4.2 Pembahasan
Filtrasi adalah proses pemisahan dari campuran heterogen yang cairan dan partikel-partikel padat dengan menggunakan media filter yang hanya meloloskan cairan dan menahan partikel-partikel padat. Pada industri, filtrasi ini meliputi ragam operasi mulai dari penyaringan sederhana hingga pemisahan yang kompleks. Fluida yang difiltrasi dapat berupa cairan atau gas (Geankoplis, 2003). Filter dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, filter diklasifikasi (clarifying (clarifying cake) cake) dan filter ampas (cake (cake filter ). ). Filter klarifikasi dikenal juga sebagai filter hamparan tebal (deep (deep bed filter ), ), karena partikel-partikel zat padat diperangkap didalam medium filter dan biasanya tidak ada lapisan zat yang terlihat dari permukaan medium. Filter ini biasanya digunakan digun akan untuk memisahkan me misahkan zat padat yang kuantitasnya kecil dan menghasilkan gas yang bersih atau zat cair yang bening, seperti minuman. Klarifikasi berbeda dengan pelapisan karena pori media filter ini jauh lebih besar dari diameter partikel yang harus dipisahkan. Dan filter ampas digunakan untuk memisahkan zat padat yang kuantitasnya besar dalam bentuk Kristal atau ampas. Biasanya filter ini dilengkapi untuk pencucian zat padat dan untuk mengeluarkan sebanyak- banyaknya sisa zat cair dari zat padat itu sebelum zat padat itu dikeluarkan dari filter ( McCabe, 1990). Deep bed filter adalah proses penyaringan jangka panjang diseluruh media berpori. Pada saat awal media berpori tidak mengandung partikel apapun. Aliran suspense mulai bergerak dari inlet ke outlet filter, mengisinya dengan partikel. Batas antara suspense dan bagian kosong filter membentuk konsentrasi partikel tersuspensi dan ditahan. Setelah depannya mencapai outlet filter, media poros seluruhnya diisi dengan partikel. Seiring waktu partikel baru memasuki media pori dan menyumbat bebas pori- pori kecil, sehingga konsentrasi partikel yang dipertahankan meningkat. Hal ini diasumsikan bahwa partikel tetap membentuk deposit tidak bias tersingkir dari pori- pori dengan aliran cairan atau partikel lainnya (Kuzmina, 2010).
4.2.1
Hubungan Pressure Drop Terhadap Kedalaman Unggun
Perbedaan tekanan pada tiap titik dalam unggun disebabkan oleh adanya kecepatan aliran yang ada dalam unggun dikarenakan oleh distribusi cake dalam unggun yang tidak merata. Semakin besar disribusi cake pada suatu titik dalam unggun, maka tekanannya akan semakin besar. Hal ini dapat diamati dengan berkurangnya jumlah total energi air dari bagian masuk (influent ) ke bagian luar (effluent ). Kehilangan tekanan yang terjadi di pengaruhi oleh konsentrasi dari slurry yang dilewatkan pada media pasir (unggun), serta laju alir slurry yang masuk kedalam media penyaring. Partikel- partikel pada fluida suspense lama- kelamaan akan tersumbat dan membentuk cake pada media penyaring. Cake yang terbentuk menyebabkan terjadinya kehilangan tekanan (pressure drop) disepanjang unggun. Peningkatan pressure drop selama proses penyaringan menunjukkan banyaknya massa partikel yang tersumbat (Geankoplis, 2003). Pada percobaan ini, kehilangan tekanan pada tiap titik yang terdapat dalam unggun pada percobaan ini dihitung dengan cara mengukur perbedaan ketinggian dari air yang terdapat dalam manometer pada titik yang berbeda dari alat penyaring. 10000
) 2
8000
0 menit
m / N ( 6000 p o r D 4000 e r u s s 2000 e r P
10 menit 20 menit 30 menit 40 menit 50 menit
0 -200
60 menit 0
-2000
200
400
600
800
kedalaman unggun (mm)
Gambar 4.1 Hubungan pressure drop terhadap kedalaman unggun dengan konsentrasi CaCO3 300 mg/L dan alju alir 1 L/menit pada tahap downward
5000
4000 ) )
0 menit
2
m / 3000 N (
10 menit
p o r 2000 D
20 menit 30 menit
e r u s s 1000 e r P
40 menit 50 menit 60 menit
0 -100
0
100
200
300
-1000
400
500
600
700
800
kedalaman unggun (mm)
Gambar 4.2 Hubungan pressure drop terhadap kedalaman unggun dengan konsentrasi CaCO3 300 mg/L dan alju alir 5 L/menit pada tahap downward
Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai pressure drop secara keseluruhan pada tahap downward ini cenderung semakin besar seiring dengan semakin dalamnya unggun, karena jumlah cake yang tertahan pada ungun bagian atas lebih banyak dibandingkan dengan unggun pada bagian bawah. Sehingga terjadi penurunan tekanan aliran ( pressure drop) pada unggun bagian bawah. Pada laju alir 4 L/ menit, nilai pressure drop mengalami penurunan, ini dapat terjadi karena sengan laju alir yang semakin cepat proses akan berjalan semakin cepat dan nilai pressure drop semakin berkurang. Namun, pada percobaan ini diperoleh grafik naik turun. Hal ini disebabkan oleh ketidaktelitian dalam membaca ketinggian manometer serta banyaknya tube yang tersumbat.
7000 6000 ) 2 m / 5000 N ( p 4000 o r D 3000 e r u s 2000 s e r P
0 menit 10 menit 20 menit 30 menit 40 menit
1000
50 menit
0 -100 0 -1000
100
200
300
400
500
600
700
800
60 menit
kedalaman unggun (mm)
-2000
Gambar 4.3 Hubungan pressure drop terhadap kedalaman unggun dengan konsentrasi CaCO3 300 mg/L dan alju alir 1 L/menit pada tahap backwash
7000 ) 2
6000
m 5000 / N ( 4000 p o r D 3000 e r u 2000 s s e r 1000 P
0 menit 10 menit 20 menit 30 menit 40 menit 50 menit
0 -100 0 -1000 -2000
100
200
300
400
500
600
700
800
60 menit
Kedalaman Unggun (mm)
Gambar 4.4 Hubungan pressure drop terhadap kedalaman unggun dengan konsentrasi CaCO3 300 mg/L dan alju alir 5 L/menit pada tahap backwash
Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 menunjukan bahwa pada tahap backwash terjadi penurunan pressure drop, penurunan terjadi seiring dengan semakin dalamnya unggun. Pada pipa 1 dan pada tiap kedalaman unggun memiliki penurunan tekanan
yang berbeda – beda. Nilai pressure drop lebih tinggi pada laju alir 3 L/menit dibandingkan dengan laju 2 L/menit, hal ini dikarenakan tumbukan dan gesekan yang terjadi lebih banyak dan lebih sering terjadi, sehingga nilai pressure drop yang terjadi akan semakin besar.
4.2.2
Hubungan Head Loss Terhadap Ketinggian Unggun
Head loss merupakan kerugian – keerugian yang terdiri dari head loss gesek didalam pipa – pipa dan head loss didalam belokan – belokan, redusir, katup – katup dan sebagainya (Affan, 2010) Kerugian energi per satuan berat fluida dalam pengairan cairan dalam sistem perpipaan disebut sebagai kerugian (head loss) (Malau, 2012). 1 0.8 0 menit ) m ( s s o l d a e h
0.6
10 menit 20 meit
0.4
30 menit 40 menit
0.2
50 menit 0 -100
0 -0.2
100
200
300
400
500
600
700
800
60 menit
Kedalaman Unggun (mm)
Gambar 2.5 Hubungan kedalaman unggun terhadap head loss pada tahap downward pada laju alir 1 L/ menit dan konsentrasi CaCO3 300 mg / L
0.5 0.4 0 menit
) g k 0.3 / J ( s s o 0.2 L d a e H 0.1
10 menit 20 menit 30 menit 40 menit 50 menit
0 -100
0 -0.1
100
200
300
400
500
600
700
800
60 menit
kedalaman unggun (mm)
Gambar 4.6 Hubungan kedalaman unggun terhadap head loss pada tahap downward pada laju alir 5 L/ menit dan konsentrasi CaCO3 300 mg / L
Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 menunjukkan bahwa adanya head loss. Semakin besar kedalaman unngun cenderung nilai head loss yang dihasilkan akan semakin besar. Pengaruh ketinggian unggun terhadap head loss pada tahap downward dengan konsentrasi 200 mg/ L pada laju alir 3 L/menit semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi unggun maka tekanan yang dihadapi fluida saat melewati aliran semakin kecil sehingga kehilangan daya tekanannnya semakin besar. Namun, pada percobaan ini diperoleh grafik naik turun. Hal ini disebabkan oleh ketidaktelitian dalam membaca ketinggian manometer serta banyaknya tube yang tersumbat.
0.7 0.6
) g K / J ( s s o L d a e H
0.5
0 menit
0.4
10 menit
0.3
20 menit
0.2
30 menit
0.1
40 menit 50 menit
0 -200
-0.1
0
200
-0.2
400
600
800
60 menit
Kedalaman unggun (mm)
Gambar 4.7 Hubungan kedalaman unggun terhadap head loss pada tahap Backwash pada laju alir 3 L/ menit dan konsentrasi CaCO3 300 mg /L 0.7 0.6 ) g K / J ( s s o L d a e H
-200
0.5
0 menit
0.4
10 menit
0.3
20 menit
0.2
30 menit
0.1
40 menit
0
50 menit
-0.1 -0.2
0
200
400
600
800
60 menit
Kedalaman Unggun (mm)
Gambar 4.8 Hubungan kedalaman unggun terhadap head loss pada tahap backwash pada laju alir 4 L/ menit dan konsentrasi CaCO3 300 mg /L
Gambar 4.7 dan gambar 4.8 menunjukkan bahwa pada tahap backwash terjadi head loss, semakin dalamnya unggun nilai head loss yang diperoleh akan semakin kecil. Nilai head loss yang berbeda – beda pada tiap kedalaman unggun pada tahap ini
disebab karena cake yang awalnya menyumbat bed semakin berkurang sehingga terjadinya penurunan head loss pada kedalaman tertentu.
4.2.3 AnalisisTurbidity
Pengaruh kekeruhan atau turbidity menunjukkan bahwa padatan CaCO3 (kapur) telah dipisahkan dari larutannya maka dilakukan pengukuran kekeruhan dari hasil filtrasi pada interval waktu yang berbeda. Turbidity merupakan suatu ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar dari mengukur kadar air yang menjadi hasil filtrasi dengan satuan NTU ( Nephelo Metrix Turbidity Unit ) (Said, 2010). Berikut merupakan grafik hubungan waktu penyaringan terhadap turbidty pada tiap laju alir dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan 4.10
300 250 ) 200 U T N ( 150 y t i d i 100 b r u t
4 l/ menit 3 l/ menit
50 0 0
10
20
30
40
50
60
waktu (menit)
Gambar 4.11 Hubungan antara turbidityterhadap waktu operasi pada tahap downward pada laju alir 3 L/menit dan 4 L/menit dengan konsentrasi CaCO3 300 mg/L
300 250 ) U200 T N ( y150 t i d i b r 100 u t
4 l/menit 3 l/menit
50 0 0
10
20
30
40
50
60
waktu (menit)
Gambar 4.12 Hubungan antara turbidityterhadap waktu operasi pada tahap backwash pada laju alir 3 L/menit dan 4 L/menit dengan konsentrasi CaCO3 300 mg/L
Gambar 4.11 dan 4.12 menunjukkan bahwa semakin lama waktu filtrasi maka tingkat kekeruhan (turbidity) semakin kecil. Pada konsentrasi 200 mg /L dengan laju alir 2 dan 3 L/menit pada waktu 0 menit nilai turbiditynya adalah 5,8 NTU dan 3,4 NTU, sedangkan pada tahap backwash pada waktu 0 menit diperoleh nilai turbiditynya adalah 8,3 NTU dan 7 NTU. Dengan demikian semakin lama waktu filtrasi maka semakin kecil nilai turbiditynya. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu operasi semakin banyak pula cake yang tersaring sehingga filtrat yang dihasilkan semakin jernih.