34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Elemen Mesin adalah bagian dari suatu alat untuk memindahkan energi/benda yang mempunyai efisiensi mekanis, termis, hidrolis, maupun elektris. Pada dasarnya perencanaan elemen mesin merupakan perencanaan komponen yang diadakan/dibuat untuk memenuhi kebutuhan mekanisme suatu mesin. Perhitungan pada perencanaan elemen mesin didasarkan pada teori-teori mekanika teknik dan kekuatan bahan. Salah satunya adalah sabuk dan rantai. Kurniawan (2011) menyatakan sabuk penggerak adalah suatu peralatan dari mesin yang bekerjanya berdasarkan dari gesekan. Melalui gesekan antara puli dan sabuk penggerak gaya melingkar dapat dipindahkan dari puli penggerak ke puli yang digerakan. Adapun tipe dari sabuk penggerak datar ini yaitu : Sabuk terbuka, sabuk silang, sabuk perempatan putaran, sabuk dengan puli pengencang, sabuk kompon, sabuk dengan puli pelepas. Kurniawan (2011) menyatakan rantai adalah roda bergerigi yang yang berpasangan dengan rantai, tarack atau benda panjang yang bergerigi lainnya. Sprocket berbeda dengan roda gigi, sproket tidak pernah bersinggungan dengan sprocket lainnya dan tidak pernah cocok. Sproket juga berbeda dengan puli dimana sprocket memiliki gigi sedangkan puli pada umumnya tidak memiliki gigi. Rantai yang terdiri dari sejumlah link kaku yang berengsel dan di sambung oleh pin untuk memberikan
fleksibilitas
yang
diperlukan.
Rantai
digunakan
untuk
mentransmisikan daya dimana jarak kedua poros besar dan dikehendaki tidak terjadi slip. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi, rantai jauh lebih murah akan tetapi brisik serta kapasitas daya dan kecepatanya lebih kecil.
ELEMEN MESIN
35
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud sabuk ? 2. Apa macam-macam jenis sabuk? 3. Bagaimana parameter pada sabuk ? 4. Apakah yang dimaksud rantai? 5. Apa macam-macam jenis rantai? 6. Bagaimana parameter pada rantai? 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Menjelaskan kepada pembaca tentang sabuk dan rantai. 1.3.1 Tujuan khusus a. Menjelaskan kepada pembaca tentang sabuk. b. Menjelaskan kepada pembaca tentang macam-macam jenis sabuk. c. Menjelaskan kepada pembaca tentang parameter sabuk. d. Menjelaskan kepada pembaca tentang rantai. e. Menjelaskan kepada pembaca tentang macam-macam jenis rantai f. Menjelaskan kepada pembaca tentang parameter rantai.
ELEMEN MESIN
36
BAB II PEMBAHASAN
Sesuai masalah yang dirumuskan pada bab I, maka pada bab ini akan membahas tentang: (1). Sabuk (2). Macam-macam jenis sabuk (3). Parameter sabuk (4). Rantai (5). Macam-macam jenis rantai. (6). Parameter rantai. Selanjutnya ke enam butir ini akan dipapar-kan sebagai berikut :
2.1 Sabuk Made (2005) menyatakan sabuk penggerak adalah suatu peralatan dari mesin yang bekerjanya berdasarkan dari gesekan. Melalui gesekan antara puli dan sabuk penggerak gaya melingkar dapat dipindahkan dari puli penggerak ke puli yang digerakan. Perpindahan gaya ini tergantung dari tekanan sabuk penggerak ke permukaan puli, maka ketegangan dari sabuk penggerak sangatlah penting dan bila terjadi slip kekuatan geraknya akan berkurang. Sularso (1978) menyatakan transmisi sabuk yang bekerja atas dasar gesekan belitan mempunyai beberapa keuntungan karena murah harganya, sederhana konstruksinya dan mudah mendapatkan perbandingan yang diinginkan. Namun transmisi sabuk tersebut mempunyai kekurangan dibandingkan rantai atau roda gigi, yaitu karena terjadi slip pada pulinya dan sabuk. Oleh karena itu macam tranmisi sabuk biasanya tidak dapat dipakai bilamana dikehendaki putaran tetap atau perbandingan transmisi yang tetap. Akhir-akhir ini telah dikembangkan macam sabuk yang dapat mengatasi kekurangan tersebut yaitu sabuk gilir timing belt. Sabuk gilir terbuat dari karet neopon atau plastik peiuretan sebagai bahan cetak, dengan inti serat gelas atau kawat baja, serta gigi yang diletakan dengan teliti dipermukaan sebelah dalam dari sabuk ini. Karena sabuk ini dapat melakukan trasmisi mengait seperti roda gigi atau rantai, maka gerakan dengan perbandingan yang tetap dapat diperoleh. Batas maximum kecepatan sabuk gilir 25 m/s2, yang berarti lebih tinggi dari sabuk-V dan daya yang dapat ditransmisikan adalah sampai 60 KW. Bahan yang digunakan untuk tali harus kuat, fleksible, tahan lama, dan memilki koefisien gesek yang tinggi. Berdasar bahan yang digunakan ada :
ELEMEN MESIN
37
1. Sabuk balata Sabuk ini adalah berupa sabuk karet atau getah yang digunakan sebagai pengganti karet. Sabuk ini tahan asam dan tahan air dan tidak rusak oleh minyak hewani atau alkali. Sabuk tidak boleh melebihi dari 40°C sebab pada temperatur ini sabuk mulai lembek dan menjadi lengket. Kekuatan balata sabuk adalah 25% lebih tinggi dibanding sabuk karet. 2. Canvas (kampas/kain mota/Terpal) Berfungsi sebagai bahan pengikat struktur karet. 3. Rubber (Karet) berfungsi sebagai Elastisitas dari V-belt dan menjaga agar V-belt tidak Slip. 4. Cord (Kawat Pengikat) berfungsi penguat agar V-Belt Tidak Gampang Putus.
Sularso (1978) menyatakan sabuk V terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapezium. Tenunan tetoran atau semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar. Sabuk-V dibelitkan di keliling alur puli yang berbentuk V. Bagian sabuk yang sedang membelit pada puli ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkan tranmisi daya yang besar pada tegangan yang relative rendah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan sabuk-V dibandingkan dengan sabuk rata. Sularso (1978) menyatakan sebagian besar transmisi sabuk menggunakan sabuk-v karena mudah penangannya dan harganya murah. Kecepatan sabuk direncanakan untuk 10-20 m/s pada umumnya, dan maksimum 25 m/s. Daya maksimum yang dapat ditransferkan kurang lebih sampai 500 kW. Transmisi sabuk-V hanya dapat menghubungkan poros-poros yang sejajar dengan putaran yang sama. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi atau rantai, sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara. Untuk mempertinggi daya yang ditransmisikan dapat dipakai beberapa sabuk-V yang dipasang sebelah-menyebelah. Jarak sumbu poros harus sebesar 1,5 – 2 kali diameter puli besar. Sifat penting dari sabuk yang perlu diperhatikan adalah perubahan bentuknya karena tekanan samping, dan ketahanannya terhadap panas. Bahan yang biasa dipakai adalah karet alam atau sentesis. Pada masa sekarang, telah banya dipakai karet niopren yang kuat. Tetapi akhir-akhir ini pemakaian inti tetoron semakin populer untuk memperbaiki sifat perubahan panjang sabuk karena kelembabandan ELEMEN MESIN
38
karena pembebanan. Dalam proses pembuatan sabuk, inti tetoron dapat mengerut pada waktu pendinginan, sehingga perlu proses khusus untuk memperbaikinya. Ada juga proses yang membiarkan pengerutan tersebut dengan perhitungan panas dan memulihkan bentuknya ke keadaan semula.
Gambar 2.1 Konstruksi sabuk V (Sumber : Sularso 1978;164)
Gambar 2.2 Ukuran penampang sabuk V (Sumber : Sularso 1978:164)
ELEMEN MESIN
39
Tabel 2.1 Faktor Koreksi V Belt
(Sumber; Sularso 1978:163)
2.2 Macam-macam jenis sabuk Sularso (1978) menyatakan transmisi dengan elemen mesin yang luwes dapat digolongkan atas transmisi sabuk, transmisi rantai dan transmisi kabel atau tali. Transmisi sabuk dapat dibagi menjadi 3 kelompok : 1. Sabuk rata di pasang pada puli silinder dan meneruskan momen antara dua poros yang jaraknya dapat sampai 10 m dengan perbandingan putaran antara 1/1 sampai 6/1. 2. Sabuk dengan penampang trapesium dipasang pada puli dengan alur dan meneruskan momen antara dua poros yang jaraknya dapat mencapai 5 m dengan perbandinga putaran antara 1/1 sampai 7/1. 3. Sabuk dengan gigi yang digerakan secara tepat dengan perbandingan antara 1/1 sampai 6/1. ELEMEN MESIN
40
Made (2005) menyatakan sabuk penggerak datar memberikan fleksibel, menyerap hentakan, pemindahan kekuatan yang efisien pada kecepatan tinggi, tahan tehadap kikisan panas dan harganya murah. Selain itu sabuk datar ini juga dapat dipakai pada puli yang kecil. Kelemahan dari sabuk ini adalah karena sabuk ditentukan untuk tekanan yang tinggi, maka menyebabkan beban yang besar bagi batalan . Adapun tipe dari sabuk penggerak datar ini yaitu : 1. Sabuk terbuka Sabuk ini digunakan untuk menghubungkan dua poros sejajar dan berputar dengan arah yang sama. Jika jarak diantara kedua sumbu besar, maka sisi kencang sabuk ditempatkan pada bagian bawah.
2. Sabuk silang Sabuk ini digunakan untuk dua poros sejajar dengan putaran berlawanan arah. Untuk menghindari sobekan keausan, jarak kedua poros maksimum 20b, dimana b adalah lebar sabuk dengan kecepatan di bawah 15 (m/s2).
3. Sabuk perempatan putaran Sabuk perempat putaran digunakan pada poros yang tegak lurus dan berputar pada satu arah tertentu. Jika dikehendaki arah lain maka perlu puli pengarah. Untuk mencegah lepasnya sabuk, lebar bidang singgung puli harus lebih besar atau sama dengan 1,4 lebar sabuk.
4. Sabuk dengan puli pengencang Sabuk ini digunakan pada poros sejajar dengan sudut kontak kecil pada puli kecil.
5. Sabuk kompon Digunakan untuk meneruskan daya dari poros satu ke poros lainnya melalui beberapa puli.
6. Sabuk dengan puli pelepas
ELEMEN MESIN
41
Sabuk ini digunakan jika dikehendaki menghentikan atau menjalankan poros mesin tanpa mempengaruhi puli penggerak. Puli yang dipasak pada poros mesin dan yang berputar pada kecepatan sama poros mesin disebut test pulley. Puli yang berputar bebas disebut a loose pulley. Daya rencana dihitung dengan mengalikan daya yang akan diteruskan dengan factor koreksi.
Tabel 2.2 Macam – macam Sabuk V Gilir
(Sumber : Sularso 1978:187)
Berbagai macam sabuk transmisi daya yaitu: a. Sabuk V standar (berlapis tunggal dan banyak), murah dan pasaranya murah, digunakan untuk mesin-mesin industri umum. Batas temperatur sampai 600 C. b. Sabuk V unggul (berlapis tunggal dan banyak). Tahan panas, minyak, dan listrik statis, kekuatan tinggi. Untuk tugas berat dan jumlah sabuk sedikit. Batas temperatur sampai 900 C. c. Sabuk V penampang pendek. Tahan lenturan dan kecepatan tinggi. Untuk otomobil dan puli dengan diameter kecil. Batas temperatur sampai 900 C.
ELEMEN MESIN
42
d. Sabuk V tugas ringan (tipe L). Tahan lenturan dan kecepatan tinggi. Untuk mesin-mesin pertaanian. Puli penegang pada keliling luar sabuk dapat dipakai. Batas temperatur sampai 600 C (untuk temperatur lebih dari 600 C lebih baik dipakai sabuk V unggul). e. Sabuk V sempit dapat mentransmisikan daya besar, untuk mesin-mesin industri umum. Batas temperatur sampai 900 C. f. Sabuk V sudut lebar untuk transmisi kecepatan tinggi dan daya besar dengan puli kecil dan sempit. Untuk otomobil, batas temperatur sampai 800 C. g. Sabuk V putaran variabel, tahan lenturan dan tekanan samping. Untuk penurun putaran variabel. Batas temperatur sampai 900 C. h. Sabuk gigi penampang pendek, tahan lenturan dan kecepatan tinggi. Untuk otomobil besar, batas temperatur sampai 900 C. i. Sabuk segi enam untuk menggerakan poros banyak. Untuk mesin pertanian dan mesin industri. Batas temperatur sampai 600 C. j. Sabuk bergigi (sabuk gilir) tidak slip, dapat dipakai untuk penggerak sinkron. Untuk komputer, mesin perkakas, otomobil, dsb. Batas temperatur sampai 800 C. k. Sabuk berusuk banyak, dapat menghasilkan putaran dengan kecepatan sudut yang hampir tetap. Untuk mesin perkakas, batas temperatur sampai 800 C. l. Sabuk berlapis kulit dan nilon, untuk transmisi putaran tinggi dan jarak poros tetap. Untuk mesin kertas, mesin tekstil, dsb. Batas temperatur sampai 800 C.
2.3 Parameter Sabuk A. Transmisi sabuk V Sularso (1987) menyatakan transmisi sabuk-V hanya dapat menghubungkan poros-poros yang sejajar dengan putaran yang sama. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi atau rantai, sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara. Untuk mempertinggi daya yang ditransmisikan dapat dipakai beberapa sabuk-V yang dipasang sebelah-menyebelah. Jarak sumbu poros harus sebesar 1,5 – 2 kali diameter puli besar.
ELEMEN MESIN
43
Tabel 2.3 Ukuran Puli -V
Diameter nominal Penampang (diameter sabuk –V
lingkaran Α(0)
W*
L̥
K
K ̥
e
F
jarak bagi dp) A
71-100
34
11,95
9,2
4,5
8,0
15,0
10,0
B
125-160
34
15,86
12,5
5,5
9,5
19,0
12,5
C
200-250
34
21,18
16,9
7,0
12,0
25,5
17,0
D
355-450
36
30,77
24,6
9,5
15,5
37,0
24,0
E
500-630
36
36,95
28,7
12,7
19,3
44,5
29,0
(Sumber : Sularso 1978 : 166)
Putaran puli penggerak dan yang digerakkan berturut-turut adalah n1 (rpm) dan n2 (rpm), dan diameter nominal masing-masing adalah dp (mm) dan Dp (mm) serta perbandingan putaran U dinyatakan dengan n2/n1 atau dp/Dp. Karena sabukV biasanya dipakai untuk menurunkan putaran, maka perbandingan yang umum dipakai ialah perbandingan reduksi i (i > 1) dimana:
ELEMEN MESIN
44
ELEMEN MESIN
45
Tabel 2.4 Panjang Sabuk V Standar
(Sumber : Sularso 1978 : 168)
ELEMEN MESIN
46
Kecepatan linier sabuk V adalah
Jarak sumbu poros dan panjang keliling ssabuk berturut-turut adalah C (mm) dan L (mm).
Dalam perdagangan terdapat bermacam-macam ukuran sabuk. Namun mendapatkan sabuk yang panjangnya sama dengan hasil perhitungan umumnya sukar. Jarak sumbu poros C dapat dinyatakan sebagai berikut:
Sularso (1978) menyatakan sudut lilit atau sudut kontak θ dari sabuk pada alur puli penggerak harus diusahakan sebesar mungkin untuk memperbesar panjang kontak antara sabuk dan puli. Gaya gesekan berkurang dengan mengecilnya θ sehingga menimbulkan slip antara sabuk dan puli. Jika jarak poros adalah pendek sedangkan perbandingan reduksinya besar, maka sudut kontak dan puli kecil (puli penggerak akan menjadi kecil). Dalam hal ini dapat di pakai sebuah puli penegang untuk memperbesar sudut kontak tersebut. Bila sabuk dalam keadaan diam atau tidak meneruskan momen, maka tegangan di seluruh panjang sabuk adalah sama. Tegangan ini disebut tegangan awal. Bila sabuk mulai bekerja meneruskan momen, tegangan akan bertambah pada sisi tarik (bagian panjang sabuk yang menarik) dan berkurang pada sisi kendor (bagian panjang sabuk yang tidak menarik).
ELEMEN MESIN
47
Setiap produsen sabuk mempunyai katalog yang berisi daftar untuk memilih sabuk. tabel dibawah ini menunjukan kapasitas dari daya yang ditransmisikan untuk satu sabuk bila dipakai puli dengan diameter minimum yang dianjurkan. Tabel 2.5 Kapasitas daya yang ditransmisikan untuk sabuk tunggal (kW)
(Sumber : Sularso 1987:172)
Sabuk V sempit akan menjadi lurus pada kedua sisinya bila dipasang pada alur puli. Dengan demikan akan terjadi kontak yang merata dangan puli sehingga keausan pada sisinya dapat dihindari. Tabel 2.6 Kapasitas daya yang ditransmisikan sabuk V sempit tunggal (kW)
(Sumber : Sularso 1987 : 173)
Persamaan-persamaan diatas hanya sesuai untuk sudut kontak θ = 1800. Untuk perbandingan reduksi yang besar dan sudut kontak lebih kecil dari 1800 menurut perhitungan dengan rumus, kapasitas daya yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi yang bersangkutan Kθ. Besarnya sudut kontak diberikan oleh:
ELEMEN MESIN
48
Sularso (1978) menyatakan untuk dapat memelihara tegangan yang cukup dan sesuai pada sabuk, jarak poros puli harus dapat disetel kedalam maupun ke luar. Daerah penyetelan untuk masing-masing penampang sabuk diberikan. Tegangan sabuk dapat diukur dengan timbanga di manaa sabuk ditarik pada titik tengah antara kedua puli. Jika beban untuk melenturkan sabuk sebesar 1,6 (mm) setiap 100 (mm) jarak bentangan terletak antara harga maksimum dan minimum yang diberikan, maka besarnya tegangan sabuk dianggap sesuai. Jika transmisi sabuk dilengkapi dengan puli pengikut untuk memelihara tegangan sabuk, maka puli ini harus dipasang di sebelah dalam dari sisi kendor dekat pada puli besar. Dipandang dari segi ketahanan sabuk, dianjurkan untuk tidak menekan sabuk dari sebelah luarnya. Sularso (1978) menyatakan sudut antara kedua sisi penampang sabuk yang dianggap sesuai adalah sebesar 30 sampai 40 derajat. Semakin kecil sudut ini, gesekan akan semakin besar karena efek baji, sehingga perbandingan tarikan F1/F2 akan lebih besar. Namun demikian kadang-kadang sudut yang kecil pada sabuk sempit atau sabuk standar dapat menyebabkan terbenamnya sabuk kedalam alur puli. Akhir-akhir ini dalam perdagangan diperkenalkan sabuk V dengan sudut lebar, yaitu 60 derajat. Untuk sabuk ini dipakai bahan dengan perpanjangan yang kecil untuk memperbaiki sifat buruk di atas. Tetapi dengan kondisi semacam ini, gesekan dan perbandingan tarikan yang dicapai menjadi lebih rendah. Sifat penting dari sabuk yang perlu diperhatikan adalah perubahan bentuknya karena tekanan samping, dan ketahanan terhadap panas. Bahan yang biasa dipakai adalah karet alam atau sintetis. Pada masa sekarang, telah banyak dipakai karet neopren. Sebagai inti untuk menahan tarikan terutama dipergunakan rayon yang kuat. Tetapi akhir-akhir ini pemakaian inti tetoron dapat dapat mengerut pada waktu pendinginan, sehingga perlu proses khusus untuk memperbaikinya. Ada juga proses yang membiarkan pengerutan tersebut dengan perhitungan bahwa pada waktu dipakai kerja, sabuk akan menjadi panas dan memulihkan bentuknay ke keadaan ELEMEN MESIN
49
semula. Pada umumnya puli dibuat dari besi cor kelabu FC20 atau FC30. Untuk puli kecil dipakai konstruksi plat karena lebih murah.
B. Transmisi Sabuk Gilir Sularso (1978) menyatakan transmisi sabuk gilir yang bekerja atas dasar gesekan belitan mempunyai beberapa keuntungan karena murah harganya, sederhana konstruksinya, dan mudah untuk mendapatkan perbandingan putaran yang diinginkan. Transmisi tersebut telah digunakan dalam semua bidang industri, seperti mesin-mesin pabrik, otomobil, mesin pertanian, alat kedokteran, mesin kantor, alat-alat listrik. Namun demikian, transmisi sabuk tersebut mempunyai kekurangan dibandingkan dengan transmisi rantai dan roda gigi, yaitu karena terjadinya slip antara sabuk dan puli. Karena itu macam transmisi sabuk biasa tidak dapat dipakai bila mana dikehendaki putaran tetap atau perbandingan transmisi yang tetap. Akhir-akhir ini telah dikembangkan macam sabuk yang dapat mengatasi kekuranga tersebut, yaitu “sabuk gilir” (timing belt). Sabuk gilir dibuat dari bahan karet neopron atau plastik poliuretan sebagai bahan cetak, dengan inti dari serat gelas atau kawat baja, serta gigi-gigi yang dicetak secara teliti di permukaan sebelah dalam dari sabuk. karena sabuk gilir dapat melakukan transmisi mengait seprti pada roda gigi atau rantai, maka gerakan dengan perbandingan putaran yang tetap dapat diperoleh. Untuk meneruskan beban berat atau untuk kondisi kerja pada temperatur tinggi (sampai 1200 C), lingkungan asam, basa, atau lembab, dapat dipakai sabuk dari karet neopron. Sabuk poliuretan digunakan untuk transmisi beban ringan, dengan lingkungan gelas umum dipakai sebagai inti. Jika diperlukan kekuatan khusus, dapat dipergunakan kawat baja. Sularso (1987) menyatakan batas maksimum kecepatan sabuk gilir, kurang lebih 35 (m/s), yang berarti lebih tinggi dari pada sabuk V dan daya yang dapat ditransmisikan adalah sampai 60 kW. Sabuk gilir dibut dalam dua tipe, yaitu jenis modul da jenis lingkaran.jarak bagi dinyatakan dalam inch, sedangkan modul dalam milimeter. Sabuk dengan gigi yang digerakan dengan sproket pada jarak antara sumbu poros dapat sampai 2 m dengan penerus putaran secara tepat dengan perbandingan.
ELEMEN MESIN
50
Tabel 2.7 Simbol Standar Puli dan Sabuk
Jenis Penggunaanya 1.
Industri
Simbol
a. Konstrksi berat : A, B, C, D, E, 3V, 5V, 8V b. Konstruksi ringan : 2L, 3L, 4L, 5L
2.
Pertanian
HA, HB, HC, HE, HD
3.
Otomotif
0,38 inchi, 11 / 16 inchi, 1 inchi
(Sumber : Http://gegar88.blogspot.co.id/2011/07/laporan-elemen-mesin-iii.com)
Tabel 2.8 Tipe, ukuran dan pemakaian sabuk gilir
(Sumber : Sularso 1978:180)
Sularso (1978) menyatakan kapasitas daya yang ditransmisikan untuk berbagai macam sabuk telah dihitung dan diberika dalam katalog produsen yang bersangkutan. Bahan puli dan profil gigi harus tahan terhadap tarikan maksimum. Besi cor kelabu (FC 20-30), paduan sinter dalam kelompok tembaga besi, atau baja karbon konstuksi mesin, umumya daipakai sebagai bahan puli. Baja rol konstruksi umum, dapat dipakai untuk puli berukuran besar. Dalam hal ini, baja harus mempunyai kekerasan lebih dari 50 skala brinel. Jumlah gigi puli yang terlalu sedikit dapat mengurang umur sabuk. jumlah minimum yang diizinkan untuk berbagai tipe. Jumlah sudut kontak sabuk adalah θ, ELEMEN MESIN
51
maka jumlah pasang gigi yang terkait (JGT = Jumlah Gigi Terkait) dapat dihitung sebagai berikut: Untuk menjaga agar sabuk tidak bergeser keluar dari puli, salah satu puli harus diberi flens. Jika poros yang dihubungkan dengan sabuk gilir letaknya tegak, maka kedua pulinya harus diberi flens. Penggunaan puli sebaiknya dihindari, kecuali jika memang perlu, karena mengurangi umur sabuk. Sularso (1978) menyatakan seperti pada sabuk V suatu daerah penyetelan juga diperlukan, baik kedalam maupun keluar, untuk memudahkan pemasangan, pembongkaran, dan pengaturantegangan pada waktu operasi.daerah penyetelan standar kedua arah ΔCi, dan ΔCt. Tegangan yang terlalu besar akan membuat permukaannya aus dan intinya terkupas keluar, yang selanjutnya akan memperpendek umurnya. Sebaliknya jika sabuk terlalu kendor sabuk akan bekerja dengan tumbukan yang terus menerus antara gigi sabuk dan gigi puli. Tegangan yang sesuai dapat diperoleh dengan menimbang, dimana gaya tarik tertentu (yang besarnya pada tipe dan lebar sabuk) dikenakan pada tengah-tengah rentangan sabuk, dan disetel lenturannya sebesar 1,6 mm untuk tiap100 mm panjang rentangan.
2.4 Rantai Rantai adalah sebagai pemindah daya dari putaran gear box ke roda, punya peranan penting pada tunggangan. Makanya pengendara harus kenal lebih jauh mengenai jenis keberadaan peranti ini. Seperti kode atau angka yang tercetak di kemasan rantai. Sebagai pemilik motor, harus tahu arti kode itu agar tidak salah pakai rantai. Kode mengandung arti baik untuk kekuatan ataupun ukuran. Sehingga tidak
salah
pilih,
juga
tahu
peruntukannya.
Rantai
digunakan
untuk
mentransmisikan daya dimana jarak kedua poros besardan dikehendaki tidak terjadi slip. Dibandingkan dengan transmisi roda gigi, rantai jauh lebih murah akan tetapi brisik serta kapasitas daya dan kecepatanya lebih kecil .
ELEMEN MESIN
52
Gambar 2.4 Sprockets and chain (Sumber : https://www.scribd.com/doc/47730081/ELEMEN-MESIN-RANTAI)
Rantai sebagian besar digunakan untuk mengirimkan gerakan dan daya dari satu poros ke poros yang lain, seperti ketika jarak pusat antara poros pendek seperti pada sepeda, sepeda motor, mesin pertanian, konveyor, dll dan juga rantai mungkin dapat juga digunakan untuk jarak pusat yang panjang (sampai 8 meter). Sularso (1978) menyatakan rantai transmisi daya dipergunakan dimana jarak poros lebih besar dari pada transmisi roda gigi tetapi lebih pendek dari pada dalam transmisi sabuk. rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip, jadi menjamin perbandingan putaran yang tetap. Rantai sebagai transmisi mempunyai keuntungan-keuntungan seperti : mapu meneruskan daya besar, tidak memerlukan tegangan awal, keausan kecil pada bantalan dan mudah memasangnya.transmisi rantai juga memiliki kekurangan yaitu : variasi kecepatan yang tidak dapat dihindari karena lintasan busur pada sproket yang mengait mata rantai, suara dan getaran karena tumbukan antara rantai dan dasar kaki gigi sproket, dan perpanjangan rantai karena keausan pena dan bus yag diakibatkan oleh gesekan dengan sproket. Deretan angka yang ada pada kemasan atau kotak rantai roda wajib diketahui pemilik motor. Total barisan nomor ada 6 yang juga ada di pelat atas rantai. Itu kode rantai yang artinya panjang dan lebar. Ada juga kode huruf. Ambil contoh jenis-jenis rantai yang biasa dipakai pada sepeda motor memiliki tipe yaitu ukuran rantai 415, 420, 428, 428H dan 520. Untuk rantai ddibawah 428 biasanya diaplikasikan untuk jenis sepeda motor bebek. Sedangkan 428 dan 520 diaplikasikan untuk jenis motor sport. Ambil contoh kode rantai 428H-104 . Angka yang berada di depan atau angka 4 menunjukan jarak antar pin. Pin bisa disebut selongsong yang menyambung antar pelat. Satu angka paling depan ada cara hitungannya sendiri. Kalau di depan
ELEMEN MESIN
53
angka 4 berarti 4/8 inci. “Satuan inci dikonversi ke mm. Per delapan itu patokan internasional,” pasti Mahmud Rosid, ST, Engineering PT FSCM Manufacturing Indonesia (FMI), produsen rantai roda untuk semua merek motor di Indonesia. Berikunya angka kedua dan ketiga punya arti jarak antar pelat dalam. Pelat dalam disebut juga inner plat yang posisinya tepat di bawah pelat atas. Kedua pelat ini bisa kelihatan langsung pakai mata. Angka 28 berarti jarak lebar pelat 7,94 mm. Angka itu didapat dari tabel standar rantai. Huruf H artinya high tension yang perbedaannya di pelat bagian dalam. Rantai dengan kode H berarti pelat dalamnnya lebih tebal dibanding rantai tanpa kode H. Karena pelat dalam lebih tebal. Rantai berkode H punya daya tahan minimum tarikan beban 2,1 ton, sedang kalau tanpa kode H minimum ketahanan tarikan bebannya 1,70 ton. Angka 104 berarti panjang rantai 104 mata. Panjang rantai tidak punya satuan. Angka yang menunjukan panjang rantai berarti jumlah mata rantai tempat masuknya gigi-gigi gir belakang dan depan. Untuk waktu pengecekan pada rantai misalnya pada rantai kendaraan yaitu sebenarnya tidak ada batas untuk penggantian, tetapi para mekanik menyarankan untuk melakukan pemeriksaan pada rantai kendaraan setiap 4000 km. Dengan cara mencuci rantai terlebih dahulu sebelum dilumasi. Untuk memastikan rantai roda harus diganti langkahnya dengan melihat kekenduran rantai. Jika sudah melebihi jarak setelan baut anting-anting tentu harus dilakukan penggantian.
2.5 Macam-macam jenis rantai Sularso (1978) menyatakan jenis-jenis rantai dibagi menjadi dua macam yaitu 1. Rantai roll adalah jenis rantai yang terdiri atas pena, bus, rol dan plat mata rantai. Rantai rol dipakai bila diperlukan transmisi positif dengan kecepatan sampai 600 (m/min), tanpa pembatas bunyi dan murah harganya. Rantai dengan rangkaian tunggal adalah yang paling banyak dipakai. Rangkaian banyak, seperti dua atau tiga rangkaian dipergunakan untuk transmisi beban berat.
ELEMEN MESIN
54
Gambar 2.5.1 Rantai roll (Sumber : https://www.scribd.com/doc/47730081/ELEMEN-MESIN-RANTAI)
Berikut ini adalah beberapa keuntungan dan kelemahan dari rantai roll : a. Keuntungan 1. Tidak memerlukan tegangan awal 2. Keasusan kecil pada bantalan 3. Pemasangan mudah 4. Mampu meneruskan daya besar karena kekuatannya yang besar.
b. Kelemahan 1. Variasi kecepatan yang tak dapat dihindari karena lintasan busur pada sproket yang mengait mata rantai 2. Suara dan getaran karena tumbukan antara rantai dan dasar kaki gigi sproket 3. Perpanjangan rantai karena keausan pena dan bus yang diakibatka oleh gesekan dengan sproket 4. Tak dapat dipakai untuk kecepatan tinggi
ELEMEN MESIN
55
2. Rantai gigi
Gambar 2.6 Rantai Gigi (Sumber : https://www.scribd.com/doc/47730081/ELEMEN-MESIN-RANTAI)
Sularso (1978) menyatakan ada dua macam rantai gigi yang pertama adalah rantai Reynold adalah dimana rantai plat mata rantai rangkap banyak dengan profil khusus dihubungkan dengan pena silindris dan bus yang terbelah. Yang kedua adalah rantai rantai HY-VO dari morse dimana dua buah pena disebut pena sambungan kunci yang mempunyai permukaan cembung dan cekung dipasang sebagai pengganti pena silindris. Pena yang mempunyai permukaan cekung dipasang pada plat mata rantai yang satu pada yang lain.
2.6 Parameter rantai a. Rantai roll Sularso (1978) menyatakan dengan kemajuan teknologi yang terjadi akhirakhir ini, kekuatan rantai semakin meningkat. Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa suatu daerah yang dibatasi oleh dua kurva, yaitu kurva batas ketahanan terhadap tumbukan antara rol dan bus, dan kurva batas las (galling) karena kurang pelumasan antara pena dan bus, adalah sangat penting untuk menentukan kapasitas rantai. Kurva kapasitas baru yang diperoleh berbentuk seperti tenda, sehingga disebut kurva tenda. Untuk memudahkan pemilihan, kurva tenda tersebut diberi nama menurut nomor rantai dan jumlah gigi sproket, dengan putaran (rpm), sproket sebagai sumbu mendatar dan kapasitas transmisi sebagai sumbu tegak.
ELEMEN MESIN
56
Sproket rantai dibuat dari baja karbon untuk ukuran kecil, dan besi cor atau baja cor untuk ukuran besar. Untuk perhitungan kekuatannya belum ada cara yang tetap seperti pada roda gigi. Adapun bentuknya telah distandarkan. Daya yang akan ditransmisikan (kW), putaran poros penggerak dan yang digerakkan (rpm), dan jarak sumbu poros kira-kira (mm), diberikan lebih dahulu. Daya yang di transmisikan perlu dikoreksi menurut mesin yang akan digerakkan dan penggerak mulannya, dengan faktor koreksi. Sularso (1978)Momen lentur akan selalu terjadi pada poros. Karena itu periksalah kekuatan lentur poros bila diameternya telah diberikan. Dengan menggunakan putaran (rpm) dari poros yang berputaran tinggi dan daya yang telah dikoreksi (kW), carilah nomer rantai dan jumlah gigi sproket kecil yang sesuai. Jumlah gigi ini sebaiknya merupakan bilangan ganjil dan lebih dari 15. Jumlah gigi minimum yang diijinkan adalah 13 jumlah gigi untuk sproket besar juga dibatasi, maksimum 114 buah. Perbandingan putaran dapat diijinkan sampai 10/1. Sudut kontak antara rantai dan sproket kecil harus lebih besar dari 1200.
Tabel 2.9 ukuran rantai rol
Nomor
Jarak
Diameter
Lebar
rantai
bagi P
rol R
rol W
40
12,70
7,94
7,95
Nomor
Jarak
Diameter
Lebar
Plat mata rantai
Diameter
rantai
bagi P
rol R
rol W
Tebal T
Lebar H Lebar h
pena D
60
19,05
11,91
12,70
2,4
18,1
5,96
Nomor
Jarak
Diameter Lebar
Plat mata rantai
rantai
bagi P
rol R
Tebal
Lebar
Lebar
T
H
h
2,0
15,0
13,0
50
15,875
10,16
rol W
9,53
Plat mata rantai
Diameter
Tebal T
Lebar H
Lebar h
1,5
12,0
10,4
15,6
pena D 3,97
Diameter pena D
5,09
(Sumber: Sularso 1978:192 dan 193)
ELEMEN MESIN
57
Tabel 2.10 Faktor koreksi f
Tumbukan
Penggerak
Motor
Pemakaian
listik atau Dengan
Tanpa
turbin
trasmisi
transmisi
hidrolik
hidrolik
Transmisi
Konveyor sabuk dan
halus
rantai dengan variasi beban
kecil
Motor torak
1,0
1,2
1,2
1,3
1,2
1,4
1,5
1,4
1,7
pompa
sentrifugal dan blower, mesin tekstil umum, mesin industri umum dengan variasi beban kecil Tumbukan
Kompresor sentrifugal,
sedang
propeler
konveyor
dengan sedikit variasi beban, tanur otomatis, pengering, penghancur, mesin perkakas umum, alat alat besar umum, alat kertas umum Tumbukan
Pres,
berat
mesin bor
penghancur, pertambangan, minyak
bumi,
penvampur karet, rol, mesin mesin
penggentar, mesin
umum
dengan putaran dapat dibalik
atau
beban
tumbukan
(Sumber : Sularso 1978:196)
ELEMEN MESIN
58
b. Rantai Gigi Sebagai hasil dari penelitian khusus bahan sambungan kunci diberi perlakuan panas sehingga permukaan yang relatif kecil itu dapat menahan tekanan besar dari kontak gelinding, beban maksimum yang diizinkan untuk rantai HY-VO diambil lebih kecil dari 1/3 kali batas kekuatan rata-ratanya Fa (kg). Harga ini harus semakin diperkecil pada kecepataan yang semakin tinggi. Pada rantai konvensionil besar faktor keamanan (faktor keamanan lama) diambil lebih dari 50. Beban maksimum yang diizinkan Fsa (kg) diberikan oleh persamaan : Fsa = 1,06p . Wb (kg) Dimana p = jarak bagi rantai (mm) dan Wb = lebar rantai (mm)
Tabel 2.11 Ukuran utama dan kekuatan rantai gigi (rantai HY-VO)
(Sumber : Sularso 1978:202)
Sularso (1978) menyatakan persamaan untuk kecepataan rantai adalah sama dengan pada rantai nol. Jika berat rantai untuk setiap satuan panjang adalah
w
(kg/mm) maka besarnya gaya tarik pada rantai karena sentrifugal saja adalah (w/g)(v/60)2 (kg) jadi beban rantai terdiri atas beban tarikan untuk trasmisi daya ditambah tarikan atau tegangan karena gaya sentrifugal tetapi dengan dipakainya faktor keamanan yang cukup besar, beban tambahan karena gaya sentrifugal tersebut tidak perlu diperhitungkan.
ELEMEN MESIN
59
Beban kerja yang diperoleh dari persamaan harus memenuhi syarat berikut ini. F≦Fsa=Fb/Sfe
Tabel 2.12 kapasitas daya yang ditranmisikan P o pada awal gigi (kW setiap 25,4 mm lebar rantai)
(Sumber : 1978:203)
Sularso (1978) menyatakan jarak sumbu poros maksimum yang diizinkan adalah 60 kalijarak bagi rantai dan besarnya sudut kontak harus lebih besar dari 1200. Jumlah maksimum gigi spoket adalah 21, namun jumlah dalam anhka ganjil seperti 27 adalah lebih baik. Perbandingan putaran ditentukan oleh jarak sumbu poros dan sumbu kontak. Untuk menghitung panjang rantai dapat dipergunakan persamaan dari rantai rol. Hasil perhitungan dibulatkan keatas menjadi bilangan genap yang menyatakan jumlah mata rantai dengan memakai harga ini untuk L (jumlah mata rantai) Cp dapat dihitung dengan persamaan. Jarak sumbu poros untuk rantai gigi harus lebih tepat dari pada rantai roll dan dapat dihitung dengan menggunakan faktor koreksi K menurut persamaan berikut : 𝐶=
𝐶𝑝 𝑋 𝑃 𝐾
Kekendoraan yang diizinkan adalah kurang dari 2(%) dari jarak rentang rantai susunan poros yang dianggap baik adalah seperti pada rantai rol. Cara pelumasaan pada umumnya menggunakan pelumasaan celup untuk kecepataan kurang dari 600 (m/min) dari pelumasaan pompa untuk kecepataan rantai lebih dari 600 9m/min) bahan pelumasaan harus mempunyai mutu baik seperti minyak turbin yang diberikan xat pencegahan oksidasi atau karat dan mempunyai viskositas lebih rendah dari pada minyak turbin untuk rantai rol. ELEMEN MESIN
60
Sebagai patkan SAE 10 (43 cSt, 200 SUS pada 37,80 C) untuk tramisi pada temperatur normal, pada SAE 20 (65 cSt, 300 SUS pada 37,80 C) untuk temperatur 30 sampai 600C. Bila pusat-pusat lengkungan sambungan kunci saling dihubungkan dalam keadaan rantai sedang membelit sproket akan berbentuk sebuah segi banyak. Garisgaris yang menghubungkan pusat-pusat lengkungan sambungan kunci disebut garis dasar rantai, yang merupakan dasar dari analisa gerakan rantai. Jika diameter jarak bagi didefinisikan sebagai 2 kali jarak antara titik sudut segi banyak dan pusatnya.
ELEMEN MESIN
61
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pada Bab II telah dipaparkan secara rinci penjelasan tentang: Sabuk dan rantai, sabuk penggerak adalah suatu peralatan dari mesin yang bekerjanya berdasarkan dari gesekan. Dan rantai adalah roda bergerigi yang yang berpasangan dengan rantai, tarack atau benda panjang yang bergerigi lainnya. Berdasarkan dari pembahasan tersebut dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut. a) Sabuk dan rantai adalah merupakan komponen yang terpenting yang ada di dalam sebuah sepeda motor untuk alat penggeraknya. b) Sabuk dan rantai mempunyai berbagai macam-macam jenis dan fungsi yang berbeda-beda sesuai kegunaannya. c) Sabuk dan rantai juga mempunyai beberapa jenis parameter sesuai dengan kegunaannya.
3.2 Saran Berdasarkan pada simpulan yang dikemukakan di atas, ada sejumlah saran yang perlu disampaikan kepada pembaca untuk mengetahui apa kegunaan dari sabuk dan rantai, macam-macamnya dan juga parameter sabuk dan rantai.
ELEMEN MESIN
62
UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG ELEMEN MESIN
63
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makna sambungan yang difahami dalam bidang pemesinan, tidak jauh berbeda dengan apa yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu menghubungkan antara satu benda dengan lainnya. Sebagaimana yang diketahui, manusia tidak dapat memproduksi sesuatu dalam sekali kerja. Hal ini tidak lain karena keterbatasan manusia dalam menjalani prosesnya. Makanya benda yang dibuat manusia umumnya terdiri dari berbagai komponen, yang dibuat melalui proses pengerjaan dan perlakuan yang berbeda. Sehingga untuk
dapat
merangkainya menjadi sebuah benda utuh, dibutuhkanlah elemen penyambung. Menilik fungsinya, elemen penyambung sudah pasti akan ikut mengalami pembebanan saat benda yang dirangkainya dikenai beban. Ukurannya yang lebih kecil dari elemen yang disambung mengakibatkan beban terkonsentrasi padanya. Efek konsentrasi beban inilah yang harus diantisipasi saat merancang sambungan, karena sudah tentu akan bersifat merusak. Ada dua macam sambungan yang dikenal secara umum yaitu sambungan tidak tetap dan sambungan tetap. Sambungan tidak tetap antara lain pengelasan, paku rivet, dan solder, sementara sambungan tidak tetap yaitu mur, baut, dan pasak. Sementara makalah ini dibuat berfokuskan pada sambungan mur dan baut. Sistem sambungan dengan menggunakan Mur & Baut termasuk sambungan yang dapat dibuka tanpa merusak bagian yang disambung serta alat penyambung ini sendiri. Penyambungan dengan mur dan baut ini paling banyak digunakan sampai saat ini, misalnya sambungan pada konstruksi dan alat pemesinan. Bagian– bagian terpenting dari mur dan baut adalah ulir. Ulir adalah suatu yang diputar disekeliling silinder dengan sudut kemiringan tertentu. Bentuk ulir dapat terjadi bila sebuah lembaran berbentuk segitiga digulung pada sebuah silinder. Dalam pemakaiannya ulir selalu bekerja dalam pasangan antara ulir luar dan ulir dalam. Ulir pengikat pada umumnya mempunyai profil penampang berbentuk segitiga sama kaki . Jarak antara satu puncak dengan puncak berikutnya dari profil ulir disebut jarak bagi (P).
ELEMEN MESIN
64
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian dari sambungan? 2. Apa saja macam-macam sambungan? 3. Apa yang dimaksud sambungan tidak tetap? 4. Apa yang dimaksud mur? 5. Apa yang di maksud baut?
1.3 Tujuan 1. Mengetahui pengertian dari sambungan. 2. Mengetahui macam-macam sambungan. 3. Mengetahui pengertian sambungan tidak tetap. 4. Mengetahui pengertian mur dan baut.
ELEMEN MESIN
65
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Sambungan Mesin atau konstruksi terdiri dari beberapa bagian, yang mana bagian yang satu dengan yang lain akan dihubungkan. Salah satu cara untuk menghubungkan suku bagian-suku bagian tersebut adalah dengan cara memberikan sambungan. Sambungan adalah hasil dari penyatuan beberapa bagian atau konstruksi dengan menggunakan suatu cara tertentu. 2.2 Macam - Macam Sambungan a. Sambungan Tetap Adalah sambungan yang hanya dapat dilepas dengan cara merusaknya. Contohnya: sambungan keling dan sambungan las. b. Sambungan Paku Keling Paku keling adalah batang silinder pendek dengan sebuah kepala di bagian atas, silinder tengah sebagai badan dan bagian bawahnya yang berbentuk kerucut terpancung sebagai ekor, seperti gambar di bawah. Konsruksi kepala (head) dan ekor (tail) dipatenkan agar permanen dalam menahan kedudukan paku keling pada posisinya. Badan (body) dirancang untuk kuat mengikat sambungan dan menahan beban kerja yang diterima benda yang disambung saat berfungsi. c. Sambungan Las Mengelas adalah menyambung dua bagian logam dengan cara memanaskan sampai suhu lebur dengan memakai bahan pengisi atau tanpa bahan pengisi. Sistem sambungan las ini termasuk jenis sambungan tetap dimana pada konstruksi dan alat permesinan, sambungan las in i sangat banyak digunakan. d. Sambungan tidak tetap Adalah sambungan yang dapat kita lepas dan dapat kita bongkar tanpa merusak sesuatu. Contohnya sambungan mur, baut, sambungan pasak, dan sambungan pena. 2.2.1 Pengertian Ulir pada Sambungan Mur dan Baut Sambungan ulir adalah sambungan yang menggunakan kontruksi ulir untuk mengikat dua atau lebih komponen permesinan. Sambungan Ulir merupakan jenis dari sambungan semi permanen (dapat dibongkar pasang). Sambungan ulir ELEMEN MESIN
66
digunakan pada sambungan yang tidak permanen. Ulir disebut tunggal atau satu jalan bila hanya satu jalur yang melilit silinder, dan disebut 2 atau 3 jalan bila ada 2 atau 3 jalur. Jarak antara puncak-puncak yang berbeda satu putaran dari satu jalur disebut kisar. Kisar pada ulir tunggal kisar pada ulir tunggal adalah sama dengan jarak baginya, sedangkan untuk ulir ganda dan tripal besarnya kisar berturut–turut sama dengan dua kali atau tiga kali jarak baginya. Ulir juga dapat berupa ulir kanan dan ulir kiri, dimana ulir kanan bergerak maju bila diputar searah jarum jam sedangkan ulir kiri diputar searah jarum jam akan bergerak mundur.Pada gambar dibawah ini diperlihatkan bentuk ulir kanan, ulir kiri, ulir tunggal, ganda dan ulir tripal.
Gambar 2.1 Jenis ulir (Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)
Pada saat ini ulir yang terdapat didalam perdagangan, ada dua standard yang dipakai yaitu: a. Standard British Witworth Merupakan ulir segitiga dengan sudut puncak 55° dan keseluruhan dimensi dalam satuan british (inchi). Simbol dari ulir ini adalah "W", contohnya W ⅜" x 20 TPI adalah ulir whitworth dengan diameter ⅜" dan terdapat 20 Thread per Inch (jumlah puncak ulir tiap jarak 1 inchi).
ELEMEN MESIN
67
Tabel 2.1 : Standard British Witworth
b. Standard Metris (SI) Merupakan ulir segitiga dengan sudut puncak 60° dan keseluruhan dimensi dalam satuan metris. Simbol dari ulir ini adalah "M" contohnya M8 x 1,25 adalah ulir metris dengan diameter 8 mm dan pitch 1,25 mm
ELEMEN MESIN
68
Tabel 2.2 : Standard Metris (SI)
ELEMEN MESIN
69
Tabel 2.3 : Ulir dan Baut
ELEMEN MESIN
70
2.2.2 Sambungan Baut Sambungan baut merupakan sambungan yang paling sederhana dan paling tua dari sambungan konstruksi mesin. Sambungan ini dilakukan dengan cara suatu pasal melintang atau baut dipasang pada suatu lubang, yang menembus masuk bagian konstruksi yang disambung. Baut adalah suatu batang atau tabung dengan alur heliks pada permukaannya. Penggunaan utamanya adalah sebagai pengikat (fastener) untuk menahan dua obyek bersama, dan sebagai pesawat sederhana untuk mengubah torsi (torque) menjadi gaya linear. Baut dapat juga didefinisikan sebagai bidang miring yang membungkus suatu batang. Sambungan skrup/baut dan mur merupakan sambungan yang tidak tetap artinya sewaktu-waktu sambungan ini dapat dibuka. Gambar 2.2 Baut dan Mur (Sumber:
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/236449231?extension=pdf&ft=1477429208 <=1477432818&user_id=332242808&uahk=3CIZuQ7YeQ+JArHYI0ZFFp80KZshtml)
Baut, mur dan screw mempunyai ulir sebagai pengikat. Ulir digolongkan menurut bentuk profil penampangnya diantaranya: ulir segitiga, persegi, trapesium, gigi gergaji dan bulat. Baut, mur dan screw digolongkan menurut bentuk kepalanya yakni segi enam, soket segi enam dan kepala persegi.
Bila ditijau dari segi penggunaannya baut dapat dibedakan terdiri dari: 1. Baut penjepit yang terdiridari 3 macam: a. Baut biasa (baut tembus)
c. Baut tap
b. Baut tanam ELEMEN MESIN
71
Gambar 2.3 Baut Penjepit (Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)
2. Baut untuk pamakaian khusus a. Baut Pondasi, yang digunakan untuk memasang mesin atau bangunan pada pondasinya. b. Baut Penahan, untuk menahan dua bagian dalam jarak yang tetap. c. Baut Mata atau Baut Kait, untuk peralatan kaitan mesin pengangkat. d. Baut T, untuk mengikat benda kerja atau peralatan pada meja yang dasarnya mempunyai alur T. e. Baut Kereta, dipakai pada kendaraan.
Gambar 2.4 Macam-macam baut untuk pemakaian khusus (Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur)
ELEMEN MESIN
72
3. Sekrup dengan bermacam-macam bentuk kepala
Gambar 2.5 Skrup dengan bermacam-macam bentuk kepala (Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)
a) Macam kepala bulat alur silang b) Macam kepala beralur lurus c) Macam panci d) Macam kepala rata alur silang e) Macam kepala lonjong
4. Sekrup Penetap Sekrup penetap ini, digunakan untuk menetepkan naf pada porosnya, sedang bentuk ujungnya disesuaikan dengan penggunaannya
ELEMEN MESIN
73
Gambar 2.6 Srup penetap (Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)
2.2.2.2 Sambungan Mur Pada umumnya mur mempunyai bentuk segienam, tetapi untuk pemakaian khusus dapat dipakai mur dengan bentuk bermacam-macam, misalnya mur bulat, mur flens, mur tutup, mur mahkota, dan mur kuping.
Gambar 2.7 Srup penetap (Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)
ELEMEN MESIN
74
2.2.2.3 Pemilihan Mur dan Baut Baut dan mur merupakan alat pengikat yang sangat penting, untuk mencegah timbulnya kerusakan pada mesin. Pemeilihan baut dan mur sebagai alat pengikat, harus disesuaikan dengan gaya yang mungkin akan menimbulkan baut dan mur tersebut putus atau rusak. Dalam perencanaan baut dan mur, kemungkinan kerusakan yang mungkin timbul yaitu:
Gambar 2.8 Kerusakan pada baut (Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)
a. Putus karena mendapat beban tarikan b. Putus karena mendapat beban puntir c. Putus karena mendapat beban geser d. Ulir dari baut dan mur putus tergeser Kemungkinan gaya-gaya yang bekerja pada baut dan mur: 1. Beban statis aksial murni 2. Beban aksial, bersama dengan puntir 3. Bebangeser 4. Beban tumbukan aksial
1. Bila ditinjau untuk baut, mendapat pembebanan statis murni
σt = F/A dimana luas penampang kemungkinan putus adalah penampang terkecil (dc) maka: A = π/4 dc² → σt = 4F/ π dc² Umumnya diameter terkecil = 0,8x diameter terbesar dari ulir luar: dc = 0,8 d
ELEMEN MESIN
75
2. Bila tinjau kemungkinan putus terpuntir, waktu mengunci baut tersebut: T/J = τp /r = GO / L → T = J/r τp; dimana: J = π/32 . r = ½ d.c
3. Kemungkinan putus tergeser dimana baut tersebut akan putus tergeser di sebabkan gaya atau tergeser (gambar) tergeser di f1 f2
Gambar 2.9 Kerusakan pada baut (Sumber: https://yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/baut-dan-mur1.pdf)
ELEMEN MESIN
76
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sambungan pada elemen mesin ada dua jenis yaitu sambungan tetap dan sambungan tidak tetap. Pada sambungan tetap terdapat sambungan Pengelasan, rivet dan solder, sementara pada sambungan tidak tetap terdapat sambungan mur baut, dan sambungan pasak. Pada sambungan mur dan baut umumnya terdapat ulir yang berbentuk segi tiga digulung pada sebuah silinder. Dalam pemakaiannya, ulir selalu bekerja dalam pasangan antara ulir luar dan dalam. Dalam pemilihan pada mur dan baut perlu diperhatikan seperti sifat gaya yang bekerja pada baut, syarat kerja, kekuatan bahan, kelas ketelitian, dll. Gaya-gaya yang terjadi pada baut dapat berupa beban statis aksial murni, beban geser, beban tumbukan aksial, dll.
ELEMEN MESIN
77
UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG UNIVERSITAS NEGERI MALANG ELEMEN MESIN
78
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peran gear dalam kendaraan maupun dunia industry sangat penting dalam menghubungkan atau meneruskan putaran daya yang dihasilkan dari proses energy kinetic menjadi energy mekanik. sehingga dengan kemajuan teknologi ,ilmu pengetahuan
dan
pertumbuhan
penduduk
maka
tak
hentinya
manusia
mengembangkan teknologi baru yang berbagai macam tipe dan lebih modern. Pengembangan teknologi roda gigi sangat dibutuhkan untuk mengimbangi pertumbuhan teknologi, terutama sekali mesin yang ada kaitannya dengan transmisi roda gigi. Hal ini dapat dilihat pada pengembangan sistem pengoperasian roda gigi yang dimulai dengan sistem pengoperasian yang manual, semi otomatis dan otomatis. Di dalam aplikasi penggunaan transmisi roda gigi sering dijumpai beberapa masalah, misalnya patah pada kepala roda gigi, ausnya lubang poros pada roda gigi dan timbulnya suara berisik pada roda gigi, maka diperlukan perencanaan roda gigi untuk mengatasi masalah yang terjadi pada transmisi roda gigi. 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam perencanaan transmisi ini adalah untuk mengetahui hasil rancangan transmisi pada rpm 2500 dengan daya 235 ps. 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui terjadinya keausan pada transmisi 2. Untuk megetahui efisiensi gear pada transmisi. 3. Untuk mengetahui penyebab patah kepala roda gigi
1.4 Manfaat Manfaat perencanaan ini antara lain : 1. Mengembangkan rancangan transmisi yang dipengaruhi oleh daya dan putaran 2. Mengembangkan teori dan teknologi perencanaan transmisi roda gigi. 3. Meningkatkan kualitas keamanan dan kenyamanan suatu transmisi
ELEMEN MESIN
79
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pegertian Transmisi Transmisi pada umumnya dimaksudkan adalah sebagai suatu mekanisme yang dipergunakan untuk memindahkan gerakan elemen mesin yang satu ke gerakan elemen mesin yang kedua. Dalam kebanyakan hal poros akan sejajar satu sama lain. Tetapi garis sumbunya dapat juga saling memotong atau saling menyilang, ada juga kemungkinan poros itu terletak sejajar, seperti terlihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1. Transmisi
Secara garis besar transmisi putar dapat di bagi atas : a. Transmisi langsung, dimana sebuah piringan atau roda pada poros yang satu dapat menggerakkan roda yang serupa pada poros kedua melalui kontak langsung. Dalam kategori ini termasuk roda gesek dan roda gigi, seperti terlihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 : Perpindahan oleh dua buah roda.
ELEMEN MESIN
80
b. Transmisi tidak langsung, perpindahan di mana suatu elemen sebagai penghubung antara sabuk atau rantai menggerakkan poros kedua. Transmisi jenis ini digunakan bilamana jarak antara kedua poros cukup besar, sebab kalau di terapkan perpindahan langsung, roda akan menjadi tidak praktis besarnya, seperti yang terlihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2 : Perpindahan oleh sabuk atau rantai.
Pada roda gesek dan sabuk, yang memindahkan gerakan poros yang satu ke poros yang lain ialah gaya gesek. Keuntungannya ialah jika ada beban lebih akan terjadi slip, jadi gaya tersebut agak bekerja seperti kopling slip, karena sabuk bersifat elastic maka dapat meredam tumbukan dan getaran. Kerugiannya ialah jumlah putaran poros yang digerakkan tidak seluruhnya dapat di tentukan karena slip. Pada roda gigi, rantai dan sabuk bergigi mempunyai sistem gigi sehingga gerakan menjadi dipaksakan atau tanpa terjadi slip. Dalam suatu sistem transmisi, roda gigi merupakan elemen yang paling banyak diterapkan karena cocok untuk memindahkan daya yang sangat besar pada kecepatan putaran tingi. Namun roda gigi memerlukan ketelitian yang lebih besar dalam pembuatan, pemasangan dan pemeliharaan.
2.2 Klasifikasi Roda Gigi Menurut letak poros, arah putaran dan bentuk jalur gigi, roda gigi diklasifikasikan menjadi tiga yaitu : 1. Roda Gigi Dengan Poros Sejajar. Adalah roda gigi di mana giginya berjajar pada dua bidang silinder (jarak bagi lingkaran), kedua bidang tersebut bersinggungan dan yang satu menggelinding pada yang lain dengan sumbu yang tetap sejajar.
ELEMEN MESIN
81
a. Roda Gigi Lurus. Merupakan roda gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar poros. Pembuatannya paling mudah, tetapi menghasilkan gaya aksial sehingga cocok di pilih untuk gaya keliling besar. Namun memiliki sifak bising pada putaran tinggi.
Gambar 2.2.1.a : Roda gigi lurus.
b. Roda Gigi Miring. Mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada jarak bagi lingkar. Pada roda gigi miring, jumlah pasangan gigi saling membuat perbandingan kontak yang lebih besar dari pada roda gigi lurus, sehingga pemindahan putaran dapat berlangsung dengan halus, sangat cocok untuk mentransmisikan putaran tinggi dan beban besar. Roda gigi miring memerlukan kotak roda gigi yang lebih kokoh, karena jalur gigi yang berbentuk ulir tersebut menimbulkan gaya reaksi yang sejajar dengan poros.
Gambar 2.4 : Roda gigi miring.
Gambar 2.2.1.b : Roda gigi miring
c. Roda Gigi Miring Ganda. Mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada jarak bagi lingkar yang lebih luas dari pada gigi lurus. Roda gigi ini dapat memindahkan perbandingan reduksi, kecepatan keliling dan daya yang besar, tetapi pembuatannya agak sukar.
ELEMEN MESIN
82
Gambar 2.2.1.c : Roda gigi miring ganda
d. Roda Gigi Dalam. Dipakai jika diinginkan alat transmisi dengan ukuran kecil, dengan perbandingan reduksi besar karena pinyon terletak di dalam roda gigi. Baik untuk mentransmisikan putaran dengan ruduksi yang besar.
Gambar 2.2.1.d : Roda gigi dalam
e. Pinyon dan Batang Bergigi. Pasangan antara batang bergigi dan pinyon di gunakan untuk merubah gerakan putaran menjadi gerak lurus atau sebaliknya gerak lurus menjadi gerak putar.
Gambar 2.2.1.e : Pinyon dan batang bergigi.
ELEMEN MESIN
83
2. Roda Gigi Dengan Sumbu Berpotongan. Bentuk dasarnya adalah dua buah kerucut dengan puncak gabungan yang saling menyinggung menuru sebuah garis lurus. a. Roda Gigi Kerucut Lurus. Roda gigi kerucut lurus dengan gigi lurus adalah yang paling banyak di buat dan paling sering digunakan tetapi sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang kecil. Konstruksi tidak memungkinkan pemasangan bantalan pada kedua ujung poros – porosnya.
Gambar 2.2.2.a : Roda gigi kerucut lurus
b. Roda Gigi Kerucut Spiral. Mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar dari pada roda gigi kerucut lurus, sehingga dapat meneruskan putaran tinggi dan beban besar. Sudut poros roda gigi kerucut spiral biasanya di buat 90 Derajat.
Gambar 2.2.2.b: Roda gigi kerucut spiral.
c. Roda Gigi Permukaan. Cocok untuk memindahkan daya besar, namun berisik pada putaran tinggi karena perbandingan kontaknya yang kecil.
ELEMEN MESIN
84
Gambar 2.2.2.c : Roda gigi permukaan.
3. Roda Gigi Poros Bersilang. Bentuk dasarnya ialah dua buah silinder atau kerucut yang letak porosnya saling bersilangan satu sama lain. a. Roda Gigi Miring Silang. Roda gigi miring silang mempunyai perbandingan bidang kontak yang besar sehingga cocok mentransmisikan putaran tinggi.
Gambar 2.2.3.a : Roda gigi miring bersilang.
b. Roda Gigi Cacing Silindris. Dapat meneruskan putaran dengan perbandingan reduksi yang besar namun berisik pada putaran tinggi.
Gambar 2.2.3.b Roda gigi cacing silindris. ELEMEN MESIN
85
c. Roda Gigi Cacing Globoid. Dapat meneruskan putaran dengan perbandingan reduksi yang besar dan mampu mentransmisikan daya yang lebih besar bila di bandingkan dengan roda gigi cacing silindris karena roda gigi cacing globoid mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar.
Gambar 2.2.3.c : Roda gigi cacing globoid.
d. Roda Gigi Hipoid. Mempunyai jalur gigi yang berbentuk spiral pada bidang kerucut yang sumbunya bersilang dan pemindahan daya pada permukaan gigi berlangsung secara meluncur dan menggelinding, lihat pada gambar 2.14.
Gambar 2.2.3.d : Roda gigi hipoid.
2.3 Nama-Nama Bagian Roda Gigi. Nama – nama bagian roda gigi dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini, sedangkan ukuran gigi dinyatakan dengan “ Jarak Bagi Lingkar “, jarak sepanjang lingkaran jarak bagi antara profil dua gigi yang berdekatan. Jika jarak lingkaran bagi dinyatakan dengan d (mm), dan jumlah gigi z, maka jarak bagi lingkar t (mm) dapat ditulis sebagai berikut : ELEMEN MESIN
86
t=Πxd
……………………………………………….. ( 2 . 1 )
z Jadi, jarak bagi lingkar adalah keliling lingkaran jarak bagi dibagi dengan jumlah gigi. Dengan demikian ukuran gigi dapat ditentukan dari besarnya jarak bagi lingkar tersebut. Namun, karena jarak bagi lingkar selalu mengandung faktor
Π,
pemakaianya sebagai ukuran gigi kurang praktis. Untuk mengatasi hal ini, diambil ukuran yang di sebut “modul“ dengan lambang m, di mana : m =
d z
……………………………………………….. ( 2 . 2 )
Gambar 2.3 : Bagian – bagian roda gigi.
Dengan cara ini, maka dapat ditentukan sebagai bilangan bulat atau bilangan pecahan yang lebih praktis. Maka modul dapat menjadi ukuran gigi. Keterangan gambar : 1. Lingkaran jarak bagi (Pitch circle) yaitu lingkaran imajiner yang dapat memberikan gerakan yang sama seperti roda gigi sebenarnya. 2. Tinggi Kepala (Addendum) yaitu jarak radial gigi dari lingkaran jarak bagi ke puncak kepala. 3. Tinggi kaki (Dedendum) yaitu jarak radial gigi dari lingkaran jarak bagi ke dasar kaki. 4. Lingkaran kepala (Addendum circle) yaitu gambaran lingkaran yang melalui puncak kepala dan sepusat dengan lingkaran jarak bagi. 5. Lingkaran kaki (Dedendum circle) yaitu gambaran lingkaran yang melalui dasar kaki dan sepusat dengan lingkaran jarak bagi. 6. Lebar gigi (Tooth space) yaitu sela antara dua gigi yang saling berdekatan.
ELEMEN MESIN
87
7. Tebal gigi (Tooth thickness) yaitu lebar gigi antara dua sisi gigi yang berdekatan. 8. Sisi kepala (Face of the tooth) yaitu permukaan gigi di atas lingkaran jarak bagi. 9. Sisi kaki (Flank of the tooth) yaitu permukaan gigi di bawah lingkaran jarak bagi. 10. Lebar gigi (Face width) yaitu lebar gigi pada roda gigi secara paralel pada sumbunya.
2.4 Cara Kerja Roda Gigi. Cara kerja dari suatu unit transmisi roda gigi akan di jelaskan dengan berpedoman pada gambar. Pada gambar akan terlihat berbagai posisi dari roda gigi yang menghasilkan kombinasi yang berlainan sesuai dengan yang di inginkan. Perlu juga di perhatikan pada gambar bahwa roda gigi pembanding utama dan poros gigi counter tidak pernah di lepaskan hubungannya. Cara pergantian kombinasi roda gigi adalah dengan cara menggerakkan roda gigi yang diinginkan secara aksial terhadap spline pada poros output hingga terjadi hubungan antara roda gigi. Mekanisme kerja masing – masing roda gigi di jabarkan sebagai berikut: 1. Gigi pertama. Pada gigi pertama ini, Jika tuas ditarik ke belakang maka gear selection fork akan menghubungkan unit sincromesh untuk berkaitan dengan gigi tingkat 1. Posisi 1 akan menghasilkan putaran yang lambat tetapi momen pada poros out put besar
Gambar 2.4.1 : Cara kerja transmisi roda gigi pada gigi pertama.
ELEMEN MESIN
88
Posisi 1 : Aliran tenaga :
Poros input
poros gigi counter
roda gigi pembanding utama
roda gigi pembanding 1
unit sincromesh
Roda gigi tingkat 1
Poros uutput
2. Gigi kedua. Pada gigi kedua, Tuas didorong ke depan menggerakkan gear selector fork sehingga unit sincromesh berhubungan dengan roda gigi tingkat no 2. Posisi 2 putaran poros out put lebih cepat dibanding pada posisi 1.
Gambar 2.4.2 : Cara kerja transmisi roda gigi pada gigi ke dua.
Posisi 2 : Aliran tenaga :
Poros input
poros gigi counter unit sincromesh
ELEMEN MESIN
roda gigi pembanding utama
roda gigi pembanding 2
Roda gigi tingkat 2
Poros uutput
89
3. Gigi ketiga. Pada gigi ketiga, Jika tuas ditarik ke belakang maka gear selection fork akan menghubungkan unit sincromesh untuk berkaitan dengan gigi tingkat 3. Posisi 3 akan menghasilkan putaran yang cepat dibanding posisi 2.
Gambar 2.4.3 : Cara kerja transmisi roda gigi pada gigi ketiga.
Posisi 3 : Aliran tenaga :
Poros input
poros gigi counter unit sincromesh
roda gigi pembanding utama
roda gigi pembanding 3
Roda gigi tingkat 3
Poros uutput
4. Gigi mundur. Pada gigi ini, roda gigi tingkat R disejajarkan dengan roda gigi pembanding R sehingga terjadi kontak gigi tingkat R dengan roda gigi pembanding R. Maka aliran putaran dayanya : Tuas didorong ke depan menggerakkan gear selection fork sehingga unit sincromesh berhubungan dengan roda gigi R. Antara roda gigi R dan roda gigi pembanding dipasangkan roda gigi idel (idler gear) yang menyebabkan putaran poros input berlawanan arah dengan poros out put.
ELEMEN MESIN
90
Gambar 2.4.4 : Cara kerja transmisi roda gigi pada gigi mundur.
Posisi R : Aliran tenaga :
Poros input
poros gigi counter
roda gigi pembanding utama
roda gigi pembanding R
unit sincromesh
Roda gigi tingkat R
Poros uutput
2.5. Pengertian Poros Poros adalah bagian terpenting dari sebuah mesin yang berfungsi untuk meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Poros memegang peran paling utama dalam transmisi karena itu kita harus terlebih dahulu mengetahui bentuk bentuknya. Macam-macam poros : Poros yang dipakai untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebanannya sebagai berikut : 1. Poros transmisi Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir lentur. Daya yang ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, sabuk atau sproket, rantai dan lain-lain. 2. Spindel Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindle. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti. 3. Gandar. Jenis poros ini merupakan poros yang dipasang antara roda-roda kereta barang dimana tidak mendapat beban puntir, bahan kadang-kadang tidak boleh berputar, ELEMEN MESIN
91
disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir. Menurut bentuknya, poros dapat digolongkan atas poros lurus umum, poros engkol sebagai poros utama penggerak mesin torak, dan lain-lain. Hal-hal penting dalam perencanaan poros. Untuk merencanakan sebuah poros, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kekuatan poros Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau beban lentur atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin. Pengaruh kosentrasi tegangan kalau poros diperkecil (poros bertangga) atau bila mempunyai alur pasak, harus diperhatikan. Sebuah poros harus direncanakan untuk dapat menahan beban-beban yang tersebut diatas. 2. Putaran kritis Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada harga putaran tertentu dapat terjadi getaran. Putaran ini disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros bagianbagian lainnya. Jika mungkin poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah dari putaran kritisnya. 3. Korosi. Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih untuk poros propeler dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korotif. Demikian pula untuk poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang sering terhenti lama. Sampai batasbatas tertentu dapat pula dilakukan perlingdungan terhadap korosi. 4. Bahan poros. Poros untuk mesin biasanya menggunakan bahan dari baja batang yang ditarik, baja karbon kontruksi mesin (bahan S-C) yang dihasilkan dari inggot yang di “kill” (baja yang dioksidasi dengan ferro silicon dan dicor, kadar karbon terjamin)
ELEMEN MESIN
92
Gambar 2.5 Poros dengan berbagai ukuran
Pada perhitungan nantinya poros yang digunakan adalah dari bahan JIS G 4501 S 55 C dengan Kekuatan tarik 66 Kg/mm2 2.5 Rumus-Rumus yang di Gunakan Pada Perencanaan Roda Gigi. 1. Perencanaan poros Dalam perencanaan poros pada transmisi roda gigi di ketahui daya dan putaran mesin, jika daya yang akan ditransmisikan adalah daya normal maka harga faktor koreksi (Fc) adalah 1,0 – 1,5 (Menurut buku Sularso, 1983, hal 7). Maka daya rencana dihitung menurut persamaan berikut : pd
= fc p
….………………………………… ( 2 . 3 )
Di mana : P
= Daya yang ditransmisikan (kW).
fc
= Faktor koreksi.
pd
= Daya rencana (kW).
Sedangkan momen puntir/ torsi yang terjadi dihitung menurut persamaan berikut: T = 9,74 10 5
Pd n
…………..……………………( 2 . 4 )
Di mana : T
= Momen puntir/ torsi (kg.mm).
n
= Putaran poros (rpm).
Bahan poros untuk mesin biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difinis, bahan karbon konstruksi mesin (di sebut bahan S – C) yang dihasilkan dari ingot yang di kill (Baja yang di deoksidasikan dengan ferrosilikon dan di cor; kadar karbon terjamin), meskipun demikian bahan ini kelurusannya kurang tetap ELEMEN MESIN
93
dan dapat mengalami deformasi karena tegangan yang kurang seimbang misalnya bila diberi alur pasak karena ada tegangan sisa di dalam terasnya. Tetapi penarikan dingin membuat permukaan poros menjadi keras dan kekuatannya bertambah besar. Standar dan macam bahan poros dapat dilihat pada ( Tabel 2.1 ) .
Tabel 2.1 : Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin untuk poros. Perlakuan
Kekuatan tarik
panas
(kg/ mm2)
S30C
Penormalan
48
mesin
S35C
Penormalan
52
(JIS G 4501)
S40C
Penormalan
55
S45C
Penormalan
58
S50C
Penormalan
62
S55C
Penormalan
66
Batang baja yang di
S35C-D
-
53
Ditarik dingin,
finis dingin
S45C-D
-
60
digerinda, dibubut, atau
S55C-D
-
72
gabungan antara hal-hal
Standar dan macam
Lambang
Baja karbon kontruksi
Keterangan
tersebut Sumber : Sularso dan Kiyatkatshu Saga, Dasar-dasar perencanaan dan pemeliharaan elemen mesin
Sedangkan faktor keamanan terbagi atas 2 macam yaitu : Faktor keamanan 1 (Sf1) untuk baja karbon (SC) adalah : 6,0. Faktor keamanan 2 (Sf2) untuk pembuatan spline pada poros adalah : 1,3 – 3,0. Maka tegangan geser yang terjadi dihitung menurut persamaan berikut : Ta
=
b Sf1 Sf 2
………………………………….( 2 . 5 )
Di mana : Ta
= Tegangan geser (kg/ mm2).
b
= Tegangan tarik bahan (kg/ mm2).
Dengan diperolehnya tegangan geser, maka diameter poros dapat dihitung sebagai berikut :
ELEMEN MESIN
94
Ds =
3
5,1xKtxCbxT Ta
…………………………… ( 2 . 6 )
Di mana : Ds
= Diameter poros (mm).
Kt
= Faktor koreksi momen puntir (1,0 – 1,5).
Cb
= Faktor koreksi akibat beban lentur (1,2 – 2,3).
2. Perhitungan putaran output dan perbandingan roda gigi Dalam perhitungan ini, direncanakan batas – batas kendaraan angkutan untuk tiap kecepatan yaitu V1, V2, V3, V4 dan VR. Untuk perencanaan di ambil suatu harga standar ukuran ban di mana : Dv
= Ukuran velg racing adalah 16 inchi.
Tb
= Ukuran tebal ban adalah 7 inchi.
Db
= Dv 2 Tb
Maka : ……………………… ( 2 . 7 )
Di mana : Db
= Diameter ban standar (m).
Perhitungan putaran ban untuk masing – masing tingkat kecepatan adalah : Nb
=
60 V Db
………………………………… ( 2 . 8 )
Di mana : Nb
= Putaran ban (rpm).
V
= kecepatan kendaraan (m/s).
Untuk putaran output transmisi untuk tiap tingkat kecepatan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : No
= Nb ig
No
= Putaran output transmisi (rpm).
ig
= Perbandingan reduksi differensial pada bagian gardan.
………………………………… ( 2 . 9 )
Di mana :
Dari hasil perhitungan di atas dapat ditentukan perbandingan roda gigi reduksi, dengan rumus sebagai berikut :
ELEMEN MESIN
95
n No
……………………….………. ( 2 . 10 )
ir
=
ir
= Perbandingan reduksi roda gigi.
Di mana :
3. Perhitungan pada roda gigi untuk tiap tingakat kecepatan Sebelum melakukan perhitungan, terlebih dahulu di rencanakan jarak sumbu poros antara roda gigi, setelah itu dapat ditentukan diameter jarak bagi dengan persamaan berikut :
D1
=
2 a 1 ir
D2
=
2 air 1 ir
…………………………..…. ( 2 . 11 )
Di mana :
D1
= Diameter jarak bagi roda gigi 1 (mm).
D2
= Diameter jarak bagi roda gigi 2 (mm).
Untuk perhitungan jumlah roda gigi pada roda gigi maka dirumuskan sebagai berikut: Z
=
D ……………………………………... ( 2 . 12 ) m
Di mana : Z
= Jumlah gigi pada roda gigi (buah).
D
= Diameter jarak bagi (mm).
m
= Modul gigi (mm).
Harga modul diambil dari tabel harga modul standar JIS B 1701 – 1973 Perhitungan diameter lingkaran kepala dapat menggunakan rumus berikut : Dk
= Z 2 m …………………………….... ( 2 . 13 )
Di mana : Dk
= Diameter lingkaran kepala (mm).
Untuk perhitungan diameter lingkaran kaki dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Dg
ELEMEN MESIN
= Z m cos
……………………… ( 2 . 14 )
96
Di mana : Dg
= Diameter lingkaran kaki (mm).
α
= Sudut tekan (Derajat).
Kecepatan keliling dapat di hitung dengan persamaan sebagai berikut : V
=
Dn 60 1000
……………………… ( 2 . 15 )
Di mana : V
= Kecapatan keliling untuk tiap roda gigi (m/s).
D
= Diameter jarak bagi untuk tiap roda gigi (mm).
n
= Putaran poros (rpm).
Gaya tangensial dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Ft
=
102 Pd V
……………………………… ( 2 . 16 )
Di mana : Ft
= Gaya tangensial (kg).
Pd
= daya rencana (kW).
Setelah itu kita dapat melakukan perhitungan beban lentur, dalam perhitungan beban lentur ini perlu diketahui faktor bentuk gigi (Y) yang diperoleh dari tabel faktor bentuk gigi (Buku Sularso, 1983, hal 240) yang merupakan harga untuk profil gigi standar dengan sudut 200. Bahan untuk kontruksi roda gigi dapat di lihat pada ( Tabel 2.2 ).
ELEMEN MESIN
97
Tabel 2.2 : Jenis – jenis bahan roda gigi. Bahan
Lambang
Kekuatan tarik
Kekerasan (Brinell)
σB (kg/ mm2)
HB
Tegangan lentur yang di izinkan σA (kg/ mm2)
FC 15
15
140 – 160
7
FC 20
20
160 – 180
9
FC 25
25
180 – 240
11
FC 30
30
190 – 240
13
SC 42
42
140
12
SC 46
46
160
19
SC 49
49
190
20
Baja karbon
S 25 C
45
123 – 183
21
utk konstruksi
S 35 C
52
149 – 207
26
mesin
S 45 C
58
167 – 229
30
S 15 K
50
Besi cor
Baja cor
400
30
(di celup dingin dlm
Baja paduan
minyak)
dgn pengerasan kulit
600 SNC 21
80
(di celup dingin dlm
34 – 40
SNC 22
100
minyak)
40 - 55
Sumber : Sularso dan Kiyatkatshu Saga, Dasar-dasar perencanaan dan pemeliharaan elemen
Untuk harga beban lentur ditentukan dengan rumus berikut : Fb
= a m Y Fv
…………….………. ( 2 . 17 )
Di mana : Fb
= Beban lentur (kg/mm).
a
= Tegangan lentur yang diizinkan (kg/mm2).
Y
= Faktor bentuk gigi.
Fv
= Faktor dinamis.
Sedangkan harga faktor dinamis diambil dari tabel faktor dinamis (Buku Sularso, 1983, hal 240), di mana harganya ditentukan berdasarkan tingkat kecepatan pada tiap roda gigi, di mana untuk kecepatan rendah dapat menggunakan rumus ( Pers. 2 . 18 ) di bawah ini :
ELEMEN MESIN
98
Tabel 2.1 Faktor dinamis (fv) yang digunakan yang digunakan : Kecepatan
V (m/s)
fv
Kecepatan rendah
0,5 – 10
3 3v
Kecepatan sedang
5 – 20
6 6v
Kecepatan tinggi
20 – 50
5,5 5,5 v
Sumber : Sularso dan Kiyatkatshu Saga, Dasar-dasar perencanaan dan pemeliharaan elemen mesin
Dengan diperolehnya harga beban lentur, maka lebar gigi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : b
=
Ft Fb
……………………………. ( 2 . 19 )
Fb Di mana : b
= Lebar gigi (mm).
Ft
= Gaya tangensial (kg).
Fb
= Beban lentur (kg/mm).
Dan untuk mencari diameter lingkaran jarak bagi yang sebenarnya adalah : D
= Z m
…………………….……… ( 2 . 20 )
4. Perhitungan Spline Dalam analisa perhitungan spline, ditentukan jumlah spline yang direncanakan, ukuran spline dihitung berdasarkan ukuran diameter poros yang terdiri dari pasak penggerak/poros input trasmisi, poros perantara transmisi roda gigi mundur dan poros output transmisi/poros yang digerakkan. Gaya tangensial total yang terjadi pada poros dirumuskan sebagai berikut : F
=
2T ds
……………………………… ( 2 . 21 )
Di mana : F
= Gaya tangensial total pada poros (kg)
T
= Torsi/momen puntir (kg . mm)
ds
= Diameter poros (mm)
ELEMEN MESIN
99
Sedangkan besarnya gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline dirumuskan sebagai berikut: Fn
=
F n
……………………………………… ( 2 . 22 )
Di mana : Fn
= Gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline (kg)
n
= Jumlah Spline yamg direncanakan (buah)
Berdasarkan tabel ukuran pasak dan alur pasak (Sularso, kiyokatsu suga elemen mesin) tentang ukuran standar pasak yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan ukuran spline karena adanya persamaan prinsip kerja pada keduanya sehingga ukuran utama spline berdasarkan ukuran diameter poros yang diketahui dapat ditentukan yaitu lebar spline, tinggi spline, kedalaman alur spline dan kedalaman alur spline pada roda gigi. Maka ukuran panjang spline dari hasil perhitungan dapat dirumuskan sebagai berikut : Fn pA t
L
……………………....……… ( 2 . 23 )
Di mana : L
=
Panjang alur spline (MM)
pA
=
Tekanan permukaan yang diizinkan (kg/mm2)
T
=
Kedalaman alur spline (mm)
Harga pA untuk poros berdiameter besar adalah 10 kg/mm2. Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 0,25 – 0,35 dari diameter poros dan panjang spline sebaiknya antara 0,75 – 1,5 dari diameter poros 5. Perhitungan temperatur Untuk menentukan temperatur nyala yang diizinkan untuk pelumas pada sistem transmisi roda gigi dapat dirumuskan sebagai berikut :
TBP
= 140 Cn C R
……………………… ( 2 . 24 )
Di mana :
TBP
= Temperatur nyala yang di izinkan untuk pelumas pada roda gigi ,0c Cn
= Koefisien viskositas pelumas.
ELEMEN MESIN
100
CR
= Faktor kekerasan permukaan roda gigi.
Sedangkan untuk menentukan harga koefisien viskositas pelumas dapat dirumuskan sebagai berikut : Cn
=
1,5 E 2E
………………………….….. ( 2 . 25 )
Di mana : E
= derajat engler apda pelumas pada temperatur 500C.
Untuk mengetahui harga E untuk setiap jenis pelumas dapat di cari pada tabel 16.1 tentang jenis – jenis minyak pelumas (Buku Sularso, 1983, hal 305) dan tabel 16.5 tentang konversi harga E menurut DIN 51560 (Buku Sularso,1983, hal 310). Dalam perencanaan transmisi roda gigi ini digunakan minyak pelumas yang mempunyai harga viskositas temperatur 500C yaitu harga E yaitu 12,02. Untuk menentukan harga faktor kekerasan roda gigi di rumuskan sebagai berikut :
CR
=
1,9 Sm 4 Sm
…………………………….. ( 2 . 26 )
Di mana :
CR
= Harga faktor kekerasan roda gigi.
Sm
= Harga kekerasan roda gigi.
Sedangkan harga kekerasan roda gigi di rumuskan sebagai berikut: Sm
=
2 S1 S 2 S1 S 2
…………………………….. ( 2 . 27 )
Dimana :
S1
= Harga kekerasan roda gigi 1 (µ).
S2
= Harga kekesan roda gigi 2 (µ).
Berdasarkan standar yang telah ditentukan bahwa roda gigi yang digerinda dan dihaluskan dengan baik mempunyai harga S = 0,25 – 0,5 (µ). Sedangkan roda gigi yang bermutu baik dalam perdagangan mempunyai harga S = 0,6 – 0,9 (µ). Dalam perencanaan ini digunakan roda gigi yang bermutu baik dalam perdagangan dengan harga S1= S2 = 0,8 (µ). 2.6 Pelumasan Pada Transmisi Roda Gigi Pada kendaraan banyak terdapat bagian – bagian yang bergerak relatif terhadap yang lain termasuk transmisi roda gigi. Oleh karena itu antara kedua permukaan
ELEMEN MESIN
101
roda gigi yang bersinggungan harus terdapat lapisan pelumas sehingga mempermudah proses kerja dari transmisi roda gigi tersebut. Apabila jumlah pelumas tidak mencukupi atau pemakaiannya sudah lama sehingga kehilangan sifat – sifat pelumasannya maka pelumas harus di ganti dengan yang baru. Hal ini untuk mencegah terjadinya gesekan antara permukaan kontak roda gigi yang bekerja sehingga laju keausannya dapat dikurangi dan umur elemen mesin lebih lama yang berdampak terhindarnya hal – hal yang tidak diinginkan sewaktu kendaraan di gunakan. Jadi pelumas merupakan salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan karena dapat melindungi dan menjamin kelangsungan proses kerja setiap komponen permesinan termasuk transmisi roda gigi yang sangat vital.
ELEMEN MESIN
102
BAB III PERHITUNGAN RODA GIGI, POROS, SPLINE DAN TEMPERATUR 3.1. kecepatan kendaraan setiap tingkat. Reduksi kendaraan yang di rencanakan : Vn
Diasumsikan (Km/jam)
V1
Kecepatan yang diambil Km/jam
m/s
0 – 40
40
11,11
V2
50 – 90
90
25
V3
90 – 140
140
38,88
V4
140 – 180
180
50
V5
180 – 240
240
66,66
VR
0 – 30
30
8,33
3.2 Diameter ban : Ukuran velg adalah 16 inchi
: 0,4064 m
Ukuran tebal ban adalah 7,5 inchi : 0,1905 m Maka ukuran jari – jari ban standar adalah : Db=
0,4064 m + ( 2 x 0,1905 m ) =
0,7874 m
A. Perhitungan putaran ban. Perhitungan putaran ban untuk masing-masing tingkat kecepatan dapat dilihat pada persamaan 2.8 tentang tingkat kecepatan putaran. Maka : nb1
= =
60 xV1 3,14 xDb
60 x11,11m / s = 3,14 x 0,78m
272,17 rpm
Dengan cara yang sama maka nilai untuk putaran ban dapat dilihat pada tabel 3.1 :
ELEMEN MESIN
103
Tabel 3.1 Perhitungan putaran ban untuk nb1 – nb6 No
Tingkat kecepatan, V (m/s)
Db (m)
1
11,11
0,78
273
2
25
0.78
613
3
38,88
0.78
953
4
50
0.78
1225
5
66,66
0.78
1634
6
8,33
0,78
Putaran ban, nb (rpm)
205
B. Perhitungan putaran gardan pada setiap putaran . Perhitungan putaran output transmisi di peroleh dengan mengalihkan putaran ban dengan perbandingan reduksi pada bagian gardan kendaraan adalah maksimal 10 : 1 untuk roda gigi kerucut. Dalam perencanaan ini di ambil harga perbandingan reduksinya 5,5 : 1 sehingga harga ig : 5,5. Maka harga putaran output transmisi untuk tiap tingkat kecepatan dapat di hitung Dari pers. 2.9 pada tingkat putaran adalah:
dimana :
no
= nb x ig
nb
= putaran ban
ig
= reduksi
Maka : no1
= nb1 x ig = 272,17 rpm x 5,5 = 1496,93 rpm
Dengan cara yang sama maka nilai untuk putaran gardan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3.2 Perhitungan putaran gardan no1 – no5 No
Putaran ban, nb (rpm)
1
272,17
5,5
1496,93
2
612,444
5,5
3368,44
3
952,47
5,5
5238,58
4
1224,88
5,5
6736,84
5
1633,02
5,5
8981,61
ELEMEN MESIN
Ig
Putaran output, no (rpm)
104
C. Perhitungan perbandingan reduksi roda gigi. Bila perbandingan reduksi antara roda gigi P dan Q adalah 1 : 1, maka putaran roda gigi mati adalah n : 2500 rpm, sehingga dari persamaan 2.10 diperoleh : Ir1
=
2500 rpm n = = 1,67 n 01 1496 ,93rpm
Dengan cara yang sama maka nilai untuk reduksi roda gigi dapat dilihat pada tabel 3.3 : Tabel 3.3 Perbandingan reduksi roda gigi untuk ir2 - ir5 No
Putaran, n (rpm)
Putaran gardan (no)
Perbendingan reduksi (ir1)
1
2500
1496,93
1,67
2
2500
3368,44
0,74
3
2500
5238,58
0,47
4
2500
6736,84
0,37
5
2500
8981,61
0,27
3.2 Perencanaan roda gigi P dan Q Spesifikasi perencanaan : - Daya yang di transmisikan
N : 235 PS
- Putaran poros penggerak
n : 2500 rpm
- Perbandingan reduksi
ip : 1
- Jarak sumbu poros yang di rencanakan
a : 200 mm
- Sudut tekan pahat
α : 20°
a. Daya rencana. Sebelum menghitung daya rencana, terlebih dahulu diambil faktor koreksi (fc) dari pembahasan bab II. Maka fc : 1,2. Maka : Pd
= 1,2 x ( 235 Ps x 0,735) = 207,27 kW
b. Diameter lingkaran jarak bagi. DQ
=
2 a 2 200 = = 200 mm 1 ip 11
Dp
ELEMEN MESIN
=
2 a ip 2 200 mm 1 = = 200 mm 1 ip 11
105
c. Jumlah gigi pada roda gigi P dan Q Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 6 (Buku Sularso, 1983, hal 245). ZQ
Zp
=
DQ m
=
200 = 40 buah 6
=
DP m
=
200 = 40 buah 6
d. Diameter lingkaran kepala. DkQ
= ( ZQ + 2 ) x m = ( 40 + 2 ) x 6 mm = 252 mm
e. Diameter lingkaran kaki. DgQ
= ZQ x m x cos 20° = 40 x 6 mm x 20° = 187,93 mm
f. Faktor dinamis ( Fv ). Dengan memperhatikan nilai dari VP maka nilai n dapat dilihat dari tabel 2.1 Maka : Fv
=
5,5 5,5
32,97 m / s
= 0,48
g. Beban lentur yang diizinkan. Faktor bentuk gigi, berdasarkan tabel 6.5 ( Faktor bentuk gigi ) Zp
= 40
; Yp
= 0,3882
ZQ
= 40
; YQ
= 0,3882
Bila bahan roda gigi P dan Q adalah sama yaitu S 15 CK …lit 1 hal 241 - Kekuatan tarik
σb
= 50 kg/mm2
- Kekuatan lentur
σa
= 30 kg/mm2
- Kekerasan HB ELEMEN MESIN
= 400 106
Maka harga beban lentur dapat dihitung = σa x m x YQ x fv
FbQ
= 30 kg/mm2 x 6 mm x 0,3882 x 0,15 = 10,48 kg/mm2 h. Lebar gigi ( b ) bp = bQ
641,235 kg = 61,18 mm 10,48 kg / mm
=
3.3 Perencanaan roda gigi A dan 1 Spesifikasi perencanaan : - Daya yang di transmisikan
N = 235 Ps
- Putaran poros penggerak
nA = 2500 rpm
- Perbandingan reduksi
i1 = 1,67
- Jarak sumbu poros yang di rencanakan
a = 200 mm
- Sudut tekan pahat
α = 20°
a. Diameter sementara lingkaran jarak bagi. DA
=
D1
=
2 a 2 200 mm = = 149,81 mm 1 1,67 1 i1
2ai 1 i1
=
2 200 mm 1,67 = 250,18 mm 1 1,67
b. Jumlah gigi pada roda gigi A dan 1. Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 5. Maka : ZA
Z1
=
DA m
=
149 .81 mm = 29,96 buah = 30 5 mm
=
D1 250 ,18 mm = = 50,03 buah = 51 m 5 mm
Perbandingan gigi yang di ambil mendekati i1 = 1,67 : 1, yaitu 30 : 51 c. Diameter lingkaran jarak bagi yang sebenarnya. DA
= ZA x m = 30 x 5 mm = 150 mm
d. Diameter lingkaran kepala. DkA
= ( ZA + 2 ) x m = ( 30 + 2 ) x 5 mm = 160 mm
e. Diameter lingkaran kaki. ELEMEN MESIN
107
= ZA x m x cos 200 = 30 x 5 mm x cos 200 = 140,95 mm
DgA
f. Kecepatan keliling VA = V1 =
100 mm 2500 rpm = 13,08 m/s 60 1000
g. Gaya tangensial. FtA = Ft1 =
102 207 ,27 kW = 1616,32 kg 13,08 m / s
h. Faktor dinamis. VA = 20 – 50 m/s Fv =
5,5 5,5
= 0,60
13,08 m / s
i. Beban lentur yang diizinkan. Faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 6.5 ( Faktor bentuk gigi ) ZA
= 18
; YA
= 0,308
Z1
= 63
; Y1
= 0,432
Bila bahan roda gigi A dan 1 adalah sama yaitu S 15 CK …Lit 1 hal 241 - Kekuatan tarik
σb
= 50 kg/mm2
- Kekuatan lentur
σa
= 30 kg/mm2
- Kekerasan
HB
= 400
Maka harga beban lentur : FbA= σa x m x YA x fv = 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,308 x 0,60 = 27,72 kg/mm2 j. Lebar gigi. bA = b1 =
1050 , 54 kg 24 , 95 kg / mm 2
= 42,11 mm
3.4 Perencanaan roda gigi B dan 2 Spesifikasi perencanaan : - Daya yang di transmisikan
N = 235 Ps
- Putaran poros penggerak
nB = 2500 rpm
- Perbandingan reduksi
i2 = 0,74
- Jarak sumbu poros yang di rencanakan
a = 200 mm
- Sudut tekan pahat
α = 20°
a. Diameter sementara lingkaran jarak bagi :
ELEMEN MESIN
108
DB = 𝐷2 =
2 a 2 200 mm = = 133,78 mm 1 0,74 1 i2 2 𝑥 𝑎 𝑥 𝑖2 1+𝑖2
=
2 𝑥 200 𝑥 0,74 1+0,74
= 108,02 mm
b. Jumlah gigi pada roda gigi B dan 2. Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 5. Maka : ZB=
Db 145,98 mm = = 29,19 buah = 30 m 5
Z2 =
D2 108,02 mm = = 21,60 buah = 22 5 mm m
Perbandingan gigi yang di ambil mendekati i2 = 0,74 : 1, yaitu 30 : 22 b. Diameter lingkaran jarak bagi yang sebenarnya. DB = ZB x m = 30 x 5 mm = 150 mm D2 = Z2 x m = 22 x 5 mm = 110 mm
c. Diameter lingkaran kepala : DkB = ( ZB + 2 ) x m = ( 30 + 2 ) x 5 mm = 160 mm d. Diameter lingkaran kaki. DgB = ZB x m x cos 200 = 30 x 5 mm x cos 200 = 1409,53 mm e. Kecepatan keliling Dengan pers. 2.15 diperoleh : VB = V2
=
π x 150 mm x 2500 rpm 60 x 1000
= 19,625 m/s f. Beban lentur yang diizinkan. Faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 6.5 ( Faktor bentuk gigi ) ZB
= 28
; YB
= 0,3492
Z2
= 54
; Y2
= 0,4122
Bila bahan roda gigi B dan 2 adalah sama yaitu S 15 CK …lit 1 hal 241 - Kekuatan tarik
σb
= 50 kg/mm2
- Kekuatan lentur
σa
= 30 kg/mm2
- Kekerasan
HB
= 400
Maka harga beban lentur : ELEMEN MESIN
109
FbB
= σa x m x YB x fv = 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,3492 x 0,55 = 28,809 kg/mm2
Lebar gigi. BB = b2 = 1077,27 kg 28,809 kg/mm = 37,39 mm 3.5 Perencanaan roda gigi C dan 3 Spesifikasi perencanaan : - Daya yang di transmisikan
N = 235 Ps
- Putaran poros penggerak
nC = 2500 rpm
- Perbandingan reduksi
i3 = 0,47
- Jarak sumbu poros yang di rencanakan
a = 200 mm
- Sudut tekan pahat
α = 20°
a. Diameter sementara lingkaran jarak bagi. DC
=2xa 1 + i3 = 2 x 200 mm 1 + 0,47 = 272,1 mm
Jumlah gigi pada roda gigi C dan 3. Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 5. Maka : ZC
= DC m = 272,1 mm 5 mm = 54,42 buah = 55
Perbandingan gigi yang di ambil mendekati i1 = 0,47 : 1, yaitu 55 : 26 b. Diameter lingkaran jarak bagi yang sebenarnya. DC = ZC x m = 55 x 5 mm = 275 mm c. Diameter lingkaran kepala. DkC = ( ZC + 2 ) x m = ( 55 + 2 ) x 5 mm = 285 mm Diameter lingkaran kaki. ELEMEN MESIN
110
DgC = ZC x m x cos 200 = 55 x 5 mm x cos 200 = 258,41 mm
Kecepatan keliling =
VC = V3
π x 285 mm x 2500 rpm 60 x 1000
d. Beban lentur yang diizinkan. Faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 6.5 ( Faktor bentuk gigi ) ZC
= 34
; YC
= 0,371
Z3
= 47
; Y3
= 0,402
Bila bahan roda gigi C dan 3 adalah sama yaitu S 15 CK…lit 1 hal 241 - Kekuatan tarik
σb
= 50 kg/mm2
- Kekuatan lentur
σa
= 30 kg/mm2
- Kekerasan
HB
= 400
Maka harga beban lentur : FbC
= σa x m x YC x fv = 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,371 x 0,47 = 26,15 kg/mm2
Lebar gigi. BC = b3 = 567,1 kg 28,34 kg/mm= 28,9 mm
3.6 Perencanaan roda gigi mundur. Spesifikasi perencanaan : - Daya yang di transmisikan
N = 235 Ps
- Putaran poros penggerak
nD = 2500 rpm
- Perbandingan reduksi roda gigi F dan G
i6 = 2
- Perbandingan reduksi Roda gigi G dan H i7 = 1,65 - Jarak sumbu poros
a1 = 120 mm
- Jarak sumbu poros
a2 = 212 mm
- Sudut tekan pahat
α = 20°
ELEMEN MESIN
111
a. Diameter Lingkaran Jarak Bagi DF
=
2 x a1 1 + i6
=
2 x 120 mm 1+2
= 80 mm DG
=
2 x a1 x i6 1 + i6
= 2 x 120 mm x 2 1+2 = 160 mm a1
=
D F x ( 1 + i6 ) 2
=
80 x ( 1 + 2 ) 2
= 120 mm a2
=
D F x ( 1 + i7 ) 2
=
80 x ( 1 + 1,65 ) 2
= 212 mm DH
= 2 x a2 x i7 1 + i7 = 2 x 212 mm x 1,65 1 + 1,65 = 264 mm
Jarak sumbu poros F dan H a
=
DF + DH 2
=
80 + 264 2
ELEMEN MESIN
112
= 172 mm
b. Jumlah gigi pada roda gigi F, G dan H. Dari diagram pemilihan modul roda gigi lurus, di ambil m : 5. ZF
= Df m = 80 mm 5 mm = 16 buah
ZG
= DG m = 160 mm 5 mm = 32 buah
ZH
= DH m = 264 mm 5 mm = 52,8 buah
c. Diameter lingkaran kepala. DkF
= ( ZF + 2 ) x m = ( 16 + 2 ) x 5 mm = 90 mm
DkG
= ( ZG + 2 ) x m = ( 32 + 2 ) x 5 mm = 170 mm
DkH
= ( ZH + 2 ) x m = ( 52,8 + 2 ) x 5 mm = 274 mm
d. Diameter lingkaran kaki. DgF
= ZF x m x cos 200 = 16 x 5 mm x cos 200 = 75,1754 mm
DgG
= ZG x m x cos 200 = 32 x 5 mm x 200 = 150,35 mm
DgH
= ZH x m x cos 200 = 52,8 x 5 mm x 200 = 248,0789 mm
ELEMEN MESIN
113
e. Kecepatan keliling. VH = VG= VF = π x 90 mm x 2500 rpm 60 x 1000 = 11,775 m/s f. Gaya tangensial FtH = FtG = FtF = 102 x 207,27 kW 11,775 m/s = 1795,45 kg g. Faktor dinamis. Di mana VF kecil dari 20 m/s. Fv
=
6 6 + √11,775 m/s
= 0,63 h. Beban lentur yang diizinkan. Faktor bentuk gigi berdasarkan tabel 6.5 (Buku Sularso, 1983, hal 240). ZF
= 16
; YF
= 0,295
ZG
= 32
; YG
= 0,3645
ZH
= 52
; YH
= 0,4106
Bila bahan roda gigi D dan 4 adalah sama yaitu S 15 CK. - Kekuatan tarik
σb
= 50 kg/mm2
- Kekuatan lentur
σa
= 30 kg/mm2
- Kekerasan
HB
= 400
Maka harga beban lentur FbF = σa x m x YF x fv = 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,295 x 0,63 = 27,87 kg/mm FbG = σa x m x YG x fv = 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,3645 x 0,63 = 34,44 kg/mm FbH = σa x m x YH x fv = 30 kg/mm2 x 5 mm x 0,4106 x 0,63 = 38,80 kg/mm i. Lebar gigi. BF = bG =bH
= 840,42 kg 27,87 kg/mm = 30,15 mm
3.7 Perhitungan Poros ELEMEN MESIN
114
a. Perencanaan poros input. Berdasarkan keterangan dari bab II tentang jenis – jenis bahan yang di gunakan, maka dalam hal ini di pilih baja karbon JIS 4501 tipe S 55 C dengan kekuatan tarik adalah 66 kg/ mm2 Maka tegangan geser yang terjadi di hitung τa
σb
=
Sf1 x Sf2
Faktor keamanan 1 (Sf1) untuk baja karbon (SC) adalah 6,0 = 66 kg/mm2 6,0 x 1,5 = 7,33 kg/mm2 Dari persamaan 2.3 diperoleh Daya Rencana: Sebelum menghitung daya rencana, terlebih dahulu diambil faktor koreksi (fc) dari pembahasan bab II. Maka fc = 1,2 untuk mendapatkan satuan dalam kW maka harus dikonversikan, dimana harga dalam 1 Ps = 0,735 kW dari data yang diperoleh daya minimal output dari motor penggerak sebesar P = 235 Ps dan putaran n = 2500 rpm. Pd = fc x p Dimana : Fc = faktor koreksi = daya rata-rata (1,2-2,0) = 1,2 daya yang diambil P = 235 Ps x 0,735 kW = 172,725 kW Maka : Pd = fc . p = 1,2 x 172,725 kW = 207,27 kW Maka di peroleh momen puntir : T
= 9,74 . 105 x Pd / n = 9,74 . 105 x 207,27 kW 2500 rpm = 80752,3 kg.mm
Untuk mencari diameter poros ELEMEN MESIN
115
=
3
5,1 kt cb T a
Dari bab II di dapat Harga Kt = 1,5 dan harga Cb = 1,5 Ds
= 3
5,11,51,580752 ,3kg .mm 7,33kg / mm 2
= 13,30 mm Berdasarkan tabel harga standar diameter poros (lit 1 tabel 1.7 ), maka diperoleh harga diameter standar poros, diameter standar poros adalah 40 mm. b. Perencanaan poros perantara. Untuk poros perantara yang di rencanakan berputar dengan kecepatan putaran 2600 rpm karena perbandingan reduksi roda gigi antara poros input dengan poros perantara adalah satu sehingga putaran poros sama dengan poros input yaitu 2500 rpm. Maka besarnya momen puntir/ torsi dapat di hitung sebagai berikut : T = 9,74.10 5
207 ,27 kW 2600 rpm
= 77646,53 kg.mm Maka diameter poros dapat di hitung sebagai berikut : Ds
= 3
5,11,51,5 77646 ,53kg .mm 7,33kg / mm 2
= 13,12 mm Berdasarkan tabel harga standar diameter poros (lit 1 tabel 1.7 ), maka diperoleh harga diameter standar poros, diameter standar poros adalah 14 mm. c. Perencanaan poros perantara roda gigi mundur. Perbandingan reduksi i5 = 2, maka putaran poros perantara roda gigi mundur adalah 1500 rpm. Maka besarnya momen puntir/ torsi dapat di hitung sebagai berikut : T
= 9,74 . 105 x Pd / nm
T
= 9,74 . 105 x 207,27 kW 1500 rpm = 134587,32 kg.mm
Maka diameter poros dapat di hitung sebagai berikut :
ELEMEN MESIN
116
Dsm
= 3
5,11,51,5134587 ,32 kg .mm 7,33kg / mm 2
= 15,76 mm Berdasarkan tabel harga standar diameter poros (lit 1 tabel 1.7 ), maka diperoleh harga diameter standar poros, diameter standar poros adalah 17 mm. d. Perencanaan poros output. Pada poros output transmisi bergerak dengan bermacam – macam putaran sesuai dengan tingkat putarannya pada tiap tingkat kecepatan sehingga perlu di hitung momen puntir dan diameter poros pada tiap tingkat kecepatan : Pada transmisi tingkat pertama ( I ). = 9,74 x 105 x Pd / n
T1
= 9,74.10 5
207 ,27 kW 1496,93 rpm
= 134863,34 kg.mm
ds1
=
3
5,11,51,5134863,34 kg .mm 7,33kg / mm 2
= 59,54 mm Berdasarkan tabel harga standar diameter poros (lit 1 tabel 1.7 ), maka diperoleh harga diameter standar poros, diameter standar poros adalah 16 mm. Dengan cara yang sama untuk transmisi tingkat satu ( I) sampai tingkat kelima (V) dapat di lihat pada tabel 3.4. Tabel 3.4 : Perencanaan poros output untuk tingkat kecepatan ke1-5 No
n (rpm)
T (Kg . mm)
ds (mm)
ds standar (mm)
1
1496,93
134863,34
59,54
60
2
3368,44
59933,07
88,26
90
3
5238,58
38537,34
76,17
80
4
6736,84
29966,71
70,05
71
5
8981,61
22477,14
63,65
65
3.10 Perencanaan Spline Dalam perencanaan spline ditentukan jumlah spline yang direncanakan, adalah 8 buah karena poros ada 3 macam yaitu :
ELEMEN MESIN
117
Diameter poros penggerak/poros input transmisi yaitu : 14 mm Diameter poros perantara Transmisi roda gigi mundur : 16 mm Diameter poros yang digerakkan/poros output transmisi yaitu : 60 mm Maka ukuran spline dihitung berdasarkan ukuran diameter poros masing-masing sebagai berikut : a. Untuk poros Penggerak/poros input transmisi Besarnya gaya tangensial total yang terjadi pada poros F
=
2xT ds
F
=
2 x 80752,3 kg.mm 14
=
11536,04 kg
Sedangkan besarnya gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline Fn
=
F n
Fn
= 11536,04 8 = 1442 kg Berdasarkan tabel standar ukuran pasak dan alur yang dapat dijadikan acuan
dalam menentukan ukuran spline karena adanya kesamaan prinsip kerja pada keduanya sehingga ukuran-ukuran spline berdasarkan ukuran diameter poros yang diketahui dapat ditentukan sebagai berikut :
b x h = 10 x 8
t1
= 5,0
t2
= 3,3
Maka ukuran panjang spline hasil perhitungan
L
Fn
pA x (t1 atau t2) Harga pA untuk poros berdiameter kecil adalah 8 kg/mm2, dan untuk berdiameter besar adalah 10 kg/mm2. Maka : L
1442 kg
10 kg/mm2 x 3,3 mm ELEMEN MESIN
118
L
43,69 mm
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya 0,25 – 0,.35 dari diameter poros dan ujung spline sebaiknya 0,75 – 1,5 dari diameter, sehingga dengan memperhatikan hasil perhitungan dan faktor di atas maka direncanakan ukuran pasak sebagai berikut : •bxh
=
10 mm x 8 mm
• t1
=
5,0
• t2
=
3,3
•L
=
28,5 mm – 19 mm
a. Poros perantara Besarnya gaya tangensial total yang terjadi pada poros F
=
2xT ds
F
=
2 x 77646,53 kg.mm 16
=
9705,81 kg
Sedangkan besarnya gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline Fn
=
F n
Fn
=
9705,81 kg 8
=
1213,22 kg
Berdasarkan tabel standar ukuran pasak dan alur yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan ukuran spline karena adanya kesamaan prinsip kerja pada keduanya sehingga ukuran-ukuran spline berdasarkan ukuran diameter poros yang diketahui dapat ditentukan sebagai berikut : •bxh
=
14 x 9
• t1
=
5,5
• t2
=
3,8
Maka ukuran panjang spline hasil perhitungan L
Fn
pA x (t1 atau t2)
ELEMEN MESIN
119
Harga pA untuk poros berdiameter kecil adalah 8 kg/mm2, dan untuk berdiameter besar adalah 10 kg/mm2. Maka :
L
1213,22 kg
10 kg/mm2 x 3,8 mm
L
31,92 mm
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya 0,25 – 0,.35 dari diameter poros dan ujung spline sebaiknya 0,75 – 1,5 dari diameter, sehingga dengan memperhatikan hasil perhitungan dan faktor di atas maka direncanakan ukuran pasak sebagai berikut : •bxh
=
14 mm x 9 mm
• t1
=
5,5
•t2
=
3,8
•L
=
36 mm – 15,75 mm
a. Poros digerakkan/poros output transmisi Besarnya gaya tangensial total yang terjadi pada poros F
=
2xT Ds
F
=
2 x 134587,32 kg.mm 55
=
4894,08 kg
Sedangkan besarnya gaya tangensial yang bekerja pada tiap spline Fn
=
F n
Fn
=
4894,08 kg 8
=
611,76 kg
Berdasarkan tabel standar ukuran pasak dan alur yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan ukuran spline karena adanya kesamaan prinsip kerja pada keduanya sehingga ukuran-ukuran spline berdasarkan ukuran diameter poros yang diketahui dapat ditentukan sebagai berikut : •bxh
=
ELEMEN MESIN
15 x 10 120
• t1
=
5
• t2
=
5
Maka ukuran panjang spline hasil perhitungan
L
Fn
pA x (t1 atau t2) Harga pA untuk poros berdiameter kecil adalah 8 kg/mm2, dan untuk berdiameter besar adalah 10 kg/mm2. Maka : L
611,76 kg 10 kg/mm2 x 5 mm
L
12,23 mm
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya 0,25 – 0,.35 dari diameter poros dan ujung spline sebaiknya 0,75 – 1,5 dari diameter, sehingga dengan memperhatikan hasil perhitungan dan faktor di atas maka direncanakan ukuran pasak sebagai berikut : •bxh
=
15 mm x 10 mm
• t1
=
5
• t2
=
5
•L
=
41,25 mm – 82,5 mm
3.11 Perhitungan Temperatur Untuk menentukan temperatur nyala yang di izinkan untuk pelumas pada sistim transmisi roda gigi TBp
= 140 x Cn x CR
Sebelum di cari temperatur nyala, terlebih dahulu di cari koefisien viskositas pelumas Cn
= 1,5 x E 2+E
Dari buku sularso (1980, hal 119), di peroleh derajat engler pada pelumas pada temperatur 500C. Maka di peroleh harga E : 12,02. Cn
= 1,5 x 12,02 2 + 12,02
ELEMEN MESIN
121
Dan untuk menentukan faktor kekerasan roda gigi CR
=
3
1,9 Sm 4 Sm
Untuk menentukan harga kekerasan roda gigi dapat di peroleh dengan menggunakan pers. Sm
= 2 x S1 x S2 S1 + S2
Dari bab II tentang harga kekerasan roda gigi maka di pilih : S1 = S2 : 0,85 (μ). Sm
= 2 x 0,85 x 0,85 0,85 + 0,85 = 0,85
Maka : CR
=
3
1,9 Sm 4 Sm
= 0,9 Sehingga : TBp
= 140 x 1,286 x 0,9 = 162 0C
ELEMEN MESIN
122
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam perencanaan transmisi roda gigi ini adalah : 1. Untuk merencanakan transmisi roda gigi harus diperhatikan daya dan putaran mesin untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dan besarnya beban yang cocok dengan spesifikasi mesin tersebut. 2. Untuk operasi kendaraan dengan beban besar maka pada transmisi awal roda gigi harus mempunyai perbandingan reduksi yang besar, karena memerlukan momen awal yang besar sehingga dibutuhkan roda gigi yang lebar dan berdiameter kecil dan sebaliknya. 3. Profil roda gigi yang digunakan dalam perencanaan ini adalah roda gigi lurus standar dengan sudut tekan 200, karena jenis roda gigi ini merupakan roda gigi yang paling umum digunakan dalam system transmisi. 4. Penggunaan minyak pelumas harus diperhatikan viskositasnya yang disesuaikan dengan tingkat operasi mesin kendaraan, jenis minyak pelumas yang cocok untuk kendaraan ini adalah “SAE 90”karena mempunyai kekentalan yang cocok untuk transmisi ini. 5. Kesimpulan dari hasil perencanaan roda gigi kendaraan angkut dengan daya 235 Ps dan putaran 2500 Rpm dapat dilihat pada table dibawah ini : 4.2 Saran
Saran yang dapat diperoleh dalam perencanaan transmisi roda gigi adalah ; 1. Perhitungan lebar gigi dan posisi roda gigi tiap tingkat kecepatan pada poros harus tepat agar diperoleh kinerja kendaraan yang optimal dengan kotak transmisi yang sesuai dengan kendaraan yang bersangkutan. 2. Penggunaan minyak pelumas harus memperhatikan standar yang telah ditentukan oleh pabrik pembuatnya untuk menjamin keawetan komponen transmisi roda gigi. ELEMEN MESIN
123
3. Penggunaan velg dan ban kendaraan harus menggunakan standar yang telah ditentukan, karena hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat kecepatan kendaraan dan umur komponen mesin.
ELEMEN MESIN
124