Electromagnetic Laboratory 2017
MODUL PRAKTIKUM ELEKTROMAGNETIK Tahun Ajar 2017/2018
Staf Pengajar Eko Wibowo, S.T. Indriati Retno Palupi, S.Si, M.Si. Staf Asisten Ferry Senoaji Tony Yunus Yudhanto Raineriuz Rodriguez Sidharta Muhamad Kurnia Oktavianto Faiz Fadhil Muhammad Ramadhan
115.140.001 115.140.010 115.140.026 115.140.082 115.140.124
LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2017 ii
Electromagnetic Laboratory 2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi sang Khalik yang selalu memberikan pertolongan dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan Modul Praktikum Elektromagnetik, Laboraturium Geofisika Eksplorasi, Program Studi Teknik Geofisika, Universitas Pembangunan Nasional UPN “Veteran” Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018 dengan lancar. Terima kasih kepada tim dosen dan tim asisten yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan modul ini. Modul Praktikum Elektromagnetik diharapkan dapat membantu praktikan dalam memahami dan mengaplikasikan dalam bidang eksplorasi elektromagnetik. Selain itu, Modul Praktikum Elektromagnetik juga diharapkan dapat membantu praktikan dalam memahami dasar teori elektromagnetik yang berkaitan dengan eksplorasi geofisika. Harapan kami, semoga Modul Praktikum Elektromagnetik yang kami buat dapat memberikan manfaan bagi praktikan yang membacanya dalam bidang eksplorasi Elektromagnetik. Karena masih banyak kekurangan yang saya sadari dalam pembuatan Modul Praktikum Elektromagnetik ini, kami mengucapkan mohon maaf bila ada kata-kata yang tidak berkenan. Terima kasih atas perhatian.
Yogyakarta, 18 Agustus 2017
Tim Penyusun
iii
Electromagnetic Laboratory 2017
TATA TERTIB PRAKTIKUM ELEKTROMAGNETIK
A. Tata Tertib Acara Kelas 1. Berpakaian rapi, sopan, menggunakan pakaian berkerah, memakai sepatu, dan tidak diperbolehkan memakai kaus dan/atau bersandal. 2. Dilarang untuk membawa minuman beralkohol dan merokok pada saat kegiatan praktikum. 3. Tidak
diperbolehkan
menggunakan
telepon
genggam
tanpa
sepengetahuan asisten. 4. Praktikum hanya bias diikuti sesuai jadwal yang telah ditentukan. 5. Praktikan wajib hadir paling lambat lima menit sebelum kegiatan praktikum dimulai. Bagi praktikan yang terlambat tidak diperbolehkan mengikuti kuis. 6. Toleransi keterlambatan maksimal lima belas menit setelah kegiatan praktikum dimulai. bila melewati batas waktu toleransi maka nilai kuis dianggap nol dan tidak diperkenankan mengikuti acara praktikum. 7. Praktikan wajib membawa modul selama mengikuti praktikum. 8. Praktikan dianggap gugur jika tidak mengikuti sesi kelas lebih dari dua kali. 9. Praktikan wajib membawa tugas yang telah diberikan sebelumnya dan telah disetujui oleh asisten. Jika tidak membawa, tidak ada nilai tugas. 10. Praktikan dianjurkan untuk melakukan konsultasi dan ACC laporan kepada staf asisten. Praktikan yang melakukan konsultasi dan/atau ACC akan mendapatkan nilai tambahan yang akan diakumulasikan pada nilai laporan acara bersangkutan. 11. Pada saat konsultasi dan/atau ACC praktikan diwajibkan membawa print out tugas dan lembar pengesahan atau sesuai dengan kebijakan asisten 12. Saat sesi kelas berlangsung, praktikan dilarang mengerjakan tugas selain tugas praktikum elektromagnetik. 13. Praktikan tidak diperbolehkan untuk memalsukan pengesahan asisten. 14. Pengumpulan laporan dilakukan H-1 sebelum acara praktikum berikutnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
iv
Electromagnetic Laboratory 2017
15. Praktikan dilarang menyalin laporan praktikan lain. Bila menyalin laporan akan mendapatkan nilai nol. Jika meyalin laporan lebih dari dua kali acara praktikum, praktikan dinyatakan gugur. 16. Hal-hal yang belum tercantum pada tata tertib ini akan diatur kemudian.
B. Tata Tertib Acara Lapangan 1. Berpakaian rapi, sopan, memakai sepatu, dan wajib menggunakan jaket prodi (korsa). 2. Praktikan dilarang merokok pada saat mengikuti acara lapangan. 3. Praktikan tidak boleh mengganggu dan merusak daerah di sekitar lokasi akuisisi. 4. Praktikan diwajibkan hadir paling lambat 10 menit sebelum kegitan praktikum dimulai untuk dilakukan kuis. 5. Praktikan yang terlambat lebih dari 15 menit diperkenankan mengikuti kegitan praktikum dengan sanksi nilai kuis tidak ada, dan apabila telat lebih dari 15 menit tidak bisa mengikuti acara lapangan. 6. Praktikan wajib melaksanakan standard operational procedure sesuai dengan instrumen yang digunakan. 7. Bila terjadi kerusakan alat maka menjadi tanggung jawab angkatan yang bersangkutan dan untuk alat yang rusak tersebut menjadi milik laboratorium geofisika eksplorasi. 8. Praktikan dianjurkan untuk melakukan konsultasi dan ACC laporan kepada staf asisten. Praktikan yang melakukan konsultasi dan/atau ACC akan mendapatkan nilai tambahan yang akan diakumulasikan pada nilai laporan acara bersangkutan. 9. Pada saat konsultasi dan/atau ACC praktikan diwajibkan membawa print out tugas dan lembar pengesahan atau sesuai dengan kebijakan asisten 10. Praktikan tidak diperbolehkan untuk memalsukan pengesahan asisten. 11. Pengumpulan laporan dilakukan H-1 sebelum acara praktikum berikutnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
v
Electromagnetic Laboratory 2017
12. Praktikan dilarang menyalin laporan praktikan lain. Bila menyalin laporan akan mendapatkan nilai nol. Jika meyalin laporan lebih dari dua kali acara praktikum, praktikan dinyatakan gugur. 13. Hal-hal yang belum tercantum pada tata tertib ini akan diatur kemudian.
vi
Electromagnetic Laboratory 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i DAFTAR DOSEN DAN ASISTEN ..................................................................... ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii TATA TERTIB .................................................................................................... iv DAFTAR ISI ...........................................................................................................v DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................x DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang .........................................................................................1 I.2. Tujuan .......................................................................................................2
BAB II. DASAR TEORI II.1. Persamaan Maxwell ................................................................................3 II.2. Pelemahan (Atenuasi) Medan .................................................................5 II.3. Fase dan Polarisasi Elips .........................................................................6
BAB III. INSTRUMENTASI CONDUCTIVITY METER DEPTH (CMD) III.1. Pendahuluan ...........................................................................................9 III.2. Tujuan ..................................................................................................10 III.3. Dasar Teori ..........................................................................................10 III.4. Desain Survei .......................................................................................12 III.5. Mode Pengukuran ................................................................................13 III.6. Langkah-Langkah Pengukuran ............................................................14 III.7. Instrumentasi........................................................................................17 III.8. Parameter Terukur ...............................................................................23 III.9. Pengolahan Data ..................................................................................25
BAB IV.INSTRUMEN VERY LOW FREQUENCY (VLF) IV.1. Pendahuluan ........................................................................................27
vii
Electromagnetic Laboratory 2017
IV.2. Sejarah Metode VLF ........................................................................... 29 IV.3. Prinsip Dasar Metode VLF ..................................................................30 IV.4. Pengolahan Data VLF dengan Menggunakan Software KHFilt ..........33
BAB V. MAGNETOTELLURIC SERIES (MT SERIES) V.1. Magnetotelluric (MT) dan Audio Magnetotelluric (AMT)....................37 V.1.1. Pendahuluan ...............................................................................37 V.1.2. Konsep Dasar Metode MT .........................................................37 V.1.3. Resolusi dan Kedaaman .............................................................38 V.1.4. MT Sounding ..............................................................................39 V.1.5. Perbedaan Fase ..........................................................................39 V.1.6. Kelebihan dan Kekurangan Metode MT ....................................40 V.2. Metode CSAMT.....................................................................................41 V.2.1. Pendahuluan ...............................................................................41 V.2.2. Konsep Dasar Metode CSAMT ..................................................41 V.2.3. Near Field dan Far Field ...........................................................43 V.2.4. Kelebihan dan Kekurangan Metode CSAMT .............................46 V.3. Parameter-Parameter yang Digunakan dalam MT Series .....................47 V.3.1. Skin Depth ..................................................................................47 V.3.2. Effective Depth Penetration .......................................................48 V.3.3. Cagniard Apparent Resistivity ...................................................48
BAB VI. GROUND PENETRATING RADAR (GPR) VI.1. Latar Belakang.....................................................................................50 VI.2. Ground Penetrating Radar ..................................................................50 V.2.1.Radar ...........................................................................................50 V.2.2. Sistem GPR ................................................................................51 VI.3. Prinsip Kerja GPR ...............................................................................53 VI.4. Parameter Antena GPR........................................................................58 VI.5. Akuisisi Data GPR ..............................................................................64 V.5.1.Radar Reflection Profilling .........................................................66 V.5.2.WARR atau CMP Sounding.........................................................66
viii
Electromagnetic Laboratory 2017
V.5.3.Transillumination atau Radar Tomography ................................67 VI.6. Pengolahan Data GPR .........................................................................68 VI.7. Aplikasi Metode GPR..........................................................................72
BAB VII. TIME DOMAIN ELECTROMAGNETIC VII.1. Pendahuluan .......................................................................................74 VII.2. Konsep Dasar Metode TDEM ............................................................74
LAMPIRAN A PENGOLAHAN DATA CMD MENGGUNAKAN PROGRAM MICROSOFT EXCEL ............................................................................... 77 LAMPIRAN B PENGOLAHAN DATA VLF MENGGUNAKAN PROGRAM MICROSOFT EXCEL ............................................................................... 80
GLOSARIUM............................................................................................ 82 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 83
ix
Electromagnetic Laboratory 2017
DAFTAR GAMBAR Gambar II.1. Hubungan Amplitudo dan Fase Gelombang Sekunder (S) dan Primer (P). ...................................................................................6 Gambar II.2. Polarisasi Elips ............................................................................7 Gambar III.1. Sistem Induksi Elektromagnetik ..............................................10 Gambar III.2. Penjalaran Gelombang Elektromagnetik (Vertical Dipole) .......9 Gambar III.3. Desain Survei CMD, Posisi sumbu x sebagai nomor lintasan dan sumbu y sebagai titik pengukuran pada lintasan ..............13 Gambar III.4. Layar Awal Monitor Instrumen CMD .....................................14 Gambar III.5. Tampilan untuk Menentukan Jarak Pengukuran ......................15 Gambar III.6. Tampilan untuk Menentukan Posisi Awal ...............................15 Gambar III.7. Tampilan untuk Mengecek dan Menyimpan Data ...................16 Gambar III.8. Port untuk Menancapkan Kabel USB ......................................17 Gambar III.9. Control Unit CMD (Display) ...................................................20 Gambar III.10. Penyebaran Gelombang EM pada Transmitter ......................22 Gambar III.11. Pemasangan Satelit pada Instrumen CMD .............................22 Gambar III.12. Proses Penggunaan Alat CMD dan Pengukuran Menggunakan CMD ........................................................................................23 Gambar III.13. Proses Survei CMD dengan Parameter Data yang Terukur ...24 Gambar III.14. Diagram Alir Pengolahan Data CMD ....................................25 Gambar III.15. Contoh Kurva Hasil Pengolahan Data ...................................26 Gambar III.16. Perbandingan konduktivitas antara kurva dengan kondisi bawah permukaan yang sebenarnya ..................................................26 Gambar III.17. Contoh Peta MA Konduktivitas vs MA In Phase. .................27 Gambar IV.1 Distribusi Medan Elektromagnetik untuk Metode VLF dalam Polarisasi Listrik dengan Sinyal di Atas Sebuah Dike Konduktif Vertikal (Diambil dan Digambar Ulang dari Bosch Dan Muler, 2001)..................................................................31 Gambar IV.2. Satu Set Alat VLF.....................................................................33 Gambar IV.3. Tampilan Awal Software KHFilt .............................................33
x
Electromagnetic Laboratory 2017
Gambar IV.4. Tampilan Sub-menu Read VLF Data .......................................34 Gambar IV.5. Tampilan Kotak Dialog untuk Membuka Data ........................34 Gambar IV.6. Tampilan Grafik VLF Measurement ........................................35 Gambar IV.7. Tampilan Grafik Fraser Filtering ............................................35 Gambar IV.8. Hasil Penampang RAE .............................................................36 Gambar V.1. Konfigurasi MT. .........................................................................38 Gambar V.2. Diagram kurva sounding MT untuk model 3 lapis. ...................39 Gambar V.3. Hubungan antara kurva resistivitas semu dengan beda fase. .....40 Gambar V.4. Susunan Instrumen CSAMT di Lapangan untuk Survei Skalar dengan Menggunakan banyak komponen E dan satu komponen H. ...............................................................................................41 Gambar V.5. Konfigurasi CSAMT untuk Beberapa Macam Survei. ...............42 Gambar V.6.Zona Jauh (far field) dan Zona Dekat (near field) (Mitsuru Yamashita, 2006). ......................................................................44 Gambar V.7. Zona Jauh (far field) , Zona Transisi (transision zone), dan Zona dekat (near field) Dari Data Pengukuran. ........................45 Gambar V.8. Peluruhan amplitudo gelombang EM dengan periode yang berbeda, periode yang lebih panjang akan lebih lama dilemahkan dan akan mempunyai penembusan yang lebih dalam. ........................................................................................48 Gambar V.9. Sketsa gelombang EM tunggal yang menembus tanah dengan hambat jenis sebesar ρ ...............................................................49 Gambar VI.1 Sistem GPR ...............................................................................52 Gambar VI.2 Konsep Akuisisi Data ................................................................53 Gambar VI.3. Skema Pemantulan Gelombang GPR .......................................54 Gambar VI.4. Late Time Ringing ....................................................................60 Gambar VI.5. Cross-Coupling ........................................................................60 Gambar VI.6. Jarak Antena dengan Tanah .....................................................61 Gambar VI.7 Cavity Area ................................................................................63 Gambar VI.8 Metal ..........................................................................................63 Gambar VI.9 Dry Karst ...................................................................................64 Gambar VI.10 Wet Karst .................................................................................64
xi
Electromagnetic Laboratory 2017
Gambar VI.11 Sistem Pengambilan Data GPR Dengan Menggunakan Alat Bantu..........................................................................................64 Gambar VI .12 Sistem Pengambilan Data GPR dengan Menggunakan Alat Bantu..........................................................................................65 Gambar VI .13 Skema Pengukuran Radar Reflection Profilling ....................66 Gambar VI .14 Skema Pengukuran WARR .....................................................67 Gambar VI .15 Skema Pengukuran CMP Sounding .......................................67 Gambar VI .16 Skema Penukuran Radar Tomography ..................................67 Gambar VI.17. Diagram alir pengolahan data GPR. (Cassidy, 2009) Time Zero Correction merupakan koreksi yang berguna karena kenaikan .....................................................................................69 Gambar VI.18. (A) sebelum migrasi (B) sesudah migrasi, data resolusi tinggi (1,5 GHz) dari hasil survei disepanjang penghubung antara dua beton jalan. (Reynolds, 2011) ....................................................70 Gambar VI.19. Visualisasi Data GPR .............................................................72 Gambar VI.20. (a). Penggunaan GPR di Lapangan, (b). Citra dari Pipa yang Terpendam Dalam Tanah ..........................................................72 Gambar VI.21. Aplikasi GPR untuk Mendeteksi Struktur Beton pada Dinding ......................................................................................73 Gambar VI.22. Aplikasi GPR untuk Mendeteksi Struktur Bawah Permukaan. ................................................................................73 Gambar VII.1. Penjalaran Gelombang Elektromagnet dalam Metode TDEM ........................................................................................74 Gambar VII.2. Skema Peluruhan Medan Magnet Primer Terhadap Waktu ...75
xii
Electromagnetic Laboratory 2017
DAFTAR TABEL Tabel II.1. Variasi Skin Depth dengan Frekuensi Gelombang Bidang pada Medium Homogen dengan Resistivitas . .....................................6 Tabel VI.1. Resolusi dan daya tembus gelombang radar (Mala Geoscience, 1997) ............................................................................................56 Tabel VI.2. Permitivitas Dielektrik Relatif Material (Davis & Annan, 1989) .58 Tabel VI.3. Data Jarak Antena dengan Tanah dengan Berbagai Variasi Permitivitas ..................................................................................62 Tabel VI.4. Tahapan pengolahan data ..............................................................71
xiii
Electromagnetic Laboratory 2017
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Metode elektromagnetik merupakan salah satu metode dalam eksplorasi geofisika yang umumnya digunakan untuk pencarian bahan-bahan yang memiliki sifat konduktif yang tinggi. Perubahan komponen-komponen medan akibat variasi konduktivitas dimanfaatkan untuk menentukan struktur bawah permukaan. Medan elektromagnetik yang digunakan dapat diperoleh dengan sengaja membangkitkan medan elektromagnetik disekitar daerah observasi (metode aktif), ataupun memanfaatkan medan elektromagentik yang terdapat di alam (metode pasif). Konsep pada metode elektromagnetik adalah sebagai berikut : Medan elektromagnet yang ditimbulkan oleh suatu pemancar dapat digunakan dalam eksplorasi geofisika. Medan ini disebut sebagai medan EM primer dan dapat menimbulkan fluks elektromagnetik pada konduktor yang berada dalam pengaruhnya. Konduktor tersebut akan terinduksi dan menimbulkan ggl yang menghasilkan arus sekunder. Arus sekunder (arus pusaran = eddy current) mengalir dalam konduktor dan menyebabkan gelombang EM sekunder, yang besarnya tergantung dari konduktivitas konduktor (σ), permeabilitas magnetik konduktor (μ), dan frekuensi gelombang EM primer. Seperti medan EM primer, medan EM sekunder inipun berubah terhadap jarak sehingga pada penerima terjadi kombinasi medan EM total (primer dan sekunder). Untuk mengetahui sifat konduktor, gelombang sekunder ditangkap menggunakan receiver berbentuk kumparan kawat. Analisa gelombang EM sekunder meliputi amplitudo dan fase, dibandingkan dengan gelombang primer. Gelombang EM sekunder memiliki dua bagian, yaitu In-phase (yang sefase dengan gelombang primer) dan Out-phase (yang fasenya 90° dari gelombang primer). Dalam metode ini terdapat beberapa metode dalam pengolahan maupun akuisis datanya, antara lain VLF, CMD, CSAMT, MT, AMT serta GPR.
1
Electromagnetic Laboratory 2017
I.2. Tujuan Setelah mempelajari dan mempraktekkan metode-metode Elektromagnetik, maka peserta diharapkan dapat : a.
Mengetahui prinsip dasar perambatan gelombang EM serta metode-metode yang ada didalamnya
b. Melakukan proses pengambilan, pengolahan dan interpretasi sederhana data di lapangan dan di dalam Lab. c. Dapat mengoperasikan instrumen yang dipergunakan dalam pengambilan data Elektromagnetik secara baik dan benar.
2
Electromagnetic Laboratory 2017
BAB II DASAR TEORI II.1. Persamaan Maxwell Medan elektromagnetik dapat digolongkan menjadi 4 parameter medan, yaitu: E = Intensitas Medan Listrik (V/m) D = Rapat Fluks Medan Listrik (C/m2) H = Intensitas Medan Magnet (A/m) B = Rapat Fluks Medan Magnet (Wb/m2) Keempat medan tersebut memenuhi Persamaan Maxwell, yang merupakan persamaan umum yang dapat mendeskripsikan sifat gelombang elektromagnetik. Persamaan Maxwell terdiri atas:
E
B t
(Hukum Faraday)
(II.1)
(Hukum Ampere)
(II.2)
D
(Hukum Gauss Listrik)
(II.3)
B 0
(Hukum Gauss Magnet)
(II.4)
H J
D t
Hukum Faraday menyatakan bahwa medan listrik dapat ditimbulkan dari perubahan induksi magnet terhadap waktu. Begitu pula yang terjadi pada Hukum Ampere, bahwa medan magnet tidak hanya dapat ditimbulkan dari arus listrik, akan tetapi juga disebabkan oleh perubahan pergeseren listrik terhadap waktu. Hukum Gauss Listrik menyatakan bahwa jumlah fluks listrik yang melewati suatu permukaan tertutup akan sama dengan jumlah muatan yang mengelilingi permukaan tersebut. Sedangkan Hukum Gauss Magnet menyatakan bahwa tidak ada medan magnet yang bersifat monopol.
3
Electromagnetic Laboratory 2017
Besarnya nilai medan listrik dan medan magnet induksi bergantung pada nilai intrinsik batuan berupa permitivitas, permeabilitas dan konduktifitas yang dihubungkan dengan persamaan 5-7 D E
(II.5)
B H
(II.6)
J E
(II.7)
Persamaan 5 menyatakan bahwa besarnya rapat fluks medan listrik tergantung pada permitivitas listrik yang diinduksi dan besarnya medan listrik yang menginduksi. Persamaan 6 juga menyatakan bahwa besarnya fluks medan magnet tergantung pada permeabilitas magnet yang diinduksi dan besarnya medan magnet yang menginduksi. Persamaan 7 (Hukum Ohm) menyatakan bahwa rapat arus listrik bergantung pada nilai konduktivitas bahan yang terinduksi dan besarnya medan listrik yang menginduksi.
Skin Depth & Effective Depth Penetration Medan elektromagnetik akan teratenuasi ketika melewati lapisan konduktif,
jarak maksimum yang dapat dicapai oleh medan elektromagnetik saat menembus lapisan konduktif ini dinamakan skin depth. Nilai skin depth dipengaruhi oleh resistivitas bahan dan frekuensi yang digunakan. Hubungan ini dapat ditulis sesuai dengan persamaan 8.
503
f
(II.8)
Effective Depth Penetration (D) adalah kedalaman yang dapat dicapai saat dilakukan survei CSAMT. Nilai D ini dapat ditulis sesuai dengan persamaan 9.
D 356
f
(II.9)
4
Electromagnetic Laboratory 2017
Cagniard Apparent Resistivity Data yang didapat pada pengukuran dengan menggunakan Metode CSAMT
adalah berupa Medan Listrik dan Medan Magnet. Untuk mendapatkan nilai resistivitas batuan, kita dapat menggunakan persamaan Cagniard Resistivity yang ditunjukkan pada persamaan 10. 2
1 Ex 5 f Hy
(II.10)
II.2. Pelemahan (Atenuasi) Medan Sesuai dengan pers (2), gelombang bidang yang merambat ke bawah pada sebuah medium dengan konduktivitas , dimana medan E berosilasi pada sumbu x dan medan H pada sumbu y akan memberikan solusi;
E x E0 e ikz E0 e i ( i ) z
(II.11)
dengan k adalah parameter/bilangan gelombang (k2 = - i(+i)). Parameter real
menunjukkan faktor fase (rad/m) dan parameter imaginer menunjukkan faktor atenuasi/pelemahan (db/m) gelombang. Mengingat harga konduktivitas dibagi dengan permitivitas listrik dan frekuensi angulernya sangat lebih besar daripada satu untuk medium batuan, maka faktor fase dan faktor atenuasi bernilai sama (Kaikkonen, 1979). Kedalaman pada saat amplitudo menjadi 1/e (sekitar 37%) dari amplitudo permukaan dikenal sebagai kedalaman kulit (skin depth / ). Kedalaman ini di dalam metode EM sering ditengarai sebagai kedalaman penetrasi gelombang, yaitu
2
504 ( / f ) 1 / 0
(II.12)
Implementasi praktis pers di atas dapat dilihat pada Tabel II.1.
5
Electromagnetic Laboratory 2017
Tabel II.1. Variasi Skin Depth dengan Frekuensi Gelombang Bidang pada Medium Homogen dengan Resistivitas . SkinDepth (m) F (Hz)
Resistivitas (Ohmm) 0.01
1
102
104
0.01
500
5000
5104
5105
10
16
160
1600
16000
103
1.6
16
160
1600
104
0.5
5
50
500
105
0.16
1.6
16
160
II.3. Fase dan Polarisasi Elips Pada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik (ggl) induksi es akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya tertinggal 90o. Gambar 2 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl induksinya. e
R R 0
S R sin
S cos
P R cos
S sin
Gambar II.1. Hubungan Amplitudo dan Fase Gelombang Sekunder (S) dan Primer (P).
6
Electromagnetic Laboratory 2017
Andaikan Z(=R + iL) adalah impedansi efektif sebuah konduktor dengan tahanan R dan induktans L, maka arus induksi (eddy), Is (=es/Z) akan menjalar dalam medium dan menghasilkan medan sekunder S. Medan S tersebut memiliki fase tertinggal sebesar yang besarnya tergantung dari sifat kelistrikan medium. Besarnya ditentukan dari persamaan tan = L/R. Total beda fase antara medan P dan S akan menjadi 90o + tan-1(L/R). Berdasar hal ini dapat dikatakan bahwa, jika terdapat medium yang sangat konduktif (R0), maka beda fasenya mendekati 180o, dan jika medium sangat resistif (R) maka beda fasenya mendekati 90o. Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen R yang sefase dengan P (Rcos) disebut sebagai komponen real (in-phase) dan komponen yang tegak lurus P (Rsin) disebut komponen imajiner (out-of-phase / kuadratur). Perbandingan antara komponen real dan imajiner dinyatakan dalam persamaan :
Re tan L / R Im
(II.13)
Persamaan diatas menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan Re/Im (semakin besar pula sudut fasenya), maka konduktor semakin baik, dan semakin kecil maka konduktor semakin buruk. Dalam pengukurannya, alat T-VLF akan menghitung parameter sudut tilt dan eliptisitas dari pengukuran komponen in-phase dan out-of phase medan magnet vertikal terhadap komponen horisontalnya. Besarnya sudut tilt (%) akan sama dengan perbandingan Hz/Hx dari komponen in-phase-nya, sedangkan besarnya eliptisitas (%) sama dengan perbandingan komponen kuadraturnya. z
a b
H x
7 H
Electromagnetic Laboratory 2017
Gambar II.2. Polarisasi Elips.
Jika medan magnet horisontal adalah Hx dan medan vertikalnya sebesar Hx ei (gambar 3), maka besar sudut tilt diberikan sebagai;
H 2 z cos H tan( 2 ) x 2 H 1 z Hx
(II.14)
dan eliptisitasnya diberikan sebagai;
H z H x sin b i a H z e sin H x cos
2
(II.15)
8
Electromagnetic Laboratory 2017
BAB III INSTRUMENTASI CONDUCTIVITY METER DEPTH (CMD)
III.1. Pendahuluan Metode elektromagnetik merupakan salah satu metode dalam eksplorasi geofisika yang umumnya digunakan untuk pencarian bahan-bahan yang memiliki sifat konduktif yang tinggi. Metode elektromagnetik sangat berguna dan praktis karena data dapat diperoleh dengan cepat untuk daerah yang luas sekalipun. Survei elektromagnetik tidak memerlukan elektroda yang ditancapkan ke tanah seperti pada survei resistivitas. Survei elektromagnetik tidak memerlukan elektroda yang ditancapkan ke tanah seperti pada survei geolistrik resistivitas. Survei elektromagnetik dapat diaplikasikan untuk berbagai macam keperluan, yaitu:
Eksplorasi air tanah dan mineral.
Kontaminasi limbah pada air tanah.
Intrusi air laut.
Pemetaan geologi.
Penentuan lokasi benda-benda yang terpendam di dalam tanah (pipa, tangki, drum dan kabel).
Arkeologi.
Penentuan lokasi bahan tambang.
Penentuan lokasi gua. Medan elektromagnetik yang digunakan dapat diperoleh dengan sengaja
membangkitkan medan elektromagnetik di sekitar daerah observasi, pengukuran semacam ini disebut teknik pengukuran aktif. Adapun sifat-sifat dari gelombang elektromagnetik ialah : 1. Dapat merambat dalam ruang hampa. 2. Merupakan gelombang transversal (arah getar ^ arah rambat), jadi dapat mengalami polarisasi. 3. Dapat mengalami refleksi, refraksi, interferensi dan difraksi. 4. Tidak dibelokkan dalam medan listrik maupun medan magnet.
9
Electromagnetic Laboratory 2017
III.2. Tujuan Setelah mempelajari dan mempraktekkan metode-metode CMD, maka peserta diharapkan dapat : a. Mengetahui prinsip dasar perambatan gelombang EM CMD. b. Melakukan proses pengambilan, pengolahan dan interpretasi sederhana data CMD di lapangan dan di dalam Lab. c. Mengoperasikan peralatan CMD secara baik dan benar. III.3. Dasar Teori CMD (Electromagnetic Conductivity Meter Depth) adalah suatu alat yang dapat mengukur secara cepat nilai konduktivitas benda memanfaatkan induksi elektromagnetik dari aliran listrk yang dipancarkan ke bawah permukaan hingga kedalaman ± 6 meter dengan frekuensi 14.6 kHz. Proses kerja dari instrumen CMD (Electromagnetic Conductivity Meter Depth) ini yaitu dengan mengirim sinyal berupa gelombang elektromagnetik baik yang dibuat sendiri maupun yang berasal dari alam melalui suatu transmiter (Tx), material bawah permukaan bumi merespon gelombang elektromagnetik tadi dan menginduksi arus eddy. Gelombang S (sekunder) yaitu induksi medan magnet terhadap arus eddy. Kemudian, di permukaan, gelombang S yang datang ini di terima oleh reciever (Rx) secara langsung dari pemancar. Arus Eddy berbanding lurus dengan konduktivitas batuan. Sehingga dalam pengukuran arus eddy, secara tidak langsung mendapatkan nilai konduktivitas batuan.
Gambar III.1. Sistem Induksi Elektromagnetik
10
Electromagnetic Laboratory 2017
Instrumen CMD (Electromagnetic Conductivity Meter Depth) mengukur sifat kondiktivitas material bawah permukaan bumi yang meliputi soil, air tanah, batuan, dan material lainnya yang terkubur bawah permukaan bumi. GeoModel Inc. sudah memprakarsai sejumlah survei konduktivitas secara luas menggunakan instrumen elektromagnetik CMD untuk bermacam-macam keuntungan, antara lain: Cepat dan akurat. Bersifat portable (alatnya sangat mudah dibawa di sekitar lokasi dan digunakan untuk berbagai macam tujuan penelitian) Cost effective (Biaya survei terjangkau). Instrumen CMD ini sering digunakan untuk mencari material metal (drum dan tanki penyimpan fluida) yang terkubur, bidang arkeologi (pencarian situs-situs purbakala),
mengamati
perkembangan
lingkungan
(mendeteksi
limbah
cair/pencemaran) dan bidang pertambangan (eksplorasi mineral-mineral logam) Penjalaran gelombang elektromagnetik bisa terjadi melalui dua cara yakni horisontal dipol dan vertikal dipol. Pada penelitian metode EM-Conductivity menggunakan CMD ini menjalarkan gelombang secara vertical dipole, berikut ilustrasi penjalaran gelombangnya.
Gambar III.2. Penjalaran Gelombang Elektromagnetik (Vertical Dipole)
Sedangkan persamaan untuk harga konduktivitas dapat diperoleh dari :
11
Electromagnetic Laboratory 2017
H s i0 s 2 Hp 4
(III.1)
Keterangan : Hs = medan magnet sekunder pada koil penerima Hp = medan magnet primer pada koil penerima Ω
= 2πf
f
= frekuensi (Hz)
µo = permeabilitas ruang hampa σ
= konduktivitas (mS/m)
s
= intercoil spacing
i
=
Jadi persamaan untuk mendapatkan harga konduktivitas (σa) suatu medium yakni :
a
Hs 0 s 2 H p 4
(III.2)
III.4. Desain Survei Alat CMD didesain untuk dapat melakukan kedua pengukuran yaitu dengan pengukuran titik secara manual atau pengukuran berlanjut. Untuk posisi pengukuran dapat ditentukan secara manual atau pengukuran berlanjut. Untuk posisi pengukuran dapat ditentukan secara manual atau menggunakan GPS. Hal ini memungkinkan untuk dapat dilakukan pengukuran secara berkelanjutan pada tiap lintasan atau satu arah pada tiap lintasannya. Lihat pada Gambar III.3.
12
Electromagnetic Laboratory 2017
Gambar III.3. Desain Survei CMD, Posisi sumbu x sebagai nomor lintasan dan sumbu y sebagai titik pengukuran pada lintasan.
III.5. Mode Pengukuran Peralatan CMD mengizinkan untuk dilakukannya pengukuran secara optimal dengan menggunakan maksimum precission atau dengan fastest response. Precision Pada mode ini dimana persisi maksimum didapat pada titik pengukuran dimana alat tidak boleh bergerak pada saat pengambilan data. Ketika digunakan sambil bergerak, tingkat akurasi pembacaan akan buruk. Fastest Response Pada mode ini memungkinkan didapat respon yang cepat pada pengukuran. Ini didesain khusus untuk pengukuran berlanjut ketika alat terus bergerak. Respon kecepatan pembacaan dapat disesuaikan pada tiga tingkatan : Response fast
= sangat cepat (kurang dari 0,1 detik)
Response normal = sedang Response slow
= lambat
Respon yang cepat ini membuat tingkat akurasi pembacaan data menjadi lebih kecil. a. Waktu Pengukuran Waktu dari pengukuran ini sama seperti stacking yang dimana dapat disetting pada range 0.1 detik – 20 detik. Dengan waktu pengukuran yang lebih lama dan stabil akan meningkatkan tingkat akurasi pengukuran. Untuk pengukuran manual direkomendasikan untuk menggunakan waktu
13
Electromagnetic Laboratory 2017
pengukuran 1-20 detik (dengan mode pengukuran precission), untuk pengukuran berlanjut dapat digunakan waktu pengukuran 0.1-2 detik (dengan mode pengukuran fastest response).
b. Pengukuran Secara Manual Pengukuran ini biasa digunakan berupa titik-titik yang tersusun menjadi lintasan pada lokasi pengukuran. Biasanya akan berupa grid lintasan secara paralel yang akan mengcover pada lokasi sehingga didapat resolusi area secara persegi. Hal ini merupakan pengukuran secara klasik dengan menggunakan meteran untuk menyesuaikan jaraknya namun pembacaan data yang didapat akan lebih akurat pada titik-titik yang digunakan. Seorang operator akan berjalan sesuai lintasannya, memulai pengukuran pada titik tertentu, tunggu sampai hasil pengukuran didapat dan kemudian menyimpan hasil berupa file dan melanjutkan pengukuran pada titik selanjutnya.
III.6. Langkah-langkah Pengukuran 1) Memulai Pengukuran Pilih “manual measurement” pada menu utama. Ikuti perintah yang ada pada layar.
Gambar III.4. Layar Awal Monitor Instrumen CMD
14
Electromagnetic Laboratory 2017
Masukkan nama file, lokasi dan note. Pilih mode pengukuran, kalibrasi. Sesuaikan waktu pengukuran (Meas. Time) dan kesalahan pengukuran (Meas. Error). Masukkan nilai x dan y (jika anda ingin melakukan dengan menggunakan titik-titik grid/area yang berlanjut untuk pemetaan 2 dimensi), masukkan jarak pengukuran (X-Step) dan titik pada lintasan (Y-Step).
Gambar III.5. Tampilan untuk Menentukan Jarak Pengukuran
2) Posisi Titik Pengukuran Masuk pada tampilan posisi yang ada pada bagian sudut kanan atas, disini memungkinkan untuk melewati atau mengubah titik pengukuran sesuai yang diinginkan. Kemudian pengukuran dapat dimulai.
Gambar III.6. Tampilan untuk Menentukan Posisi Awal
15
Electromagnetic Laboratory 2017
Fungsi tiap-tiap tombol adalah :
Yes
: untuk memulai pengkuran
No
: untuk mematikan pengukuran
Right/Left
: untuk melanjutkan/mengembalikan titik pengukuran
Up/Down
: untuk melanjutkan/mengembalikan titik pengukuran
0-9
: untuk memasukkan note pada titik pengukuran
3)
Pengecekan dan Penyimpanan Data
Gambar III.7. Tampilan untuk Mengecek dan Menyimpan Data
Operator dapat mengecek hasil pengukuran dan jika telah didapat data yang baik maka dapat disimpan pada memori dengan menekan tombol pada satelit atau dengan menekan tombol “Yes”. Funsi tiap-tiap tombol : Yes : menyimpan data pengukuran dan akan melanjutkan pengukuran pada titik selanjutnya No : menghapus nilai pengukuran dan akan mengukur kembali pada titik yang sama 0-9 : memberikan note pada titik pengukuran
16
Electromagnetic Laboratory 2017
4)
Download Data Pemasangan Perangkat Lunak Masukkan CD instalasi CMD pada PC anda. Hubungkan PC dengan CMD
control dengan memasang kabel USB dan nyalakan peralatan. Tunggu sampai mucul perintah pada windows (the installation of USB driver passes). Untuk proses pemasangan dan transfer data CMD, lalu ikuti sesuai perintah berupa “readme.txt” pada folder file CMD. Download Data Pengukuran Hubungkan CMD control dengan PC menggunakan kabel USB pada konektor yang berada di tengah pada alat CMD control dan nyalakan alat (perangkat akan otomatis berada pada posisi download data).
Gambar III.8. Port untuk Menancapkan Kabel USB
Jalankan perangkat lunak pada PC dengan meng-klik ikon CMD data transfer dan akan muncul windows perangkat lunak CMD. Pilih data yang akan ditransfer. Buat folder kemudian data akan tertransfer secara otomatis. Setelah data ditransfer lepaskan CMD control dengan PC anda.
III.7. Instrumentasi Instrumen yang digunakan untuk survei CMD terdiri dari dua koil yang terpisah dengan jarak tertentu. Medan magnet dari koil pemancar menginduksi arus
17
Electromagnetic Laboratory 2017
di dalam tanah, sehingga menghasilkan medan magnet yang dideteksi oleh koil penerima. Instrumen untuk survei CMD terdiri dari bagian pemancar dan penerima. Bagian pemancar berfungsi sebagai sumber energi elektromagnetik. Sumber arus bolak-balik dihasilkan oleh sebuah osilator dan jika dilewatkan ke sebuah kumparan, maka akan dihasilkan medan magnet bolak-balik. Medan magnet bolakbalik ini kemudian dipancarkan ke tanah dan udara (sejajar tanah) menggunakan sebuah antena. Bagian penerima berfungsi sebagai pengukur dan perekam medan magnet primer dan sekunder. Medan magnet tersebut diukur menggunakan dua koil yang didesain khusus sehingga diperoleh resultan dari kedua medan magnet tersebut. Hasil pengukuran yang diinginkan dari instrumen ini adalah beda fasa (φ) antara medan primer dengan medan sekunder. Pengukuran beda fasa ini dilakukan dengan mengukur resistansi potensiometer pada rangkaian penerima. Supaya dapat direkam pada suatu memori, maka arus tersebut harus dikonversi menjadi tegangan kemudian didigitalisasi menggunakan ADC (Analog to Digital Converter). Semua proses perekaman data dikendalikan oleh sebuah mikrokontroler.
a. Control Unit CMD 1. Attachable CMD control unit works with all types of probes. 2. Five modes of measurements:
Manual measurement – the user starts measurement at each point by pressing the key or by buttons. The point position is updated automatically in the preset grid or can be entered directly. Each point can be re-measured or skipped and completed with comment.
Continuous measurement – data are measured and saved continuously in chosen measuring period. The positions on the profile are determined by length marks with consequent recalculation of positions.
GPS Manual measurement – the user starts measurement at each point by pressing the key or by button. The position is determined by GPS receiver.
18
Electromagnetic Laboratory 2017
GPS continuous measurement – data are measured and saved continuously in chosen measuring period. The position is determined by GPS receiver.
Search mode – data are measured and shown continuously but are not saved.
3. High precision and fast response optimization can be chosen in four grades. The first one is convenient for stationary measurements while the next three graded fast response modes serve for moving applications. 4. Two depth ranges – full and half depth range of the probe. 5. Factory and two user calibrations (calibrating data are stored in the probe).
Measurement time: 0.1 – 20 s.
Direct support of GPS receiver. Longitude, latitude and altitude are shown and saved automatically.
32 Mbit data flash memory:
max.32 files
max. 150 000 measured points
Graphical LCD display 320x240, white backlight (backlight reduces battery life by 10 %).
Easy USB data transfer.
Power supply: o Internal exchangeable rechargeable lithium-ion battery pack. (Integrated fully automatic intelligent battery charger activated by the connection of external 12 V source.) o Working time: 3 – 4 working days (24 – 32 hours of continuous measurement). o Internal exchangeable battery holder for 6 AA single-use or rechargeable NiCd or NiMh batteries o External power supply 12 V (6.5 – 14 V, 1.2 A max.)
AC/DC adapter for 100 – 240 V AC, 50 – 60 Hz
Cable for 12 V car socket supply.
Operating temperature: -10 ºC to +50 ºC
Dimensions: 270 x 90 (145) x 60 mm 19
Electromagnetic Laboratory 2017
Weight: 0.5 kg (0.7 kg with Li-Ion battery pack)
Gambar III.9. Control Unit CMD (Display)
b. Satelit (Transmiter dan Receiver) Satelit ini terdiri dari pemancar dan penerima, CMD-1,CMD-2 atau CMD4 yang dimana memiliki perbedaan kedalaman penetrasinya. Gambar satelit CMD ini dapat dilihat pada gambar 6. Satelit tersebut dapat mengukur pada kedua sensitivitas kedalaman yaitu pada kedalaman maksimum dan minimumnya. Pada setiap satelit terdapat koil yang memiliki fungsi kerja masing-masing, antara lain :
Koil Pemancar (Transmiter Coil) Koil
pemancar
berfungsi
sebagai
penghasil
gelombang
elektromagnetik. Koil ini berupa sebuah solenoid dengan induktansi tertentu. Semakin besar induktansi solenoid, maka semakin besar pula medan magnet yang dihasilkan.
Koil Penerima (Receiver Coil) Koil penerima terdiri dari dua koil yang mempunyai nilai induktansi yang sama (identik). Masing-masing koil berfungsi sebagai penerima medan primer (P) dan medan sekunder (S). Masing-masing koil tersebut dirangkai dengan sebuah kapasitor, sehingga diperoleh
20
Electromagnetic Laboratory 2017
frekuensi resonansi yang sama dengan frekuensi gelombang elektromagnetik dari bagian pemancar.
Probe : 1. Two depth ranges – full and half depth range. 2. Measured quantities:
Apparent conductivity in mS/m
In-phase ratio in ppt (determined by magnetic susceptibility)
3. Measuring ranges:
Conductivity: 1000 mS/m, resolution 0.1 mS/m
In-phase ratio: ± 80 ppt, resolution 10 ppm
4. Measurement accuracy: ± 4% at 50mS/m 5. Temperature stability: better than 0.2 mS/m/ °C 6. Operating frequency: 10 kHz 7. Effective depth range for High / Low depth mode:
CMD-1: 1.5 m / 0.75 m
CMD-2: 3.0 m / 1.5 m
CMD-4: 6.0 m / 3.0 m
8. Inter-coil spacing:
CMD-1: 0.98 m
CMD-2: 1.89 m
CMD-4: 3.77 m
9. Probe length & weight:
CMD-1: 1 065 mm, 2.5 kg
CMD-2: 2 075 mm, 3.6 kg
CMD-4: 4 075 mm, 6.8 kg
10. Operating temperature: -10 °C to +50 °C
21
Electromagnetic Laboratory 2017
Gambar III.10. Penyebaran Gelombang EM pada Transmitter
c. Pemasangan dan Peralatan Pengukuran Satelit CMD-2 dan CMD-4 Letakan batang satelit pada tiap-tiap posisinya dimaa batang pemancar berada pada sebelah kiri dan batang penerima berada pada sebelah kanan. Pada CMD-4 satelit tersebut dihubungkan pada batang konektor dan susun sesuai posisi pemncar dan penerimanya. Lihat pada gambar 6. Sekarang letakkan sabuk pada belt holder yang berada pada bagian atas dari satelit. Lihat gambar 7. Untuk penggunaan satelit CMD-4 disarankan untuk menggunakan harness untuk mempermudah proses pengukuran dikarenakan beban instrumen yang cukup berat.
Gambar III.11. Pemasangan Satelit pada Instrumen CMD
22
Electromagnetic Laboratory 2017
Gambar III.12. Proses Penggunaan Alat CMD dan Pengukuran Menggunakan CMD
III.8. Parameter Terukur a. Konduktivitas Konduktivitas merupakan parameter utama yang terukur dari instrumen CMD, hal ini dikarenakan adanya proses induksi gelombang elektromagnetik di bawah permukaan bumi yang menginduksi material yang bersifat konduktif. Konduktivitas itu sendiri merupakan kemampuan material atau bahan yang terdapat di bawah permukaan untuk menghantarkan arus ataupun panas. Konduktivitas didefinisikan sebagai kuantitas dalam mS/m.
b. In-Phase Parameter kedua yang diukur secara simultan dengan konduktivitas jelas adalah In Phase. Hal ini didefinisikan sebagai kuantitas relatif dalam ppt dari medan magnet primer dan terkait erat dengan kerentanan magnetik bahan diukur. Jadi peta InPhase dapat membantu membedakan struktur buatan dari geologi alam di peta konduktivitas terlihat jelas.
c. Meas Error (ME)
ME merupakan standar batas pengambilan data pada saat pengukuran yang terbaca pada alat CMD.
ME yang digunakan biasanya bernilai < 0.3 %
23
Electromagnetic Laboratory 2017
DIAGRAM DATA (ALAT) CONDUKTIVITY
MEAS ERROR
IN PHASE
MOVING AVERAGE
KURVA / GRAFIK & PENAMPANG Gambar III.13. Proses Survei CMD dengan Parameter Data yang Terukur
24
Electromagnetic Laboratory 2017
III.9. Pengolahan Data Pada dasarnya, pengolahan data pada metode CMD ini dapat kita lihat seperti pada diagram alir dibawah ini. Mulai
Pengolahan Data Ms.Excel
Perhitungan Ma Conductivity, dan Ma InPhase Kurva Conductivity vs Ma Conductivity
Peta Ma Conductivity
Kurva Ma Conductivity vs Ma In Phase
Pengolahan data surfer
Kurva In-Phase vs Ma In-Phase
Peta Ma In Phase
Analisis Kurva dan peta
Kesimpulan
Selesai
Gambar III.14. Diagram Alir Pengolahan Data CMD
25
Electromagnetic Laboratory 2017
Moving Average Moving Average dapat diartikan sebagai perubahan harga rata-rata dalam satu timeframe tertentu. MA berfungsi mengkompensasi noise acak yang muncul selama pengukuran (akibat aktivitas kelistrikan maupun ketidakhomogenan bawah permukaan).
500
0
Grafik MA In Phase MA In Phase (ppt)
Grafik MA Conductivity
50 0 -50 0
200
400
600
800
-100 Spasi (m)
Gambar III.15. Contoh Kurva Hasil Pengolahan Data
Interpretasi
KONDUKTIVITAS 1 : TINGGI 2 : MEDIUM 3 : RENDAH
Gambar III.16. Perbandingan konduktivitas antara kurva dengan kondisi bawah permukaan yang sebenarnya
Pada interpretasi yang menggunakan kurva dapat kita dapat memperkirakan material yang ada dibawah permukaan bersifat konduktif atau resistif pada kurva konduktivitas ataupun memiliki pengaruh kemagnetan yang tinggi atau rendah pada kurva resistivitas. Secara teoritis konduktivitas berbanding terbalik dengan in phase. In phase dipengaruhi oleh faktor suseptibilitas. Semakin tinggi nilai
26
Electromagnetic Laboratory 2017
suseptibilitasnya maka inphase akan semakin besar. Namun tidak seluruhnya data di lapangan menunjukkan hubungan terbalik tersebut. Dengan interpretasi grafik, kita dapat asumsikan data in phase sebagai pembanding terhadap data konduktivitas. Sedangkan interpretasi pada peta konduktivitas akan terlihat bagian atau daerah yang memiliki range nilai konduktivitas mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi dan begitu juga pada peta in phase yang akan menunjukkan daerah yang memiliki kerentanan magnetik dari range yang terendah hingga yang tertinggi pada lokasi pengukuran. Sama halnya dengan interpretasi secara grafik, interpretasi peta inphase digunakan sebagai pembanding peta konduktivitas. Satuan untuk konduktivitas adalah mS/m sedangkan satuan untuk inphase adalah ppt.
Peta MA In Phase
Peta MA Konduktivitas 25
25 19 18
9130600 22
20
22
21 20
22
21 20
22
21 20
22
21 20
22
21 20
22
21 20
22
21 20
23 9130550
24 23 24 23
9130500 24 23 24 9130450
23 24 23
9130400
24 23 24 23
9130350 24
21 20 22
23 24 9130300
22 23
24
22
21 20 21
19 18 19 18 19 18 19 18 19 18 19 18 19 18 19 18 19 18 19 18
17 17 17 17 17 17 17 17 17
26
15 3
16 16 16 16 16 16 16 16 16
2
15 14 13 12 11
6
15 14 13 12 11
6
26
8
15 14 13 12 11
8
15 14 13 12 11
8 10
15 14 13 12 11
9
8
10 15 14 13 12 11
9
8
9
8
10 15 14 13 12 11 10 15 14 13 12 11
9
15 14 13 12 11
8
9
8
9
8
10 10 9
8
7 6 7 6 7 6 7 6 7 6 7 6 7 6
3
2
1
3
2
1
5 5 5 5 5 5
3
2
4
60 55
24
9130450
26
24
3
2
1
3
2
1
3
2
30
2
25
4 4
5
7 6 7 7
21 20
22
21 20
22
21 20
22
21 20
22
21 20
22
21 20
22
21 20
23
45
4
22
23 24
50
2
4
20
23 9130500 24
24
1
22
23 24
26 3
4
9130550
70 65
25
1
19 18
9130600 23
75
25 26
4
(ppt)
25 26
4 5
25
1
4
15 14 13 12
12 11 9130200
25
2
16
10 9130250
25
2
17
23 9130400
23
40
24
35
9130350 24
23 23 24 9130300
20 15
0
22 23
24
22
21 20 21
19 18 19 18 19 18 19 18 19 18 19 18 19 18 19 18 19 18
17 17 17 17 17 17 17 17 17
9130250
25
2
16
26
15 3
16 16 16 16 16 16 16 16 16
2
15 14 13 12 11
6
15 14 13 12 11
6
26
8
15 14 13 12 11
8
15 14 13 12 11
8 10
15 14 13 12 11
9
8
10 15 14 13 12 11
9
8
9
8
10 15 14 13 12 11 10 15 14 13 12 11
9
15 14 13 12 11
8
9
8
9
8
9
8
10 10
7 6 7 6 7 6 7 6 7 6 7 6 7 6
3
2
1
3
2
1
5 5 5 5 5 5
25 26
4 5
25
1
4
15 14 13 12
12 11 9130200
25
2
17
10
10 5
21 20 22
19 18
25 26
4 3
2
25
1 26
4 3
2
1
3
2
1
3
2
1
3
2
26
4 4 4 4 2 4
5
7 6 7 7
-5 436850 436900 436950 437000 437050 437100 437150 437200 437250 437300 437350
436850 436900 436950 437000 437050 437100 437150 437200 437250 437300 437350
(mS/m) 270 260 250 240 230 220 210 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10
Gambar III.17. Contoh Peta MA Konduktivitas vs MA In Phase.
27
Electromagnetic Laboratory 2017
BAB IV INSTRUMEN VERY LOW FREQUENCY (VLF)
IV.1. Pendahuluan Salah satu metode yang banyak digunakan dalam prospeksi geofisika adalah metode elektromagnetik. Metode elektromagnetik biasanya digunakan untuk eksplorasi benda-benda konduktif. Perubahan komponen-komponen medan akibat variasi
konduktivitas
dimanfaatkan
untuk
menentukan
struktur
bawah
permukaan.Salah satu metode elektromagnetik tersebut adalah metode VLF (Very Low Frequency). Pembangunan pemancar VLF dimulai pada awal PD I, pada tahun 1910, untuk komunikasi jarak jauh. Komunikasi dengan frekuensi VLF ini kemudian diperkuat hingga dapat digunakan untuk komunikasi sub-marine yaitu kapal selam. Dua alasan pemakaian gelombang VLF adalah (1) kemampuannya untuk komunikasi global karena pelemahan yang sangat kecil di dalam pandu gelombang bumi-ionosfer dan (2) penetrasinya cukup efektif hingga dapat menembus laut dalam. Secara fisik, ukuran luas antena VLF sangatlah besar yaitu sekitar 10 km2. Ukuran luas yang cukup lebar tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitansi input dari pemancar tunggal VLF yang dipasang hingga ketinggian 200 sampai dengan 300 meter. Metode VLF merupakan salah satu metode elektromagnetik (EM) yang bertujuan untuk mengukur daya hantar listrik batuan dengan cara mengetahui sifatsifat gelombang EM sekunder. Gelombang sekunder ini dihasilkan dari induksi EM sebuah gelombang EM bidang primer yang berfrekuensi sangat rendah dari 10 sampai 30 KHz. Karena rendahnya harga frekuensi yang digunakan, maka jangkau frekuensi dikelompokkan ke dalam kelompok VLF (Very Low Frequency). Metode ini memanfaatkan gelombang pembawa (carrier wave) dari pemancar yang dibuat oleh militer yang sebenarnya untuk komunikasi bawah laut dan untuk keperluan navigasi kapal selam. Gelombang ini memiliki penetrasi yang cukup dalam karena frekuensinya yang cukup rendah.
28
Electromagnetic Laboratory 2017
Karena induksi gelombang primer tersebut, di dalam medium akan timbul arus induksi (arus Eddy). Arus induksi inilah yang menimbulkan medan sekunder yang dapat ditangkap di permukaan. Medan yang diukur oleh alat VLF adalah total perbandingan antara medan elektromagnetik primer dan sekunder yang terdiri dari komponen real (inphase) dan imaginer (quadrature). Besarnya kuat medan EM sekunder ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan (), sehingga dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu, secara tidak langsung kita dapat mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya. Sumber noise yang utama adalah radiasi medan elektromagnetik akibat kilat atmosfer baik di tempat yang dekat atau jauh dengan lokasi pengukuran. Pada frekuensi VLF, radiasi medan ini cukup dapat melemahkan sinyal yang dipancarkan oleh pemancar. Daerah yang cukup banyak terdapat gangguan tersebut adalah Amerika Tengah dan Selatan, Afrika tengah serta kepulauan di Asia Tenggara. Di Indonesia gangguan noise ini cukup banyak. Gangguan ini dicirikan dengan naiknya kuat medan listrik vertikal dan medan magnet horizontal secara tiba-tiba (jika sumber medan cukup dekat dengan pengukur) dan relatif berbentuk gaussian jika sumber medan cukup jauh. Noise kedua adalah variasi diurnal medan elektromagnetik bumi, yaitu terjadi pergerakan badai dari arah timur ke barat yang terjadi pada siang hari hingga sore ke malam hari. Untuk daerah Australia, gangguan minimum terjadi pada saat musim salju (Mei–Juli) dan noise maksimum terjadi saat pertengahan musin panas (November–Januari). Noise harian minimum berada pada jam 08.00 waktu lokal, kemudian merambat naik hingga maksimum pada jam 16.00 waktu lokal. Dengan beberapa informasi ini disarankan bahwa pengukuran VLF di Indonesia dilakukan pada bulan-bulan musim kemarau (Mei–Juli) mulai dari pagi-pagi sekali jam 06.00 hingga mendekati pukul 11.00 siang.
IV.2. Sejarah Metode VLF Pembangunan pemancar VLF dimulai pada awal PD I, pada tahun 1910, untuk komunikasi jarak jauh. Komunikasi dengan frekuensi VLF ini kemudian diperkuat hingga dapat digunakan untuk komunikasi submarine yaitu kapal selam. Dua alasan pemakaian gelombang VLF adalah:
29
Electromagnetic Laboratory 2017
1. Kemampuannya untuk komunikasi global karena pelemahan yang sangat kecil di dalam pandu gelombang bumi-ionosfer. 2. Penetrasinya cukup efektif hingga dapat menembus laut dalam. Secara fisik, ukuran luas antena VLF sangatlah besar yaitu sekitar 10 km2. Ukuran luas yang cukup lebar tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitansi input dari pemancar tunggal VLF yang dipasang hingga ketinggian 200 sampai dengan 300 meter. Sumber noise yang utama adalah radiasi medan elektromagnetik akibat kilat atmosfer baik di tempat yang dekat atau jauh dengan lokasi pengukuran. Pada frekuensi VLF, radiasi medan ini cukup dapat melemahkan sinyal yang dipancarkan oleh pemancar. Daerah yang cukup banyak terdapat gangguan tersebut adalah Amerika Tengah dan Selatan, Afrika tengah serta kepulauan di Asia Tenggara. Di Indonesia gangguan noise ini cukup banyak. Gangguan ini dicirikan dengan naiknya kuat medan listrik vertikal dan medan magnet horisontal secara tiba-tiba (jika sumber medan cukup dekat dengan pengukur) dan relatif berbentuk gaussian jika sumber medan cukup jauh. Noise kedua adalah variasi diurnal medan elektromagnetik bumi, dimana terjadi pergerakan badai dari arah timur ke barat yang terjadi pada siang hari hingga sore hampir malam. Untuk daerah Australia, gangguan minimum terjadi pada saat musim salju (Mei–Juli) dan noise maksimum terjadi saat pertengahan musin panas (Nopember–Januari). Noise harian minimum berada pada jam 08.00 waktu lokal, kemudian merambat naik hingga maksimum pada jam 16.00 waktu lokal. Dengan beberapa informasi ini disarankan bahwa pengukuran VLF di Indonesia dilakukan pada bulan-bulan musim kemarau (Mei–Juli) mulai dari pagi-pagi sekali jam 06.00 hingga mendekati pukul 11.00 siang.
IV.3. Prinsip Dasar Metode VLF Medan elektromagnetik primer sebuah pemancar radio, memiliki komponen medan listrik vertikal EPz dan komponen medan magnetik horizontal HPy tegak lurus terhadap arah perambatan sumbu x. Medan elektromagnetik yang dipancarkan antena pemancar selanjutnya akan diterima stasiun penerima dalam empat macam perambatan gelombang, yaitu: gelombang langit, gelombang langsung, gelombang
30
Electromagnetic Laboratory 2017
pantul dan gelombang terperangkap. Gelombang yang paling sering ditemui pada daerah survei adalah gelombang langit. Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan elektromagnetik primer dapat dianggap sebagai gelombang yang merambat secara horizontal. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif, komponen medan magnetik dari gelombang elektromagnetik primer akan menginduksi medium tersebut sehingga akan menimbulkan arus induksi (Eddy current), ESx. Arus Eddy akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang disebut medan elektromagnetik sekunder (HS) yang mempunyai komponen horizontal dan komponen vertikal. Medan magnetik ini mempunyai bagian yang sefase (inphase) dan berbeda fase (outphase) dengan medan primer. Adapun besar medan elektromagnetik sekunder sangat tergantung dari sifat konduktivitas benda di bawah permukaan.
Gambar IV.1 Distribusi Medan Elektromagnetik untuk Metode VLF dalam Polarisasi Listrik dengan Sinyal di Atas Sebuah Dike Konduktif Vertikal (Diambil dan Digambar Ulang dari Bosch Dan Muler, 2001)
31
Electromagnetic Laboratory 2017
Gelombang EM yang terdeteksi oleh antena penerima merupakan nilai medan magnetik total HR dari medan primer HP yang langsung menjalar melalui udara ataupun yang dipantulkan oleh ionosfer bumi, dan medan sekunder HS hasil induksi elektromagnetik pada konduktor, dimana HP>HS. Sehingga besar HS dan HR bergantung pada ruang, waktu dan frekuensi. Dikarenakan kondisi medan jauh, besar Hp tidak tergantung terhadap ruang. Respon EM yang terukur pada penerima akan memiliki beda fase yang berbeda antara medan primer dan medan sekunder, secara matematis dapat ditulis: 𝐻𝑅 = 𝐻𝑃 + 𝐻𝑆
(IV.1)
𝐻𝑅 = |𝐻𝑝 |𝑒 𝑖𝜔𝑡 + |𝐻𝑆 |𝑒 𝑖(𝜔𝑡−𝜑)
(IV.2)
dengan frekuensi pemancar (ω /2 π) =f dan pergesaran fase (ϕ) antara komponen medan magnetik primer dan sekunder. Informasi ini dapat diolah untuk menentukan ukuran dan nilai konduktivitas dari suatu konduktor yang terdapat di bawah permukaan bumi. Adapun persamaan dalam bentuk vektor, komponen-komponen medan magnetik mempunyai bentuk : 0 0 0 (𝐻𝑅𝑦 ) = (𝐻𝑃𝑦 ) + (𝐻𝑆𝑦 ) 𝐻𝑆𝑧 𝐻𝑅𝑧 0
(IV.3)
Hasil dari pengukuran metode VLF–EM adalah inphase dan quadrature yang merupakan rasio dari HRz/HRy dan merefleksikan perubahan distribusi resistivitas di bawah permukaan. Pada penelitian dengan menggunakan alat T-VLF BRGM ini data yang terukur adalah nilai tilt dan elipt. Kontras anomali yang terukur dapat disebabkan oleh adanya batuan terisi air yang lebih konduktif atau adanya batuan berongga terisi udara yang lebih resistif dari lingkungan kars. Dengan parameter tersebut diharapkan anomali akibat aliran sungai bawah permukaan dapat diperlihatkan dengan jelas.
32
Electromagnetic Laboratory 2017
Gambar IV.2. Satu Set Alat VLF
IV.4. Pengolahan Data VLF dengan Menggunakan Software KHFilt Pengolahan dengan menggunakan software KHFFILT 1. Copy data pengukuran tilt dan elipt dalam format *dat 2. Buka software KHFFILT
Gambar IV.3. Tampilan Awal Software KHFilt
33
Electromagnetic Laboratory 2017
3. Klik file submenu Read VLF data
Gambar IV.4. Tampilan Sub-menu Read VLF Data
4. Buka data titik pengukuran, tilt, dan elipt dalam format *dat
Gambar IV.5. Tampilan Kotak Dialog untuk Membuka Data
34
Electromagnetic Laboratory 2017
5. Maka akan muncul data seperti :
Gambar IV.6. Tampilan Grafik VLF Measurement
6. Klik Show fraser, untuk menampilkan data fraser seperti :
Gambar IV.7. Tampilan Grafik Fraser Filtering
35
Electromagnetic Laboratory 2017
Contoh Hasil penampang RAE ( Rapat Arus Ekuivalen) pada matlab :
Gambar IV.8. Hasil Penampang RAE
Depth/Spasi
Titik Pengukuran
Hasil penampang RAE ini di dapat dari olahan nilai tilt. Persebaran nilai tilt secara detail dapat di lihat pada penampang pertama. Untuk penampang pertama dan penampang ke dua dapat dilihat kontras nilai konduktifitas yang berbeda pada titik 48 sampai ke titik 52 dan juga pada titik 55. Dari hasil penampang RAE dapat dilihat bahwa nilai 0 – 80 merupakan titik pengukuran bukan merupakan kedalaman. Untuk perhitungan kedalaman dapat di lihat pada bagian depth/spasi nya. Misalnya panjang lintasan 1000 / spasinya 50 maka kedalamannya 20 meter.
36
Electromagnetic Laboratory 2017
BAB V MAGNETOTELLURIC SERIES (MT SERIES)
V.1. Magnetotelluric (MT) dan Audio Magnetotelluric (AMT) V.1.1. Pendahuluan Metode
pengukuran
MT
(magnetotelluric)
dan
AMT
(audio
magnetotelluric) pada dasarnya adalah sama, perbedaanya hanya pada cakupan frekuensi yang ditangkap. Metode MT memperoleh data dari frekuensi sekitar 400 Hz sampai 0.0000129 Hz, sedangkan metode AMT memperoleh data dari frekuensi 10 kHz sampai 0.1 Hz, dengan sumber berupa arus telurik yang terjadi di sekitar ionosfer bumi. Semakin kecil frekuensi yang ditangkap, maka semakin dalam pula kedalaman yang dapat diperoleh dalam pengukuran tersebut. Medan EM yang mempunyai jangkauan spektrum frekuensi yang lebar ini dalam interaksinya dengan tanah akan menghasilkan medan induksi sekunder yang dikontrol oleh sifat-sifat kelistrikan dari tanahnya. Dalam survei MT medan EM yang terukur, baik medan primer maupun medan sekunder adalah medan totalnya saja. Hubungan antara fluktuasi medan listrik dan medan magnetic dirumuskan dalam persamaan Maxwell dan hukum Ohm. Hubungan tersebut sulit untuk dipecahkan mengingat medan primer dan sekunder yang terekam tidak dapat dipisahkan. Metode MT dan AMT adalah metode pasif yang memanfaatkan variasi medan elektromagnetik yang terdapat pada permukaan bumi yang berasal dari batuan – batuan di bawah permukaan yang terinduksi oleh medan elektromagnetik yang terbentuk pada ionosfer bumi. Variasi dari medan elektromagnetik ini yang kemudian diukur dan dikonversi menjadi nilai resistivitas batuan, sehingga dapat diketahui gambaran di bawah permukaan bumi. V.1.2. Konsep Dasar Metode MT Sumber dari metode MT adalah arus telurik alami yang terbentuk pada ionosfer bumi, yang ditransmisikan ke dalam permukaan bumi. Arus telurik yang masuk ke dalam permukaan bumi yang mengenai medium konduktif akan menyebabkan terjadi nya GGL induksi yang menimbulkan arus Eddy. Akibat adanya arus Eddy, timbul medan elektromagnetik sekunder. Nilai variasi medan
37
Electromagnetic Laboratory 2017
elektromagnetik yang diukur adalah resultan dari medan elektromagnetik primer dan sekunder.
Gambar V.1. Konfigurasi MT.
Pada pengukuran metode MT, digunakan dua komponen medan listrik (Ex, Ey), dan tiga komponen medan magnet (Hx, Hy, Hz). Pengukuran dilakukan dengan cara menanam elektroda sesuai dengan Gambar V.1. Selanjutnya menanam koil sedalam kurang lebih 15 cm agar tidak terganggu oleh noise. Langkah terakhir yaitu melakukan pencatatan data variasi medan magnet dan medan listrik sesuai dengan kedalaman yang diinginkan. Filtering dapat digunakan pada saat akuisisi data untuk memperoleh data yang diinginkan. Jenis – jenis filter yang dapat digunakan antara lain low-pass filter, high-pass filter, dan band-pass filter. V.1.3. Resolusi dan Kedalaman Kedalaman yang besar berasosiasi dengan energi yang besar pada spektrum dengan frekuensi rendah dari gelombang EM. Namun demikian penggunaan gelombang EM berfrekuensi rendah mempunyai resolusi yang rendah. Hal ini menyebabkan penggunaanya tidak praktis untuk mendeteksi perlapisan konduktif yang tipis.
38
Electromagnetic Laboratory 2017
V.1.4. MT Sounding Untuk kasus 1-D, plot harga resistivitas semu versus periode (T=1/f) akan menggambarkan perubahan resistivitas tanah terhadap kedalaman. Gambar seperti ini dikenal dengan nama kurva sounding MT (lihat Gambar V.2.) Kurva sounding MT dapat dipandang dan diinterpretasikan seperti model interpretasi 1-D geolistrik sounding Schlumberger, menggunakan kurva bantu maupun fitting dengan komputer. Perlu ditegaskan disini bahwa interpretasi semacam ini hanya valid untuk daerah dengan lapisan mendatar. Untuk 1-D kedalaman penembusan yang lebih realistic (dalam m) dapat didekati dari harga perioda (T; dt) dan resistivitas semu (ρa; Ω.m) sebesar: 𝑧 ≈ 350√𝜌𝑎 𝑇𝑚 (V.1)
Gambar V.2. Diagram kurva sounding MT untuk model 3 lapis.
V.1.5. Perbedaan Fase Perbedaan fase antara medan magnetik dan induksi medan listrik juga memberikan tambahan informasi mengenai parameter kelistrikan medium di dalam bumi. Untuk bumi yang homogen, perbedaan fase (Φ) antara kedua medan gelombang ini adalah 45° atau π/4 radian untuk semua frekuensi. Untuk bumi yang tidak homogen, Φ dipengaruhi oleh distribusi resistivitas dan kontrasnya, yaitu Φ <45° jika gradien resistivitas semu (ρa; Ω.m) versus periode negatif dan Φ >45°
39
Electromagnetic Laboratory 2017
jika gradien ρa berharga positif; lihat Gambar V.3. Plot Φ versus T dapat juga dipandang sebagai kurva sounding.
Gambar V.3. Hubungan antara kurva resistivitas semu dengan beda fase.
V.1.6 Kelebihan dan Kekurangan Metode MT V.1.6.1. Kelebihan
Metode MT menggunakan frekuensi yang rendah sehingga dapat mencapai kedalaman yang relatif dalam ( > 2 km).
Biaya pengukuran relatif lebih ekonomis dibandingkan dengan metode CSAMT.
Konfigurasi alat lebih praktis daripada metode CSAMT.
V.1.6.2. Kekurangan
Karena menggunakan sumber alami, kekuatan sumber tidak dapat diatur sesuai dengan keinginan.
Sinyal dari sumber cenderung tidak stabil sehingga meningkatkan noise pada data.
Waktu pengukuran relatif lama dibandingkan dengan metode CSAMT.
Data hasil pengukuran sangat dipengaruhi oleh cuaca serta kondisi daerah pengukuran.
40
Electromagnetic Laboratory 2017
V.2. Metode CSAMT V.2.1. Pendahuluan Metode Controlled Source Audio Magnettoteluric (CSAMT) adalah salah satu metode sounding resolusi tinggi menggunakan gelombang elektromagnetik. Metode CSAMT menggunakan loop dua kutub yang ditanam di dalam tanah atau menggunakan loop horisontal sebagai sumber buatan. Sumber tersebut menawarkan sinyal yang stabil dengan tingkat presisi tinggi dan pengukuran yang lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan sumber alami dalam rentang bandwidth yang sama. Metode CSAMT telah terbukti efektif dalam memetakan kerak bumi dalam rentang 20 hingga 2000 meter.
V.2.2 Konsep Dasar Metode CSAMT Sumber gelombang dalam metode CSAMT biasanya terdiri dari kutub dipole elektrik yang ditanam di dalam tanah sepanjang 1 kilometer hingga 2 kilometer dan terletak 4 hingga 10 kilometer dari area pengukuran. Rentang frekuensi untuk kebanyakan instrument berkisar antara 0.125 Hz hingga 8 kHz dengan pengukuran umumnya pada rentang 16 Hz hingga 8000 Hz. Besaran dan fase satu komponen medan elektrik (E) dan satu komponen medan magnetik (H) saling tegak lurus, sebagai contoh medan elektrik Ex tegak lurus dengan komponen pemancar medan magnet (H) sebagaimana dicontohkan pada Gambar V.4. Untuk pengukuran dengan jarak sangat jauh, atau untuk penelitian aplikasi vektor dan tensor, maka digunakanlah dua komponen medan elektrik (Ex dan Ey) dan tiga komponen medan magnet (Hx, Hy, dan Hz).
Gambar V.4. Susunan Instrumen CSAMT di Lapangan untuk Survei Skalar dengan Menggunakan banyak komponen E dan satu komponen H.
41
Electromagnetic Laboratory 2017
Gambar V.5. Konfigurasi CSAMT untuk Beberapa Macam Survei.
Metode CSAMT menggunakan transmitter yang berhubungan dengan sumber sinyal dengan jarak yang dapat divariasikan. Pada metode natural field sumber sinyalnya terletak pada jarak yang sangat jauh sehingga dapat diasumsikan sebagai gelombang bidang, sehingga cukup sederhana untuk perhitungan matematika dan kepentingan interpretasi. Asumsi ini juga dapat digunakan pada Metode CSAMT dengan jarak yang jauh (Farfield Zone), namun asumsi ini tidak lagi berlaku jika jarak pengukuran transmitter dan sumber sinyal pada metode CSAMT terlalu dekat (Nearfield Zone dan Transition Zone), sehingga pada keadaan ini akan menimbulkan permasalahan yang cukup sulit dalam perhitungan matematika maupun kepentingan interpretasi.
42
Electromagnetic Laboratory 2017
Di dalam Metode CSAMT, suatu receiver (Rx) berfungsi untuk mengukur medan listrik dan medan magnet yang orthogonal dengan medan listrik, diinduksi oleh medan elektromagnetik yang dipancarkan dari arus listrik melalui kawat dipole yang ditanam oleh transmitter (Tx1 & Tx2). Pada penempatan pengukuran, medan listrik terukur sebagai tegangan (mV) antara dua titik kawat dipole yang ditanam, sedangkan medan magnet dalam mG(nT) diukur oleh induksi kumparan yang ditempatkan secara horizontal pada tanah (coil magnetic). Fase relatif antara medan listrik dan medan magnet juga harus diukur. Pada pengukuran titik sounding untuk mengetahui struktur resistivity dengan variasi kedalaman, terdapat dua jenis metode sounding yaitu :
Geometric Sounding. Semakin panjang dipole pengukuran yang digunakan, maka kedalaman investigasi lebih dalam. Contohnya adalah pengukuran resistivity dengan Metode Shclumberger pada geolistrik. Pengukuran dilakukan dengan memvariasikan panjang transmitter (AB) dan receiver (MN).
Parametric Sounding. Semakin rendah frekuensi medan elektromagnetik, maka semakin dalam penetrasi medan elektromagnetik, yang biasa disebut dengan “skin depth”.
V.2.3. Near Field dan Far Field Persamaan nilai resistivitas yang didapat dengan menggunakan sumber dipole listrik pada zona dekat dan zona jauh berbeda. Perbedaan ini diakibatkan karena adanya faktor geometri pada zona dekat dan zona jauh (>3𝛿). Persamaan V.2 dan V.3 menunjukkan nilai resistivitas yang didapat dengan menggunakan sumber dipole listrik horizontal (Zonge and Hughes, 1991).
r 2
E H
1
(V.2)
r
E H
2
2
r
1 5f
E H
x y
(V.3)
43
Electromagnetic Laboratory 2017
Demikian pula dengan menggunakan sumber dipole magnet vertikal, persamaan resistivitas pada zona dekat dan zona jauh berbeda yang dikarenakan faktor geometri. Persamaan V.4 dan V.5 menunjukkan nilai resistivitas dengan menggunakan sumber dipole magnet vertikal (Zonge and Hughes, 1991).
r 4
E H
1
(V.4)
r
E H
2
2
r
1 5f
E H
x
(V.5)
y
Berikut merupakan contoh data yang mengandung zona jauh (far field) , zona transisi (transision zone), dan zona dekat (near field) :
Gambar V.6. Zona Jauh (far field) dan Zona Dekat (near field) (Mitsuru Yamashita, 2006).
44
Electromagnetic Laboratory 2017
Gambar V.7. Zona Jauh (far field) , Zona Transisi (transision zone), dan Zona dekat (near field) Dari Data Pengukuran.
Pada setiap pengukuran semua metode geofisika tidak selalu menghasilkan data yang sempurna, begitu-pun metode CSAMT ini. Data yang dihasilkan dapat mengandung noise. Noise tersebut dapat diakibatkan dari alam ataupun teknis dilapangan. Zonge membagi noise pada pengukuran metode CSAMT menjadi 5 macam, yaitu :
Kesalahan operator (operator error) Kesalahan ini disebabkan oleh human error. Kesalahan ini dapat berupa kesalahan yang disebabkan oleh pengguna alat, dimana operator tersebut salah memasang kabel-kabel, serta kesalahan menentukan konfigurasi medan magnet dan medan listrik.
Gangguan instrumentasi alat (instrumentation noise) Kesalahan ini meliputi kesalahan pada komponen alat itu sendiri seperti impedansi yang rendah pada receiver, serta pemasangan kabel sambungan yang kurang sempurna.
Gangguan lingkungan (cultural noise) Gangguan ini disebabkan oleh lingkungan daerah pengukuran, dimana pada lintasan pengukuran terdapat power line atau jaringan kabel bertegangan tinggi, hal ini dapat mempengaruhi kualitas data medanmagnet dan medan listrik yang terukur. Cara menghindari gangguan ini adalah dengan men
45
Electromagnetic Laboratory 2017
desain pengukuran yang baik, serta menggunakan filter yang digunakan pada frekuensi noise yaitu 50 Hz dan 60 Hz yang merupakan noise frekuensi jaringan listrik.
Atmospheric & telluric noise Gangguan ini bersifat alami artinya bersumber dari alam yang disebabkan oleh aktifitas atmosfer dan arus telurik di dalam bumi. Noise yang bersumber dari atmosfer dapat berupa petir yang sifatnya memiliki frekuensi tinggi dan tidak dapat diprediksi kapan akan terjadinya, untuk mengatasinya digunakan low pass filter. Untuk noise aktifitas telurik di dalam bumi yaitu dapat berupa arus bumi dengan frekuensi dc hingga 1 Hz, dapat diatasi dengan menolak sinyal pada frekuensi tersebut.
Gangguan angin (wind noise) Gangguan ini juga bersifat alami, dimana tidak dapat diprediksi kapan angin tersebut terjadi, gangguan ini dapat menyebabkan goncangan atau getaran yang dapat mempengaruhi kestabilan antena medan magnet, yang berakibat data medan magnet yang dihasilakan kurang maksimal untuk mencegahnya antena medan magnet tersebut harus dikubur didalam tanah, agar terhindar dari getaran atau goncangan akibat angin tersebut.
V.2.4. Kelebihan dan Kekurangan Metode CSAMT V.2.4.1. Kelebihan
Pada metode CSAMT, sinyal yang dihasilkan lebih kuat dibandingkan dengan medan alami pada batasan 1 kHz hingga 3 kHz, keadaan ini sering kali menyulitkan untuk memperoleh data yang berkualitas dengan menggunakan metode AMT.
Mempunyai sinyal yang cenderung stabil sehingga dapat meningkatkan keefektifan pemrosesan sinyal untuk menghilangkan noise.
Survey dengan menggunakan metode CSAMT tergolong cepat.
V.2.4.2. Kekurangan
Diperlukannya pemancar buatan pada metode CSAMT.
Kemungkinan jarak yang dekat antara pemancar dan penerima dapat menimbulkan efek near field.
46
Electromagnetic Laboratory 2017
Pengukuran yang tidak menggunakan konfigurasi tensor secara penuh menghasilkan informasi yang sedikit.
Umumnya berkaitan dengan kekuatan pemancar dalam memancarkan gelombang sehingga kedalaman yang dicapai bergantung pada kekuatan pemancar.
V.3. Parameter-Parameter yang Digunakan dalam MT Series V.3.1. Skin Depth Persamaan
paling
umum
yang
digunakan
dalam
metode
elektromagnetik (EM) untuk domain frekuensi adalah skin depth. Skin depth adalah nilai kedalaman gelombang di mana amplitudo gelombang telah teratenuasi hingga tersisa 37% dari nilai semula. Medan EM yang merambat ke dalam bumi akan mengalami pelemahan. Pelemahan ini akan tergantung oleh frekuensi dan hambatan listrik dari bumi yang dihubungkan oleh persamaan: 𝐵 = 𝐵0 𝑒 −√𝜔𝜇/2𝜌𝑧 cos(𝜔𝑡 − √𝜔𝜇/2𝜌𝑧)
(V.6)
yaitu z adalah kedalaman. Suku cosinus pada persamaan (V.5) menggambarkan gerak harmonic gelombang EM dan tidak mengalami pelemahan. Kedalaman kulit (δ) didefinisikan sebagai kedalaman yang amplitude gelombang EM tereduksi menjadi 1/e (sekitar 1/3) dari amplitude gelombang tersebut di permukaan. Jadi, 𝐵0 𝑒
= 𝐵0 𝑒 −√𝜔𝜇/2𝜌𝑧
(V.7)
sehingga: √2𝜌/𝜔𝜇 = √2𝜌/2𝜋𝑓𝜇
(V.8)
satuan dari δ adalah √{(Ωm)/[(1/dt). Ω. dt/m]} = √𝑚2 = 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 Jika dimasukkan Jika dimasukkan µ = µ0 = permeabilitas ruang hampa, sama dengan 4π x 10-7 SI, maka: 𝜌
𝛿 = 503,3√𝑓 ≈ 500√𝜌𝑇
(V.9)
Dari persamaan (V.8) terlihat bahwa gelombang dengan periode yang lebih besar (T2) akan mengalami pelemahan yang lebih lambat (mempunyai daya tembus yang lebih dalam) dibandingkan yang periodanya kecil (T1); 47
Electromagnetic Laboratory 2017
lihat Gambar V.8. Kedalaman kulit ini biasanya dipakai sebagai acuan untuk memperkirakan kedalaman penembusan di dalam metode MT pada khususnya dan metode EM yang lain pada umunya.
Gambar V.8. Peluruhan amplitudo gelombang EM dengan periode yang berbeda, periode yang lebih panjang akan lebih lama dilemahkan dan akan mempunyai penembusan yang lebih dalam.
V.3.2. Effective Depth Penetration Effective Depth Penetration (D) adalah kedalaman maksimal dimana sinyal masih dapat terukur dengan baik pada saat dilakukan survei CSAMT. Nilai D ini dapat ditulis sesuai dengan persamaan V.10 (Zonge and Hughes, 1991).
𝜌
𝐷 = 356 √ 𝑓𝑎
(V.10)
V.3.3. Cagniard Apparent Resistivity Persamaan Cagniard diformulasikan untuk mengetahui nilai resistivitas semu dari batuan yang diinduksi oleh gelombang elektromagnetik. Perbedaan resistivitas semu Cagniard dengan resistivitas semu pada metode resistivitas geolistrik adalah perolehannya. Resistivitas semu Cagniard diperoleh dari hasil induksi gelombang elektromagnetik terhadap batuan, sedangkan nilai resistivitas semu metode geolistrik diperoleh dari injeksi arus listrik langsung terhadap batuan.
48
Electromagnetic Laboratory 2017
Persamaan Cagniard merupakan persamaan yang dipakai pada gelombang bidang. Sebuah gelombang elektromagnetik yang merambat dengan frekuensi f (Hz) vertikal ke dalam tanah yang homogen dengan hambatan = ρ akan terdiri dari komponen medan magnetik (By) dan medan listrik (Ex) yang tegaklurus satu sama lain pada bidang horisontal (Gambar V.9.). Hubungan antara amplitudo medan magnetik dan medan listrik (|By| dan |Ex|) diberikan oleh: |𝐸𝑥 | |𝐵𝑦 |
=√
2𝜋𝑓𝜌 𝜇
(V.11)
µ merupakan permeabilitas magnetik. Dengan demikian:
𝜌=
𝜇 |𝐸𝑥 |2
(V.12)
2𝜋𝑓 |𝐵𝑦 |2
Jika dimasukkan µ = µ0 = permeabilitas ruang hampa, sama dengan 4π x 10-7 SI, maka 𝜌 = 0,2𝑇
|𝐸𝑥 |2 |𝐵𝑦 |
2
Ωm
(V.13)
Dengan ρa adalah nilai resistivitas semu Cagniard, f adalah nilai frekuensi yang digunakan, E adalah nilai medan listrik (mV/km), dan H adalah nilai medan magnet dalam nanoTesla (nT). Jika tanah tidak homogen, ρ akan menjadi ρa, yaitu tahanan jenis semu.
Gambar V.9. Sketsa gelombang EM tunggal yang menembus tanah dengan hambat jenis sebesar ρ
49
Electromagnetic Laboratory 2017
BAB VI GROUND PENETRATING RADAR (GPR) VI.1. Latar Belakang Metode elektromagnetik banyak menggunakan sinyal berfrekuensi rendah. Metode ini dapat menggambarkan resistivitas bumi pada berbagai skala. Tetapi metode tersebut tidak menunjukan bidang dari muka lapisan antara lapisan pada nilai resistivitas yang berbeda. Eksplorasi seismik adalah metode eksplorasi yang umum digunakan dalam geofisika eksplorasi yang menggunakan propagasi gelombang elastis di bumi dan dapat memberikan gambar rinci bawah permukaan. Dapat menunjukkan baik resolusi vertikal yang dapat diperoleh di seperempat dari panjang gelombang berupa lapisan batuan serta bidang batasnya. Namun sulit untuk menerapkan seismik untuk mempelajari struktur dangkal yang memerlukan sinyal frekuensi tinggi. RADAR ( Radio Detection and Ranging ) yang di kembangkan selama perang dunia ke-2 untuk mengukur jarak dan kecepatan awak pesawat. Hingga pada tahun 1960-an dan 1970-an penggunaan radar diaplikasikan
dalam
pencitraan
struktur
bawah
permukaan.
Ground Penetrating Radar ( GPR ) saat ini merupakan teknik yang banyak digunakan dan penggunaanya jauh lebih mudah dari eksplorasi seismik. Secara general teknik pengolahan seismik dapat juga di terapkan dalam pengolahan data GPR.
VI.2. Ground Penetrating Radar (GPR) VI.2.1. Radar Ground Penetrating Radar (GPR) dapat juga disebut georadar. Georadar berasal dari dua kata yaitu geo yang berarti bumi dan radar singkatan dari radio detection and ranging. Secara harfiahnya adalah alat pelacak bumi menggunakan gelombang radio. Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan teknik eksplorasi geofisika yang menggunakan gelombang elektromagnetik, bersifat nondestruktif dan mempunyai resolusi
50
Electromagnetic Laboratory 2017
yang tinggi terhadap informasi geologi yang relatif dangkal. Prinsip dasar metode ini tidak jauh berbeda dengan metoda seismik refleksi yang telah berkembang luas penggunaannya di berbagai bidang seperti : konstruksi dan rekayasa, pencarian benda-benda arkeologi, untuk melihat kondisi geologi bawah permukaan dan masalah lingkungan. Pulsa (Pulse atau denyut) pada GPR dibangkitkan berupa pulsa bertenaga tinggi yang dipancarkan pada waktu yang sangat pendek. Gelombang elektromagnetik dipancarkan ke bawah permukaan oleh transmitter melalui antena sehingga pulsa radar mengenai dan menembus medium di bawah permukaan lalu sinyal yang terpantul dari tanah diterima oleh receiver. Berdasarkan waktu perjalanan pulsa radar maka dapat diperhitungkan jarak objek, dan berdasarkan intensitas tenaga yang kembali maka dapat ditaksirkan jenis objek yang berada di bawah permukaan. Intensitas atau besarnya pulsa radar yang diterima menentukan karakteristik jenis medium bawah permukaan pada citra radar. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi sifat medium sebenarnya dan sistem GPR yang di gunakan. Pencitraan yang di hasilkan GPR dipengaruhi oleh : 1.
Topografi pada area akusisi.
2.
Kondisi pada bidang permukaan area akusisi.
3.
Tingkat kompleksitas kondisi medium.
VI.2.2. Sistem GPR Sistem GPR terdiri atas pengirim (transmitter), yaitu antena yang terhubung kesumber pulsa (Pulse generator) dengan adanya pengaturan timing circuit, dan bagian penerima (receiver), yaitu antena yang terhubung ke LNA (Low Noise Amplifier) dan ADC (Analog to Digital Converter) yang kemudian terhubung ke unit pengolahan (data processing) serta display sebagai tampilan keluarannya.
51
Electromagnetic Laboratory 2017
Gambar VI.1 Sistem GPR
Berdasarkan blok diagram tersebut masing – masing blok mempunyai fungsi yang cukup penting dan saling ketergantungan. Hal ini dikarenakan GPR merupakan suatu sistem mulai dari pulse generator hingga blok display dimana kita dapat melihat bentuk dan kedalaman objek yang dideteksi. Dalam hal ini antena memegang peranan penting dalam kinerja dari sistem GPR itu sendiri. Adapun faktor yang berpengaruh dalam menentukan tipe antena yang digunakan, sinyal yang ditransmisikan, dan metode pengolahan sinyal yaitu : 1. Jenis objek yang akan dideteksi 2. Kedalaman objek 3. Karakteristik elektrik medium atau properti elektrik Dari proses pendeteksian seperti di atas, maka akan didapatkan suatu citra dari letak dan bentuk mendium yang terletak di bawah permukaan tanah. Sistem GPR harus memenuhi empat persyaratan sebagai berikut: 1. Kopling radiasi yang efisien ke dalam tanah 2. Penetrasi gelombang elektromagnetik yang efisien 3. Menghasilkan sinyal dengan amplitudo yang besar dari objek yang dideteksi. 4. Bandwidth yang cukup untuk menghasilkan resolusi yang baik.
52
Electromagnetic Laboratory 2017
VI.3. Prinsip Kerja GPR
Gambar VI.2 Konsep Akuisisi Data
Pada dasarnya GPR bekerja dengan memanfaatkan pemantulan sinyal. Semua sistem GPR pasti memiliki rangkaian pemancar (transmitter), yaitu sistem antena yang terhubung ke sumber pulsa (pulse generator), dan rangkaian penerima (receiver), yaitu sistem antena yang terhubung ke unit pengolahan sinyal (signal processing unit). Rangkaian pemancar akan menghasilkan pulsa (Pulse atau denyut) listrik dengan bentuk prf (pulse repetition frequency) yaitu suatu energi, dan durasi tertentu. Pulsa ini akan dipancarkan oleh antena ke bawah permukaan. Pulsa ini akan mengalami atenuasi dan cacat sinyal lainnya selama perambatannya. Jika kondisi bawah permukaan bersifat relatif homogen, maka sinyal yang dipantulkan akan sangat kecil. Jika pulsa menabrak suatu inhomogenitas di bawah permukaan, maka akan ada sinyal yang dipantulkan ke antena penerima. Sinyal ini kemudian diproses oleh rangkaian penerima. Kedalaman medium di bawah permukaan dapat diketahui dengan mengukur selang waktu antara pemancaran dan penerimaan pulsa. Dalam selang waktu ini, pulsa akan bolak balik dari antena ke objek dan kembali lagi ke antena. Konsep perambatan gelombang ini serupa pada konsep perambatan gelombang pada seismik. Jika selang waktu dinyatakan dalam t, dan kecepatan propagasi gelombang
53
Electromagnetic Laboratory 2017
elektromagnetik pada bawa permukaan adalah v, maka kedalaman objek yang dinyatakan dalam h adalah : 1
h = tv
(VI.1)
2
Untuk mengetahui kedalaman objek yang dideteksi, kecepatan perambatan dari gelombang elektromagnetik haruslah diketahui. Kecepatan perambatan tersebut tergantung kepada kecepatan cahaya di udara, konstanta dielektrik relatif medium perambatan. v=
𝑐
(VI.2)
√ 𝜀𝑟
Ketebalan beberapa medium di dalam tanah dinyatakan dalam d , yaitu : d1 =
(𝑡2 −𝑡1 )𝑐
dan
2√𝜀𝑟1
d2 =
(𝑡3 −𝑡2 )𝑐 2√𝜀𝑟2
(VI.3)
Gambar VI.3. Skema Pemantulan Gelombang GPR
Jika konstanta dieletrik medium semakin besar maka kecepatan gelombang elektromagnetik yang dirambatkan akan semakin kecil. Pulse Repetition Frequency (prf) merupakan nilai yang menyatakan seberapa seringnya pulsa radar diradiasikan ke dalam tanah. Penentuan prf dilandasi dengan kedalaman maksimum yang ingin dicapai. Semakin dalam objek, maka prf juga semakin kecil karena waktu tunggu semakin lama. Pada medium konduktor kedalaman penetrasi (skin depth) Untuk menentukan skin depth dapat mengggunakan rumus sebagai berikut :
δ=
1 √𝜋µ0
𝜌
√𝜇
𝑟𝑓
≈ 503√
𝜌 𝜇𝑟𝑓
(VI.4)
54
Electromagnetic Laboratory 2017
Keterangan : δ = skin depth (meter) ρ
= resistivitas (Ω.m)
f
= frekuensi (Hz)
μr
= permeabilitas relatif (H/m)
μ0
= permeabilitas magnet di ruang vakum = 4π × 10 -7 (H/m)
Kemampuan penetrasi GPR tergantung pada frekuensi sinyal, efisiensi radiasi antena dan sifat dielektrik material. Sinyal radar dengan frekuensi yang tinggi akan menghasilkan resolusi yang tinggi dengan kedalaman penetrasinya terbatas, sebaliknya sinyal radar dengan frekuensi rendah akan menghasilkan penetrasi kedalaman yang jauh tetapi resolusinya rendah (Arcone 1984). Hal ini di jelaskan dengan persamaan dasar gelombang berikut pada medium yang homogen:
λ=
𝑣
(VI.5)
𝑓
Keterangan :
λ
= Panjang gelombang
v
= Kecepatan gelombang pada medium
f
= Frekuensi gelombang
Frekuensi gelombang radar yang dipancarkan dapat diatur dengan mengganti antena. Dimensi antena bervariasi dengan frekuensi gelombang radar, sebagai misal antena 1 Ghz berukuran 30 cm sedangkan antena 25 Mhz mempunyai panjang 6 m (Astutik, 2001). Pemilihan frekuensi yang digunakan tergantung pada ukuran target, aproksimasi jarak kedalaman dan aproksimasi kedalaman penetrasi. Kedalaman maksimum yang dapat di capai oleh pulsa radar bergantung dari frekuensi yang dipakai serta pada resistivitas bahan. Ketika merambat dalam material gelombang radar tersebut mengalami pengurangan yang berbanding lurus dengan konduktivitas dielektrik bahan tersebut.
55
Electromagnetic Laboratory 2017
Tabel VI.1. Resolusi dan daya tembus gelombang radar (Mala Geoscience, 1997) Frekuensi Antena (Mhz)
Ukuran Target Minimum yang Terdeteksi (m)
Aproksimasi Jarak Kedalaman (m)
Penetrasi Kedalaman Maksimum (m)
25
≥ 1.0
5 – 30
35 – 60
50
≥ 0.5
5 – 20
20 – 30
100
0.1 – 1.0
2 – 15
15 – 25
200
0.05 – 0.50
1 – 10
5 – 15
400
≈ 0.05
1–5
3 – 10
1000
Cm
0.05 - 2
0.5 - 4
Fenomena yang terjadi karena gangguan lokal pada suatu besaran fisis dan adanya perambatan gangguan dalam medium sekitarnya di sebut sebagai gelombang. Gangguan tersebut dapat berupa osilasi kedudukan partikel, osilasi tekanan atau kerapatan massa dalam medium bersangkutan, dan osilasi medan listrik atau magnet yang berasal dari osilasi arus osilasi rapat muatan listrik. Untuk gelombang elektromagnet, perambatan gangguan lokal tersebut berlangsung dalam medium (Tjia, 1994) Radiasi elektromagnetik yang di refleksikan bergantung pada kontras konstanta dielektrik relatif perlapisan – perlapisan yang berdekatan. Jika kontras tersebut besar, maka gelombang radar yang direfleksikan akan besar. Koefisien refleksi (R) didefinisikan sebagai perbandingan energi yang dipantulkan dan energi yang datang. Besarnya R ditentukan oleh kontrak kecepatan dielektrik relatif dari medium. Besarnya koefisien refleksi di jelask oleh persamaan berikut:
𝑅=
(𝑉1 −𝑉2 ) (𝑉1 +𝑉2 )
=√
𝜀2 − √ 𝜀2
√ 𝜀2 + √ 𝜀2
(VI.5)
Dimana : R
= Koefisien Refleksi
V1
= Kecepatan rambat gelombang lapisan pertama
V2
= Kecepatan rambat gelombang lapisan kedua
ε1
= Konstanta dielektrik relatif lapisan pertama
ε2
= Konstanta dielektrik relatif lapisan kedua
56
Electromagnetic Laboratory 2017
Kecepatan gelomang radar dalam medium bergantung pada kecepatan cahaya di udara ( C = 300 mm/ns ), konstanta dielektrik relatif dan permeabilitas magnetik relatif ( r = 1 untuk material non-magnetik). Kecepatan gelombang radar juga tergantung pada jenis bahan yang merupakan fungsi dari permitivitas relatif bahan. Kecepatan gelombang radar dalam material (Vm) di berikan oleh persamaan (Reynold, 1997)
𝑉𝑚 = 𝑃=
𝑐 1⁄ 𝜀𝑟 𝜇𝑟⁄ 2 2 [( 2 )(1+ 𝑃 )−1] 𝜎 𝜔𝜀
(VI.6) (VI.7)
Keterangan: c
= Kecepatan cahaya di udara
εr
= Konstanta dielektrik relatif
μr
= Permeabilitas magnetik relatif
P
= Loss factor
Untuk material dengna loss factor rendah ( P ≈ 0 ), maka berlaku persamaan
𝑉𝑚 =
𝑐 √𝜀𝑟
=
0.3 √𝜀𝑟
𝑚/𝑛𝑠
(VI.8)
Loss factor menunjukkan sejumlah energi yang hilang penjalaran (propagasi) muatan atau sinyal karena terjadi penyerapan oleh medium yang dilewati. Energi yang di panjarkan tersebut berubah menjadi energi lainnya seperti energi panas yang di gunakan pada microwave. Tetapi terkadang energi tersebut tidak berubah bentuk melainkan mengalami multiphating. Penyebaran geometrik dan penghamburan (scattering) yang berlebihan, sehingga tidak dapat lagi diobservasi oleh antena. Konstanta dielektrik relatif atau permitivitas dielektrik relatif di tentukan dengan pengujuan laboratorium.
57
Electromagnetic Laboratory 2017
Tabel VI.2. Permitivitas Dielektrik Relatif Material (Davis & Annan, 1989)
VI.4. Parameter Antena GPR Peranan antena dalam aplikasi GPR sangat penting dalam menentukan performa pada system GPR. Pada prinsipnya kriteria umum untuk sistem antenna pada pulsa GPR harus mempertimbangkan kopling yang baik antara antena dengan bawah permukaan. Karena ketika antena di letakan dekat dengan permukaan, interaksi antara antenna dan permukaan akan berpengaruh besar terhadap impedansi input antena, bergantung kondisi permukaannya dan elevasi antenanya (Turner,1993). Karena properti elektrik tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, dalam survey GPR biasanya sangat sulit untuk menjaga kestabilan impedansi input karena jenis permukaan yang benar-benar berbeda untuk setiap tempat dan kondisi cuaca yang berbeda. Ini mengakibatkan sulitnya mempertahankan kondisi sama, antara antena dan feed line untuk memperkecil mismatch loss (ketidakcocokan). Pemilihan jenis antena GPR yang dipakai didasarkan juga pada objek apa yang akan dideteksi. Apabila target objek mempunyai objek yang panjang maka sebaiknya menggunakan antena yang dengan footprint yang lebih panjang. Footprint antena adalah pengumpulan nilai tertinggi dari bentuk gelombang yang dipancarkan oleh antena pada bidang horizontal di dalam tanah atau permukaan tanah di bawah antena. Ukuran footprint antena menentukan resolusi cakupan melintang dari sistem GPR. Secara umum,unjuk kerja optimal GPR dimana
58
Electromagnetic Laboratory 2017
footprint antenna harus dapat diperbandingkan dengan penampang melintang horizontal dari target. Berdasarkan keterangan di atas, antena untuk aplikasi GPR harus memperhatikan beberapa hal yaitu :
Late Time Ringing Antena GPR harus mampu meminimalkan late time ringing yang disebabkan oleh refleksi internal terhadap benda–benda (clutter) disekitar target yang mengakibatkan efek masking terhadap objek yang dideteksi. Late time ringing merupakan osilasi yang mengikuti pulsa yang dikirimkan. Osilasi ini dapat mengaburkan sinyal yang dipantulkan oleh objek sehingga menyulitkan untuk dilakukan proses interpetasi. Ada berbagai cara untuk mengurangi late time ringing khususnya dari penggunaan antena dipole yaitu dengan penggunaan lumped resistor. Hal ini sesuai dengan metode Wu King. Namun, penggunaan metode ini sesuai untuk antena dipole yang dibuat pada PCB (Printed Circuit Board). Untuk antena wire dipole, hal ini bisa diatasi dengan meletakkan antena tepat di atas permukaan. tanah karena sifat lossy dielektrik tanah tersebut mampu meredam sifat ringging dari antena wire dipole, sehingga sinyal tersebut dapat dianalisa dengan akurat.
59
Electromagnetic Laboratory 2017
Gambar VI.4. Late Time Ringing
Cross-Coupling Pada konfigurasi antena yang terpisah, tentunya akan menimbulkan cross-coupling. Cross-coupling merupakan sinyal yang dikirimkan secara langsung oleh antena pengirim ke penerima.
Gambar VI.5. Cross-Coupling
Untuk memaksimalkan pada target yang dideteksi maka antara antena pengirim dan penerima harus dipisahkan dengan jarak berdasarkan rumus berikut ini:
S=
2𝑑 √𝑘−1
(VI.9)
60
Electromagnetic Laboratory 2017
Keterangan : S = Jarak antar antena pemancar dengan penerima K = Konstanta propagasi (εr) Depth = Kedalaman penetrasi antena
Jarak Antena Dengan tanah
Gambar VI.6. Jarak Antena dengan Tanah
ηudara = √ ηm = √
𝜇0 𝜀0
𝜇0 𝜀0 𝜀𝑟
= 120πΩ =
120π √ 𝜀𝑟
Ω
η2 = √η1 η3
(VI.10)
(VI.11) (VI.12)
Keterangan : ηudara
= Impedansi karakteristik di udara (Ω)
ηm
= Impedansi karakteristik pada medium dengan nilai εr tertentu (Ω)
μ2
= Permeabilitas bahan (H/m)
εr
= Permitivitas bahan (F/m)
L
= Jarak antara dua medium yang terpisahkan oleh radom
61
Electromagnetic Laboratory 2017
Tabel VI.3. Data Jarak Antena dengan Tanah dengan Berbagai Variasi Permitivitas
Saat antena diletakkan dekat dengan permukaan, interaksi antena-tanah sangat berpengaruh terhadap impedansi input antena, bergantung jenis tanah dan elevasi antenanya. Jenis – jenis objek bawah permukaan dapat terlihat dari pola warna yang muncul pada penampang data seismik dari hasil pengambilan data. Sebagai contoh saat pengambilan data di daerah karst di dinding Gua Seropan polapola warna yang muncul bisa digambarkan sebagai berikut
Gambar VI.7 Cavity Area
Gambar VI.8 Metal
57
Electromagnetic Laboratory 2016
Gambar VI.9 Dry Karst
Gambar VI.10 Wet Karst
Warna biru pada display gambar menunjukkan cavity area (daerah rongga). Warna merah yang membentuk pola tertentu seperti pada gambar 2.10 yang membentuk kubus menunjukkan adanya logam di daerah tersebut. Warna kuning menunjukkan daerah tersebut adalah daerah kering sedangkan warna kuning kemerah-merahan menunjukkan adanya mineral pada daerah tersebut. Dan warna hijau yang agak gelap menunjukkan daerah tersebut merupakan daerah basah.
VI.5 Akuisisi Data GPR Ada beberapa metode berbeda untuk memperoleh data GPR, metode yang paling umum digunakan adalah mendorong suatu unit GPR sepanjang lintasan, seperti di gambar berikut :
Gambar VI.11 Sistem Pengambilan Data GPR Dengan Menggunakan Alat Bantu
64 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
Ketika unit GPR bergerak di sepanjang garis survei, pulsa energi dipancarkan dari antena pemancar dan pantulannya diterima oleh antena penerima. Antena penerima mengirimkan sinyal ke recorder. Komponen utama untuk di pertimbangkan dalam memperoleh data GPR adalah jenis transmisi dan antena penerima yang menggunakan cakupan frekuensi yang tersedia untuk pulsa elektromagnetik.
Gambar VI .12 Sistem Pengambilan Data GPR dengan Menggunakan Alat Bantu
Ketika unit GPR bergerak di sepanjanggaris survey, pulsa energi dipancarkan dariantena transmisi dan pantulannya diterimaoleh antena receiver (antena transmisi danantena receiver bisa sama). Antena receiver mengirimkan sinyal ke recorder. Data direkam pada suatu visual readout, paperchart, komputer, atau kombinasi ketiganya. Sistem penggunaan radar sendiri terdiriatas tiga cara yaitu Refrelction Profilling, Wide Angle Reflection and Refraction (WARR) atau Common Mid Point (CMP) Sounding dan Translumination atau Radar Tomography.
65 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
VI.5.1 Radar Reflection Profilling Radar ini membawa antena transmitter dan receiver bergerak bersamaan diatas permukaan tanah. Hasil tampilan pada radargram merupakan kumpulan tiap titik pengamatan. Pada pola akusisi penampang radar refleksi ini, ke dua antena radar bergerak di atas permukaan tanah secara simultan dengan waktu tempuh terukur terhadap reflektor radar di tunjukan pada subu vertikan sementara jarak antena yang bergerak di tunjukan pada sumbu horizontal
Gambar VI .13 Skema Pengukuran Radar Reflection Profilling
VI.5.2 WARR atau CMP Sounding Radar meletakan transmitter pada posisi yang tetap dan receiver di bawa pada area pengambilan data. WARR sounding di terapkan pada kasus dimana bidang reflektor di asumsikan relatif datar atau memiliki kemiringan yang rendah. Dalam kondisi sebenarnya hal ini tidak dapat selalu di terapkan sehingga di gunakan Common Mid Point (CMP) sounding untuk mengatasi hal tersebut. Pada CMP sounding pada antena transmitter dan receiver bergerak menjauhi satu sama lainnya dengan titik tengah pada posisi yang tetap. Profil yang di hasilkan berupa waktu delay akibat perubahan offset yang dapat di terapkan koreksi NMO (Normal MoveOut) untuk menghasilkan kecepatan pada bawah permukaan.
66 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
Gambar VI .14 Skema Pengukuran WARR
Gambar VI .15 Skema Pengukuran CMP Sounding
VI.5.3 Transillumination atau Radar Tomography Radar ini menempatkan transmitter dan receiver pada posisi yang berlawanan. Umumnya metode ini di gunakan dalam kasus Non-Destructive Testing (NDT) dengan menggunakan frekuensi yang sama pada tiap antenannya.
Gambar VI .16 Skema Penukuran Radar Tomography
67 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
VI.6 Pengolahan Data GPR Data hasil pengukuran GPR disebabkan oleh banyak faktor yang berhubungan
dengan
tingkat
kekompleksan
bawah
permukaan.
Untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang baik, butuh grid pengukuran yang rapat, pemilihan frekuensi yang optimal, serta efektif dalam pengolahan data. Pengolahan data GPR meningkat sampai saat ini karena telah didukung dengan hardware yang baik. Pengolahan data GPR terdiri dari koreksi statik, dewow, band-pass filter, filter spasial, dan gain. Setelah memperoleh data GPR, maka data ini harus diproses. Pengolahan data GPR melibatkan modifikasi sehingga dapat lebih mudah divisualisasikan dan di interpretasi. Teknik prosesing data meliputi langkah-langkah sebagai berikut (GPR Future Series 2005): a. Konversi data ke penggunaan format digital b. Penghilangan/minimalisasi gelombang direct dan gelombang udara dari data c. Penyesuaian amplitudo pada data d. Penyesuaian penguatan pada data e. Penyesuaian statis pada data f. Filtering data g. Velocity analisis h. Migrasi Banyak proses yang dapat dilakukan dalam pengolahan data GPR (Gambar VI.19.) tetapi untuk menentukan tingkat serta proses apa saja yang perlu dilakukan dalam pengolahan sering dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu: a. Anggaran yang tersedia b. Waktu yang tersedia c. Kualitas data d. Software dan Hardware yang tersedia e. Target intrepretasi f. Detil struktur pada rekaman rawdata Beberapa software tersedia secara komersil dalam pengolahan data radar seperti RADAN (Geophysical Survey System Inc, USA) dan REFLEXW (Sandmeier, 68 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
Jerman). Sebelum melakukan pengolahan data lebih lanjut langkah awal yang perlu dilakukan yaitu memilah data file, memeriksa header yang berada pada trace, menghilangkan trace dengan hasil rekaman yang buruk. Data yang ada dapat diedit serta dilakukan filtering untuk fokus dalam menggambarkan bawah permukaan dan untuk memperkuat sinyal yang terekam dapat menerapkan fungsi gain. Untuk aplikasi sederhana proses ini sudah cukup untuk menggambarkan bawah permukaan. Untuk analisis lebih lanjut, banyak proses yang sudah dapat dilakukan dan mirip dengan metode seismik refleksi seperti immage analysis, attribute, dan modelling analysis. Geometri trace penting untuk diperiksa dan diperbaiki untuk memastikan posisi trace benar disepanjang lintasan untuk meyesuaikan variabel kecepatan perpindahan receiver ketika transmitter megirimkan sinyal berdasarkan waktu. Hal ini berarti trace dipicu dengan selisih waktu yang teratur (x trace per menit) dan jarak interval bergantung pada kecepatan pergerakan receiver disepanjang lintasan. Ini sangat penting, tanda yang ditunjukan pada radargram untuk mengikat pada posisi yang diketahui. Koreksi untuk posisi trace dikenal sebagai rubber banding.
Gambar VI.17. Diagram alir pengolahan data GPR. (Cassidy, 2009) Time Zero Correction merupakan koreksi yang berguna karena kenaikan Waktu refleksi mungkin terjadi terkait dengan level permukaan yang disebabkan oleh sistem elektronik instrumen, variasi receiver, perbedaan jarak antara permukaan tanah dan udara, perubahan suhu sekitar, dan lain sebagainnya. 69 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
Biasannya datum waktu sering disebut posisi pada waktu nol (𝑡0 ). Koreksi 𝑡0 meningkatkan resolusi secara lateral dan membantu menghubungkan titik-titik refleksi disepanjang lintasan. Saat menempatkan data pada posisi spatial yang sebenarnya diperlukan suatu tahap pengolahan data yang disebut migrasi. Hasil dari proses migrasi diharapkan dapat menggambarkan geometri struktur bawah permukaan yang sesungguhnya sehingga mempermudah melakukan interpretasi. Migrasi adalah suatu proses untuk memindahkan kedudukan reflektor pada posisi dan waktu pantul yang sebenarnya berdasarkan lintasan gelombang. Hal ini disebabkan karena penampang GPR hasil dari proses sebelumnya belumlah mencerminkan kedudukan yang sebenarnya, karena rekaman normal incident belum tentu tegak lurus terhadap bidang permukaan, terutama untuk bidang reflektor yang miring. Selain itu, migrasi juga dapat menghilangkan pengaruh difraksi gelombang yang muncul akibat adanya struktur tertentu. Migrasi bertujuan untuk membuat penampang GPR mirip dengan kondisi geologi yang sebenarnya berdasarkan reflektifitas lapisan bumi. Reflektifitas suatu bidang refleksi yang semula “tidak menyambung dan selaras” satu sama lain serta dipenuhi oleh efek difraksi bowtie, setelah dimigrasi menjadi lebih jelas dan teratur (Gambar VI.20). Maka dari itu, secara umum amplitudo refleksi pada bidangbidang reflektor di dalam penampang termigrasi relatif lebih jelas terlihat dibandingkan sebelum dimigrasi.
Gambar VI.18. (A) sebelum migrasi (B) sesudah migrasi, data resolusi tinggi (1,5 GHz) dari hasil survei disepanjang penghubung antara dua beton jalan. (Reynolds, 2011) Depth conversion sering menjadi penyebab kesalahan yang signifikan dalam pengolahan data karena biasa mengunakan satu nilai konstanta dielektrik pada seluruh waktu, meskipun faktanya bahwa konstatnta dielektrik dapat berubah 70 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
secara signifikan baik secara vertikan maupun horizontal. Jika terdapat variasi kecepatan gelombang radio, dalam melakukan melakukan konversi dari time domain ke depth domain harus berhati-hati. Dengan menggunakan perangkat lunak yang lebih canggih memungkinkan untuk menerapkan variasi nilai konstata dielektrik, sehingga hasil dari konversinya lebih akurat. Namun perlu diingat bahwa kecepatan gelombang radio dalam bahan misalnya pada beton dapat bervariasi sebanyak 35% dari jarak vertikal terpendek 10 cm (Reynolds dan Taylor, 1992). Tabel VI.4. Tahapan pengolahan data Pengertian Menghilangkan dan mengoreksi data yang kurang baik Rubber-banding Koreksi data untuk memastikan posisi trace Dewow Koreksi frekuensi rendah dan induksi EM Time-zero correction Koreksi waktu yang disesuaikan dengan level permukaan tanah Filtering Penyaringan untuk meningkatkan rasio signal terhadap noise dan kuliatas visual Deconvolution Memperbaiki bentuk wavelet untuk menyempurkan event saat terjadinya refleksi Velocity Analisis Menetukan kecepatan gelombang radar melalui media gambar Topography Correction Mengoreksi efek topografi yang tidak rata Migration Menghilangkan efek difraksi dan menempatkan reflektor pada posisi sebenarnya Depth Conversion Konversi two-way travel time display ke dalam bentuk depth display Display gains Pemilihan gain yang tepat untuk meningkatkan kualitas gambar sehingga mempermudah interpretasi Proses Editing
Ada tiga metode dalam memvisualisasi data GPR, antara lain : Ascan adalah penyajian 1D single profil GPR (trace), B-scan adalah penyajian 2D rangkaian trace GPR, dan C-scan adalah penyajian 3D rangkaian trace 2D [1], seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
71 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
Gambar VI.19. Visualisasi Data GPR
VI.7. Aplikasi Metode GPR Metode GPR dapat digunakan dalam aplikasi kegiatan eksplorasi diantaranya :
Survey benda-benda yang terpendam ditempat yang relatif dangkal
Geoteknik
Menentukan keberadaan Struktur bawah permukaan.
Studi terhadap pondasi bangungan
Studi arkeologi
Gambar VI.20. (a). Penggunaan GPR di Lapangan, (b). Citra dari Pipa yang Terpendam Dalam Tanah
72 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
Gambar VI.21. Aplikasi GPR untuk Mendeteksi Struktur Beton pada Dinding
Gambar VI.22. Aplikasi GPR untuk Mendeteksi Struktur Bawah Permukaan.
73 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
BAB VII TIME DOMAIN ELECTROMAGNETIC (TDEM)
VII.1. Pendahuluan Metode TDEM merupakan metode elektromagnetik yang tergolong metode dengan sumber buatan (artificial source). Metode TDEM efektif untuk menentukan konduktivitas elektrik tanah pada kedalaman antara 10 hingga 1000 meter. Metode TDEM sangat baik untuk memetakan tanah pada kedalaman tersebut. Metode TDEM telah digunakan dalam eksplorasi pertambangan selama kurang lebih beberapa dekade. Metode ini sering pula disebut dengan metode Pulse Transient Electromagnetic.
VII.2. Konsep Dasar Metode TDEM Arus litrik DC mengalir melalui kutub pemancar (Tx) dan menghasilkan medan magnet primer statis selama beberapa waktu. Kemudian pemancar dimatikan sehingga menyebabkan nilai medan magnet primer jatuh hingga 0. Ini menyebabkan timbulnya arus listrik sekunder di dalam bumi. Arus listrik sekunder ini bertindak menentang penurunan medan magnet utama sesuai hukum Lenz.
Gambar VII.1. Penjalaran Gelombang Elektromagnet dalam Metode TDEM
74 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
Gelombang elektromagnetik memancar dari pemancar (transmitter loop) dan menghasilkan medan magnetik primer statis yang kemudian diterima oleh penerima (receiver loop). Kemudian arus dari transmitter dimatikan dan medan magnet primer secara tiba-tiba “anjlok” perlahan hingga nol. Ini akan menimbilkan induksi arus listrik sekunder di tanah. Arus listrik sekunder ini berperan untuk melawan penurunan medan magnet primer sesuai hukum Lenz. Distribusi arus listrik sekunder ini dapat diperkirakan sebagai sebuah loop arus horisontal dan menghasilkan medan magnet sekunder. Dari waktu ke waktu, arus listrik sekunder tersebut menyebar dalam pola menyerupai smoke ring atau cincin asap. Smoke ring ini bergerak semakin dalam seiring berjalannya waktu dan menjangkau luasan yang semakin luas. Semakin bergerak ke dalam, smoke ring ini memberikan informasi mengenai struktur yang semakin dalam. Ketika cincin arus lewat di bawah penerima, maka arus listrik di bumi akan berubah karena terkena induksi cincin arus yang terbentuk. Perubahan waktu pada medan magnet sekunder dibuat dengan menggunakan loop kabel permukaan bumi Hukum induksi Faraday menyatakan bahwa perubahan medan magnet akan menghasilkan perubahan medan listrik yang pada akhirnya akan menghasilkan arus listrik. Kesimpulannya, perubahan medan magnet primer dari loop transmitter akan menghasilkan arus listrik sekunder pada bumi. Sehingga, dapat dilakukan pengukuran medan magnet sekunder yang dihasilkan oleh arus listrik tersebut.
Gambar VII.2. Skema Peluruhan Medan Magnet Primer Terhadap Waktu
75 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
Besar dan tingkat peluruhan arus sekunder bergantung pada konduktivitas medium dan pada geometri lapisan yang konduktif. Receiver TDEM mengukur medan magnetik yang dihasilkan oleh arus sekunder tersebut. Analogi smoke ring digunakan untuk menggambarkan penjalaran arus di bawah permukaan tanah. Pada awalnya, arus terkonsentrasi di bawah loop transmitter. Kemudian semakin melebar dan melemah seiring bertambahnya kedalaman. Tingkat penyebaran bergantung pada konduktivitas bahan yang terinduksi. Semakin konduktif bahan yang diinduksi, semakin lambat penyebarannya, semakin resistif bahan yang diinduksi, semakin cepat penyebarannya. Hal ini disebabkan karena bahan yang konduktif akan lebih mudah “menangkap” arus yang ada pada lapisan tersebut. Pengukuran dilakukan dalam rentang waktu 10 µs hingga 10 ms bergantung pada pemutusan arus dari medan primer. Pengukuran dilakukan da;am 20 hingga 30 interval waktu yang berbeda mengikuti getaran penginduksi primer. Untuk eksplorasi yang lebih dalam, waktu pengukuran dapat lebih dari satu detik. Karena pengukuran ini dilakukan ketika arus transmitter mengalami pemutusan, pengukuran yang lebih sensitive untuk medan sekunder dapat dilakukan.
76 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
LAMPIRAN A PENGOLAHAN DATA CMD MENGGUNAKAN PROGRAM MICROSOFT OFFICE EXCEL Moving Average Moving Average dapat diartikan sebagai perubahan harga rata – rata dari suatu time frame tertentu. MA berfungsi mengkompensasi noise acak yang muncul selama pengukuran akibat aktivitas kelistrikan maupun ketidakhomogenan bawah permukaan. Dalam pengolahan data CMD, data yang diperoleh dilapangan adalah data konduktivitas serta data inphase. Data – data tersebut tak lepas dari gangguan atau noise, maka pengolahan data MA ini sangat diperlukan. Dalam pengolahan data EM terdapat langkah ini, yang sebenarnya disebut dengan filter moving average atau dapat diartikan sebagai rata – rata nilai anomali, yang kemudian dibagi dengan jumlah jendela yang digunakan. Hal ini digunakan untuk memisahkan data yang mengandung frekuensi yang tinggi dan rendah. Setelah dilakukannya tahap ini, diharapkan sinyal yang ada benar – benar menggambarkan anomali yang disebabkan oleh benda – benda konduktif dibawah permukaan. Berikut langkah – langkah singkat dalam pengolahan MA.
77 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
1. Dibawah ini adalah contoh pengolahan data MA. No
Titik
Conductivity
InPhase
MA
MA
Conductivity
InPhase
1
0
24,95
-1,055
2
10
29,2
-2,32
88,6875
-6,34
3
20
21,35
-2,58
81,6875
-8,93375
4
30
39,15
-5,815
109,375
-15,77375
5
40
38,9
-6,255
125,9875
-19,44625
6
50
36,15
-4,485
118,125
-17,07875
7
60
27,7
-7,415
101,8
-20,65125
8
70
41
-5,345
117,175
-18,9625
9
80
29,9
-3,43
108,4625
-13,18125
10
90
30,65
-3,905
98,5
-12,53625
11
100
29,2
-5,185
97,3375
-15,91
12
110
33,15
-6,54
Titik yang dimaksud adalah jarak spasi. Pada baris 1 dan terakhir (15) pada kolom MA, tidak terdapat nilai. Ini dikarenakan penggunaan rumus MA, sebagai berikut : MA Xn = X(n-1) + 2 Xn + X(n+1)/4 2.
Dengan menggunakan rumus diatas, maka MA konduktivitas serta MA
Inphase dapat di cari pada masing – masing titik. Pada umumnya, pengambilan data pada satu titik dapat terdapat minimal 3x pengukuran, sehingga pada titik 1 titik di dapatkan 3 data. Untuk memperoleh nilai MA, maka 1 titik ini nilainya harus di rata – ratakan terlebih dahulu. 3.
Setelah di dapat nilai nilai MA Konduktivitas serta MA Inphase, langkah
selanjutnya adalah membuat grafik hubungan antara nilai konduktivitas, inphase, MA konduktivitas, MA Inphase Vs Jarak.
78 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
Konduktivitas (mS/m)
Grafik MA Conductivity dan MA In Phase 250,000
100,000
200,000
80,000
150,000
60,000
MA In Phase (ppt)
100,000 40,000
50,000
20,000
0,000 -50,000 0
MA Conductivity (mS/s)
500 10000,000 Jarak Lintasan (m)
Beri keterangan berupa secondary axis mempermudah dalam pembacaan maupun interpretasi Tujuaannya adalah anomaly 4.
Setelah didapatkan nilai MA pada masing – masing parameter, masukkan
data koordinat serta data MA pada program surfer, untuk selanjutnya diolah menjadi peta sebaran nilai MA Konduktivitas serta peta sebaran nilai MA Inphase.
79 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
LAMPIRAN B PENGOLAHAN DATA VLF MENGGUNAKAN PROGRAM MICROSOFT OFFICE EXCEL 1.
Men-smooth data Tilt dan Elipt dari hasil pengukuran menggunakan Moving Average seperti pada data CMD.
2.
Mencari nilai Derivatife Fraser NO
TITIK
TILT
ELIPT
MA tilt
MA Elipt
DF
1
0
33
15
2
10
23
10
22,75
12,25
3
20
12
14
7,75
11,25
14
4
30
-16
7
-6,25
10,5
3
5
40
-5
14
-9,25
10,25
3,75
6
50
-11
6
-13
6,25
8,75
7
60
-25
-1
-21,75
-0,75
3,5
8
70
-26
-7
-25,25
-5,25
0
9
80
-24
-6
-18,5
-5
0
10
90
0
-1
-14
-2
8
11
100
-32
0
-22
0,75
4,75
12
110
-24
4
-26,75
3,25
0,25
13
120
-27
5
-27
1,75
1,5
14
130
-30
-7
-28,5
1,5
0
15
140
-27
15
-26,75
0,5
0
Dari data di atas dapat dihitung nilai Derivatife Fraser dari data tilt dengan cara : ( data
n
+ data
n+1)
– (data
n+2
– data
n+3))
dibagi 4. Hasil Derivatife
Fraser yang bernilai negatif (-) dibuat 0, kemudian buat grafik jarak Vs DF yang bernilai (+) saja. 3.
Menghitung nilai tilt real, dengan cara = 100 x tangen tilt ( tilt yang sudah terbobot atau MA) 80
LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
4.
Menghitung nilai Elipt Imajiner dengan cara = 100 x nilai Elips terbobot/ MA.
5.
Mencari nilai rapat arus Ekuivalen sesuai dengan rumus yang ada.
6.
Membuat penampang menggunakan surfer dengan input data jarak, kedalaman dan nilai rapat arus. Pada surfer pilih gridding method yang natural neighbor. Contoh hasil penampang VLF dari Software Surfer.
81 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI
Electromagnetic Laboratory 2016
GLOSARIUM Gelombang Sekunder : Gelombang yang diterima receiver EM Gelombang Primer
: Gelombang yang dipancarkan transmitter EM
Konduktivitas
: Kemampuan medium dialiri arus listrik
Resistivitas
: Kemampuan medium menghambat arus listrik
Permitivitas
: Seberapa besar suatu medium bisa menerima pengaruh medan listrik luar (elektrisasi)
Osilasi
: Gerak bolak balik disekitar titik kesetimbangan
In-Phase
: Komponen real yang berada sefase dengan gelombang primer
Out-Phase
: Komponen non-real (semu) yang tegak lurus dengan gelombang Primer
Atenuasi
: Melemahnya suatu sinyal yang disebabkan oleh adanya jarak yang semakin jauh, yang harus ditempuh oleh suatu sinyal.
Arus telluric
: Arus yang terjadi akibat adanya suatu interaksi yang kemudian menginduksi ke permukaan bumi sehingga terjadi arus eddy di lapisan permukaan bumi.
Moving Average
: Perubahan harga rata-rata dalam satu timeframe tertentu.
Amplitudo
: Simpang terjauh gelombang
Frekuensi
: Banyaknya gelombang dalam satu detik
Periode
: Waktu yang dibutuhkan dari puncak gelombang
Bandwidth
: Perbedaan antara frekuensi terendah dan frekuensi tertinggi dalam rentang tertentu.
Skin dept
: Kedalaman maksimum yang dapat ditempuh gelombang
Effective dept
: Kedalaman efektif gelombang dapat diterima dengan jelas sebagai data.
82 LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI