MAKALAH TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
ditujukan untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran yang diampu oleh Dr. Pupun Nuryani, M.Pd. dan Teguh Ibrahim M.Pd.
Disusun oleh: Iis Indriyani
1504913
Tasha Nandita
1500336
Uswatun Amaliah
1503448
Yusni Yulia Citra
1503667
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR DEPARTEMEN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
1
2017
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Tjipto, Ketua Unit Implementasi Kurikulum, mengatakan Kurikulum 2013 sesungguhnya berbasis pada kurikulum konstruktivisme, yang artinya membangun jiwa anak. Konstruktivisme berarti siswa diajak untuk turut serta dalam pembelajaran itu sendiri. "Murid memegang alat, guru mengarahkan”. meng arahkan”. Hal ini sejalan dengan teori belajar menurut konstruktivistik yang bukanlah sekedar menghapal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan atau diingat dalam setiap individu. Oleh karena itu penting bagi seorang guru untuk memahami serta menguasai
teori
belajar
konstruktivistik
ini
sehingga
dapat
mengimplementasikannya pada pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Apakah pengertian dari teori belajar konstruktivistik?
1.2.2
Siapa tokoh-tokoh dalam teori belajar konstruktivistik?
1.2.3
Apa
saja
unsur
penting
dalam
lingkungan
pembelajaran
konstruktivistik? 1.2.4
Apa tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik?
1.2.5
Apa kelebihan dan kekurangan dari teori belajar konstruktivistik?
1.2.6
Bagaimana
implikasi
teori
pembelajaran?
1.3 Tujuan Makalah
2
belajar
konstruktivistik
dalam
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian dari teori belajar konstruktivistik
1.3.2
Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam teori belajar konstruktivisti k
1.3.3
Untuk mengetahui unsur penting dalam lingkungan pembelajaran konstruktivistik
1.3.4
Untuk mengetahui tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik
1.3.5
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori belajar konstruktivistik
1.3.6
Untuk mengetahui implikasi teori belajar konstruktivistik dalam pembelajaran
3
BAB II ISI
2.1 Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian
yang
sudah
dimilikinya,
sehingga
pengetahuannya
dapat
dikembangkan. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai
kegiatan
kontruktivisme
yang
lebih
bersifat
mekanistik
memahami
belajar
antara
sebagai
stimulus kegiatan
respon, manusia
membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri. Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai k emampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan
4
yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru. Menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai kunstruksi
kognitif
seseorang
terhadap
objek,
pengalaman,
maupun
lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum
memiliki
pengetahuan tersebut.
Bila
guru bermaksud
untuk
mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya tentang sesuatu kepada siswa, pentransfer itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri. Menurut Suparno, paham konstruktivistik pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengatahuan tidak bisa ditransfer dari seorang guru kepada semua siswanya, karena setiap individu mempunyai skema sendiri tentang pengetahuan yang dimilikinya (memiliki pengetahuan yang berbeda-beda). Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif tempat terjadinya proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema
yang
baru.
Seseorang
yang
belajar
berarti
membangun
pengetahuannya sendiri secara aktif dan terus-menerus. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosifis) pembelajaran konstektual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Dan juga haru membangun pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman yang bermakna. Adapun menurut Tran
5
Vui, konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori konstruktivisme adalah teori yang memberikan kebebasan terhadap individu yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Dari pendapat ahli diatas dapat kami simpulkan bahwa konstruktivistik adalah proses belajar individu yang aktif dengan membangun pengetahuan awal yang dimiliki individu dan dikaitkan dengan pengetahuan baru sehingga pengetahuannya itu dapat dikembangkan oleh dirinya sendiri. Sedangkan tujuan teori konstruktivisme adalah sebagai berikut: a. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyan dan mencari sendiri jawabannya b. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap c. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu. Adapun karakteristik/ciri pembelajaran secara konstruktivisme adalah sebagai berikut: a. Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya. b. Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan. c. Mendukung pembelajaran secara kooperatif. d. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar. e. Mendorong pembelajar mau bertanya dan berdialog dengan guru. f. Menganggap pembelajran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran. g. Mendorong proses inkuiri pembelajar melalui kajian dan eksperimen
2.2 Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kontruktivistik 2.2.1
Driver dan Bell Diver dan Bell mengajukan karakteristik teori belajar kontruktivistik sebagai berikut:
6
a) Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, b) Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, c) Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, d) Pembelajaran
bukanlah
transmisi
pengetahuan,
melainkan
melibatkan pengaturan situasi kelas, e) Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber. 2.2.2
Tasker Tasker Mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut: a) Peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. b) Pentingya
membuat
kaitan
antara
gagasan
dalam
pengkonstruksian secara bermakna. c) Mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima 2.2.3
Wheatley Mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme sebagai berikut: a) Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. b) Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan
dan
lingkungannya.
pengkonstruksian Bahkan
secara
ilmu spesifik
pengetahuan Hudoyo
melalui
(1990:
4)
mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain.
7
Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. 2.2.4
Hanbury Mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu: a) siswa
mengkonstruksi
pengetahuan
dengan
cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki, b) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, c) strategi siswa lebih bernilai, dan d) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. Berdasarkan beberapa pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaraan yang mengacu kepada teori belajar kontruktivistiklebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperinthakan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengontruksi sendiri pengetahuan mereka melalui similasi dan akomodasi.
2.3 Unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivisme Lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis sebagai berikut: a. Memerhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa Siswa didorong untuk mengonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Pembelajaran harus memerhatikan pengetahuan siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa. b. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna Dirancang pembelajaran yang bermakna bagi siswa sehingga dapat mengakomodasi perkembangan minat, bakat, sikap, dan kebutuhan
8
belajar siswa. Dengan mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. c. Adanya lingkungan sosial yang kondusif Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. d. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri Siswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya, diberikan
kesempatan
untuk
merefleksi
dan
mengatur
kegiatan
belajarnya. e. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah Sains bukan berupa produk (fakta, konsep, prinsip, dan teori) namun juga sikap
dan
proses.
Pembelajaran
sains
harus
bisa
melatih
dan
memperkenalkan siswa tentang kehidupan ilmuwan. Pengertian ilmuwan sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang ahli atau memiliki banyak pengetahuan mengenai suatu ilmu. Dalam arti yang lain, ilmuwan adalah orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan. Di dalam pembelajaran, guru harus mampu menumbuhkan sikap seorang ilmuwan pada diri siswanya. Sikap ini tentunya berhubungan erat dengan teori belajar konstruktivistik. Ilmuwan mempelajari gejala alam melalui proses dan sikap ilmiah. Sikap ilmiah itu sendiri adalah sikap tertentu yang diambil dan dikembangkan oleh ilmuwan untuk mencapai hasil yang diharapkan (Iskandar dalam T Pardede, 2000). Sikap sikap ilmiah itu meliputi : Obyektif /jujur, tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan, terbuka, tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat, bersikap
hati-hati,
sikap
ingin
menyelidiki
atau
keingintahuan
(couriosity) yang tinggi. Aktivitas ilmuwan menurut Pruitt & Underwood (2006) terdiri dari; observasi, bertanya, berhipotesis, menguji hipotesis dan eksplanasi. Hal ini berarti bahwa siswa memperoleh pengetahuan melalui serangkaian kegiatan seperti yang dilakukan oleh para ilmuwan, dalam arti si swa pada proses pembelajaran berperan sebagai peneliti. Dalam situasi ini siswa
9
mengambil inisiatif untuk mengobservasi dan bertanya mengenai sebuah fenomena, mengajukan penjelasan mengenai apa yang mereka observasi, melaksanakan dan merencanakan pengujian untuk mendukung atau menentang teori mereka, menganalisis data, menyimpulkan dari data eksperimen, mendesain dan membentuk model atau beberapa kombinasi dari kegiatan tersebut.
2.4 Tujuan Belajar menurut Paradigma Konstruktivistik Tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik mendasarkan diri pada tiga fokus belajar, yaitu: a) Proses Fokus yang pertama — proses, mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk mempersepsi apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar. Nilai tersebut didasari oleh asumsi, bahwa dalam belajar, sesungguhnya siswa
berkembang
secara
alamiah.
Oleh
sebab
itu,
paradigma
pembelajaran hendaknya mengembalikan siswa ke fitrahnya sebagai manusia dibandingkan hanya menganggap mereka belajar hanya dari apa yang dipresentasikan oleh guru. Implikasi nilai tersebut melahirkan komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan berpusat pada kurikulum menuju pendidikan berpusat pada siswa. Dalam pendidikan berpusat pada siswa, tujuan belajar lebih berfokus pada upaya bagaimana membantu para siswa melakaukan revolusi kognitif. Model pembelajaran perubahan konseptual (Santyasa, 2004) merupakan alternatif strategi pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang fokus pada proses pembelajaran adalah suatu nilai utama pendekatan konstruktivstik. b) Transfer Belajar Fokus yang kedua — transfer belajar, mendasarkan diri pada premis “siswa dapat menggunakan dibandingkan hanya dapat mengingat apa yang di pelajari”. Satu nilai yang dapat dipetik dari premis tersebut, bahwa meaningful learning harus diyakini memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan rote learning, dan deep understanding lebih baik
10
dibandingkan
senseless
memorization.
Konsep
belajar
bermakna
sesungguhnya telah dikenal sejak munculnya psikologi Gestal dengan salah satu pelopornya Wertheimer (dalam Mayer, 1999). Sebagai tanda pemahaman mendalam
adalah kemampuan mentransfer
apa
yang
dipelajari ke dalam situasi baru. c) Bagaimana Belajar Fokus yang ketiga — bagimana belajar (how to learn) memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan dengan apa yang dipelajari (what to learn). Alternatif pencapaian learning how to learn, adalah dengan memberdayakan keterampilan berpikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan fasilitas belajar untuk ketarampilan berpikir. Belajar berbasis keterampilan berpikir merupakan dasar untuk mencapai tujuan belajar bagaimana belajar (Santyasa, 2003).Desain pembelajaran yang konsisten dengan tujuan belajar yang disasar tersebut tentunya diupayakan pula untuk mencapai hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Paradigma tentang hasil belajar yang berasal dari tujuan belajar kekinian tersebut hendaknya bergeser dari no learning dan rote learning menuju constructivistic learning. No learning, miskin dengan retensi, transfer, dan hasil belajar. Siswa tidak menyediakan perhatian terhadap informasi relevan yang diterimanya. Rote learning, hanya mampu mengingat informasi-informasi penting dari pelajaran, tetapi tidak bisa menampilkan unjuk kerja dalam menerapkan informasi tersebut dalam memecahkan masalah-masalah baru. Siswa hanya mampu menambah informasi dalam memori. Constructivist learning dapat menampilkan unjuk kerja retensi dan transfer. Siswa mencoba membuat gagasan tentang informasi yang diterima, mencoba mengembangkan model mental dengan mengaitkan hubungan sebab akibat, dan menggunakan proses-proses kognitif dalam belajar. Proses-proses kognitif utama meliputi penyediaan perhatian terhadap informasi-informasi yang relevan dengan selecting, mengorganisasi infromasiinformasi tersebut dalam
representasi
yang
koheren
melalui
proses
organizing,
dan
mengintegrasikan representasi-representasi tersebut dengan pengetahuan yang
11
telah ada di benaknya melalui proses integrating. Hasil-hasil belajar tersebut secara teoretik menjamin siswa untuk memperoleh keterampilan penerapan pengetahuan secara bermakna.
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kontruktivistik a. Kelebihan 1. Dalam proses membina pengetahuan baru, pembelajar berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjalankan ide-idenya, dan membuat keputusan. 2. Karena
pembelajar
pengetahuan
baru,
terlibat
secara
pembelajar
langsung lebih
dalam
paham
membina
dan
dapat
mengaplikasikannya dalam semua situasi. 3. Karena pembelajar terlibat langsung secara aktif, pembelajar akan mengingat semua konsep lebih lama. 4. Pembelajar akan lebih memahami keadaan lingkungan sosialnya, yang diperoleh dari interaksi dengan teman dan guru dalam membina pengetahuan baru. 5. Karena pembelajar terlibat langsung secara terus menerus, pembelajar akan paham, ingat, yakin, dan berinteraksi dengan sehat. b. Kekurangan 1. Peran guru sebagai pendidik kurang mendukung. 2. Karena cakupannya lebih luas, lebih sulit dipahami.
2.6 Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar kontruktivisme, Tytler mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran sebagai berikut: 1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri. 2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif 3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
12
4) Mengalami pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang dimiliki siswa. 5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka. 6) Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: 1) Tujuan
pendidikan
menurut
teori
belajar
konstruktivisme
adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. 2) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari. 3) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik . Selain itu, pendekatan saintifik juga merupakan salah satu implementasi dari teori belajar konstruktivistik. Ada lima kegiatan utama di dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, yaitu: 1) Mengamati Mengamati dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak. 2) Menanya Menanya untuk membangun pengetahuan peserta didik secara faktual, konseptual, dan prosedural, hingga berpikir metakognitif, dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, kerja kelompok, dan diskusi kelas. 3) Mencoba Mengeksplor/mengumpulkan
informasi,
atau
mencoba
untuk
meningkatkan keingintahuan peserta didik dalam mengembangkan kreatifitas, dapat dilakukan melalui membaca, mengamati aktivitas,
13
kejadian atau objek tertentu, memperoleh informasi, mengolah data, dan menyajikan hasilnya dalam bentuk tulisan, lisan, atau gambar. 4) Mengasosiasi Mengasosiasi dapat dilakukan melalui kegiatan menganalisis data, mengelompokan,
membuat
kategori,
menyimpulkan,
dan
memprediksi/mengestimasi. 5) Mengkomunikasikan Mengomunikasikan
adalah
sarana
untuk
menyampaikan
hasil
konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik, dapat dilakukan melalui presentasi, membuat laporan, dan/ atau unjuk kerja. Ada banyak model pembelajaran dan beberapa yang disarankan di dalam kurikulum 2013 yang juga menganut teori belajar konstruktivistik diantaranya adalah: 1. Discovery Based Learning Model Discovery Based Learning mengacu kepada teori bela jar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi ketika pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery
Learning
guru
berperan
sebagai
pembimbing
dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.
Kondisi seperti ini ingin
merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Langkah-langkah atau sintaks nya adalah sebagai berikut: a. Stimulation (memberi stimulus); bacaan, atau gambar, atau situasi, sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema. b. Problem
Statement
(mengidentifikasi
masalah);
menemukan
permasalahan menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah.
14
c. Data Collecting (mengumpulkan data); mencari dan mengumpulkan data/informasi, melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah d. Data Processing (mengolah data); mencoba dan mengeksplorasi pengetahuan konseptualnya, melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif. e. Verification (memferifikasi); mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data, mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, mengasosiasikannya menjadi suatu kesimpulan. f. Generalization (menyimpulkan); melatih pengetahuan metakognisi peserta didik. 2. Inquiry Based Learning Pembelajaran inkuiri biasa disebut dengan model pembelajaran penemuan. Pembelajaran inkuiri membuat siswa dapat mencari dan menyelidiki suatu masalah dengan cara yang sistematis, krtitis, logis dan dianalisis dengan baik. Langkah-langkah atau sintaks nya adalah sebagai berikut: a. Observasi/Mengamati b. Mengajukan pertanyaan c. Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban/ mengasosiasi atau melakukan penalaran d. Mengumpulkan data yang terakait dengan dugaan atau pertanyaan yang diajukan/memprediksi dugaan e. Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah atau dianalisis, mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya. 3. Problem Based Learning Pembelajaran
berbasis
masalah
merupakan
pembelajaran
yang
penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan,
memfasilitasi
penyelidikan
membuka dialog. Langkah-langkah atau sintaks nya adalah sebagai berikut:
15
dan
a. Orientasi pada masalah; mengamati masalah yang menjadi objek pembelajaran. b. Pengorganisasian kegiatan pembelajaran; menyampaikan berbagai pertanyaan (atau menanya) terhadap malasalah kajian. c. Penyelidikan mandiri dan kelompok; melakukan percobaan (mencoba) untuk memperoleh data dalam rangka menyelesaikan masalah yang dikaji. d. Pengembangan dan Penyajian hasil; mengasosiasi data yang ditemukan dengan berbagai data lain dari berbagai sumber. e. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah;
Dalam mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, tentu saja guru harus mempunyai keterampilan bertanya. Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang bersifat mendasar yang dipersyaratkan bagi penguasaan keterampilan berikutnya. Ada empat alasan mengapa seorang guru perlu menguasai keterampilan bertanya, yaitu: 1) Guru cenderung mendominasi kelas dengan ceramah 2) Siswa belum terbiasa mengajukan pertanyaan 3) Siswa harus dilibatkan secara mental-intelektual dengan maksimal 4) Adanya anggapan bahwa pertanyaan hanya berfungsi untuk menguji pemahaman siswa Salah satu komponen keterampilan bertanya yaitu Prompting dan Probing. 1.
Pertanyaan menuntun (prompting) Pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question) adalah pertanyaan yang bermaksud memberi arah atau menuntun peserta didik sehingga dapat menemukan sendiri jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepadanya. Bentuk pertanyaan prompting dibedakan menjadi 3: a. Mengubah susunan pertanyaan dengan kata-kata yang lebih sederhana yang membawa mereka kembali pada pertanyaan semula.
16
b. Menanyakan pertanyaan-pertanyaan dengan kata-kata berbeda atau lebih sederhana yang disesuaikan dengan pengetahuan muridmuridnya saja. c. Memberikan suatu review informasi yang diberikan dan pertanyaan yang membantu murid untuk mengingat atau melihat jawabannya (E.C.Wrag dan George Brown, 1997: 43). Dengan kata lain prompting adalah cara lain dalam merespon (menanggapi) jawaban siswa apabila siswa gagal menjawab pertanyaan, atau jawaban kurang sempurna. Dengan demikian salah satu bentuk prompting adalah menanyakan pertanyaan lain yang lebih sederhana yang jawabannya dapat dipakai menuntun siswa untuk menemukan jawaban yang tepat (Suwandi dan Tjetjep S, 1996: 18). Jadi dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya teknik Probing Prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir yang mengaitkan pengetahuan siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya
siswa
mengkonstruksikan
sendiri
konsep
menjadi
pengetahuan baru. 2.
Pertanyaan melacak (probing) Secara bahasa kata “probing” memiliki arti menggali atau melacak, sedangkan menurut istilah probing berarti berusaha memperoleh keterangan yang lebih jelas atau lebih mendalam. Pengertian probing dalam pembelajaran di kelas didefinisikan sebagai suatu teknik bertanya untuk membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna memahami gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan baru (Wijaya, 197). Teknik menggali (probing) ini dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban murid. Pertanyaan itu bermaksud untuk menuntun murid agar isinya dapat menemukan jawaban yang lebih benar. Teknik probing diawali dengan menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengandung teka-teki atau benda-benda nyata. Situasi baru it u
17
membuat siswa mengalami pertentangan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya
sehingga
memberikan
peluang
kepada
mengadakan asimilasi, disinilah probing mulai diperlukan.
18
siswa
untuk
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Belajar dan pembelajaran bukanlah sesuatu yang mudah dilaksanakan tanpa ada teori-teori yang mendukung untuk menjalankannya. Terdapat banyak teori belajar yang salah satunya adalah Teori Konstruktivistik. Para pelaku pembelajaran dan berbagai komponen pendidikan atau pembelajaran harus benar-benar cermat dan selektif terhadap teori belajar yang ada dan tersedia. Mereka harus benar-benar tepat dalam menerapkan teori yang sesuai dengan keadaan atau kondisi peserta didik. Jika salah dalam menerapkannya, maka sangat mungkin banyak pihak yang menjadi korban, entah itu negara, institusi pendidikan, atau pelaku pembelajaran (siswa). Prinsip
yang
paling
penting
diterapkan
dalam
pembelajaran
konstruktivistik adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan lancar. Terakhir, kami menyimpulkan teori belajar konstruktivistik ini melalui puisi terkait learning by teaching oleh Mel Siberman (1996:2) yakni seorang konstruktivis yang mengembangkan puluhan metode pembelajaran aktif (student active learning) dengan cara memadukan filosofi Konfusius (Kong Hu Cu) tentang pembelajaran dengan asas konstruktivisme sebagai berikut. Apa yang saya dengar, saya lupa Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai
19
DAFTAR PUSTAKA
Hendracipta, Nana. Maret 2016. Menumbuhkan Sikap Ilmiah Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran IPA Berbasis Inkuiri. Volume 2, No. 1, https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpsd/article/download/672/527,
06
Maret 2017. Matematrick. (2014). Pendekatan Saintifik dan Model Pembelajaran Kurikulum 2013.
[Online].
Diakses
dari
http://www.matematrick.com/2014/11/pendekatan-saintifik-danmodel.html Niam,
Uli.
(2011). Keterampilan
Bertanya.
[Online].
Diakses
dari
http://niamnilu.blogspot.co.id/2011/02/keterampilan-bertanya.html Pratiwi, Inten. (2015). Model-Model Pembelajaran Kontruktivisme. [Online]. Diakses
dari
https://intenpratiwii.wordpress.com/2015/06/11/model-
model-pembelajaran-kontruktivisme/ Sriwahyuni, Reni. (2012). Probing dan Prompting. [Online]. Diakses dari http://reni-saja.blogspot.co.id/2012/11/probing-dan-prompting.html Suyono & Hariyanto. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Thobroni, M. (2016). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
20