SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) KAWASAN TANPA ROKOK RUANG 7A RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh: PKRS IRNA IV
PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR RSU Dr.SAIFUL ANWAR MALANG 2017
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) KAWASAN TANPA ROKOK RUANG 7A RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh : Kelompok 14 Aulia Nahdan
(201410300511046)
Vivi Yulian P.
(201410300511020)
Sahruni Anugrah Prihatin
(201410300511005)
PROGRAM STUDI AKADEMI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2017
LEMBAR PENGESAHAN PAKET PENYULUHAN KAWASAN TANPA ROKOK RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Tanggal 09 Februari 2017
Oleh: Universitas Muhammadiyah Malang
Kelompok 14 Aulia Nahdan
(201410300511046)
Vivi Yulian P.
(201410300511020)
Sahruni Anugrah Prihatin
(201410300511005)
Mengetahui, Pembimbing Institusi
(
Pembimbing Klinik
)
( PAKET PENYULUHAN KAWASAN TANPA ROKOK
Pokok Bahasan Sasaran Tempat Hari/Tanggal Waktu Penyuluh A. Latar Belakang
: Kawasan Tanpa Rokok : Pasien, Keluarga Pasien, dan Pengunjung : Ruang Penyuluhan IRNA IV : Kamis, 09 Februari 2017 : 30 Menit : PKRS IRNA IV
)
Merokok merupakan salah satu gaya hidup yang tidak sehat akan tetapi merokok dikalangan masyarakat adalah sebuah hal yang biasa, masyarakat menganggap merokok sebuah perilaku yang bisa membuat dirinya senang, namun permasalahan yang dihadapi saat ini adalah kesadaran masyarakat untuk tidak merokok ditempat yang sudah ditentukan tidak boleh merokok/ kawasan tanpa rokok. Kesadaran masyarakat saat ini sangat rendah untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok. Masyarakat cenderung tidak mengindahkan aturan yang sudah dibuat, masyarakat tetap merokok dilingkungan yang sudah dinyatakan tidak boleh merokok, padahal berbagai peringatan yang dibuat. Menghirup asap rokok orang lain lebih berbahaya dibandingkan menghisap rokok sendiri. Bahkan bahaya yang ditanggung perokok pasif tiga kali lipat dari bahaya perokok aktif. Sebanyak 25% zat berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ketubuh perokok, sedangkan 75%nya beredar di udara bebasyang beresiko masuk ke tubuh orang sekitarnya.tidakl ada batasan aman terhadap asap rokokorang lain sehingga sangat penting menerapkan 100% kawasan tanpa asap rokok, terutama untuk anak-anak dan area Rumah Sakit. Dari aspek kesehatan, rokok mengandung 4000 zat kimia yang
berbahaya bagi
kesehatan, seperti Nikotin yang bersifat adiktif dan Tar yang bersifat karsinogenik, bahkan juga Formalin. Ada 25 jenis penyakit yang ditimbulkan karena kebiasaan merokok seperti Emfisema, Kanker Paru, Bronkhitis Kronis dan Penyakit Paru lainnya. Dampak lain adalah terjadinya penyakit Jantung Koroner, peningkatan kolesterol darah, berat bayi lahir rendah (BBLR) pada bayi ibu perokok, keguguran dan bayi lahir mati. Peran perawat dalam melakukan penerapan kawasan tanpa rokok meliputi usaha promotif yaitu dengan selalu menjaga lingkungan sekitar rumah sakit agar terbebas dari asap rokok, dan upaya kuratif perawat dalam memulihkan keadaan lingkungan dengan menganjurkan orang tua dan pengunjung pasien untuk tidak merokok di area rumah sakit atau di dekat anak-anak. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien.
B. Tujuan Instruktusional 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti penyuluhan tentang Kawasan Tanpa Rokok selama 30 menit diharapkan peserta/keluarga pasien mampu memahami kawasan mana yang dilarang untuk merokok dan diperbolehkan untuk merokok
2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan peserta/keluarga pasien mampu menyebutkan kawasan mana yang dilarang untuk merokok, dampak dari rokok bagi diri sendiri dan orang lain. C. Sasaran Sasaran penyuluhan adalah pasien, keluarga pasien, dan pengunjung D. Metode Metode yang digunakan adalah ceramah dan tanya jawab E. Media Media yang digunakan dalam penyuluhan adalah Power Point, Laptop, dan LCD.
F. Kegiatan Penyuluhan Tahap Pembukan (5 Menit)
Kegiatan Penyuluhan Membuka dengan salam Memperkenalkan diri Menjelaskan maksud dan
Kegiatan Peserta
tujuan penyuluhan Melakukan kontrak waktu Menanyakan kepada peserta
Menjawab salam Mendengarkan Memperhatikan Menjawab
tentang materi yang akan
pertanyaan
Metode
Media
Ceramah
-
Ceramah
Power
Tanya Jawab
Point
Ceramah
Power
Tanya Jawab
Point
disampaikan
Penyajian (15 menit)
Menjelaskan materi tentang kawasan tanpa rokok Memberi kesempatan pada
Mendengarkan Memberikan
peserta untuk
pertanyaan
bertanya/berdiskusi tentang
mengenai hal
materi penyuluhan
yang kurang
tanggapan dan
dimengerti
Menanyakan pengetahuan audiens setelah dilakukan
Penutup (10 menit)
penyuluhan Menyimpulkan hasil
kegiatan penyuluhan Menutup dengan salam
Menjawab
pertanyaan Memberikan tanggapan baik
G. Kriteria Pemantauan dan Evaluasi 1. Pemantauan a. Input Kegiatan penyuluhan dihadiri oleh minimal 5 peserta
Media penyuluhan yang digunakan adalah LCD, Laptop dan Power Point Paket penyuluhan sesuai dengan SPO dan Up to Date Waktu Kegiatan Penyuluhan adalah 30 menit Tempat penyuluhan adalah di ruang Penyuluhan
Pengorganisasian penyuluhan disiapkan beberapa hari sebelum kegiatan penyuluhan
b.
Proses Peserta aktif dan antusias dalam mengikuti kegiatan penyuluhan
c.
Tidak ada peserta yang meninggalkan kegiatan penyuluhan
Narasumber menguasai materi dengan baik Output Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan peserta mengerti dan memahami materi
penyuluhan. d.
Outcome Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan ada perubahan perilaku kesehatan yang lebih baik.
2. Evaluasi Promosi Kesehatan Rumah Sakit untuk mengetahui efektifitas PKRS terhadap indikator dampak (dampak dari program seperti peningkatan PHBS)
Lampiran Materi Penyuluhan KAWASAN TANPA ROKOK 1. Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/ atau mempromosikan produk tembakau (Kemenkes RI, 2011). 2. Ruang Lingkup KTR Adapun ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok menurut Kemenkes RI (2011), yaitu : a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat. b. Tempat Proses Belajar Mengajar Tempat proses belajar Mengajar adalah gedung yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/ atau pelatihan. c. Tempat Anak Bermain Tempat anak bermain adalah area tertutup maupun terbuka yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak. d. Angkutan Umum Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, dan udara biasanya dengan kompensasi. e. Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
f. Tempat Umum Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/ atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat. g. Tempat Lainnya yang Ditetapkan Tempat lainnya yang ditetapkan adalah tempat terbuka yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat. 3. Tujuan KTR Tujuan penetapan kawasan dilarang merokok, adalah : a. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok b. Merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat c. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula d. Mewujudkan generasi muda yang sehat e. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal f. Menurunkan angka kesakitan dan/ atau angka kematian g. Melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan h. Mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok Pengaturan pelaksanaan KTR bertujuan untuk: a. b. c. d.
Memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan KTR Memberikan pelindungan yang efektif dari bahaya asap rokok Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik
langsung maupun tidak langsung (Kemenkes RI, 2011). e. 4. Kebijakan KTR Suatu kebijakan dapat terbentuk dengan adanya dorongan atau dukungan dari pihak yang membutuhkan suatu kebijakan tersebut guna untuk mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan sosialnya. Kebijakan merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengatasi suatu masalah yang sedang terjadi. Dengan adanya dukungan yang kuat, berarti pihak tersebut sangat membutuhkan suatu kebijakan itu untuk mengatasi masalah dalam lingkungan sosialnya. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Landasan hukum penerapan kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak seperti dinyatakan Kemenkes RI (2009), yaitu : a. Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. b. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup c. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen d. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak e. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran f. PP RI No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan g. PP RI No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan
h. Instruksi Menteri Kesehatan No. 84/MENKES/Inst/II/2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan i. Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang Kawasan Bebas Rokok pada Sarana Kesehatan j. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No. 188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok k. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 35 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada Perkantoran di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara l. Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok Salah Kebijakan pengendalian tembakau yang lain adalah terlaksananya Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan
dilarang untuk
kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau
penggunaan rokok. Upaya bentuk pengendalian tembakau telah berhasil di laksanakan, baik di tingkat pusat maupun daerah.Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dimana pasal 113 menyatakan bahwa tembakau mengandung zat adiktif. Dan pasal 115 mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok.Adapun ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok (KTR)yang ditetapkan dalam peraturan bersama ini sesuai dengan yang diatur oleh UU No.36 Tahun 2009, antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat ibadah, tempat bermain anak, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 188/ Menkes/ Pb/I/ 2011. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 dibuat dengan tujuan untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan KTR, memberikan perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat, dan melindungi kesehatan secara umum dari dampak buruk merokok baik secara langsung maupun tidak langsung, Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat, Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal, Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok, Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula, Mewujudkan generasi muda yang sehat. Dalam keadaan tertentu, pengolahan gedung termasuk dalam ruang lingkup KTR dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok sebagaimana diatur dalam pasal 5 asalkan memenuhi syarat, antara lain; Merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik;
Terpisah
dari
gedung/
tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan
untuk
beraktifitas; Jauh dari pintu masuk dan keluar; jauh dari tempat orang berlalu-lalang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 mewajibkan kepada Pemerintah Daerah untuk menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Pemerintah Kota Semarang mengeluarkan peraturan terbaru berupa Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2013. Pengaturan pelaksanaan kawasan tanpa rokok oleh pemerintah kota semarang. Di dalam peraturan ini, telah
disebutkan
bahwa pemerintah
daerah
wajib menetapkan
kawasan tanpa rokok di setiap wilayahnya. Kawasan tanpa rokok antara lain: Fasilitas pelayanan kesehatan Suatu
tempat
yang
digunakan untuk
menyelenggarakan
upayapelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratifmaupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat. Tempat proses belajar mengajar adalah gedung yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/ atau pelatihan. Tempat anak bermain area tertutup maupun terbuka yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak. Tempat ibadah Bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciriciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk
masing-masing
agama
secara permanen,
tidak
termasuk tempat ibadah keluarga. Angkutan umum Alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa
kendaraan darat,
air,dan udara
yang
penggunaannya biasanya dengan
kompensasi. Tempat kerja tiap ruangan atau lapangan tertutup, bergerak atau tetap di mana tenaga
kerja bekerja,
atau
yang
dimasuki tenaga
kerja
untuk
keperluan suatu
usaha.Tempat umum semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/ atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, danmasyarakat. Tempat lainnya yang ditetapkan adalah tempat tempat tertentu yang belum masuk dalam aturan ini namun kemudian ditetapkan menjadi Kawasan Tanpa Rokok. Efektifitas Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dalam Penurunan Perokok Aktif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa mahasiswa FK UGM mendukukng penerapan kawasan tanpa rokok yang terbukti sebagai salah satu metode yang efektif untuk mengendalikan rokok. Asap Rokok Orang Lain Hak
untuk
menghirup
udara bersih tanpa
paparan asap rokok telah
menjadi
perhatian dunia. WHO memprediksi penyakit yang berkaitan dengan rokok akan menjadi
masalah kesehatan di dunia. Dari tiap 10 orang dewasa yang meninggal, 1 orang diantaranya meninggal karena disebabkan asap rokok. Dampak Paparan Asap Rokok Orang Lain Terhadap Kesehatan Asap rokok tidak hanya berbahaya bagi perokok namun juga berbahaya bagi orang yang berada disekitarnya. Definisi perokok pasif atau Secondhand Smoke (SHS) Asap rokok orang lain (AROL) adalah asap yang keluar dari ujung rokok yang menyala atau produk tembakau lainya, yang biasanya merupakan gabungan dengan asap rokok terdiri dari asap utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asam sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya ditambah separuh dari asap yang dihembuskan keluar oleh perokok. Dalam asap rokok terdapat 4.000 bahan kimia dan gas berbahaya yang bersifat karsinogenik. Seperti nikotin, arsen, tar, aseton, natilamin, dan cadmium. Tidak semua bahanbahan kimia tersebut ada dalam polusi udara akibat cerobong asap pabrik, asap rumah tangga, atau knalpot kendaraan. International
Non Governmental
Coalition
Against Tobacco
(INGCAT)
telah
menyampaikan rekomendasi yang didukung oleh lebih dari 60 negara di seluruh dunia yang dimuat dalam IUALTD News Bulletin on Tobacco and Health1997. Rekomendasi ini berbunyi ”paparan terhadap asap rokok lingkungan yang sering kali disebut perokok pasif dapat menyebabkan kanker paru dan kerusakan kardiovaskuler pada orang dewasa yang tidak merokok dan dapat merusak kesehatan paru dan pernapasan pada anak”. Asap rokok dapat menimbulkan kelainan atau penyakit pada hampir semua organ tubuh yaitu : Otak (stroke, perubahan kimia otak), Mulut dan tenggorokan (kanker bibir, mulut, tenggorokan dan laring), Jantung (kelemahan arteri, meningkatkan serangan jantung), Paru (penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru, asma), Hati (kanker hati), Abdomen (kanker lambung, pankreas dan usus besar), Ginjal dan kandung kemih, Reproduksi (impotensi, kanker leher rahim,mandul), Kaki (gangren). Hasil dari beberapa penemuan penelitian terkait asap rokok. Yaitu pada penelitian yang di lakukan oleh Prayogi Agil antara paparan asap rokok dengan frekuensi eksaserbasiasma.
Tabel ini memperlihatkan bahwa responden terpapar sedang paling banyak adalah yang mengalami eksaserbasi asma kurang dari sama dengan 1x/minggu yaitu 15 orang (51,72%). Sedangkan responden terpapar tinggi paling banyak adalah yang mengalami eksaserbasi asma lebih dari sama dengan 1x/hari yaitu 6 orang (54,54%). Sehingga lama paparan asap rokok dan frekuensi eksaserbasi asma setelah terpapar asap rokok dimana semakin lama paparan yang dialami orang yang menderita asma, maka semakin sering pula eksaserbasi asma yang dialami. Dampak Ekonomi Akibat Paparan Asap Rokok Orang Lain (AROL) Di Indonesia, UU kawasan tanpa rokok yang melindungi orang lain dari paparan asap
rokok
orang lain
masih
menimbulkan biaya kesehatan
sangat tahunan
terbatas. Prevalensi
tembakau
untuk perawatan pasien
penyakit terkait rokok adalah 319 juta USD.
yang tinggi
rawat inap akibat
Penerimaan cukai rokok tidak sebanding besarnya dengan biaya kesehatan, yang dikeluarkan akibat asap rokok. Pengendalian dampak kesehatan akibat rokok akan sulit, tanpa menaikkan harga dan cukai rokok. Penerimaan cukai rokok sekitar Rp 70 triliun pada tahun 2011. Jumlah itu jauh lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi akibat buruk asap rokok. Turunnya produktivitas korban rokok, konsumsi rokok, biaya pengobatan, dan rawat jalan menimbulkan kerugian makro ekonomi sebesar Rp 245,41 triliun. Saat penelitian itu dilaksanakan, pada saat itu cukai rokok Rp 55,9 triliun.Beban Ekonomi akibat konsumsi rokok pada tahun 2010 adalah Rp. 138 Triliun pengeluaran konsumsi rokok, dengan biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan Rp.2,11 Triliun sehingga kehilangan
produktivitaskarena
kematian
prematur, dan
morbilitas-
disabilitas Rp.105,3 Triliun. Menurut estimasi International Labor Organization (ILO) tahun 2005 tidak kurang dari 200.000 pekerja yang mati setiap tahun karena paparan asap rokok orang lain (AROL) ditempat kerja.
Pada Tabel 6. Beban yang tinggi disebabkan oleh tumor paru, bronchus dan trachea, mencapai 650 ribu, lakilaki 511 ribu dan perempuan 139 ribu. Penyakit paru obstruktif kronik, laki-laki 437 ribu dan perempuan 149 ribu dengan total 586 ribu. Tumor
mulut
dan tenggorokan, penyakit sroke dan bayi berat lahir rendah.Kerugian
ekonomi akibatrokok 4 kali lebih besar dari penerimaan Negara. Regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Sebagai Perlindungan Masyarakat Dari Asap Rokok Orang Lain (AROL) Regulasi kawasan tanpa rokok adalah mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pada tempat- tempat yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok(KTR) dipasang pengumuman dan tanda larangan kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan/ atau pengggunaan rokok. Pimpinan atau penanggungjawab Kawasan Tanpa Rokok(KTR) wajib melakukan pengawasan terhadap setiap orang atau badan yang berada di Kawasan Tanpa Rokok yang menjadi tanggung jawabnya. Pelaksanaan Kebijakan. KTR tidak terlepas dari komitmen Kepala Daerah, bentuk komitmen itu terlihat dari kegiatan pemantauan secara rutin, dan memberikan teguran kepada warga yang tidak mengindahkan peraturan tersebut, seperti di Kota Padang Panjang penerapan KTR ini sudah dapat melarang adanyaiklan rokok di sepanjang kota, bahkan juga sudah menunjuk institusi kesehatan dan pendidikan sebagai
pelopor dari KTR, walaupun warga masih ada yang merokok, tapi penerapan KTR ini sudah dapat menurunkan perokok aktif. Dari hasil analisa adanya paparan asap rokok yang terhirup orang lain itu sangat sering terjadi. Bahkan kejadian ini sering terjadi di tempat umum. Sedangkan paparan asap rokok orang lain mengandung kandungan berbahaya dalam tubuh. Jadi perlunya pengendalian asap rokok dengan Implementasi Kawasan Bebas Rokok. Dampak perokok pasif pada orang dewasa yang mempunyai bukti cukup terhadap kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA Aila Haris, Mukhtar Ikhsan, Rita Rogayah. 2012. Asap Rokok sebagai Bahan Pencemar dalam Ruangan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Persahabatan, Jakarta 2012 Kementerian
Kesehatan. 2011. Pusat
Promosi
Kesehatan Pedoman
Pengembangan
Kawasan Tanpa Rokok . Jakarta :Kementerian Kesehatan RI Peraturan
Daerah
Nomor
03
Tahun
2013
Kota
Semarang.
(Online).
http://jdihukum.semarangkota.go.id/isi/2013/Perda%20no.%203%20Th%202013.pdf. (Diakses 6 februari 2017) Peraturan Pemerintah Bersama Mentri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/PB/2011. (Online) http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/49_Peraturan%20Bersama_Menkes %20Mendagri_KTR.pdf (diakses 6 Februari 2017) Supriyadi, Agus. 2014. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Perlindungan Masyarakat Terhadap Paparan Asap Rokok Untuk Mencegah Penyakit Terkait Rokok. Semarang: Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang TCSC-IAKMI. Perlindungan Terhadap Paparan Asap Rokok Orang Lain, Jakarta http://www.menshealth.co.id/kesehatan/waras/bahaya.asap.rokok.kalahkan.polusi.udara/0 04/003/54.pdf (Diakses 6 Februari 2017) Undang-Undang
Nomor
36
Tahun
2009
Tentang
Kesehatan.
(Online).
http://www.depkes.go.id/downloads/UU_No._36_Th_2009_ttg_Kesehatan.pdf. (Diaskes 6 Februari 2017) Yayi surya, Nawi Ng, Retna Siwi Padmawati. 2009. Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Alternatif Pengendalian Tembakau Studi Efektifitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas Rokok Terhadap Perilaku dan Status Merokok Mahasiswa Di Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta : IKM UGM Yogyakarta.