KEMENTERIAN RISET,TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI APLIKASI STUDI ALTERASI HIDROTERMAL DALAM PENGEMBANGAN LAPANGAN PANAS BUMI TOMPASO, KABUPATEN MINAHASA, PROVINSI SULAWESI UTARA
Proposal Skripsi
Diajukan oleh : YEFTAMIKHA 13/353167/TK/41332
YOGYAKARTA OKTOBER 2016
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga proposal skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Proposal ini merupakan bagian dari proses penyelesaian skripsi atau tugas akhir penulis untuk menuntaskan pendidikan S1 (Strata Satu) di Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Ir. Pri Utami, M.Sc., Ph.D. selaku calon dosen pembimbing skripsi penulis. 2. Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, UGM yang telah membantu legalisasi pengiriman proposal ini. Demikian proposal skripsi ini saya buat. Semoga proposal ini dapat dipertimbangkan oleh pihak PT. Pertamina Geothermal Energy.
Yogyakarta, 8 September 2016
Penulis
i
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I: PENDAHULUAN
1
I.1. Latar Belakang
1
I.2. Perumusan Masalah
2
I.3. Maksud dan Tujuan
2
I.4. Manfaat Penelitian
3
I.5. Batasan Penelitian
4
I.6. Peneliti Terdahulu
4
BAB II: GEOLOGI REGIONAL
7
II.1. Pendahuluan
7
II.2. Fisiografi Regional
7
II.3. Stratigrafi Regional
9
II.4. Struktur Geologi Regional
11
BAB III: LANDASAN TEORI
14
III.1. Sistem Panas Bumi
14
III.1.1. Konsep dasar sistem panas bumi
14
III.1.2. Sistem panas bumi volcano-hosted
15
III.2. Alterasi Hidrotermal
17
III.2.1. Proses terjadinya alterasi hidrotermal
17
III.2.2. Intensitas dan tingkat alterasi
17
III.2.3. Tipe alterasi hidrotermal
18
ii
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
III.2.4. Perubahan pada batuan akibat alterasi hidrotermal
20
III.2.5. Alterasi hidrotermal dalam sistem panas bumi
22
BAB IV: METODOLOGI PENELITIAN
25
IV.1. Tahapan Penelitian
25
IV.2. Metode Analisis
27
IV.2.1. Deskripsi megaskopis
27
IV.2.2. Analisis petrografi
28
IV.2.3. Analisis difraksi sinar-X (XRD)
30
IV.3. Jadwal Penelitian
33
BAB V: PENUTUP
34
DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN 1: Curriculum Vitae
39
LAMPIRAN 2: Transkrip Nilai
42
iii
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
DAFTAR GAMBAR Gambar II.1. Peta lokasi lapangan Lahendong dan Tompaso beserta gunungapi di sekitarnya dengan menggunakan citra landsat dari Bing 8 Gambar II.2. Peta geologi daerah Tompaso (Siahaan, 2000 dalam Prasetyo dkk., 2015) 12 Gambar III.1. Beberapa mineral yang biasa dipakai untuk menduga suhu bawah permukaan pada lapangan panas bumi di Filipina (Reyes, 1990) 23 Gambar IV.1. Bagian-bagian mikroskop polarisasi yang dipakai pada pengamatan ortoskop (polarisasi sejajar dan bersilang) dan konoskop (Perkins & Henke, 2000) 29 Gambar IV.2. Sinar-X yang terdifraksi oleh bidang atom (Callister, 2007)
31
Gambar IV.3. Bagian-bagian difraktometri sinar-X (Waseda dkk., 2011)
32
iv
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
DAFTAR TABEL Gambar IV.1. Jadwal penelitian
33
v
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Panas bumi adalah energi panas yang berada di dalam bumi (Rybach, 1981). Sedangkan yang dimaksud dengan sistem panas bumi adalah sistem perpindahan panas dari suatu sumber panas di dalam bumi ke permukaan bumi. Dalam suatu sistem panas bumi terdapat beberapa komponen di antaranya adanya sumber panas, reservoar, dan batuan penudung, fluida, struktur permeabilitas, dan manifestasi panas. Dalam kegiatan eksplorasi panas bumi, sangat penting untuk mengetahui kondisi bawah permukaan suatu sistem, di mana hal ini dapat diketahui salah satunya dengan melakukan studi alterasi hidrotermal. Alterasi hidrotermal adalah proses perubahan pada mineral dan batuan yang diakibatkan oleh interaksi antara fluida panas dengan batuan sekitarnya. Interaksi antara fluida panas dan batuan pada sistem panas bumi menghasilkan suatu mineral sekunder yang identitas dan kelimpahannya tergantung pada kondisi fisik dan kimia yang dominan. Hal ini dapat
diterapkan
untuk
mengetahui
kondisi
reservoar
dengan
cara
mengidentifikasi mineral yang hadir pada core dan cutting (Browne, 1998). Pengetahuan mengenai kondisi reservoar suatu sistem panas bumi sangat diperlukan
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
menentukan
rencana
pengembangan lapangan panas bumi. Karakter bagian sistem panas bumi yang dipelajari melalui studi alterasi hidrotermal perlu dibandingkan dengan hasil
1
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
pengukuran langsung keadaan bawah permukaan masa kini untuk mengetahui apakah kondisi hidrotermal bagian dari sistem panas bumi tersebut stabil atau telah mengalami perubahan. Lapangan panas bumi Tompaso yang secara regional sangat istimewa, yaitu berada pada subduksi dua arah dan berasosiasi secara spasial dengan gunungapi aktif, sangat penting untuk dipelajari lebih lanjut. Selain itu, studi alterasi hidrotermal yang dilakukan akan bermanfaat bagi pengembangan lapangan panas bumi Tompaso. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana posisi sumur terhadap kondisi hidrologi sistem panas bumi yang diteliti? 2. Bagaimana
kondisi
bawah
permukaan
seperti
temperatur,
permeabilitas, dan kimia fluida, yang dapat diduga dari hasil studi alterasi hidrotermal yang dilakukan? 3. Bagaimana dinamika perubahan kondisi bawah permukaan yang sudah terjadi (apabila disediakan data hasil pengukuran langsung keadaan bawah permukaan saat ini)? I.3. Maksud dan Tujuan Maksud dari pelaksanaan skripsi ini adalah untuk:
2
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
a. Melakukan studi alterasi hidrotermal pada batuan yang berasal dari bawah permukaan yaitu core dan cutting. b. Melakukan perbandingan antara kondisi sistem panas bumi pada saat pembentukan mineral hidrotermal (temperatur, permeabilitas, dan kimia fluida) dengan kondisi sistem saat ini yang dapat diukur pada sumur atau dianalisis pada sampel yang diambil dari sumur. Tujuan dari pelaksanaan skripsi ini adalah untuk mengetahui karakter sistem panas bumi Tompaso sehingga dapat membantu dalam penentuan strategi pengembangan lapangan panas bumi. I.4. Manfaat Penelitian Dengan melakukan penelitian ini, peneliti dapat menduga karakter sistem panas bumi, antara lain kondisi suhu, permeabilitas, komposisi fluida, dan dinamika sistem panas bumi. Hasil penelitian dapat diterapkan untuk membantu dalam penyusunan strategi pengembangan lapangan panas bumi, antara lain untuk penentuan lokasi sumur produksi dan sumur injeksi/sumur pengembangan yang baru dan untuk mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi pada saat pengembangan lapangan panas bumi. Manfaat bagi keilmuan adalah semakin banyak batuan bawah permukaan, pengetahuan mengenai sistem panas bumi volcanic hosted menjadi lebih baik. Kondisi regional lapangan panas bumi Lahendong dan Tompaso yang istimewa, yakni terbentuk akibat subduksi dua arah dan berasosiasi secara spasial dengan gunungapi aktif, juga perlu untuk dipelajari lebih lanjut.
3
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
I.5. Batasan Penelitian Penelitian ini akan difokuskan pada studi alterasi hidrotermal pada sampel batuan bawah permukaan suatu sistem panas bumi dengan melakukan pengamatan megaskopis, analisis petrografi, dan analisis difraksi sinar-X pada sampel core dan cutting. Hasil analisis digunakan untuk menduga keadaan bawah permukaan sistem panas bumi Tompaso. I.6. Peneliti Terdahulu Studi alterasi hidrotermal pada sistem panas bumi telah banyak dilakukan dan telah berperan besar dalam pengembangan lapangan-lapangan panas bumi, baik di Indonesia maupun di dunia. Beberapa studi alterasi hidrotermal telah dilakukan di Selandia Baru seperti pada lapangan panas bumi Wairakei (Steiner, 1977) dan lapangan panas bumi Ngatamariki dan Orakei Korako (Boseley dkk., 2012). Studi alterasi hidrotermal juga telah dilakukan di Filipina seperti pada lapangan panas bumi Tongonan (Ward, 1979), lapangan panas bumi Tiwi (Moore dkk., 2000), lapangan panas bumi Palinpinon (Rae dkk., 2002), lapangan panas bumi Bulalo (Stimac dkk., 2006), dan pada lapangan panas bumi di Filipina secara keseluruhan (Reyes, 1990). Pada negara lain juga telah dilakukan studi alterasi hidrotermal seperti pada lapangan panas bumi Vulcano, Italia (Gioncada dkk., 1995), lapangan panas bumi Dixie Valley, Amerika Serikat (Lutz dkk., 1998), dan lapangan panas bumi Olkaria, Kenya (Lagat, 2004). Di Indonesia, penggunaan metode yang serupa juga telah banyak dilakukan pada beberapa lapangan panas bumi, seperti pada lapangan panas bumi
4
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Ulumbu (Kasbani dkk., 1997), lapangan panas bumi Kamojang (Utami & Browne, 1999), lapangan panas bumi Ulubelu (Siahaan dkk., 2000), lapangan panas bumi Wayang Windu (Susanto dkk., 2011), lapangan panas bumi Lahendong (Utami dkk., 2015), lapangan panas bumi Tompaso (Prasetyo dkk., 2015), dan lapangan panas bumi Hululais (Koestono dkk., 2015). Di lapangan panas bumi Tompaso sendiri, telah banyak dilakukan penelitian sebelumnya. Pemetaan geologi awal daerah ini dilakukan oleh Bachri (1977). Serangkaian studi geosains (geologi, geokimia, dan geofisika) dilakukan oleh PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) sejak 1982. Pemetaan geologi dilakukan oleh Ganda dan Sunaryo (1982) yang diikuti dengan survey geokimia. Survey geofisika, yaitu survey gravitasi, resistivitas DC dan MT, dilakukan setelahnya. PT. PGE kemudian memperbarui model resistivitas dengan melakukan survey MT-TDEM pada tahun 2006 (Prasetyo dkk., 2015). Interpretasi landsat dan foto udara dilakukan oleh Siahaan (2000). Studi mengenai struktur geologi terbaru dilakukan oleh Sardiyanto dan Nurseto (2013) untuk memperbarui peta struktur dari daerah penelitian dan untuk memperjelas hubungan antara sesar dan persebaran manifestasi yang ada (Sardiyanto dkk., 2015). Studi mengenai hubungan antara kontrol permeabilitas pada daerah penelitian dengan tatanan tektonik regional yang dimiliki telah dilakukan oleh Sardiyanto (2015). Studi mengenai fasies vulkanik dan alterasi yang bertujuan untuk mengetahui karakter (paleotemperatur, komposisi fluida pembentuk alterasi, dan
5
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
tanda-tanda permeabilitas) pada sistem panas bumi Tompaso telah dilakukan oleh PT. PGE bekerja sama dengan Pusat Penelitian Panas Bumi FT UGM (2014). Prasetyo dkk. (2015) juga telah melakukan studi alterasi hidrotermal mineral lempung pada dua sumur pemboran (LHD-27 dan LHD-30) di lapangan panas bumi Tompaso.
6
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1. Pendahuluan Lapangan panas bumi Tompaso berada di Kecamatan Kawangkoan dan Tompaso, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Lapangan Tompaso memiliki delapan buah sumur, yang termasuk pada Wilayah Kerja Perusahaan (WKP) Lahendong. Peta lokasi lapangan Tompaso dapat dilihat pada Gambar II.1. II.2. Fisiografi Regional Lapangan panas bumi Tompaso berada di lengan utara pulau Sulawesi, Indonesia. Daerah ini termasuk pada kompartemen Minahasa yang mendapatkan pengaruh dari subduksi dua arah antara lempeng Maluku ke dalam tinggian Sangihe (Prasetyo dkk., 2015). Kompartemen Minahasa memiliki suatu seri gunung api aktif yang membentuk gunung api inner-arc Minahasa. Gununng api itu terdiri dari Gunung Soputan, Gunung Lokon-Empung, Gunung Mahawu, Gunung Klabat, dan Gunung Dua Saudara dengan arah tren TL-BD (Siahaan dkk., 2005). Gunung Soputan merupakan gunung api termuda yang masih aktif dan berlokasi paling dekat dengan daerah penelitian (8 km ke arah barat daya). Seluruh gunung api Kuarter tersebut masuk ke dalam bagian Kaldera Tondano, yang mengalami erupsi pada Pli-Pleistosen. Sisa dari kaldera ini masih terlihat pada bagian timur dari Danau Tondano yang dikelilingi oleh tinggian.
7
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Gambar II.1. Peta lokasi lapangan Lahendong dan Tompaso beserta gunungapi di sekitarnya dengan menggunakan citra landsat dari Bing
8
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Awal aktivitas gunung api di Minahasa ditandai dengan adanya sisa tubuh gunung api seperti Gunung Lembeyan, Gunung Kamingtan, Gunung Kawatak, dan Gunung Rindengan (Tim Panas Bumi FT UGM, 2014). Aktivitas gunung api ini memicu terbentuknya sistem panas bumi di Minahasa. Sisa Gunung Rindengan terbentuk karena proses vulkano-tektonik sehingga mengalami runtuh yang bekas runtuhan tersebut ditempati oleh Gunung Sempu dan Soputan. Secara keseluruhan, daerah penelitian berelief tinggi. Banyaknya aktivitas gunung api seperti yang dijelaskan di atas sangat mempengaruhi fisiografi daerah penelitian yang membentuk morfologi kerucut gunung api dan sisa gunung api seperti kawah dan kaldera. Dilihat dari peta geologi Minahasa (Gambar II.2.), daerah penelitian memiliki banyak bentukan melingkar maupun setengah melingkar (semi-circular), yang merupakan bentukan kawah. Bentukan kawah yang terdapat di daerah penelitian yaitu kawah gunung Soputan, kawah gunung Sempu, kawah gunung Umeh, kaldera Rindengan, dan sebagian kaldera Tondano. II.3. Stratigrafi Regional Lapangan panas bumi Tompaso didominasi oleh batuan sedimen Tersier yang ditutupi oleh batuan volkanik Kuarter (Hamilton, 1990 dalam Siahaan, 2005). Daerah penelitian terdiri dari batuan vulkanik seperti batuan piroklastik dari gunung api stratovulkano, andesit, dan lava andesit basaltik. Menurut Prasetyo dkk. (2015), daerah penelitian terdiri dari tujuh formasi. Persebaran batuan dapat dilihat pada peta geologi Minahasa (Gambar II.2.). Deskripsi formasi batuan daerah penelitian dari tua ke muda adalah sebagai berikut.
9
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
a. Formasi Tondano (Tt) Formasi ini terdiri dari perlapisan breksi piroklastik, lava andesit, dan tuf. Batuan ini menyusun morfologi bagian tenggara dari daerah penelitian. Formasi ini merupakan formasi batuan tertua pada daerah penelitian b. Tuf Tondano (Tf) Satuan ini terdiri dari tuf dan pumis yang terbentuk saat pembentukan kaldera Tondano. Satuan ini dapat disebandingkan dengan ignimbrit yang terbentuk saat peledakan gunung api Tondano. c. Lava Lengkoan (Qlk) Satuan ini terdiri dari lava andesitik yang berasal dari Pegunungan Lengkoan yang berada di bagian utara dari daerah penelitian. Tubuh lava ini diinterpretasikan sebagai pembatas antara lapangan panas bumi Lahendong dengan Tompaso. d. Rindengan 1 (Qrd1) Satuan ini terdiri dari sebuah seri perlapisan breksi piroklastik, lapili, dan tuf. Satuan ini membentuk morfologi datar dan menutupi sebagian besar daerah penelitian. e. Rindengan 2 (Qrd2) Satuan ini terdiri dari perlapisan lava andesitik, breksi andesitik, bomb vulkanik, dan lapili yang berasal dari bagian proksimal Gunung Rindengan. f. Sempu (Qsp)
10
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Satuan ini terdiri dari perlapisan breksi piroklastik dan lava andesitik dari gunung api Sempu, yang berada di bagian selatan daerah penelitian. g. Endapan Danau Tondano (Qal) Endapan ini terdiri dari endapan aluvial dan endapan sungai yang memiliki batupasir berukuran halus dengan sedikit lapisan tuf. Sedimen ini terdapat di sekitar Danau Tondano, pada bagian timur daerah penelitian. II.4. Struktur Geologi Regional Lapangan panas bumi Tompaso termasuk ke dalam kompartemen Minahasa (Prasetyo dkk., 2015). Kompartemen ini memiliki tren kelurusan dengan arah TL-BD yang merupakan pengaruh dari subduksi dua arah lempeng Maluku ke bawah punggungan Sangihe. Berdasarkan interpretasi foto udara, tren kelurusan mayor yang dimiliki selain arah TL-BD adalah dengan arah TTL-BBD. Struktur-struktur ini dapat menjadi faktor mayor yang mempengaruhi hidrologi dan kemunculan manifestasi di daerah penelitian. Sesar-sesar regional menghasilkan zona permeabilitas dengan tren TL-BD. Gunung api yang berada di kompartemen Minahasa pun memiliki tren yang sama yaitu dengan arah TL-BD (Siahaan, 2005).
11
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Gambar II.2. Peta geologi daerah Tompaso (Siahaan, 2000 dalam Prasetyo dkk., 2015)
12
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Hasil interpretasi dari citra satelit menurut Sardiyanto dkk. (2015) menunjukan beberapa struktur sesar, yaitu sebagai berikut. a. Sesar Soputan Sesar dengan arah tren TTL-SBD merupakan sesar geser mayor pada daerah penelitian. Sesar ini merupakan sesar geser sinistral dengan kenampakan gawir sesar yang dapat dilihat pada bagian lereng barat Gunung Riendengan. Sesar ini merupakan sesar yang mengontrol pergerakan fluida dari zona upflow dan distribusi manifestasi di daerah Riendengan-Sempu dan Tempang-Toraget. b. Sesar Tompaso Sesar Tompaso memiliki tren dengan arah TL-BD, yang berada relatif di tengah daerah penelitian. Sesar ini beserta sesar minor lainnya, seperti Sesar Paso, mendominasi orientasi sesar pada daerah penelitian, yang menjadi zona permeabilitas pada reservoar panas bumi. c. Sesar Sonder Sesar Sonder memiliki arah tren yang berbeda, yaitu BL-Tenggara. Sesar ini merupakan sesar turun. Sesar minor ini berada di bagian timur daerah penelitian. Menurut Sardiyanto dkk. (2015), data log citra pemboran menunjukan tren rekahan terbuka memiliki arah dominan yaitu TL-BD sedangkan tren rekahan tertutup memiliki arah dominan yaitu BL-Tenggara.
13
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
BAB III LANDASAN TEORI III.1. Sistem Panas Bumi III.1.1. Konsep dasar sistem panas bumi Menurut Gupta dan Roy (2007), komponen penting yang dibutuhkan pada suatu sistem panas bumi adalah sumber panas, reservoar, dan penudung (seal). Terdapat juga komponen-komponen lain yang membentuk sistem panas bumi yang ideal yaitu fluida pengisi dan manifestasi. Konsentrasi energi panas bumi dalam suatu reservoar panas bumi membutuhkan porositas dan permeabilitas yang tinggi. Selain itu, konsentrasi energi panas dalam sistem panas bumi juga ditandai oleh keberadaan anomali panas bumi yang positif. Anomali panas bumi yang paling signifikan disebabkan oleh adanya pergerakan magma ke atas. Faktor geologi dan hidrologi menjadi hal yang penting dalam pembentukan anomali panas bumi, seperti adanya sumber panas magmatik muda pada kedalaman yang dangkal dan terjadinya sirkulasi hidrotermal air meterorik yang dapat terjadi melalui patahan. Energi panas pada kerak bumi secara dominan berada pada massa batuan yang besar, sehingga diperlukan fluida (air atau uap) untuk mengambil panas tersebut yang kemudian ditransportasikan ke dalam suatu reservoar panas bumi. Tenaga yang diperlukan untuk memindahkan fluida tersebut dipengaruhi oleh perbedaan densitas antara air yang masuk (recharge) yang bergerak ke bawah dengan air panas bumi yang bergerak ke atas akibat gaya buoyancy.
14
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Kombinasi dari beberapa faktor seperti entalpi dan suhu, distribusi permeabilitas, dan kedalaman reservoar membentuk sistem panas bumi yang bervariasi. Pada beberapa tempat, sirkulasi fluida panas alami dapat terbentuk. Hal ini terdiri dari adanya recharge air meteorik sampai ke dalam, mengekstraksi panas dari batuan panas, yang kemudian naik ke permukaan. Namun, terdapat juga sistem panas bumi yang tidak memiliki fluida seperti pada sistem hot dry rocks. III.1.2. Sistem panas bumi volcano-hosted Sistem panas bumi yang bersuhu tinggi biasanya bersifat vulkanogenik, dengan panas yang berasal dari intrusi yang pada umumnya bersifat riolitikandesitik (Nicholson, 1993). Menurut Rybach (1981), anomali panas yang berumur panjang pada kerak bagian atas disebabkan oleh magma yang memiliki komposisi silisik daripada basaltik. Hal ini disebabkan oleh naiknya magma basaltik ke permukaan yang lebih cepat, sehingga panas yang dihasilkan akan menghilang pada proses pendinginan sebagai produk vulkanik. Sedangkan magma silisik memiliki viskositas lebih tinggi sehingga tersimpan pada kerak bagian atas. Hal inilah yang menjadi sumber panas bumi dengan durasi cukup lama. Sistem panas bumi bersuhu tinggi ditemukan pada tatanan tektonik yang memiliki gradien geothermal di atas rata-rata (30oC/km) dengan batuan bersuhu ratusan derajat Celcius berada hanya pada beberapa kilometer di bawah permukaan. Sistem panas bumi semacam ini biasanya ditemukan pada daerah patahan, graben atau pemekaran, dan pada struktur runtuhan kaldera. Reservoar dapat ditemukan pada kedalaman sekitar 1-3 km.
15
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Sistem panas bumi dapat berkembang pada bagian lereng gunung api berumur muda, seperti di Kamojang, Jawa Barat. Sumber panas dari intrusi magmatik muda yang dangkal terdapat pada lingkungan geologi tertentu, seperti pada daerah pemekaran samudra (spreading ridges), batas lempeng konvergen, pemekaran kerak benua (continental rifts), dan pada lelehan tengah lempeng (intraplate melting). Manifestasi yang umum dijumpai adalah mata air panas atau mendidih klorida dengan konsentrasi total zat padat terlarut (TDS) sekitar 3000-5000 mg/kg. Silika sinter juga umum terendapkan di sekitar mata air mendidih atau mendekati mendidih. Namun, terkadang fluida klorida tidak dapat keluar ke permukaan akibat relief yang tinggi. Kalaupun fluida klorida dapat muncul, biasanya fluida tersebut keluar sebagai mata air hangat pada lereng gunung api dengan elevasi yang lebih rendah. Pada zona upflow, fumarol sangat umum dijumpai, dengan mata air asam sulfat dan/atau bikarbonat berada di dekat zona tersebut. Sistem panas bumi ini memiliki sifat yang konvektif. Sistem panas bumi konvektif ditandai dengan adanya sirkulasi fluida yang terbentuk secara alami (Rybach, 1981). Sebagian besar panas terpindahkan oleh sirkulasi fluida tersebut. Proses konveksi cenderung meningkatkan suhu pada bagian atas dari sistem sirkulasi, sedangkan pada bagian bawah mengalami penurunan suhu.
16
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
III.2. Alterasi Hidrotermal III.2.1. Proses terjadinya alterasi hidrotermal Interaksi antara fluida panas dan batuan pada sistem panas bumi menghasilkan suatu mineral sekunder yang jenis dan kelimpahannya tergantung pada kondisi fisik dan kimia yang berlaku. Hal ini dapat dipakai untuk mengetahui kondisi reservoar dengan cara mengidentifikasi mineral yang hadir pada core dan cutting. Selain itu, dapat juga diukur seberapa besar perubahan yang terjadi pada reservoar tersebut (Browne, 1998). Reaksi alterasi hidrotermal tergantung pada suhu pada daerah tersebut, durasi proses alterasi, dan perbedaan antara lingkungan batuan segar dan kondisi panas bumi saat ini. Dengan kata lain, style dan intensitas alterasi hidrotermal yang terjadi merupakan cerminan dari kondisi lingkungan baru yang dialami oleh batuan reservoar tersebut. III.2.2. Intensitas dan tingkat alterasi Terdapat dua parameter yang perlu untuk dibedakan, yaitu intensitas alterasi (I.A.) dan tingkat alterasi. Intensitas alterasi adalah sebuah ukuran seberapa keseluruhan batuan yang telah bereaksi membentuk mineral hidrotermal yang baru (Browne, 1998). Contohnya, sebuah satuan volume batuan yang belum terkena dampak larutan hidrotermal memiliki intensitas alterasi bernilai nol (I.A.= 0,00), sedangkan batuan yang fase primernya telah tergantikan seluruhnya memiliki intensitas alterasi bernilai 100% (I.A.= 1,00). Intensitas alterasi dapat diestimasi melalui perhitungan point counting dengan menggunakan mikroskop atau menggunakan analisis difraktometer sinar-X semi-kuantitatif. Sebagai catatan 17
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
bahwa intensitas alterasi tidak ada hubungannya dengan identitas dari mineral baru yang terbentuk, hanya kelimpahan totalnya saja. Sedangkan tingkat alterasi tergantung pada identitas dari mineral baru yang terbentuk dan didasarkan pada signifikansi pada kondisi bawah permukaan. Parameter ini adalah parameter yang empiris dan lebih objektif dibandingkan dengan
intensitas
alterasi.
Adularia,
sebagai
contoh,
adalah
indikator
permeabilitas yang tinggi, sedangkan epidot merupakan indikator tingkat temperatur yang tinggi. Maka dari itu, cukup mungkin untuk menemukan batuan yang secara mineralogi memiliki tingkatan tinggi namun intensitasnya rendah, seperti pada zona panas yang impermeabel, dan tingkatan rendah namun intensitasnya tinggi, seperti pada kondisi dingin yang permeabel. III.2.3. Tipe alterasi hidrotermal Browne (1998) membagi tipe alterasi hidrotermal menjadi empat, yaitu pengendapan langsung, penggantian, dan pencucian. a. Pengendapan langsung (direct deposition) Alterasi tipe ini sangatlah umum dan sebagian besar mineral alterasi yang ditemukan pada lapangan panas bumi terendapkan secara langsung dari fluida. Kondisi yang harus dipenuhi agar pengendapan langsung dapat terjadi yaitu adanya jalur pada batuan reservoar agar fluida dapat bergerak. Jalur yang dimaksud dapat berupa kekar, sesar, patahan, ketidakselarasan, lubang (vugs), pori, ataupun retakan.
18
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Kuarsa, kalsit, dan anhidrit dengan cepat membentuk urat dan mengisi lubang, sedangkan klorit, illit, adularia, pirit, pirotit, hematit, wairakit, florit, laumontit, mordenit, prehnit, dan epidot hanya dapat terbentuk pada daerah yang dapat terendapkan secara langsung dari fluida. Pengendapan pada lubang bor dan saluran keluarnya air (discharge) juga dapat terjadi, seperti pada mineral kalsit, aragonit, dan silika. Mineral iron bearing juga dapat membentuk endapan scale. b. Penggantian (replacement) Sebagian besar batuan memiliki beberapa mineral primer yang tidak stabil pada lingkungan panas bumi, sehingga mineral tersebut memiliki kecendrungan untuk tergantikan (replaced) oleh mineral baru yang lebih stabil, atau setidaknya metastabil, pada kondisi yang baru. Kecepatan penggantian ini sangatlah bervariasi dan tergantung pada permeabilitas batuan. Sebagai contoh, abu andesitik di White Island, Selandia Baru dapat teralterasi secara keseluruhan (I.A.= 1,00) hanya dalam waktu satu tahun dari pengendapannya. Sebaliknya, batuan ignimbrit terelaskan yang impermeabel di lapangan Ohaaki, Selandia Baru yang telah berada pada suhu 250oC selama 300.000 tahun, hanya teralterasi dengan intensitas tidak lebih dari 0,1 (Browne, 1998). Saat proses penggantian tidak sempurna (I.A. kurang dari 1,00), keseimbangan fluida dan mineral tidak tercapai, sebagai akibatnya, reaksi terhenti. Pada batuan reservoar berupa batuan vulkanik biasanya cukup mudah untuk dibedakan antara mineral primer dengan mineral sekunder (hidrotermal), tetapi
19
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
cukup sulit pada batuan sedimen atau batuan metamorf tingkat rendah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya mineral primer yang terdapat pada batuan tersebut (seperti kuarsa, feldspar, kalsit, prehnit, illit, epidot, dll.) yang juga stabil pada lingkungan panas bumi tersebut (Browne, 1998). c.
Pencucian (leaching) Pencucian (leaching) adalah suatu proses pencucian penyusun batuan oleh
fluida hidrotermal. Sebagai contoh, proses ini terjadi saat uap terkondensasi dan terasamkan akibat proses oksidasi oleh H2S yang kemudian melarutkan mineral primer, namun tanpa diiringi dengan pengisian rongga yang dihasilkan. III.2.4. Perubahan pada batuan akibat alterasi hidrotermal Alterasi hidrotermal menghasilkan perubahan pada sifat dari batuan yang terkena proses alterasi tersebut. Perubahan tidak hanya terjadi pada batuan, tetapi juga pada fluida hidrotermal. Perubahan dapat terjadi pada komposisi kimia, mineralogi, dan/atau pada kondisi fisika batuan (Browne, 1998). a.
Perubahan kimia Proses penggantian, pengendapan langsung, dan pencucian secara umum
mengakibatkan perubahan kimia yang tingkatan dan sifatnya sangatlah bervariasi, yang merupakan fungsi dari mineraloginya. Di beberapa tempat, alterasi hidrotermal dapat terjadi hampir secara isokimiawi, setidaknya pada skala lokal. Namun, secara umum terjadi penambahan atau pengurangan konstituen dari sebuah reservoar.
20
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
b.
Perubahan mineralogi Perubahan yang terjadi akibat adanya alterasi hidrotermal adalah adanya
perubahan mineralogi, dari awalnya berupa mineral primer menjadi mineral alterasi hidrotermal (sekunder). Menurut Browne (1978 dalam Browne, 1998), terdapat beberapa faktor yang memberikan efek terhadap pembentukan mineral alterasi yakni sebagai berikut.
c.
a. Suhu
d. Permeabilitas reservoar
b. Tekanan (terkait pendidihan)
e. Komposisi fluida
c. Tipe batuan asal
f. Durasi aktivitas alterasi
Perubahan fisika Perubahan fisik yang dapat terjadi akibat proses alterasi hidrotermal
adalah perubahan pada densitas, porositas dan permeabilitas, sifat kemagnetan, dan resistivitas (Browne, 1998). Pengendapan mineral alterasi dari suatu larutan kepada batuan reservoar secara umum akan meningkatkan densitas, sedangkan proses pencucian akan mengurangi densitas. Alterasi hidrotermal secara umum akan mengurangi porositas, kecuali pada proses pencucian. Pada lapangan yang statis, permeabilitas juga akan menurun yang diakibatkan oleh lebih dominannya pengendapan mineral daripada proses pencucian. Alterasi hidrotermal dapat juga menyebabkan batuan vulkanik yang biasa mengandung mineral magnetit dan/atau titanomagnetit menjadi terdemagnetisasi.
21
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Mineral-mineral tersebut sangat mudah untuk teralterasi menjadi mineral yang sifat magnetiknya kurang seperti hematit, pirit, leukoksin, atau titanit. Konduktivitas batuan reservoar panas bumi sangat terpengaruh oleh konsentrasi elektrolit dari air panas yang ada dan kelimpahan mineral lempung dan zeolit yang hadir pada matriks dari batuan tersebut. Dikarenakan mineral lempung adalah mineral terhidrasi, pembentukannya dikontrol oleh suhu. Selain itu, pH juga menjadi pengontrol penting dalam genesa mineral lempung. III.2.5. Alterasi hidrotermal dalam sistem panas bumi Mempelajari proses alterasi hidrotermal sangatlah bermanfaat untuk mengetahui keadaan bawah permukaan pada sistem panas bumi. Mineral-mineral alterasi hidrotermal yang terbentuk dapat menjadi petunjuk keadaan reservoar panas bumi pada saat ini dan pada masa lampau. Mineral yang terbentuk dapat digunakan untuk mengestimasi suhu bawah permukaan, yaitu dengan mengetahui suhu saat terbentuknya mineral tersebut. Selain dapat dianalisis dari mineral-mineral sekunder yang terbentuk, dapat juga dianalisis dari inklusi fluida. Beberapa mineral yang biasa digunakan untuk menduga suhu bawah permukaan dapat dilihat pada Gambar III.1. Studi mengenai alterasi hidrotermal juga dapat digunakan untuk mengetahui permeabilitas bawah permukaan secara kualitatif. Terdapat beberapa mineral yang dapat digunakan untuk mengestimasi permeabilitas bawah permukaan yakni mineral feldspar. Menurut Browne (1970), semakin tinggi produksi uap, yang menandakan permeabilitas semakin baik, maka perubahan
22
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
mineralogi feldspar yang ada memiliki urutan sebagai berikut: andesin primer; albit; albit dan adularia; adularia.
Gambar III.1. Beberapa mineral yang biasa dipakai untuk menduga suhu bawah permukaan pada lapangan panas bumi di Filipina (Reyes, 1989)
Komposisi fluida juga dapat diketahui dari studi alterasi hidrotermal. Informasi mengenai mineralogi dapat digunakan untuk memberikan kesimpulan tentang fluida yang mengalterasi batuan, seperti sifat keasamannya, kandungan fluorinnya, dan penentuan sumur injeksi. Fluida yang bersifat asam akan berbahaya bagi proses produksi dikarenakan dapat menyebabkan terjadinya korosi pada casing. Sedangkan kandungan fluorin yang tinggi pada fluida yang nantinya
23
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
akan keluar (discharge) sebagai uap, memiliki dampak yang juga berbahaya bagi lingkungan (Miller dkk., 1999; Garcia & Borgnino, 2015).
24
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN IV.1. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian terbagi menjadi beberapa tahap yang meliputi tahap persiapan, tahap preparasi data, tahap analisis dan interpretasi data, dan tahap pembuatan laporan. a. Tahap persiapan Tahapan ini merupakan tahapan yang dilakukan sebelum melakukan analisis terhadap data. Pada tahapan ini dilakukan beberapa hal, yaitu penyusunan rumusan masalah dan pengumpulan data-data, baik primer maupun sekunder. Data primer yang dimaksud adalah data berupa core dan cutting dari perusahaan, sedangkan data sekunder yang dimaksud adalah data-data pendukung yang didapat dari referensi maupun dari perusahaan. Tahapan yang termasuk pada tahap ini adalah tahap persiapan dan pengajuan proposal serta tahap studi data sekunder. b. Tahap preparasi data Tahap ini diawali dengan penyeleksian sampel yang kemudian dilakukan preparasi terhadap seluruh data. Terdapat dua jenis preparasi data yang dilakukan, yaitu preparasi untuk pengamatan petrografi dan preparasi untuk analisis difraksi sinar-X (XRD). Tahapan yang termasuk pada tahap ini adalah tahap pengambilan sampel bawah permukaan, tahap preparasi sampel dan deskripsi megaskopis,
25
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
tahap seleksi dan preparasi sayatan tipis, dan tahap seleksi dan preparasi batuan untun identifikasi mineral lempung. Pada tahap ini alat dan bahan yang diperlukan adalah loupe, mikroskop binokuler, seperangkat alat preparasi sayatan tipis, dan seperangkat alat preparasi analisis XRD. c. Tahap analisis dan interpretasi data Pada tahap ini yang dilakukan adalah melakukan studi alterasi hidrotermal meliputi deskripsi batuan secara megaskopis, pengamatan jenis dan hubungan mineral alterasi hidrotermal pada mikroskop polarisasi, dan penentuan jenis mineral lempung menggunakan difraktometer sinar-X. Dari data tersebut kemudian dibuat zonasi mineral alterasi hidrotermal, korelasi antar sumur, dan hasil pendugaan suhu serta permeabilitasnya. Tahapan yang termasuk pada tahap ini adalah tahap analisis petrografi, tahap analisis XRD, tahap peninjauan lapangan, dan tahap integrasi data dan analisis terpadu. Pada tahap ini alat dan bahan yang diperlukan adalah mikroskop polarisasi dan difraktometri sinar-X. d. Tahap pembuatan laporan Hasil
analisis
dan
interpretasi
yang
telah
diperoleh
kemudian
dimanfaatkan dalam menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya. Penyelesaian masalah dilaporkan dalam suatu laporan tertulis sebagai kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
26
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
IV.2. Metode Analisis Dalam penelitian ini, dilakukan analisis terhadap data core dan cutting dari hasil pemboran sumur yang lokasi dan banyaknya ditentukan oleh perusahaan. Pada data core dan cutting dilakukan pendeskripsian secara megaskopis, analisis petrografi, dan analisis difraksi sinar-X (XRD). IV.2.1. Deskripsi megaskopis Deskripsi secara megaskopis dilakukan pada seluruh data yang ada, baik core maupun cutting. Hal yang pertama kali dilakukan adalah melakukan integrasi antara core dan cutting dengan log komposit, sehingga seluruh data dapat selaras dan dapat diketahui perubahan gradual yang terjadi. a. Core Pada sampel core dilakukan deskripsi untuk menentukan jenis batuan, tekstur dan struktur batuan, komposisi mineral, kehadiran urat hidrotermal, dan kehadiran rekahan dan struktur geologi. Deskripsi core dilakukan dengan menggunakan loupe dengan perbesaran 20 kali. Dari pendeskripsian ini dilakukan pemilihan bagian sampel yang akan dilakukan pemeriksaan selanjutnya, yaitu analisis petrografi dan analisis XRD. Pemilihan bagian sampel untuk analisis selanjutnya didasarkan pada adanya perubahan litologi, kehadiran mineral hidrotermal atau urat hidrotermal, dan kehadiran struktur geologi.
27
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
b. Cutting Pada sampel cutting dilakukan pendeksripsian jenis batuan dan komposisi mineral. Pendeskripsian dilakukan dengan menggunakan mikroskop binokuler (Wohletz & Heiken, 1992). Dari pendeskripsian secara megaskopis, sampel cutting dapat juga dipilih bagiannya untuk dilakukan analisis petrografi dan analisis XRD, dengan pertimbangan yang sama dengan sampel core. Sampel cutting dapat juga ditata dalam suatu “chip boards”, yaitu sebuah papan yang berisikan sampel cutting dari berbagai kedalaman yang mewakili litologi dan komposisi mineral bawah permukaan. IV.2.2. Analisis petrografi Analisis petrografi dilakukan untuk mengidentifikasi jenis batuan, style alterasi, jenis mineral hidrotermal, serta hubungan antarmineral yang ada. Analisis petrografi dilakukan menggunakan sebuah mikroskop polarisasi dengan sampel batuan yang memiliki ketebalan sebesar 0,03 mm (Kerr, 1959). Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik (Judith dkk., 1981). Prinsip mikroskop polarisasi yang digunakan dalam analisis petrografi adalah mengubah cahaya yang arah rambat ke segala arah menjadi hanya satu arah, sesuai arah polarisatornya. Pada analisis petrografi dapat dilakukan tiga jenis pengamatan, yaitu pengamatan polarisasi sejajar, polarisasi bersilang, dan konoskop. Bagian-bagian mikroskop yang dipakai pada tiap pengamatan dapat dilihat pada Gambar IV.1. Mineral-mineral yang ada dapat diidentifikasi berdasarkan sifat-sifat optis yang diamati pada tiga jenis pengamatan tersebut.
28
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Gambar IV.1. Bagian-bagian mikroskop polarisasi yang dipakai pada pengamatan ortoskop (polarisasi sejajar dan bersilang) dan konoskop (Perkins & Henke, 2000)
Pada pengamatan polarisasi sejajar, cahaya hanya melewati polarisator saja yang membuat arah rambat cahaya tersebut menjadi hanya satu arah. Cahaya inilah yang kemudian masuk ke sayatan batuan dan diamati pada pengamatan polarisasi sejajar. Pada pengamatan ini, sifat optis yang dapat diamati adalah warna, pleokroisme, relief, indeks bias, belahan, transparansi, ukuran, dan bentuk mineral. Pada pengamatan polarisasi bersilang, digunakan analisator. Cahaya yang sudah melewati sayatan batuan akan memiliki arah rambat yang ke segala arah. Cahaya inilah yang kemudian dipolarisasi lagi dengan menggunakan analisator, yang arah polarisasinya tegak lurus dengan arah polariasi polarisator yang berada di bawahnya. Sifat optis yang dapat diamati pada pengamatan ini adalah warna interferensi, indeks dwibias, gelapan, dan kembaran. 29
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Pada pengamatan konoskop, digunakan kondensor, lensa amici-bertrand, dengan perbesaran lensa objektif yang sangat besar (lebih dari 40 kali). Pengamatan secara konoskopik dilakukan sebagai langkah pengamatan lanjut apabila terdapat mineral-mineral yang sulit dibedakan jika hanya menggunakan pengamatan polarisasi sejajar dan polarisasi bersilang. Sifat optis yang dapat diamati pada pengamatan ini adalah sumbu optis, gambar interferensi, tanda optis, dan sudut 2V (apabila mineral tersebut termasuk mineral biaksial). Dalam penentuan tekstur dan nama mineral, terdapat beberapa referensi yang dapat digunakan. Untuk mengetahui tekstur dapat mengacu pada MacKenzie dkk. (1982), sedangkan untuk mengetahui nama mineral, terutama mineral alterasi hidrotermal, dapat mengacu pada Thompson & Thompson (1996). IV.2.3. Analisis difraksi sinar-X (XRD) Analisis XRD digunakan untuk mengidentifikasi mineral lempung yang ada. Analisis XRD juga dapat digunakan untuk memberikan informasi yang bersifat
kuantitatif
(Browne,
1998).
Sinar-X
merupakan
suatu
radiasi
elektromagnetik yang memiliki energi tinggi dan panjang gelombang yang pendek (Callister, 2007). Energi yang dimiliki sinar-X berkisar antara 100 eV hingga 10 MeV dengan panjang gelombang berkisar antara 10 hingga 10-3 nm (Waseda dkk., 2011). Difraktometri sinar-X adalah suatu alat yang memiliki dua sudut (ω dan 2θ) yang dapat berotasi. Alat ini dapat menginformasikan data intensitas dari sinar-X yang terdifraksi, sebagai fungsi dari sudut, sesuai dengan hukum Bragg
30
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
dengan panjang gelombang sinar-X yang sudah diketahui (Waseda dkk., 2011). Persamaan hukum Bragg dapat dilihat pada (3.1). Prinsip dasar difraksi sinar-X tergambar pada Gambar IV.2. Terdapat dua bidang atom sejajar yaitu A-A’ dan B-B’, yang memiliki indeks Miller h, k, dan l yang sama dan terpisah jarak interplanar dhkl. Kemudian, diasumsikan terdapat pancaran sinar-X yang sejajar, monokromatik, dan koheren yang memiliki panjang gelombang λ dan sudut difraksi sebesar θ. Dua pancaran sinar-X ini, sinar 1 dan 2, terpancarkan oleh atom P dan Q. Interferensi konstruktif dari pancaran sinar 1’ dan 2’ terjadi pada sudut θ jika jarak 1-P-1’ dan 2-Q-2’ (contoh: SQ+QT) adalah suatu bilangan bulat (n).
Gambar IV.2. Sinar-X yang terdifraksi oleh bidang atom (Callister, 2007)
nλ = dhkl sin θ + dhkl sin θ = 2 dhkl sin θ Keterangan: n = orde refleksi
31
(3.1)
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
λ = panjang gelombang radiasi elektromagnetik dhkl = jarak interplanar untuk bidang (indeks hannawalt) θ = sudut difraksi Terdapat tiga komponen utama pada alat difraktometri, yaitu sumber sinarX (F), tempat sampel (S), dan detektor (G). Susunan ketiga komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar IV.3. Sampel yang sudah dalam bentuk bubuk diletakan pada keadaan rata, dengan sumber sinar-X pada posisi yang tepat dan detektor diposisikan pada sudut 2θ. Sinar-X akan dipancarkan melalui divergent silt (DS), yang kemudian akan terdifraksi ketika bertemu dengan sampel. Sinar-X yang terdifraksi ini kemudian diterima melalui receiving silt (RS) dan ditangkap oleh detektor.
Gambar IV.3. Bagian-bagian difraktometri sinar-X (Waseda dkk., 2011)
32
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Analisis difraksi sinar-X akan menginformasikan beberapa hal yaitu sudut difraksi (2θ) dan intensitas sinar (I), yang ditampilkan pada suatu grafik yang memiliki beberapa peak. Dari data inilah kemudian dapat ditentukan dhkl-nya sehingga dapat ditentukan nama mineral yang dianalisis dengan mengacu pada beberapa referensi yang ada seperti Chen (1977) dan Moore & Reynolds (1997). IV.3. Jadwal Penelitian Waktu skripsi yang diusulkan adalah selama enam bulan yang terdiri dari tahap preparasi dan pengajuan proposal, tahap studi data sekunder, tahap pengambilan sampel bawah permukaan, tahap preparasi sampel dan deskripsi megaskopis, tahap seleksi dan preparasi sayatan tipis, tahap analisis petrografi, tahap seleksi dan preparasi batuan untuk identifikasi mineral lempung, tahap analisis XRD, tahap peninjauan lapangan, tahap integrasi data dan analisis terpadu, dan tahap pembuatan laporan. Jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel IV.1. Tabel IV.1. Jadwal penelitian
Tahapan Penelitian
Waktu Penelitian 2016-2017 Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Tahap Persiapan dan Pengajuan Proposal Tahap Studi Data Sekunder Tahap Pengambilan Sampel Bawah Permukaan Tahap Preparasi Sampel dan Deskripsi Megaskopis Tahap Seleksi dan Preparasi Sayatan Tipis Tahap Analisis Petrografi Tahap Seleksi dan Preparasi Batuan untuk Identifikasi Mineral Lempung Tahap Analisis XRD Tahap Peninjauan Lapangan Tahap Integrasi Data dan Analisis Terpadu Tahap Pembuatan Laporan
33
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
BAB V PENUTUP Demikian proposal pengajuan skripsi ini saya buat. Penulis sangat mengharapkan kesempatan yang diberikan dari PT. Pertamina Geothermal Energy, sehingga penulis dapat mendapatkan pengalaman yang nyata sebagai calon geolog dalam bidang panas bumi. Yogyakarta, 11 Oktober 2016 Hormat saya,
Menyetujui, Calon Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Pri Utami, M.Sc., Ph.D.
Yeftamikha
NIP. 196612281995012001
NIM. 13/353167/TK/41332
34
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
DAFTAR PUSTAKA Bachri, S., 1977, Geologi Lapangan Panas Bumi Lahendong-Tompaso Minahasa Sulawesi Utara, Seksi Penyelidikan Panas Bumi Subdit Volkanologi Direktorat Geologi, Jakarta. Bird, D.K. dan Spieler, A.R., 2004, Epidote in Geothermal Systems, Reviews in Mineralogy & Geochemistry, Mineralogical Society of America, Stanford. Boseley, C., Bignall, G., Rae, A., Chambefort, I., Lewis, B., 2012, Stratigraphy and Hydrothermal Alteration Encountered by Monitor Wells Completed at Ngatamariki and Orakei Korako in 2011, New Zealand Geothermal Workshop 2012 Proceedings, Auckland. Browne, P.R.L., 1970, Hydrothermal Alteration as an Aid in Investigating Geothermal Field, Geothermics, Vol. 2, Part 1. Browne, P. R. L., 1998, Hydrothermal Alteration, Geothermal Institute, The University of Auckland. Callister Jr., W.D., 2007, Materials Science and Engineering, John Wiley & Sons Inc., New York. Chen, P.Y., 1977, Table of Key Lines in X-Ray Powder Diffraction Patterns of Minerals in Clays and Associated Rocks, Authority of the State of Indiana, Indiana. Corbett, G. J., Leach, T. M., 1993, A Guide to Pacific Rim Au/Cu Exploration, A workshop presented to Freeport Indonesia. Ganda, S. dan Sunaryo, D., 1982, Laporan Pendahuluan Geologi Daerah Minahasa Sulawesi Utara, Pertamina Divisi Geotermal, Jakarta. Garcia, M.G. dan Borgnino, L., 2015, Fluorine: Chemistry, Analysis, Function and Effects, The Royal Society of Chemistry. Gioncada, A., Sbrana, A., Teklemariam, M., 1995, Hydrothermal Alteration and Fluid Inclusion Studies in the Vulcano Geothermal Wells (Italy), Proceedings World Geothermal Congress 1995, Firenze. Gupta, H., Roy, S., 2007, Geothermal Energy: An Alternative Resource For the 21st Century, Elsevier, Hyderabad. Judith, B., Soetomo, H., Soekardi, 1981, Mineral Optik, Pusat Penerbitan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Kasbani, Browne, P.R.L., Johnstone, R.D., Kahsai, K., Utami, P., Wangge, 1997, Subsurface Hydrothermal Alteration in the Ulumbu Geothermal Field, Flores, Indonesia, Stanford Geothermal Workshop, Stanford.
35
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Kerr, P.F., 1959, Optical Mineralogy, McGraw-Hill Book Company Inc., New York. Koestono, H., Prasetyo, I.M., Nusantara, V.D.M., Thamrin, M.H., Kamah, M.Y., 2015, Hydrothermal Alteration Mineralogy of Well HLS-C, Hululais Geothermal Field, Bengkulu, Indonesia, Proceedings World Geothermal Congress 2015, Melbourne. Lagat, J.K., 2004, Geology, Hydrothermal Alteration and Fluid Inclusion Stuies of Olkaria Domes Geothermal Field, Kenya, M.Sc. Thesis, The United Nations University. Lee, K.C., 1996, Classification of Geothermal Resources – An Engineering Approach, Proceedings Twenty-First Workshops on Geothermal Reservoir Engineering Stanford University, Stanford. Lutz, S.J., Moore, J.N., Benoit, D., 1998, Integrated Alteration Mineralogy and Fluid Inclusion Study at the Dixie Valley Geothermal Field, Nevada, Proceedings Twenty-Third Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, Stanford. MacKenzie, W.S., Donaldson, C.H., Guilford, C., 1982, Atlas of Igneous Rocks and their Textures, Longman Scientific & Technical, Hong Kong. Miller, G.W., Shupe, J.L., Vedina, O.T., 1999, Accumulation of Fluoride in Plants Exposed to Geothermal and Industrial Water, Fluoride Vol. 32 no.2. Moore, D.M. dan Reynolds, R.C., 1997, X-Ray Diffraction and the Identification and Analysis of Clay Minerals, Oxford University Press, Oxford. Moore, J.N., Powell, T.S., Heizler, M.T., Norman, D.I., 2000, Mineralization and Hydrothermal History of the Tiwi Geothermal System, Philippines, Economic Geology, Vol. 95. Nicholson, K., 1993, Geothermal Fluids, Chemistry & Exploration Techniques, Springer Verlag Inc., Berlin. Prasetyo, I., Sardiyanto, Koestono, H., Thamrin, M.H., 2015. Clay Alteration Study from Wells of Tompaso Geothermal Field, North Sulawesi, Proceedings World Geothermal Congress 2015, Melbourne. Perkins, D. Dan Henke, K.R., 2000, Mineral in Thin Section, Prentice Hall, New Jersey. Pusat Penelitian Panas Bumi FT UGM, 2014, Laporan Akhir: Studi Fasies Vulkanik dan Alterasi, Proyek Geothermal Tompaso-Sulawesi Utara, Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta. Rae, A.J., Cooke, D.R., Phillips, D., Yeats, C., Ryan, C., Hermoso, D., 2002, Spatial and Temporal Relationships between Hydrothermal Alteration 36
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Assemblages and Intrusions at the Palinpinon Geothermal Field, Philippines – Implications for Porphyry and Epithermal Ore Deposits, Proceedings of 24th New Zealand Geothermal Workshop 2002. Reyes, A.G., 1989, Petrology of Philippine Geothermal Systems and Application of Alteration Mineralogy to Their Assessment, Journal of Volcanology and Geothermal Research 43 (1990), Amsterdam. Rybach, L. dan Muffler, L. J. P., 1981, Geothermal Systems: Principles and Case Histories, John Wiley & Sons, Chichester. Sardiyanto, Nurseto, S.T., Prasetyo, I.M., Thamrin, M.H., Kamah, M.Y., 2015, Permeability Control on Tompaso Geothermal Field and Its Relationship to Regional Tectonic Setting, Proceedings World Geothermal Congress 2015, Melbourne. Siahaan, E.E., Lubis, L., Budiarjo, B., 2000, Overprinting Events From Crosscutting Veins and Mineral Assemblages in Ulubelu Geothermal Field, Indonesia, Proceeding World Geothermal Congress 2000, Kyushu. Siahaan, E.E., Soemarinda, S., Fauzi, A., Silitonga, T., Azimudin, T., Raharjo, I.B., 2005, Tectonism and Volcanism Study in the Minahasa Compartment of the North Arm of Sulawesi Related to Lahendong Geothermal Field, Indonesia, Proceedings World Geothermal Congress 2005, Antalya. Simmons, S. F. dan Lee, K. C., 1994, Geothermal Technology, Geothermal Institute The University of Auckland, Cirebon. Steiner, A., 1977, The Wairakei Geothermal Area, North Island, New Zealand: Its Subsurface Geology and Hydrothermal Rock Alteration, New Zealand Geological Survey Bulletin 90. Stimac, J., Moore, J., Latayan, J., 2006, Hydrothermal Alteration and Evolution of the Bulalo Geothermal Field, Philippines, GRC Transactions Vol. 30. Susanto, A., Suparka, E., Tsuchiya, N., Hirano, N., Kishita, A., Kusumah, Y.I., 2011, Hydrothermal Alteration Study in Malabar Area, Northern Part of the Wayang Windu Geothermal Field, Indonesia, Proceedings of the 9th Asian Geothermal Symposium. Thompson, A.J.B. dan Thompson, J.F.H., 1996, Atlas of Alteration: A Field and Petrographic Guide to Hydrothermal Alteration Minerals, Alpine Press Limited, Vancouver. Utami, P. dan Browne, P.R.L., 1999, Subsurface Hydrothermal Alteration in the Kamojang Geothermal Field, West Java, Indonesia, Proceedings TwentyFourth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering Stanford University, Stanford.
37
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
Utami, P., 1995, Petrology of Core and Cutting Samples from Wells ULB-01 and ULB-02, Ulumbu Geothermal Field, Flore, Indonesia, Project Report no. 95.21, Geothermal Institute, The University of Auckland. ______, 1998, Hydrothermal Alteration of the Kamojang Geothermal Field, West Java, M.Sc. Thesis, The University of Auckland. ______, 2011, Hydrothermal Alteration and the Evolution of the Lahendong Geothermal System, North Sulawesi, Indonesia, Ph.D. Thesis, The University of Auckland. Utami, P., Siahaan, E.E., Azimudin, T., Suroto, Browne, P.R.L., Simmons, S.F., 2004, Overview of the Lahendong Geothermal Field, North Sulawesi, Indonesia: A Progress Report, Proceedings 26th NZ Geothermal Workshop 2004. Utami, P., Widarto, D.S., Atmojo, J.P., Kamah, Y., Browne, P.R.L., Warmada, I.W., 2015, Hydrothermal Alteration and Evolution of the Lahendong Geothermal System, North Sulawesi, Proceedings World Geothermal Congress 2015, Melbourne. Ward, C.W., 1979, the Geology of the Tongonan Geothermal Field, New Zealand Geothermal Workshop 1979. Waseda, Y., Matsubara, E., Shinoda, K., Crystallography, Springer, Heidelberg.
2011,
X-Ray
Diffraction
Wohletz, K. dan Heiken, G., 1992, Volcanology and Geothermal Energy, University of California Press, Berkerley.
38
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
LAMPIRAN 1: CURRICULUM VITAE
39
CURRICULUM VITAE Personal Details Name
:
Yeftamikha
Place of Birth
:
Jakarta
Date of Birth
:
August 29th 1995
Gender
:
Male
Address
:
Jalan Pulo Mas VII B no. 14, RT/RW: 010/011, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta
Address in Yogyakarta :
Jalan Pogung Raya no. 23 E, RT/RW: 10/50, Pogung Dalangan, Sleman, Yogyakarta
Cell phone
:
+6285210753470
E-mail
:
[email protected]
GPA (4.0 scale)
:
3.54
Education 2013 – present
Geological Engineering Department, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada
2010 – 2013
8 Senior High School, Jakarta
2007 – 2010
115 Junior High School, Jakarta
2004 – 2007
Tebet Timur 15 Elementary School, Jakarta
2001 – 2004
Perguruan Cikini Elementary School, Jakarta
1999 – 2001
Ade Irma Suryani Kindergarten, Jakarta
Experiences Optical Geology Laboratory, Geological Engineering UGM Assistant (2015-present) Student Union of Geological Engineering UGM (HMTG FT-UGM) Head of Religion Department (2016-now), Member of Social Department (20142015)
SPE UGM Student Chapter Boards of Public Relation (2014-2015)
Courses and Seminars 2016
“Summer School 2016 in Indonesia” Summer School by ASEAN-Japan BUILD-UP Cooperative Education Program for Global Human Resources Engineering, Kyushu University
2015
“Drilling Engineering and Operation in Geothermal Exploration” Workshop by HMTG FT-UGM
2015
“Seminar Nasional Kebumian ke-8” by Geological Engineering Department UGM and HMTG FT-UGM
2015
“Schlumberger Visitation” by SPE UGM Student Chapter
2015
“A New Experience in Geothermal Energy” a visitation to Pertamina Geothermal Energy, Kamojang Area, by SPE UGM Student Chapter
2014
“Petroleum Exploration and Development in Indonesia: Opportunities and Challenges” One Day Course by AAPG UGM Student Chapter
2013 – 2014
ELTI English Course, Yogyakarta
2013
“Shale Gas Potential in Indonesia” Short Course by AAPG UGM Student Chapter
2013
“A Geological Evaluation of Eastern Indonesia Petroleum Explorations” Course and Workshop by AAPG UGM Student Chapter
2005 – 2008
LBPP LIA English Course, Jakarta
Achievements 2016
Speaker at “Basic Structural Geology Workshop: What to acquire in the field, what to build in the lab” workshop by Unidade Geologisia Timor-Leste Yogyakarta
Publications Prasetyo, A., Simarmata, J.R., Yeftamikha, Lumbantoruan, F., Setiawan, N.I.. 2016. A petrographical review of metamorphic rocks from Ciletuh Complex, in West Java and their related metamorphism in central Indonesia region. Poster presentation in Seminar Nasional Kebumian ke-9
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
LAMPIRAN 2: TRANSKRIP NILAI
42
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
43
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
44
Proposal Skripsi: Aplikasi Studi Alterasi Hidrotermal dalam Pengembangan Lapangan Panas Bumi
45