A. PATOGENESIS
Penyakit antrak disebabkan oleh bakteri bakteri Bacillus anthracis merupakan bakteri gram positif. Bakterri ini dapat dikultur dengan mudah di laboratorium. Bakteri ini dapat bertahan hidup di tanah dalam beberapa decade karena kemampuannya dalam membentuk spora yang membuat dirinya tetap persisten di alam. Bentuk spora atau vegetatif ini pun merupakan salah satu faktor yang berperan dalam virulensi bakteri ini. Spora anthrax tahan terhadap suhu ekstrim, kekeringan, dan zat kimia. Spora anthrax dikelilingi oleh lapisan longgar, yaitu exosporium yang tersusun oleh sejumlah protein, protein utama penyusunnya disebut BclA (Bacillus collagen-like protein of anthracis), merupakan glikoprotein yang mengandung cincin gula. Simtom yang ditimbulkan oleh penyakit anthrax merupakan akibat dari toksin yang disekresikan oleh bakteri ini.a>, c> Bakteri Bacillus anthracis menginduksi terjadinya respon inflamasi jaringan berupa nekrosis dan pendarahan. Lesi kulit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus bakteri Bacillus anthracis diawali dengan masuknya masuknya endospora
melalui kulit yang mengalami abrasi, kemudian bakteri
mencapai target utamanya di lapisan subkutan. Di tempat ini bakteri berproliferasi dan menyebabkan edema lokal dan nekrosis. Makrofag yang mengenali adanya invasi kemudian memfagositosis endospora. Endospora yang difagosit kemudian berprolierasi di dalam makrofag menjadi bakteri vegetative. Kemudian bakteri ini dibawa makrofag menuju kelenjar limfa regional. Kemudian bakteri vegetatif ini dilepaskan dari makrofag, bermultiplikasi di dalam kelenjar getah bening regional regional menyebabkan menyebabkan
limfadenitis limfadenitis
hemoragik regional. Bakteri dapat menyebar melalui darah dan getah bening dan dalam jumlah besar besar dapat
menyebabkan septikemia septikemia berat. Tingginya kadar eksotoksin yang yang 7
diproduksi dapat menyebabkan kematian.
Faktor virulensi utama bakteri bakteri Bacillus anthracis adalah binary exotoxins, oedema dan lethal toxins yang dikode dikode oleh dua plasmid yaitu yaitu pXO1 dan pXO2. pXO2. Toksin yang yang masuk ke dalam menyebabkan efek sistemik bahkan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Plasmid pXO1 berukuran 184,5 kbp berfungsi dalam mengkode gen yang berperan dalam meningkatkan sekresi eksotoksin. Kompleks gen-toksin terdiri dari gen pengkode antigen protektif, gen pengkode faktor letal, dan gen pengkode faktor edema. Ketiga komponen eksotoksin bergabung untuk membentuk dua racun biner. Toksin edema merupakan adenilat siklase
yang tergantung kalmodulin yang dapat meningkatkan kadar C-AMP intraseluler yang mengandung antigen pelindung sehingga memungkinkan masuknya toksin ke dalam sel tubuh. Peningkatan konsentrasi C-AMP seluler menyebabkan gangguan homeostasis air dan diyakini bertanggung jawab atas terjadinya edema massif, hal ini terlihat pada anthrax 7
cutaneous. Selain itu, toksin edema juga secara invitro dapat menghambat fungsi netrofil.
Faktor lethal merupakan metalloprotease yang secara in vitro dapat menonaktifkan protein kinase. Toksin lethal dapat menyebabkan kondisi hiperinflamasi pada makrofag, mengaktifkan jalur pemecahan oksidatif dan pelepasan reaktif oksigen intermediet, serta meningkatkan produksi sitokin pro inflamasi, seperti faktor tumor nekrosis (TNFa) dan interleukin-1b, yang bertanggung jawab terhadap kerusakan dan kematian sel.
7
Gambar 4. Patofisiologi biomolekular anthrax
Peran edema toxin dan lethal toxin dalam pathogenesis penyakit anthrax
Bakteri Bacillus anthracis menghasilkan eksotoksin LF (Lethal Factor) dan EF (Edema Factor) disamping menghasilkan Protective Antigen (PA). Antigen pelindung (PA) dari toksin anthrax mengikat ATR pada permukaan sel host. Bentuk PA yang berukuran 83-kDa dipecah oleh sel protease purin permukaan dan menghasilkan monomer 63-kDa.
Heptamerisasi
PA menginduksi pengelompokan ATRs, kemudian terjadi hubungan
kompleks ATRs dengan ikatan lipid, dan domain binding faktor edema (EF) atau faktor letal (LF). Kemudian terjadi endositosis EF dan LF. EF menyebabkan kenaikan cAMP yang menyebabkan edema sel, sedangkan LF merupakan metalloprotease yang memiliki kofaktor Zn2+ mengalami translokasi ke sitosol melalui pori membran dan menyebabkan nekrosis dan 7
hipoksia pada sel . Kapsul bakteri Bacillus anthracis , tersusun oleh poly-gamma-D-glutamic acid, merupakan faktor esensial dalam virulensi bakteri anthrax. Kapsul bakteri berguna untuk menghambat mekanisme pertahanan host melalui aksi antifagositnya. Kapsul bakteri sebenarnya merupakan immunogen lemah, tapi ketika terjadi ikatan kovalen dengan karier protein, dapat menimbulkan antibody dalam serum. Regulasi ekspresi gen yang berperan pembentukan kapsul dimediasi oleh regulator transkripsi yaitu AtxA yang juga berperan dalam pembentukan eksotoksin, dimana fungsinya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Ekspresi gen pembentuk kapsul juga dikendalikan oleh regulator transkripsi bakteri anthrax sendiri yaitu AcpA. Kedua plasmid tersebut berperan dalam virulensi bakteri, hilangnya salah satu peran plasmin tersebut menyebabkan kekuatan strain berkurang.
7,b>
DAFTAR PUSTAKA
7.
Dixon, Terry C. M edical Progress : Anthrax. The New England Journal o f Medicine. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM199909093411107 a> Diane C. Jamrog, Michael P. Shatz, and Cassandra Smith. Modeling Responses to Anthrax and Smallpox Attacks. Lincoln Laboratory Journal . 2007; Vol. 17; Number 1. b> Joanna Kubler-Kielb, Teh-Yung Liu, Christopher Mo cca, Fathy Majadly, John B. Robbins, and Rachel Schneerson. Additional Conjugation Methods and Immunogenicity of Bacillus anthracis Poly--D-Glutamic Acid±Protein Conjugates. Infection And Immunity. 2006; Vol. 74, No. 8; p. 4744±4749 c> Joanna Kubler-Kielb, Evgeny Vinogrado, Haijing Hu, Stephen H. Leppla, John B. Robbins , Rachel Schneerson. Saccharides Cross-Reactive With Bacillus Anthracis Spore Glycoprotein As An Anthrax Vaccine Co mponent. PNAS. 2008 ; vol. 105 ; no. 25 .