Resume Studium Generale 5 Mei 2017 Florencia Natasya P. S. PB 37 – 1506668965 – FKG
NARASUMBER I Peranan sivitas akademika dalam penanggulangan bencana Oleh : Willem Rampangilei – kepala BNPB Pada beberapa peristiwa selama 15 tahun terakhir, Indonesia menjadi headline di media dunia karena bencana-bencana alam yang mengerikan dan menyebabkan
kematian
ratusan
ribu
manusia
dan
hewan,
serta
menghancurkan wilayah daratannya (termasuk banyak infrastruktur sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi). Isu bencana menjadi isu global dan prioritas nasional karena telah memakan korban banyak dan berdampak pada sosial dan lingkungan Indonesia. Terjadi kenaikan kejadian bencana dari tahun 2015 ke 2016 sebesar 38%. Dampak Bencana menjadi capaian kelanjutan pembangunan berkelanjutan di Indonesia dalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan (sebagai SDGs atau Sustainable Development Goals dengan 17 target yang harus dicapai). Oleh sebab itu, 168 negara membicarakan bersama untuk menanggulangi bencana yang ada. Tahun 2015 – 2030, dibuatlah Disaster Reduction Plan. Regulasi penanganan bencana di Indonesia : 1. UU no 24 th 2007 tentang penanggunalan bencana. 2. Badan Nasional Penanggulanan Bencana pusat dan daerah th 2007 3. Pemerintah menerbitkan RPJMN 2015-2019 penanggulangan bencana dalam pembangunan Indonesia.
Dampak bencana di Indonesia 221 Triliun kerugian negara diakibat oleh kebakaran hutan di Indonesia sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara. Pembahasan mengenai kejadian bencana seperti itu dan cara penanggulannya harus segera ditindak.
Tahun 2006, kejadian tsunami di Aceh. Pada bencana ini terdapt 173.741 orang meninggal dunia, hilang 116.368 jiwa. Pada saat itu di turunkan penolong sebanyak 60.000 TNI AD. Seluruh pengungsian penuh melebihi kapasitas. Diperparah dengan adanya trauma yang terjadi, sehingga setelah ancaman selesai pun masyarakat tidak mau tinggal di rumahnya. Saat
itu
belum
memiliki
pemikiran
mengenai
regulasi
kejadian
dan
penanggulangan bencana serta anggarannya. Penggunaan anggaran belum berdasarkan prinsip cost vs benefit. Saat itu penggunaan anggaran yang terjadi adalah “Mission Oriented is not Budget Oriented”, yang misinya adalah menyelamatkan sebanyak mungkin korban tanpa mempertimbangkan budget /anggaran negara. Setelah kejadian bencana besar tsunami, banyak investasi masuk ke negara untuk memberi bantuan, termasuk hal-hal yang mendukung kesuksesan penanggulangan bencana seperti dukungan dan partisipasi masyarakat. Penanganan bencana tsunami di Aceh dikatakan berhasil, padahal penanganan logistic belum ada. Pemerintah memutuskan untuk mendirikan BRN (Badan Rehabilitasi Nasional Aceh), leadership yang efektif untuk menangangi bencana, dan trust yaitu kepercayaan masyarakan terhadap BRN yang jelas (Badan Rehabilitasi Nasional). Setelah tsunami, berdirilah BNPB. Dengan adanya kesuksesan tersebut, terdapat pengurangan resiko bencana pada 136 kabupaten dan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan memiliki resiko terkena bencana. Gempa di Padang membuat pertumbuhan ekonomi menurun drastis dari 6,2%, dan setelah bencana 2,5%. Dalam 5 tahun, pertumbuhan ekonomi menjadi lebih besar dari semula yaitu 7,2%. Setelah ada bencana, masyarakat penduduk Padang menjadi lebih aware terhadap bencana selanjutnya, termasuk membangun kapasitas masyarakat terhadap bencana. Di samping itu, banyak bencana baru yang bermunculan akibat perubahan iklim karena iklim memiliki korelasi dekat dengan bencana. Contoh bencana di Garut, banyak terdapat masyarakat yang tinggal / menghuni daerah rawan bencana. Meskipun sudah terdapat peringatan dari pemerintah untuk tidak tinggal disitu, tapi mereka tinggal disitu. Akibatnya, saat tejadi bencana, banyak korban.
Bencana Gunung Sinabung merupakan bencana baru. Sinabung selama 1200 tahun dalam keadaan dorman tetapi erupsi pada tahun 2011 sebanyak 6 kali. Belum ada pernah ada terjadi seperti daerah ini di daerah manapun. Perlu adanya relokasi menyangkut pembagian lahan, yang masih dilakukan hingga saat ini. Masih ada 6000 KK penduduk sekitar gunung sinambung belum mendapatkan tempat. Pada gempa bumi pidie jaya tahun 2016, sebanyak 112 orang meninggal dunia akibat terjatuhnya bahan-bahan bangunan. Oleh karena itu, struktur bangunan harus diperhatikan. Dalam rehabilitas & rekonstruksi build back
& make better reconstruction. Tetapi tidak dilakukan, maka dampak bencana tetap masih parah dibeberapa tempat. Bencana banjir bandang yang terjadi di Bima tidak memakan korban jiwa. Penyebaran informasi saat itu adalah melalui telepon genggam (akibat listrik mati), dan hanya melaliui toa masjid. Pada bencana longsor Ponorogo 2017, sudah ada early warning longsor. Lalu masyarakat dievakuasi sejak seminggu sebelumnya. Tapi beberapa orang ingin mengambil panen jahenya, dan karena sudah seminggu tidak terjadi apa-apa, masyarakat merasa aman dan kembali kerumah masing-masing padahal peringatan masih dalam status merah. Akibatnya 28 orang meninggal dan hanya 5 orang ditemukan karena sangat susah menemukan korban di kedalaman tanah 17 meter. Masalah yang terjadi salah satunya adalah sinyal telepon yang sulit. Hal yang perlu diketahui : 1. Perubuhan iklim ada korelasinya dengan perubahan bencana. global warming (penguapan melebihi normal sehingga curah hujan lebih besar), cuaca ekstrim. 2. Urbanisasi dengan dasar kemiskinan membuat daya tampung suatu daerah berlebih. 3. Setiap bencana unik memiliki kasus dan cara penanganan tersendiri, tidak ada istilah “One fit for all”. Penanggulangan bencana di 1 tempat belum tentu cocok untuk penanggulangan bencana selanjutnya. 4. Potensi bencana baru frekuensinya meningkat
Aspek bencana adalah meliputi alam, peristiwa, dan manusia. Aspek manusia adalah masalah kemiskinan yang menyebabkan masyarakat membangun rumah di daerah rawan, dan melakukan urbanisasi (pertumbuhan penduduk dan isu urbanisasi menyebabkan daya tamping di suatu daerah tidak memadai sehingga apabila terjadi suatu bencana akan menyebabkan banyak korban jiwa). Masyarakat Indonesia sendiri belum aware dan belum siap dalam menghadapi bencana. Di Indonesia, 99% sungai tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Masyarakat belun mencerminkan perilaku sadar bencana karena perilakunya membuang sampah, hidup di daerah aliran sungai, dll.
Yang perlu dilakukan di Indonesia adalah membentuk peta ancaman, mengurangi kerentanan, dan membangun kapasitas.
NARASUMBER II Operasi pencarian dan pertolongan (search and rescue) dalam bencana Oleh : Marsda TNI M. Syangi, S. Sos., M.M. Di Indonesia perlu ada badan SAR nasional karena : Indonesia berada di lempeng tektonik, ring of fire, sehingga menjadi supermarket
bagi
bencana.
Organisasi
penerbangan
duni
/
aikeo
mengkategorikan Indonesia sebagai black area, sehingga dibentuklah lembaga untuk mencari dan menolong jika terjadi bencana yaitu basarnas agar terdapat safe and rescue. Program SAR mulai dari sekolah-sekolah (SD, SMP, SMA) untuk memberikan informasi apa yang ada, jika terjadi bencana. Tujuannya adalah membangunan pemahaman pelaksanaan operasi pencarian dan evakuasi, terciptanya sinergita antara Basarnas dengan potensi SAR dari kalangan
mahasiswa.
Dan
demi
terselenggaranya
proses
pencarian,
pertolongan dan evakuasi sesuai prosedur dan mekanisme yang ditetapkan. Bencana adalah peristiwa yang mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat akibat factor alam atau non alam, atau dibuat manusia sehingga timbul korban jiwa maupun lingkungan.
Dalam penyelenggaraan penanggulangin becana dan siklus manajemen bencana, Basarnas hanya ada di tahap tanggap darurat, yaitu evakuai korban bencana. Kecelakaan adalah peristiwa yang menimpa pesawat udara, mobil, motor, kapal, dan alat transportasi lainnya. Sedangkan kondisi membahayakan manusia adalah peristiwa yang menipa dan atau mengancam keselamatan manusia, selain kecelakaan dan bencana. SAR filosofi : LAST locate adlah dimana distress terjadi, access adalah bagaimana cara untuk meraih daerah itu, stabilize adalah bagaimana memberikan petolongan pertama, dan transport adalah bagaimana cara mengevakuasi korbannya. Landasan hukum kewenangan SAR yaitu UU no 29 th 2014 tentang pencarian dan pertolongan. Basarnas melakukan evakuai kecelakaan kapal dan pesawat serta penanganan khusus atas permintaan dari panglima TNI atau kapolri, dan tidak boleh menolak. Bencana pada tahap tanggap darurat dan kondisi membahayakan manusia perlu koordinasi dari Bandar udara maupun pelabuhan. Kunci kesuksesan operasi SAR adalah SDM andal dan kompeten, sarana dan prasarana memadai, system dan prosedur tetap yang mantap, koordinasi dan pengerahan potensi SAR. Personil SAR harus memiliki keterampilan, kebugaran jasmani (otot dan tubuh yang kuat dan tahan penderitaan), pengetahuan, dan sikap mental (apapun yang terjadi tidak boleh mundur dan tetap menolong korban). Potensi SAR adalah SDM, sarana, prasarana, informasi, teknologi serta hewan selain Basarnas yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan operasi SAR. Sumber potensi SAR : TNI, Polri, instansi pemerintah, pemda, swasta, organisasi non pemerintah, masyarakat kelompok hobi (anjing pelacak), pengelola wisata, lembaga pendidikan, dll. Landasar hokum pengerahan dan pengendalian potensi SAR terdapat pada pasal 36 dan pasal 38 ayat 1.
Harapan terhadap mahasiswa dalam ops sar adalah meminimalkan ego sektoral dalam penyelenggaraan SAR, bangun dan tingkatkan kemitraan dengan pemangku kepentingan SAR terutana dengan basarnas sebagai pemangku kepentingan utama sesuai amanat UU. Kesimpulan, mahasiswa merupakan komponen potensi SAR nasional yang sangat penting dalam pembangunan dan penyelenggaraan SAR yang handal dan professional dalam penanganan bencana dan keadaan darurat.
NARASUMBER III Peran kesehatan dalam pengelolaan bencana Oleh : Kementerian kesehatan RI
Indonesia Rawan Bencana Terdapat 3 kategori bencana : bencana alam, non alam, social. Sekarang, krisis kesehatan makin tinggi akibat bencana yang terjadi juga semakin tinggi terutama akibat manusia itu sendiri (bergeser dari non alam ke social), harmonisasi pemerintah belum optimal, dan upaya PRB belum optimal. Indonesia disebut sebagai “laboratorium bencana” dikarenakan kerawanan akan bencana, artinya di Indonesia adalah tempat untuk mencari tahu dan meneliti bencana.
Kebijakan nasional UU no 24 th 2007 : pasal 5 tentang bencana dan UU no 36 tahun 2009 pasal 82 ayat 1 tentang kesehatan. Pemerintah dan pemda menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Terdapat strategi nasional untuk menurunkan indeks korban bencana di kabupaten atau kota yaitu peningkatkan kapasitas untuk penurunan indeks resiko bencana. Strategi menurunkan resiko adalah untuk menurunkan resiko bencana, yang harus dinaikkan adalah kapasitas dan yang diturunkan adalah vulnerability / kerentanan. Kapasitas
adalah
kemampuan
daerah
untuk
menanggulangi
bencana.
Kapasitas yang dimaksud peringatan dini, penguatan modul dan pelatihan, mitigasi, kesiapsiagaan.
Permasalahan kapasitas yang terjadi adalah dana usaha, pemerintah, dan masyarakat yang kurang maksimal, dimana hal-hal berikut belum terlaksana dengan baik : Koordinasi, kolaborasi, kecepatan, integrasi, efisiensi, dan ketepatan. Kerentanan adalah kondisi sikap perilaku suatu kelompok sehingga mudah mengalami krisis kesehatan. Resiko berbanding lurus dengan hazard dan kerentanan dan berbanding terbalik dengan kapasitan. Upaya pengurangan resiko tidak akan berhasil jika tidak dibarengi dengan upaya pembangunan. System klaster antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat berkoordinasi, kolaborasi kapasitas dan terdapat sistem integrasi sesuai dengan pembagiannya masing-masing.
Koordinasi
Kolaborasi kapasitas
Integrasi sistem
Ada 8 klaster di bawah BNPB : kesehatan, ekonomi, logistic, pemulihan dini, sarana dan prasarana, pendidikan, pengungsian dan perlindungan, pencarian dan penyelamatan.
Peran kesehatan A. Klaster kesehatan Pokok tanggap darurat kesehatan : Saat ada bencana, RHA1 terjadi rescue pada area tanggap darurat, dimana terjadi penjauhan dari ancaman dan dilakukan respon emergency. Rescue klaster kesehatan melakukan emergency respon. Pada RHA 2, terjadi relief, keadaan sudah mulai stabil, dimana program kesehatan dipastikan berjalan dengan terpenuhinya persyaratan minimal, disini perlu respon dari public health. Relief pastikan program kesehatan berjalan. Kemudian RHA 3 terjadi rehabilitasi dimana dilakukan pengembalian program sesuai
dengan
perencanaan
pembangunan
kesehatan
daerah/nasional.
Rehabilitasi pembangunan kesehatan daerah/ nasional, kembalikan program seperti semula.
Pada klaster kesehatan terdapat 6 subklaster dengan 2 tim, misalnya sub klaster KIA dan reproduksi, kesehatan jiwa, gizi, pengednalian penyakit, dll.
Sub klaster pelayanan kesehatan pengkajian, berapa jumlahnya, dll.
Sub klaster DVI pengkajian korban mati, identifikasi jenazah
Mahasiswa termasuk klaster kesehatan. B. SPGDT Inti dari SPGDT adalah bagaimana penanganan mulai dari lokasi kejadian, bagaimana transportasi dan sampai ke RS. Unsur tepadu : pre hospital first responder, ambulance service standarisasi, hospital di rumah sakit. Pada keadaan bukan bencana (SPDGT S), dilakukan oleh 119. Pada keadaan bencana (SPDGT B) berubah dilakukan oleh sub klaster yayasan kesehatan. C. Emergency medical team Bagian dari sub klaster playanan kesehatan, merupakan tim profesional yang siap dimobilisasi saat terjadi krisis kesehatan di tempat bencana. Berupa gabungan dari beberapa organisasi, baik pemerintah dan non pemerintah. Pada EMT terdapat : Tipe 1 mobile, tipe 1 fixed, tipe 2 spesialit, tipe 3 lebih spesialis, dan spesiali cells.