Pengaruh perlakuan panas pada pembentukan material Al 2024 terhadap sifat mekanik dan ketahanan korosi bahan komponen pesawat Abstraksi Paduan aluminium banyak digunakan sebagai bahan struktur dalam industri manufaktur dirgantara karena sifatnya yang ringan dan kuat. Banyak penelitian yang sebelumnya dilakukan terkait dengan penguatan paduan seri 2xxx, dimna 2024 terbanyak yang digunakan oleh PT. Dirgantara Indonesia sebagai kerangka pesawat tipe CN, N219 dsb.Permasalahan yang terdapat di industri adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses penuaan alamiah paduan Al2024, yaitu sekitar 96 jam, untuk mencapai nilai kekuatan optimum paduan. Penelitian ini dilakukan untuk mempersingkat waktu penuaan (ageing ) .Penelitian dilakukan untuk menganalisis pengaruh Temper dan ageing terhadap pembentukan pembentuk an paduan Al 2024 terkait fungsi paduan Al2024 sebagai strukur yang mengalami pembebanan dan kodisi lingkungan tertentu dalam aplikasinya. Pada penelitian ini material yang dibentuk langsung dari 2024 T3 mengalami perubahan struktur pada daerah yang dibentuk sehingga menurunkan kekeuatan dan menurunkan ketahanan korosi sehingga akan memperpendek umur pakai part. Dibandingkan dengan pembentukan material 2024 T42. 1. PENDAHULUAN Aluminium merupakan salah satu material rekayasa yang banyak digunakan untuk kepentingan konstruksi karena sifatnya yang ringan dan kuat. Kedua sifat tersebut merupakan syarat utama suatu material dapat dijadikan bahan dasar struktur pesawat terbang. Terdapat beragam paduan aluminium, namun seri 2024 merupakan paduan kedua terbanyak yang dipergunakan pada hampir keseluruhan rangka pesawat terbang yang diproduksi oleh PT.Dirgantara Indonesia, paduan aluminium tersebut membutuhkan serangkaian proses untuk meningkatkan kekuatan material serta pembentukan sesuai gambar sebelum dipergunakan sebagai komponen struktur pesawat terbang. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kekuatan suatu paduan logam, yaitu melalui proses perlakuan panas (heattreatment).dan pembentukan (forming) untuk membentuk konfigurari atau bentuk sesuai gambar yang telah ditentukan . Dari diagram fasa sistem paduan kita dapat menentukan rentang suhu
yang akan kita
pergunakan dalam pembentukan struktur mikro tertentu untuk meningkatkan sifat mekanik (mechanical properties) paduan. Rangkaian perlakuan panas yang umum, antara lain adalah solidsolution treatment, quenching, aging, annealing, tempering, dan sebagainya. sebagainya. Pada pelaksanaannya di lapangan, proses perlakuan panas presipitasi untuk Al 2024 dilakukan pada temperatur kamar dan selang waktu yang cukup panjang (>96 jam) untuk dapat mencapai kekerasan dan kekuatan optimal.Waktu penahanan tersebut cukup lama dan kurang efektif untuk kepentingan manufaktur industri terkait .
1
Waktu tersebut dicoba untuk dipersingkat melalui proses pembentukan langsung dari material dasar yang telah diheattreat Al 2024 T0, T3 dan T42 yang kemudian dilakukan pengujian antara lain : Uji tarik (Tensile test),Uji keras ( Hardness test), Condutivity test Metalography serata uji korosi.Dari hasil percobaan diatas diharapkan mendapat kesimpulan proses yang terbaik atau optimum
2. LANDASAN TEORI 2.1
Material
Material adalah bahan yang merupakan sesuatu benda yang menjadi bahan baku produksi. Material Mate rial dapat dibagi menjadi m enjadi 2, yaitu material mat erial ferro ferro dan nonferro. nonferro. Material ferro Material ferro adalah material yang mengandungunsurbesi (fe), sepertibaja, stainless steel , besi, dll. Sedangkan material non ferroadalah ferroadalah material yang samasekali tidak mengandung unsur besi, seperti aluminium, nitrogen, fosfor .Material .Material yang banyak digunakanoleh PT. Dirgantara Indonesia untuk memproduksi pesawat terbang adalah Aluminum alloy dengan jenis 2024, 2024,6061 dan 7075. 2.2
Aluminium
Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam bentuk bauksit dan bebatuan lain (corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore,dan lain-lain) ( USGS). Perkembangan aluminium didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (aluminium paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis.Yang paling terkenal adalah penggunaan aluminium sebagai bahan pembuat pesawat terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya. Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu, tergantung kekasaran permukaannya.Kekuatan tensil aluminium murni adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tensil berkisar 200-600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan aluminium oksida ketika aluminium terpapar dengan udara bebas.Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh.Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvanik dengan paduan tembaga. 2
Waktu tersebut dicoba untuk dipersingkat melalui proses pembentukan langsung dari material dasar yang telah diheattreat Al 2024 T0, T3 dan T42 yang kemudian dilakukan pengujian antara lain : Uji tarik (Tensile test),Uji keras ( Hardness test), Condutivity test Metalography serata uji korosi.Dari hasil percobaan diatas diharapkan mendapat kesimpulan proses yang terbaik atau optimum
2. LANDASAN TEORI 2.1
Material
Material adalah bahan yang merupakan sesuatu benda yang menjadi bahan baku produksi. Material Mate rial dapat dibagi menjadi m enjadi 2, yaitu material mat erial ferro ferro dan nonferro. nonferro. Material ferro Material ferro adalah material yang mengandungunsurbesi (fe), sepertibaja, stainless steel , besi, dll. Sedangkan material non ferroadalah ferroadalah material yang samasekali tidak mengandung unsur besi, seperti aluminium, nitrogen, fosfor .Material .Material yang banyak digunakanoleh PT. Dirgantara Indonesia untuk memproduksi pesawat terbang adalah Aluminum alloy dengan jenis 2024, 2024,6061 dan 7075. 2.2
Aluminium
Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari kerak bumi, dengan produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam bentuk bauksit dan bebatuan lain (corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore,dan lain-lain) ( USGS). Perkembangan aluminium didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi, kekuatan dan ductility yang cukup baik (aluminium paduan), mudah diproduksi dan cukup ekonomis.Yang paling terkenal adalah penggunaan aluminium sebagai bahan pembuat pesawat terbang, yang memanfaatkan sifat ringan dan kuatnya. Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu, tergantung kekasaran permukaannya.Kekuatan tensil aluminium murni adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tensil berkisar 200-600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan aluminium oksida ketika aluminium terpapar dengan udara bebas.Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh.Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvanik dengan paduan tembaga. 2
Aluminium juga merupakan konduktor panas dan elektrik yang baik.Jika dibandingkan dengan massanya, aluminium memiliki keunggulan dibandingkan dengan tembaga, yang saat ini merupakan logam konduktor panas dan listrik yang cukup baik, namun cukup berat. Aluminium juga sangat identik sebagai logam dengan densitas yang sangat rendah serta memiliki ketahanan korosi yang baik diakibatkan oleh fenomena pasivasi pada permukaannya ketika keti ka terpapar kondisi atmosferik. Aluminium (Al) mempunyai massa atom 27 (hanya ada satu isotop natural), densitas 2,79 g/cm, titik lebur 660,4 oC, dan titik didih 2467oC. Mengingat sifatnya yang lunak dan ulet pada kondisi logamnya, maka aluminium pada tahap aplikasi digunakan sebagai paduan dengan menambahkan beberapa unsur pemadu untuk kemudian meningkatkan sifat fisiknya demi mendukung fungsi tertentu. Basis paduan aluminium secara umum dijelaskan oleh Gambar 2.1 Pada aluminium paduan, kandungan kandungan unsur yang berada di dalamnya dapat dapat bervariasi tergantung jenis paduannya. Aluminium 2024, yang umum digunakan dalam penempaan, memiliki kandungan 4,5% Cu, 0,8% Si, 0,8% Mn, dan 1,5% Mg. Sesuai dengan tabel 2.1 penamaan untuk sistem standar paduan aluminium yang digunakan dalam pemenuhan berbagai kebutuhan, berikut akan disampaikan detail penjelasan mengenai tiap golongan aluminium tersebut antara lain:
Wr ought Allo A lloys ys dan C asti sti ng A lloys lloys 2.2.1 Wro Suatu produk hasil dari proses pembuatan logam aluminium serta kemudia dipadu menggunakan unsur tertentu pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua golongan yang tentunya memiliki aplikasi yang berbeda. Golongan pertama adalah wrought Alloys yang merupakan bentuk fisik aluminium setelah proses biasanya dicetak dalam bentuk ingot. Setelah pencetakan, paduan akan dibentuk sesuai dengan kebutuhan melalui proses pembetukan secara fisik misalnya rolling , forging , dsb untuk memperoleh bentuk tertentu. Golongan kedua adalah casting alloys alloys yaitu golongan paduan dimana paduan aluminium secara langsung dicetak menjadi bentuk yang diinginkan tanpa melalui proses pembentukan fisik terlebih dahulu.
eat trea tr eata table ble all alloys oys 2.2.2 Non-heat treatable alloys dan H eat Paduan aluminium dengan unsur pemadu tertentu tentunya akan menghasilkan sifat yang berbeda baik secara fisik maupun kimia. Salah satu perbedaan utama yang dihasilkan atas penambahan beberapa pemadu antara lain kemampuan untuk paduan tersebut diperkuat melalui proses perlakuan panas. Beberapa pemadu menghasilkan paduan yang tidak dapat 3
diperkuat melalui perlakuan panas yang kemudian kita kenal dengan non-heat treatable alloys. Untuk kategori ini mekanisme penguatan hanya dapat dilakukan dengan pengerjaan dingin. Hal ini berbeda untuk beberapa paduan yang menghasilkan heat treatable alloys atau paduan yang dapat diperkuat melalui proses perlakuan panas tertentu. Perlakuan panas akan memberikan perubahan pada mikrostruktur sehingga terjadi perubahan sifat mekanik paduan. Selain dapat diperkuat dengan perlakuan panas, pengerjaan dingin juga dapat diberlakukan untuk paduan jenis ini.
Gambar 2.1 Basis Paduan Aluminium Secara Umum
(Sumber: Publication of The Minerals Metals and Materials Society)
Tabel 2.1 adalah tabel paduan aluminium yang digunakan untuk bermacam-macam kebutuhan.
4
Tabel 2.1 Basis Sistem Paduan Aluminium
(Sumber : Training in Aluminum Aplication of European Aluminum Association )
2.2.3
Kode Penamaan Paduan Aluminium
Berdasarkan unsur pemadu yang ditambahkan kepada logam aluminium pada saat proses alloying, paduan – paduan tersebut tentu memiliki keunggulan masing – masing untuk menunjang fungsi tertentu. Berikut adalah keterangan lengkap tentang kode penamaan paduan aluminium: a. 1xxx (Unalloyed Aluminium) Golongan ini merupakan golongan dengan kondisi aluminium murni mendekati 100% dengan sifat lunak dan ulet. Biasanya pengotor yang ditemukan untuk aluminium golongan ini berupa besi dan silikon dengan kadar total maksimal 1,5%. Mengingat sifatnya yang sangat ulet, biasanya aluminium golongan ini dibentuk menjadi lembaran untuk pemenuhan kebutuhan industri makanan dan kimia. b.
2xxx (Aluminium - Copper Alloys)
Golongan paduan aluminium seri 2 merupakan paduan aluminium dengan unsur pemadu doniman adalah tembaga. Paduan ini memerlukan proses perlakuan panas untuk menghasilkan paduan dengan sifat mekanik yang optimum. Paduan golongan ini sulit melalui pengerjaan dingin kecuali pada kondisi annealed . Ketahanan korosinya relatif rendah 5
sehingga memerlukan perlindungan tambahan serta relatif sulit untuk dilas. Aplikasi paduan ini adalah untuk badan pesawat terbang. c.
3xxx (Aluminium - Manganease Alloys)
Paduan aluminium seri 3 merupakan paduan aluminium dengan penambahan mangan ke aluminium yang dapat meningkatkan kekuatan tanpa mengurangi keuletan dari aluminium murni. Paduan ini digunakan untuk aplikasi yang memerlukan kekuatan tinggi diiringi ketahanan korosi yang baik. Paduan ini biasanya digunakan untuk aplikasi panel kendaraan bermotor. d.
4xxx (Aluminium - Silicon Alloys)
Paduan aluminium seri 4 merupakan paduan aluminium hasil penambahan unsur silikon pada aluminium murni yang menyebabkan penurunan titik leleh dari aluminium. Penurunan titik leleh ini dimaksudkan untuk penggunaan aplikasi kawat las atau filler pengelasan aluminium yang tentunya memerlukan temperatur leleh lebih rendah dari aluminium sebagai parent metal. e.
5xxx (Aluminium - Magnesium Alloys)
Paduan aluminium seri 5 dihasilkan dengan penambahan unsur magnesium ke aluminium sehingga dihasilkan kombinasi yang baik antara kekuatan tinggi dan ketahanan korosi. Paduan ini memiliki weldability yang baik namun tidak dapat dilakukan perlakuan panas. Aplikasi dari paduan ini adalah pressure vessel , struktur kapal, dan pabrik kimia. f.
6xxx (Aluminium - Magnesium - Silicon Alloys)
Paduan aluminium seri 6 dihasilkan dengan memanfaatkan kombinasi unsur magnesium dan silika untuk menghasilkan kekuatan yang tinggi, ketahanan korosi, kemudahan untuk dibentuk, dan kemudahan untuk diproteksi. Aplikasi dari paduan seri 6 antara lain sebagai struktur bangunan. g.
7xxx (Aluminium - Zinc - Magnesium Alloys)
Paduan aluminium seri 7 adalah paduan dengan unsur pemadu dapat berupa seng dan magnesium namun terkadang juga ditambahkan tembaga. Paduan ini merupakan paduan dengan kekuatan terbaik sejauh pengembangan paduan aluminium. Kandungan seng dan magnesium membuat paduan ini dapat diperkuat melalui perlakuan panas. Walaupun memiliki kekuatan yang tinggi, pembuatan paduan ini relatif sulit dan memerlukan teknologi yang baik sehingga hanya digunakan untuk aplikasi tertentu salah satunya adalah kebutuhan militer. h.
8xxx (Aluminium - Another Element Alloys) 6
Paduan seri ini merupakan paduan dengan unsur pemadu lain yang tidak disebutkan sebelumnya. Salah satu contoh seri ini adalah Lithium Alloys atau paduan aluminium dengan unsur lithium untuk kepentingan badan pesawat terbang. Berdasarkan sifat dari aluminium yang memiliki keuatan terhadap rasio massa yang cukup baik, pengembangan pemaduan aluminium demi perolehan sifat mekanik yang makin baik terus ditingkatkan mengingat kebutuhan aplikasi dengan bahan dasar aluminium yang juga semakin berkembang demi menunjang kehidupan kita sehari - hari. 2.2.4
Aluminium 2024
Komposisi padauan aluminium 2024 ditunjukkan pada Tabel 2.2 Tabel 3.2 Paduan Aluminium 2024
No.
Kandungan Unsur
Persentase (%)
1.
Tembaga
4,3 – 4,5
2.
Magnesium
1,3 – 1,5
3.
Mangan
0,5 – 0,6
4.
Silikon, Zink, Nikel, Krom,
<0,5
Timbal, Bismuth
2.2.5
Aluminium 7075
Komposisi paduan aluminium 7075 ditunjukkan pada Tabel 2.3 Tabel 3.3 Paduan Aluminium 7075
No.
Kandungan Unsur
Persentase (%)
1.
Tembaga
1,2 – 1,6
2.
Magnesium
2,1 – 2,5
3.
Zink
5,6 – 6,1
4.
Silikon, Besi, Mangan,
<0,5
Titanium, Krom
2.3
Perlakuan Panas Aluminium
Paduan aluminium seperti yang telah dipaparkan sebelumnya salah satunya dapat digolongkan kedalam paduan yang dapat dilakukan perlakuan panas dan yang tidak. Untuk paduan yang dapat dilakukan perlakuan panas, mekanisme penguatannya dapat melalui memberikan suatu proses dalam temperatur tertentu sehingga memunculkan presipitat dalam
7
paduannya sehingga akan merubah sifat mekanis dari paduan tersebut sesuai dengan aplikasi dan spesifikasi yang diinginkan. Perlakuan panas diartikan sebagai suatu operasi atau kombinasi operasi yang melibatkan pemanasan dan pendinginan terkontrol terhadap suatu logam atau paduan logam dalam keadaan padatan untuk tujuan memodifikasi struktur mikro sehingga diperoleh perubahan sifat sesuai dengan diinginkan. Perlakuan panas pada paduan logam memegang peranan penting dalam rekayasa mengingat fakta bahwa hampir semua komponen teknik yang terbuat dari logam memerlukan paling tidak satu tahap perlakuan panas yang biasanya diterapkan pada atau dekat dengan tahap akhir dari siklus produksi dengan tujuan memenuhi prasyarat sifat – sifat yang diinginkan. Tujuan utama dari suatu proses perlakuan panas antara lain adalah sebagai berikut: a. Memperlunak yaitu memperbaiki sifat plastisitas dengan cara mengatur ukuran, bentuk, dan distribusi mikrokonstituennya, serta keberadaaan dislokasi dalam butirannya. b. Menghilangkan tegangan sisa yaitu memungkinkan berlangsungnya relaksasi tegangan sisa dengan cara meningkatkan temperatur sehingga diperoleh penurunan kekuatan luluh dan meningkatkan recovery. c. Melakukan homogenisasi yaitu mendapatkan komposisi kimia yang homogen di dalam butiran melalui difusi unsur yang ada dalam paduan logam pada temperatur tinggi. d. Meningkatkan ketangguhan yaitu meningkatkan kemampuan paduan logam untuk menyerap energi dari beban impak dalam selang plastisn ya tanpa patah. e. Memperkeras yaitu meningkatkan gangguan terhadap slip atau meningkatkan penahanan terhadap pergerakan dislokasi melalui perubahan ukuran, bentuk, dan distribusi mikrokonstituen baik melalui pengecilan ukuran butiran, quench hardening , ataupun age hardening . f. Menambahkan unsur kimia melalui permukaan yaitu memperbaiki ketahanan aus dan ketahanan lelah pada permukaan melalui pembentukan tegangan sisa kopresif dipermukaan logam yang dihasilkan dari absorbs atom – atom terlarut interstisi dibawah suatu siklus termal. g. Meningkatkan
sifat
fisik
yaitu
meningkatkan
memperbesar butiran dan sebagainya.
8
sifat
kemagnetan
dengan
Beberapa tujuan umum dari proses perlakuan panas inilah yang kemudian juga dilakukan pada paduan aluminium yang dapat diproses sebagai mekanisme penguatan dengan heat treatment . Mengingat kebutuhan atas aplikasi paduan aluminium yang kian meningkat terutama di bidang kedirgantaraan dan otomotif, maka kombinasi dari proses pada paduan aluminium sangat dibutuhkan terutama perlakuan panas untuk menghasilkan suatu sifat yang terbaik untuk aplikasi tertentu. Proses perlakuan panas yang dilakukan untuk merekayasa struktur dari paduan Al-Cu dapat dikerjakan dengan menggunakan panduan dari diagram fasa Al-Cu.
Gambar 2.2 Diagram Fasa Paduan Al-Cu
Berikut adalah beberapa proses perlakuan panas yang dilakukan pada kebanyakan paduan aluminium untuk aplikasi tertentu: 2.3.1
Preheating dan Homogenisasi Pemanasan awal atau preheating adalah suatu proses pemanasan awal untuk
meningkatkan temperatur dari suatu paduan yang akan diproses panas sehingga temperatur paduan tersebut relatif merata. Hal ini dimaksudkan untuk proses tertentu agar paduan tidak mengalami keretakan dalam suatu proses perlakuan panas. Pemanasan kembali atau reheat adalah suatu proses pemanasan ulang suatu paduan sebelum diproses untuk meningkatkan keuletan dari paduan tersebut. Salah satu proses yang memerlukan reheating adalah proses rolling . Homogenisasi adalah suatu proses perlakuan panas yang ditujukan untuk memastikan pemerataan dari komposisi kimia dari seluruh titik dalam paduan. Hal ini dimaksudkan untuk 9
mendapatkan sifat yang sama sehingga mengoptimalkan daya dukung paduan untuk aplikasi tertentu. Pada umumnya homogenisasi memerlukan waktu yang relatif lama untuk benar – benar memastikan keseragaman komposisi dari setiap titik dalam paduan.
2.3.2 Annealing
Annealing adalah proses perlakuan panas pada suatu paduan hingga mencapai temperatur intermediate dengan tujuan untuk memperlunak paduan sebelum proses mekanik dilakukan. Annealing adalah suatu proses termal yang dilakukan di atas temperatur rekristalisasi sehingga aplikasi dari annealing ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan tegangan sisa dari proses sebelumnya sehingga paduan dapat diproses lebih lanjut tanpa menimbulkan cacat.
2.3.3
Solution H eat Treatment
Solution heat treatment adalah proses perlakuan panas dimana paduan akan dipanaskan pada temperatur dibawah temperatur eutektik. Proses solution heat treatment memiliki tujuan untuk meningkatkan maksimum kelarutan dari senyawa terlarut menjadi larutan padat pada temperatur dibawah temperatur eutektik kemudian ditahan pada durasi yang cukup untuk terbentuknya larutan padat. Setelah proses solution heat treatment , paduan kemudian akan didingikan secara cepat untuk membentuk larutan padat jenuh. Proses homogenisasi menjadi sangat penting dalam proses solution heat treatment dikarenakan apabila ada ketidakseragaman pada paduan akan menyebabkan titik tersebut mengalami penurunan temperatur leleh. Mengingat proses ini dilakukan dekat dengan temperatur eutektik maka apabila ada bagian paduan yang temperatur lelehnya dibawah temperatur proses akan menyebabkan terjadinya pelelehan lokal dan menyebabkan cacat yang tentunya tidak diinginkan.
2.3.4
Quenching
Quenching atau pendinginan kejut merupakan proses lanjutan dari proses solution heat treatment . Pada proses solution heat treatment , setelah waktu penahanan pada temperatur tertentu tercapai maka untuk mempertahankan solid solution tersebut maka paduan akan didinginkan dengan laju yang sangat cepat sehingga atom – atom tidak dapat berdifusi dan akhirnya akan membentuk supersaturated solid solution. 10
Media dari quenching sangat bervariasi menyesuaikan proses yang diinginkan dan pertimbangan teknis lainnya untuk mendukung pencapaian spesifikasi dari paduan yand diproses. Media quenching yang paling sering digunakan adalah air. Kecepatan dari pendinginan juga ditentukan oleh konduktivitas dan panas spesifik dari paduan yang diproses. Terdapat sedikitnya dua metode pendinginan yang biasanya digunakan dalam quenching yakni dengan mencelupkan paduan ataupun dengan menyemprotkan media quenching .
2.3.5
Presipitat Hardening ( Aging )
Aging adalah proses dekomposisi dari senyawa dalam paduan pasca mengalami quenching dalam bentuk supersaturated solid solution. Hal ini terjadi dikarenakan untuk kondisi supersaturated solid solution secara mikro fasa ini tidak stabil sehingga pada waktu tertentu akan mengalami dekomposisi. Dekomposisi senyawa ini kemudian akan kembali meningkatkan kekuatan dari paduan khususnya untuk aluminium. Aging sendiri dibagi menjadi tiga tipe yakni natural aging , artificial aging dan over aging . Natural aging adalah aging yang dilakukan pada temperatur kamar sedangkan artificial aging dilakukan pada tempertatur tertentu. Artificial aging dilakukan pada temperatur tertentu untuk memicu dekomposisi senyawa larutan padat membentuk presipitasi sehingga akan meningkatkan kekuatan dari paduan tersebut. Over aging adalah saat proses penuaan dilakukan dalam waktu yang terlalu lama atau temperatur terlalu tinggi, pada tahap ini presipitat dan matriks dalam keadaan seimbang. Over aging ini dapat menurunkan kekuatan yang telah dicapai sebelumnya. Kondisi over aging merupakan kondisi yang tidak diinginkan.
11
Gambar 3.3 Proses Presipitat Hardening ( Aging )
(Sumber: George E. Totten and D. Scott MacKenzie. 2003)
2.3.6
Kondisi Proses Pada Paduan Aluminium
Dalam proses pemanfaatan paduan aluminium tentunya beragam proses harus dilalui terlebih apabila aplikasi yang dimaksud memerlukan tuntutan keamanan 100% seperti pada aplikasi pesawat terbang. Hal ini tentunya akan memberikan beberapa kesepakatan baik secara kondisi proses, spesifikasi penanganan, serta penamaan yang khusus untuk paduan tertentu. Hal ini tentu dimaksudkan untuk menyeragamkan seluruh proses dalam satu standar terutama untuk penggunaan yang melibatkan beberapa industri manufaktur. Berikut adalah beberapa keterangan standar dalam kondisi proses pada paduan aluminium terutama dalam proses perlakuan panas Menurut jenis perlakuan temper, aluminium paduan dapat dibedakan menjadi berberapa macam, diantaranya F, H, O, W dan T. F
: Fabrikasi
H
: Strain hardened (cold worked) with or without thermal treatment
O
: Pada keadaan Cair (annealed )
W
: Solution heat treated only
T
: Heat treated to produce stable tempers
Tanda T pada proses temper menunjukan proses temper pada kondisi stabil. Pada belakang simbol T diikuti dengan angka, angka ini menunjukan perlakuan khusus yang diterapkan pada proses treatment. T0
: Tanda ini memiliki arti aluminium keluaran pabrik atau tanpa perlakuan khusus
T1
: Cooled from hot working and naturally aged (at room temperature)
T2
: Cooled from hot working, cold-worked, and naturally aged
T3
: Solution heat treated and cold worked
T4
: Solution heat treated and naturally aged
T5
: Cooled from hot working and artificially aged ( at elevated temperature )
T6
: Solution heat treated and artificially aged
T7
: Solution heat treated and stabilized
T8
: Solution heat treated, cold worked, and artificially aged 12
T9
: Solution heat treated, artificially aged, and cold worked
T10
: Cooled from hot working, cold-worked, and artificially aged
Selain itu terdapat beberapa kode tambahan untuk kodefikasi T diantaranya: Tx51
: Applies specifically to plate, to rolled or cold-finished rod and bar, to die or ring forgings, and to rolled rings
Tx510 : Applies to extruded rod, bar, shapes and tubing, and to drawn tubing. : Refers to products that may receive minor straightening after stretching to comply with standard tolerances Tx52
: Applies to products that are stress relieved by compressing after solution heat treatment or after cooling from a hot-working process to produce a permanent set of 1 to 5%
Tx54
: Applies to die forgings that are stress relieved by restriking cold in the finish die. (These same digits--and 51, 52, and 54--may be added to the designation W to indicate unstable solution-heattreated and stress-relieved tempers)
T42
: Means solution heat treated from the O or the F temper to demonstrate response to heat treatment and naturally aged to a substantially stable condition
T62
: Means solution heat treated from the O or the F temper to demonstrate response to heat treatment and artificially aged
Rangkaian proses diataslah yang pada umumnya dilakukan pada paduan untuk kemudian merekayasa sifat mekanik baik untuk kebutuhan proses lebih lanjut misal pembentukan ataupun ketahanan ketika menunjang performa paduan dalam aplikasi ataupun fungsi tertentu. 2.4
Pengujian Merusak ( Destructive Test )
Pengujian merusak adalah pengujian suatu bahan, akan tetapi hasil akhir dari bahan tersebut akan cacat atau rusak. Pengujian dengan merusak dilakukan dengan cara merusak benda uji dengan cara pembebanan atau penekanansampai benda uji tersebut rusak, dari pengujian ini akan diperoleh informasi tentang kekuatan material dan sifat mekanik bahan. 2.4.1
Pengujian Tarik (Tensile Test )
Pengujian tarik adalah pengujian yang paling sering digunakan untuk mengetahui informasi dasar tentang kekuatan dari suatu material dan sebagai syarat dasar spesifikasi suatu material. 13
Pada pengujian tarik spesimen dikenakan penarikan secara kontinu sehingga menyebabkan elongasi pada spesimen. Kurva tegangan-regangan teknik dibuat dari pembebanan pertambahan panjang. Tegangan pada kurva tegangan-regangan (S) adalah pembebanan pada saat penarikan (P) dibagi dengan luas penampang awal spesimen (A 0).
.................................................................(1)
Regangan yang digunakan pada kurva tegangan regangan teknik adalah pertambahan panjang regangan linier, dimana elongasi (e) adalah pertambahan panjang δ, dibagi dengan panjang awal (L0). ∆ ....................................................(2)
Gambar 3.4 Kurva Tegangan-Regangan Teknik
(Sumber: Djaka, Tri. Diktat Kuliah Pengujian Logam) a.
Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik atau ultimate tensile strength (UTS) S u adalah beban maksimal Pmax dibagi dengan luas area awal spesimen A 0. ......................................................(3)
Kekuatan tarik adalah nilai yang sangat penting dari hasil pengujian tarik. Sangat digunakan untuk spesifikasi dan kontrol kualitas dari spesimen. Dalam design teknik, faktor keamanan harus diterapkan. Catatan: tegangan luluh lebih dipraktikan untuk material ulet. Tetapi sedikit memiliki hubungan dengan tegangan pada kondisi kompleks.
b.
Yielding
Berbagai penandaan untuk pengukuran yielding digunakan untuk sensitifitas pengukuran regangan dan tujuan penggunaan data 14
1.
True elastic limit : berdasarkan pengukuran mikro regangan pada regangan didapatkan nilai 2x10 -6. Nilai yang sangat kecil berkaitan dengan gerak kurang dari ratusan dislokasi.
2. Propotional limit : adalah tegangan tertinggi dimana tegangan berbanding lurus dengan regangan. 3. Elastic limit : tegangan terbesar yang dapat diterima material tanpa perubahan bentuk regangan yang permanen setelah pembebanan. Elastic limit > propotional limit 4.
Yield strength : tegangan yang diperlukan untuk pembentukan sedikit deformasi.
Gambar 3.5 Penggambaran Daerah Offset
(Sumber: Djaka, Tri. Diktat Kuliah Pengujian Logam) Offset yield strength dapat ditentukan oleh tegangan yang berhubungan dengan persimpangan dari kurva tegangan-regangan dan sejajar dengan garis elastis offset oleh regangan dari 0,2 atau 0,1% (e=0,002 atau 0,001)
0 c.
( =,) ...............................................(4)
Ductility
Ductility (ulet) adalah kualitatif, sifat subjektif dari material. Pada umumnya ductility terbagi menjadi tiga: 1.
Untuk operasi pengerjaan logam : merupakan indikasi dari deformasi yang dapat diterapkan tanpa menyebabkan kegagalan atau patah.
2.
Untuk perhitungan tegangan atau prediksi pembebanan : merupakan indikasi kemampuan logam untuk sampai pada batas plastis sebelum terjadi kegagalan atau patah.
15
3.
Untuk indikasi berbagai perubahan dari perlakuan panas atau kondisi proses logam.
d.
e.
f.
Elongasi
.........................................................(5)
........................................................(6)
Reduction of Area
Bentuk Spesimen Uji
Spesimen uji harus memenuhi standar dan spesifikasi dari ASTM E8 atau D638. Bentuk dari spesimen penting karena kita harus menghindari terjadinya patah atau retak pada daerah grip atau yang lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk spesimen uji dimaksudkan agar retak dan patahan terjadi di daerah gage length.
Gambar 3.6 adalah gambar spesimen uji tarik ASTM E8 yang di mana terdapat simbol A, B, C, G, W, T, R dan L. Keterangan dari Gambar 3.6 dijelaskan oleh Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Dimensi ASTM E8 [ASTM. 2011]
g.
Grip and Face Selection 16
Face dan grip adalah faktor penting. Dengan pemilihan setting yang tidak tepat, spesimen uji akan terjadi slip atau bahkan pecah dalam daerah grip ( jaw break ). Ini akan menghasilkan hasil yang tidak valid. Face harus selalu tertutupi di seluruh permukaan yang kontak dengan grip. Agar spesimen uji tidak bergesekan langsung dengan face. Uji tarik banyak digunakan untuk menghasilkan dasar-dasar desain informasi pada kekuatan suatu material dan sebagai pengujian untuk mendapatkan spesifikasi dari suatu material. Spesimen uji diberi beban gaya tarik uniaxial yang bertambah secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji. Hasil yang didapat dari pengujian tarik adalah nilai proof stress, yield point, tensile strength, elongation, fracture strength dan reduction of area. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat. Pada uji tarik, benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji.
2.4.2
Pengujian Kekerasan ( H ardness Test )
Keeran dapat ditentukan oleh ketahanan terhadap deformasi plastis, patah interatomic dan struktur kristal dalam material. Hal ini dapat menentukan kekuatan mekanik dari suatu material. Terdapat tiga metode pengujian standar untuk perhitungan kekerasan, dimana hasiltergantung dari tempat dilakukannya pengujian. Tiga metode uji kekerasan adalah metode goresan, metode elastis atau pantulan (rebound ) dan metode indentasi.
a.
Metode Goresan
Kekerasan goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral dengan mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain disusun berdasarkan kemampuan goresan yang satu terhadap yang lain. Kekerasan goresan diukur dengan skala Mohs. Skala ini terdiri atas sepuluh standar mineral disusun berdasarkan kemampuannya untuk digores. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk (kekerasan goresan 1), kuku jari mempunyai nilai kekerasan sekitar 2, tembaga yang dilunakkan kekerasannya 3, martensit 7, logam yang paling keras mempunyai harga kekerasan pada skala mohs antara 4 sampai 8. Sedangkan intan mempunyai kekerasan 10. kelemahan dari penilaian kekerasan dengan skala mohs adalah penilaiannya tidak cocok untuk logam karena interval skala pada nilai kekerasan. Keterangan tentang skala mohs dijelaskan oleh table 17
Tabel 3.5 Tabel Skala Mohs
Mineral
Scale Number
Talc
1
Gypsum
2
Calcite
3
Fluorite
4
Apatite
5
Orthoclase
6
Quartz
7
Topaz
8
Corundum
9
Diamond
10
a. Metode Pantulan Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer ) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan ( rebound ) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.
b.
Metode Indentasi
Metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan menggunakan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Prinsip kerja dari metode ini dengan menentukan jejak dari indentasi yang dihasilkan. Nilai kekerasan dari suatu bahan dilihat dari kedalaman jejak yang ditinggalkan. Jejak yang ditinggalkan menandakan bahwa logam tersebut telah terdeformasi plastis. Metode indentasi ini di klasifikasikan menjadi 3, yaitu :
18
1.
Metode Brinell
Kekerasan brinell ditentukan dengan menekan baja keras dengan lingkup diameter di bawah pembebanan tertentu terhadap permukaan material dan pengukuran diameter indentasi setelah pengujian dilakukan. Angka kekerasan brinell (brinell hardness number ) atau singkatnya angka brinell (brinell number ) diperoleh dengan membagi beban yang digunakan (kg) dengan luas permukaan indentasi (mm 2). Hasilnya merupakan pengukuran tekanan. Indentor yang biasa digunakan adalah baja, teteapi untuk material yang sudah diperkeras indentor yang digunakan adalah tungsten carbide sphare. Indentor yang digunakan berbentuk bola, pengujian ini tidak bisa dilakukan pada material tipis, perhitungannya dilakukan pada luas permukaan indentasi. Diameter bola yang digunakan dalam pengujian adalah 10mm, 5mm dan 1mm.
Gambar 3.8 Indentasi Metode Brinell
(Sumber: Djaka, Tri. Diktat Kuliah Pengujian Logam) 2 (−√ ............................................(7) −
Dengan :
P = beban yang digunakan, kg D = diameter bola indentor, mm d = diameter hasil indentasi, mm
2.
Metode Vickers
19
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136 o. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode brinell , walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengukur jejak. Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian karena metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinu, untuk suatu beban tertentu; dan digunakan pada logam yang sangat lunak, yakni DPHnya 5 hingga logam yang sangat keras, dengan DPH 1500. Sesuai dengan gambar 2.9, dimana penjejakan pada metode vickers berbentuk piramida.
Gambar 3.9 Indentasi Metode Vickers
(Sumber: Djaka, Tri. Diktat Kuliah Pengujian Logam)
Dengan :
2(⁄2)
1,854 ......................................(8)
P = beban yang digunakan, kg L = rata-rata dari diagonal, mm θ =
3.
sudut dari indentor intan =136 o
Metode Rockwell
Metode rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct reading ). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Indentor yang digunakan dalam pengujian ini terbuat dari baja yang diperkeras berbentuk bola, selain itu ada juga yang berbentuk kerucut intan. Uji kekerasan rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang (reproducible) sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi. Uji kekerasan rockwell paling banyak dipergunakan. Hal ini disebabkan oleh 20
sifat – sifatnya yaitu cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras dan ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Pengujian ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Metoda pengujian kekerasan rockwell yaitu dengan cara mengindentasi material. Beberapa kelebihan pengujian rockwell adalah pembebanan pada metode rockwell lebih kecil dan jejak atau indentasi yang dihasilkan lebih dangkal dibandingkan metode pengujian brinell. Pengujian rockwell dapat digunakan untuk bahan pengujian diluar lingkup pengujian brinell. Pengujian rockwell lebih cepat karena dapat memberikan hasil tanpa perhitungan, nilai kekerasannya dapat dibandingkan menggunakan Tabel hasil ASTM E8 Indentor yang digunakan pada pengujian rockwell dapat menggunakan 1/16 in bola baja yang diperkeras, 1/8in bola baja, atau 120 o kerucut intan dengan titik permukaan sedikit bulat. Nilai kekerasan adalah nilai acak yang berbanding terbalik dengan kedalaman lekukan, semakin rendah lekukan yang tercipta maka material tersebut semakin keras. 2 jenis rockwell yang sering digunakan adalah rockwell B dan C. Pada rockwell B dengan indentor 1/16in bola baja yang diperkeras digunakan pembebanan sebesar 100 kg. Pada rockwell C dengan indentor intan digunakan pembebanan sebesar 150 kg. Rockwell B digunakan untuk material dengan kekerasan menengah yaitu untuk material dengan kekerasan menengah yaitu sekitar (0 sampai 100HR B), lalu rockwell C digunakan untuk material yang lebih keras (>100HR B)
Tabel 3.6 Metode Pengujian Rockwell
Jenis
Indentor
Pembebanan (kg)
A
Diamond Cone
60
B
1/16in
100
C
Diamond Cone
150
D
Diamond Cone
100
E
1/8in
100
F
1/16in
60
G
1/16in
150
21
Gambar 3.10 Indentasi Metode Rockwell
(Sumber: Djaka, Tri. Diktat Kuliah Pengujian Logam)
2.4.3
Metalografi
Metalografi adalah salah satu ilmu tentang logam yang mempelajari dan menyajikan struktur mikro maupun topografi logam, fasa-fasa, ukuran butir dan distribusinya, serta sifatsifat logam serta paduannya dengan menggunakan peralatan mikroskop. Metalografi merupakan pengujian dan pengamatan terhadap strukutur butir suatu logam. Dalam pengamatan secara metalografi dapat diperoleh gambaran struktur butiran suatu logam. Pengujian metalografi harus menggunakan bantuan dari mikroskop optik [Van der voort, 1988]. Metalografi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang struktur makro dan mikro dari suatu logam, bisa juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sifat mekanik dan sifat fisik dari suatu material atau logam [Avner, 1964]. Sebelum kita menguji suatu material logam, yang harus dipertimbangkan adalah dalam tahap pemotongan ( shearing, punching, flame cutting ) tidak boleh membuat cacat awal pada material logam uji, dimensi atau toleransi spesimen harus tercatat dan yang terakhir adalah penandaan (marking ) harus dilakukan karena ditakutkan akan terjadi kekeliruan pada saat benda uji atau logam akan diuji. Karena pada dasarnya tujuan dari pengujian ini adalah untuk mendapatkan sifat mekanik dan sifat fisik dari suatu material logam maka sangat penting sekali kita harus mempertimbangkan design dari suatu struktur atau mesin maka yang harus kita lakukan adalah melihat kekutan dari mesin yang akan kita coba, untuk menjalankan fungsinya secara aman dan baik. Contoh sebuah crane harus medukung ( support ) beban tanpa terjadi perpatahan atau tanpa pembengkokan (bending ) sehingga tidak mempersulit operator crane. Pengamatan metalografi dibagi menjadi 2, yaitu [Van Der Voort, 1988] :
22
1.
Metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 10-500 kali.
2.
Metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran 1000 kali.
Pada analisa mikro digunakan mikroskop optik untuk menganalisa strukturnya. Berhasil tidaknya analisa ini ditentukan oleh preparasi benda uji, semakin
sempurna
preparasi benda uji, semakin jelas gambar struktur yang diperoleh.
Tahapan persiapan benda uji metalografi secara umum adalah sebagai berikut [Van Der Voort, 1988]: 1.
Memilih atau mengambil spesimen Ada tiga cara dalam memilih dan mengambil spesimen dari sifat dan tujuan
penyelidikan yaitu kontrol kualitas, analisa keruasakan, dan keperluan penelitian 2.
Pemotongan benda uji Pemotongan
jangan sampai merusak struktur bahan akibat gesekan alat
potong dengan benda uji. Untuk menghindari pemanasan setempat dapat digunakan air sebagai pendingin. Selain itu juga perlu menghindari perubahan bentuk spesimen akibat beban alat pemotongan. 3.
Mounting Dilakukan untuk benda uji yang kecil dan tipis sehingga memudahkan
pemegang benda uji. Proses mounting biasanya menggunakan bakelit. 4.
Pengampelasan Dilakukan pada permukaan yang hendak diamati. Dimulai dari amplas yang
paling kasar (400#, 600#, dan 800#) sampai amplas yang paling halus (1000# dan 1200#) dengan posisi tegak lurus sekitar 90 o terhadap benda uji. Pada proses pengampelasan memakai mesin berputar, yang digunakan sebagai medianya adalah ampelas dengan tingkat kekasaran yang berbeda. Selama proses pengampelasan benda uji harus dialiri secara terus-menerus untuk menghindari terjadinya panas. Hasil yang diperoleh permukaan spesimen dengan goresan yang searah, halus dan homogen. 5.
Polishing
23
Dilakukan untuk menghilangkan goresan-goresan yang masih ada bekas pengampelasan yang halus. Pemolesan dilakukan dengan bahan poles seperti pasta gigi atau autosol, dan aluminium oksida. Tujuan polishing yaitu untuk mendapatkan permukaan spesimen yang memenuhi syarat untuk diperiksa di bawah mikroskop. 6.
Etsa Dilakukan untuk mengikis daerah batas butir sehingga struktur bahan dapat
diamati dengan jelas dengan menggunakan mikroskop optik. Pada dasarnya ada perubahan atau perkembangan struktur mikro yang terjadi selama proses etsa, dikarenakan ada perbedaan warna akibat distribusi struktur mikro dan jenis kekerasan yang berbeda. 7.
Proses Pencucian Proses pencucian benda uji dilakukan setelah proses pengampelasan,
polishing, dan setelah etsa. Proses pencucian paling bersih menggunakan alkohol kemudian dikeringkan. Selain alkohol dapat juga menggunakan air bersih dan aquades untuk mencuci benda uji. 8.
Analisa Proses analisa dilakukan dibawah mikroskop optik. Spesimen yang telah
memenuhi syarat diamati dibawah mikroskop optik. Berhasil atau tidaknya dalam mengidentifikasi dan mengamati mikro struktur, lebih banyak ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman mengenai berbagai logam dan paduan. Mikroskop cahaya pada semua cabang metalurgi fisik, kegunaan mikroskop amat besar. Yang amat sederhana adalah mikroskop cahaya yang terdiri dari tiga bagian pokok : 1.
Lensa Pemantul ( illuminator ), untuk memantulkan permukaan logam.
2.
Lensa Objektif, yang mempunyai daya pisah.
3.
Lensa Mata (eye lens), untuk memperbesar bayangan yang terbentuk oleh lensa objektif. Pengujian mikroskop dilakukan setelah pemolesan selesai dan setelah selesai
proses etsa. Proses etsa dilakukan dengan bantuan larutan kimia yang sesuai dapat memberikan gambaran seperti kelarutan dan ukuran butir, distribusi fasa, hasil deformasi plastis dan eksistensi dari pengotor dan cacat-cacat. Proses kimia atau etsa permukaan, mula-mula memperlihatkan batasan butir tetapi lebih lanjut etsa akan memperlihatkan bayangan yang berbeda antara satu butir dengan butir yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa larutan etsa tidak mengikis permukaan logam seluruhnya 24
melainkan sepanjang bidang-bidang kristalografi tertentu. Bagian yang memiliki orientasi yang sama kemudian terdapat dalam butir, dan karena setiap butir memiliki orientasi yang berbeda dari butir-butir sekitarnya, setiap butir akan menentukan sinar kelensa objektif pada mikroskop dan hasilnya akan timbul sinar, sementara butir butir disekitarnya memantulkan semua sinar kelain arah dan tampak lebih gelap.
3
Metode Percobaan
Penelitian yang dilakukan adalah mengenai ppengaruh proses heat treatment paduan aluminium 2024 terhadap hasil proses pembentukan (bending ) yang dilakukan di PT. Dirgantara Indonesia. Pada Gambar 3.1 menjelaskan penelitian yang dilakukan secara umum. Mempersiapkan paduan aluminium 2024
Heat treatment
Pembentukan bending
Destructive test
Pengambilan data
Pembahasan
Kesimpulan
25
Literatur
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian di PT DI
3.1
Proses Perlakuan Panas Paduan Aluminium 2024 \ di PT Dirgantara Indonesia
Proses perlakuan panas adalah salah satu proses yang dilalui sebelum diproses lebih lanjut terutama sebelum mengalami proses pembentukan secara mekanik. Proses ini secara umum berguna untuk memberikan perubahan secara mekanis akibat pengaruh perlakuan dibawah temperatur dan durasi tertentu untuk menghasilkan struktur mikro tertentu sehingga sifat yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu proses heat treatment yang dilakukan di PT Dirgantara Indonesia adalah untuk paduan aluminium. Berikut adalah proses heat treatment untuk paduan Aluminium 2024 dengan ketebalan ±1,2 mm yang akan digunakan sebagai bahan dasar sayap pesawat CASA untuk paduan aluminium 2024 a. Preheating Pada proses ini tanur dipanaskan terlebih dahulu untuk menaikkan temperatur tanur hingga mencapai temperatur operasi. Hal ini dilakukan untuk menyeragamkan temperatur tanur sehingga siap untuk digunakan. Untuk temperatur yang relatif tinggi, pemanasan biasanya dilakukan secara bertahap untuk menghindari thermal shock serta memastikan keseragaman temperatur dalam tanur. Untuk solution treatment paduan aluminium 2024 tanur dipanaskan hingga mencapai temperatur 488o-498oC yang ditandai dengan penunjuk angka dari seluruh sensor thermal pada tanur. Apabila seluruh sensor telah menunjukkan angka yang sama, temperatur dipertahankan untuk beberapa waktu dengan tujuan homogenisasi. Nilai temperatur 488 o498oC ini mengacu kepada standar dari Boeing dan Casa terkait solution treatment pada paduan aluminium 2024 proses I+D-P 220 yang mengisyaratkan untuk solution treatment dilakukan pada temperatur 488 o-498oC. Selain mengacu kepada standar, pemilihan standar temperatur operasi juga sesuai dengan diagram fasa dimana pada temperatur sekitar 488o-498oC, paduan aluminium 2024 akan memasuki daerah larutan padat. b. Loading Proses loading adalah proses pemuatan material paduan aluminium ke dalam tanur sehingga dapat menjalani proses solution treatment . Proses loading ini cenderung memakan waktu yang relatif lama akibat aktivitas tahapan mulai dari pembukaan tanur, pengangkutan, hingga penutupan kembali.
26
Di PT Dirgantara Indonesia, loading ini dilakukan oleh seorang operator di kontrol room. Selain durasi proses loading yang memerlukan waktu, pembukaan tanur juga akan menyebabkan ruangan dalam tanur berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi ini menyebabkan temperatur tanur akan turun dengan rentang untuk seluruh sensor thermal antara 300o – 450oC sampai seluruh proses loading ini benar-benar selesai atau dengan kata lain hingga tanur telah tertutup kembali. c. Conditioning Proses conditioning adalah proses pengondisian ulang temperatur operasi tanur ke temperatur standar yang telah ditentukan pasca penurunan temperatur akibat proses loading material. Proses ini secara umum dinyatakan berakhir apabila sensor thermal terakhir telah menunjukkan temperatur minimum proses yaitu 488 oC sehingga dapat dikatakan lingkungan tanur telah mencapai standar. c. Conditioning Proses conditioning adalah proses pengondisian ulang temperatur operasi tanur ke temperatur standar yang telah ditentukan pasca penurunan temperatur akibat proses loading material. Proses ini secara umum dinyatakan berakhir apabila sensor thermal terakhir telah menunjukkan temperatur minimum proses yaitu 488 oC sehingga dapat dikatakan lingkungan tanur telah mencapai standar. d. Holding Proses holding adalah proses penahanan material pada temperatur operasi yang telah ditentukan. Perhitungan untuk waktu penahanan dimulai seketika setelah proses conditioning berakhir yaitu ketika sensor thermal terakhir telah menunjukkan temperatur operasi minimum yaitu 488oC. Menurut standar proses BAC 5602 proses solution treatment untuk paduan aluminium 2024 dan 7075 ini dilakukan selama 20-30 menit untuk benar-benar telah membentuk larutan padat yang homogen sebelum akhirnya dikeluarkan untuk pendinginan. e. Quenching Setelah proses solution treatment dilakukan, material akan dikeluarkan dari tanur untuk kemudian didinginkan secara cepat untuk mempertahankan sifat saat solution treatment sehingga dapat diproses lebih lanjut. Media pendinginan yang digunakan di PT Dirgantara Indonesia adalah air. Mengacu kepada standar proses yang sama, pendinginan cepat untuk kedua aluminium paduan tersebut dilakukan dengan media air yang mengsyaratkan temperatur media pendingin maksimal adalah 37,77 oC sehingga untuk PT Dirgantara Indonesia menggunakan air dengan temperatur awal sekitar 32,2 oC yang akan naik mencapai 27
temperatur 37,77oC. Saat proses pendinginan cepat ini, temperatur lingkungan juga akan naik dari 25oC menjadi 29oC. Sebelum diangkat dan diproses ke tahap selanjutnya, material dibiarkan dalam media pendingin sekitar 2-5 menit. Hal ini dilakukan tentunya untuk memastikan keseragaman temperatur mengingat degradasi temperatur yang relatif tinggi sehingga memerlukan waktu untuk homogenisasi. Proses ini tentu bertujuan untuk memperoleh keseragaman struktur yang akan menghasilkan keseragaman sifat mekanik mengingat kebutuhan kesempurnaan material yang akan digunakan dalam industri pesawat terbang. Temperatur dari media pendinginan juga harus mengalami pengontrolan yang ketat mengingat hal ini akan berpengaruh kepada laju pendinginan dari material. Laju pendinginan yang tidak sesuai akan mengakibatkan ketidaksempurnaan sifat mekanik yang diperoleh sehingga akan mengurangi efektivitas bahkan kelayakan material tersebut untuk diproses lebih lanjut. f. Preparation Tahap preparasi atau persiapan merupakan tahap perantara antara pendinginan dan penyimpanan sebelum diproses dalam pembentukan mekanik. Proses yang ada di tahapan ini adalah mentransportasikan material dari kolam pendinginan ke dalam cool box untuk penyimpanan serta sample material menuju ke laboratorium untuk diuji merusak demi memastikan kualitas. g. Cool Box Cool box adalah nama tempat penyimpanan material pasca solution treatment. Temperatur penyimpanan dalam cool box mengikuti standar proses yaitu -25 o ± 5oC. Penyimpanan dalam cool box dilakukan agar sifat makanik aluminium pasca solution treatment tetap terjaga sambil menunggu proses pembentukan. Setelah proses cool box selesai dilakukanlah proses 3.1.1
Pembentukan
Pada tahapan pembetukan dilakukan pada kondisi untuk spesimen 2024 T42 masih dingin atau kondisi W sedangkan untuk spesimen 2024 T0 dan 2024 T3 pembetukan dilakukan langsung dari material awal yang sudah kondisi T0 dan T3 Pembentukan dilakukan dengan metoda tekuk (bending) dengan sudut 90 0 dan radius bending 5 mm 3.1.2
Proses Natural A ging pada Paduan Aluminium 2024
Natural aging bertujuan untuk memperkuat aluminium dengan cara aluminium didiamkan selama ± 5 hari pada temperatur ruang. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan 28
dekomposisi senyawa dari paduan berlangsung optimal dan membentuk presipitat sehingga dapat meningkatkan kekuatan paduan. Proses ini merubah paduan aluminium 2024 dari T0 menjadi T42. Gambar 4.2 proses heat treatment teoritik dengan praktik di PT Dirgantara Indonesia:
Gambar 3.2 Gambar Skematik Proses Perlakuan Panas 3.2
) Proses Destructive Test (Pengujian merusak Setelah proses heat treatment selesai, paduan aluminium 2024 yang sudah dilakukan w
proses heat treatment dibawa menuju laboratorium metalurgi untuk dilakukan pengujian merusak, yaitu pengujian tarik , pengujian kekerasan ,pengujian conductivity ,metalografi dan pengujian korosi 3.2.1
Pengujian Kekerasan
Pengujian merusak yang pertama dilakukan adalah pengujian kekerasan pada sampel aluminium 2024 T0,T3 dan T42 dengan proses berikut : 1. Mempersiapkan paduan aluminium 2024 T0,T3 dan T42 yang akan diuji kekerasan. 2. Pengujian kekerasan dilakukan pada bagian grip dari sampel dengan referensi pengujian ASTM E10. 3. Mencatat data pengujian kekerasan dari masing-masing sampel.
3.2.2 Pengujian Tarik
29
Proses dari pengujian tarik pada paduan aluminium 2024 T0,T3 dan T42 adalah sebagai berikut : 1. Pengukuran demensi ,tebal serta lebar dari sampel tersebut. 2. Menyalakan komputer dan mesin uji tarik Instron 5982 3. Memasukan metode uji tarik yang digunakan dan menyeting ukuran sampel yang digunakan yaitu ASTM E8 4. Menyeting mesin uji tarik sesuai dengan prosedurnya. 5. Melakukan uji tarik sesuai dengan sampel yang dibutuhkan. 6. Mengeprint data hasil uji tarik yang telah dilakukan.
3.2.3 Pengujian Metalografi
Setelah melakukan pengujian kekerasan dan pengujian tarik, sampel hasil pemotongan awal diproses dengan pengujian metalografi. Diagram alir dari pengujian metalografi aluminium paduan 2024 ditunjukkan pada Gambar 4.6
Mempersiapkan paduan aluminium yang akan di u i metalo rafi
Memotong sampel yang akan diuji sesuai ukuran yang diinginkan
Mounting sampel ± 4 jam Grinding sampel Memoles sampel menggunkan pasta diamond Mengeringkan sampel Meng-etsa sampel Melakukan analisa mikroskop Pengambilan data
Pembahasan 30
Literatur
Kesimpulan Gambar 3.3 Diagram Alir Pengujian Metalografi
Dari diagram alir pengujian metalografi pada Gambar 4.6, dapat diketahui bahwa halhal yang harus dilakukan untuk melakukan pengujian metalografi paduan aluminium 2024 adalah: 1. Mempersiapkan sampel yang akan di uji metalografi. 2. Melakukan proses pemotongan di kedua ujung sampel dengan bentuk yang diinginkan untuk dilakukan proses mounting . 3. Melakukan proses mounting dengan menggunakan resin dengan campuran sedikit hardener untuk mengeraskan resin dengan lama pengerasan ± 4 jam. 4. Setelah hasil mounting mengeras, dilakukan proses grinding yang bertujuan untuk menghilangkan goresan dari amplas kekasaran 240#, 500#, 800# dan 1000#. 5. Setelah sampel mulai terliat halus, dilakukan proses polishing
dengan
menggunakan pasta diamond dan cairan pendingin DP-Lubricant blue untuk ukuran pasta diamond diatas 1m dan DP-Lubricant red untuk ukuran pasta diamond dibawah 1 m hingga sampel yang dipoles terlihat seperti cermin. 6. Setelah proses polishing selesai sampel dikeringkan. 7. Setelah sampel kering dilakukan proses etsa menggunakan larutan Keller’s 1:4 dengan air. 8. Menganalisa dibawah microscope dan pengambilan gambar
3.2.4 Pengujian Korosi Pengujian korosi dilakukan dengan metoda korosi batas butir (Interbranullar Corrosion) yang mengacu Pada ASTM G110 dengan tahapan proses sebagai berikut : 1. Preparasi sampel – Pada proses ini sampel Al 2024 T0,T3 dan T42 yang telah di tekuk dicuci dan direndam pada larutan Sodium Hydroxida (NHOH) 5% pada temperature 60o C selama 15 menit tujuannya untuk menghilangkan lapisan clad dari permukaan kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan. 2. Aktifasi (ething treatment ) – Sampel derendam selama 1 menit pada suhu 700 C pada campuran larutan dengan komposisi : 31
a. 50 ml Asam Nitrat (HNO 3) 70% b. 10 ml Asam Flourida (HF) 48% c. 945 ml Air Suling (H 2O) Setelah proses diatas sampel dicuci dengan air kemudian direndam pada larutan 70% asam nitrat (HNO3) pada suhu ruangan selama 1 menit kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. 3. Pengkorosian - Sampel dikorosikan dengan cara direndam selama 6 jam dalam campuran larutan dengan komposisi: a. 57 gram NaCl b. 10 ml Hydrogen Peroksida (H2O2) 30% c. 1L Air sulin (H2O) 4. Pemeriksaan – Pemeriksan hasil uji korosi dilakukan dibawah mikroskop dengan metoda metalografi
3.3 Alat dan Bahan 3.3.1
Alat yang digunakan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu di antaranya: 1. Furnace KRAFT 2. Furnace PRECONS 3. Mesin uji tarik Instron 5982 beserta komputer 4. Grip mesin uji tarik 5. Micrometer skrup. 6. Mesin cutting. 7. Cetakan mounting. 8. Mesin grinding dan polishing . 9. Dryer 10. Mikroskop Nikon LV150 3.3.2
Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu di antaranya: 1. Sampel uji tarik ASTM E8.Sampel meterian yang dibentuk 2. Resin. 3. Larutan uji korosi 4. Larutan keller’s 5. Release Powder 32
6. Kertas ampelas # 200 s/d 1000 7. Diamond pasta #6 m, 2 m 0.5 m 8. Lubricant red and blue 9. Kain polish NAP,DUR dal MOL
33