KONSEP PENYULUAHAN KEHUTANAN http://ferrytheexplorer.blogspot.com/2012/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html 1. Konsep Penyuluhan Kehutanan Apa Penyuluh itu ? Penyuluh adalah orang yang melakukan kegiatan Penyuluhan. Tugas pokok /peran penyuluh kehutanan pada dasarnya adalah menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, memantau dan mengevaluasi serta melaporkan program dan kegiatan penyuluhan kehutanan Mengembangkan kemandirian Memberdayakan masyarakat Mengembangkan partisipasi masyarakat Sedangkan Istilah penyuluhan berasal dari kata “ Extension” yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan kedalam perluasan atau penyebarluasan (Amri Jahi, 1984 dalam Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan, 2004). Hak dan Kewajiban penyuluhan sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum merupakan hak asasi warga negara RI. Dalam undang-undang tersebut penyuluhan merupakan kewajiban pemerintah untuk meningkatkan peran sektor pertanian, perikanan dan kehutanan dalam pembangunan, maka apabila pemerintah mengabaikan komitmen penyelenggaraan penyuluhan ini merupakan tindakan inkonstitusional Secara umum penyuluhan dapat diartikan sebagai Proses untuk memberikan penerangan kepada masyarakat tentang “sesuatu yang belum diketahui dengan jelas” untuk dilaksanakan/diterapkan dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan/keuntungan yang ingin dicapai melalui proses pembangunan. Dalam penyelenggaraan penyuluhan di Amerika Serikat, dikembangkan falsafat 3T, yaitu Teach, Truth dan Trust ( Pendidikan, Kebenaran dan Kepercayaan/keyakinan), artinya penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran yang telah diyakini. Dengan kata lain, dalam penyuluhan, misalnya dalam penyuluhan kepada petani dididik untuk menerapkan setiap informasi dan atau teknologi (baru) yang telah diuji kebenarannya dan diyakini akan dapat memberikan manfaat (ekonomi maupun non ekonomi) bagi perbaikan kesejahteraannya. Dalam proses penyuluhan ada tiga falsafah pokok yang harus dipegang yaitu :
1. Penyuluhan merupakan proses pendidikan 2. Penyuluhan merupakan proses demokrasi 3. Penyuluhan merupakan proses yang terus-menerus. Falsafah penyuluhan merupakan proses pendidikan, dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pada dasarnya kelakuan/perilaku dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan/ketrampilan dan sikap mentalnya. Dengan adanya penyuluhan, maka pengetahuan, kecakapan/ketrampilan dan sikap mental masyarakat akan mengalami perubahan, yang berarti perilaku dan bentuk kegiatannya akan berubah. Ada dua fase efektif bagi penyuluh yaitu : 1. Penyuluhan dalam fase ini hanya bersifat mendidik dengan memberi penjelasan, contoh, semangat dan arah pemikiran baru. 2. Selanjutnya berusaha agar yang dididik berubah dari yang diurus menjadi orang yang dapat berdiri sendiri, tidak selalu tergantung pada pertolongan orang lain. 2. Pengertian Penyuluhan Kehutanan Penyuluhan kehutanan adalah proses pemberdayaan masyarakat dalam mengembangkan pengetahuan dan sikap perilaku masyarakat sehingga menjadi tahu, mau dan mampu melakukan usaha kehutanan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya serta mempunyai keperdulian dan partisipasi aktif dalam pelestarian hutan. Dalam perkembangannya, kegiatan penyuluhan kehutanan telah mengalami perubahan pendekatan dari semula bersifat rekayasa sosial menjadi penyuluhan yang bersifat pertisipasif. Peran penyuluhan bergeser dari peran pengajar/pelatih menjadi fasilitator proses penyuluhan partisipasif atau pendamping. Sejalan dengan pergeseran kebijakan pembangunan kehutanan dan pelaksanaan otonomi daerah, maka sejak tahun 2003 telah dilakukan reorientasi paradigma penyuluhan kehutanan dari yang semula cenderung kearah proses alih teknologi dan informasi serta merubah sikap dan perilaku msyarakat menjadi “ penyuluhan kehutanan sebagai proses pemberdayaan masyarakat”. Pemberdayaan masyarakat sendiri merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas, produktifitas, kapabilitas dan mobilitas ke arah kemandirian. Strategi yang digunakan adalah melalui penguatan kelembagaan masyarakat dan pendampingan. 1. Penyuluhan adalah proses perubahan perilaku (pengetahuan, sikap dan keterampilan) dikalangan masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan / keuntungan dan perbaikan kesejahteraan keluarga / masyarakat yang ingin dicapai melalui pembangunan. 2. Penyuluhan Kehutanan adalah proses perubahan perilaku masyarakat, dunia usaha dan aparat pemerintah mengarah kepada pemahaman
3.
4.
5.
6.
7.
tentang manfaat pembangunan kehutanan untuk berperan aktif sebagai pelaku maupun pendukung pembangunan kehutanan. Penyuluh Kehutanan adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang melakukan kegiatan penyuluhan kehutanan secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi yang memiliki kewenangan dibidang penyuluhan kehutanan. Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) adalah anggota masyarakat yang secara swadaya aktif berperan dalam upaya-upaya penyuluhan kehutanan. Pendampingan adalah kegiatan bersama-sama masyarakat mencermati persoalan nyata yang dihadapi masyarakat dan mendiskusikan untuk mencari jalan keluar yang mungkin dapat diambil oleh masyarakat. Definisi lain adalah kegiatan yang dilakukan oleh sesorang atau sekelompok orang yang peduli terhadap masyarakat yang sedang menghadapi masalah dan berusaha mengatasinya. Kelompok Produktif adalah suatu wadah / lembaga bentukan masyarakat untuk menampung aspirasi / keinginan masyarakat itu sendiri dan bergerak dalam bidang usaha-usaha berbasis ekonomi, lingkungan, sosial, budaya dan agama yang bersifat produktif dalam bidang kehutanan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk membangun, menguatkan dan mengembangkan kelembagaannya serta dilakukan pendampingan secara berkelanjutan menuju kearah kemandirian.
3. Paradigma Penyuluhan Kehutanan Sejalan dengan pergeseran pembangunan kehutanan dan pelaksanaan otonomi daerah, maka telah dilakukan reorientasi paradigma penyuluhan kehutanan, yang semula merupakan proses alih teknologi dan informasi menjadi penyuluhan kehutanan yang merupakan proses pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan produktifitas kearah kemandirian, maka strategi yang digunakan adalah dengan penguatan kelembagaan masyarakat melalui pendampingan. Dengan demikian akan tumbuh dan berkembang kelompok kelompok usaha produktif di masyarakat, juga munculnya penyuluh kehutanan swadaya masyarakat sebagai mitra kerja penyuluh serta adanya kesepahaman/komitmen masyarakat sebagai pelaku dan pendukung pembangunan hutan dan kehutanan 4. Visi dan Misi Penyuluhan Kehutanan Visi Sejalan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan kehutanan, otonomi daerah dan kebijakan Departemen Kehutanan, maka visi penyuluhan kehutanan adalah: "Terwujudnya Masyarakat Mandiri Berbasis Pembangunan Kehutanan" Masyarakat mandiri berbasis pembangunan kehutanan mengandung arti bahwa masyarakat telah memiliki kelembagaan yang kuat, kemampuan dan kemandirian secara ekonomi lingkungan dan sosial dengan berbasis kepada sumber daya hutan dan
lahan lingkungan yang lestari, serta pemahaman fungsi dan manfaatnya sebagai penyangga kehidupan, sehingga berpartisipasi aktif dalam pelestarian sumber daya hutan dan pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai). Misi Dalam rangka mewujudkan visi yang telah ditetapkan tersebut, maka misi penyuluhan kehutanan adalah sebagai berikut : a. Memantapkan dan mengembangkan kelembagaan penyuluhan kehutanan. b. Memberdayakan masyarakat berbasis pembangunan kehutanan. Untuk mewujudkan visi dan misi Penyuluhan kehutanan, maka kebijakan penyuluhan kehutanan adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan fungsi dan peran lembaga penyuluhan kehutanan pada pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarakat. 2. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM penyuluh. 3. Peningkatan metode dan materi penyuluhan kehutanan. 4. Peningkatan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan. 5. Peningkatan peran (regulasi, fasilitasi, supervisi) lembaga Pemerintah dalam penyelenggaraan penyuluhan kehutanan. 6. Peningkatan peran Dunia Usaha dalam penyelenggaraan penyuluhan kehutanan. 7. Peningkatan peran masyarakat dalam pembangunan kehutanan. 5. Tujuan dan sasaran Penyuluhan Kehutanan Tujuan Penyuluhan Kehutanan Tujuan penyuluhan kehutanan sesuai dengan pasal 56, Undang-Undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar akan pentingnya sumberdaya hutan bagi kehidupan manusia. Sasaran penyuluhan kehutanan 1. Sasaran Institusi a. Pemerintah, Untuk mencari kesepahaman Pemerintah Pusat meliputi Departemen/lembaga terkait kehutanan Pemerintah daerah Propinsi meliputi dinas yang terkait dengan pembangunan
kehutanan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota meliputi dinas-dinas yang terkait dengan
pembangunan kehutanan b. Dunia Usaha
Dalam rangka memotivasi untuk mengembangkan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kehutanan; Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) seperti Pemegang HPH/HTI; Koperasi dan Swasta yang terkait dengan usaha kehutanan c. Masyarakat Dalam upaya meningkatkan kapasitas dan produktifitas, serta kemandirian masyarakat sehingga terbentuk Kelompok Masyarakat Produktif Mandiri (KMPM) dan Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) Masyarakat yang berada didalam dan diluar kawasan hutan yang berkaitan dengan pembangunan kehutanan; dan 2. Sasaran Lokasi o Di dalam dan di luar kawasan hutan, yang terkait dengan pembangunan kehutanan. o
Di dalam kawasan hutan mencakup fungsi lindung, fungsi produksi dan fungsi konservasi.
o Di luar kawasan hutan mencakup wilayah-wilayah DAS yang perlu direhabilitasi dan
dikonservasi. 3. Sasaran Kegiatan Kegiatan pembangunan kehutanan, meliputi : pengelolaan hutan alam, hutan tanaman, social forestry, hutan kemasyarakatan, hutan desa/adat, hutan rakyat, hutan kota, hutan pantai, aneka usaha kehutanan, perbenihan, pengelolan Taman Nasional, konservasi sumber daya hutan, rehabilitasi lahan dan pengelolaan DAS. Strategi Penyuluhan Kehutanan
a. b. c. d. e. f. g.
Dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran penyuluhan kehutanan maka ditempuh strategi sebagai berikut : Meningkatkan kemampuan manajemen penyuluhan kehutanan. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme SDM Penyuluh Kehutanan. Mengembangkan metode dan materi penyuluhan kehutanan. Mengoptimalkan pemanfaatan sarana prasarana penyuluhan kehutanan. Membangun kesepahaman penyuluhan kehutanan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Mengembangkan kemitraan oleh Dunia Usaha. Mengembangkan penyuluhan kehutanan partisipatif.
EKSISTENSI SERTA KOMPETENSI PENYULUH KEHUTANAN http://firmansyahpenyuluhkehutananahli.blogspot.com/2011/10/eksistensiserta-kompetensi-penyuluh.html EKSISTENSI SERTA KOMPETENSI PENYULUH KEHUTANAN Oleh : Firmansyah, S.Hut Saat ini kemandirian suatu bangsa dalam menghadapi era globalisasi sangat mutlak diperlukan. Tanpa sebuah kemandirian, maka bangsa tersebut akan selalu dipandang sebelah mata serta akan selalu dijajah oleh bangsa lain. Untuk menciptakan Kemandirian suatu bangsa, semua elemen bangsa harus mau untuk “hijrah” dalam arti positif dari angka nol menuju angka satu dan seterusnya tanpa mengenal arti kata “malas dan pasrah”. Salah satu contoh “hijrah‟ yaitu memotivasi diri untuk mengembangkan segala kualitas dan kompetensi yang dimiliki, bekerja keras serta bahu-membahu untuk menolong dirinya dan orang lain. Hal ini akan menciptakan kekuatan besar yang bermuara pada lahirnya masyarakat yang berkualitas dan berkompeten karena mampu melakukan usaha-usaha produktif dan bisa memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi. Salah satu elemen bangsa yang berperan penting sebagai ujung tombak pembangunan khususnya pembangunan sektor kehutanan adalah penyuluh kehutanan. Darusman (2002) menyatakan bahwa peranan kegiatan penyuluhan di bidang kehutanan menjadi semakin penting terkait dengan kebijakan kehutanan saat ini yang semakin mengutamakan peran serta masyarakat, dan bahkan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menjadi pelaku ekonomi kehutanan. Hal ini berarti, disadari atau tidak, posisi dan peran Penyuluh kehutanan saat ini sangat vital karena mempunyai peran untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan agar mau dan mampu secara aktif terlibat di dalam pembangunan dan pengelolaan hutan secara lestari menuju masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Akan tetapi perlu diingat sebelumnya, bahwa kemandirian suatu masyarakat tidak akan pernah terjadi dengan sendirinya, tanpa adanya kemauan, kemampuan, kerjasama dan kerja keras dari semua pihak terutama pihak pemberdaya dalam hal ini adalah penyuluh kehutanan dan pihak yang diberdayakan yaitu masyarakat itu sendiri. Berdasarkan itu, maka secara logika berfikir dapat dikatakan bahwa pihak pemberdaya dalam hal ini adalah penyuluh kehutanan, harus lebih tinggi pengetahuan atau kemampuan dari pada yang pihak diberdayakan yaitu masyarakat sendiri.
Pertanyaan yang timbul sekarang adalah sudah kompetenkah Penyuluh Kehutanan
sehingga pantas diberi amanah tugas dan peran sebagai pemberdaya masyarakat? Apakah Penyuluh Kehutanan sudah bisa menjadi salah satu pondasi yang kuat bagi pembangunan sektor kehutanan saat ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Penyuluh Kehutanan perlu lagi menjawab pertanyaan berikut, yaitu: sudahkah kita sebagai penyuluh kehutanan mau dan mampu untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi profesi kita? KOMPETENSI
Pertanyaannya, apakah kompetensi itu?? Kata kompetensi merupakan saduran dari bahasa Inggris „Competence‟ yang berarti kemampuan atau kecakapan. Definisi dari
kompetensi sendiri begitu banyak, tetapi secara keseluruhan kompetensi terdiri dari unsur Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap. Mendiknas melalui Surat Keputusan No. 045/U/2002 menyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu. Ife (1995) menyatakan bahwa secara umum kompetensi dimaknai sama dengan keterampilan-keterampilan (skills) yang dimiliki oleh seseorang. Sedangkan Soesarsono (2002) menyatakan bahwa secara umum kompetensi di bagi menjadi tiga hal, yaitu: Kompetensi personal yaitu kemampuan seseorang yang dihubungkan dengan kepribadian, sifat-sifat atau karakter yang dimilikinya. Kompetensi sosial yaitu kemampuan seseorang dalam berkomunikasi, berinteraksi dan membangun hubungan dan jaringan dengan orang lain. Kompetensi profesional yaitu seperangkat kemampuan khusus yang dimiliki seseorang dalam melaksanakan profesinya atau melaksanakan tugas tertentu. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dikatakan bahwa kompetensi merupakan salah satu syarat penting yang dibutuhkan oleh seseorang agar dia mampu dan berhasil dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya secara optimal sesuai dengan visi dan misi yang ingin dicapainya. Seseorang yang memiliki kompetensi dibidang pekerjaannya akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi (confident) dalam dirinya karena setiap perkataan atau segala pemikirannya selalu didasari oleh ilmu dan pengalamannya, sehingga diperhitungkan dan dijadikan bahan masukan dan pertimbangan oleh orang lain. Kondisi Saat Ini Supaya penyuluh kehutanan memiliki kompetensi dan dapat menjalankan peran yang diharapkan, maka ada beberapa hal yang harus kita ketahui diantaranya ialah : Proporsi Jumlah Penyuluh Kehutanan Dengan Jumlah Area Jumlah penyuluh kehutanan terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 jumlah penyuluh kehutanan berjumlah 5.767 orang. Kemudian pada tahun 2004 menjadi 4.366 orang, lalu berubah menjadi 4.025 orang pada tahun 2009. Kemudian pada Akhir tahun 2010 sebanyak 3.940 orang terdiri dari 2.798 Penyuluh Kehutanan Terampil dan 1.142 orang Penyuluh Kehutanan Ahli, termasuk Calon Penyuluh Kehutanan di UPT Direktorat Jenderal PHKA sebanyak 207 orang. Penurunan jumlah penyuluh kehutanan ini disebabkan beberapa hal diantaranya pertama karena telah memasuki batas usia pensiun penyuluh kehutanan, kedua, dialih fungsikan menjadi tenaga struktural atau fungsi lainnya, dan ketiga karena penerimaan/ pengangkatan jabatan fungsional penyuluh kehutanan sangat terbatas. Berdasarkan data diatas, bila jumlah penyuluh kehutanan dibandingkan dengan jumlah desa yang ada di Indonesia, maka hal tersebut sangat tidak proporsional. Wikipedia Indonesia melansir total jumlah desa pada akhir tahun 2004 berjumlah 62.806 desa. Ini berarti setiap orang penyuluh harus mengcover atau bertanggungjawab membina 16 desa sekaligus. Hal ini jelas sungguh mustahil dan
tidak masuk akal untuk seorang penyuluh menjalankan tugas, tanggung jawab dan perannya dengan optimal dikarenakan keterbatasan waktu, tenaga dll. Sarana Prasarana Penyuluhan Kehutanan
Pada tahun 2006 sampai dengan 2010 Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan yang sekarang berubah menjadi Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan mendistribusikan 1.400 unit sepeda motor untuk Penyuluh Kehutanan termasuk para Penyuluh Kehutanan dan Polisi Kehutanan pemenang Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam. Disamping itu, melalui DAK Kehutanan telah dialokasikan sepeda motor pada Dinas Kehutanan untuk Penyuluh Kehutanan pada tahun 2008 sebanyak 33 unit dan tahun 2009 sebanyak 89 unit. Kemudian pada tahun 2010 diberikan sepeda motor kepada penyuluh kehutanan di lapangan sebanyak 600 unit dimana dana tersebut berasal dari Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. Berdasarkan data diatas, jelas terlihat bahwa ketersediaan sarana dan prasarana dalam mendukung mobilitas penyuluh kehutanan di lapangan masih jauh dari cukup dengan jumlah penyuluh kehutanan yang terdapat saat ini sebanyak 3.980 orang. Hal ini menyebabkan penyuluh kehutanan dilapangan tidak dapat menjalankan tugas, tanggung jawab secara maksimal. Kelembagaan Penyuluhan Kehutanan Kelembagaan penyuluhan kehutanan di Indonesia untuk tingkat provinsi yang telah terbentuk dari 33 provinsi hingga akhir tahun 2010 tercatat sebanyak 25 unit Badan Koordinasi Penyuluhan. Sedangkan lembaga penyuluhan kehutanan di tingkat kabupaten yang telah terbentuk sebanyak 257 unit Badan Pelaksana Penyuluhan. Dari 257 unit lembaga penyuluhan kehutanan di tingkat kabupaten tersebut, 118 unit diantaranya telah memiliki nama lembaga yang sesuai dengan nomenklatur berdasarkan UU Nomor : 16 Tahun 2006 yaitu Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, sedangkan sisanya sebanyak 139 unit ada yang masih bergabung dengan dinas, masih berupa surat rekomendasi, dalam tahap draft dan belum memiliki nama yang sesuai dengan nomenklatur. Berdasarkan Wikipedia, jumlah total kabupaten/kota di Indonesia tahun 2010 adalah 497 kabupaten. Ini berarti masih ada sekitar 240 kabupaten/kota di Indonesia yang belum memiliki badan pelaksana penyuluhan (bapel) serta 8 Provinsi yang belum mempunyai Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh). Hal ini menjelaskan bahwa masih banyak pemerintah daerah atau pemerintah provinsi yang belum menyadari pentingnya keberadaan dan kegiatan penyuluhan kehutanan didaerahnya. Hal ini menyebabkan peran penyuluh kehutanan masih belum dirasakan oleh sebagian masyarakat dilapangan dikarenakan ketiadaan penyuluh kehutanan didaerahnya.
Pendidikan dan Pelatihan Penyuluh Kehutanan
Sampai saat ini, pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh kehutanan sangat terbatas dan terlihat monoton. Pelatihan dan pendidikan untuk penyuluh kehutanan biasanya diadakan hanya untuk diklat pembentukan, alih jenjang atau untuk penyegaran saja. Sedangkan pelatihan yang lebih spesifik seperti pendidikan dan pelatihan untuk teknik menulis, atau pendidikan dan pelatihan tentang agrisilvobisnis sangat jarang. Padahal kemampuan menulis, pengetahuan tentang agrisilvobisnis yaitu informasi pasar dan modal merupakan modal berharga bagi seorang penyuluh agar tetap eksis dan menjalankan perannya dengan optimal. Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab banyaknya penyuluh yang diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya karena ketidakmampuannya mengumpulkan angka kredit karena tidak bisa menulis karya ilmiah,seperti diketahui bahwa menulis memiliki angka kredit yang paling besar. Sedangkan pengetahuan Agrisilvobisnis sangat diperlukan untuk membantu tumbuh kembangnya kelompok tani hutan dilapangan. Sampai Saat ini Belum Adanya Standar Kompetensi Kerja Penyuluh Kehutanan di Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sudah dijelaskan bahwa pentingnya kompetensi kerja bagi para penyuluh baik penyuluh PNS, swasta maupun swadaya. Bahkan di pasal 21 ayat 3 disebutkan, untuk meningkatkan kompetensi penyuluh diperlukan adanya standar, akreditasi, serta pola pendidikan dan pelatihan untuk penyuluh. Penyusunan Standar Kompetensi Kerja (SKK) Penyuluh Kehutanan bertujuan untuk memberikan acuan baku tentang kriteria standar kompetensi kerja Penyuluh Kehutanan bagi para pemangku kepentingan dalam rangka mewujudkan Penyuluh Kehutanan yang profesional dan berkompeten. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah, Bagaimana mungkin meningkatkan kompetensi, keprofesionalan serta sertifikasi para penyuluh kehutanan kalau acuan atau standar kompetensinya saja belum dibuat. Upaya-Upaya Yang Perlu Dilakukan
Berdasarkan kondisi yang ada pada saat ini, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan agar penyuluh kehutanan memiliki kompetensi, peran serta fungsi yang sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU No.16 Tahun 2006 diantaranya ialah: 1. Harus adanya penambahan SDM Penyuluh Kehutanan secara signifikan dikarenakan sangat minimnya tenaga penyuluh kehutanan yang ada pada saat ini. Bila jumlah penyuluh kehutanan yakni 3.940 orang dibandingkan dengan jumlah desa yang ada yakni 62.806 desa, maka hal tersebut sangatlah tidak proporsional. Seandainya 1 orang penyuluh kehutanan idealnya membina 3 desa saja, maka jumlah penyuluh yang dibutuhkan adalah sekitar 21.000 orang penyuluh kehutanan. Berdasarkan hal tersebut, Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan yang sekarang berubah menjadi Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan melalui Pusat Pengembangan Penyuluhan (Pusbangluh) sampai dengan akhir tahun 2010 telah melakukan pembinaan bagi tenaga Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) sebanyak 2.162 orang yang keberadaannya tersebar di seluruh Indonesia melalui kegiatan lomba Penghijauan dan Konservasi Alam Wana Lestari (PKA) dan peningkatan kualitas sumberdaya penyuluh kehutanan setiap tahunnya. 2. Sangat diperlukan peningkatan sarana dan prasarana bagi penyuluh kehutanan dilapangan untuk mempermudah para penyuluh melaksanakan tugasnya secara optimal.Misalnya,pemberian/ penambahan unit sepeda motor, komputer/notebook, buku pintar penyuluh kehutanan, buku kerja penyuluh, seragam kerja, dll. 3. Secepatnya buat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten membentuk Badan Koordinasi Penyuluh Kehutanan ditingkat Provinsi dan Badan Pelaksana Penyuluhan ditingkat kabupaten sesuai dengan amanat UU No.16 Tahun 2006. Hal ini dikarenakan tanpa adanya “rumah” untuk penyuluh kehutanan maka para penyuluh kehutanan didaerah tersebut akan sangat termarginalkan atau tidak diakui eksistensinya. 4. Diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan yang lebih spesifik/khusus untuk meningkatkan kompetensi penyuluh kehutanan. Bukan hanya diklat pembentukan, alih jenjang dan penyegaran saja, akan tetapi yang lebih mengarah ke arah keprofesian, seperti pendidikan dan pelatihan teknik menulis ilmiah, teknik fotografi/teknologi digital, teknik pedampingan dan pembentukan kelompok atau lembaga, serta pendidikan dan pelatihan tentang Agrisilvobisnis, dll. 5. Secepatnya dibuat dan disahkan Standar Kompetensi kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Penyuluh Kehutanan agar dapat dijadikan acuan untuk melakukan Sertifikasi Penyuluh Kehutanan. Mengapa langkah ini sangat penting, karena selama ini profesi sarjana kehutanan terutama penyuluh kehutanan sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat bila dibandingkan dengan profesi sarjana lainnya. Maka melalui sertifikasi, eksistensi para penyuluh kehutanan akan lebih diakui karena penyuluh yang semula tenaga fungsional, nantinya akan berubah menjadi tenaga profesi.
Tindak lanjut dari hal tersebut di atas, Tim Penyusun RSKKNI Penyuluh Kehutanan di Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan melalui Pusat Pengembangan Penyuluhan (Pusbangluh) telah mampu menyelesaikan penyusunan SKKNI Penyuluh Kehutanan. Penutup Agar tercapainya visi Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan yaitu “Profesionalisme Sumber Daya Manusia Kehutanan Dalam Mencapai
Pengelolaan Hutan Lestari Untuk Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan”, maka banyak hal yang mesti kita benahi di era globalisasi ini. Untuk Seorang penyuluh kehutanan, maka dia harus meningkatkani kompetensi dan mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional. Akan tetapi, hal tersebut belumlah cukup untuk mencapai visi tersebut. Faktor lain yang menentukan keberhasilan kegiatan penyuluhan kehutanan adalah dukungan dari pemerintah baik pada tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota seperti dukungan regulasi, penghargaan, aksesbilitas informasi modal dan pasar, pendanaan untuk kegiatan penyuluhan dan diklat penyuluhan baik diklat pembentukan, alih jenjang atau diklat lainnya yang lebih spesifik, sarana prasarana, kelembagaan, dan lain-lain. Selain itu, dukungan dari dunia usaha juga turut menentukan keberhasilan, diantaranya ialah membuka peluang pasar, modal kerja, dan kemitraan. Sedangkan yang terakhir adalah dukungan dari masyakat sendiri terutama dalam hal pemahaman, kemauan dan kepedulian terhadap peningkatan kualitas kehidupannya dan kualitas lingkungan disekitarnya.