Ringkasan Materi Genetika
Nama : Muhammad Shobirin NIM : 140341808629
Hipotesis One Gene One Polypeptide Pada tahun 1902 AE. Garrrod menyatakan bahwa terdapat hubungan antara gen dengan enzim. Hubungan tersebut dalam hal control fenotip organisme. Hasil perkembangan berikutnya menyatakan bahwa hubungan antara gen dengan enzim adalah sebuah konsep “one gen, one enzyme hypothesis”. Hipotesis tersebut pada perkembangan berikutnya juga direvisi dengan konsep “one gene, one polypeptide”
One Gene, One Enzyme Hypothesis. AE Garrod melaporkan bahwa salah satu penyebab penyakit alkaptonurea disebabkan oleh hubungan antara gen dengan enzim. Alkaptonurea terjadi karena adanya blocking reaksi metabolism secara biokimia yang mengakibatkan meningkatnya eksresi asam homogentisic pada urin. Blocking tersebut karena ketiadaan enzim yang mengakibatkan reaksi metabolism tidak terjadi. Garrod juga menyatakan bahwa terdapat kelainan / cacat bawaan lain selain alkaptonurea yang juga dipengaruhi oleh hubungan antara gen dengan enzim, yaitu Phenylketonurea (PKU), Syndrom Lesh-nyhan dan tay-sachs desease. George W. Beadle dan Edward L Tatum berdasarkan hasil penelitiannya pada tahun 1941 pada Neurospora crassa, menyatakan konsep hasil temuannya yaitu “sintesis enzim dikontrol oleh gen”. Dalam penelitiannya, Beadle dan Tatum, menemukan bahwa pada N. crassa yang telah dimutasi dengan penyinaran sinar ultraviolet tinggi, hanya dapat tumbuh pada medium dengan nutrient tertentu. Hal ini disebabkan karena N. crassa tidak mampu mesintesis nutrient tertentu yang telah disediakan dikarenakan reaksi biokimia telah ter-blok. Salah satu tahap pada reaksi 1
biokimia tersebut terblok karena ketiadaan enzim tertentu. Ketiadaan enzim tersebut adalah efek mutasi pada gen yang mengontrol sintesis enzim tersebut. Model yang diajukan oleh Beadle untuk reaksi sintesis arginine pada N. crassa sebagai berikut:
Beadle bersama Ephrusi juga melakukan eksperimen pada Drosophila dan DIptera lain. Hasil dari eksperimen tersebut juga mendukung kesimpulan penelitian sebelumnya pada N. crassa. Hasil penelitian tersebut adalah: hasil transplantasi sebuah implant larva vermillion (v) pada larva wild-type akan berkembang dan menyebabkan berdifusinya suatu substansi dijaringan sekitar untuk menghasilkan pigmen wildtype. Transplantasi implant vermillion larvae (v) pada cinnabar larvae (cn) juga menghasilkan mata wild type. Hal ini menunjukkan bahwa substansi tertentu pada type cinnabar dibutuhkan pada implant vermillion untuk menghasilkan wild type eye. Sebaliknya implant larva cinnabar (cn) yang ditransplantasikan pada vermillion pada perkembangannya tetap memiliki sifat mata cinnabar, Karena tidak ada substansi yang dibutuhkan dari vermilion yang berdifusi / memasuki implant cinnabar yang menyebabkan munculnya sifat wild type. Hasil secara umum adalah: ekperimen transplantasi diindikasikan mempengaruhi sintesis pigmen mata dimana bloking reaksi kimia tersebut terjadi pada tahap awal reaksi (pada cinnabar). v
Triptofan
cn
kynurenine
Vermilion eyes
3-hidroksi kynurenine omniochromo
cinnabar eyes
wild type eyes
Gambar: lokasi bloking v dan cn, sintesis pigmen mata pada D. melanogaster. 2
ONE GENE ONE POLYPEPTIDE James V. Need dan EA Beet (1949) menyatakan kelainan yang menyebabkan sickle cell anemia adalah mutasi gen berupa genotip homozigot. Sedangkan pada orang yang mengalami sickle cell trait bergenotip heterozygote. Linus Pauling (1949) melaporkan kesimpulan penelitiannya bahwa seseorang yang membawa genotip sikle cell trait, pada hemoglobinnya mengandung campuran genotip normal dan sickle cell dengan jumlah yang setara. Hemoglobin A banyak ditemukan sebagai penyusun hemoglobin pada manusia dewasa. Hemoglobin A tersusun atas empat rantai polipeptida. Dua rantai α yang identic dan dua rantai β yang identic juga. Vernon M Ingram (1957) menyatakan bahwa hemoglobin normal dan hemoglobin sickle cell memiliki rantai α identiknya yang sama tetapi rantai β identiknya berbeda pada asam amino ke enam tepatnya. Asam amino tersebut adalah asam glutamate. Sedangkan pada rantai sickle cell, asam aminonya adalah valin. Jadi sekuense gen yang mengkodekan polipeptida kedua rantai tersebut haruslah spesifik/berbeda. Jadi rantai polipetida α dan β pada hemoglobin A disusun oleh protein dengan gen tertentu yang berbeda. Banyak protein dan enzim lain (walau tidak semuanya) terdiri dari dua atau lebih rantai polipeptida yang dikode oleh sequens yang berbeda pula. Berdasarkan hal tersebut Ingram mengusulkan hipotesis one gene – one polypeptide.
PENEMUAN LAIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GENE DAN SINTESIS POLIPEPTIDA 1.
Gene Rearangement
Pasa saat ini DNA bisa disusun ulang sesuai dengan tujuan untuk mengubah ekspresinya. Pada kondisi tertentu eukariot bisa melakukan rearrange gen yang dibutuhkan dengan menambahkan kuantitas/jumlah pada segmen DNA tertentu. Contohnya pada Saccharomyces cereviceae, Drosophila, Trypanosoma, dan limfosit β pada manusia. Penyusunan ulang DNA tersebut kemungkinan juga terjadi pada proses regulasi selama
3
perkembangan mahluk hidup. Akan tetapi rupanya DNA rearrangement tersebut sangat jarang. Pada Limfosit B manusia, suatu segmen DNA mempunyai potensi untuk menghasilkan immunoglobulin yang bervariasi. DNA rearrangement menghasilkan segmen DNA yang mengkode untuk pembentukan protein Immunoglobulin rantai ringan dan rantai berat. Padahal pada Limfosit T, gen rearrangement tersebut juga ditemukan. Ekspresi Gene rearrangement berdampak pada level fenotip. Berdasarkan hal tersebut maka dapat di asumsikan bahwa setiap perubahan phenotype harus dilakukan dengan mengubah polipeptida yang berkaitan.
2.
Transcript Splicing of mRNA gene
Pada eukariotik, tidak semua hasil transkripsi akan menjadi bagian dari mRNA. Contoh drosophila splicing hasil transkripsi dari gen penghasil tropomiosin pada ekson. Contoh lain adalah pada hasil splicing transcript ekson pada gen yang mengkode prepotachykinin mRNA pada Bovin. Dapat dilihat bahwa lebih dari satu jenis polipeptida dihasilkan dari satu molekul precursor. Prekursor mRNA inisiator bekerja pada dua jenis mRNA prepotachykinin. Dua jenis mRNA tersebut menghasilkan dua jenis protein neuropeptide yang berbeda, yaitu P dan K. Nuropeptide P predominant pada jaringan saraf, sedangkan neuropeptide K predominan pada intestinum sebagai jaringan tiroid. Pada organisme eukariot kolinearitas antara gen dan polipeptida ternyata tidak sepenuhnya, tidak seperti pada organisme prokariot. Kolinearitas antara gen dan polipetida bukanlah konsep yang kaku (rigid concept) pada eukariotik. Penyimpangan kolinearitas tersebut dilaporkan oleh Chow, Gelinas, Broker dan Robert (1977). Faktanya pada eukariotik hubungan antara adanya lebih dari satu alternative hasil splicing transcript exon yang mengkode mRNA mengindikasikan dengan jelas bahwa pada eukariotik setiap kode gen sebenarnya menyandi lebih dari satu jenis polipeptida. Dengan kata lain, splicing transcript ekson pada eukariotik dapat menghasilkan bebreapa jenis protein, sehingga ekspresi dari satu gen dapat berupa kumpulan protein yang relative tidak sejenis.
4
3.
Overlapping genes (tumpang tindih gen)
Pada saat ini telah diketahui ada suatu gen yang terdapat pada gen yang lain (certain gene is in athother gene). Pada mulanya fenomenena ini dideteksi pada phage φx174 yang mempunyai satu untai kromosom DNA yang terdiri dari 5386 nukleotida. Dengan jumlah tersebut DNA tersebut dimungkinkan mampu mengkode 1795 asam amino yang akan dilanjutkan disusun menjadi 5 – 6 protein. Padahal phage tersebut mampu mensintesis 11 protein yang seharusnya disusun oleh lebih dari 2300 asam amino. Ternyata disana ditemukan 4 buah site inisiasi sebagai bukti adanya overlapping genes. Pada overlapping genes terdapat dua jenis/ versi reading frame. Ada yang pada satu reading frame, ada yang pada reading frame yang berbeda. Berdasarkan kejadian overlapping gene yang telah dilaporkan pada virus, bakteri dan organisme lain yang memilik genom pendek. Overlapping gen sangat mungkin terjadi pada phage DNA yang sangat pendek. Terjadinya overlapping gen beresiko, jika terjadi mutasi sebuah gen maka dapat mengubah lebih dari satu polipeptida.
4.
Tidak semua Gen hasil transkripsi menjadi mRNA
Beberapa gen tidak hanya ditranskipsi menjadi mRNA, tetapi juga ditranskripsi menjadi tRNA, rRNA, snRNA. Semua RNA tersebut tidak semuanya ditranslasikan menjadi polipeptida. Terdapat 60-63 jenis kode genetic artinya seharusnya juga terdapat 60-63 jenis tRNA dan jumlah gen tRNA juga demikian. Artinya sejumlah tersebut gen tidak terekspresi menjadi mRNA. Juga ditemukan beberapa gen yang berfungsi untuk mentraskripsi tRNA meskipun jumlahnya tidak sebanyak jumlah tRNA. Misalnya pada prokariotik, ada beberapa gen yang mentranskripsi 5S r RNA, 16s rRNA, 23 s r RNA. Pada mamalia 5S r RNA, 5.8S rRNA, 18S rRNA dan 28S rRNA.
5
REVIEW OF: ONE GENE ONE POLYPEPTYDE HYPOTHESIS
Dua paradigm “one genes one enzyme” dan “one genes one polypeptide” adalah interpretasi gen sebagai kelanjutan sekuens DNA. One gene one polypeptide dapat dibahas dalam dua dimensi. Berdasarkan fakta tentang gene rearrangement mengindikasikan bahwa satu gen dimungkinkan mampu mengkode lebih dari satu polipeptida. Pada batasan gen diinterpretasikan sebagai kelanjutan sekuense DNA, gen rearrangement yang telah didiskusikan tidak cukup untuk diinterpretasikan bahwa satu gen mungkin mengkode lebih dari satu polipeptida. Dalam konteks gen tersebut dapat dikatakan lebih tepatnya “more than one gen, more than polypeptide”. Jadi paradigm one gen one polipeptida, pada sudut pandang ini tetap sesuai.
Kolinearitas antara polipeptida dan gen pada eukariotik pada batasan pembahasan gen sebagai kelanjutan sekuense DNA juga tidak relevan. Karena pada organisme eukariotik intron bukanlah kode genetic yang akan ditranslasikan menjadi polipeptida. pada organisme eukariotik tidak semua kode mRNA bertanggung jawab terhadap proses biosistesis polipeptida. Jadi one gene one polipeptida hipotesis tidak cukup pas pada organisme eukariotik.
Adanya lebih dari satu alternatif splicing ekson pada mRNA eukariot adalah bukti langsung dan eklplisit bahwa satu mRNA dimungkinkan menghasilkan lebih dari satu polipeptida. Sehingga hipotesis one gen one polypeptide, secara kuat tertolak.
Karena hanya mRNA yang akan ditranslasikan menjadi polipeptida sedangkan tRNA, rRNA, dan snRNA tidak di translasikan maka sangat jelas bahwa paradigma one gen one polipeptida telah mengabaikan keberadaan gen tRNA, rRNA, dan snRNA.
6
Berdasarkan semua yang telah didiskusikan kesimpulannya adalah paradigm one gen one polypeptide hipotesis tidak cukup pas pada semua level organisme mulai dari virus sampai organisme eukariotik tingkat tinggi.
Karena hanya di mRNA yang akan ditranslasikan untuk menghasilkan polipeptid, sedangkan tRNA, rRNA serta snRNA tidak akan ditranslasikan,jadi sebenarnya telah jelas bahwa paradigma tentang hipotesis satu gen satu polipeptid telah mengabaikan gen tRNA, gen rRNA serta gen snRNA.Pengabaian gen RNA lain kecuali gen-gen mRNA berlaku pada 2 gen penafsir.Maka hal ini sangat mendasar untuk menyatakan bahwa paradigma sebenarnya tidak valid dalam batas 2 gen penafsir dan sebagainya.
Berdasarkan semua fakta yang dibahas dapat disimpulkan bahwa paradigma hipotesis satu gen satu polipeptida tidak cocok pada semua organisme dari virus dan juga organisme eukariotik yang lebih tinggi. Namun bila ingin mempertahankan paradigma,tentunya paradigma tersebut hanya berlaku pada virus tertentu serta dalam organisme prokariotik, dengan catatan bahwa penerjemahan gen harus diperbaiki sebelumnya, sehingga penyusunan ulang gen dapat diabaikan . Dalam kaitannya dengan fakta penataan ulang gen serta fakta lebih dari satu dari transkrip ekson alternatif dalam organisme eukariotik, Lewin (2000) menyatakan bahwa "bukannya mengatakan" satu gen satu polipeptida “ kita dapat menggambarkan sebagai hubungan " satu polipeptida satu gen". Terkait dengan usulan Lewin (2000), sekilas tampaknya seperti paradigma alternatif yang memadai pengganti paradigma hypothesis satu gen satu-polypeptida, karena paradigma baru tidak terbatas dalam batas-batas dari dua interpretasi gen. Di sisi yang lain, jika itu dianalisis lebih hati-hati, paradigma baru dari satu gen satu polipeptida belum bertentangan fakta dalam organisme eukariotik, satu polipeptida tidak ditentukan oleh semua bagian dari gen. Paradigma baru ini belum juga bertentangan untuk fakta lain bahwa tidak semua RNA gen akan diterjemahkan untuk menghasilkan polipeptida.
7
Akhirnya hanya ada beberapa catatan tambahan yang menyebutkan bahwa jika kebenaran "satu gen-satu polipeptida" tidak diperhatikan dalam semua organisme, maka paradigma terkenal dari genetika molekuler harus diubah. Di sisi lain, tidak ada keraguan hubungan antara gen dan polipeptida, tanpa merumuskan secara jelas hubungan antara satu gen dan satu polipeptida.
DAFTAR RUJUKAN Corebima, A.D. (tanpa tahun). Review on: One Gene One Polypeptide Hypothesis.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1.
Mengapa paradigma hipotesis satu gen satu polipeptida tidak cocok pada semua
organisme dari virus dan juga organisme eukariotik yang lebih tinggi? Jawab: Karena dalam organisme eukariotik, tidak semua bagian dari gen mRNA coding bertanggung jawab untuk biosintesis polipeptida. Demikian, satu gen-satu polipeptida hipotesis tidak cocok untuk organisme eukariotik. Adanya lebih dari satu alternatif penyambungan ekson transkrip mRNA gen dalam organisme eukariotik merupakan suatu bukti secara langsung dan eksplisit bahwa salah satu kode gen mRNA dapat menentukan lebih dari satu jenis polipeptida.
3.
Apakah yang mendasari munculnya hipotesis satu gen satu enzim dan satu gen satu
polipeptida? Jawab: Kajian tentang cacat-cacat metabolic memberikan bukti bahwa gen menentukan protein. DNA mengontrol metabolism dengan memerintahkan sel untuk menghasilkan enzim spesifik dan protein lain. Percobaan Beadle dan Tatum pada strain mutan Neurospora memunculkan
8
hipotesis satu gen satu enzim, yang kemudian dimodifikasi menjadi satu gen satu polipetida. Suatu gen menentukan urutan asam amino rantai polipeptida.
9