TOK OH POSTM POSTM ODERNI ODERNI SM E, L UCE IRI I RI GARA GAR AY : Perbedaa bedaan n Ge Gender nder dan Ide I denti ntitas tas Perempuan
Oleh leh : F r iska Ti Titi Nova Nova,, 0705130222
J URUSAN URUSAN I L M U PERPUS PER PUSTAK TAK AA AAN N FAK ULTAS ULTAS I L M U PENGETAHUA PENGETAHUAN N BUD BUDA AYA UNIVERSITAS INDONESIA Depok 2008 1
L uce Irigaray : Feminis Prancis Sekilas Mengenai L uceIrigaray
Luce Irigaray lahir pada tahun 1932 di Belgia. Ia adalah seorang feminis di Prancis. Karyanya yang terkenal adalah Speculum of Other Woman (1974) dan This Sex
is Not One (1977). Pendidikan & Gelar:
Gelar master di University of Louvain (1955). Gelar master di Psikopatologi, di University of Paris (1961) Gelar doktor di Linguistik (1968) Gelar doctor Literatur honoris causa, di University of London Karir:
Pengajar di Brussels School (1956-1959) Bekerja di Fonds National de la Recherche Scientifique (FNRS), Belgia (1962-1964) Pembantu Periset di Centre National de la Recherche Scientifique (CNRS), Paris Pengajar di University of Vincennes (1970-1974) Anggota di École Freudienne de Paris (EFP) Pengajar filsafat di Erasmus University, Rotterdam Profesor tamu di Departemen Modern Languages di University of Nottingham(20042006) Penelitian & Publikasi
Le Langage des dements, The Hague, Paris, Mouton : Approaches to Semiotics (1973) Speculum of the Other Woman (1974) This Sex is Not One (1977) Marine Lover of Friedrich Nietzsche (1980) Emental Passions (1982) L’Oubli de l’air chez Martin Heidegger (1983) An Ethics of Sexual Difference (1984) 2
Divine Women (1986) J e, tu, nous. Toward a Culture of Difference(1990) Culture of Difference (1990) Pemikiran Luce I rigaray
Salah satu pemikiran Irigaray adalah untuk mengungkapkan sebuah filosofi yang menyadari adanya maskulinitas dibalik bahasa dan gestur. Ia bertujuan menuju sebuah bahasa feminim “baru” yang mengijinkan perempuan untuk mengekspresikan dirinya. Irigaray juga menantang phallogocentrisme, memperhatikan bahwa 2 kategori gender, yaitu perempuan dan laki-laki, sebenarnya hanyalah satu, yaitu laki-laki. I rigaray bertujuan untuk menciptakan 2 istilah (terms) yang sama-sama positif dan berotonomi, dan mengakui 2 jenis kelamin, bukan 1. Irigaray memahami bahwa bukan hanya ketidaksetaraan sosial yang dialami perempuan tetapi juga struktur ideologi yang ada di masyarakat. Irigaray menawarkan pemikiran untuk membangun budaya perempuan dan lakilaki yang menghargai perbedaan antara dua jenis kelamin. Menurutnya, perbedaan antara laki-laki dan perempuan harus dihargai tanpamelupakan hak dan kesetaraan. Irigaray ‘berguru’ kepada Sigmund Freud dan Jacques Lacan. Konsep seksualitas Freud menyatakan bahwa dorongan seksualitaslah yang mempengaruhi kehidupan intelektual dan kultural manusia. Menurut Freud, bagian terpenting dari perkembangan seksual laki-laki dan perempuan adalah ada atau tidaknya penis pada diri mereka. Penis menyimbolkan kesuperioritasan dan keotoritasan. Perempuan sebagai mahluk yang ‘tidak lengkap’ baik dalamkonteks seksual dan sosial, menjadi kelompok kelas 2. Menurut Irigaray, kondisi bahasa di masyarakat juga turut berperan serta dalam ‘merendahkan’ perempuan. Kebudayaan patriarkis tercermin dalam kegiatan berbahasa masyarakat. Laki-laki selalu berusaha mempertahankan kekuasaanya dengan cara mempresentasikan segala sesuatu yang bernilai sesuai dengan citra dan gendernya sebagai maskulin. Ini terlihat dari pengelompokkan kata bergender, apa yang bernilai adalah maskulin sedangkan yang tidak bernilai adalah feminim (ini berlaku dalam tata bahasa Prancis, J erman). Misalnya matahari (soleil) dikaitkan dengan gender maskulin, sedangkan bumi (terre) adalah perempuan, kotoran (souillure) dikaitkan dengan gender
3
perempuan sedangkan sepatu (soulier) dikaitkan dengan gender maskulin (bahasa Prancis. Irigaray menyatakan bahwa kesetaraan gender dan upaya untuk saling menghargai antara laki-laki dan perempuan mustahil bisa dilakukan tanpa perubahan kadiah bahasa ‘gender’ yang tidak seimbang. Bahasa merupakan alat berkomunikasi antar 2 pihak yang hidup di dunia dengan perbedaan jenis kelamin. Oleh karena itu, keseimbangan hubungan di antara laki-laki dan perempuan dalam bahasa nantinya dapat menyeimbangkan hubungan gender tersebut dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan. Irigaray juga mengatakan bahwa sudut pandang yang digunakan perempuan pada saat ini adalah sudut pandang maskulin.cara satu-satunya perempuan dapat berbicara atau berkomunikasi adalah dengan menggunakan instrumen maskulin.Untuk menyatakan pendapatnya dan bersosialisasi, perempuan harus berbicara seperti laki-laki. Bagi Irigaray, kondisi perempuan pada saat ini, sama seperti Marx memandang kaum proletariat : kaum proletariat ada di dalam masyarakat tapi mereka bukan masyarakat. Perempuan tidak memiliki identitasnya sendiri. Perempuan perlu untuk dapat menyatakan diri kepada dirinya sendiri, dengan caranya sendiri dan lepas dari sudut pandang maskulin. Oleh karena itu, hukum harus diubah untuk memberikan kedua jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) identitasnya sebagai warga negara. Untuk mengubah ‘perendahan’ perempuan dalam budaya, politik, dan hukum, diperlukan perempuan yang terlibat langsung dalambidang tersebut. Pandangan Saya
Menurut saya, pemikiran Irigaray sangatlah unik. Ia menghargai perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Ia mengakui bahwa laki-laki dan perempuan berbeda namun ia tetap menginginkan kesetaraan hak di antara mereka. Latar belakang pendidikan Irigaray di Linguistik telah membuka matanya akan adanya perendahan gender perempuan kata benda dalam bahasa Prancis. Ia mengetahui bahwa ada unsur-unsur maskulin dalam kata benda yang bernilai sedangkan yang tidak bernilai adalah feminim (perempuan). Tata bahasa ini tentu berlaku pada bahasa yang memberikan ‘jenis kelamin’ pada benda, yaitu feminim, maskulin, dan neutral/netral
4
seperti di J erman dan Prancis. Lalu bagaimana dengan negara lain yang tidak menggunakan tata bahasa seperti ini ? Apakah ‘perendahan’ gender perempuan masih ada ? Di Indonesia, kebudayaan patriarkis dan perendahan perempuan tercermin mulai dari pendidikan di sekolah dasar. Buku pelajaran di sekolah dasar, menggunakan kalimat ‘ayah membaca koran sedangkan ibu bekerja di dapur.’ Begitu pula dengan kebanyakan iklan penyedap masakan, minyak goreng, atau masakan siap saji, yang menggunakan tokoh perempuan yang memasak, seakan-akan menggambarkan bahwa laki-laki tidak dapat berperan memasak di dapur. ‘Perendahan’ perempuan dalam tata bahasa dan kegiatan berbahasa ini secara tidak langsung membuat ketimpangan dalam memandang perempuan sebagai suatu identitas yang utuh. Oleh karena itu, menurut Irigaray, jika terjadi keseimbangan hubungan di antara laki-laki dan perempuan dalam bahasa maka hubungan gender tersebut dalamkehidupan masyarakat dan kebudayaan juga akan seimbang. Pendapat Irigaray yang mengatakan bahwa sudut pandang yang digunakan perempuan pada saat ini adalah sudut pandang maskulin juga terbukti. Hal ini kerap kali terlihat dari kampanye Hillary Clinton yang selalu menggunakan celana panjang, berambut pendek, dan raut wajah yang keras, seakan-akan Hillary berbicara secara maskulin. Begitu pula yang terlihat pada mayoritas pekerja perempuan Indonesia yang mengenakan Pemikiran Irigaray masih relevan hingga saat ini dan ketidaksetaraan hak antara gender terjadi di berbagai belahan dunia. Identitas perempuan sebagai perempuan memang masih patut untuk dipertanyakan. Untuk dapat menyatakan diri kepada dirinya sendiri, perempuan harus lepas dari sudut pandang maskulin. Perempuan juga perlu mengeyam pendidikan tinggi dan ikut serta dalam budaya, politik, dan hukum. Selain itu, cara kita berbahasa yang patriarkis juga sebaiknya diubah mulai dari kehidupan seharihari. Jika ada anak laki-laki yang menangis, jangan lagi katakana “kalau menangis seperti perempuan saja” tapi katakanlah sesuatu yang logis, netral, dan tidak merendahkan gender lainnya, misalnya “kalau menangis, orang lain tidak senang mendengarnya”.
5
Sumber:
Irigaray, Luce. Thinking thedifference : for a peaceful revolution. London : Athlone Press, 1994 Lechte, J ohn. Fifty key contemporary thinkers : from structuralismto postmodernity. New Y ork: Routledge, 1994 Sedgwick, Peter. Descartes to Derrida : an introduction to European philosophy. Oxford : Blackwell, 2001 http://en.wikipedia.org/wiki/Luce_Irigaray http://situs.kesrepro.info/gendervaw/mei/2004/gendervaw04.htm
6