1
MUNASABAH AL-QUR’AN Agus Jaya
A. Pend Pendah ahul ulua uan n
Pengumpulan al-Qur’an pada masa Abu Bakar dikarenakan beliau gelisah oleh kenyataan bahwa dalam pertempuran di Yammah, yaitu ‘perang kemurtadan’ (riddah) riddah) banyak penghafal al-Qur’an yang mati terbunuh. Karena mereka adalah orang-orang yang menyimpan ayat-ayat al-Qur’an dalam hati mereka, Umar khawatir jika lebih banyak lagi yang gugur, maka ada bagian al-Qur’an yang akan hilang dan tak tertolong lagi. Abu Bakar menugasi Zaid ibn Tsabit untuk melaksanakan tugas itu karena ia merupkan mantan juru tulis Nabi Muhammad. Setelah Abu Bakar wafat penulisan penulisan al-Qur’an al-Qur’an dilanjutka dilanjutkan n oleh sahabat-saha sahabat-sahabat bat Nabi lainnya. lainnya. (Richard (Richard Bell 1998 : 35) Mengenai tertib surat terdapat perbedaan pendapat dikalangan Ulama Salaf, ada yang mengemukakan pendapat bahwa hal itu tauqifi dari Nabi SAW dan ada juga yang berpendapat bahwa hal itu berdasarkan ijtihadi para sahabat. (Ibrahim Al Abyari 1993 : 54) Atas dasar perbedaan pendapat tentang sistematika ini, wajarlah jika masalah kore korela lasi si atau atau perse persesu suai aian an kandu kandung ngan an Al-Q Al-Qur ur’a ’an n kura kurang ng mend mendap apat at perh perhat atia ian n mendalam dari para Ulama yang menekuni Ulumul Qur’an. Oleh karena itu makalah ini berupaya berupaya mengetengahka mengetengahkan n mengenai mengenai munasabah yang mencakup: mencakup: pengertian pengertian munasabah, munasabah, sejara sejarah h perkem perkemban bangan gan munasabah, munasabah, eksistensi eksistensi munasabah , maca macammmacam munasabah serta urgensi munasabah.
B. Penge Pengerti rtian an Munasa Munasaba bah h
Menurut Menurut bahasa munasabah berarti al-musyâkalah dan al-muqarabah yang berarti saling munyerupai dan saling mendekati. Dikatakan bahwa si A bermunasabah dengan B, berarti A mendekati atau menyerupai B.
2
Secara Secara etimol etimologi ogis, s, munasabah
menur menurut ut Mann Mannaa
Al-Q Al-Qat atht htha han n
berar berarti ti
keterkaiatan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam suatu ayat atau antara ayat dengan ayat atau antara surat dengan surat. (Manna’ Al-Qaththan 1973 : 94). Adapun yang dimaksud dengan munasabah dalam terminologi ahli-ahli ilmu al-Qur’an sesuai dengan pengertian menurut bahasa di atas adalah segi-segi hubungan atau atau perses persesuai uaian an al-Qur al-Qur’an ’an antara antara bagian bagian demi demi bagian bagian dalam dalam berbaga berbagaii bentuk. bentuk. Dimaksud Dimaksud dengan segi hubungan atau persesuaia persesuaian n disini disini ialah ialah semua pertalian pertalian yang merujuk kepada makna-makna yang mempertalikan satu bagian dengan bagian yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan bagian demi bagian ialah semisal antara kata/kalimat dengan kata/kalimat, antara ayat dengan ayat, antara awal surah dengan akhir surah, antara surah yang satu dengan surah yang lain dan begitulah seterusnya hingga benar-benar tergambar bahwa al-Qur’an itu merupakan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh.(Amin Suma, 2004: 144) Seperti diingatkan para pujangga dan sastrawan, diantara ciri gubahan suatu bahasa yang layak dikategorikan baik dan indah ialah manakala rangkaian susunan kata demi kata, kalimat demi kalimat, alenia demi alenia dan seterusnya memiliki keterkaitan keterkaitan atau hubungan hubungan sedemikian sedemikian rupa sehingga menggambarka menggambarkan n satu kesatuan yang yang tidak tidak pernah pernah terput terputus. us.(Az (Az-Za -Zarka rkasyi syi,19 ,1988: 88: 66) al-Qur al-Qur’an ’an sangat sangat memenuh memenuhii persyarat persyaratan an yang ditetapkan ditetapkan para pujangga pujangga itu, mengingat keseluruhan al-Qur’an al-Qur’an yang terdiri terdiri dari 30 juz, 114 surah, hampir 88.000 kata dan lebih dari 300.000 huruf, itu seperti yang ditegaskan al-Qurthubi al-Qurthubi (w. 671) laksana satu surat yang tidak dapat ibid., 145) Satu hal yang patut ditegaskan ialah bahwa dipisah-pisahkan.(Amin Suma, ibid., kesatu kesatuan an al-Qur al-Qur’an ’an terjad terjadii sama sama sekali sekali bukan bukan karena karena dipaks dipaksakan akan melain melainkan kan bisa bisa dibuktikan melalui hubungan antar bagian dengan bagiannya. Jadi munasabah adalah adalah ilmu ilmu yang yang mempel mempelaja ajari ri tentan tentang g hikmah hikmah korela korelasi si urut urutan an ayat ayat al-Q al-Qur uran, an, atau atau usah usahaa pemik pemikir iran an manu manusi siaa untuk untuk mengg menggal alii raha rahasi siaa hubunga hubungan n antar antar ayat atau surat yang yang dapat dapat diterim diterimaa oleh oleh akal. akal. Melalui Melalui ilmu
ini
dihara diharapkan pkan rahasi rahasiaa Ilahi Ilahi dapat dapat terungk terungkap ap dengan dengan jelas jelas yang yang mampu mampu menjaw menjawab ab sanggahan yang selalu meragukan keberadaan al-Qur’an sebagai wahyu Allah.
3
B. Sej Sejarah arah Perkem Perkembang bangan an Munasa Munasabah bah
Tercat Tercatat at dalam dalam sejara sejarah h bahwa bahwa Imam Imam Abu Bakar Bakar al-Nai al-Naisab saburi uri (w.324 (w.324 H) sebagai orang pertama melahirkan ilmu munasabah di Baghdad. Menurut al-Suyuthi (w. 911 H) sebagaimana dikutip oleh Ramli Adbdul Wahid dalam bukunya yang berjudul Ulumul Qur’an, Qur’an, orang pertama yang melahirkan ilmu munasabah adalah Syeikh Abu Bakar al-Naisaburi. Apabila al-Qur’an dibacakan kepadanya, ia bertanya mengapa ayat ini ditempatkan di samping ayat sebelahnya dan apa hikmah surat ini ditempatkan di samping surat sebelahnya. Bahkan ia mencela para ulama Bagdad munasabah. (Ramli Abdul Wahid 2002 :91). karena mereka tidak mengetahui ilmu munasabah. Ulama Ulama yang yang datang datang kemudi kemudian an menyus menyusun un pembaha pembahasan san munasabah secara khusus. Diantara kitab al-Burhân fi Munasabati Tartib Suwar al-Qur’an susunan Ahmad Ahmad Ibn Ibrahi Ibrahim m al-Anda al-Andalus lusii (w. 807 H). Menuru Menurutt pengar pengarang ang tafsir tafsir an-Nur , penulis yang membahas menasabah dengan sangat baik ialah Burhanuddin al-Biqa’I dalam kitab Nazhm kitab Nazhm ad-Durar di Tanasubi ayatii was Suwar . As-Suyuthi membahas tema munasabah dalam kitab al-Itqan dengan topik khus khusus us yang yang berj berjud udul ul Fî Fî Munas Munasab abat atil il Ayat Ayat sebelu sebelum m
membaha membahass
ayat-a ayat-ayat yat
musyatabihat . Az-Zarkasyi membahas soal munasabah dalam Burhan dengan topik Ma’rifatul Munasabah bainal Ayati sesudah membahas asbab anyang berjudul berjudul Ma’rifatul nuzul . Subhi Shalih memasukkan pembahasan munasabah dalam bagian ilmu asbab an nuzul , meskipun tidak dalam satu pasal tersendiri. Sebaliknya, Sa’id Ramadlan al Buthi tidak membicarakan munasabah dalam buku Min Rawai’il Qur’an. Qur’an. Terd Terdap apat at beber beberap apaa isti istila lah h yang yang dike dikemu muka kakan kan para para mufa mufass ssir ir menge mengena naii munasabah. munasabah. Ar-Razi Ar-Razi menggun menggunakan akan istil istilah ah ta’alluq sebagai sebagai sinonimnya. sinonimnya. Sayyid Sayyid munasabah. Sedangkan Quthub menggunakan lafal irtibath sebagai pengganti kata munasabah. Sayyid Rasyid Ridla menggunakan dua istilah, yaitu al-ittishal dan al-ittishal dan at-ta’lil . Al-Alusi menggunakan istilah yang hampir sama dengan istilah yang digunakan Sayyid Quthb, yakni tartib. (Ahmad Izzan 2005:189)
4
C. Eksisten Eksistensi si Munasa Munasabah bah
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam Al-Qur’an adalah tauqifi (tergantung pada petunjuk Allah dan Nabi-Nya). (Al-Qattan Terj.Mudzakir, 1992: 141) Mengenai Mengenai tertib tertib surat-surat surat-surat Al-Qur’an Al-Qur’an mayoritas mayoritas ulama berpendapat berpendapat bahwa tertib surat-surat Al-Qur’an sebagaimana yang dijumpai pada mushhaf yang mushhaf yang sekarang adalah tauqifi. Pendapat ini didasarkan atas keadaan Nabi SAW. yang setiap tahun melakukan mu’aradhah (memperdengarkan bacaannya) kepada Jibril AS. Termasuk yang diperdengarkan Rasul itu tertib surat-suratnya. Pada mu’aradhah terakhir, Zaid Ibn Tsabit hadir saat Nabi membacakan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tertib surat yang sama kepada kita jumpai sekarang. Adapun sebagian ulama memandang memandang tertib tertib ayat-ayat ayat-ayat al-Qur’an al-Qur’an masuk dalam masalah ijtihad . Pendapat ini didasarkan atas beberapa alasan. Pertama mushaf pada catatan para sahabat tidak sama. Kedua, sahabat pernah mendengar Nabi membaca alQur’an berbeda dengan tertib surat yang terdapat dalam al-Qur’an. Ketiga adanya perbedaan perbedaan pendapat dalam masalah tertib surat al-Qur’an al-Qur’an ini menunjukkan menunjukkan tidak adanya adanya petunj petunjuk uk yang yang jelas jelas atas atas terti tertib b yang yang dimaks dimaksud. ud. Selain Selain itu ada pula pula yang yang berpendapat berpendapat bahwa sebagiannya sebagiannya tauqifi dan lainny lainnyaa ijtihadi. ijtihadi. Pend Pendapa apatt ini ini juga juga mengaj mengajukan ukan bebera beberapa pa alasan alasan.. Menuru Menurutt pendapa pendapatt ini, ini, tidak tidak semua semua nama nama surat surat alQur’an diberikan oleh Allah, tetapi sebagian diberikan oleh Nabi SAW. dan lainnya Al-Baqarah tidak diberikan oleh para sahabat. Usman pernah ditanya mengapa surat surat Al-Baqarah dimulai dengan basmalah. basmalah. Ia menjawab bahwa ia melihat isinya sama dengan surat sebelumnya, surat Al-Anfal . Nabi tidak sempat menjelaskan tempat surat tersebut sampai wafatnya. Karena itu, saya-kata usman-meletakkannya setelah surat Al-Anfal surat Al-Anfal . Meski Meski ketiga ketiga pendapa pendapatt diatas diatas memili memiliki ki alasan alasan,, tetapi tetapi alasan alasan-al -alasa asan n yang yang dikemukankan itu tidak semuanya memiliki tingkat keabsahan yang sama. Alasan pendapat yang mengatakan tertib surat sebagai ijtihadi tampak tidak kuat. Riwayat tentan tentang g sebagi sebagian an sahabat sahabat pernah pernah menden mendengar gar Nabi Nabi membac membacaa Al-Qur Al-Qur’an ’an berbed berbedaa dengan dengan tertib tertib mushaf mushaf yang yang sekara sekarang ng dan adanya adanya cacatan cacatan mushaf mushaf sahaba sahabatt yang yang berbeda berbeda bukanlah bukanlah riwayat riwayat mutawatir . Tertib mushhaf sekarang berdasarkan khabar
5
mutawatir . Kemudian, tidak ada jaminan bahwa semua sahabat yang memiliki catatan mush mushaf af itu itu hadi hadirr bers bersam amaa Nabi Nabi seti setiap ap saat saat turu turun n ayat ayat al-Q al-Qur ur’a ’an. n. Kare Karena na itu, itu, kemungkinan tidak utuhnya tertib mushaf sahabat sangat besar. Demikian juga alasan pendapat yang mengatakan sebagian surat tauqifi dan sebagian lainnya ijtihadi tidak kuat. kuat. Ketera Keteranga ngan n bahwa bahwa Nabi Nabi tidak tidak sempat sempat menjel menjelask askan an letak letak surat surat Al-Bar Al-Baraah aah sehingga Usman menempatkannya setelah surat Al-Anfal adalah riwayat yang lemah, matan. Sebab periwayat, Yazid pada sanadnya dinilai baik dari segi sanad segi sanad maupun matan. majhul oleh Al-Bukhari dan Ibn Katsir. Dari segi matan juga riwayat ini lemah karena Nabi wafat tiga tahun setengah setelah turunnya surat Al-Baraah. Tentunya dala dalam m rent rentan ang g wakt waktu u demi demiki kian an panja panjang ng suli sulitt diba dibaya yang ngka kan n Nabi Nabi tida tidak k semp sempat at menjelaskan letak sebuah surat, sedangkan Nabi setiap tahun membacakan Al-Qur’an kepada Jibril. Sementara itu riwayat tentang mu’aradhah Nabi akan bacaanya kepada shahih.. Karena itu, pendapat mayoritas lebih Jibril setiap tahun adalah riwayat yang yang shahih kuat dari kedua pendapat lainnya. (Ramli Abdul Wahid 2002 : 92) Izzudin bin Abdus Salam (577-660 H) yang mewakili sebagian ahli ilmu-ilmu al-Qur’an masa klasik, Manna’ al-Qathan dan Shugbi as-Sholih yang mewakili ahli ilmu ilmu-i -ilm lmu u
al-Q al-Qur ur’a ’an n
kont kontem empo pore rerr
yang yang
tida tidak k
meny menyet etuj ujui ui
pema pemaks ksaa aan n
ilmu ilmu
munassabah untuk seluruh ayat-ayat al-Qur’an. Dengan argumentasi karena selain ayat-ayat al-Qur’an diturunkan dalam rangka menjawab pertanyaan dan kasus yang berbeda-beda berbeda-beda,, disamping disamping pewahyuan pewahyuan al-Qur’an al-Qur’an itu sendiri sendiri yang memakan waktu lama. lama. Lalu Lalu bagaim bagaimana ana merangk merangkai ai ayat ayat al-Qur al-Qur’an ’an SWT dengan banyak banyak hal yang yang dibicarakan dan juga memerlukan waktu yang tidak sedikit.(Al-Qathan, 1973: 98) Akan tetapi menurut sebagian ulama tetap berkeyakinan bahwa hubungan alQur’an antara bagian demi bagian dan ayat demi ayat serta surat demi surat pasti dapat ditelusuri. Karena az-Zarkasyi juga mengatakan bahwa munasabah tergolong ke dalam yang bersifat rasional dan akan terjangkau oleh akal manakala diserahi tugas tugas itu. itu. Berb Berbag agai ai hubun hubunga gan n anta antara ra pemb pembuk ukaa-pem pembuk bukaa sura suratt dan dan penu penutu tupp pen penut utup upny nya, a, demi demiki kian an pula pula deng dengan an peru peruju juka kan n kepa kepada da makn maknaa apa apa pun pun yang yang menghubungkan antara keduanya; apakah itu berdasar pendekatan ‘am dan khas, aqli
6
maupun hissi dan bahkan hayali serta hubungan-hubungan yang lain-lainnya. Bisa juga juga dilakuk dilakukan an dengan dengan pendeka pendekatan tan hubungan hubungan saling saling keterk keterkait aitan an yang yang bersif bersifat at penalaran, sebagaimana hubungan sebab-m hubungan sebab-musabbab, usabbab, illat illat dan ma’lul, ma’lul, an-nazhirain an-nazhirain dan lain-lain.(Az-Zarkasyi, 1988: 65) Terlepas dari kontropersi pendapat tentang keberadaan munasabah, ilmu ini termasuk termasuk yang kurang mendapat perhatian perhatian dari para mufassir. mufassir. Buku-buku Ulumul Qur’an, terutama buku-buku dalam bahasa Indonesia janrang memuat bahasan ini. Sebab, ilmu munasabah-s munasabah-sebagai ebagaimana mana ditegaskan ditegaskan oleh al-Suyuth al-Suyuthii –termasuk –termasuk ilmu yang rumit.
D. Macam-m Macam-maca acam m Munasab Munasabah ah a. Maca Macam-m m-mac acam am Sifa Sifatt Munasa Munasaba bah h
Dit Ditinj injau
dari dari segi segi
sif sifatny atnyaa
muna munasa saba bah h
atau atau
kead keadaa aan n
per persesu sesuai aian an
dan dan
persambungannya, maka munasabah itu ada dua macam, yaitu: Dzaahirul Irtibath) Irtibath) atau persesuaian yang tampak jelas, 1. Pers Perses esua uaia ian n yang yang nyat nyataa ( Dzaahirul yaitu persesuaian antara bagian al-Qur’an yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat, kerena kaitan kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali sehing sehingga ga tidak tidak bisa bisa menjad menjadii kalima kalimatt yang yang sempur sempurna, na, jika jika dipisa dipisahkan hkan dengan dengan kalimat yang lain. Maka deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu itu kadangkadang-kad kadang ang ayat ayat yang yang satu satu itu itu berupa berupa penguat penguat,, penafs penafsir, ir, penyamb penyambung ung,, penjelasan, pengecualian atau pembatasan dari ayat yang lain, sehingga semua ayat-ayat tersebut tampak sebagai satu kesatuan yang sama. Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surah Al-Isra:
Artinya:
“ Maha Suci Allah, yang memperjuangkan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.” (al-Isra’: 1)
7
Ayat tersebut menerangkan Isra’ Nabi Muhammad SAW. selanjutnya, ayat 2 surah Al-Isra tersebut yang berbunyi:
Artinya:
“Dan kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israel.” (al-Isra’ : 2) Ayat yang pertama berbicara tentang perjalanan isra’ Nabi Muhammad Saw; sedang sedangkan kan ayat ayat kedua kedua berbic berbicara ara tentan tentang g penuru penurunan nan Taurat Taurat kepada kepada Musa. Musa. Segi Segi penghubungnya, kata az-Zarkasyi, pada ayat pertama, Allah menampilkan hal yang ghaib ghaib (perja (perjalan lanan an isra’) isra’),, kemudi kemudian an diikut diikutii inform informasi asi serupa serupa (sama(sama-sam samaa ghaib) ghaib) berkenaan dengan hal yang terjadi di masa lampau guna memperkuat kebenaran mukjizat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang selain Nabi Muhammad Saw yakni yakni mukji mukjizat zat nabi nabi Musa Musa As. Jadi, Jadi, Allah Allah mengib mengibara aratka tkan n nabi Muhamm Muhammad ad Saw sebagaimana nabi Musa juga pernah di-isra’kan Allah dari Mesir ke Palestina (alBaqarah Baqarah 49-50, al-Anfal al-Anfal 54, Yunus 90, al-Isra’ 103, as-Syu’ar as-Syu’araa 65-67), 65-67), beserta beserta bala tentaranya tentaranya dalam suasana yang sangat mencekam dan menakutkan.( menakutkan.(Az-Zar Az-Zarkasyi kasyi,, 1988: 69) Irtibadh) atau samarnya persesuaian 2. Pers Persam ambu bunga ngan n yang yang tidak tidak jela jelass ( Khafiyyul Irtibadh) antara bagian Al-Qur’an dengan yang lain, sehingga tidak tampak adanya pertalian untuk keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat / surah itu berdiri sendirisendiri, baik karena ayat yang satu itu diathafkan kepada yang lain, atau karena yang satu bertentangan dengan yang lain. Contohnya, seperti hubungan antara ayat 189 surah al-Baqarah dengan ayat 190 surah Al-Baqarah. Ayat 189 surah Al-Baqarah tersebut berbunyi:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan tsabit. Katakan-lah, bulan tsabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah)haji.”
8
Ayat tersebut menerangkan bulan tsabit / tanggal-tanggal untuk tanda-tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji. Sedangkan ayat 190 surah Al-Baqarah berbunyi:
Artinya: “Dan perangilah di jalam Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas.”
Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang menyerang kepada orang-orang orang-orang yang menyer menyerang ang
umat umat Islam. Islam. Sepinta Sepintas, s, antara antara kedua kedua ayat ayat terseb tersebut ut seperti seperti tidak ada
hubun hubunga ganny nnyaa atau atau hubun hubunga gan n yang yang satu satu denga dengan n yang yang lain lainny nyaa sama samar. r. Padah Padahal al sebenarnya ada hubungan antara kedua ayat tersebut, yaitu ayat 189 surah al-Baqarah menerangkan: menerangkan: Sebenarnya, Sebenarnya, waktu haji itu umat Islam Islam dilarang dilarang berperang, berperang, tetapi tetapi jika ia diserang lebih dahulu, maka serangan-serangan musuh itu harus dibalas, walaupun pada musim haji. ( Abdul Djalil 1998 : 157). b. Maca Macam-m m-mac acam am Mate Materi ri Munasabah Munasabah
Ditinjau ari segi materunya, maka munasabah itu ada dua macam, sebagai berikut: 1. Munasabah antar surah, yaitu munasabah antara surah yang satu dengan surah yang lain. Munasabah ini ada beberapa bentuk, sebagai berikut: a.
Munasa Munasabah bah antar antaraa dua surah surah dalam dalam soal soal materi materinya nya,, yaitu yaitu materi materi surah surah yang yang satu satu dengan materi surah yang lain. Contohnya, seperti surah kedua Al-Baqarah sama dengan isi surah yang pertama Al-Fatiha Al-Fatihah. h. Keduanya Keduanya sama-sama sama-sama menerangkan menerangkan 3 hal kandunagn kandunagn Al-Qur’an Al-Qur’an,, yaitu masalah akidah, ibadah, muamalah, kisah dan janji serta ancaman. Dalam surah Al-Fatihah semua itu diterangkan secara ringkas, sedang dalam surah AlBaqarah dijelaskan dan dirinci secara panjang lebar.
b.
Perses Persesuai uaian an antara antara permul permulaan aan surah surah dengan dengan penutup penutupan an surah surah sebelum sebelumnya nya.. Sebab semua pembukaan surah itu erat sekali kaitannya dengan akhiran dari surah basmalah. sebelumnya, sekalipun sudah dipisah dengan basmalah.
9
Contohnya, seperti awalan dari surah Al-An’am yang berbunyi:
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi.”
Awalan surah Al-An’am tersebut sesuai dengan akhiran surah Al-Maidah yang berbunyi:
Artinya: “Kepu “Kepuny nyaa aan n Alla Allah h keraj kerajaa aan n lang langit it dan bumi bumi dan apa apa ayng ayng ada ada
didalmnya dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” c.
Munasabah terjadi pula antara awal surah dengan akhir surah. Contohnya ialah apa yang terdapat dalam surah Qasas. Surah ini dimulai dengan menc mencer erit itak akan an
Musa Musa,,
menj menjel elas aska kan n
lang langka kah h
awal awal
dan dan
pert pertol olon onga gan n
yang yang
diperolehnya; kemudian menceritakan perlakuannya ketika ia mendapatkan dua orang laki-laki sedang berkelahi. Allah mengisahkan doa Musa:
Artinya:“Mus “Musa a berk berkat ata: a: ‘Ya ‘Ya Tuha Tuhank nku, u, demi demi nikm nikmat at yang yang tela telah h Engk Engkau au anugerah anugerahkan kan kepadak kepadaku, u, aku sekalisekali-kal kalii tidak tidak akan akan menjad menjadii penolon penolong g bagi orang-orang yang berdosa.’” (al-Qasas 28:17)
Kemudian surah ini diakhiri dengan menghibur Rasul bahwa ia akan keluar dari Mekah dan dijanjikan akan kembali lagi ke Mekah serta melarangnya menjadi penolong bagi orang-orang yang kafir:
Artinya:“Sesungguhnya “Sesungguhnya yang mewajibkan mewajibkan atasmu (untuk melaksanakan hukumhukum) hukum) Qur’an, Qur’an, benar-be benar-benar nar akan akan mengemb mengembali alikan kan kamu ketempa ketempat t kembali kembali (yaitu kota Mekah). Mekah). Katakanlah: Katakanlah: ’Tuhanku mengetahui mengetahui arang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata.’ Dan kamu tidak pernah mengharap agar Qur’an diturunkan kepadamu, akan tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat besar dari Tuhanmu,
10
oleh oleh sebab sebab itu itu jangan janganlah lah sekali sekali-kal -kalii menjad menjadii penolo penolong ng bagi orang kafir.” (al-Qasas 28 : 85-86). (Al-Qattan Terj. Mudzakir 1992: 144) 2. Munasabah Antara Ayat dengan Ayat Dalam Satu Surat Munasabah ini bisa berbentuk persambungan-persambungan, sebagai berikut: a. Diat Diatha hafk fkan anny nyaa ayat ayat yang satu satu kapad kapadaa ayat ayat yang lain, lain, seper seperti ti munasabah antara ayat 103 surah Ali-Imran:
Artinya:“Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai.”
Dengan ayat 102 surah Ali-Imran:
Artinya:“H “Hai ai orangorang-or orang ang yang yang beri berima man, n, bert bertak akwa wala lah h kepa kepada da Alla Allah h sebena sebenar-be r-benarn narnya ya takwa takwa kepadakepada-Nya Nya,, dan janganl janganlah ah sekalisekali-kal kalii kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Faedah dari munasabah dengan athaf ini ialah untuk menjadikan dua ayat An-Nadziiraini). Ayat 102 surah Alitersebut sebagai dua hal yang sama ( An-Nadziiraini). Imran menyeruh bertaqwa dan ayat 103 surah Ali-Imran menyuruh berpegang teguh kepada agama Allah, dua hal yang sama. b. Tidak Tidak diath diathafk afkann annya ya ayat ayat yang yang satu satu kepada kepada yang yang lain lain,, sepert sepertii munasabah antara ayat 11 surah ali-Imran:
Artinya: “(Keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir’aun dan orang-or orang-orang ang yang yang sebelum sebelumnya, nya, mereka mereka mendust mendustakan akan ayat-a ayat-ayat yat Kami.”
11
Dengan ayat 10 surah Ali-Imran:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka sedikit pun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itulah bahan bakar api neraka.”
Dalam munasabah ini, tampak hubungan yang kuat antara ayat yang kedua (ayat 11 surah Ali-Imran) dengan ayat yang sebelumnya (ayat 10 surah AliImra Imran) n),, sehi sehing ngga ga ayat ayat 11 sura surah h AliAli-Im Imra ran n itu itu dian diangga ggap p seba sebaga gaii bagia bagian n kelanjutan dari ayat 10 surah Ali-Imran. c. Diga Digabu bungk ngkan anny nyaa dua hal yang yang sama sama,, sepe sepert rtii pers persam ambun bunga gan n anta antara ra ayat ayat 5 surah Al-Anfal:
Artinya: “Sebagaimana “Sebagaimana Tuhanmu menyeruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak menyukainya.”
dengan ayat 4 surah Al-Anfal:
Artinya: “Itula “Itulah h orang-or orang-orang ang yang yang beriman beriman dengan dengan sebenarsebenar-bena benarnya rnya.. Mereka Mereka akan akan mempero memperoleh leh beberapa beberapa derajat derajat keting ketinggia gian n di sisi sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.”
Kedua ayat itu sama-sama menerangkan tentang kebenaran. Ayat 5 surah AlAnfal itu menerangkan kebenaran bahwa Nabi diperintah hijrah dan ayat 4 surah Al-Anfal tersebut menerangkan kebenaran status mereka sebagai kaum mukminin.
12
d. Diku Dikump mpul ulka kann nny ya dua dua hal hal yang ang kont kontrradik adiksi si Al-Mutashaddatu). (Al-Mutashaddatu). Sepe Sepert rtii dikumpulkan ayat 95 surah Al-A’raf:
Artinya: “Kemudian “Kemudian Kami ganti kesusahan kesusahan itu itu dengan kesenangan kesenangan hingga ketu keturun runan an dan hart harta a me merek reka a berta bertamb mbah ah banya banyak, k, dan dan me merek reka a berkata: “Sesungguhnya nenek moyang kami pun telah merasakan pernderitaan dan kesenangan.”
Dengan ayat 94 surah Al-A’raf:
Artinya : “Kami tidaklah mengutus seseorang nabi pun kepada suatu negeri, (lal (lalu u pend pendud uduk ukny nya a me mend ndus usta taka kan n nabi nabi itu) itu) me mela lain inka kan n Kami Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tuduk dengan merendahkan diri.”
Ayat Ayat 94 sura surah h Al-A Al-A’r ’raf af ters terseb ebut ut mene menera rang ngka kan n
diti ditimp mpak akan anny nyaa
kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tetapi ayat 95 surah Al-A’raf menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan kesenangan. e. Dipind Dipindahk ahkanny annyaa satu pembic pembicara araan an ayat 55 surah surah Shaad Shaad::
Artinya:“Beginilah (keadaan mereka). Sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka, benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk.”
Dialihkan Dialihkan pembicaraan pembicaraan kepada nasib orang-orang orang-orang yang durhaka yang benar-benar akan kembali ke tempat yang buruk sekali, dan pembicaraan ayat 54 surah Shaad yang membicarakan rezeki dari para ahli surga:
Artinya : “Sesungguhnya ini adalah benar-benar rezeki dari Kami yang tiada habis-habisnya.”
13
3. Munasabah antara nama surat dengan kandungannya Nam Nama-n a-nam amaa sura suratt yang yang ada ada di dala dalam m al-Q al-Qur ur’a ’an n memi memili liki ki kait kaitan an denga dengan n pembahasan pembahasan yang ada pada isi surat. Surat al-Fatihah al-Fatihah disebut juga umm al-kitab karena memuat berbagai tujuan al-Qur’an. 4. Munasabah antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat Munasabah di sini bisa bertujuan: a.
Tamkin (peneguhan). Misalnya:
Artinya: “Dan Allah menghalau orang-orang kafir yang keadaan mereka penuh keje kejeng ngke kela lan, n, me mere reka ka tida tidakk me memp mper erol oleh eh keun keuntu tung ngan an apap apapun un.. Dan Dan Alla Allah h menghindarkan orang-orang Mukmin dari perperangan. Dan Allah adalah Maha Kuasa lagi Maha Perkasa. (QS. Al-Ahzab 33 : 25)
Sekiranya Sekiranya ayat ini terhenti pada, “Dan Allah menghindarka menghindarkan n orang-orang orang-orang Mukmin dari perperangan,” niscaya maknanya bisa dipahami orang-orang lemah sejalan dengan pendapat orang-orang kfir yang mengira bahwa mereka mundur dari perang karena angin yang kebetulan bertiup. Padahal bertiupnya angin bukan suatu yang kebetulan, tetapi atas rencana Allah mengalahkan musuh-musuh-Nya dan musuh musuh kaum Muslim. Muslim. Karena Karena itu, itu, ayat ayat ini ditiup ditiup dengan dengan mengin mengingat gatkan kan kekuatan dan kegagahan Allah SWT menolong kaum Muslim. (Rosihan Anwar 2000 : 92) Tashdir (pengembalian). Misalnya: b. Tashdir
Artinya:“Dan mereka memikul dosa-dosa mereka di atas punggung mereka. Ingatlah amat buruk apa yang mereka pikul itu.” itu.” (QS. Al-An’am 6 : 31)
Ayat ini ditutup dengan kata dalam ayat tersebut.
untuk membuatnya sejenis dengan kata
14
c. Tausyih (hikmah). Misalnya:
Artinya: “Satu “Satu tanda tanda (keku (kekuasa asaan an Alla Allah) h) bagi bagi me mere reka ka adal adalah ah mala malam. m. Kami Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka tiba-tiba mereka berada dalam kegelapan.” (QS. Yasin 36 : 37)
Dalam permulaan ayat ini terkandung penutupnya. Sebab, dengan hilangnya siang siang akan akan timb timbul ul kegel kegelap apan. an. Ini Ini bera berart rtii bahw bahwaa kand kandung ungan an awal awal ayat ayat tela telah h menunjukkan adanya hikmah dibalik kejadian tersebut. d. Ighal (penjelasan Ighal (penjelasan tambahan dan penajaman makna). Misalnya:
Artinya:“Ses “Sesung unggu guhny hnya, a, kamu kamu tidak tidak dapat dapat me menj njad adik ikan an orangorang-ora orang ng mati mati mendeng mendengar ar dan tidak tidak pula pula orang-or orang-orang ang tuli tuli mendeng mendengar ar panggi panggilan lan,, apabila mereka telah berpaling membelakang.” (QS. Al-Naml 27 : 80)
Kandungan ayat ini sebenarnya sudah jelas sampai kata al-du’a (panggilan). Akan tetapi, untuk lebih mempertajam dan mempertandas makna, ayat itu diberi sambungan lagi sebagai penjelas tambahan.
E. Urge Urgensi nsi Munas Munasab abah ah
Penger Pengerti tian an tentan tentang g munasa munasabah bah al-Qur al-Qur’an ’an teruta terutama ma bagi bagi seoran seorang g mufasi mufasir r urgen. Di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Menget Mengetahui ahui persamb persambunga ungan n / hubunga hubungan n antara antara bagian bagian al-Qur al-Qur’an ’an,, baik baik antara antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu dengan yang lain sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab alQur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya. Karena itu, Izzuddin Abd. Salam mengatakan mengatakan bahwa ilmu munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali. Ketika menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat
15
yang yang lain lain,, beli beliau au mens mensya yara ratk tkan an haru haruss jatu jatuh h pada pada halhal-ha hall yang yang betu betull-bet betul ul berkaitan, baik di awal ataupun di akhirnya.(Az-Zarkasyi, 1988: 65) 2. Memp Memper ermu mudah dah pema pemaha hama man n al-Q al-Qur ur’a ’an. n. Misa Misaln lnya ya ayat ayat enam enam dari dari sura suratt AlAlFatiha Fatihah h yang yang artiny artinya, a, “Tujuk “Tujukila ilah h kami kami kepada kepada jalan jalan yang yang lurus” lurus” disamb disambung ung dengan ayat tujuh yang artinya, “Yaitu, jalan orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat atas mereka. “Antara keduanya terdapat hubungan penjelasan bahwa jalan yang lurus dimaksud adalah jalan orang-orang yang telah mendapat nikmat dari Allah SWT. 3. Menolak Menolak tuduhan tuduhan bahwa susunan susunan al-Qur’a al-Qur’an n kacau. Tuduhan misalnya misalnya muncul muncul karena penempatan surat al-Fatihah pada awal Mushhaf sehingga surat inilah yang yang pertam pertamaa dibaca dibaca.. Padaha Padahal, l, dalam dalam sejara sejarah, h, lima lima ayat ayat dari dari surat surat al-‘Al al-‘Alaq aq sebagai ayat-ayat pertama turun kepada Nabi SAW. akan tetapi, Nabi menetapkan letak al-Fatihah di awal Mushhaf yang kemudian disusul dengan surat al-Baqarah. Setelah didalami, ternyata dalam urutan ini terdapat munasabah. munasabah. Surat al-Fatihah mengandung unsur-unsur pokok dari syariat Islam dan pada surat ini termuat doa manusia manusia untuk memohon petunjuk ke jalan yang lurus. lurus. Surat al-Baqarah al-Baqarah diawali dengan petunjuk al-Kitab sebagai pedoman menuju jalan uang lurus. Dengan demikian, surat al-Fatihah merupakan titk bahasan yang akan diprinci pada surat berikutny berikutnya, a, al-Baqarah. al-Baqarah. Dengan mengemukakan mengemukakan munasabah tersebut, tersebut, ternyata ternyata susunan ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an tidak kacau melainkan mengandung makna yang dalam. (Ramli Abdul Wahid, 2002 :95) 4. Denga ngan ilmu munasabah itu, dapat diketahui mutu dan tingkat ke-balaghah ke-balaghah-an bahasa al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain, sert sertaa perse persesu suai aian an ayat ayat / sura surahny hnyaa yang yang satu satu dari dari yang yang lain lain,, sehi sehing ngga ga lebi lebih h menyakinkan menyakinkan kemukjizatannya, kemukjizatannya, bahwa al-Qur’an al-Qur’an itu benar-benar benar-benar wahyu dari Allah SWT dan bukan buatan Nabi Muhammad SAW. karena itu, Abdul Djalal dalam bukunya menambahkan Imam Fakhruddin al-Razi (Abdul Djalal, 2000: 164) 164) mengat mengataka akan n kebanya kebanyakan kan keinda keindahanhan-kei keinda ndahan han al-Qur al-Qur’an ’an terlet terletak ak pada
16
susunan dan penyesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling bersetara adalah saling berhubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh ahli ulumul Qur’an diantaranya adalah Abu Bakar bin al-Arabi, Izzuddin bin Abdus-Salam bahwa ilmu munasabah adalah ilmu yang baik (ilmun (ilmun hasanun), hasanun), ilmu mulia (ilmun (ilmun syarifun syarifun), ilmu yang agung (ilmun adzimun). adzimun). Dari Dari semu semuaa julu julukan kan ini ini mena menand ndaka akan n bahwa bahwa ilmu ilmu munasabah mend mendap apat at temp tempat at dan dan pengh penghar arga gaan an yang yang cukup cukup ting tinggi gi atau atau peran peran yang yang cukup cukup signif signifika ikan n dalam dalam memaham memahamii dan menafs menafsir irkan kan al-Qur al-Qur’an ’an.. Sehing Sehingga ga az-Zar az-Zarkas kasyi yi berpendapat bahwa ilmu ini dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui kecerdasan seorang mufassir. (Az-Zarkasyi, 1988: 62) Keduduk Kedudukan an ilmu ilmu ini semaki semakin n terasa terasa kebutu kebutuhann hannya ya manaka manakalah lah seseor seseorang ang menafsirkan al-Qur’an menggunakan metode tafsir tafsir al-maudhu’i al-maudhu’i (tematik) atau almuqaran (komparasi), karena metode ini memperhatikan keterkaitan (munasabah (munasabah)) antara ayat yang berbicara tentang masalah yang sejenis. (Az-Zarkasyi, 1988: 63) asbabun-nuzul yang digolongkan kedalam ilmu sima’i Berlainan dengan ilmu asbabun-nuzul yang dan karenanya maka bersifat naqli (periwayatan), maka ilmu munasabah digolongkan ke dalam kelompok ilmu-ilmu ijtihadi yang karenanya bersifat penalaran. Sebagai ilmu ijtihadi ilmu ilmu ini ini sanga sangatt berp berpel elua uang ng untuk untuk dike dikemb mban angka gkan n dalam dalam upaya upaya memper memperkay kayaa dan memper memperkua kuatt penafsi penafsiran ran al-Qur al-Qur’an ’an,, yaitu yaitu dengan dengan cara cara mencar mencarii hubungan antara ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai aspeknya.(Amin Suma, 2004: 148)
SIMPULAN
Munasabah iala ialah h caba cabang ng dari dari ilmu ilmu Ulum Ulumul ul Qur’ Qur’an an yang yang memb membah ahas as persesuaian atau korelasi antara ayat dengan ayat atau surah dengan surah maupun surah dengan ayat didalam al-Qur’an. Terl Terlep epas as dari dari kont kontro roper persi si tent tentang ang keber keberad adaan aan muna munasa saba bah h yang yang kuran kurang g mendapat perhatian dari para muffasir, penulis sangat tertarik karena mempelajari munasa munasabah bah dapat dapat memper mempermud mudah ah memaha memahami mi dan memakn memaknai ai hal-ha hal-hall yang yang tersir tersirat at dida didala lam m
al-Q al-Qur ur’a ’an n
sehi sehing ngga ga
bagi bagian an-b -bag agia ian n
dari dari
al-Q al-Qur ur’a ’an n
namp nampak ak
sali saling ng
17
berhubungan menjadi satu rangkaian yang utuh selain itu juga dapat mempertebal keyakinan dan keimanan kita akan Kebesaran Illahi. DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Karim al-Qur’an. Bina Utama, Semarang. Al-Abyari, Ibrahim 1993. Sejarah al-Qur’an. Al-Qathathan, Manna’ 1973. Mabahits fi Ulum al-Qur’an. al-Qur’an. Al-Syarikah al-Muttahid li al-Tauzi, Beirut. Anwar, Rosihan 2000. Ulumul Qur’an. Qur’an. Pustaka Setia, Bandung. al-Qur’an. Darul Mathabah, Beirut. Az-Zarkasyi 1988. Al-Burhan 1988. Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an. Bell, Richard 1998. Pengantar 1998. Pengantar Qur’an. Qur’an. INIS, Jakarta. Qur’an. Dunia Ilmu, Surabaya. Djajal, Abdul 1998. Ulumul Qur’an. Izzan, Ahmad 2005. Ulumul Qur’an Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas alQur’an. Qur’an. Tafakur, Bandung. Halimuddin 1993. Pembahasan 1993. Pembahasan Ilmu al-Qur’an. al-Qur’an. Rineka Cipta, Jakarta. Mudzakir, AZ. 1992. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Qur’an. Lintera Antar Nusa, Jakarta. al-Qur’an. Pustaka Firdaus, Jakarta. Suma, Muhammad Amin 2004. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an. Wahid, Ramli Abdul 1992. Ulumul Qur’an Edisi Revisi. Revisi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
18
Rijalul Hadits dan Karakteristik Karakteristik Periwayatannya Periwayatannya
Pengertian Rijalul Hadits
19
Rijal al-Hadits berasal dari bahasa Arab rijal dan al-Hadits. al-Hadits. Rijal jamak dari rajul yang berarti seorang pria. Namun, dalam konteks ilmu hadits lafadz rajul atau dala dalam m bent bentuk uk jama jamak k rija rijall berm bermak akna na seor seorang ang tokoh tokoh.. Kemu Kemudi dian an isti istila lah h rija rijall ini ini digunakan dalam kajian hadits secra khusus, bahkan terdapat ilmu tersendiri yang al-hadits. Oleh karenanya, yang dimaksud dengan Ilmu Rijal almembahasa rijal al-hadits. Hadits Hadits adalh adalh ilmu ilmu yang yang membic membicara arakan kan periha perihall tokoh tokoh atau atau orang orang yang yang membaw membawaa hadits semenjak dari Nabi hingga periwayatan terakhir. Menurut Hasbi Ash Shikddieqy, rijalul al-Hadits ialah ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi’in, maupun dari perangkat sesudahnya Tentang Tentang ilmu rijal al-hadits, beberapa ulama memberikan memberikan makna sekaligus sekaligus caku cakupa pan n
yang ang
diba dibaha hass
di
dal dalamny amnya. a.
Dian Dianttaran arany ya
‘ Ajjaj Ajjaj
al-Kha al-Khatib tib yang
al-hadits merupka mengemukakan mengemukakan bahwa ilmu rijal al-hadits merupkan n ilmu ilmu yang yang sangat sangat penting penting.. Dengan suatu alasan bahwa cakupan ilmu hadits meliputi sanad dan matan. 1. Kedudukan Rijal dalam Hadits Nabi
Sebagaimana Sebagaimana telah dikemukakan dikemukakan dalam uraian diatas, diatas, kedudukan kedudukan rijal alhadits sebagai unsur dari sanad amat menentukan. Tanpa adanya rijal al-hadits maka tidak terdapat sanad di dalamnya; demikian pula tidak adanya sanad dalam suatu periwayat periwayatan an menjadikann menjadikannya ya tertolak, tertolak, atau setidak-ti setidak-tidaknya daknya diragukan diragukan secara secara pasti sebagai seuatu periwayatan yang datang dari Rasulullah Saw. Ilmu Rijal al-hadits sering pula disebut dengan ilm ǐlm miza al-rijal yang juga dinyatakan sebagai tonggak ilmu al-Sunnah yang dapat menentukann atau memilih sutau hadits shahih dan hadits-hadits dlai’f, hadits yang diterima (maqbul) dari hadis
20
yang bertolak (mardud). Oleh karenanya membicarakan tentang tentang nilai kecacatan dan keadil keadilan an seoran seorang g rawi rawi (al-jarh wa al ta’dl ) hukumny hukumnyaa wajib wajib bagi bagi tipa tipa mukmin mukmin,, setidak-tidaknya fardlu Kifayah. Dari uraian diatas tampaknya yang menjadi titik persoalan dalam ilmu ini berpokus pada sejarah kehidupan para tokoh hadits dalam rangkaian sanad, yang meliputi masa kelahiran dan wafatnya; negeri asal dan negeri tempat pengembara (rihlah) dala dalam m menun menuntu tutt ilmu ilmu (khu (khusu susn snya ya hadit hadits) s);; kepa kepadas das siapa siapa meme memere reka ka memperoleh hadits tersebut serta beberapa hal yang dikaitkan dalam periwayatan hadits lainnya. Secara umum ilmu rijal al-hadits ini terbagi ke dalam dua bagian, yaitu 'ilm tarikh al-ruwah sebagai bagian pertama, yaitu ilmu yang mencoba mengenalkan para rawi hadits dari aspek yang berkaitan dengan periwayatan mereka terhadap hadits tersebut. Adapun bagian kedua, yaitu 'ilm al-jarh wa al ta'dil, merupakan ilmu yang membahas hal ihwal para perawi dari d ari segi diterima atau ditolaknya. ilmu tari tarikh kh al-ru al-ruwa wat t mencakup Memper Memperhat hatika ikan n defini definisi si diatas diatas,, maka maka ilmu penjelasan tentang keadaan para perawi, sejarah kelahiran mereka, wafatnya gurugurunya, perjalanan-perjalanan ilmiah yang mereka lakukan, sejarah kedatangannya ke negeri negeri yang yang berbeda berbeda-be -beda da masa masa berlan berlangsu gsungn ngnya, ya, sebelu sebelum m ataupu ataupun n sesuda sesudah h mengalami kekacauan pikiran serta penjelasan-penjelasan lain yang memiliki kaitan erat dengan persoalan-persoalan hadits. Adapun ilmu al-jarh wa al-ta'dil di al-ta'dil di dalamnya mencakup pembahasan tentang 'dil) maupun penilaian penilaian beberapa kritikus rijak al-hadits penilaian positif (ta (ta'dil)
21
negati negatiff (tajrih) tajrih) melalu melaluii lafadz lafadz-la -lafad fadzz terten tertentu tu dengan dengan bebera beberapa pa kandunga kandungan n atau atau tingkatan penilaian di dalamnya. Adapun ilmu ini menjadi pokus utama telaah rijal al-hadits. al-hadits. Sebab, upaya mengetahui kualitas para rawi hadits dalam suatu mata rantai periwayatan (isnad) (isnad) melalui kritik (naqd (naqd ) ulama mutlak dilakukan untuk mengetahui adil atau kredibilitas seorang rawi. Dengan ilmu ini pulalah seorang rawi dinyatakan ''adil atau tidaknya dan dengannya pula seorang rawi dinyatakan dhabith atau tidaknya.
2. Syar Syarat at Rij Rijal al Hadi Hadits ts
Yang dimaksud syarat dimaksud syarat rijal hadits rijal hadits adalah syarat bagi rijal hadits yang diterima periwayatannya atau disebut dengan riwayat yang shahih. Dengan demikian, syarat rijal hadits tidak dapat dipisahkan dari persyaratan riwayat atau hadits yang shahih yang shahih.. jumhur Ada lima komponen persyaratan suatu hadits dianggap shahih menurut menurut jumhu r ulama, antara lain: Pertama, bersambung sanadnya; Kedua, diriwayatkan oleh orang yang 'adil 'adil ; ketiga, diriwayatkan oleh rawi yang dhabith; keempat, terhindar dari syududz; dan kelima, terhindar dari 'illat . Untuk mengetaui sekaligus menetapkan seorang rawi dinyatakan 'adil adil dapat dilakukan dilakukan melalui; 1) popularitas popularitas keutamaan keutamaan periwayat periwayat di kalangan kalangan ulama hadits; 2) Penialaian dari para kritikus periwayat hadits; 3) penerapan kaedah al-jarh wa alta'dil . Sementara untuk menetapkan seorang rawi itu dhabith dilakukan melalui; 1) kesaksian ulama; 2) kesusuaian riwayatnya dengan riwayat yang disampaikan oleh periw periwaya ayatt lain lain yang yang telah telah dikenal dikenal ke-dhabith-anny dhabith-annya; a; 3) kesalahan kesalahan sesekali sesekali masih
22
dapat dinyatakan dhabith tetapi bila sering kali maka tidak dapat disebut lagi sebagai dhabith. seorang rawi yang dhabith. Dari persyaratan yang dikehendaki di atas, tampaknya ilmu rijal al-hadits yang yang melipu meliputi ti ilmu ilmu tarikh tarikh al-ruwa al-ruwat t dan ilmu ilmu al-j al-jarh arh wa alal- ta'di ta'dil l memiliki kompetensi kompetensi yang tinggi tinggi untuk menentukan suatu sanad hadits itu berkriteri berkriteriaa shahih. shahih. Lebih khusus lagi peran kritikus hadits sebagai penilai para rijal al-hadits sangat emnentukan tingkat kualitas seorang rawi tersebut disamping memperhatikan unsurunsur kaedah periwayat 'adil 'adil dan dhabith juga memperhatikan pila kritikus hadits. B. Kritik Rijal Rijal
Istil Istilah ah kritik kritik mengam mengambil bil makna makna dari dari Arab Arab al-naqd yang yang secara secara bahasa bahasa memiliki pengertian sama dengan al-tanqad yaitu meneliti seksama, menempatkan secara khusus uang asli dan menyingkirkan uang palsu darinya. Sedangkan naqadtu fulanan berarti fulanan berarti meneliti seseorang atau mengujinya pada perkara tertentu. Memperhatia Memperhatiakn kn pengertian pengertian di atas, nampaknya makna naqd telah memiliki memiliki kejelasan terutama penggunaan pada umumnya, yaitu mencakup setiap pengungkapan sesu sesuat atu u dan dan meme memeri riks ksan anya ya atau atau menen menentu tukan kan yang yang baik baik dan dan yang yang rusa rusak k dan dan seterusnya seterusnya.. Para ulama telah telah memberikan memberikan suatu definisi bagi ilmu ilmu naqd al-hadits al-hadits sebagai penilaian terhadap seorang rawi dengan sifat-sifat yang mencatat (tajrih) atau memujinya memujinya (ta'dil) melalu melaluii lafadz lafadz-la -lafad fadzz terten tertentu tu yang yang mengand mengandung ung kaedah kaedah atau atau ketentuan-ketentuan yang dapat dipahami dan dimengerti oleh ahlinya dalam rangka memberikan memberikan pertimbanga pertimbangan n untuk men-shahihmen-shahih-kan, kan, meng-hasan-ka meng-hasan-kan n ataupun ataupun mendla'ifdla'if-kan kan suatu hadits.
23
Upaya Upaya menil menilai ai hadits hadits kemudi kemudian an disebut disebut dengan dengan istila istilah h kritik kritik hadits hadits yang yang al-matan). Kritik mencakup kritik sanad (naqd al-sanad ) dan kritik matam (naqd (naqd al-matan). sanad sering diistilahkan dengan kritik rijal (naqd al-rijal) atau dalam ilmu sejarah disebut dengan kritik ekstern (naqd (naqd al-khariji), al-khariji), sementara kritik matan sering disebut pula dengan kritik materi (naqd (naqd al-nashi) atau kritik intern ((naqd ((naqd al-dakhili). 1. seja sejara rah h tumbuh tumbuhny nyaa kriti kritik k rijal rijal hadits hadits secara garis besar perjalanan kritik hadits timbuh melalui tahapan-tahapan yang paling sedehana hingga mencapai tahapan sempurna sebagai bagian dari ilmu pemahaman hadits ( fiqh fiqh al-hadits) al-hadits) antara lain : 1. Tahap pelacakan pelacakan akan akan kepastian kepastian suatun suatun khabar (hadit (hadits), s), hal mana mana proses proses kritis kritis ini terjadi pada masa Rasulullah dalam bentuk mempertanyakan suatu khabar yang yang mere mereka ka pero perole leh h kepad kepadaa Rasu Rasulu lull llah ah atau atau kepad kepadaa mere mereka ka yang yang secar secaraa langsung mendengar berita tersebut dari Rasulullah . 2. Tahap kehati-h kehati-hatian atian para para sahabat sahabat dalam dalam menerima menerima serta serta menyampai menyampaikan kan suatu hadits. Upaya ini dilakukan untuk mengkritisi hadits yang mereka terima dari seor seoran ang g saha sahabat bat dan dan untuk untuk dapa dapatt diak diakui ui sebag sebagai ai beri berita ta yang yang datan datang g dari dari Rasulullah, harusnya disertai saksi lainnya.disamping mereka sangat berhati-hati dalam menyapaikan suatu riwayat; meminimalisasi periwayatan; menyampaikan kepada muidnya secara proporsional dengan menjaga netralitas pemikiran juga rijal (sejak mengoreksi makna matan dan mempertanyakan keberadaan daya hafal rijal (sejak ini pula dapat dinyatakan sebagai embrio munculnya kritik rijal kritik rijal al-hadits). al-hadits).
24
3. Tahap Tahap koreksi koreksi makna makna hadits, hadits, hal mana sikap sikap kritis kritis ini sejak sejak masa sahabat sahabat.. Khususnya 'Aisyah yang dianggap paling banyak melakukan kritik model ini pada masany masanya, a, sebaga sebagaima iman n catata catatan n yang yang dihim dihimpun pun Badr Badr al-Din al-Din al-Zak al-Zakasi asi dalam dalam kitabnya al-Ijabah li iradah ma istadrakathu 'Aisyah 'ala al-Shahabah 4. Taha Tahap p krit kritik ik rawi rawi dari dari sisi sisi dhab dhabit ith h sert sertaa peme pemeli liha hara raan an rawi rawi terh terhad adap ap komple kompleksi ksitas tas matan, matan, dalam dalam hal ini mencak mencakup up kritik kritik terhada terhadap p rawi rawi kaitan kaitannya nya dengan keadilan keadilan dan ke-dhabi ke-dhabit-annya, t-annya, sehingga diperoleh kejelasan seorang rawi itu dhabith, 'Adil, wahm, dhai'f dan sebagainya. 5. Taha Tahap p pene peneli liti tian an sifa sifatt kead keadil ilan an seor seoran ang g rawi rawi,, hal hal ini ini menc mencul ul bers bersam amaa timbulnya intrik politik di saat terbunuhnya 'Utsman. Akibat intrik politik yang memasu memasuki ki areal areal pengaj pengajara aran n agama agama inilah inilah menjad menjadika ikan n netral netralita itass seoran seorang g rawi rawi hadits diragukan, disebabkan dengan semakin menonjolnya sektarianisme pada masa itu. Pada tahap ini kritik rijal mulai menyusun kaedah jeadilan seorang rawi. 6. tahap tahap pelacakan pelacakan jalur jalur sanad, sanad, upaya kritik kritik melalui melalui pelacak pelacakan an jalur sanad sanad ini timbu timbull sebaga sebagaii akibat akibat merakn meraknya ya kebohon kebohongan, gan, di sampin samping g rasa rasa keingi keinginta ntahua huan n dalam melacakjalur periwayatan setelah sekian lama tersebar luas ke berbagai wilayah serta dari masa sahabat hingga generasi abad ke-3 H. menjadikan jalur sanad hadits sebagai sesuatu yang harus dalam suatu hidits, tanpanya suatu hadits tertolak secara tegas. Pada tahap ini kritik rijal memperoleh obyek yang semakin jelas dengan disyaratkannya sanad hadits bagi setiap hadits. 7. Tahap Tahap pembentuk pembentukan an ilmu al-Jarh al-Jarh wa al-Ta'di al-Ta'dil. l. Ilmu ini merupak merupakan an kaedah khusus bagi ulama dalam melakukan kritik terhadap para rawi. Ilmu ini mencapai
25
kese kesemp mpur urna naanan-ny nyaa pada pada pert perten engah gahan an abad abad II H. yait yaitu u denga dengan n munc muncul ulny nyaa kelomp kelompok ok pemula pemula dari dari kalanga kalangan n kritik kritikus us hadits hadits masa masa Atba' Atba' al-Tab al-Tabi'i i'in n sepert sepertii Imam Malik bin Anas, Syu'bah bin al-Hajjaj, Sufyan al-Tsauri dan lainnya. Pada tahap ini kritik rijal semakin jelas sebagai ilmu tersendiri dalam wacana ilmu hadi hadits ts denga dengan n adan adanya ya meto metode de sert sertaa kaeda kaedah h yang yang dibak dibakuk ukan an dala dalam m rangk rangkaa mengkritisi seorang rawi. 8. Tahap Tahap beriku berikutny tnyaa adalah adalah pembah pembahasa asan n tentan tentang g kecacat kecacatan an sutau sutau hadits hadits (ilmu (ilmu 'ilal al-hadits), di mana ilmu ini saat itu merupakan salah satu cabang ilmu kritik hadits sebagai sisi lain dari ilmu al-jarh wa al-ta'dil. Ilmu ini ('ilal al-hadits) dalam penerapannya bisa pada sanad juga pada matan hadits. Seperti pada sanad hadits, kecacatan rawi akan memunculkan hadits-hadits munkar, maqlub dan sebagainya, mudhtharib, mudraj dan sebaginya. sementara pada matan memunculkan hadits mudhtharib, 9. Tahap Tahap terbaru terbaru dari kritik kritik makna hadits, hadits, yaitu yaitu menola menolak k adanya adanya pertent pertentang angan an dua matan hadits serta memberikan jalan keluar dengan membuang kemusykilan di dalamnya. Tahap ini mencakup beberapa pembahasan ilmu di antaranya 'ilmu Mukhtalif al-Hadits, 'ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh, 'ilmu Asbab al-Wurud al Hadits dan sebagainya. 10 Tahap Tahap kritik kritik kebahasa kebahasaan an hadits hadits yang di dalamn dalamnya ya memuat memuat penafsir penafsiran an terhada terhadap p kejanggalan (gharib) pada matan hadits, di sampaing itu meluruskan beberapa pergeseran huruf ataupun harakat pada teks yang menyebabkan kejanggalan pada makna atau al-Tashhif.
26
11. Sebagai Sebagai tahap terakhir terakhir kritik kritik hadits hadits adalah penjelasan penjelasan ataupun perincian terhadap pemah pemahama aman n suatu suatu hadits hadits secara secara keselu keseluruh ruhan an khusus khususnya nya yang yang terkai terkaitt dengan dengan subtansi suatu hadits yang dikenal dengan fiqh dengan fiqh al-hadits. al-hadits . Adapun perawi yang tidak dikenal (al-Majhul) menurut ahli hadits minimal untuk menghilangkan “jahalah” (tidak dikenal seorang perawi) adalah adanya dua orang yang meriwayatkan dari perawi yang bersangkutan, atau lebih. Dengan hal ini “jahalah” terhadap dirinya dan tetaplah sifat adilnya. maka hilanglah sebutan “jahalah” Bagi perawi yang Mastur (tidak dikenal Jal-ihkwalnya), menurut mayoritas ulama tidak bisa dinilai secara tegas diterima atau ditolak riwayatnya, tetapi harus dita ditang nggu guhk hkan an
samp sampai ai
kead keadaa aany nyaa
menj menjad adii
jela jelas. s.
Bila Bila
seor seoran ang g
pera perawi wi adil adil
meri meriway wayat atka kan n dari dari seor seoran ang g pera perawi wi lain lain tanpa tanpa meny menyabu abutk tkan an nama namany nya, a, maka maka per periw iway ayat atan anny nyaa
itu itu
tida tidak k meru merupa paka kan n
pent penta’ a’di dila lan. n. Namu Namun n bila bila pera perawi wi adil adil
menyertaka menyertakan n penilaian penilaian adil, misanya dengan mengatakan mengatakan : “Telah “Telah meriwayatka meriwayatkan n kepadaku orang yang saya percayai” atau “orang Thiqat” ataupun “orang yang saya ridhai”, makaterdapat dua pendapat di kalangan ulama’: Pertama, penilaian tsiqat seperti itu belum cukup, tanpa menyebutkan nama. Karena bisa jadi, perawi yang bersangkutan tsiqat menurutnya, tetapi tidak tsiqat menuru menurutt yang yang lain lain seanda seandainy inyaa ia menyeb menyebut ut nama nama perawi perawi itu. Bisa Bisa jadi jadi pula, pula, ia termasuk termasuk orang yang sendiri dalam menilai menilai tsiqat, tsiqat, sementara sementara yang lain memberikan memberikan jarh terhadap perawi yang bersangkutan. Sehingga penyebutan nama secara jelas akan menghilangkan keraguan dan praduga semacam itu.
27
Kedua Kedua,, pent penta’ a’di dilan lanny nyaa dite diteri rima ma seca secara ra mutl mutlak ak,, sama sama halny halnyaa keti ketika ka ia menyebutkan nama perawi secara tegas dan menilai tsiqat perawi yang dikritiknya, dan ketika menilainya tsiqat dan menyembunyikan namanya. Menurut penulis yang benar adalah yang pertama dan dipegang oleh mayoritas ulama’ hadits. Begitu Begitu pula pula mengen mengenai ai periwa periwayat yatan an perawi perawi yang yang bid’ah bid’ah,, terdapa terdapatt beberap beberapaa pendapat sebagai berikut: 1. Bila Bila ia meng menghal halah ahka kan n dust dustaa untu untuk k memb membel elaa bid’ bid’ahn ahnya ya,, maka maka hadi hadits tsny nyaa tidak bisa diterima dan tidak boleh diambil riwayat darinya 2. Bila ia ia tidak tidak menghalalkan menghalalkan kedustaan kedustaan dalam dalam membela membela ailranny ailrannya, a, maka ada ada yang yang meng mengat atak akan an riway riwayat atny nyaa bisa bisa dite diteri rima ma,, baik baik ia mend mendak akwah wahka kan n bid’ahnya (mempropagandakannya) ataupun tidak. Ada yang mengatakan, bila ia tidak mendakwakannya bid’ahnya, maka riwayatnya bisa diterima. Tetapi bia ia mempropagandakan bid’ahnya, maka riwayatnya tidak bisa diteri diterima. ma. Adapun Adapun yang yang terakhi terakhirr ini merupa merupakan kan pendapat pendapat mayori mayoritas tas ahli ahli hadits. Sedangkan bila seorang perawi yang terkena jarh karena kefasikannya telah bertaubat dan perilakunya telah kembali baik, serta sifat adilnya diketahui setelah taubatnya itu, maka setelah itu khabar-khabarnya bisa diterima. Ini bersifat umum untuk setiap bentuk kemaksiatan kecuali sengaja berdusta atas suatu hadits Nabi SAW. yang terakhir ini tetap tidak bisa diterima. Yakni khabar dari orang yang
28
mend mendus ustk tkan an hadit haditss-had hadit itss Rasu Rasull SAW. SAW. tida tidak k bisa bisa dite diteri rima ma,, mesk meskip ipun un ia tela telah h bertaubat dan perilakunya kembali baik setelah itu. Bara Barang ng siapa siapa yang yang mene menekun kunii bida bidang ng ini ini haru haruss meme memenui nui kret kreter eria ia alim alim,, bertakwa, wira’I, jujur, tidak terkena jarh, tidak fanatik terhadap sebagian perawi dan mengerti betul sebab-sebab jarh dan adl . Sedangkan yang tidak memenuhi syaratsyarat itu, maka kritiknya terhadap perawi tidak bisa diterima. 2. Kr Krit itik ikus us Rij Rijal al alal-Ha Hadi dits ts
Pertumbuhan ilmu kritik hadits di atas telah memunculkan beberpa tokoh yang mengkhususkan diri di bidang kritik hadits ini, hal ini terjadi kira-kira di mulai sejak pertengahan abad ke 2 H. dan terus berkembang hingga saat ini. Dapatlah dikelompokkan para tokoh kritikus hadits ini kepada kelompk zaman dan wilayah, anatara lain: 1. Pada Pada ting tingkat katan an saha sahabat bat,, oran orang g yang yang dian diangg ggap ap bany banyak ak memb membic icar arak akan an rijal rijal al hadits ini berdasarkan tahun wafatnya adalah 'Umar bin al-khathab (23), 'Ubadah bin al-Shamit (34), 'Ali bin Abi Thalib (40), 'Abd Allah bin Salam (43), 'Aisyah ummu al-Mu'minin (58), 'Abd Allah bin 'Abbas (68), 'Abd Allah bin 'Umar (73) dan Anas bin Malik (93). 2. Pada Pada tingka tingkatt Tabi'in, Tabi'in, kritiku kritikuss hadits hadits yang ada pada masa masa ini adalah adalah al-Hasa al-Hasan n alBishri (110), Thawus (106), Ayyub al-Sukhtiyani (131), 'Abd Allah bin 'Aun (151), Sulaiaman al-Taimi (143) dan lainnya. 3. Pada Pada tingkat tingkatan an Atba' al-Tab al-Tabi'i i'in, n, kritikus kritikus hadits hadits yang masyhur masyhur masa ini cukup cukup banyak hingga menjadi 26 Thabaqat antara lain:
29
a. Thabaqa Thabaqatt pertama: pertama: Di Hijaz Hijaz terdapat terdapat Malik Malik bin Anas Anas (179) dan Sufya Sufyan n bin 'Uyainah (198); sementara si Iraq terdapat Sufyan al-Tsauri (161), Syu'bah bin al-H al-Haj ajja jajj (161 (161), ), Hamm Hammad ad bin bin Zaid Zaid (179 (179), ), Hamma Hammad d bin bin sala salama mah h (176) (176);; sedangkan di Syam kita kenal al-Auza'I (157) dan di Mesir terdapat al-Laits bin bin Sa'id Sa'id (175) (175) serta serta banyak banyak lagi lagi lainny lainnya. a. Sehing Sehingga ga menuru menurutt al-Dza al-Dzahab habii diperkirakan mencapai 31 kritikus . b. b. Thab Thabaqa aqatt kedua kedua:: Di Iraq Iraq ada ada Yahy Yahyaa al-Q al-Qat athan han (198), (198), Wa Waki ki'' bin bin al-J al-Jar arra rah h (197), 'abd al-rahman bin Mahdi (198); (198); sementara di Khurasan Khurasan terdapat 'Abd Allah bin Mubarak (181); di Syam terdapat Abu Ishaq al-Farazi (186) dan Abu Mashar Mashar 'Abd 'Abd al-A'l al-A'laa (218); (218); di Mekah Mekah terdapa terdapatt al-Sy al-Syafi afi'I 'I (204); (204); dan banyak lagi lainnya yang diperkirakan oleh al-Dzahabi mencapai 58 tokoh kritikus. c. Thabaqa Thabaqatt ketiga: ketiga: Di Iraq terdapa terdapatt Yahya bin Masir Masir (23), (23), Ahmad Ahmad bin Hanbal (241), 'Ali bin al-Madini (234) dan Muhammad bin 'Abd Allah bin Numair (234), Abu Bakr bin al-Syaibah (235), Ishaq bin Rahawiyah (238), 'Abd Allah bin 'Umar al-Qawariri (235) serta Abu Haitsumah (234). d. Thabaqat Thabaqat keempat: keempat: Di Khurasa Khurasan n terdapat terdapat Abu Hatim (277), (277), Abu Abu Zurah (264), (264), Bukhari (256), Muslim (261), al-Darimi (255). e. Thabaqa Thabaqatt kelima; kelima; Al-Turm Al-Turmudzi udzi (279), (279), Abu Bakr bin al-Bazz al-Bazzar ar (292) dan dan di Basrah ada 'Abd al-Rahman bin Yusuf (283), f. Thab Thabaq aqat at keen keenam am:: Di Khur Khuras asan an dan dan seki sekita tarn rnya ya ada ada al-N al-Nas asa' a'ii (304 (304), ), Ibn Ibn Huzaimah (311), al-'Uqaili (322), Abu Ja'far al-Thabari (310).
30
g. Thab Thabaqa aqatt ketu ketuju juh: h: Abu Abu Ja'f Ja'far ar al-T al-Tha hahaw hawii (321 (321), ), 'Abd 'Abd al-R al-Rah ahma man n bin bin Abi Abi Hatim (327) dan Ibn 'Uqdah (332) h. Thab Thabaq aqat at kede kedela lapa pan: n: Ibn Ibn Hibb Hibban an (Abu (Abu Hati Hatin n al-B al-Bus usti ti)) (332 (332), ), Abu Abu 'Add 'Addii (365), Thabrani (360), al-Hasan al-Ramahurmuzi (360). i. Thab Thabaq aqat at kese kesemb mbil ilan an:: Al-H Al-Hus usai ain n al-M al-Mas asar arju jusi si al-N al-Nai aisa sabu buri ri (365 (365), ), Abu Abu Ahmad al-Hakim al-Kabir (378), Abu Bakr al-Isma'ili al-Jurjani (371), Abu al-Hasan al-Daruquthni (385), al-Hasan al-Askari (382), Abu Sulaiman alKhithabi (388). j. j.
Thab Thabaq aqat at kese kesepu pulu luh: h: Abu Abu 'Abd 'Abd Alla Allah h al-H al-Hak akim im al-N al-Nai aisa sabu buri ri (404 (404), ), Ibn Ibn Manduh (395) dan 'Abd al-Rahman bin Fathis (402)
k. Thabaqat Thabaqat kesebelas: kesebelas: 'Abd 'Abd al-Ghani al-Ghani al-Azadi al-Azadi al-Mishr al-Mishrii (murid (murid al-Daruquth al-Daruquthni) ni) (409), (409), Abu Bakr Bakr al-Bar al-Barqan qanii (425), (425), Ahmad Ahmad al-Kal al-Kalabad abadzi zi (398) (398) dan Abu Mas'ud al-Dimasyqi (401). l.
Thabaqa Thabaqatt keduabel keduabelas: as: Ibn al-Fur al-Furadl adlii al-Qurt al-Qurtubi ubi (403), (403), Abu al-Ha al-Hasan san al-Qab al-Qabisi isi (403).
m. Thabaqa Thabaqatt ketiga ketiga belas: belas:Mas Masaa ini disebu disebutt pula pula sebagai sebagai masa masa kritik kritikus us pasca pasca al-Hadits, di antara tadwin kutub al-Hadits yang induk yaitu ummahat kutub al-Hadits, tokoh pada masa ini adalah Ahmad al-Baihaqi (458), Ibn 'Abd al-Barr alAndalusi (463), Ibn Hazm penyusun al-Ahkam fi Ushul al-Ahkan, al-Ahkan, Abu alWalid al-Baji (474). n. Thabaqa Thabaqatt keempat keempat belas: belas: Abu 'Ali 'Ali al-Jay al-Jayani ani al-Andal al-Andalusi usi (298), (298), Ibn Makula (475).
31
o. Thabaqat Thabaqat kelima kelima belas: Al-Humaidi Al-Humaidi al-Andalusi al-Andalusi (488) p. Thabaqat Thabaqat keenam belas: belas: al-Qadhi al-Qadhi 'Iyadh 'Iyadh al-Yahsh al-Yahshabi abi al-Sabuti al-Sabuti (544) (544) dan Abu Abu al-Qasim Ibn 'Asakir seorang muhaddits dari Syam (571) q. Thabaqat Thabaqat ketujuh ketujuh belas: belas: Ibn Basykuwa Basykuwall al-Andalus al-Andalusii (578), (578), Abu al-Qasim al-Qasim alalSuhaili al-Andalusi (581), Abu al-Faraj bin al-Jauzi dari Iraq (597), Abu Bakr al-Hazimi al-Hamdani (584). r. Thabaqa Thabaqatt keelapan keelapan belas: belas: Abu Bakr bin bin 'Abd Allah Allah bin al-Has al-Hasan an al-Mal al-Maliqi iqi (611), Majd al-Din al-Mubarak bin al-Atsir (606). s. Thabaqa Thabaqatt kesemb kesembil ilan an belas: Ibn al-Qatt al-Qatthan han al-Katt al-Kattami ami al-Fasi al-Fasi (628), (628), 'Izz alDin 'Ali bin al-Atsir al-Jazari. t.
Thabaqa Thabaqatt keduapil keduapiluh: uh: 'Abd 'Abd al-Adhi al-Adhim m al-Mun al-Mundzi dziri ri al-Sya al-Syami mi al-Mi al-Mishr shrii (656), (656), Ibn al-Shalah Taqi al-Din Abu 'Amr 'Utsman al-Syahrazi (643)
u. Thabaqa Thabaqatt keduapu keduapuluh luh satu: satu: Yahya Yahya al-Nawaw al-Nawawii (677), (677), Ibn Daqiq al-'Aid al-'Aid Taqi al-Din (Abu al-Fath) (702) v. Thabaqat Thabaqat keduapuluh keduapuluh dua: Yusuf Yusuf alal- Mizi (742), (742), al-Dzaha al-Dzahabi bi Syams Syams al-Din al-Din bin Muhammad bin Ahmad al-Turkimani (748), Ahmad bin Taimiyah (728) w. Thabaqat keduapuluh tiga: Ibn Katsir al-Dimasyiqi (774) x. Thabaqa Thabaqatt keduapu keduapuluh luh empat: empat: Zain Zain al-Din al-Din al-'Iraq al-'Iraqii al-Kur al-Kurdi di al-Mis al-Mishri hri (806), (806), Abu Zur'ah (826) y. Thabaqat Thabaqat keudapuluh keudapuluh lima: lima: Ibn Hajar al-'Asqalan al-'Asqalanii (852) (852) z. Thabaqa Thabaqatt keduapul keduapuluh uh enam: Symas Symas al-Din al-Din al-Sak al-Sakhawi hawi salah salah seorang seorang murud Ibn hajar (902), Jalal al-Din al-Suyuthi (911).
32
4. Masa Mutaakh Mutaakhkhiri khirin n hingga masa-ma masa-masa sa berikutnya berikutnya menunjuk menunjukkan kan adanya adanya ilmualilmual jarh jarh wa al-Ta'd al-Ta'dil il yang yang final. final. Hak ini diseba disebabkan bkan karena karena telah telah terhen terhentin tinya ya perkembangan ilmu pada sekitar akhir abad ke 3 H. Sekaligus telah dibukukannya kritikan mereka terhadap rijal al-Hadits pada kitab-kitan rijal-al-Hadits berikut tarjih dan ta'dil yang ta'dil yang terdapat rijal al-Hadits didalamnya.