PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE /QA) /QA)
A.
Pendahuluan
Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy ), keamanan ( safety ) dan mutu ( quality ). Berdasarkan Pera Peratu tura ran n Peme Pemerin rinta tah h Nomo Nomorr 51 Pasa Pasall 9 Ayat Ayat 1 yang yang meny menyat ataka akan n bahw bahwa, a, ”industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi”.
Quality Assurance (QA) menurut WHO (2004) dan juga diadopsi oleh CPOB 2006 didefinisikan sebagai : “Semua aspek yang secara kolektif maupun indivi individua duall mempen mempengar garuhi uhi mutu mutu produk produk,, dari dari konsep konsep design design hingga hingga produk produk tersebut ditangan konsumen”. merupakan keseluruha keseluruhan n sistem sistem yang dibuat dengan dengan Quality Assurance merupakan tuju tujuan an agar agar selu seluru ruh h prod produk uk indu indust stri ri farma farmasi si yang yang diha dihasi silk lkan an meme memenu nuhi hi persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Quality Assurance tidak saja mencakup mencakup pela elaksanaan
Cara
Pembuata atan
Obat
yang
Baik
(Good Good
Manufa Manufact cturi uring ng
/GMP)) mela melain inka kan n juga juga Cara Cara Berl Berlab abor orat ator oriu ium m yang yang Baik Baik (Good Practices /GMP /GLP)) dan dan Cara Cara Uji Uji Klin Klinis is yang yang Baik Baik (Good Clinical Laboratory Practices Practices/GLP Clinical
Practices /GCP)
serta
Cara
Distribusi
yang
Baik
(Good Good
Distri Distribut butio ion n
Practices /GDP). Departe Departemen men QA memilik memilikii kewena kewenanga ngan n dan bertan bertanggu ggung ng jawab jawab untuk untuk menyus menyusun un kebija kebijakan kan mutu mutu perusa perusahaa haan n yang yang dapat dapat menjam menjamin in mutu mutu obat obat yang yang dihasi dihasilka lkan n agar agar sesuai sesuai dengan dengan persya persyarata ratan n mutu mutu yang yang telah telah diteta ditetapka pkan n dan memastikan bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat, melaksanakan kebijakan tersebut.
B.
Tujuan
Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Dalam pedoman pelaksanaan CPOB disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produk antara lain adalah : (1)
Kualitas dari bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan
(2)
Proses pembuatan dan pengawasan mutu
(3)
Bangunan dan peralatan
(4)
Personalia yang terlibat dalam pembuatan obat
C.
Persyaratan Dasar
Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi industri farmasi hendaknya memastikan bahwa : a) Design
dan
pengembangan
obat
dilakukan
dengan
cara
yang
memerhatikan persyaratan CPOB dan Cara Berlaboratorium yang Baik. b) Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan c) Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan d) Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar e) Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan-selama proses ( in-process controls ) lain serta validasi yang diperlukan dilakukan f) Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses, pengemasan
dan
pengujian
bets, dilakukan
sebelum
memberikan
pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian dan/atau
pengawasan-selama-proses,
pengkajian
dokumen
produksi
termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang tela ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir g) Obat tidak dijual atau dipasok sebelum kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar
dan peraturan lain yang berkaitan dngan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk h) Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat i) Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi efektivitas da penerapan Sistem Pemastian Mutu j) Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan k) Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat l) Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk m) Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui n) Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan
D.
Ruang Lingkup
1. Personalia Personalia adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu industri farmasi. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil mampu memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil mampu memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Selain itu, seluruh karyawan juga harus memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga mampu melaksanakan tugas secara profesional.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masalah personalia, antara lain : a. Kesehatan personil Pada saat perekrutan sebaiknya dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas pembersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang akan dibuat. Untuk masing-masing karyawan sebaiknya ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya. b. Unit Produksi, unit Pengawasan Mutu dan unit Pemastian Mutu dikepalai oleh Apoteker yang berbeda dan bertanggung jawab terhadap unitnya masing-masing serta memiliki pengalaman dan mampu membawahi para Supervisor pada setiap tingkat pekerjaan yang dilakukan. c. Kualifikasi dan pengalaman personil Kualifikasi personalia harus tercantum dalam suatu Prosedur Tetap (protap) Kualifikasi Karyawan yang harus mendapat persetujuan dari QA Manager
dan
Direksi
Perusahaan.
Selain
itu,
sebagai
pedoman
pelaksanaan tugas tersebut maka setiap karyawan harus memiliki Uraian Tugas yang disusun oleh bagian Personalia dengan persetujuan QA Manager d. Jumlah personil Kekurangan jumlah personil cenderung memengaruhi kualitas obat, karena tugas akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Di samping itu kekurangan jumlah karyawan biasanya mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator maupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat lebih atas/yang melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan. e. Sarana
dan
lingkungan
tempat
kerja,
pakaian
kerja
serta
peralatan/perlengkapan penanganan yang memadai perlu disediakan agar produk maupun orangnya bebas dari resiko kontaminasi
Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan CPOB maka pada setiap karyawan yang bekerja pada industri farmasi wajib untuk diberikan pelatihan. Pelatihan dapat diberikan oleh seorang yang cakap dan ahli dibidangnya atau oleh atasan yang bersangkutan. Pelatihan mengenai CPOB harus dilakukan secara berkesinambungan dan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin supaya karyawan terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Pada setiap pelatihan yang diberikan harus dibuat “Catatan Pelatihan” pada masingmasing karyawan. Catatan pelatihan ini harus disimpan dan efektivitas program perlatihan dievaluasi (dinilai) secara berkala. Program pelatihan sebaiknya mencakup antara lain : -
Materi umum yang harus diberikan kepada semua personil pada hari pertama kerjanya
-
CPOB dasar (termasuk mikrobiologi dan higiene perorangan) kepada semua personil
-
CPOB spesifik kepada personil berkaitan, misal bagi mereka yang menangani pembuatan produk steril, menangani pembuatan produk toksik atau berpotensi tinggi dan/atau bersifat sensitisasi
-
Pemahaman semua Protap, metode analisis dan prosedur lain bagi personil berkaitan
-
Pengetahuan
mengenai
sifat
bahan/produk,
cara
pengolahan
dan
pengemasan
Kepala bagian Pemastian Mutu hendaknya seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Wewenang dan tanggung jawab kepala bagian Pemastian Mutu termasuk : -
Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu
-
Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan
-
Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala
-
Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu
-
Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok)
-
Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi
-
Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Otoritas Pengawasan Obat (OPO) yang berkaitan dengan mutu produk jadi
-
Mengevaluasi/mengkaji catatan bets
-
Meluluskan
atau
menolak
produk
jadi
untuk
penjualan
dengan
mempertimbangkan semua faktor terkait
2. Peralatan 3. Sanitasi dan Higiene 4. Produksi 5. Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi Diri Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan melakukan inspeksi diri dapat diketahui kekurangan atas pemenuhan CPOB, baik yang kritis, berdampak besar maupun yang berdampak kecil. Penilaian terhadap kekurangan atas pemenuhan CPOB sebagai berikut : Tingkat Kekritisan Kritis (C) Adalah kekurangan yang memengaruhi mutu obat dan dapat mengakibatkan reaksi fatal terhadap kesehatan konsumen sampai kematian.
•
•
•
• •
Terdiri dari antara lain Pencemaran silang bahan baku atau produk. Produk steril diletakkan terbuka di daerah non-aseptis. Air Murni atau Air untuk injeksi tercemar. Salah penandaan. Karyawan yang belum terlatih bekerja di daerah pengisian
Berdampak Besar (M) Adalah kekurangan yang memengaruhi mutu obat tetapi tidak berdampak fatal terhadap kesehatan konsumen.
•
•
•
•
Berdampak Kecil (m) Adalah kekurangan yang kecil pengaruhnya terhadap mutu obat dan tidak berdampak terhadap kesehatan konsumen.
•
• • •
steril/aseptis. Peralatan ukur utama tidak dikalibrasi atau di luar batas kalibrasi. Penyimpangan dalam proses tidak didokumentasi dengan benar. Ketidaklengkapan pengisisan catatan bets. Tidak dilakukan inspeksi terhadap perusahaan penerima kontrak. Pembersihan gudang tidak sesuai jadwal. Permukaan dinding retak. Catatan ditulis dengan pinsil. Seragam kerja tidak dipakai secara benar.
Inspeksi diri dilakukan secara independen (ditunjuk secara tertulis dan tidak dipengaruhi oleh atasan) dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan, yaitu yang terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam melakukan inspeksi diri. Ada manfaatnya bila juga menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Dalam pelaksanaannya, inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Namun program inspeksi diri yang menyeluruh dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali setahun oleh sebuah tim inspeksi diri yang diketahui oleh QA Manager. Tim ini harus mampu menilai secara objektif pelaksanaan CPOB terkini pada semua bagian yang terkait dengan pembuatan obat, termasuk berbagai dokumen yang terkait dengan bagian yang diinspeksi, seperti protap, dokumen validasi/kualifikasi, catatan bets, dan lainlain. Frekuensi inspeksi diri tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri dan catatan hasil inspeksi harus disimpan dan didokumentasikan. Setelah pelaksanaan inspeksi diri, disusun laporan inspeksi diri serta dibuat Rencana Aksi Perbaikan ( Corrective Action Plan/ CAP) dan laporan dari hasil inspeksi diri yang telah dilakukan, mencakup :
•
Hasil inspeksi diri
•
Evaluasi serta kesimpulan
•
Saran tindakan perbaikan
Untuk memperoleh standar inspeksi diri dibuat daftar periksa inspeksi diri selengkap mungkin yang menyajikan standar minimal dan seragam. Daftar periksa meliputi semua aspek yang disertai sejumlah pertanyaan yang bersifat umum untuk masing-masing kategori yang mencakup antara lain : •
Personalia
•
Bangunan termasuk fasilitas untuk personil
•
Perawatan bangunan dan peralatan
•
Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi
•
Peralatan
•
Pengolahan dan In Process Control (IPC)
•
Pengawasan mutu
•
Dokumentasi
•
Sanitasi dan hygiene
•
Program validasi dan re-validasi
•
Kalibrasi alat atau sistem pengukuran
•
Prosedur penarikan kembali obat jadi
•
Penanganan keluhan
•
Pengawasan label
•
Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindak lanjut/tindakan perbaiakan Daftar periksa diperbaharui secara berkala agar selalu mengikuti dan
meliputi perubahan, peraturan pemerintah dan kebijakan perusahaan. Daftar periksa disusun sedemikian rupa sesuai dengan program pembuatan obat yang ada di industri farmasi agar mudah digunakan oleh tim inspeksi diri. Tim inspeksi diri dibentuk oleh Manajemen perusahaan terdiri dari minimal 3 orang yang kompeten dan berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB, diketuai oleh QA Manager.
Audit Mutu
6. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian 7. Dokumentasi Dokumentasi bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi merupakan hal yang sangat penting dalam industri farmasi untuk memastikan bahwa setiap petugas (karyawan) mendapat instruksi yang jelas dan rinci mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul apabila hanya mengandalkan instruksi lisan. Selain itu, dengan dokumentasi yang baik juga akan memungkinkan ketelurusan kembali proses produksi yang telah dilakukan apabila terdapat kesalahan selama produk tersebut dipasarkan. Dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari informasi manajemen yang meliputi antara lain : a. Prosedur tetap (Standard Opertaing Procedure /SOP) b. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi) c. Catatan Pengolahan Batch/Catatan Pengemasan Batch (batch processing
records ) d. Identifikasi (kode/penomoran protap, peralatan, batch) e. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina , rejected ) f. Protokol dan Laporan Kualifikasi/Validasi g. Dokumen registrasi h. Catatan Kalibrasi, Pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi, dan lain-lain
Kriteria Dokumentasi meliputi : -
Dokumen didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat.
-
Dokumen disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang.
-
Isi dokumen tidak berarti ganda; judul, sifat dan tujuannya dinyatakan dengan jelas. Penampilan dokumen dibuat rapi dan mudah dicek. Dokumen hasil reproduksi jelas dan terbaca. Reproduksi dokumen kerja dari dokumen induk tidak boleh menimbulkan kekeliruan yang disebabkan proses reproduksi.
-
Dokumen dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up-to-date . Bila suatu dokumen direvisi, sebaiknya dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja.
-
Dokumen tidak ditulis tangan; namun, bila dokumen memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini ditulis tangan dengan jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Sebaiknya disediakan ruang yang cukup untuk mencatat data.
-
Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan memungkinkan pembacaan informasi semula. Jika perlu, alasan perubahan dicatat. Pencatatan dibuat atau dilengkapi pada tiap langkah yang dilakukan dan sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang signifikan mengenai pembuatan obat dapat ditelusuri. Catatan pembuatan disimpan selama paling sedikit satu tahun setelah tanggal daluwarsa produk jadi.
-
Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data elektronis, cara fotografis atau cara lain yang dapat diandalkan, namun prosedur rinci berkaitan dengan sistem yang digunakan tersedia, dan akurasi catatan dicek. Apabila dokumentasi dikelola dengan menggunakan metode pengolahan data elektronis, hanya personil yang diberi wewenang boleh mengentri atau memodifikasi data dalam komputer dan perubahan dan penghapusannya dicatat; akses dibatasi dengan menggunakan kata sandi ( password ) atau dengan cara lain, dan hasil entri dari data kritis dicek secara independen. Catatan bets yang disimpan secara elektronis sebaiknya dilindungi dengan transfer pendukung menggunakan pita magnet, mikrofilm, kertas atau cara lain.
Secara garis besar, dokumen pembuatan obat dapat dikelompokkan berdasarkan jenisnya, sebagai berikut : 1) Spesifikasi a) Spesifikasi bahan baku mencakup :
Deskripsi bahan, termasuk : •
Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal
•
Rujukan monografi farmakope, bila ada
•
Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan
•
Standar mikrobiologis, bila ada
Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan
Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan
Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan
Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali
b) Spesifikasi bahan pengemas
Deskripsi bahan, termasuk : •
Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal
•
Rujukan monografi farmakope, bila ada
•
Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan
•
Standar mikrobiologis, bila ada
•
Spesimen bahan pengemas cetak, termasuk zat warna
Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan
Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan
Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan
Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali
c) Spesifikasi produk antara dan produk ruahan Spesifikasi produk antara dan produk ruahan tersedia, apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila data dari produk antara
digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi mirip dengan spesifikasi bahan awal atau produk jadi, sesuai keperluan. d) Spesifikasi produk jadi mencakup :
Nama produk yang ditentukan dan kode referen (kode produk)
Formula/komposisi atau rujukan
Deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan, termasuk ukuran kemasan
Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan
Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan
Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, bila diperlukan
Masa edar/simpan
2) Dokumen Produksi a) Dokumen Produksi Induk yang berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets b) Prosedur Produksi Induk, terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, yang masing-masing berisi prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik. Prosedur Produksi
Induk
dipersyaratkan
divalidasi
sebelum
mendapat
pengesahan untuk digunakan c) Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang merupakan reproduksi dari masingmasing Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, dan berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk. 3) Dokumen Pengawasan Mutu 4) Dokumen penyimpanan dan distribusi
5) Dokumen pemeliharaan, pembersihan dan pemantauan kondisi ruang dan peralatan 6) Dokumen penanganan keluhan, obat kembalian dan penarikan obat jadi 7) Prosedur dan catatan inspeksi diri 8) Pedoman dan catatan pelatihan CPOB bagi karyawan 8. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak 9. Kualifikasi dan Validasi