Deteksi ini Acute Kidney Injury (AKI) dengan
Neutrophil
elatinase-Associated Lipocalin (NGAL)
Oleh : Audric Komala
Pembimbing : Dr. Eddy Susatyo, SpPD Dr. Herniah Asti Wulanjani, SpPK PROG AM PEND PENDID IDIKA IKAN N DOK DOKTE TER R SPE SPESIA SIAL L SI BA IAN PATOLOGI PATOLOGI KLINIK KLINIK FK UNDIP UNDIP RS DR KARIADI SEMARANG 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disahkan dan dipresentasikan Tinjauan Pustaka: Nama
: Dr. Audric Komala
NIM
: 22180112320012
Bagian
: PPDS-1 Patologi Klinik FK Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi, Semarang
Stase / Peridode Peridode
: RSUD Dr. Soetrasn Soetrasno, o, Rembang; Rembang; 1 – 31 31 Oktober 2015
Judul
:
Deteksi Dini Acute Kidney Injury (AKI) dengan Neutrophil
“
Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL)”
Tanggal Presentasi : 15 Oktober 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Eddy Sussatyo, SpPD
Dr. Herniah Asti Wulanjani, SpPK
ii
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul ..................................................................................................... Lembar Pengesahan ......................................................................................... Daftar Isi ............................................................................................................. Daftar Gambar .................................................................................................... I. PENDAHULUAN .................................................................................... II. ACUTE KIDNEY INJURY (AKI) ............................................................. 2.1. Definisi ........................................................................................... 2.2. Faktor Risiko AKI .......................................................................... 2.3. Parameter AKI ................................................................................. 2.3.1. RIFLE ................................................................................. 2.3.2. Kreatinin ............................................................................... 2.3.3. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) .......................................... 2.3.4. Urine Output ....................................................................... 2.4. Penyebab AKI ................................................................................. 2.5. Patofisiologi AKI ............................................................................ 2.6. Gambaran Klinik AKI ..................................................................... III. NEUTROPHIL GELATINASE – ASSOCIATED LIPOCALIN (NGAL) ... 3.1. Struktur dan Biologi NGAL ............................................................ 3.2. Kadar NGAL ................................................................................... 3.3. NGAL pada AKI ............................................................................ 3.4. Pemeriksaan Laboratorium NGAL .................................................. IV. ALTERNATIF PARAMETER DETEKSI AKI ......................................... 4.1. Kidney Injury Molecule-1 (KIM-1) ................................................ 4.2. Liver-type Fatty Acid-Binding Protein (L-FBAP) ........................ 4.3. Cystatin-C ...................................................................................... 4.4. Interleukin-18 (IL-18) ..................................................................... 4.5. MicroRNAs (miRNAs) ................................................................... V. PENUTUP ............................................ ..................................................... Daftar Pustaka ......................................................................................................
iii
i ii iii iv 1 4 4 4 5 5 6 6 6 7 8 10 11 11 13 15 16 18 18 18 19 19 20 21 22
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Patofisiologi AKI
.............................................................................
Gambar 2.
Aspek Molekuler AKI
Gambar 3.
Regulasi Apo-NGAL dan Holo-NGAL
Gambar 4.
Regulasi NGAL pada AKI dan Tanpa AKI
......................................................................
iv
............................................ .......................................
8 9 12 13
BAB I PENDAHULUAN Gagal ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) merupakan suatu kumpulan gejala klinis akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak dan merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada pasien dengan 1-4
kondisi kritis.
Pasien dengan kondisi tersebut karena berbagai sebab akan
mengalami gangguan fungsi ginjal akut yang masih dapat reversible bila 3
dilakukan intervensi lebih awal. Intervensi awal akan meningkatkan survival dan recovery fungsi ginjal sehingga memperbaiki prognosis.
1,4
Morbiditas dan mortalitas AKI sangat tinggi, beberapa penelitian menyebutkan, pada pasien rawat inap insidensi AKI sekitar 5% sedangkan pada pasien-pasien Intensive Care Unit (ICU) insidensi AKI sekitar 30-50% dengan mortalitas 45-60%. Sekitar 6% pasien AKI memerlukan dialisis. Insidensi ini cenderung meningkat.
1,5,6
Insidensi AKI di dunia belum diketahui pasti, hal ini disebabkan karena perbedaan dalam definisi maupun jenis populasi penelitian, apakah penelitian community atau hospital-acquired . Prevalensi AKI di Amerika Serikat dilaporkan
antara 1% (community-acquired ) sampai 7,1% ( hospital-acquired ) dari seluruh pasien yang masuk ke rumah sakit, sedangkan di Inggris, 172 per juta penduduk per tahun dan meningkat hingga 486-630 per juta penduduk per tahun, tergantung definisi yang digunakan .
7
Studi populasi pada tahun 2007 oleh Ali dan rekan-rekan dengan menggunakan definisi AKI sebagai konsentrasi kreatinin ≥ 1,7 mg/dl (laki-laki) atau ≥ 1,5 mg/dl (perempuan), didapatkan insidensi AKI dan acute on chronic renal failure (ACRF) berturut-turut 1811 dan 336 per juta penduduk. Insidensi
AKI di komunitas negara berkembang, sulit didapatkan karena tidak semua pasien AKI datang ke rumah sakit dan diperkirakan jauh melebihi angka yang tercatat.
8,9
Diagnosis awal AKI hingga saat ini merupakan hal yang problematik, dikarenakan kurang tersedianya pemeriksaan diagnostik yang real time sebagai petanda kerusakan dan gangguan fungsi ginjal. Suatu uji diagnostik memerlukan
1
standar baku emas untuk diagnosis pasti. Standar baku emas yang ideal untuk diagnosis pasti AKI adalah biopsi, tetapi tidak dapat rutin dilakukan karena prosedur yang invasif dan berisiko, sehingga standar baku emas yang banyak dipakai dengan menggunakan kriteria dari Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO) yaitu Risk, Injury, Failure, Loss, End State Renal Disease
(RIFLE) dan diagnosis AKI hanya sampai kepada injury. Kriteria RIFLE sudah 10,11
divalidasi penggunaannya dalam klinik untuk memprediksi outcome pasien.
Kriteria RIFLE menggunakan pemeriksaan kreatinin serum sebagai salah satu tolok ukurnya. Secara umum, kadar kreatinin serum sejauh ini masih dipakai sebagai standar baku emas untuk menilai gangguan fungsi ginjal. Kadar kreatinin serum sebenarnya merupakan indikator yang buruk karena baru meningkat 48-72 jam setelah renal injury dan dipengaruhi oleh faktor-faktor non-renal. Kreatinin serum tidak akurat dalam menggambarkan perubahan fungsi ginjal akut sampai keadaan keseimbangan yang stabil tercapai. Konsentrasinya hanya meningkat jika ginjal telah kehilangan fungsinya sebesar 50%.
3,5
Beberapa tahun belakangan terdapat beberapa biomarker baru yang dipercaya dapat mendeteksi gangguan ginjal akut lebih dini dibanding pemeriksaan kreatinin serum, yaitu NGAL, c ystatin C, kidney injury molecule- 1 (KIM-1), IL-18, dan liver-type fatty acid binding protein (L-FABP). Analisis data oleh Parikh CR dan rekan-rekan (2010) menyebutkan kadar NGAL terdeteksi meningkat paling cepat dibandingkan biomarker lain, yaitu dalam waktu 2 jam pasca AKI pada pasien yang menjalani operasi cardiopulmonary bypass .
3,5,12-14
NGAL banyak diteliti dan dikatakan sebagai biomarker molekuler yang sangat potensial untuk diagnosis AKI. NGAL juga dikenal sebagai lipocalin 2 adalah suatu protein dengan berat molekul 25 kDa yang berikatan kovalen dengan gelatinase dari neutrofil. Kadar NGAL pada keadaan normal diekspresikan sangat rendah di beberapa jaringan seperti ginjal, paru, lambung dan kolon. Ekspresinya dipicu oleh adanya kerusakan epitel. Protein NGAL mudah dideteksi baik dalam darah maupun urin segera setelah AKI.
5,15
Penelitian cross sectional pasien dewasa yang didiagnosis
AKI (peningkatan kreatinin serum 2x dalam waktu < 5 hari) dan sekunder
2
terhadap sepsis, iskemia, atau nefrotoksin yang dirawat di ruang ICU menyimpulkan konsentrasi NGAL serum meningkat 10x dibandingkan dengan kontrol sehat dan 100x lebih tinggi pada urin dengan menggunakan metode Western blot . Baik NGAL serum maupun urin berkorelasi tinggi dengan kadar
kreatinin serum. Biopsi ginjal pada pasien-pasien ini menunjukkan adanya akumulasi imunoreaktif terhadap NGAL pada tubulus kortikalis. Hasil ini menunjukkan NGAL sensitif terhadap terjadinya AKI pada manusia.
3,5,12
Penelitian Hanna Bachorzewski dan rekan-rekan (2007) pada pasien non diabetik yang menjalani angiografi koroner menyebutkan kadar NGAL meningkat 2 jam setelah AKI.
13
Penelitian Bennet dan rekan-rekan menunjukkan NGAL
tidak hanya sebagai biomarker AKI tetapi juga prediktor keparahan AKI dan terkait AKI seperti kebutuhan dialisis, lama rawat inap dan
outcome
1,5,16
mortalitas.
Pada titik potong 130 µg/g kreatinin, nilai sensitivitas dan spesifisitas NGAL dalam mendeteksi AKI masing-masing adalah 0,9 dan 0,995. Nilai ini lebih baik dari beberapa parameter lain yang digunakan dalam mendeteksi AKI seperti NAG, α 1-microglobulin, α 1-acid glycoprotein , ekskresi fraksi natrium dan kreatinin serum, walaupun nilai AUC dari NGAL masih sebanding dengan kreatinin serum. Pada umumnya, NGAL masih merupakan kandidat yang cukup 17
menjanjikan sebagai petanda biologis untuk deteksi dini AKI.
3
BAB II
ACUTE KIDNEY INJURY (AKI) 2.1.Definisi Acute kidney injury (AKI) merupakan keadaan terjadinya penurunan
fungsi ginjal mendadak dalam waktu 48 jam, yang ditandai dengan peningkatan kreatinin serum ≥ 0,3 mg/dl (≥ 25 µmol/L), atau peningkatan kreatinin serum 50%, atau penurunan produksi urin (oliguria) < 0,5 ml/kg/jam selama > 6 jam 18
(AKIN).
AKI menggantikan istilah gagal ginjal akut atau acute renal failure
yang secara konvensional menggambarkan suatu sindroma penurunan cepat laju filtrasi glomerulus (LFG) yang terjadi dalam periode beberapa jam hingga minggu. Istilah gagal ginjal lebih sesuai untuk keadaan di mana dibutuhkan terapi pengganti fungsi ginjal atau keadaan fungsi ginjal sudah sangat menurun. Banyak kasus di ICU pada kenyataannya, telah terjadi cidera ginjal tetapi belum sampai pada tahap gagal ginjal yang bila diketahui dan ditangani dengan cepat, maka 19
tidak akan berlanjut ke tahap gagal ginjal dan multi organ failure .
2.2.Faktor Risiko AKI
Faktor risiko terjadinya AKI antara lain SIRS, sepsis, syok, usia tua, dan paparan terhadap nefrotoksin sedangkan komplikasi AKI mencakup gangguan suplai oksigen, hemodinamik, keseimbangan asam basa dan kegagalan multi organ.
20
AKI sering berhubungan dengan keadaan kegagalan organ multipel
seperti pada SIRS dan sepsis. Strategi pencegahan merupakan kunci utama untuk mencegah AKI, sehingga penting untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi seperti penderita lanjut usia, penderita diabetes mellitus, hipertensi atau penyakit pembuluh darah ( vascular disease ), serta pada penderita yang sudah mengalami gangguan fungsi ginjal. Faktor-faktor risiko AKI terutama banyak ditemukan pada pasien dengan kondisi kritis.
21
4
2.3.Parameter AKI Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI), suatu kelompok yang terdiri dari
ahli nefrologi dan ahli perawatan intensif pada tahun 2002 membuat definisi baru dan konsensus pengelolaan yang komprehensif berdasarkan bukti-bukti klinis terpercaya untuk mengatasi berbagai konsep gagal ginjal akut. Konsep baru ini disertai kriteria-kriteria diagnosis yang dapat mengklasifikasikan AKI dalam berbagai kriteria beratnya penyakit. Kriteria ini disebut sebagai kriteria RIFLE ( Risk Injury Failure Loss End-stage renal disease ).
16
2.3.1. RIFLE
Kriteria RIFLE pada dasarnya terdiri dari 3 kriteria yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal berdasarkan kenaikan kreatinin serum, penurunan LFG dan penurunan produksi urin dalam satuan waktu ( risk, injury dan failure). Kriteria ini diharapkan dapat menegakkan diagnosis AKI secara dini. Dua
kriteria selanjutnya menggambarkan prognosis gangguan ginjal ( loss, end-stage). Risk didefinisikan jika peningkatan kreatinin serum 1,5x atau LFG turun >
25% dibanding keadaan sebelumnya dan urine output < 0,5 ml/kgBB/jam selama 6 jam. Mehta dan rekan-rekan (2007) menambahkan satu kriteria lain yaitu kenaikan kadar kreatinin serum > 0,3 mg/dl, tanpa melihat kadar sebelumnya. Risiko terjadinya AKI dicurigai jika didapatkan salah satu hal tersebut. Tahap ini penting untuk diketahui secara dini sebab jika diagnosis ditegakkan pada tahap ini maka biasanya AKI masih reversible sehingga dapat dicegah penurunan fungsi ginjal lebih lanjut, namun seringkali pada tahap ini belum ada gejala klinik yang menonjol. Injury adalah jika peningkatan kreatinin serum 2x atau LFG turun >50%
atau urine output < 0,5 ml/kgBB/jam selama 12 jam. Injury ginjal yang terjadi pada tahap ini akan menetap jika tidak segera ditangani. Gejala klinik AKI biasanya sudah mulai terlihat. Failure, loss dan end stage adalah tahap sudah ditemukannya berbagai
macam gejala klinik dan pengelolaan pada tahap ini biasanya sudah menggunakan terapi pengganti ginjal.
22-25
5
2.3.2. Kreatinin
Kreatinin (berat molekul 113 Da) adalah produk penguraian dari kreatin yakni suatu senyawa yang mengandung nitrogen yang terutama terdapat di otot. Kreatinin mengalami fosforilasi oleh enzim kreatin fosfokinase (CPK) atau disebut kreatinin kinase (CK) menjadi senyawa fosfat berenergi tinggi yang ikut serta dalam reaksi-reaksi metabolit yang membutuhkan energi. Kreatinin bebas difiltrasi oleh glomerulus dan disekresi tubulus namun tidak direabsorbsi. Pada setiap orang jumlah yang dihasilkan dari perputaran kreatin cenderung konstan. Jumlah yang dihasilkan dan diekskresikan setara dengan masa otot dan biasanya lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, juga dipengaruhi oleh usia dan metabolism otot.
26
Pemeriksaan kreatinin menggunakan metode reaksi Jaffe. Kreatinin direaksikan dengan alkalin pikrat dalam media alkali membentuk senyawa yang berwarna orange-red dan di ukur dengan spektrophotometer. Metode ini tidak spesifik untuk kreatinin. Beberapa senyawa dilaporkan memproduksi Jaffelike chromogen termasuk protein, glukosa, asam askorbat, benda keton, piruvat,
guanidine, golongan sephalosporin. Nilai rujukan untuk kreatinin bagi laki-laki 0,6 – 1,3 mg/dL dan perempuan 0,5 – 1,0 mg/dL.
26
2.3.3. Laju filtrasi glomerulus (LFG)
LFG merupakan uji faal ginjal yang paling banyak dilakukan di klinik. LFG dapat diperkirakan berdasarkan kreatinin serum dengan menggunakan rumus Cockroft Gault yang menghitung klirens kreatinin (CCr) ml/menit. Ccr =
27
(140-umur) x berat badan x (0,85 jika wanita) 72 x kreatinin serum (mg/dL)
2.3.4. Urine output Urine output merupakan petanda yang cukup sensitif dalam menilai
penurunan fungsi ginjal. Penurunan urine output pada penderita kondisi kritis seringkali mendahului peningkatan kreatinin serum, namun terlebih dahulu
6
disingkirkan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, keadaan dehidrasi atau penggunaan diuretik.
25
2.4.Penyebab AKI
Berdasarkan penyebabnya AKI dibagi menjadi 3 yaitu prerenal, renal dan postrenal. AKI prerenal perlu dibedakan dengan azotemia prerenal, sebab walau terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin, namun pada azotemia prerenal belum terjadi gangguan struktur ginjal.
19,23
AKI prerenal disebabkan berkurangnya
volume sirkulasi yang efektif (hipoperfusi). AKI prerenal dibagi menjadi 5 golongan:
28
1. Deplesi volume intravaskuler: - Kehilangan cairan ekstraselular (luka bakar, diare, muntah, diuretik, insufisiensi adrenal, perdarahan gastrointestinal) - Sekuestrasi cairan ekstraselular (pankreatitis, advanced liver disease ) 2. Penurunan curah jantung - Disfungsi miokardial, infark, aritmia, iskemik, penyakit katup jantung, hipertensi pulmonal 3. Vasodilatasi perifer - Obat anti hipertensi, sepsis, hipermagnesia, hipoksia 4. Vasokontriksi renal berat - Sepsis, obat NSAID, hepatorenal sindrom 5. Oklusi mekanik arteri renalis - Oklusi trombotik, emboli, dll.
Penyebab AKI renal antara lain: 1. Penyakit yang mengenai pembuluh darah besar di ginjal, baik arteri atau vena, misalnya kasus aterotromboli karena lepasnya emboli kolesterol pada arteriografi. 2. Penyakit yang mengenai pembuluh darah mikro di ginjal dan glomerulus. - Proses inflamasi (glomerulonefritis, vaskulitis) dan non inflamasi pembuluh darah (hipertensi maligna, krisis skleroderma)
7
- Mikroangiopati trombotik yang ditandai dengan pembekuan darah di dalam pembuluh darah mikro (hemolitik uremik sindrom, trombotik trombositopenik purpura dan sindrom hiperviskositas) 3. Nekrosis tubular akut (NTA) karena iskemik atau nefrotoksin 4. Penyakit akut lain yang mengenai tubulointerstitium - Nefritis interstitialis alergi, infeksi berat, reaksi penolakan allograft.
AKI post renal: terjadi karena obstruksi traktus urinarius. Angka kejadiannya hanya 5% dari semua AKI.
2.5.Patofisiologi AKI
Kelainan yang terjadi pada AKI melibatkan komponen vaskuler, tubuler serta respons inflamasi. Kelainan vaskuler, ditandai dengan vasokontriksi arteriol aferen
karena
peningkatan
aktivitas
persarafan
ginjal
dan
peningkatan
vasokonstriktor misalnya angiotensin II dan endotelin, seperti terlihat pada gambar 1.
19
MICROVASCULAR Glomerular
TUBULAR
Medullary
Vasoconstriction Renal nerves, adenosisn, angiotensin II, tromboxane A2, endothelin, leukotrienes
O2
Vasodilllatation Acetylcholine, bradykinin, nitric oxide, PGE2
Inflammation Vasoactives
Cytoskeletal breakdown Loss of polarity Apoptosis and necrosis Desquamation of viable and necrotic cells Tubular obstruction Backleak
Mediators Endothelial and vascular smoothmuscle cellular damage Leucocyte-endothelial adhesion Vascular obstruction, leucocyte activation and inflammation
Gambar 1. Patofisiologi AKI19
8
Penurunan respons pembuluh darah terhadap vasodilator, seperti asetilkolin, bradikinin, dan nitric oxide (NO) disertai penurunan produksi beberapa vasodilator menyebabkan terjadinya resistensi pembuluh darah. Efeknya adalah kerusakan endotel, peningkatan perlekatan leukosit pada endotel dan aktivasi jalur koagulasi menyebabkan oklusi pembuluh darah kecil serta aktivasi leukosit. Hal ini menyebabkan kadar mediator inflamasi meningkat seperti tumor necrosis factor alpha (TNFα) dan interleukin-18 (IL-18), yang selanjutnya
meningkatkan ekspresi intercellular adhesion molecule -1 (ICAM-1) dan Pselektin dari sel endotel, sehingga meningkatkan interaksi antara leukosit dan sel endotel dan mengaktifkan jalur koagulasi. Hasil keseluruhan menyebabkan terjadinya hambatan penghantaran oksigen dan nutrisi ke sel yang mengakibatkan cidera sel seperti gambar 2.
19,29
Renal ischemia Vascular effects 2+
Increased cystolic Ca In afferent arterioles Of thr glomerulus
inflammatory mediators (TNFα, IL-18) Endothelial injury
Increased sensitivity to Vasoconstrictor and Renal nerve stimulation; Impared autoregulation
Endothelial ICAM-1 and P-selectin
Neutrophil adh esion NO derived from eNOS
ET
PGs Oxygen radicals
GFR 30
Gambar 2. Aspek molekuler AKI
Kelainan tubuler, diawali dengan deplesi ATP secara cepat karena berkurangnya oksigen. Deplesi ATP menyebabkan terganggunya sitoskeletal epitel tubulus proksimal dan menyebabkan hilangnya mikrovili disertai perpindahan lokasi integrin dari permukaan basal ke permukaan apikal. Akibat perpindahan lokasi ini, epitel tubulus terlepas. Deskuamasi sel-sel bersama dengan protein yang ada di lumen ( Tamm Horsfall dan fibronektin) akan bergabung
9
membentuk silinder di tubuli ginjal. Silinder ini menyumbat tubulus ginjal, sehingga menambah tinggi tekanan intratubuli. Peningkatan tekanan intra tubuli menyebabkan penurunan derajat tekanan hidrostatik transkapiler glomerulus dengan akibat menurunnya LFG. Menurunnya LFG dan kehilangan fungsi pertahanan epitel menyebabkan terjadinya aliran balik filtrat ( backleak filtrat), obstruksi ginjal dan aliran balik akibat kebocoran ( backleak ). Setelah iskemia, ginjal dapat membaik bila mendapat nutrisi dan oksigen yang cukup serta integritas membran basal belum mencapai tahap irreversible . Sel epitel yang masih hidup bermigrasi dan menutupi area membran basal untuk menggantikan sel yang hilang, sehingga mengembalikan polaritas normal dari epitelium. Sel tersebut mungkin berasal dari diferensiasi sel epitel atau sel progenitor di tubulus.
31
2.6.Gambaran klinik AKI
Gejala AKI tergantung penyebabnya dan umumnya berhubungan dengan azotemia seperti anoreksia, mual, malaise, rasa logam di mulut, gatal, confusion, retensi cairan dan hipertensi. Gejala lain seperti penurunan produksi urin dan urin yang berwarna tua. Pemeriksaan fisik tampak tanda-tanda overload cairan dan 23
pericardial friction rub .
10
BAB III
NEUTROPHIL GELATINASE – ASSOCIATED LIPOCALIN (NGAL) 3.1.Struktur dan biologi NGAL
NGAL merupakan protein dari golongan lipocalin, yaitu suatu rantai polipeptida yang terdiri dari 178 asam amino dengan berat molekul 25-kDa yang terikat pada gelatinase dari neutrofil. Molekul NGAL mengandung 8 β strand yang membentuk struktur barrel shape dengan kaliks hidrofobik yang dapat berikatan dengan molekul kecil yang lipofilik. NGAL diekspresikan oleh neutrofil dan berbagai sel epitel. Pada ginjal normal dihasilkan dalam kadar yang sangat rendah, tetapi dinduksi melalui kerusakan epitel. Mishra dan rekan-rekan pada percobaan dengan binatang mendapatkan bahwa epitel ginjal mengekspresikan sejumlah besar NGAL dalam waktu 30 menit setelah kerusakan akibat iskemik / reperfusi, nefrotoksin, sepsis maupun perubahan kronik progresif.
32
Goetz dan rekan-rekan menyatakan bahwa ligan utama NGAL adalah siderophore , suatu molekul besi-nonpeptida, sedangkan reseptor spesifik NGAL
adalah megalin atau 24p3R yang terdapat pada permukaan brush-border sel tubulus ginjal. Terdapat dua bentuk NGAL, yaitu apo-NGAL dan holo-NGAL yang mempunyai efek berlawanan (Gambar 3). Apo-NGAL tidak mengikat besi siderophore , sedangkan holo-NGAL mengikat besi siderophore, membawa besi
ke dalam sel, menyebabkan akumulasi besi di sitoplasma, sehingga terjadi proliferasi sel dan peningkatan epitelisasi. Holo-NGAL setelah melepaskan besi siderophore mengalami degradasi atau menjadi bentuk apo-NGAL. Sebaliknya
Apo-NGAL sendiri memiliki kemampuan membawa besi ke ruang ektraseluler dan pada keadaan tertentu memicu terjadinya apoptosis. Selain mengikat besi atau siderophore ,
holo-NGAL
dapat
membentuk
ikatan
dengan matriks
metalloprotein-9 (MMP-9) dan menyebabkan peningkatan simpanan MMP-9
dengan mencegah degradasi MMP-9.
16,33,34
11
3
Gambar 3. Regulasi Apo-NGAL dan Holo-NGAL
NGAL atau lipocalin-2 atau siderocalin juga merup kan polipeptida resisten-protease, dil paskan dari tubulus distal, disekresikan ke urin atau kembali ke plasma ( backlea ), difiltrasi bebas di glomerulus, direabs rbsi di tubulus proksimal melalui reseptor megalin secara endositosis atau dise kresikan ke urin (Gambar 4), sehingg NGAL dapat dideteksi baik dalam darah m upun urin.
35
NGAL berperan pada pertumbuhan dan diferensiasi sel ep itel tubulus renal dan mempunyai efe
bakteriostatik pada traktus urogenital di tal dengan cara
mengintervensi side ophore bakteri untuk mengambil besi. K mpleks NGALsiderophore -besi m nghambat kerusakan tubulus proksimal
an mengurangi
35
apoptosis.
Berdasarkan berat molekulnya NGAL memiliki 3 b ntuk, monomer (25kD), dimer / homodimer (45kD) dan heterodimer (135kD).
onomer NGAL
disekresikan terutam oleh sel epitel tubulus, ditemukan pada urin pasien dengan AKI sedangkan bentuk dimer disekresi oleh neutrofil dan dite ukan pada urin 36,37
pasien dengan UTI ( rinary tract infection ).
12
35
Gambar 4. Regulasi NGAL pada AKI dan Tanpa AKI
3.2.Kadar NGAL
Pertama kali ditemukan NGAL dianggap sebagai komponen dari granula neutrofil, namun hasil penelitian menunjukkan NGAL juga secara normal dihasilkan di beberapa jaringan tubuh seperti ginjal, sumsum tulang, uterus, prostat, kelenjar ludah, lambung, usus halus, trachea, paru, hepar, jaringan adipose dan makrofag. Beberapa jaringan rentan terpapar mikroorganisme dan menghasilkan protein NGAL dalam kadar rendah. Daerah promoter gen NGAL memiliki tempat untuk berikatan dengan sejumlah faktor tanskripsi seperti nuclear factor (NF)-κB yang berperan penting dalam mengontrol proliferasi dan survival
sel.
38,39
Faktor - faktor yang mempengaruhi kadar NGAL 1. Inflamasi NGAL meningkat pada beberapa keadaan inflamasi seperti pankreatitis, meningitis, miokarditis, psoriasis dan periodontitis. NGAL dilaporkan meningkat pada pankreatitis akut berat, hampir 15 kali dalam waktu 48 jam setelah onset gejala. Percobaan binatang dengan meningitis, yang dihasilkan dengan cara menyuntikan lipopolisakarida (LPS), plexus choroid memproduksi NGAL dalam waktu 12 jam setelah dilakukan injeksi, sedangkan di sirkulasi (dalam cairan serebrospinal), NGAL meningkat dalam 6 jam setelah injeksi, demikian pula
13
dengan miokarditis dilaporkan NGAL meningkat pada jaringan jantung pasien dengan miokarditis dan meningkat 10 kali dalam lesi psoriatik. Kadar NGAL di sirkulasi dipengaruhi juga oleh infeksi virus, seperti pada infeksi HIV kadar NGAL di sirkulasi didapatkan lebih rendah dibanding non-HIV, diduga hal ini dikarenakan NGAL dari neutrofil dihambat oleh infeksi HIV. Tampaknya interaksi antara sel inflamasi dengan sel epitel meningkatkan regulasi NGAL baik di neutrofil maupun epitel.
16,38
2. Gangguan metabolik Kadar NGAL dipengaruhi oleh kelainan metabolik seperti pada obesitas dan kelainan ginjal. Obesitas dianggap sebagai keadaan yang terkait dengan inflamasi kronis lemah dan resistensi insulin. Penelitian menunjukkan NGAL meningkat pada jaringan adipose pada subyek dengan obesitas. Bolignano dan rekan-rekan, menyebutkan kadar NGAL pada DM tipe 2 lebih tinggi dibandingkan subyek normal, diduga
NGAL berperan dalam patofisiologi
adaptasi ginjal pada diabetes sebagai mekanisme pertahanan untuk mengurangi kerusakan tubulus.
40
Penelitian pada tikus dengan penyakit ginjal kronis (PGK) menunjukkan kadar NGAL lebih tinggi pada tikus dengan PGK berat. Ginjal yang rusak memproduksi sejumlah besar NGAL terutama pada tubulus proksimal dan pars asendens ansa henle. Kadar NGAL berkorelasi positif dengan keparahan lesi 38
ginjal.
3. Penyakit keganasan NGAL diinduksi oleh sejumlah kanker. Gen NGAL diketahui diinduksi oleh sejumlah tumor promoting agent seperti hepatocyte growth factor, retinoic acid , dan NF-kB. Ekspresi berlebih protein NGAL yang berikatan dengan MMP-
9, menghambat degradasi MMP-9 sehingga meningkatkan aktivitas enzim MMP-9 yang mendorong progresi kanker dengan mendegradasi membran basal dan matrix ektraseluler, melepaskan VEGF dan menyebabkan angiogenesis, invasi dan 39
metastasis.
14
3.3.NGAL pada AKI
Ginjal merupakan sumber utama pelepas NGAL pada AKI. Peningkatan kadar NGAL pada AKI disebabkan oleh berbagai hal mulai dari iskhemik hingga toksin. Peningkatan ini terjadi lebih awal dan ditentukan oleh penyebab serta luasnya kerusakan.
38
Studi pre klinik pada tikus dengan iskemik renal menunjukkan kadar NGAL meningkat 3x lipat setelah 3 jam reperfusi, dengan puncaknya yaitu 12x lipat pada 24 jam dan menurun sampai kadar normal setelah 72 jam. Studi
klinis
prospektif
pada
pasien
dewasa
41
yang
menjalani
cardiopulmonary bypass menunjukkan NGAL urin maupun plasma meningkat
siknifikan dalam waktu 1 - 3 jam pasca operasi pada pasien yang mengalami AKI dengan AUC 0,74 (3 jam) dan AUC 0,80 (18 jam), sedangkan studi prospektif pada anak-anak dengan nefropati zat kontras NGAL dapat memprediksi AKI dalam waktu 2 jam setelah pemakaian kontras dengan AUC 0,91. Pemeriksaan NGAL urin dan plasma pada pasien ICU yang menderita AKI, didapatkan NGAL meningkat dalam 48 jam sebelum teridentifikasi dengan kriteria RIFLE.
42
NGAL
urin maupun plasma merupakan prediktor yang baik untuk AKI pada pasien anak yang dirawat di ruang ICU dalam waktu 2 hari sebelum peningkatan kreatinin serum dengan sensitivitas dan AUC-ROC 0,68 - 0,78. Hasil meta-analisis menyebutkan AUC untuk prediksi AKI pada pengukuran NGAL dalam waktu 6 jam pada subyek dengan kondisi kritis sebesar 0,73. AKI didefinisikan peningkatan kreatinin serum 50%.
12,39
Hasil penelitian terdahulu menyebutkan nilai diagnostik NGAL untuk AKI dengan menggunakan receiver operator curve (ROC) bervariasi, tergantung pengaturan
klinik,
populasi
penelitian (anak-anak
/
dewasa)
dan jenis
pemeriksaan, demikian pula cut off point yang digunakan. Penelitian oleh Thomas L. Nickolas dan rekan-rekan (2007) pada pasien kritis di unit gawat darurat menyatakan bahwa urin NGAL dengan nilai cut off 130 µg/g kreatinin sensitivitas dan spesifisitasnya dalam mendeteksi AKI berturut-turut 0,900 (CI 95% 0,730,98) dan 0,995 (CI 0,990-1,00), dengan likelihood ratio positif 181,5 (CI 58,33-
15
564,71) dan negatif 0,10 (CI 0,03-0,29). Penelitian Constantin JM dan rekan-rekan (2009) pasien dewasa kondisi kritis di ruang ICU menyatakan, plasma NGAL dengan nilai cut off 155 nmol/L merupakan kadar terbaik memprediksi terjadinya AKI (sensitivitas 82% dan spesifisitas 97%) dengan area under curve (AUC) 0,92 (CI 0,852-0,972). Baik urin maupun plasma NGAL dikatakan sama baiknya dalam memprediksi
terjadinya
AKI
dan
dapat
digunakan
untuk
memprediksi
43-45
dilakukannya inisiasi renal replacement terapy (RRT).
NGAL urin memiliki keterbatasan diantaranya tidak dapat diambil pada keadaan anuria, dipengaruhi obat-obatan seperti aprotinin dan eminocaproic acid , dan memerlukan koreksi terhadap kreatinin urin.
16,46,47
3.4.Pemeriksaan Laboratorium NGAL
Terdapat beberapa metode pemeriksaan NGAL baik menggunakan urin maupun plasma / serum antara lain Western blot , enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan komersial kit yaitu Triage® dan Architect®. Prinsip
pemeriksaan NGAL menggunakan antibodi monoklonal. Mayoritas pemeriksaan NGAL untuk tujuan penelitian menggunakan metode ELISA. Pemeriksaan NGAL kuantitatif
berdasarkan
prinsip
ELISA sandwich
menggunakan
antibodi
monoklonal anti NGAL pada fase padat dan konjugat monoklonal antibodi antiNGAL yang berlabel enzim. Kadar NGAL minimal yang dapat dideteksi adalah 0,094 ng/ml, dengan rentang 0,156-10 ng/mL.
42,48
Bahan pemeriksaan NGAL dapat menggunakan spesimen serum atau plasma EDTA. Spesimen tidak boleh hemolisis atau hiperlipemia. Tidak dibutuhkan persiapan sebelum pengambilan sampel dan penyimpanan spesimen disarankan pada suhu -80ºC. Prinsip pemeriksaan ini ialah menggunakan metode sandwich-ELISA. Micro plate ELISA yang telah tersedia telah terlebih dahulu terlapisi dengan
antibodi spesifik terhadap NGAL. Standard atau sampel ditambahkan pada wells dari micro plate dan digabungkan dengan antibodi yang sesuai. Kemudian pendeteksi antibodi NGAL spesifik bersama dengan konjugat Avidin-horseradish Peroxidase (HRP), ditambahkan pada tiap-tiap well pada micro plate . Hanya wells
16
yang mengandung NGAL, pendeteksi antibodi dan konjugat Avidin-HRP yang akan memberikan warna biru. Reaksi enzim-substrat kemudian dihentikan melalui pemberian larutan asam sulfur dan warna berubah menjadi kuning. Densitas optik (OD) diukur secara spektrofotometer dengan panjang gelombang 450 nm ± 2 nm. Nilai OD proporsional dengan kadar NGAL. Kadar NGAL dalam sampel dapat dihitung dengan membandingkan OD sampel dengan kurva standard.
48
Langkah-langkah proses pemeriksaan ini, yaitu: •
Berikan sebanyak 100 µL larutan standar maupun sampel ke dalam masingmasing well. Inkubasi selama 90 menit pada suhu 37 °C
•
Bersihkan / buang larutan tersebut. Tambahkan biotinylated detection antibody sebanyak 100 µL. Inkubasi selama 1 jam pada suhu 37 °C
•
Aspirasi dan cuci sebanyak 3 kali
•
Tambahkan 100 µL konjugat HRP. Inkubasi selama 30 menit pada suhu 37 °C
•
Aspirasi dan cuci sebanyak 5 kali
•
Tambahkan 90 µL larutan substrat. Inkubasi 15 menit pada suhu 37 °C
•
Tambahkan 50 µL larutan penghenti ( Stop solution). Segera baca pada 450 nm
•
Kalkulasi hasil pembacaan alat
48
17
BAB IV ALTERNATIF PARAMETER DETEKSI AKI 4.1. Kidney Injury Molecule-1 (KIM-1)
Petanda biologis KIM-1 merupakan protein transmembran yang tidak diekspresikan pada kondisi normal dan mengalami peningkatan pada kondisi iskemi
dan
nefrotoksisitas
tubulus.
Beberapa
penelitian
pendahuluan
menunjukkan bahwa KIM-1 berpotensi sebagai salah satu biomarker CKD. KIM1 berkorelasi positif dengan kerusakan ginjal dan berkorelasi negatif dengan eGFR. Kombinasi NGAL dan KIM-1 dapat memberikan informasi lebih baik karena NGAL mencerminkan kondisi inflamasi akut pada suatu waktu, sementara KIM-1 lebih merefleksikan proses yang kronis dan terjadinya fibrosis. Fungsi KIM-1 sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Kadar KIM-1 juga mengalami peningkatan pada AKI, penyakit ginjal serta reaksi penolakan pada pasien transplantasi ginjal. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa KIM-1 merupakan penanda transisi antara AKI ke CKD. Penurunan kadar KIM-1 urin sejalan dengan perbaikan mikroalbuminuria pada pasien DM. Ekskresi KIM-1 dalam urin sangat spesifik untuk renal injury karena tidak ada organ lain yang mengatur kadarnya dalam urin. FDA dan European Medicines Agency (EMEA) telah mencantumkan KIM-1 ke dalam daftar biomarker renal injury.
17,49
4.2. Liver-type Fatty Acid-Binding Protein (L-FABP)
L-FABP diekspresikan oleh tubulus proksimal dan merupakan penanda inflamasi yang diteliti pada kondisi DM, nefropati DM, awal CKD, dan hipertensi.
Peningkatan
kadar
L-FABP
urin
sejalan
dengan
kerusakan
tubulointestinal dan ekskresi protein ginjal pada pasien dengan CKD. Penelitain prospektif lain menunjukkan bahwa L-FABP urin lebih sensitif dibandingkan dengan mikroalbuminuria dalam memprediksi progresivitas CKD. Meski demikian, interpretasi L-FABP harus dilakukan dengan seksama, karena dipengaruhi oleh kelainan-kelainan ginjal yang mendasarinya, seperti nefropati diabetik,
CKD
non-diabetik,
penyakit
ginjal
polikistik,
serta
idiopatik
18
glomerulosklerosis fokal. L-FABP merupakan salah satu penanda yang akurat dalam mendeteksi AKI pasien dewasa. Penelitian dari berbagai pusat penelitian dengan jumlah pasien Kohort yang lebih besar, akan dapat menegakkan peran prediktor L-FABP sebagai biomarker AKI serta sensitivitas dan spesifisitasnya pada penderita dengan berbagai penyebab AKI.
17,49
4.3. Cystatin-C
Cystatin-C merupakan molekul berukuran kecil (13 kDa) yang difiltrasi di tubulus dan dimetabolisme setelah melalui proses reabsorbsi. Cystatin-C merupakan suatu penghambat proteinase cysteine yang diproduksi dengan laju relatif tetap, difiltrasi oleh glomeruli dan direabsorbsi di tubuli tetapi mengalami perusakan sehingga tidak ada yang kembali ke darah. Dengan demikian, kadar Cystatin-C dalam darah menggambarkan GFR. Cystatin-C merupakan penanda sensitif fungsi ginjal mulai tahap awal sampai moderate. Hasil penelitian Mild to Moderate Kidney Disease (MMKD) menunjukkan bahwa Cystatin-C dapat
berperan dalam memantau progresivitas. Enampuluh lima dari 227 pasien yang berkembang menjadi CKD dalam 7 tahun follow-up memiliki kadar Cystatin-C yang lebih tinggi dibandingkan nilai basal. Cystatin-C merupakan prediktor fungsi glomerulus yang lebih baik dibandingkan dengan kreatinin. Di ICU, 50% peningkatan Cystatin-C dapat memprediksi AKI satu atau dua hari sebelum peningkatan kreatinin saat tejadinya AKI. Pengukuran Cystatin-C dalam darah menjanjikan suatu parameter yang lebih baik dalam kemampuan deteksi, serta dapat dikerjakan langsung dengan hanya sampel darah. Pengukuran kadar Cystatin-C dalam urin juga sudah mulai dikembangkan.
49,50
4.4. Interleukin-18 (IL-18)
IL-18 merupakan sitokin proinflamasi yang telah dilaporkan berperan penting dalam berbagai penyakit manusia serta dihasilkan oleh beberapa jaringan. IL-18 dihasilkan di tubulus proksimal dan diubah menjadi bentuk aktif oleh caspase-1 . IL-18 telah dilaporkan meningkat pada pasien dengan AKI. IL-18
19
merupakan biomarker dengan sensitivitas yang rendah tetapi memiliki spesifisitas yang tinggi dalam mendiagnosis AKI.
17
4.5. MicroRNAs (miRNAs)
MikroRNA merupakan regulator kunci respon seluler terhadap berbagai rangsangan dan dapat disekresikan ke ekstraseluler. Oleh sebab itu miRNA dapat dideteksi dalam cairan tubuh dan muncul sebagai biomarker baru terhadap penyakit. miRNA yang diekspresikan secara berbeda diantara pasien AKI diteliti dengan menggunan pemeriksaan qRT-PCR. Penelitian Ella dan rekan-rekan menunjukkan bahwa 10 miRNAs (miR-101-3p, miR-127-3p, miR-210-3p, miR126-3p, miR-26b-5p, miR-29a-3p, miR146a-5p,miR-27a-3p, miR-93-3p and miR10a-5p) merupakan biomarker diagnostik AKI pada pasien ICU, dengan menghasilkan AUC mendekati 1 pada analisis ROC. Serum miRNAs yang diperiksa pada pasien sebelum operasi bedah jantung dapat memprediksi kemungkinan terjadinya AKI sehingga miRNA dapat dipakai sebagai biomarker untuk memprediksi AKI. Lebih jauh lagi, ekspresi miRNAs pasca operasi meningkat beberapa hari sebelum kadar kreatinin meningkat. Serum miRNAs dapat menjadi salah satu biomarker yang cukup berguna dalam praktik klinis di kemudian hari, karena dapat mendeteksi lebih awal serta memiliki nilai diagnostik yang cukup tinggi dan mampu mendeteksi pasien-pasien berisiko.
51
20
BAB V PENUTUP Pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal akut masih dapat reversible
bila dilakukan intervensi lebih awal.
3
Intervensi awal akan
meningkatkan survival dan recovery fungsi ginjal sehingga memperbaiki prognosis. Tetapi diagnosis awal AKI hingga saat ini merupakan hal yang problematik, dikarenakan kurang tersedianya pemeriksaan diagnostik yang real time sebagai petanda kerusakan dan gangguan fungsi ginjal. Dibutuhkan
biomarker baru dalam mendeteksi AKI. Pilihan terhadap biomarker AKI yang ideal sebaiknya diputuskan dengan mempertimbangkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: •
Mudah dan dapat segera diukur melalui tindakan non-invasif atau minimal invasif
•
Stabil
•
Diukur dengan cepat dan tepat pada kondisi bedside
•
Relatif tidak mahal
•
Mampu mendeteksi AKI
•
Dapat memprediksi progresivitas dan dampak AKI
17
21
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3. 4.
5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13.
14.
15. 16.
Philipp K, Carsten H, Alexander L, Ralf L, Korbinian B, Danilo F. Serum neutrophil gelatinase-associated lipocalin at inception of renal replacement therapy predicts survival in critically ill patients with acute kidney injury. Crit Care 2010;14:1-9. Massimo A, Elie A, Marc B, Jean C, Giusseppe C, Giorgio C. Year in review in intensive care medicine 2010: 1.Acute renal failure, outcome, risk assessment and ICU performance, sepsis, neurointensive care and experimental. Intensive Care Med 2011:19-34. Zohreh R, Mahboob L. Role of NGAL for the early detection of acute kidney injury. Int J Nephrol Urol 2010;2:387-9. Constantine JK, Maha RF, Imran S, Simon SM, Alexander AL, Ron W. A comparison of early versus late initiation of renal replacement therapy in critically ill patients with acute kidney injury: a systematic review and metaanalysis. Crit Care 2011;15:1-10. Mai T Nguyen, Devarajan. P. Biomarkers for the early detection of acute kidney injury. Pediatr Nephrol 2008:2151-7. Devarajan P. Emerging biomarkers for acute kidney injury: CLI; 2009. Clinical Practice Guidelines Acute kidney injury. UK Renal association 2011. at www.renal.org/guidelines. Tariq A, Izhar K, William S, Gordon P, John T, William S. Incidence and outcomes in acute kidney injury: a comprehensive population-based study. J Am Soc Nephrol 2007;18:1292-8. Robert S, Ginova N. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata Laksana. Maj Kedokt Indon 2010.;60:81-7. Ricci Z, Cruz D, Ronco C. The RIFLE criteria and mortality in acute kidney injury: A systematic review. Kidney International 2008;73:538-46. KDIGO clinical practice guidelines for acute kidney injury. Kidney International Supplements, 2012. at www.kidney-international.org. Devarajan P. Review: Neutrophil gelatinase-associated lipocalin: A troponinlike biomarker for human acute kidney injury. Nephrology 2010:419-28 Hanna BG, Jolanta M, Ewa S, Jacek S, Malyszko, Slawomir D. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL) correlation with cystatin C, serum creatinine and eGFR in patients with normal serum creatinine undergoing coronary angiography. Nephrol Dial Transplant 2007;22:295-6. Parikh CR, Lu JC, Coca SG, Devarajan. Tubular proteinuria in acute kidney injury : a critical evaluation of current status and future promise. Ann Clin Biochem 2010;47:301-12. Claudio R. NGAL: Diagnosing AKI as soon as possible. Crit Care 2007;11:173. Sachin SS, Dinna C, Ilona B, Chang YC, Federico N, Paolo L. NGAL: a biomarker of acute kidney injury and other systemic conditions. Int urol nephrol 2010;42:141-50.
22
17. Bonventre JV, Sabbisetti V. Acute Kidney Injury: Biomarkers from Bench to Bedside. In: Himmelfarb J, Sayegh MH, eds. Chronic Kidney Disease, Dialysis, and Transplantation 3rd ed. Philadelphia: Saunders; 2010; p. 66876. 18. Murray., Palevsky P. Acute kidney injury and critical care nephrology. Nephrology self-assessmentt program. Nephrology self-assessment program2007:286-90. 19. Joseph VB. Pathophysilogy of acute kidney injury. Nephrology rounds 2008:1-6. 20. Kellum JA, Rinaldo B, Claudio R. The concept of acute kidney injury and the RIFLE criteria. In: Claudio R, Rinaldo B, Kellum JA, eds. Acute Kidney Injury, contrib Nephrol: Besel, S. Karger; 2007:10-6. 21. Rachel H. Acute Kidney Injury. In: David G, Satish J, Penny A, eds. ABC of Kidney Disease. 1 ed. UK: Blackwell; 2007:33-5. 22. Sean .M. Bagshaw, Carol George, Bellomo R. A comparison of the RIFLE and AKIN for acute kidney injury in critically ill patients. Nephrol Dial Transplant 2008;23:1569-74. 23. Muhammad SY, Bruce AM. Acute kidney injury. In: Edgar VL, Jeffrey SB, Allen RN, eds. CURRENT Diagnostic & Treatment Nefrology and hypertension. USA. 2009:94. 24. Michael RC, John JF, Joseph AE, Hamid R. Acute kidney injury. In: Barry M. Brenner, Levine SA, eds. Brenner and Rector’s The Kidney. 8 ed. Philadelphia2007:956. 25. Rully R. Diagnosis dan pengelolaan gangguan ginjal akut (acute kidney injury). 2 ed. Bandung: Pusat penerbit ilmiah bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD; 2011. 26. Lamb B, Newman DJ, Price CP. Kidney function test. In: Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE, eds. Tietz textbook of clinical chemistry and molecular diagnostic. 4 ed. St. Louis, USA2006:797. 27. Imam E, Markum HMS. Pemeriksaan penunjang pada penyakit ginjal. In: Aru WS, Bambang S, idrus A, Marcellus SK, Siti S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006:507-10. 28. Vincent WSL, David H, Robert JA, Robert WS. Acute renal failure. In: Schrier., Robert W, eds. Disease of the kidney and urinary tract. 8 ed: Lippincott Williams & Wilkins; 2007:4-6. 29. Markum. Gagal ginjal akut. In: Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4 ed. Jakarta.2006:586-7. 30. Michael R Lattanzio, Kopyt N. Acute kidney injury: New concepts in definition, diagnosis, pathophysiology, and treatment. JAOA 2009;109:13-9. 31. Joseph VB. Mechanisms of Acute Kidney Injury and Repair. In: A.Jörres, ed. Management of Acute Kidney Problems. Berlin: Springer-Verlag; 2010:13-8. 32. Haase M. NGAL to predict acute kidney injury-potential application and limitation.
23
33. M.Schmidt-Ott, Kiyoshi M, JauYi L, Avtandil K, David J.C, Prasad D. Dual action of Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin. J Am Soc Nephrol 2007;18:407-13. 34. Davide B, Valentina D, Giuseppe C, Susanna C, Antoine B, Antonio L. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL) as a marker of kidney damage. Am J Kidney Dis 2008;52:595-605. 35. M.Schmidt-Ott K. Neutrophil gelatinase associated lipocalin as a biomarker of acute kidney injury-where do we stand today? . Nephrol Dial Transplant 2011;26:762-4. 36. Kjeldsen AJ, Sengelov H, Borregaard N. Isolation and primary structure of NGAL, a novel protein associated with human neutrophil gelatinase. J Biol Chem 1993;268:10425-32. 37. Linjun C, Jenny R, Wenyu H, Per V, Shengyuan X. The origin of multiple molecular forms in urine of HNL/NGAL. Clin J Am Soc Nephrol 2010;5:2229-35. 38. Neutrophil gelatinase associated lipocalin: structure, function and role in human pathogenesis. (Accessed 11 Oct, 2015, at www.intechopen.com.) 39. Devarajan P. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin : a promising biomarker for human acute kidney injury. Biomark Med 2010;4:265-80. 40. Nisi K. Predictive ability of NGAL as marker of renal damage: evaluation of multiple clinical settings: Università di Bologna; 2012. 41. Mishra J, Ma Q, Prada A, Mitsnefes M, Zahedi K, Yang J. Identification of neutrophil gelatinase-associated lipocalin as a novel early urinary biomarker for ischemic renal injury J Am Soc Nephrol 2003;14:2534-43. 42. Diana A. Biomarker acute kidney injury. In: Oesman F, Ina ST, eds. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta.2011:223-30. 43. Michael H, Rinaldo B, Prasad D, Peter S, Anja H. Accuracy of Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL) in diagnosis and prognosis in acute kidney injury : A systematic review and meta-analysis. Am J kidney dis 2009;54:1012-24. 44. Thomas LN, Matthew JO, JunYang., Meghan ES, Pietro AC, Nicholas B. Sensitivity and specificity of a single Emergency Department measurement of urinary Neutrophil Gelatinase – Associated Lipocalin for diagnosing acute kidney injury. Ann Intern Med 2008;148:810-9. 45. Constantin J, Futier E, Roszyk L, Perbet S, Sapin V, Lautrette A. Plasma neutrophil gelatinase-associated lipocalin is an early marker of acute kidney injury in critically ill patients: a prospective study. Crit Care 2009;13:253. 46. Nitin Khosla, Roy O. Mathew, Mehta RL. The emerging role of renal biomarkers for diagnosing acute kidney injury2008. 47. Clerico A, Galli C, Fortunato A, Ronco C. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL) as biomarker of acute kidney injury: a review of the laboratory characteristics and clinical evidences. Clin Chem Lab Med 2012;50:1505-17. 48. Elabscience. Human NGAL (Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin) ELISA Kit. 5th ed: Elabscience Biotechnology; 2014 June.
24
49. Puspitawati I. Biomarker in the Diagnosis of CKD and Its Progression. In: Tahono, Pramudianti MID, Kurniati A, eds. Continuing Professional Development on Clinical Pathology and Laboratory Medicine Joglosemar 2013. Solo: Continuing Professional Development on Clinical Pathology and Laboratory Medicine, Joglosemar V; 2013 April 18-20; p.185-91. 50. Suryatmadja M. Peran Cystatin-C sebagai Parameter Baru Uji Fungsi Ginjal. In: Suryaatmadja M, ed. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2006. Jakarta: Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006; p. 109-19. 51. Aguado-Fraile E, Ramos E, Conde E, et al. A Pilot Study Identifying a Set of microRNAs As Precise Diagnostic Biomarkers of Acute Kidney Injury. PLoS ONE. 2015 June 16; 10(6): e0127175.
25