1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang penelitian
Kota Malang mengalami perkembangan pesat pada masa pendudukan Belanda di Indonesia. Ia menyimpan perbendaharaan arsitektur yang sangat beragam, terutama pada masa pendudukan ini. Hal ini disebabkan pada masa tersebut budaya asli dari tiap etnis masih original salah satunya dikarenakan oleh adanya klasifikasi pemukiman berdasarkan berdasarkan etnis. Pengelompokan rumah tinggal kolonial pada beberapa daerah di Malang diakibatkan oleh Pembangunan daerah perumahan berdasarkan kelompok etnis (sekitar tahun 1914), yaitu sebagai berikut: Daerah permukiman Pribumi (kurang lebih 40.000 jiwa) di sebelah selatan alun-alun; Kebalen, Temanggungan, Temanggungan, Talun, Klojen Lor, dan Jodipan. Daerah permukiman bangsa Eropa (kurang lebih 2.500 jiwa) di sebelah barat daya alun-alun; Kayutangan Oro-oro Dowo, Celaket, Klojen Lor, dan Rampal. Hampir semua bangunan kolonial yang tersisa di Malang sekarang dibangun setelah tahun 1900 (sebagian besar dibangun setelah tahun 1920 an selaras dengan perkembangan kotanya) yang diistilahkan sebagai arsitektur kolonial modern. Secara garis besar perkembangan perkembangan arsitektur kolonial di Malang yang dibangun setelah th. 1914 bisa dibagi menjadi 2 bagian yaitu yang dibangun antara th. 1914-1920 dan yang dibangun sesudah th. 1920 an sampai th. 1940 an. Daerah permukiman Cina di sebelah timur alun-alun, dikenal sebagai daerah “Pecinan”. (Handinoto & Soehargo, 199 1996:24-25). 6:24-25). Kawasan Pecinan-Malang ditandai oleh bangunan rumah-toko yang berjajar di sepanjang Jl. Pasar Besar (Jl. Petjinan) yang kemudian disebut sebagai kawasan Pecinan. Peninggalan masa kolonial yang banyak ditemui di kota Malang adalah rumah tinggal. Rumah tinggal kolonial di Malang memang banyak yang didominasi oleh kalangan Eropa, namun tidak sedikit pula penduduk pribumi yang memiliki bangunan rumah tinggal kolonial. Dalam bukunya “Can Asians Think ?” , Kishore Mahbubani (2000) menyatakan bahwa orang Asia itu tidak dapat berpikir karena pengaruh kolonialisme. Pengaruh atau dampak yang amat menyakitkan bukanlah pengaruh fisik melainkan pengaruh mental dari kolonialisasi tersebut. Banyak negara di Asia,
2
termasuk beberapa negara di kawasan Asia Tenggara yang menganggap bahwa orang Eropa lebih unggul daripada orang Asia. Inilah dampak yang sampai saat ini sangat melekat di hati orang Asia. Hal inilah yang menyebabkan penduduk pribumi banyak meniru arsitektur Eropa pada saat itu. Arsitektur di Malang mulai berkembang seiring dengan perkembangan kota Malang yang mulai pesat pada masa kolonialisme. Terutama setelah direncanakannya tahapan pengembangan kota yang dituangkan dalam rencana Bouwplan. Penelitian ini mengambil tata ruang dalam rumah tinggal sebagai objek penelitian karena pola tata ruang dalam terbentuk sesuai dengan latar belakang penghuninya. penghuninya. Latar belakang penghuni seperti latar belakang pendidikan, budaya, gaya hidup, mata pencaharian, maupun lingkungan dapat mempengaruhi kebiasaan serta kebutuhan ruang dalam rumah tinggal. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kasus bangunan rumah tinggal pada masa kolonial yang banyak mendapatkan pengaruh dari budaya bangsa-bangsa asing, terutama bangsa Belanda yang sedang menduduki Indonesia pada saat itu. Untuk mengetahui hal tersebut, perlu diketahui penelitian mengenai pola tata ruang dalam rumah tinggal pada masa kolonial dengan mengambil kasus pada kawasan Kidul Dalem, Malang. Pola sendiri merupakan perulangan dari tata ruang dalam tersebut. Oleh karena itu, diharapkan dalam penelitian mengenai pola tata ruang dalam ini dapat terhindar dari suatu hasil yang bersifat kasuistik dan dapat diperoleh hasil yang menyeluruh pada rumah tinggal pada masa kolonial. Menurut Kartono (1999) Pada hakekatnya ruang-ruang pada arsitektur rumah tinggal baik pada masyarakat Barat maupun Timur pada awalnya mempunyai pola yang sama yaitu mempunyai konsep mitologi dan kosmologi pada penataan ruangnya. Dalam perjalanan sejarah kemudian masyarakat Barat mulai meninggalkan tahapan mistis dan mulai memasuki tahapan ontologis. Sedangkan masyarakat Timur cenderung masih mempertahankan kebudayaan mistisnya walaupun saat ini juga terlihat adanya perkembangan perkembangan akibat proses akulturasi. Pemahaman tentang makna ruang yang terjadi sebenarnya tidak dapat dibedakan secara “hitam“hitam- putih” putih” dengan klasifikasi dikotomis Timur -Barat: -Barat: RasionalisRomantis sebab dalam realitanya pada masyarakat barat maupun masyarakat timur sendiri di masing-masing keudayaan juga memiliki perbedaan wujud dan makna ruang yang dijadikan wadah aktivitasnya.
3
Secara umum, terdapat beberapa alasan perlunya dilakukan penelitian mengenai pola tata ruang dalam rumah tinggal pada masa kolonialisme. Alasan tersebut antara lain:
Pada masa kolonialisme arsitektur di kota Malang mulai berkembang dengan pesat, sehingga dengan penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap kajian perkembangan arsitektur pada masa kolonial di kota Malang;
Penelitian mengenai bangunan kolonial yang sudah ada, umumnya hanya meneliti bangunan milik kalangan Eropa saja, padahal arsitektur yang kerkembang pada masa itu tidak hanya arsitektur Belanda saja;
Kekayaan arsitektural ini dapat dibagi sehingga dapat diarahkan pada pelestarian arsitektur; serta
Keberadaan bangunan rumah tinggal pada masa kolonialisme dalam beberapa dekade ini rawan mengalami perkembangan perkembangan karakteristik. Penelitian dilakukan pada daerah Kidul Dalem Kota Malang dengan
pertimbangan bahwa:
Letak kawasan Kidul Dalem yang dekat dengan persebaran beberapa budaya, seperti pasar besar yang banyak ditemui budaya Cina, sebelah barat Alun-alun banyak ditemukan buadaya arab, pusat pemerintahan di Alun-Alun ditemukan budaya Eropa, serta budaya local di kampung-kampung sekitar Kidul Dalem seperti Jodipan dan Kebalen;
Daerah Kidul Dalem Malang merupakan daerah yang dekat dengan pusat kota. Kota Malang pada masa itu masih berupa kota kabupaten kecil di bawah Karesidenan Pasuruan, sehingga perkembangan perkembangan arsitektur pada masa kolonial di Kota Malang masa itu terpusat pada alun-alun/pusat kota; dan
Umumnya pemilik bangunan rumah tinggal kolonial adalah orang-orang pribumi yang bekerja pada pemerintahan Belanda pada saat itu, sehingga dapat dilihat pengaruh langsung arsitektur bangsa Eropa pada rumah ti nggal yang ada pada kawasan ini. Selain beberapa alasan tersebut di atas, menurut hasil penelitian mengenai
rumah tinggal pada masa kolonial yang telah dilakukan sebelumnya diperoleh hasil: Pada masa kolonialisme, pembangunan rumah pada tingkat pejabat atau orangorang terpandang diawasi langsung oleh Belanda. Penentuan skala, struktur dan
4
konstruksi, ketinggian, penggunaan bahan dan ornament dan sebagainya didikte oleh Belanda. Invasi langsung Belanda dalam pembangunan rumah kelompok elit pribumi mempertegas perbedaan status sosial dalam masyarakat. Rumah-rumah kelompok ini jadi menonjol di lingkungannya lingkungannya (disebut juga omah gedhong); Rumah-rumah rakyat yang bergaya Belanda ternyata masih menggunakan pola ruang yang sama dengan rumah gaya “tradisional”. Pola dan susunan ruang rumah Belanda diadopsi pada tahap berikutnya, yaitu rumah-rumah yang dibangun pada tahun 1940-an. Pada pola dan susunan ruang yang baru, terlihat bahwa hirarki ru ang tidak lagi bergradasi dari publik ke privat, tetapi ada „pencampuran‟ pencampuran‟ ruang publik dan ruang privat. Jumlah rumah dengan gaya ini lebih sedikit dibandingkan dengan rumah yang mempertahankan mempertahankan struktur dan pola ruang yang sama. Gaya arsitektur kolonial ternyata banyak ditiru pada bentuk fisik rumah. Pola ruang yang mengandung konsep publik-privat yang menunjukan konsep hubungan sosial dalam masyarakat di lingkungan rumah tinggal berubah dalam waktu lebih lama, atau dengan kata lain lebih mampu bertahan dibandingkan bentuk fisiknya.
1.2
Identifikasi masalah
Dari pembahasan sebelumnya, masalah yang diidentifikasi pada studi mengenai pola tata ruang dalam rumah tinggal pada masa kolonial di Kidul Dalem Malang ini adalah sebagai berikut: a. Pada masa kolonialisme arsitektur di kota Malang mulai berkembang dengan pesat, sehingga dengan penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap kajian perkembangan arsitektur pada masa kolonial di kota Malang; b. Penghuni rumah mengalami perkembangan aktivitas maupun kebutuhan diakibatkan pesatnya pertumbuhan kota Malang setelah berganti status menjadi kotamadya c. Peninggalan masa kolonialisasi di Malang perlahan-lahan mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan aktivitas, kebutuhan penghuni, maupun perkembangan zaman. d. Kawasan Kidul Dalem merupakan kawasan yang dekat dengan pusat kota, sehingga diharapkan rumah tinggal yang ada di kawasan ini dapat menjadi represetasi arsitektur pada masa kolonial.
5
1.3
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, permasalahan yang diungkapkan pada studi mengenai pola tata ruang dalam bangunan rumah tinggal kolonial di Kidul Dalem Malang ini adalah: 1. Bagaimana pola tata ruang dalam pada rumah tinggal masa kolonial di kawasan Kidul Dalem, Klojen? 2. Perubahan ruang apa saja yang terjadi pada rumah tinggal kolonial di kawasan Klojen terkait dengan Pola tata ruang dalamnya? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pola tata ruang dalam tersebut?
1.4
Pembatasan masalah
Mengingat terlalu luasnya cakupan studi mengenai pola tata ruang dalam rumah tinggal pada masa kolonial di Kidul Dalem Malang ini, maka studi yang dilaksanakan ini dibatasi pada beberapa aspek yang nantinya akan dianalisia. Aspek-aspek yang akan dianalisa serta pertimbangan pengambilan pembatasan masalah adalah sebagai berikut:
Pola tata ruang dalam, dengan pertimbangan bahwa pola tata ruang dalam mewadahi prilaku serta aktivitas aktivit as penggunanya. perkembangan perkembangan kota Malang yang pesat pada masa kolonialisme pastilah berdampak pada pola aktivitas maupun kebutuhan masyarakat masyarakat pada masa tersebut.
Rumah tinggal, dengan pertimbangan dalam rumah tinggal merupakan bangunan yang paling privat dan memerlukan kesesuaian dengan aktivitas penghuninya, perkembangan perkembangan pola aktivitas maupun kebutuhan masyarakat pada masa kolonial akan berdampak langsung pada bangunan yang paling privat, yaitu rumah tinggal.
pada masa kolonial, dengan pertimbangan bahwa perkembangan arsitektur di Kota Malang sangat pesat pada masa kolonial.
Batasan lokasi penelitian adalah pada daerah Kidul Dalem kota Malang. Pembatasan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perkembangan arsitektur pada kolonial yang pesat pada masa tersebut adalah pada kawasan yang berada di dekat alun-alun.
Perubahan pola tata ruang dalam yang pernah terjadi pada bangunan, dengan pertimbangan bahwa selama masa kolonialisasi hingga saat ini merupakan
6
waktu yang cukup panjang dan memungkinkan adanya perkembangan pola tata ruang dalam pada rumah tinggal.
Faktor penyebab perubahan pola tata ruang dalam, dengan pertimbangan untuk mengetahui perilaku penghuni rumah yang kemungkinan telah mengalami berbagai perkembangan kebutuhan maupun aktivitas.
1.5
Tujuan dan kegunaan
1.5.1
Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang pada studi mengenai pola tata ruang dalam bangunan rumah tinggal kolonial di Kidul Dalem Malang ini adalah: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis pola tata ruang dalam pada rumah tinggal masa kolonial kolonial di kawasan kidul Dalem Klojen 2. Mengidentifikasi dan menganalisis perubahan ruang yang terjadi pada rumah tinggal kolonial di kawasan Klojen terkait dengan Pola tata ruang dalamnya 3. Mengidentifikasi
dan
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perubahan pola tata ruang dalam tersebut
1.5.2
Kegunaan penelitian
a. Bagi akademisi Memberikan masukan, informasi dalam hal studi pola tata ruang dalam rumah tinggal pada masa kolonial. Penelitian mengenai bangunan kolonial yang sudah ada, umumnya hanya meneliti bangunan milik kalangan Eropa saja, padahal arsitektur yang kerkembang pada masa itu tidak hanya arsitektur Belanda saja. Diharapkan hasil penelitian ini nantinya akan menjadi pelengkap kajian teoritis terhadap perkembangan ilmu tentang pola tata ruang dalam pada rumah tinggal pada masa kolonial. b. Bagi masyarakat Penelitian ini bertujuan agar masyarakat umum mengerti mengenai bangunan dengan nilai sejarah bangunan kolonial dan melestarikan peninggalan sejarah tersebut.
7
c. Bagi Lingkungan Menambah citra kawasan dan membangun kesadaran masyarakat akan berharganya nilai historis dari sebuah bangunan peninggalan masa kolonialisasi yang ada, sehingga muncullah keinginan untuk menjaga dan melestarikannya. d. Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai catatan, dokumentasi tertulis dan arsip yang memberi sedikit masukan informasi bagi usaha konservasi bangunan bersejarah, khususnya bangunan-bangunan bersejarah mengalami kerusakan dan dibongkar tanpa mengindahkan nilai historisnya.
I.6
Sistematika pembahasan
Bagian utama dari penelitian ini terdiri atas lima bab yang berurutaan pembahasannya, sehingga menghasilkan kesimpulan pada bab terakhir. Sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan Latar belakang yang akan dikemukakan lebih mengarah pada penting dan menariknya penelitian, fenomena-fenomena yang ada, semua kutipankutipan yang terkait dengan penelitian, sampai munculnya anggapan dasar, sehingga munculnya rumusan masalah menjadi lebih terarah.
BAB II : Tinjauan Pustaka Kajian-kajian teori yang dikutip berasal dari berbagai pustaka yang relevan dengan permasalahan, sehingga dapat mendukung untuk menjawab rumusan masalah. Sesuai dengan judul penelitian, kepustakaan yang dijadikan tingauan adalah yang berkaitan dengan arsitektur kolonial, rumah tinggal, maupun pola tata ruang dalam ruang. BAB III : Metode Penelitian Penjelasaan mengenai metode yang akan digunakan pada penelitian. Metode ini akan digunakan dalam upaya mencara jawaban atas permasalahan, mulai dari penggalian data sampai pada tahap analisis hasil data, serta variabelvariabel yang akan digunakan.
8
BAB IV : Hasil dan Pembahasan Pada bab ini, akan dijelaskan kawasan studi yang berlokasi di Kidul Dalem Klojen, serta menjelaskan data primer maupun data sekunder. Setelah itu, akan dilakukan analisis tinjauan kasus riset yang berkaitan dengan pola tata ruang dalam ruang pada rumah tinggal kolonial di kawasan Kidul Dalem Klojen, sehingga akan didapatkan hasil akhir yaitu berupa pola tata ruang dalam ruang pada rumah tinggal kolonial Belanda Masyarakat Pribumi Klojen, Malang. BAB V : Kesimpulan dan Saran Hasil analisis dari tinjauan kasus riset kemudian diambil kesimpulan, serta memberikan saran untuk keilmuan dan implementatif. Pada bab ini juga disertakan
saran
mengenai
kelemahan/kekurangan
dalam
penulisan
penelitian ini dan masukan untuk penelitian mendatang. Daftar Pustaka
I.7
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan landasan awal yang digunakan dalam penelitian sebagaimana yang tersusun dalam bagan di bawah ini (Gambar 1.1).
9
10
11
Gambar 1.1 Kerangka pemikiran
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pola tata ruang dalam
2.1.1
Pengertian pola tata ruang dalam
Tata ruang dalam merupakan unsur pokok dalam memahami arsitektur, tata ruang dalam berfungsi sebagai wadah aktivitas manusia baik secara fisik maupun psikis. Seluruh aktivitas manusia baik secara fisik maupun psikis. Seluruh aktivitas manusia sangat ditentukan oleh pengetahuan sosial-budaya yang dimilikinya, aktivitas yang dilakukan tersebut akan membentuk sebuah keteraturan yang secara sadar atau tidak dilakukan oleh pelaku aktivitasnya. Hal tersebut juga mengakibatkan pola tata ruang dalam dapat terlihat sebagai hubungan antara arsitektur, lingkungan dan budaya tempat tata ruang dalam berada. Menurut Altman (1975) privasi merupakan kontrol selektif terhadap diri individu. Batas-batas dari privat tersebut berupa norma-norma yang telah disepakati kelompok dan selanjutnya diwujudkan dalam batas fisik tata ruang dalam. Pola adalah suatu bentuk dasar yang dijadikan model dan ditiru untuk membuat bentuk yang sama atau serupa. Pola mempunyai sifat-sifat yang cenderung serasi dengan kebudayaan pada umumnya. Sifat-sifat tersebut antara lain: a. Suatu pola dapat dilihat dan dapat diukur. Dapat dilihat artinya tampak dalam bentuk dan wujud tertentu. Dapat diukur artinya setiap pola yang tampak atau terlihat mempunyai makna tertentu. Pola dipengaruhi oleh beberapa aspek, seperti: waktu, kondisi, alasan, cara, dan/atau tujuan. b. Dilakukan berulang-ulang suatu pola cenderung dilakukan secara berulang-ulang, sehingga menjadi suatu tradisi. c. Dilakukan oleh banyak orang Dalam hal ini berarti pola cenderung ditemukan pada banyak bangunan pada suatu lingkungan dengan kebudayaan yang sama. d. Mempunyai arti dan makna yang bersifat sosial; Setiap pola mengandung arti dan makna yang bersifat sosial. Maksudnya adalah bahwa suatu pola disepakati dan diterima bersama.
13
e. Diwariskan dan bersifat memaksa; Pola yang telah diketahui, dipahami, dan disepakati bersama oleh suatu generasi pada umumnya merupakan warisan dari generasi sebelumnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1996 mengenai Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, yang dimaksud dengan Tata Ruang adalah wujud dari struktur dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak direncanakan. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Ching, 1996 Pola tata ruang dalam adalah susunan dari ruang-ruang yang berkaitan satu sama lain menurut fungsi, kedekatan, atau alur sirkulasi sehingga terorganisir menjadi pola- pola bentuk ruang yang “koheren” (saling berkaitan erat).
2.1.2
Prinsip-prinsip penyusunan pola tata ruang dalam
Menurut Ching (1996) terdapat beberapa prinsip-prinsip organisasi yang dapat dipakai untuk menciptakan susunan di dalam suatu komposisi arsitektur. 1. Sumbu Sebuah garis yang terbentuk oleh dua buah titik di dalam ruang di mana terhadapnya bentuk-bentuk dan ruang-ruang dapat disusun. 2. Simetri Distribusi bentuk-bentuk dan ruang-ruang yang sama dan seimbang terhadap suatu garis bersama (sumbu) atau titik (pusat). 3. Hierarkhi Penekakan suatu hal yang penting atau mencolok dari suatu bentuk atau ruang menurut besarnya, potongan atau penempatan secara relative terhadap bentukbentuk dan ruang-ruang lain dari suatu organisasi. 4. Irama Penggunaan pola-pola yang sama dan resultante dari irama-irama untuk mengorganisisr satu seri bentuk-bentuk atau ruang-ruang yang serupa. 5. Datum Sebuah garis, bidang, atau ruang yang oleh karena kesinambungan dan keteraturannya
berguna
untuk
mengumpulkan,
mengelompokan,
mengorganisir suatu pola bentuk-bentuk dan ruang-ruang.
dan
14
6. Transformasi Prinsip-prinsip tentang konsep-konsep arsitektur atau organisasi yang dapat dipertahankan, diperkuat, dan dibangun melalui serentetan manipulasi dan transformasi. Menurut Paul Lesau (1980), ruang dalam rumah tinggal terbagi dalam 4 zona besar ruang, yaitu: 1. Zona Publik Secara umum adalah ruang dengan fungsi manfaat yang digunakan untuk kepentingan publik atau umum. Pada zona ini ini penggunaka dapat melakukan aktifitas di dalam zona tersebut tanpa harus meminta izin pemilik rumah. 2. Zona Semi Publik Ruang semi publik merupakan ruang dengan fungsi dan manfaat untuk kepentingan privat dan publik, jika ingin menggunakan zona ini harus seizin pemilik. 3. Zona Privat Zona privat adalah ruang dengan fungsi dan manfaat hanya untuk kepentingan privat (pemilik). Orang luar tidak diperkenankan masuk ke zona privat karena pada zona ini pemilik melakukan aktivitas pribadi mereka. 4. Most Privat/Servis Zona most privat adalah ruang dengan fungsi dan manfaat untuk aktivitas servis (pelayanan).
2.1.3
Aspek yang mempengaruhi pola tata ruang dalam
Menurut Rapoport (1969), ada lima aspek yang mempengaruhi bentuk rumah tinggal, sebagai berikut: 1. Kebutuhan dasar manusia Manusia memiliki kebutuhan yang berbeda untuk standar kenyamanan hidupnya. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh ukuran tubuh, perilaku, budaya dan lingkungan sekitar. 2. Keluarga Masyarakat mempunyai struktur keluarga yang berbeda, baik keluarga besar (extended family) atau keluarga kecil/inti ( nuclear family), akan mempengaruhi bentuk rumah.
15
3. Posisi Wanita Sejauh mana peranan wanita dalam sistem keluarga sebagai penghuni rumah. 4. Privacy Kebutuhan akan privacy pada tiap masyarakat pun berbeda sesuai dengan budaya yang ada. 5. Hubungan sosial Sebagai
makhluk
sosial,
manusia
membutuhkan
ruang-ruang
yang
memungkinkan mereka dapat bertemu dan berinteraksi sosial. Oliver (1987), menjelaskan bahwa perwujudan suatu bangunan rumah didasari oleh
kepentingan-kepentingan
yang
berkaitan
antara
lain
dengan
organisasi
permukiman, hubungan kebutuhan teori dengan tapak, struktur sosial, ekonomi, keadaan pasar dan sistem komunikasi, dan bagaimana tipe bangunan hunian tersebut dipengaruhi oleh tersedianya yang memungkinkan, kecakapan membangun dan teknologi. Menurut Abraham Maslow (1943) manusia mempunyai kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi (Gambar 2.1). Kebutuhan harus
maslow memenuhi
kebutuhan yang paling penting
dahulu
kemudian meningkat ke yang
tidak
penting.
Untuk
terlalu dapat
merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan
dahulu
kebutuhan yang berada pada
tingkat
bawahnya. Gambar 2.1 Hierarkhi kebutuhan Marslow (Sumber: www.stationarypilgrim.wordpress.com)
di
16
Menurut Triyanto (2001), menyataan bahwa dengan melalui elemen-elemen pembentuknya,
sebuah
ruang
dapat
dianilisis.
Caranya
yakni
dengan
mempertimbangkan berdasarkan material, teknik, fungsi sosial yang timbul serta gaya yang terkandung di dalamnya seperti penjelasan di bawah ini: 1) Material, objek, warna, teknik, yaitu dengan memperhatikan hal tersebut maka akan diketahui makna implisit yang terkandung di dalamnya. 2) Fungsi
sosial,
yaitu
menjelaskan
seberapa
jauh
kehadirannya
mampu
memberikan sumbangan terhadap kegiatan manusia yang berinteraksi di dalamnya. 3) Gaya, yaitu dengan memperhatikan hal tersebut maka akan diketahui pula jenis budayanya.
2.2
Perubahan tata ruang dalam
2.2.1
Pengertian perubahan
Menurut pendapat Habraken (2004) bahwa perubahan merupakan hasil intervensi dari manusia, individu kelompok atau organisasi dan institusi dalam kontrol suatu bagian tempat terjadinya perubahan kemampuan untuk merubah realita fisik adalah suatu kekuasaan, dikatakan kekuasaan karena semua orang mempunyai kemampuan untuk memutuskan perletakan, pemindahan atau pergeseran suatu elemen. Menurut Gerth & Mills (1946), menguraikan tentang enam hal yang menyangkut perubahan. Dikatakan bahwa dalam perubahan, akan tergambarkan tentang hal-hal sebagai berikut: a. Apa yang berubah; b. Bagaimana hal tersebut berubah; c. Arah perubahan; d. Kecepatan perubahan; e. Sebab-sebab perubahan; f. Faktor-faktor penting yang ada dalam perubahan. Beberapa poin dari enam hal tersebut akan digunakan sebagai bahan analisis guna mendeskripsikan perubahan pola tata ruang dalam pada rumah tinggal kolonial di kawasan Klojen Malang. Poin-poin yang dipilih berdasarkan rumusan masalah serta kelengkapan data yang didapat.
17
2.2.2
Kategori perubahan
Terdapat beberapa kategori perubahan menurut Lesau (1980), adalah sebagai berikut: 1. Transformasi bersifat Topologikal (geometri) Bentuk geometri yang berubah dengan komponen pembentuk dan fungsi ruang yg sama. 2. Transformasi bersifat Gramatika hiasan (ornamental) Dilakukan dengan menggeser, memutar, mencerminkan, menjungkir-balikan, melipat, dll. 3. Transformasi bersifat Reversal (kebalikan) Pembalikan citra pada figur objek yang akan ditransformasi dimana citra objek dirubah menjadi citra sebaliknya. 4. Transformasi bersifat Distortion (merancukan) Kebebasan perancang dlm beraktifitas.
2.2.3
Proses perubahan
Perubahan terjadi melalui proses. Proses tersebut menurut Alexander (1987), adalah sebagai berikut: 1. Perubahan terjadi secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit 2. Tidak dapat diduga kapan dimulainya dan sampai kapan proses tersebut akan berakhir, tergantung dari faktor yg mempengaruhinya 3. Komprehensif dan berkesinambungan 4. Perubahan yang terjadi mempunyai keterkaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang ada dalam masyarakat. Proses perubahan mengandung dimensi waktu dan perubahan sosial budaya masyarakat yang menempatinya yang muncul melalui proses panjang yang selalu terkait dengan aktifitas- aktifitas yg terjadi pada saat itu.
2.3
Faktor penyebab perubahan pola tata ruang dalam
Seiring dengan kemajuan zaman, gaya hidup manusia akan terus mengalami perkembangan, termasuk di dalamnya aspek sosial budaya, aspek ekonomi, aspek pendidikan, aspek politik dan sebagainya. Betapapun sederhananya, hunian adalah hasil kebudayaan manusia dalam bentuk bangunan fisik dan memiliki fungsi serta nilai-nilai tertentu. Hunian disusun dari berbagai komponen material yang diperoleh manusia dari
18
lingkungan
alam.
Melalui
rumah,
manusia
membentuk,
melestarikan,
dan
mengembangkan keluarga. Dengan demikian manusia menjadikan dirinya sebagai satuan ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik, yang mencerminkan pranata-pranata sosial dan kebidayaan yang berlaku dalam masyarakat (Tri yanto, 2001). Menurut Habraken (1976), faktor-faktor yang menyebabkan perubahan adalah: 1. Kebutuhan identitas diri (identification) Pada dasarnya orang ingin dikenal dan ingin memperkenalkan diri terhadap lingkungan. 2. Perubahan gaya hidup (life style) Perubahan struktur dalam masyarakat, pengaruh kontak dengan budaya lain dan munculnya penemuan-penemuan baru mengenai manusia dan lingkungannya. 3. Penggunaan teknologi baru Timbulnya perasaan ikut mode, dimana bagian yang masih dapat dipakai secara teknis (belum mencapai umur teknis dipaksa untuk diganti demi mengikuti mode). Menurut Rapoport (1969), faktor yang melandasi terjadinya perubahan rumah yang relative bagi penghuni berkaitan dengan adanya perkembangan pengetahuan dan kemampuan manusia dalam mengendalikan alam. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor, yaitu kemajuan secara dasar (hasrat), sikap (motivasi), pengaruh eksternal, pribadi yang menonjol, peristiwa dan tujian bersama. Rapoport (1969) merincikan bahwa hubungan antara perubahan rumah dan lingkungan binaan dengan perubahan cara pandang, dalam suatu kelompok masyarakat, secara berjenjang seperti:
Perubahan rumah dan lingkungan binaan mencerminkan adanya perubahan aktivitas penghuni dan pengguna;
Perubahan aktivitas ini dapat dibaca sebagai konsekuensi dari terjadinya perubahan gaya hidup ( life style) dari penghuni atau pengguna dari suatu rumah atau suatu lingkungan binaan; dan
Perubahan gaya hidup ( life style) yang merupakan akibat dari adanya perubahan rujukan terhadap nilai-nilai baru merupakan konsekuansi dari perubahan cara pandang dari sekelompok masyarakat terhadap nilai-nilai. Teori ini menjadi referensi proses pengumpulan data. Dibutuhkan data seakurat
mungkin tentang bagaimana tata ruang rumah tinggal kolonial di kawasan Klojen pada
19
awal dibangun. Hal ini berguna untuk mendeskripsikan kondiai awal pola ruang, dan sebagai parameter perubahan spasial ruang. Hersey dan Blanchard (1977), Nampak bahwa masyarakat kota cenderung selalu melakukan perubahan berdasarkan perkembangan sosialnya, baik dengan proses akumudasi, adaptasi, dan asimilasi. Selanjutnya perubahan tersebut berlangsung secara bertahap mulai dari pengetahuan, sikap, dan perilaku. Menurut Sari (2007), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perubahan. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Perubahan sosial Faktor lingkungan fisik, perubahan penduduk, isolasi dan kontak, struktur masyarakat, sikap dan nilai-nilai, kebutuhan yang dianggap perlu dan dasar budaya masyarakat. 2. Perubahan budaya Budaya sebagai sistem nilai terlihat dalam gaya hidup masyarakat yang mencerminkan status, peranan kekuasaan, kekayaan, keterampilan. 3. Perubahan ekonomi Kekuatan yang paling dominan dalam menentukan perubahan lingkungan fisik adalah kekuatan ekonomi (Rossi, 1982). 4. Perubahan politik Peran aspek politis melalui bentuk intervensi non fisik melalui kebijakan pengembangan kawasan (Rossi, 1982).
2.4
Tinjauan rumah tinggal
Newmark mengenai istilah tentang rumah sebagai tempat tinggal antara lain: 1. Shelter , sebagai tempat berlindung secara fisik; 2. House, sebagai tempat bagi manusia untuk melakukan kegiatan sehari-hari; 3. Home, Sebagai tempat tinggal atau hunian bagi seseorang atau keluarga yang merupakan sebuah lingkungan psiko-sosial. Gaya bangunan kolonial Belanda yang tampak megah dan mewah pada masa itu menimbulkan kekaguman pada rakyat pribumi. Bagi masyarakat pribumi saat itu, dapat membangun rumah seperti layaknya rumah para koloni Belanda merupakan suatu kebanggan tersendiri. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan arsitektur kolonial Belanda masuk pada permukiman masyarakat pribumi dalam berbagai
20
kalangan. Mereka tidak hanya sekedar meniru fasade luar bangunan, namun juga bentuk dan tata ruang dalam bangunan. Menurut Junianto (2002: 98), bentuk rumah bergaya Indis sepintas tampak seperti bangunan tradisional dengan atap berbentuk joglo limasan dengan bagian depan berupa selasar terbuka. Pengaruh budaya barat terlintas pada pilar-pilar bbesar, seperti pada gaya bangunan Yunani dan Romawi. Arsitektur merupakan wujud aktivitas ”desain” yang cukup tua sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri. Sejak surutnya masa kejayaan kebudayaan Hindu dan Islam di Indonesia, pada masa kolonial awal pembangunan perumahan dan kawasan hunian memiliki kecenderungan mengadopsi kebudayaan arsitektur yang ada di Eropa. (Sachari, 2002:57). Rumah tipe ini, kemudian menjadi ciri rumah-rumah (toko) orang-orang Cina, setelah orang-orang Belanda sendiri mengganti tradisi, untuk tidak hidup padat berdesak-desak di rumah-rumah sempit, tetapi membangun rumah dengan halaman luas sekelilingnya. Rumah-rumah tersebut di atas dikenal sebagai ” Landhuizen”. Bentuknya mula-mula tanpa serambi tetapi lama kelamaan berdasarkan kebutuhan dan penyesuaian terhadap iklim, maka terciptalah tipe-tipe rumah dengan serambi mukka yang lebar seakan-akan pendopo, sebuah gang dengan kanan-kirinya kamar tidur, serambi belakang dan bangunan-bangunan samping untuk dapur, akmar mandi, kamarkamar pelayan dan sebagainya (Sumintardja, 1978).
2.4.1
Pola tata ruang dalam pada rumah tinggal kolonial
Handinoto (1996) menyatakan sebenarnya gaya arsitektur Indische Empire St yle juga dipengaruhi oleh tipe arsitektur landhuis yang banyak terdapat di pinggiran kota Batavia pada abad 18 dan 19. Karakteristik arsitekturnya dapat digambarkan sebagai berikut: Denahnya simetri penuh. Temboknya tebal, langit-langitnya tinggi, lantainya dari marmer. Di tengah ruangnya terdapat central room yang besar yang berhubungan langsung dengan beranda depan dan beranda belakang. Beranda depan dan belakang tersebut biasanya sangat luas dan terbuka. Di ujung beranda tersebut terdapat barisan kolom Yunani (Doric, Ionic, atau Korinthia), berfungsi sebagai pendukung atap yang menjulang ke atas. Di sebelah kiri dan kanan dari central room tersebut terdapat kamarkamar tidur. Dapur, kamar mandi serta fasilitas servis lainnya, seperti gudang dan sebagainya, merupakan bagian tersendiri yang letaknya di bagian belakang, yang
21
dihubungkan dengan rumah induk dan galeri. Keseluruhan bangunan biasanya terletak pada sebidang tanah yang cukup luas dengan kebun di depan, samping, dan belakang. Gaya Indische Empire tersebut tidak saja diterapkan pada rumah-rumah tinggal, tetapi juga pada bangunan umum yang lain seperti gudang pengadilan, gedung societeit dan sebagainya. Bahkan gaya Indische Empire ini kemudian meluas pada semua lapisan masyarakat di kurun waktu tahun 1850-1900-am. Menurut Handinoto (1996) Rumah-rumah yang dibangun mayoritas memiliki gaya kolonial dengan ciri khas sebagai berikut (Gambar 2.2):
Denah simetri,
Tembok tebal,
Langit-langit tinggi;
Beranda depan dan belakang yang luas dan terbuka;
Di tengah ruang, terdapat central room besar yang berhubungan langsung dengan beranda depan dan beranda belakang;
Kamar-kamar tidur di sebelah kanan-kiri central room; dan
Fasilitas servis lain terletak di bagian belakang terpisah dengan bangunan induk.
Gambar 2.2 Ciri khas pada rumah tinggal kolonial Sumber: Redraw, Handinoto (1996)
22
2.4.2
Perkembangan Tata Ruang Dalam pada Rumah Tinggal Kolonial
Menurut Handinoto (1996) perkembangan arsitektur kolonial Belanda digolongkan menurut waktu, yaitu pada abad ke-19 (tahun 1850-1900), awal abad ke20 (tahun 1900-1915), dan tahun 1916-1940. Arsitektur Kolonial abad ke-19 (1850-1900)
Arsitektur kolonial dalam kurun waktu ini dikenal sebagai gaya Indische Empire Style. Gaya ini mengadopsi dari gaya arsitektur Prancis, Empire Style, yang
disesuaikan dengan lingkungan, iklim serta tersedianya material pada saat itu. Karakteristik arsitektur Indische Empire Style (Gambar 2.3):
Denah simetri penuh;
Tembok tebal
Langit-langit tinggi
Terdapat central room yang berhubungan langsung dengan beranda depan dan belakang;
Kamar tidur disebelah kanan-kiri central room; dan
dapur, kamar mandi, gudang dan fasilitas servis diletakkan di bagian belakang, terpisah dari rumah induk.
Gambar 2.3 Ciri khas pada rumah tinggal kolonial abad ke-19 (1850-1900) Sumber: Redraw, Handinoto (2007)
23
Perkembangan Arsitektur 1900-1915.
Arsitektur yang berkembang pada tahun ini merupakan arsitektur awal modern yang berkarakteristik (Gambar 2.4):
Denah bangunan masih ada yang berpola simetri;
Terdapat unsur tower pada pintu masuk utama;
Penyelesaian detail yang sangat rinci.
Gambar 2.4 Ciri khas pada rumah tinggal kolonial pada 1900-1915 dengan gaya arsitektur awal modern
Perkembangan Arsitektur 1916-1940.
Arsitektur Kolonial yang berkembang antara tahun 1916-1940 sering disebut sebagai arsitektur yang lebih mengutamakan fungsional. Di Eropa dikenal dengan gaya International Style. Kemudian gaya tersebut diadaptasikan dengan iklim setempat,
bahan yang tersedia, dan teknologi yang ada. Di Malang, pada zaman itu aliran ini dikenal dengan nama Nieuwe Bouwen (Gambar 2.5) dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Ruangan (dengan tata letak yang efisien lantai rencana, fasilitas yang memadai dan optimal sinar matahari) adalah yang paling penting.
Menekankan pentingnya site plan yang fungsional dengan tata ruang yang terbuka dan lebih fleksibel.
Terdapat atap datar;
24
Gevel horizontal;
Volume bangunan yang berbentuk kubus;
Didominasi warna putih.
Gambar 2.5 Ciri khas pada rumah tinggal kolonial abad ke-19 (1916-1940) dengan gaya International Style atau Nieuwe Bouwen
2.5
Arsitektur Kolonial
Salah satu tinggalan budaya masa lalu di suatu kota adalah bangunan. Bangunan merupakan salah satu gubahan arsitektur atau karya seni manusia yang mencerminkan gaya pada suatu masanya. Hal itu dipengaruhi oleh keadaan geografis, geologis, iklim dan budaya (Sumintardja, 1978: 4). Bangunan dan kawasan bersejarah dapat menambah citra dan identitas bagi suatu kota. Keeksistensian bangunan bersejarah mampu membentuk nilai-nilai lokalitas dalam wujud arsitektural yang memberikan citra tersendiri bagi suatu kota (Johana 2004:1). Citra dan identitas kawasan seringkali menjadi tolok ukur bagi kualitas suatu lingkungan, khususnya menyangkut cara pandang orang terhadap nilai lingkungan tersebut. Dengan kuatnya citra kawasan, identitas pun akan muncul sebagai suatu pembedaan terhadap kawasan-kawasan lainnya. Identitas ini menjadi ciri tersendiri bagi suatu kawasan (Muharam 2002:1). Bangunan kolonial adalah bangunan bercorak arsitektur kolonial yang dimanfaatkan untuk kegiatan fungsional di zaman kolonial (Radjiman, 1997:4). Ciri-
25
ciri umum bangunan yang bersifat kolonial adalah bangunan tinggi, kokoh, dan beratap datar untuk gedung serta atap miring untuk perumahan biasa dan memiliki detail-detail tertentu (Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Arsitektur Peninggalan Kolonialisme di Malang Sumber: Handinoto (2007)
Kejayaan pemerintahan Belanda pada masa itu menjadi suatu kebanggan bagi orang-orang yang terlihat di dalamnya. Termasuk pula orang-orang pribumi yang bekerja di pemerintahan. Dijelaskan oleh Hasibuan (2002: 102), keunggulan mereka telah membuat rakyat pribumi bertekuk lutut dan tidak dapat berkutik selain memandang mereka sebagai bangsa yang layak dikagumi. Dan jeleknya kekaguman ini, setelah sekian lama, menjadi rasa rendah diri, rasa tidak percaya diri yang membuat bangsa ini tidak ingin berfikir dan tidak dapat mandiri. Kekuasaan seakan menggusur nilai budaya dan jati diri bangsa Indonesia. Rasa rendah diri dan ketidakpercayaan diri inilah yang mengakibatkan Belanda dapat dengan leluasa maasuk ke dalam segala aspek, terutama aspek pembangunan. Ditegaskan oleh pernyataan Tutuko (2003), bahwa pemerintah Belanda mengukuhkan bangunan kolonial sebagai gaya bangunan yang harus ditaati, sebagai simbol kekuasaan, status sosial, dan kebanggaan penguasa saat itu.
26
2.5.1
Masuknya arsitektur kolonial ke Malang
Belanda mulai menguasai Malang pada tahun 1767. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, kota Malang masih merupakan salah satu kota yang kecil dibawah kerasidenan Pasuruan. Kota malang termasuk salah satu kota yang banyak dipilih oleh para pembesar pemerintah Belanda sebagai tempat peristirahatan, mengingat letaknya yang berada pada ketinggian ± 450 m dpl, sehingga dengan kondisi demikian udara di kota ini terasa sejuk dan nyaman. (Handinoto et al., 1996) Keberadaan kolonial Belanda di Malang membawa pengaruh besar pada perkembangan kota. Bangunan-bangunan publik dan fasilitas kota mulai bermunculan, dan semakin banyak pula warga Belanda yang datang dan menetap di Malang. Karakteristik bangsa-bangsa penjajah yang mencintai dan mengagungkan bangsanya terlihat dalam bangunan-bangunan yang dibangun pada masa pemerintahan belanda baik bangunan pemerintahan, bangunan umum maupun rumah tinggal. Warga Belanda yang datang ke Malang membangun ruumah tinggal mereka menyerupai bangunan yang ada di negara Belanda untuk menciptakan suasana nyaman seperti berada di negeri sendiri.
2.5.2
Pendirian
Gemeente
Pada awal perkembangannya, Kota Malang masih berupa kota kabupaten kecil di bawah Karesidenan Pasuruan. Seiring dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah Hindia-Belanda berupa Undang-undang Desentralisasi, Malang memperoleh status Gemeente (Kotamadya) pada tanggal 1 April 1914 berdasarkan Staadsblad No. 297. Pemisahan pemerintahan kota dan kabupaten tersebut mendasari munculnya BouwplanII, yaitu membentuk daerah pusat pemerintahan baru. Setelah Kota Malang menjadi Gemeente, kota ini menjadi kota terbesar kedua di Jawa Timur dan terkenal sebagai kota yang indah dan terencana secara baik, sehingga sering dijuluki sebagai kota terindah. Pembentukan Gemeente ini pulalah yang membuat arsitektur kolonial di Malang berkembang pesat (Gambar 2.7). Terutama di pusat pemerintahan, yaitu di sekitar alun-alun.
27
Gambar 2.7 Perkembangan kota Malang sangat pesat pasca pendirian gemeente Sumber: Handinoto (1996)
2.6
Studi-studi yang Pernah Dilakukan
Berdasarkan studi mengenai penelitian yang pernah dilakukan dengan tema yang sama dengan studi ini, didapatkan beberapa hasil yang dapat menunjang penelitian ini. Hasil dari studi-studi sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Mengenai pola tata ruang dalam Menurut Tirtisari (2006), Pola dan susunan ruang rumah Belanda diadopsi setelah perubahan eksterior, seperti atap. Pada pola dan susunan ruang yang baru, terlihat bahwa hirarki ruang tidak lagi bergradasi dari publik ke privat, tetapi ada „pencampuran‟ ruang publik dan ruang privat. Menurut Nilam (2008) pola simetris ruang pada rumah tinggal kolonial rakyat adalah: 1) Pola simetris pada rumah tinggal kolonial di permukiman kayu tangan malang, tidak ada yang memiliki pola simetris murni secara integral atau menyeluruh berdasarkan bentuk yang berkaitan dengan ruang di dalamnya. 2) Pola simetris pada rumah tinggal kolonial di permukiman kayu tangan malang, dilihat secara total atau berdasarkan pola ruang keseluruhan bangunan tidak ada yang memiliki pola simetris murni. Pola simetris yang terbentuk mayoritas adalah pola simetris seimbang berdasarkan grid ruang. 3) Pola simetris pada rumah tinggal kolonial di permukiman kayu tangan malang, dilihat secara parsial atau berdasarkan masing-masing ruang, ruang
28
yang paling banyak ditemukan berpola simetris adalah ruang pada bagian depan rumah, yaitu teras rumah. 4) Pergeseran pola simetris yang terjadi adalah pola simetris murni yang banyak ditetapkan pada seluruh ruang pada bangunan-bangunan kolonial, tidak terjadi pada kasus rumah tinggal kolonial di permukiman kayutangan malang. Simetris murni hanya ditemukan pada bagian teras. Konon, fasade rumah dibuat se-simetris mungkin sesuai tren yang ada pada masa itu, namun karena keterbatasan biaya dan lahan maka ruang bagian dalam menyesuaikan dengan kebutuhan sang penghuni rumah. 5) Mayoritas perubahan ruang yang terjadi pada kasus rumah tinggal kolonial di permukiman kayutangan malang dikarenakan adanya kebutuhan akan ruang usaha, kebutuhan kamar tidur, kenyamanan area servis, serta faktor keamanan. 6) Perubahan ruang yang dilakukan tidak dengan pertimbangan faktor pola simetris pada ruang. Perubahan tersebut dilakukan selama masih tersedia ruang yang fleksibel dan biaya memadai. 7) Pola simetris pada ruang rumah tinggal tidak cocok dengan pola aktivitas pemakaian yang dinamis
2. Mengenai Rumah Tinggal Menurut Kartono (1999), Ruang-ruang pada arsitektur Timur dan Barat awalnya sama-sama memiliki konsep mitologi dan kosmologi. Namun, dalam perjalannya bangsa Barat mulai meninggalkan tahapan mistis dan mulai memasuki tahapan ontologis. Sedangkan masyarakat Timur cenderung mempertahankan kebudayaan mistisnya, walaupun saat ini saat ini mulai memudar. Pemahaman tentang makna ruanga yang terjadisebenarnya tidak dapat dibedakan secara hitam-putih antara msayarakat Timur dan Barat, karena memiliki perbedaan wujud dan makna ruang yang dijadikan wadah aktifitasnya. Menurut Nurjanah (2007), Karakteristik ruang rumah rakyat era kolonial Belanda adalah sebagai berikut: 1) Pembagian ruang-ruangnya yang masih sangat sederhana. Ini terjadi karena pengetahuan dan gaya hidup rakyat dipengaruhi faktor ekonomi keluarga
29
dan status social pada saat itu sangat mempengaruhi pembagian ruang rumah mereka. 2) Ruang-ruang depannya mencerminkan keterbukaan dan kekeluargaannya karena fleksibilitasnya. 3) Pembagian ruang sangat sederhana, namun tetap memperhatian keberadaan ruang publik dan privat. 4) Fungsi tiap ruang sangat fleksibel. 5) Umumnya organisasi ruang atau pola hubungan ruang dapat dibedakan antara area depan cenderung untuk aktifitas pria dan area belakang cenderung untuk aktivitas wanita 6) Hierarkhi dan zoning ruang tidak dapat ditentukan dengan pasti dikarenakan sifat ruang yang fleksibel
3. Mengenai Arsitektur Kolonial Menurut Titisari (2006), dalam mengadopsi gaya Kolonial, yang pertama kali diubah oleh pemilik rumah adalah mengganti bentuk atap. Bentuk yang ditiru adalah perisai atau limasan yang memanjang kebelakang. Pola dan susunan ruang rumah Belanda diadopsi pada tahap berikutnya. Gaya arsitektur kolonial ternyata banyak ditiru pada bentuk fisik rumah. Sedangkan Pola ruangnya berubah dalam waktu yang lebih lama, hal ini menunjukan bahwa pola ruang lebih mampu bertahan dibandingkan bentuk fisiknya.
4. Mengenai Kawasan Kidul Dalem atau sekitarnya Menurut Handinoto (1996), sebagian besar bangunan umum sebelum th. 1920 an kebanyakan dibangun disekitar alon-alon, karena pusat kotanya masih terletak disana. Jumlahnya tidak terlalu banyak karena kota Malang masih belum mengalami perkembangan yang pesat. Pola
permukimannya
terbentuk
disekeliling
alon-alon
menurut
pengelompokan dari masyarakat majemuk yang menjadi penghuni kotanya. Orang Belanda tinggal di dekat pusat pemerintahan serta jalan-jalan yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Orang Cina yang sebagian besar merupakan pedagang perantara tinggal disekitar pasar, yang disebut sebagai
30
daerah Pecinan, sedangkan orang Pribumi setempat tinggal di gang-gang disekitar daerah alon-alon. Sampai tahun 1914, Malang masih merupakan sebuah kota Kabupaten yang kecil di pedalaman. Oleh sebab itu peninggalan arsitektur kolonial sebelum th. 1900an, boleh dikatakan sangat minim sekali. Sebagian besar bangunan kolonial yang sekarang masih ada di Malang pada umumnya dibangun setelah tahun 1920 an,yang digolongkan sebagai arsitektur kolonal modern.
Studi mengenai penelitian sejenis dimaksudkan untuk mengetahui dan mempelajari bagaimana peneliti lain melakukan analisa. Penelitian sejenis yang dianggap memiliki kesamaan mengenai Pola tata ruang dalam, rumah tinggal, maupun Arsitektur Kolonial Belanda adalah sebagai berikut ( Tabel 2.1):
31 Tabel 2.1 Penelitian Terkait yang Pernah Dilakukan
No.
1.
Peneliti dan Objek Penelitian
Ema Yunita Titisari (2006) Gaya Arsitektur kolonial Belanda pada Rumah Rakyat di Sekitar PG Kebon Agung Malang
Metode Penelitian
Metode Deskriptif Empirik
Tujuan
Mengetahui bentuk rumah rakyat periode 1900-1945 di sekitar PG Kebon Agung Menumukan gaya kolonial Belanda dan mengetahui penerapannya pada rumah tersebut.
Hasil Penelitian
Dalam mengadopsi gaya Kolonial, yang pertama kali diubah oleh pemilik rumah adalah mengganti bentuk atap. Bentuk yang ditiru adalah perisai atau limas an yang memanjang kebelakang.
Temuan Terkait Tema Penelitian yang akan Dilakukan
Pembeda
Merupakan kajian yang memberikan wacana mengenai arsitektur kolonial yang diterapkan pada rumah rakyat.
Kajian yang akan dilakukan lebih difokuskan pada pola tata ruang dalam.
Merupakan kajian yang memberikan wacana mengenai faktor terbentuknya karekteristik bangunan kolonial.
Kajian yang akan dilakukan lebih fokus pada tata ruang dalam.
Pola dan susunan ruang rumah Belanda diadopsi pada tahap berikutnya. Pada pola dan susunan ruang yang baru, terlihat bahwa hirarki ruang tidak lagi bergradasi dari publik ke privat, tetapi ada „pencampuran‟ ruang publik dan ruang privat. Gaya arsitektur kolonial ternyata banyak ditiru pada bentuk fisik rumah. Sedangkan Pola ruangnya berubah dalam waktu yang lebih lama, hal ini menunjukan bahwa pola ruang lebih mampu bertahan dibandingkan bentuk fisiknya.
2.
Chairil Budiarto Amiuza (2006) Tipologi Rumah Tinggal Administratur PG Kebon Agung di Kabupaten Malang
Metode penelitian survey deskriptif dengan metode penelitian historis. Pendekatan diagnostik, deskriptif, dan teoritis
Mengidentifikasi tipologi arsitektur bangunan rumah tinggal pimpinan (administratur) pabrik gula PG Kebon Agung Malang
Karakteristik bangunan ditunjukan oleh fungsi hunian dengan tingkat pelayanan yang komplek. Sesuai dengan strata pimpinan pabrik, dan alih fungsi dari tempat kediaman pemilik perkebunan.
Menemukan Faktor-faktor penyebab dan proses terbentuknya karakteristik bangunan tersebut
Pola tatanan spasial bangunan hunian yang ada tersebut terdapat pola yang cukup spasifik dan unik, hierarkhi publik-privat eksternal (muka-belakang) dan internal (sampingtengah) menunjukan masih adanya pola
32
No.
Peneliti dan Objek Penelitian
Metode Penelitian
Tujuan
Hasil Penelitian
Temuan Terkait Tema Penelitian yang akan Dilakukan
Pembeda
tatanan spasial langgam Indische sebelumnya. Faktor-faktor penyebab dan proses terbentuknya karakteristik tersebut, bisa jadi adanya perkembangan, perubahan dan pergeseran budaya mencakup status socialekonomi, seni-teknologi dalam rentang waktu masa kolonial Belanda ke masa Republik Indonesia.
3.
Asmarani Februandari (2005) Pola Spasial Rumah Tinggal Orang Arab. Studi Kasus; Rumah tinggal orang Arab pedagang di Ampel-Surabaya
Metode kualitatif dan kuantitatif. Menggunakan uji chi-square, uji Hierarchical Cluster analysis, serta uju tabulasi silang.
Mengidentifikasi pola spasial rumah tinggal orang Arab kawasan Ampel di Surabaya
Terdapat tiga pola spasial rumh tinggal orang Arab apabila ditinjau dari pengelompokan jenis ruang, pola berhuni, hierarkhi ruang, dan pembagian daerah wanita-pria. Berdasarkan besaran lahan dan pola sirkulasi terdapat dua Mengidentifikasi Faktorpola spasial rumah tinggal orang Arab di faktor yang mempengaruhi kawasan Ampel. pola spasial rumah tinggal orang Arab pada kawasan Faktor jenis pekerjaan tidak mempunyai Ampel di Surabaya pengaruh terhadap terbentuknya pola spasial rumah tinggal orang Arab. Faktor luas lahan dan konsep ikhtilat mempunyai pengaruh terhadap terbentuknya pola spasial rumah tinggal orang Arab.
Merupakan kajian yang memberikan wacana mengenai pola tata ruang dalam.
Kajian yang dilakukan mengambil rumah tinggal orang Arab sebagai objek penelitian.
4.
J. Lukito Kartono (1999) Ruang, Manusia, dan Rumah Tinggal: Suatu Tinjauan Perspektif kebudayaan “Timur” dan Barat”
Metode kualitatif Menggunakan pendekatan studi literatur dan teoritis
Mengidentifikasi makna ruang dalam rumah tinggal dengan kaitannya dengan manusia dalam perspektif kebudayaan Timur maupun kebudayaan Barat.
Merupakan kajian yang memberikan wacana mengenai rumah tinggal serta perbedayaan kebudayaan antara masyarakat timur (yang dalam penelitian ini
Kajian yang dilakukan sebatas teori yang berasal dari literatur.
Ruang-ruang pada arsitektur Timur dan Barat awalnya sama-sama memiliki konsep mitologi dan kosmologi. Namun, dalam perjalannya bangsa Barat mulai meninggalkan tahapan mistis dan mulai memasuki tahapan ontologis. Sedangkan masyarakat Timur cenderung mempertahankan kebudayaan mistisnya,
33
No.
Peneliti dan Objek Penelitian
Metode Penelitian
Tujuan
Hasil Penelitian
walaupun saat ini saat ini mulai memudar. Pemahamman tentang makna ruanga yang terjadisebenarnyatidak dapat dibedakan secara hitam-putih antara msayarakat Timur dan Barat, karena memiliki perbedaan wujud dan makna ruang yang dijadikan wadah aktifitasnya.
5.
Galih Widjil Pangarsa (2006) Ambachtsschool di Malang membentuk kelas pekerja agen perubahan Arsitektur Barat
Metode kualitatif Menggunakan pendekatan studi literatur dan teoritis
Menjelaskan bagaimana dan mengapa arsitektur di tingkat rakyat terpengaruh oleh karakteristik arsitektur dari bangunan dan kota-kota buatan Belanda yang dibangun pada masa kolonial Belanda.
Perkembangan Arsitektur rakyat di perkampungan pusat kota Malang pada masa kolonial Belanda, terjadi karena: 1) “Agen pekerja” pembaharuan yaitu para tukang tamatan Ambachtsschool dilatih dengan detail-detail dan standar-standar bangunan lalu menyiarkan pada masyarakat. 2) Mahalnya harga konstruksi bangunan dan jasa annemer (pemborong) bangunan bagi rakyat, maka: 3) Masyarakat perkampungan kota Malang memilih mempercayakan pembangunan rumah pada siapa saja yang “mengerti soal bangunan”. 4) Mereka yang “mengerti bangunan” tersedia cukup banyak di masyarakat. 5) Munculnya kreatifitas lokal yang spontan dengan tujuan menekan biaya dan memaksimalkan gotong royong. 6) “Kearifan lokal” berupa partisipasi sosial muncul dengan pragmatisme yang kemudian mendasari desain dan metoda konstruksinya.
Temuan Terkait Tema Penelitian yang akan Dilakukan
Pembeda
direpresentasikan dalam kelompok masyarakat pribumi) serta masyarakat Barat (yang dalam penelitian ini direpresentasikan dalam kelompok masyarakat Belanda/koloni)
Merupakan kajian yang memberikan wacana mengenai arsitektur kalangan pribumi di kota Malang
Bahasan ini lebih luas dalam konteks arsitektur, tidak hanya mengenai rumah tinggal
34
No.
6.
Peneliti dan Objek Penelitian
Metode Penelitian
Nilam Nirmalasari (2008) Pergeseran Pola simetri ruang rumah tinggal kolonial di Kawasan Kayutangan Malang
Metode kualitatifdeskriptifeksploratif
Tujuan
Mengidentifikasi, menganalisis, dan mendeskripsikan pergeseran yang terjadi pada pola ruang simetri rumah tinggal kolonial. Mengidentifikasi faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pergeseran pola ruang simetri
1)
2)
3)
4)
7.
Nunung Nurjanah (2007) Karakteristik ruang rumah rakyat era kolonial Belanda di sekitar P.G. Kedawung Pasuruan
Metode kualitatif serta content analysis
Menemukan karakteristik ruang pada rumah rakyat yang dibangun pada era kolonial di sekitar P.G. Kedawung Pasuruan
Temuan Terkait Tema Penelitian yang akan Dilakukan
Pembeda
Tidak ada rumah tinggal kolonial di Kayutangan yang memiliki pola simetris murni secara integral atau menyeluruh berdasarkan bentuk yang berkaitan dengan ruang di dalamnya. Tidak ada rumah tinggal kolonial di Kayutangan yang memiliki pola simetris murni. Pola simetris yang terbentuk mayoritas adalah pola simetris seimbang berdasarkan grid ruang. Ruang yang paling banyak ditemukan berpola simetris adalah ruang pada bagian depan rumah, yaitu teras rumah Fasade rumah dibuat se-simetris mungkin sesuai tren yang ada pada masa itu, namun karena keterbatasan biaya dan lahan maka ruang bagian dalam menyesuaikan dengan kebutuhan sang penghuni rumah.
Merupakan kajian yang membahas mengenai pola tata ruang dalam pada rumah tinggal polonial pada permukiman pribumi
Lebih spesifik meneliti mengenai pola simetris pada rumah tinggal kolonial.
Pembagian ruang-ruangnya yang masih sangat sederhana. Ini terjadi karena pengetahuan dan gaya hidup rakyat dipengaruhi faktor ekonomi keluarga dan status social pada saat itu sangat mempengaruhi pembagian ruang rumah mereka. Ruang-ruang depannya mencerminkan keterbukaan dan kekeluargaannya karena fleksibilitasnya. Pembagian ruang sangat sederhana, namun tetap memperhatian keberadaan ruang publik dan privat.
Merupakan kajian yang membahas mengenai pola tata ruang dalam pada rumah tinggal polonial pada permukiman pribumi
Variabel yang digunakan adalah organisasi, hierarkhi, serta bentuk dasar.
Hasil Penelitian
1)
2)
3)
35
No.
Peneliti dan Objek Penelitian
Metode Penelitian
Tujuan
Hasil Penelitian
4) 5)
6)
8.
Handinoto (1996) Perkembangan Kota Malang pada Jaman Kolonial (1914-1940)
Metode penyelidikan historis dokumenter dengan metode diskriptif dengan teknik survey
Memberikan gambaran yang jelas tentang proses perkembangannya sebagai pertimbangan untuk perkembangan kota tersebut dimasa datang
Temuan Terkait Tema Penelitian yang akan Dilakukan
Pembeda
Fungsi tiap ruang sangat fleksibel. Umumnya organisasi ruang atau pola hubungan ruang dapat dibedakan antara area depan cenderung untuk aktifitas pria dan area belakang cenderung untuk aktivitas wanita Hierarkhi dan zoning ruang tidak dapat ditentukan dengan pasti dikarenakan sifat ruang yang fleksibel
Sebagian besar bangunan umum sebelum th. 1920 an kebanyakan dibangun disekitar alonalon, karena pusat kotanya masih terletak disana. Jumlahnya tidak terlalu banyak karena kota Malang masih belum mengalami perkembangan yang pesat. Pola permukimannya terbentuk disekeliling alon-alon menurut pengelompokan dari masyarakat majemuk yang menjadi penghuni kotanya. Sampai tahun 1914, Malang masih merupakan sebuah kota Kabupaten yang kecil di pedalaman. Oleh sebab itu peninggalan arsitektur kolonial sebelum th. 1900 an (Indische Empire Style), boleh dikatakan sangat minim sekali. Sebagian besar bangnan kolonial yang sekarang masih ada di Malang pada umumnya dibangun setelah tahun 1920 an,yang digolongkan sebagai arsitektur kolonal modern.
Penelitian ini mendeskripsikan Kawasan yang akan dijadikan tempat penelitian
Daerah yang dideskripsikan dalam penelitian ini lebih laus, yaitu dalam cakupan kota
36
2.7
Kerangka pemikiran teoritis
Kerangka pemsikiran teoritis merupakan landasan yang digunakan dalam melakukan analisa dan pembahasan pada penelitian sebagaimana yang tersusun dalam bagan di bawah ini (Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran Teoritis
37
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Metode penelitian
Penelitian tentang pola ruang dalam pada bangunan rumah tinggal kolonial ini, dilakukan dengan mengamati pola tata ruang dalam bangunan lewat gambar denah atau pengamatan langsung dan interview dengan penghuni untuk menggali data dokumenter, yaitu dengan metode penelitian survey deskriptif. Pola tata ruang ini diidentifikasi dengan menganalisa gambar denah dari segi pola tata ruang dalam dalamnya, sehingga akan seperti apa pola tata ruang dalam yang terbentuk pada bangunan tersebut. Setelah diketahui pola tata ruangan dalamnya, kemudian diteliti apakah pterjadi perubahan pola tata ruang dalam rumah tinggal tersebut, sejak dibangun hingga saat ini. Jika terjadi perubahan pola tata ruang, dicari faktor apakah yang memnyebabkan perubahan tersebut. Jika semua variabel penelitian telah ditemukan, maka selanjytkan dibuat tabulasi untuk mencari kesimpulan dari kasus-kasus bangunan kolonial yang ada di Kidul Dalem Malang ini. Dalam pengamatan ini, nantinya akan digunakan gambar denah yang telah terkumpul dari kasus yang diambil. Tidak semua perubahan pada kasus akan dibahas, namun akan terwakili oleh kasus-kasus kecil, dengan pertimbangan bahwa pola tata ruang dalam pada bangunan rumah tinggal kolonial di kawasan Klojen Malang dinilai homogen.
3.2
Lokasi penelitian
Menurut Handinoto (1996), orang pribumi tinggal di gang-gang di daerah Djodipan, kebalen, Tumenggungan, kampong KlojenLor, dan sebagainya (Gambar 3.1). Fokus penelitian ini adalah pada bangunan kolonial yang dimiliki oleh masyarakat pribumi. Oleh karena itu, dipilih salah satu daerah tempat tinggal masyarakat pribumi pada saat itu, yaitu pada daerah Kidul Dalem.
38
Gambar 3.1. Persebaran penduduk pada masa kolonialisme Sumber: Redraw, Handinoto (1996)
Penentuan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1. Kawasan ini terletak dekat dengan alun-alun yang menjadi pusat kota. 2. Kawasan ini terletak dekat dengan pusat perdagangan. 3. Pada kawasan ini terdapat rumah-rumah kolonial.
39
3.3
Persiapan dan pelaksanaan penelitian
3.3.1
Tahap persiapan
Tahap persiapan merupakan langkah awal dalam penelitian ini. Oleh karena itu, diperlukan adanya persiapan sebelum melakukan proses penelitian yang meliputi kegiatan sebagai berikut: 1. Observasi berupa mencari tahu kawasan mana saja di kota Malang yang memiliki rumah tinggal kolonial. 2. Mengadakan observasi awal terhadap sejumlah rumah tinggal kolonial yang kawasan Kidul Dalem Klojen. Pengamatan terhadap rumah-rumah tersebut dilakukan untuk mendapatkan gambaran awal mengenai kondisi fisik rumah yang akan dijadikan objek penelitian. 3. Mendeskripsikan latar belakang penelitian, merumuskan permaslaahan, memaparkan tujuan dan manfaat penelitian, serta menjamin keaslian penelitian yang tercantum dalam bab I mengenai rumah tinggal kolonial di Kidul Dalem Malang ini. 4. Mencari teori dan lireatur maupun jurnal terkait dengan fokus penelitian, baik yang berkaitan dengan pola tata ruang, rumah tinggal pada masa kolonial, meupun mengenai kawasan Kidul Dalem malang sendiri. Jurnal yang menjadi rujukan ini dapat berkaitan secara langsung maupun tidak langsung namun masih relevan, maupun yang berkaitan secara selintas. Tinjauan pustaka yang telah disusun berfungsi sebagai landasan teori dan informasi awal yang berguna pada saat melaksanakan penelitian. Teori-teori tersebut juga digunakan sebagai alat analisa yang nantinya digunakan untuk menentukan variabel penelitian. 5. Memilih
pendekatan
metode
penelitian
yang
sesuai
dengan
fokus
permasalahan, yaitu mengenai pola tata ruang dalam rumah tinggal kolobial pada kawasan Kidul Dalem. Karena penelitian ini mengenai tata ruang dalam pada masing-masing rumah, maka digunakan metode penelitian survey deskriptif. Serta hasil yang ingin dicapai dalam penelitian yaitu berupa tata ruang dalam rumah tinggal sesuai dengan variabel yang telah ditentukan, perubahan yang terjadi, serta penyebab terjadinya perubahan tersebut. 6. Merencanakan
metode
pengumpulan
data
dan
pencatatannya,
yaitu
mempersiapkan instrument penelitian, yang dalam hal ini berupa pedoman wawancara dan kebutuhan data yang berisi nama pemilik, alamat, fungsi,
40
perubahan ruang, serta tahun pembangunan. Maupun gambar denah serta fungsi masing-masing ruang. 7. Merencanakan analisa data yang akan dilakukan sepanjang penelitian hingga pada masa penyusunan laporan penelitian. Analisa yang akan digunakan pada penelitian ini dilakukan pertama-tama dengan menetapkan variabel-variabel penelitian untuk mempermudah pembahasan. Variabel penelitian ini diambil dari hasil olah pustaka yang disesuaikan dengan objek penelitian, yaitu tata ruang dalam rumah tinggal kolonial. Yaitu dengan mengkroscek satu teori dengan teori yang lain, dalam hal ini teori mengenai karakteristik tata ruang dalam rumah tinggal kolonial yang ada dengan teori mengenai unsur-unsur yang mempengaruhi atau membentuk tata ruang dalam pada rumah tinggal pada umumnya. Setelah didapatkan variabel penelitian, setiap kasus bangunan akan dianalisa berdasarkan variabel yang telah ditetapkan. Hasil analisa tersebut kemudian akan ditabulasikan untuk mendapatkan pola tata ruang dalam yang terdapat pada rumah tinggal kolonial di Kidul Dalem Malang.
3.3.2
Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelitian terbagi menjadi beberapa kegiatan, antara lain sebagai berikut: 1. Pengambilan data primer dengan cara: observasi langsung di kasus-kasus rumah tinggal kolonial yang ada di Kidul Dalem, dan observasi langsung pada tiap kasus rumah tinggal kolonial yang ada dengan menggunakan instrument kebutuhan data seperti poin enam pada tahap persiapan. Data yang diambil dalam bentuk gambar berupa data dokumentasi foto maupun gambar denah, namun jika rumah telah mengalami perubahan, maka gambar denah asli sebelum mengalami perubahan juga ikut diambil datanya. Selain data tersebut, juga dilakukan wawancara untuk memperdalam informasi dengan responden dan narasumber yang berkompeten mengenai sejarah rumah serta penggunaan ruang-ruang yang ada di dalam rumah. 2. Pengambilan data sekunder berupa peta kawasan maupun foto kawasan. Data tersebut digunakan untuk menunjang penelitian, serta memberikan gambaran umum mengenai kawasan Kidul Dalem Malang.
41
3.3.3
Tahap evaluasi dan penyempurnaan data
Tahap evaluasi dan penyempurnaan data penelitian terbagi menjadi beberapa kegiatan, antara lain sebagai berikut: 1. Tahap Evaluasi Tahap ini merupakan tahap mengkoreksi ulang data-data yang telah didapatkan, dan melakukan pengecekan informasi tidak hanya kepada satu responden tetapi juga kepada responden lainnya yang berkompeten mengecek kevalidan data. Hal ini penting dilakukan agar apabila ada data yang salah dapat segera dikoreksi, sehiingga hasil penelitian dapat dipercaya validitasnya. 2. Tahap penyempurnaan data Tahap ini merupakan tahap untuk menyempurnakan data yang telah didapatkan. Seperti data gambar denah yang masih berupa sketsa digambar kembali agar memudahkan pembaca saat ditampilkan dalam laporan penelitian.
3.3.4
Tahap pengkajian dan pelaporan
Data-data dari pengumpulan hasil survei primer dan sekunder yang telah didapatkan kemudian dideskripsikan dan dianalisa berdasarkan variabel yang telah ditetapkan. Hasil analisa tersebut kemudian akan ditabulasikan untuk mendapatkan pola tata ruang dalam yang terdapat pada rumah tinggal kolonial di Kidul Dalem Malang. Setelah didapatkan pola tata ruang dalam pada Kidul Dalem, maka hasil tersebut dikroscek dengan kajian teoritis yang ada. Tahap selanjutnya adalah mengolah data yang ada serta memberikan kesimpulan terhadap temuan di lapangan. Data-data tersebut kemudian dituangkan pada hasil laporan penelitian, yaitu berupa produk penelitian tugas akhir (skripsi).
3.4
Variabel
Variabel digunakan untuk mempermudah mengkaji pola tata ruang dalam ruang rumah tinggal kolonial di Kidul Dalem. Pemilihan variabel ini bertujuan untuk mempermudah proses analisa kasus rumah tinggal kolonial di Kidul Dalem. Variabel ini diambil dari tinjauan teori yang sudah dirumuskan pada bab II. Variabel yang digunakan merupakan substansi dari teori menganai ciri khas rumah tinggal kolonial yang dikroscek dengan teori menganai tata ruang dalam yang ada. Untuk menjawab rumusan masalah pertama, pengambilan variabel dilakukan dengan mengkroscek ciri-ciri atau karakteristik tata ruang dalam yang dimiliki oleh
42
rumah tinggal kolonial dengan teori-teori mengenai tata ruang dalam (Gambar 3.2). Dari proses kroscek ini, didapatkan poin-poin yang beririsan. Poin-poin itulah yang kemudian dijadikan variabel untuk mengidentifikasi pola tata ruang dalam pada kasuskasus rumah tinggal masa kolonial di Kidul Dalem.
Gambar 3.2 Pengambilan variabel untuk menganalisa pola tata ruang dalam (Sumber: Handinoto (1996), Ching (1996), Triyanto (2001), Lesau (1980))
Setelah didapatkan variabel untuk menganalisa pola tata ruang dalam pada rumah tinggal masa kolonial. Selanjutnya diperlukan variabel penelitian untuk meneliti rumusan masalah selanjutnya, yaitu perubahan ruang. Pengambilan variabel dilakukan dengan mengkroscek beberapa teori mengenai perubahan tata ruang dalam (Gambar 3.3). Dari proses kroscek ini, dapat dilihat bahwa satu teori dapat menjelaskan teori lainnya. Dari teori perubahan menurut Gerth and Miles, ada dua poin yang sesuai dengan rumusan masalah. Untuk menjawab rumusan masalah kedua, yaitu Perubahan ruang apa saja yang terjadi pada rumah tinggal kolonial di kawasan Klojen terkait dengan Pola tata ruang dalamnya, maka
43
dipermudah dengan menggunakan variabel penambahan, perluasan, pembagian, perubahan fungsi, maupun perubahan tata ruang dalam yang mengacu pada variabel untuk menyelesaikan rumusan masalah pertama, yaitu perubahan fungsi, sumbu, simetrisitas, maupun zona ruang.
Gambar 3.3 Pengambilan varibel untuk menganalisa perubahan pada pola tata ruang dalam serta penyebabnya (Sumber: Gerth & Mills (1946), Lesau (1980, Habraken (1976), Sari (2007))
44
Poin kedua pada teori perubahan menurut Gerth and Miles adalah bagaimana tata ruang berubah. Namun, poin ini tidak masuk ke dalam rumusan masalah, sehingga teori Lesau (1980) tidak digunakan sebagai salah satu alat analisa yang berupa variabel. Kemudian untuk menjawab rumusan masalah ketiga, yaitu mengenai apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pola tata ruang dalam, ada dua teori mengenai penyebab perubahan pola tata ruang kolonial di Kidul Dalem. Namun, kedua teori ini tidak dapat digunakan sebagai alat analisa pola tata ruang dalam yang berupa variable. Sehingga keberadaan kedua teori ini adalah untuk keterkaitan teori mengenai pola tata ruang dalam di Kidul Dalem. Setelah mengalami proses kroscek teori dengan rumusan masalah, maka ditemukan variable analisa untuk penelitian adalah: 1. Pola tata ruang dalam, meliputi:
Fungsi ruang
Digunakan sebagai wadah bagi aktivitas apa sajakah ruangan yang ada pada bangunan kolonial tersebut.
Sumbu ruang
Pada umumnya, bangunan kolonial memiliki sumbu simetri berupa salasar di tengah rumah sebagai penghubung antara koridor dengan halaman belakang. Di sisi kanan dan kiri selasar terdapat kamar tidur.
Simetrisitas ruang
Pada umumnya denah pada rumah tinggal kolonial memiliki kesimetrisan ruang.
Zona ruang
Zona ruang pada rumah tinggal umumnya dibagi menjadi 4, yaitu publik, semi publik, privat dan servis. Zona ruang digunakan untuk mengelompokan aktivitas penghuni rumah. 2. Perubahan tata ruang dalam, meliputi a. Penambahan ruang b. Perluasan ruang c. Pembagian ruang d. Perubahan fungsi ruang e. Perubahan tata ruang dalam 3. Faktor penyebab perubahan tata ruang dalam
45
3.5
Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data kualitatif dalam penelitian tentang pola tata ruang dalam rumah tinggal kolonial di Kodul Dalem, dilakukan dengan cara pengumpulan dua tipe data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder seperti tertera pada Tabel 3.1. 3.5.1
Data primer
Pengumpulan data primer dilakukan
dengan cara melakukan observasi
lapangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik observasi langsung merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan pada kasus-kasus bangunan rumah Tinggal kolonial yang ada di Kidul Dalem. Pelaksanaannya langsung dilakukan di Kawasan Kidul Dalem pada umumnya dan pada kasus-kasus rumah tinggal pada masa kolonial khususnya. Survei primer yang dilakukan meliputi: 1. Observasi Dilakukan dengan mengamati secara langsung maupun tidak langsung pada lokasi kawasan Kidul Dalem pada umumnya, maupun pada kasus bangunan rumah tinggal pada masa kolonial pada khususnya sebagai objek penelitian. Observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi rumah tinggal masa kolonial yang ada di Kidul Dalem sebenarnya. Tahap observasi ini meliputi: a. Pengamatan kondisi fisik maupun sosial Kidul Dalem b. Pengamatan mengenai pola tata ruang dalam pada rumah tinggal kolonial di Kidul Dalem. Data yang didapat berupa data fisik seperti, denah rumah. Data-data yang diperoleh dalam tahap observasi ini berupa sketsa dan foto. Alat yang digunakan adalah kamera, metaran, dan alat tulis. 2. Wawancara Merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan penelitian mengenai pola tata ruang rumah tinggal masa kolonial yang dapat dijadikan sebagai narasumber yang terpercaya. Wawanca dilakukan dengan membuat beberapa daftar pertanyaan. Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait: a. Pemilik rumah tinggal kolonial, wawancara ini diharapkan dapat memberikan data yang akurat mengenai kasus rumah tinggal msa kolonial dalam penelitian
46
ini. Data yang diperoleh merupakan data penghuni rumah, maupun data fisik rumah responden, meliputi denah dan tampak. b. Masyarakat setempat, wawancara ini diharapkan dapat memberikan data-data yang mendukung dalam pengkajian terhadap pola tata ruang dalam rumah tinggal kolonial, terutama menganai kondisi sosial masyarakat setempat. 3. Dokumentasi Untuk melengkapi perolehan data, maka dilakukan dokumentasi hasil observasi di Kidul Dalem dalam bentuk foto. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan menggali lebih dalam tentang pola tata ruang dalam rumah tinggal kolonial sebagai upaya penggambaran kondisi eksisting wilayah studi yang akan mendukung. Media yang digunakan dalam dokumentasi adalah kamera.
3.5.2
Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang tidak berhubungan langsung tetapi dapat mendukung penelitian yang dilakukan. Data yang didapatkan dari studi literatur. Studi literatur digunakan sebagai penunjang tinjauan teori serta memperkaya wawasan yang dapat menunjang mengenai pola tata ruang dalam rumah tinggal masa kolonial di kawasan Kidul Dalem. Hal ini dilakukan dengan mempelajari beberapa pustaka, laporan ilmiah, dan buku-buku yang mendukung. Data yang diperoleh meliputi: 1. Data tentang arsitektur kolonial Belanda untuk melihat hal-hal apa yang menjadi karakteristik arsitektur kolonial Belanda. 2. Data tentang landasan berarsitektur terutama dalam hal tata ruang dalam ruang, serta unsur-unsur pembentuknya. 3. Data tentang kawasan penelitian, yaitu Kidul Dalem Malang Data-data pustaka di atas diharapkan dapat memperkuat analisa dalam penelitian. Data pustaka yang diambil hanya yang relevan dengan bidang kajian. Tabel 3.1 Data yang dipelukan Jenis Data Primer
Sumber Data
Observasi Wawancara
Data
Kegunaan
Struktur Kawasan
Menganalisa kawasan
Denah Rumah Data Rumah (Alamat, Penghuni, Fungsi)
Menganalisa pola tata ruang dalam Mendeskripsikan profil kasus rumah tinggal
Sejarah Rumah (Apakah ada perubahan
Menetapkan kasus berdasarkan kriteria serta mendapatkan alat
47
ruang, jika ada bagaimana denah aslinya.)
analisis berupa denah bangunan asli
Latar Belakang penghuni rumah (latar belakang sosial dan kepemilikannya)
Menganalisa tata ruang dalam serta faktor yang mempengaruhinya, apakah latar belakang sosialnya mempengaruhi tata ruang dalam rumah tinggal kolonial
Budaya Masyarakat
Manganalisa faktor yang mempengaruhi tata ruang dalam, apakah latar belakang sosialnya (Budaya masyarakat, kondisi ekonomi, tingkat pendidikan, serta agama) mempengaruhi tata ruang dalam rumah tinggal kolonial
Kondisi Ekonomi Tingkat Pendidikan
Dokumentasi
Agama Foto Kawasan Foto Rumah
Sekunder
Literatur
Karya ilmiah
3.6
Teori mengenai Pola tata ruang, rumah tinggal, Kolonial. Penelitian terdahulu mengenai Pola tata ruang, rumah tinggal, Kolonial.
Mendekripsikan kondisi kawasan dan populasi Mendekripsikan kondisi rumah dan kasus Tinjauan pusataka dan alat analisa Mengkategorikan kasus Membantu dalam menganalisa data
Kasus rumah tinggal masa kolonial di Kidul Dalem
Penelitian ini mengambil kawasan Kidul Dalem (Gambar 3.4) sebagai kawasan penelitian. Pada kawasan Kidul Dalem ini, terdapat 14 kasus rumah tinggal yang dibangun pada masa kolonialisme. Dari keempatbelas kasus tersebut, 11 diantaranya dijadikan studi kasus pada penelitian ini (Gambar 3.5).
Gambar 3.4. Lokasi Penelitian di Kidul Dalem, Klojen
48
Bangunan Rumah Tinggal Kolonial Gambar 3.5. Lokasi penelitian di Kidul Dalem, Klojen serta kasus bangunan rumah tinggal kolonial di Kidul Dalem, Klojen
Kasus bangunan yang diambil berdasarkan ciri bangunan yang terkait dengan rumusan masalah. Kriteria penentuan kasus bangunan, antara lain sebagai berikut: a. Kasus bangunan yang diteliti berfungsi sebagai rumah tinggal yang terletak di permukiman Kidul Dalem, klojen. Pemilihan ini didasarkan pada rumusan masalah pada penelitian ini, sehingga bangunan yang dipilih adalah bangunan rumah tinggal yang berada di daerah Kidul Dalem. b. Rumah Tinggal memiliki corak arsitektur kolonial Belanda yang dibangun pada periode masa penjajahan Belanda (1900-1945). c. Bangunan masih terawat, jika terdapat perubahan, perubahan yang terjadi masih dapat dilacak serta tidak dilakukan secara drastis merenovasi keseluruhan rumah sehingga kehilangan karakter kolonial yang ada.
49
d. Bangunan masih dihuni atau ditempati oleh pemiliknya sehingga bisa mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian. Jika kasus bangunan yang ditempati berupa rumah kontrakan maka ditelusuri pencarian informasinya kepada pemilik rumah, agar mendapatkan data yang akurat dan mengetahui perkembangan sejarah rumah yang terkait pada fokus penelitian. Informasi tersebut dapat memberikan perubahan apa saja yang terjadi pada kasus bangunan. e. Penghuni atau pemilik rumah mengizinkan peneliti untuk masuk melakukan pengamatan, sehingga data yang didapatkan dapat lebih akurat. Namun, bila pemilik bangunan tidak mengizinkan peneliti masuk karena alasan privasi, maka pemilik rumah diminta kesediaannya menggambarkan denah rumah beserta perubahan ruang yang pernah terjadi di dalamnya. Setelah diadakan survei berdasarkan panduan kriteria di atas, didapatkan 11 kasus rumah tinggal kolonial dapat dilihat pada Tabel 3.2. 3 kasus rumah tinggal kolonial tidak dijadikan studi kasus karena pemiliknya kurang berkenan. Tabel 3.2. Kasus bangunan rumah tinggal kolonial di Kidul Dalem No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
3.7
Nama Ny. Uswatun Hasanah Bp. Zainal Abidin Bp. Wibowo Ny. Nurul Azizah Bp. R. Indra Purnama Bp. Abdul Hamid Ny. Maria ulfa Bp. Diki Bp. Munawi Ny Lili Aminah Pondok Darul Hadist
Alamat Jl. K.H. Zainul Arifin Gang Kabupaten no. 3 Jl. K.H. Zainul Arifin gang IV no.1010 Jl K.H. Zainul Arifin gang VI no. 427 Jl. K.H. Zainul Arifin gang IV no. 955 Jl. K.H. Zainul Arifin gang IV no. 39 Jl. RTL No. 994 Jl. K.H. Zainul Arifin gang IV no. 966 Jl Aris Munandar gang 1 No. 1008 Jl Aris Munandar gang 1/83 Jl Zainul Arifin Gang 6/981 Jl Aris Munandar Gang 1
Metode analisis data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survey deskriptif. Dalam pendekatan diagnostik, deskriptif, dan teoritis ini, yang menjadi sasaran kajian/penelitian adalah bagaimana pola tata ruang dalam pada bangunan rumah tinggal kolonial. Analisis ini dilakukan berdasarkan pengamatan visual terhadap objek pengamatan yang dilandasi teori-teori yang berkaitan. Analisis data menggunakan pendekatan deskriptif dengan langkah-langkah sebagaimana dianjurrkan Miles & Huberman (1987) terdiri dari empat alur kegiatan yaitu pemilihan data, penyajian data, analisa dan penarikan kesimpulan.