40
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pencampuran adalah salah satu operasi farmasi yang paling umum. Sulit untuk menemukan produk farmasi dimana pencampuran tidak dilakukan pada tahap pengolahan. Pencampuran dapat didefinisikan sebagai proses di mana dua atau lebih komponen dalam kondisi campuran terpisah atau kasar diperlakukan sedemikian rupa sehingga setiap partikel dari salah satu bahan terletak sedekat mungkin dengan partikel bahan atau komponen lain. Tujuan pencampuran adalah memastikan bahwa ada keseragaman bentuk antara bahan tercampur dan meningkatkan reaksi fisika atau kimia. Bentuk sediaan semi padat digunakan ketika resep dokter memerlukan kombinasi dari dua atau lebih salep atau krim dalam rasio tertentu atau penggabungan obat ke dalam salep atau basis krim. Karena pencampuran langsung dari bahan-bahan tidak selalu dapat dilaksanakan, penggabungan agen lain diperlukan untuk memastikan partikel berukuran halus. Alat pencampur sediaan semi padat diantaranya adalah spatula, mortar dan stamper, ointment slab, blender, homogenizer, mixer, agitator mixers, shear mixers, ultrasonic mixers, planatory mixer, double planetary mixers, sigma mixer, colloid mill, dan. triple-roller mill. Proses pencampuran adalah salah satu operasi yang paling umum digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi. Berbagai macam bahan seperti cairan, semi padat dan padat memerlukan pencampuran selama mereka menjadi formulasi bentuk sediaan, karena itu, pilihan yang tepat dari pencampuran adalah peralatan diperlukan mengingat sifat fisik dari bahan-bahan seperti densitas, viskositas, pertimbangan ekonomi mengenai waktu proses diperlukan untuk pencampuran dan daya serta biaya peralatan dan pemeliharaan
Seiring dengan perkembangan di bidang obat, bentuk sediaan dalam bidang farmasi juga semakin bervariasi. Sediaan obat tersebut antara lain sediaan padat seperti serbuk, tablet, kapsul. Sediaan setengah padat seperti salep, cream, pasta, suppositoria dan gel, serta bentuk sediaan cair yaitu suspensi, larutan, dan emulsi. Dengan adanya bentuk sediaan tersebut diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen. Salah satu contoh sediaan farmasi yang beredar di pasaran, Apotek, Instalasi kesehatan, maupun toko obat adalah sediaan cair (liquid).
Dengan demikian pembuatan sediaan liquid dengan aneka fungsi sudah banyak digeluti oleh sebagian besar produsen. Sediaan yang ditawarkanpun sangat beragam mulai dari segi pemilihan zat aktif serta zat tambahan, sensasi rasa yang beraneka ragam, hingga merk yang digunakan pun memiliki peran yang sangat penting dari sebuah produk sediaan liquid.
Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada saat diaplikasikan. Sediaan cair atau sediaan liquid lebih banyak diminati oleh kalangan anak-anak dan usia lansia, sehingga satu keunggulan sediaan liquid dibandingkan dengan sediaan-sediaan lain adalah dari segi rasa dan bentuk sediaan.
Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid ini. Selain itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar.
Dari penyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembuatan sediaan liquid terdapat kelebihan dan kekurangan. Diharapkan agar dapat mempertahankan kelebihannya, dan mengatasi kekurangan tersebut dengan membuatnya lebih baik lagi, agar dapat diterapkan dalam dunia kerja dan bisa didapatkan efek terapi yang diharapkan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana teknik compounding untuk sediaan liquid ?
2. Apa masalah compounding untuk sediaan liquid ?
3. Bagaimana cara mengatasi masalah compounding untuk sediaan liquid ?
1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan memahami cara pembuatan dan teknik compounding sediaan liquid.
2. Untuk mengetahui masalah apa yang terjadi pada proses compounding sediaan liquid.
3. Mampu mengatasi masalah yang terjadi pada sediaan liquid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI COMPOUNDING
Menurut USP 2004 Compounding merupakan proses melibatkan pembuatan (preparation), pencampuran (mixing), pemasangan (asembling), pembungkusan (packaging), dan pemberian label (labelling) dari obat atau alat sesuai dengan resep dokter yang berlisensi atas inisiatif yang didasarkan atas hubungan dokter/pasien/farmasis/compounder dalam praktek profesional.
TEKNIK COMPOUNDING
Pencampuran merupakan salah satu pekerjaan yang sangat umum dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (Lachman,1989). Pencampuran adalah proses yang menggabungkan bahan-bahan yang berbeda untuk menghasilkan produk yang homogen. Pencampuran dalam sediaan farmasi dapat diartikan sebagai proses penggabungan dua atau lebih komponen sehingga setiap partikel yang terpisah dapat melekat pada partikel dari komponen lain (Bhatt dan Agrawal, 2007).
Tujuan dilakukannya pencampuran selain menghomogenkan bahan-bahan juga untuk memperkecil ukuran partikel, melakukan reaksi kimia, melarutkan komponen, membuat emulsi, dan lain-lain, sehingga tidak jarang dalam teknologi farmasi digunakan beberapa alat pencampur / mixer dengan jenis yang berbeda untuk mengolah bahan-bahan obat. Tidak hanya bahan-bahan obat yang akan mempengaruhi produk suatu obat, teknik pencampuran pun dapat mempengaruhi produk obat yang dihasilkan.
Menurut Bhatt dan Agrawal (2007), beberapa contoh pencampuran skala besar dalam bidang farmasi :
pencampuran bubuk/sebuk dalam pembuatan granul dan tablet
pencampuran kering (dry mixing) dalam proses kompresi langsung sediaan tablet dan kapsul
pencampuran bubuk/serbuk dalam pembuatan sediaan kosmetik seperti bedak
pembuatan serbuk yang larut dalam larutan untuk pengisian dalam kapsul lunak dan sirup
pencampuran dua cairan yang tidak saling larut, seperti sediaan emulsi
Mekanisme pencampuran cairan secara esensial masuk dalam empat kategori, yaitu : transpor bulk, aliran turbulen, aliran laminer, dan difusi molekuler. Biasanya lebih dari satu dari proses – proses ini yang dilakukan pada proses pencampuran (Lachman, 1989).
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pencampuran yaitu :
sifat fisik dari bahan yang akan dicampur, seperti kerapatan, viskositas, dan kemampuan bercampur
segi ekonomi, menyangkut pemrosesan
waktu, waktu yang dibutuhkan untuk mencampur
alat, kemudahan mencampur, perawatan, dan pembersihannya (Lachman, 1989).
Berdasarkan pengaturan penambahan suatu cairan atau larutan serbuk berupa bahan pengikat dan reaksi mekanik maka proses pencampuran terdiri dari low shear dan high shear. Shear adalah jumlah tekanan mekanik pada rotor (Tousey, 2002).
Pada proses pencampuran solid-liquid, digunakan metode shear mixing. Alat yang digunakan adalah shear nmixer. Mesin ini dirancang untuk mengurangi ukuran partikel dan mencampur. Metode pencampuran ini memiliki efisiensi yang lebih baik daripada metode pencampuran lain. Kecepatan putaran mesin ini 3000-15000 rpm.
High shear adalah suatu metode pengadukan, dimana cairan dengan kekentalan rendah (biasanya air) ditambahkan ke dalam campuran serbuk yang telah mengandung pengikat yang kemudian dicampur dengan sisa bahan dalam formulasi (Tousey, 2002). Namun, penggunaan high shear mixing pada kondisi tertentu dapat digunakan untuk membantu serbuk yang mempunyai karakteristik khusus/sulit tercampur terdispersi ke dalam cairan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pencampuran Cair-Padat :
Bejana Pengaduk
Dalam industri kimia, bejana pengaduk merupakan tangki pengaduk ataupun autoklaf. Penggunaan bejana ini disesuaikan dengan maksud dan tujuan pencampuran. Misalnya untuk operasi kontinyu seringkali dipergunakan tangki pengaduk, sedangkan untuk maksud pencampuran bertekanan digunakan autoklaf.
Wadah pengaduk biasanya adalah berbentuk silinder terbuka atau tertutup sedikit sesuai jenis reaksi yang akan dilangsungkan. Kebanyakan dari wadah pengaduk dibuat dari bahan isolator ataupun semi konduktor. Tangki pengaduk atau tanki reaksi biasanya didesain untuk melakukan reaksi-reaksi pada tekanan diatas tekanan atmosfer, namun seringkali juga digunakan untuk proses lain seperti pencampuran, pelarutan, penguapan, ekstraksi ataupun kristalisasi.untuk pertukaran panas, tangki biasanya dilengkapi dengan mantel ganda yang dilas atau disambung dengan flens, atau dilengkapi dengan kumparan berbentuk pipa yang di las.
Untuk mencegah kerugian panas yang tidak dikehendaki, tangki dapat diisolasi. Perlu diingat bahwa tangki pengaduk didesain sesuai dengan keperluan, misalnya untuk reaksi dalam beberapa sistem operasi (terisolasi, terbuka ataupun tertutup), proses kerja dan keperluan pengerjaan. Oleh karena itu kadangkala tangki dilengkapi dengan berbagai lubang khusus. Lubang-lubang khusus ini misalnya : sumbu pengaduk/penyekat, pipa penyuling, alat ukur pengendali, saluran pemasukan dsb. (Lachman, 1989)
BENTUK SEDIAAN LIQUID
Bentuk sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium, yang homogen pada saat diaplikasikan. Bentuk sediaan liquid dalam konsistensi cairnya, memiliki keunggulan terhadap bentuk sediaan solid dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid ini. Selain itu, dosis yang diberikan relative lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar. Namun, bentuk sediaan ini tidak sesuai untuk zat aktif yang tidak stabil terhadap air. Dengan kemasan botol dan penggunaan sendok takar untuk sediaan oral, maka tingkat kepraktisan bentuk sediaan ini relative lebih rendah jika dibanding bentuk sediaan solid.
Untuk pemakaian topical, keunggulan bentuk sediaan liquid, jika dibanding bentuk sediaan solid maupun semisolid, terletak pada daya sebar dan bioadhesivitasnya, selama viskositasnya optimum. Namun terkait daya lekat dan ketahanan pada permukaan kulit, bentuk sediaan liquid relative lebih rendah jika dibanding bentuk sediaan semisolid. Hal ini terutama berhubungan dengan tingkat viskositas dari kedua bentuk sediaan tersebut. Ragam bentuk sediaan liquid yang akan didiskusikan dalam makalah ini adalah larutan, emulsi dan suspensi.
LARUTAN
Larutan merupakan sediaan liquid yang mengandung satu atau lebih zat aktif (solute) yang terlarut dalam medium/pelarut/solvent yang sesuai. Medium/pelarut/solvent yang universal adalah air. Namun demikian, ada berbagai jenis solvent lain yang digunakan, antara lain minyak dan etanol. Kriteria yang berlaku untuk suatu sediaan larutan adalah bahwa sediaan tersebut harus:
Aman dalam penggunaannya (tidak toksik, tidak iritatif, tidak alergenik)
Homogen
Zat aktif harus terlarut sempurna dan stabil dalam medium
Dengan persyaratan yang mendasar dari larutan bahwa semua komponen solute harus terlarut, maka kelarutan (solubility) suatu bahan dalam medium memegang peranan penting. Yang dimaksud dengan kelarutan (solubility) adalah ratio sejumlah solute yang larut dalam pelarut yang sesuai.
Tidak boleh ada partikel yang mengapung, melayang, atau mengendap pada sistem larutan
Viskositas dan daya sebar memungkinkan untuk penuangan maupun aplikasi dengan mudah.
Dalam larutan oral, dikenal istilah sirup dan elixir. Istilah sirup terkait dengan penggunaan gula dengan kadar 60-80%, sedangkan elixir terkait dengan keberadaan etanol (dengan proporsi bervariasi) yang berfungsi sebagai cosolvent.
Cosolvent merupakan bahan yang dapat membentu kelarutan suatu solute dalam medium utamanya. Contoh cosolvent selain etanol yang sering digunakan adalah propylene glycol, isopropyl alcohol. Penggunaan cosolvent selain mempertimbangkan kadar dan kapasitas cosolvensinya, juga harus mempertimbangkan faktor keamanan pada pemakaian (tidak toksik), halal/tidaknya solvent tersebut saat digunakan per oral (telan).
Sehubungan dengan pemakaian larutan oral, penggunaan sendok takar memegang peranan penting, untuk memastikan kebenaran dosis sediaan yang dikonsumsi oleh pasien. Sangat tidak dianjurkan untuk menggunakan sendok makan atau sendok teh rumah tangga, mengingat volume yang belum tentu sesuai dengan volume yang tertara sebagai sendok makan (15 mL) atau sendok teh (5 mL) pada standar peresepan. Di dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995) untuk merujuk takaran sendok sudah digunakan istilah sendok besar (15 mL) dan sendok kecil (5 mL). Larutan tidak hanya digunakan untuk keperluan per oral saja, namun juga parenteral dan topical. Larutan parenteral memerlukan tambahan criteria khusus yaitu sterilitas dan bebas pyrogen.
(http://romdhoni.staff.gunadarma.ac.id)
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam desain sediaan larutan, antara lain:
Tujuan terapi dan jalur pemberian. Dalam tujuan terapi ini perlu dipastikan:
Apakah dibutuhkan sediaan yang mampu memberikan onset cepat,
Apakah perlu secara per oral atau parenteral.
Zat aktif apa yang sekiranya memberikan efikasi dan keamanan dalam terapi tersebut.
2. Zat aktif dan pemilihan medium
Kelarutan zat aktif terpilih dalam medium yang sesuai.
Stabilitas zat aktif dalam medium
Kadar zat aktif yang akan diformulasikan
Kebutuhan peran viscocity enhancer atau cosolvent
Kebutuhan peran additives, seperti misalnya: gula/pemanis, flavoring agent, coloring agent, preservative,antioksidant
3. Desain kemasan baik primer (yang bersentuhan dengan produk) ataupun sekunder (yang mengemas kemasan primer).
Jenis Larutan
Berdasarkan pemakaian:
Larutan oral
Adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat dengan/ tanpa aroma, pemanis, pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air yang pemakaiannya melalui oral. Contohnya : sirup, sirup simpleks, eliksir.
Potiones (Obat Minum)
Sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis, atau pewarna yang larut dalam air atau berbentuk emulsi atau suspensi.
Elixir
Sediaan yang mengandung bahan obat dan bahan tambahan (pemanis, pengawet, pewangi) sehingga memiliki bau dan rasa yang sedap dan sebagai pelarut digunakan campuran air-etanol.
Etanol berfungsi untuk mempertinggi kelarutan obat. Elixir dapat pula ditambahkan glycerol, sorbitol, atau propilenglikol.
Sirup
Sirup simplex, mengandung 65 % gula dalam larutan nipagin 0,25 %b/v
Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa zat tambahan, digunakan untuk pengobatan.
Sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau penyedap lain. Penambahan sirup ini bertujuan untuk menutup rasa atau bau obat yang tidak enak.
Netralisasi
Obat minum yang dibuat dengan mencampurkan bagian asam dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan bersifat netral. Mis; solutio citratis magnesii.
Saturatio
Obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam dan basa tetapi gas yang terjadi ditahan dalam wadah sehingga larutan jenuh dengan gas.
Pembuatan:
Komponen basa dilarutkan dalam 2/3 bagian air yang tersedia. Mis NaHCO3 digerus tuang kemudian masuk botol.
Komponen asam dilarutkan dalam 1/3 bagian air yang tersedia.
2/3 bagian asam masuk basa, gas dibuang seluruhnya. Sisa asam dituang hati-hati lewat tepi botol, segera tutup dengan sampagne knop sehingga gas yang terjadi tertahan.
Potio Effervescent
Saturatio yang CO2 nya lewat jenuh.
Pembuatan :
Langkah 1 dan 2 sama dengan pada saturatio
Langkah 3 : seluruh bagian asam dimasukkan ke dalam basa dengan hati-hati, segera tutup dengan sampagne knop.Gas CO2 umumnya digunakan untuk pengobatan, menjaga stabilitas obat, dan kadang-kadang dimasudkan untuk menyegarkan rasa minuman.
Hal yang harus diperhatikan untuk sediaan saturatio dan potio effervescent adalah :
Diberikan dalam botol yang kuat, berisi kira-kira 9/10 bagian dan tertutup kedap dengan gabus atau karet yang rapat. Kemudian diikat dengan sampagne knop.
Tidak boleh mengandung bahan obat yang sukar larut, karena tidak boleh dikocok. Pengocokan menyebabkan botol pecah karena botol berisi gas dalam jumlah besar.
Penambahan Bahan-bahan
Zat-zat yang dilarutkan dalam bagian asam
Zat netral dalam jumlah kecil. (jumlah besar dilarutkan dalam asam sebagian dilarutkan dalam basa, berdasarkan perbandingan jumlah airnya).
Zat-zat mudah menguap.
Ekstrak dalam jumlah kecil dan alkaloid
Sirup
Zat-zat yang dilarutkan dalam bagian basa
Garam dari asam yang sukar larut. Mis Natrii benzoas, Natrii salisilas.
Bila saturasi mengandung asam tartrat maka garam-garam kalium dan amonium harus ditambahkan ke dalm bagian basanya, bila tidak akan terbentulk endapan kalium atau amonium dari asam tartrat.
Guttae (drop)
Obat tetes : sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi, apabila tidak dinyatakan lain dimaksudkan untuk obat dalam.
Digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan yang setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia.
Pediatric drop : obat tetes yang diguanakan untuk anak-anak atau bayi.
Larutan topical
Adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol yang pemakaiannya untuk bagian luar tubuh. Contohnya : Collyrium Guttae, Ophthalmicae, Gargarisma, Guttae Oris, Guttae Nasalis, Inhalation, Injectiones , Lavement, Douche.(Syamsuni, 2006)
Collyrium
Sediaan berupa larutan steril, jernih, bebas zarah asing, isotonis digunakan untuk membersihkan mata, dapat ditambahkan zat dapar dan zat pengawet.
Catatan :
Pada etiket harus tertera : Masa penggunaan setelah tutup dibuka dan "obat cuci mata".
Collyrium yang tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan lama 2 jam setelah botol dibuka tutupnya. Yang mengandung pengawet dapat digunakan paling lama 7 hari setelah botol dibuka tutupnya.
Guttae ophthalmicae
Obat tetes mata : larutan steril bebas partikel asing merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata.
Tetes mata juga tersedia dalam bentuk suspensi, partikel halus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
Gargarisma (Gargle)
Gargarisma atau obat kumur mulut adalah sediaan berupa larutan umumnya dalam keadaan pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan.
Dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.
Penandaan : Petunjuk pengencern sebelum digunakan dan "hanya untuk kumur, tidak ditelan"
Litus Oris
Oles bibir adalah sediaan cair agak kental dan pemakaiannya secara disapukan dalam mulut.
Cth: Lar 10 % borax dalam gliserin
Guttae Nasales
Tetes hidung adalah obat yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung,
Dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet.
Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa.
Inhalationes
Sediaan yang dimaksudkan untuk disedot hidung atau mulut atau disemprotkan dalam bentuk kabut ke dalam saluran pernafasan.
Tetesan butiran kabut harus seragam dan sangat halus sehingga dapat mencapai bronkhioli.
Inhalasi merupakan larutan dalam air atau gas.
Penandaan : Pada etiket ditulis "Kocok dahulu"
Epithema/Obat Kompres
Cairan yang dipakai untuk mendatangkan rasa dingin pada tempat yang sakit dan panas karena radang atau berdasarkan sifat perbedaan tekanan osmose, digunakan untuk mengeringkan luka bernanah.
Cth : Sol Rivanol, campuran Borwater-revanol
Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut :
Spirit
Adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalcohol dari zat yang mudah menguap, dari bahan-bahan yang berbau harum.
Tinctur
Adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.(M.Anief, 2007)
Dalam Farmakope Edisi III Kelarutan suatu zat yang tidak diketahui secara pasti dapat dinyatakan dengan istilah sebagai berikut:
Istilah kelarutan
Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut
< 1
Mudah larut
1- 10
Larut
10-30
Agak sukar larut
30-100
Sukar larut
100-1000
Sangat sukar larut
1000-10000
Praktis tidak larut
>10000
EMULSI
Menurut FI III : 9 Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Menurut RPS 18 th : 298 Emulsi adalah suatu sistem terdispersi yang terdiri dari paling sedikit 2 fase cairan yang tidak saling bercampur. Sebagian besar dari emulsi konvensional dalam farmasi memiliki ukuran partikel terdispersi dalam diameter dari 0,1 sampai 100 mm. Menurut Lachman : 1029 Emulsi adalah suatu campuran yang tidak stabil secara termodinamika yang terdiri dari 2 cairan yang tidak saling bercampur. Menurut Parrot : 354 Emulsi adalah suatu sistem polifase dari 2 campuran yang tidak saling bercampur. Salah satunya tersuspensi dengan bantuan emulgator keseluruh partikel lainnya. Ukuran diameter partikelnya 0.2 – 50 m. Menurut Physical Pharmacy : 522 Emulsi adalah sistem yang tidak stabil secara termodinamika mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur satu diantaranya terdispersi sebagai globul-globul (fase pendispersi) dalam fase cair lainnya (fase kontinyu) distabilkan dengan adanya bahan pengemulsi/emulgator.
Emulgator adalah suatu bahan yang dalam strukturnya memiliki bagian yang lyofilik maupun lyofobik, yang mampu mengakomodasi droplet-droplet cairan yang tidak saling campur, untuk dapat terdispersi dengan stabil. Contoh dari emulgator adalah: Pulvis Gummi Arabicum (PGA), Tween, dan Span.
HLB (hydrophyl-lipophyl balance) merupakan suatu tingkat keseimbangan bagian hidrofil dan bagian lipofil dari suatu emulgator dalam membentuk emulsi yang stabil. Untuk mendesain suatu emulsi, seorang formulator perlu memahami HLB dari emulgator atau campuran emulgator yang akan digunakan, untuk menstabilkan emulsi sesuai tipe emulsi yang dikehendaki. Lebih daripada itu, beberapa fase minyak juga mengindikasikan kebutuhan HLB (required HLB) yang harus dipunyai oleh emulgator untuk menstabilkan emulsi pada dua jenis tipe emulsi.
Kriteria emulsi yang baik adalah:
a. Aman
b. Efektif dan efisien sesuai dengan tujuan terapi
c. Merupakan disperse homogen antara minyak dengan air
d. Stabil baik secara fisik maupun khemis dalam penyimpanan
e. Memiliki viskositas yang optimal, sehingga mampu menjaga stabilitas dalam penyimpanan, serta dapat dituangkan dengan mudah
f. Dikemas dalam kemasan yang mendukung penggunaan dan stabilitas obat.
Dalam emulsi dikenal istilah fase dispers dan medium pendispersi. Ada
dua jenis tipe emulsi secara umum, yaitu:
Tipe air/minyak (A/M).
Tipe A/M berarti air (fase terdispersi) terdispersi dalam minyak (medium).
Tipe minyak/air (M/A).
Tipe M/A berarti minyak (fase terdispersi) terdispersi dalam air (medium).
Secara khusus dikenal pula tipe air/minyak/air dan tipe minyak/air/minyak.
Untuk membedakan tipe emulsi tersebut dapat dilakukan dengan cara:
Pemberian pewarna yang larut pada salah satu fase, kemudian dilakukan pengamatan secara mikroskopis terhadap kondisi emulsi yang telah terwarnai salah satu fasenya.
Contoh: semisal digunakan methylen blue yang larut air, apabila diamati melalui mikroskop, yang terwarnai adalah dropletnya, maka emulsi tersebut bertipe A/M, begitu juga sebaliknya. Jika digunakan Sudan III yang larut minyak, apabila diamati melalui mikroskop, yang terwarnai adalah dropletnya, maka emulsi tersebut bertipe M/A, begitu juga sebaliknya
Catatan: untuk pemastian hasil, emulsi perlu ditest dengan 2 jenis pewarna tersebut.
Pengenceran dengan menggunakan cairan salah satu fase. Jika cairan untuk mengencerkan tersebut bercampur dengan emulsi, maka dapat dipastikan bahwa cairan tersebut berperan sebagai medium pendispersi.
Catatan: untuk pemastian hasil, emulsi perlu ditest dengan 2 jenis cairan tersebut.
Sistem emulsi merupakan sistem dispersi yang diupayakan untuk memanipulasi dalam waktu tertentu, dua cairan yang secara alami tidak saling menyatu, sehingga suatu saat fase-fase dalam sistem tersebut dapat memisah sesuai dengan kealamiannya (by nature). (M.Anief, 2000)
SUSPENSI
Suspensi merupakan sediaan yang merupakan sistem dispersi dari partikel zat aktif solid yang memiliki kelarutan yang rendah pada medium. Yang diharapkan dari suatu sediaan suspensi adalah bahwa sistem terdistribusi homogen saat digunakan.
Untuk itu yang menjadi criteria dalam sediaan suspensi adalah:
Aman
Efektif dan efisien
Partikel solid stabil secara kimia dalam medium
Partikel solid terdistribusi merata, tidak boleh cepat mengendap, kalaupun mengendap dapat diredispersikan kembali dengan penggojogan ringan
Tidak membentuk cake (endapan massif yang kompak pada dasar botol yang tidak dapat diredispersikan kembali)
Partikel solid tidak mengapung (floating).
Suspensi didesain dalam dunia kefarmasian untuk mengakomodasi penghantaran zat aktif solid yang perlu dihantarkan dengan sediaan liquid, yang memiliki kelarutan yang rendah terhadap medium. Dalam suspensi dikenal dua sistem yaitu:
Sistem flokulasi
Dalam sistem ini, saat tidak dilakukan intervensi mekanik apa pun, partikel-partikel solid saling bergabung perlahan membentuk flok dengan ikatan yang lemah. Dengan terbentuknya flok ini, maka flok akan cepat mengendap dan supernatant/medium akan tampak relatif jernih. Namun dengan adanya kerenggangan dalam struktur flok ini, apabila sistem digojog, maka partikel akan mudah terdispersi kembali.
Sistem deflokulasi.
Dalam sistem ini, partikel-partikel solid tidak membentuk flok, dan sebagai akibat gravitasi, mengendap perlahan pada dasar. Berhubung partikel tersebut mengendap perlahan, maka terjadi suatu penataan partikel di dasar botol yang cenderung membuat endapan menjadi kompak dan keras (terbentuk cake) yang relative sulit untuk didispersikan kembali dengan penggojogan ringan. Kedua sistem tersebut bukan merupakan suatu pilihan. Formulator perlu mengakomodasi kebaikan dari dua sistem tersebut untuk sediaan suspensi yang berkualitas (lama mengendap, sekalipun mengendap dapat diredispersikan kembali dengan mudah, sehingga dalam pemakaian/penggunaan obat dapat memberikan sejumlah partikel yang terdistribusi homogen dalam medium) dalam penyimpanan waktu yang dikehendaki..
Komposisi dari sediaan suspensi adalah:
1. Zat aktif dengan kelarutan yang rendah pada medium
2. Medium suspensi yang diharapkan (dapat berupa air atau minyak)
3. Wetting agent à surface active agent
Solid yang memiliki kelarutan yang rendah dalam medium cenderung memiliki tegangan permukaan yang tinggi. Keperluan menyertakan wetting agent disini adalah agar tegangan permukaan solid dapat diturunkan, sehingga solid dapat terbasahi dengan baik, dapat berada dalam medium, tidak terjadi pengapungan partikel (floating).
4. Viscocity enhancer
Viscocity enhancer dibutuhkan untuk membentuk struktur pembawa (structured vehicle) yang mampu menahan laju pengendapan partikel. Semakin kental sistem, maka laju pengendapan partikel akan semakin rendah (salah satu intepretasi dari Hukum Stokes)
Agen pemflokulasi
Agen pemflokulasi dibutuhkan untuk menstimulasi partikel-partikel membentuk flok, sehingga resiko terbentuknya cake dapat dihindari. Namun, perlu diperhatikan penambahan agen pemflokulasi ini, diarahkan untuk flokulasi yang terkendali (controlled flocculation)
Additives
Sebagai additives disini dapat digunakan: gula (yang juga dapat berfungsi sebagai viscocity enhancer) atau pemanis, pewarna, antioksidant, pengawet (yang kesemuanya harus larut pada medium).
Suspensi juga dapat digunakan secara oral, topical, maupun parenteral. Namun hal yang perlu diperhatikan terutama dengan penggunaan parenteral adalah kadar solid, ukuran partikel solid (micro or nano sized) dan bentuk partikel solid (spheris), selain sterilitas dan kondisi pyrogen-free. Demikian juga dengan penggunaan topical yang ditujukan pada mata (ophthalmic suspension), perlu juga melihat ukuran dan bentuk partikel, sealing sterilitas. Dalam ophthalmic suspension, kondisi pyrogen free tidak dipersyaratkan, mengingat pemberian dilakukan secara topical. (Syamsuni, 2006)
TEKNIK COMPOUNDING SEDIAAN LIQUID
Formula Umum
R/ zat aktif
Pengental
Anti caplocking agent
Dapar
Pengawet
Antioksidan
Pemanis
Pewarna
Pewangi
Pembasah (jika perlu)
Solubilizer (jika perlu)
Komposisi umum sediaan larutan terdiri dari : bahan obat (solut) dan bahan pelarut (solvent) serta bahan pembantu.
Bahan Obat
Prinsip cara melarutkan zat:
Zat-zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol
Zat-zat yanga agak sukar larut dilarutkan dengan pemanasan.
Masukan zat padat yang akan dilarutkan dalam erlenmeyer, setelah itu dimasukan zat pelarutnya, dipanasi diatas tangas airdengan digoyangkan sampai larut. Zat aktif yang hendak dilarutkan dimasukan dalam erlenmeyer dahulu, mencegah jangan sampai ada yang lengket pada leher erlenmeyer.
Untuk zat yang akan terbentuk hidrat maka air dimasukan dahulu dalam erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat larutnya
Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkan digoyang-goyangkan untuk mempercepat larutnya zat tersebut.
Zat-zat yang mudah terurai dalam pemanasan dan dilarutkan secara dingin. Zat tersebut contohnya: Hexaminum, Natrii bicarbonat, Cholarii Hydras, Protagol, Luminal Natrium, Calsii Salisilat.
Zat-zat yang mudah menguap bila dipanasi, dilarukan dalam botol tertutup dan dipanaskan serendah-rendahnya sambil digoyangkan. Zat tersebut ialah: Camphora, Thymol, Acidum Benzoicum, Acidum Salicylicum.
Bahan obat dari sediaan liquid harus terlarut. Jika bahan obat sukar untuk larut maka perlu penanganan khusus seperti :
Cara menaikkan kelarutan:
1. Penggantian bentuk yang tepat (like dissolves like)
2. Dilarutkan dalam pelarut campuran
3. Dibuat bentuk kompleks yang larut
4. Pengaturan pH
5. Penambahan solubilizing agent
Cara mempercepat kelarutan:
1. Memperkecil ukuran partikel
2. Pengadukan
3. Pemanasan
Cara menaikkan kelarutan:
Penggantian bentuk yang tepat (like dissolves like)
solut polar larut dalam pelarut polar
solut non polar larut dalam pelarut non polar
Contoh:
garam alkaloid larut dalam pelarut polar
(Ephedrin HCl) (air)
alkaloid base larut dalam pelarut non polar
(Ephedrin base) (minyak)
Dilarutkan dalam pelarut campuran
Phenobarbital, paracetamol, dll sukar larut dalam air kelarutan akan naik bila dilarutkan dalam pelarut campuran.
Contoh: Elixir Phenobarbital pelarut: air, alkohol, gliserin
R/ Phenobarbital 0,3
Alkohol qs
Glycerin qs
Aquadest ad 100 ml
m.f. Solutio
Dibuat bentuk kompleks yang larut
Iodium sukar larut dalam air tetapi larut dalam larutan pekat KI atau NaI membentuk garam rangkap yang mudah larut.
Contoh: pembuatan Solutio Lugoli
R/ Iodide 50
Potasium Iodide 100
Aquadest ad 1000 ml
m.f. Solutio
Pengaturan pH
asam larut dalam suasana basa
basa larut dalam suasana asam
Penambahan solubilizing agent
Penambahan zat tertentu yang dapat menaikkan kelarutan, misal: Tween
Cara mempercepat kelarutan:
Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel semakin cepat larut
Mengapa??
ukuran partikel kecil luas permukaan besar kontak dengan pelarut semakin besar yang teramati: semakin cepat larut.
Pengadukan
Pengadukan mempercepat
penggantian pelarut di
permukaan solut
Pelarut jenuh diganti dengan pelarut
belum jenuh
Solut semakin cepat larut
Suhu
Eksotermik : suhu kelarutan H ( – )
Endotermik : suhu kelarutan H ( + )
2. Bahan Pelarut
Menurut FI ed III: kecuali dinyatakan lain, yang disebut pelarut ialah air suling. Pelarut yang biasa digunakan adalah:
Air, untuk melarutkan bermacam-macam garam.
Spiritus, untuk melarutkan kamfer, iodine, mentol.
Gliserin, untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol.
Eter, untuk melarutkan kamfer, fosfor, sublimat.
Minyak, untuk melarutkan kamfer, mentol.
Paraffin liquidum, untuk melarutkan cera, cetasium, minyak-minyak, kamfer, mentol, klorbutanol.
Kloroform, untuk melarutkan minyak-minyak, lemak.
Syarat bahan pelarut antara lain :
Bersih dan higienis.
Memiliki daya melarutkan solut yang besar.
Inert.
Bebas dari warna dan bau yang tidak dikehendaki.
3. Bahan pembantu
Anti caplocking
Untuk mencegah kristalisasi gula di cap botol maka umumnya digunakan alkohol polyhydric seperti sorbitol, gliserol, atau propilenglikol.
Pewangi
Flavour digunakan untuk menutupi rasa tidak enak dan membuat agar obat dapat diterima oleh pasien terutama anak-anak. Dalam pemilihan pewangi perlu dipertimbangkan, untuk siapa obat diberikan dan berapa usia pengkonsumsinya. Anak-anak lebih menyukai rasa manis atau buah-buahan sedangkan orang dewasa lebih menyukai rasa asam. Flavour seperti asam sitrat garam dan momosodium glutamat kadang-kadang juga digunakan. Flavouring agent dapat tidak stabil secara kimiawi karena oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan adanya pengaruh pH
Zat pewarna
Zat pewarna ditambahkan untuk menutupi penampilan yang tidak menarik atau meningkatkan penerimaan pasien. Zat warna yang ditambahkan harus sesuai dengan flavour sediaan tersebut. Zat warna harus nontoksik, noniritan dan dapat tersatukan dengan zat aktif serta zat tambahan lainnya.
Dalam pemilihan zat warna harus dipertimbangkan juga masalah:
Kelarutan
Stabilitas
Ketercampuran
Konsentrasi zat warna dalam sediaan
Pengawet
Pengawet yang digunakan harus nontoksik, tidak berbau, stabil dan dapat bercampur dengan komponen formula lain yang digunakan selama pengawet ini bekerja dalam melawan mikroba potensial spectrum luas. Alasan penggunaan bahan pengawet kombinasi untuk meningkatkan kemampuan spectrum anti mikroba, efek yang sinergis memungkinkan penggunaan pengawet dalam jumlah kecil sehingga kadar toksisitasnya menurun pula dan mengurangi kemungkinana terjadinya resistensi.
Kriteria untuk pengawet:
Harus efektif melawan mikroorganisme spectrum luas
Harus stabil secara fisik, kimia, dan secara mikrobiologi selama life-time produk
Harus nontoksik, cukup larut, dapat tercampurkan dengan komponen formula lain, pada konsentrasi yang digunakan mempunya rasa dan bau yang dapat diterima pengguna.
Pemanis
Pemanis yang digunakan dalam sediaan diantaranya: glukosa, sukrosa, sorbitol, manitol, xytol, garam Na dan Ca dari sakarin, aspartam, thaumatin.
Antioksidan
Antioksidan yang ideal bersifat: nontoksik, noniritan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam fase pembawa dan stabil.
Contoh antioksidan adalah: asam askorbat, asam sitrat, Na metabisulfit, Na sulfite
Dapar
Zat yang range pH stabilitasnya kecil, maka harus di dapar dengan dapar yang sesuai dengan memperhatikan :
ketercampuran dengan kandungan larutan
inert
tidak toksik
kapasitas dapar yang bersangkutan.
Larutan yang mengandung asam kuat atau basa kuat adalah larutan yang mempunyai kapasitas dapar. Kebanyakan dapar terdiri dari campuran asam lemah dan garamnya atau basa lemah dan garamnya. Buffer/ dapar adalah suatu material yang ketika dilarutkan dalam suatu pelarut, senyawa ini mampu mempertahankan pH ketika suatu asam atau basa ditambahakn. Buffer yang sering digunakan adalah: karbonat, sitrat, glukonat, laktat, posfat atau tartrat.
Kriteria untuk buffer adalah:
mempunyai kapasitas yang cukup dalam rentang pH yang diinginkan.
aman untuk penggunaan jangka panjang.
memiliki sedikit/ tidak ada efek yang mengganggu stabilitas sediaan jadi.
dapat menerima flavouring dan warna dari produk. (solutio.blogspot.com)
2. Teknik compounding sediaan liquid secara umum
a. Dengan cara sederhana
Misal: - Sirup simplex melarutkan gula dalam air
- Solutio Acidi Borici melarutkan Acidum boricum dalam air.
b. Dengan reaksi kimia
Misal: - Solutio Lugoli melarutkan Iod dalam larutan pekat kalium iodida
- Solutio Magnesii citras melarutkan Magnesium carbonat dalam larutan asam citrat.
c. Dengan ekstraksi simplisia nabati
Misal :
- infusa daun sirih ( Piper betle folium).
- Cara Melarutkan Zat (M.Anief, IMO, 99)
Zat-zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol
Zat-zat yang agak sukar dilarutkan dengan pemanasan
Untuk zat yang akan terbentuk hidrat maka air dimasukkan dulu dalam erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat.
Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam dasar erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkkan digoyang-goyangkan atau di gojok untuk mempercepat larutnya zat tersebut.
Zat-zat yang mudah terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan pemanasan dan dilarutkan secara dingin.
Zat-zat mudah menguap bila dipaanasi, dilarutkan dalam botol tertutup dan dipanaskan serendah-rendahnya sambil digoyang-goyangkan.
Obat-obat keras harus dilarutkan tersendiri, untuk meyakini apakah sudah larut semua, dapat dilakukan ditabung reaksi lalu bilas.
Perlu diperhatikan bahwa pemanasan hanya diperlukan untuk mempercepat larutnya suatu zat, tidak untuk menambah kelarutan, sebab bila keadaan menjadi dingin maka akan terjadi endapan.
Apabila meracik sediaan larutan, emulsi dan suspensi, peracik menyiapkan 2% sampai 3% jumlah berlebih dari jumlah total. Dalam meracik sediaan ini diperhatikan:
Untuk wadah unit-tunggal, berat dari tiap wadah yang terisi, periksa berat, tidak kurang dari 100% dan tidak lebih dari 110% dari volume pada label.
Suspensi air disiapkan dengan menghaluskan campuran serbuk menjadi pasta halus dengan bahan pembasah yang tepat. Pasta ini diubah menjadi cairan free-flowing dengan menambahkan pembawa secukupnya. Bagian pembawa dipakai untuk mencuci mortir, atau bejana lain, untuk mentransfer suspensi secara kuantitatif ke dalam botol yang sudah dikalibrasi. Sediaan dapat dihomogenkan untuk menjamin kehomogenan sediaan akhir.
Kurangi ukuran partikel menjadi ukuran terkecil yang layak
Larutan tidak mengandung bahan-bahan tidak larut yang tampak.
Emulsi dan suspensi diberi label "Kocok sebelum dipakai"
3. Compounding process
Compounder mengingat langkah-langkah berikut untuk meminimalkan kesalahan dan memaksimalkan tujuan penulis resep :
Pertimbangkan kecocokan resep yang akan diracik dengan syarat-syarat keamanan dan tujuan pemakaian.
Kerjakan perhitungan yang penting untuk mendapatkan jumlah bahan-bahan yang diperlukan.
Identifikasi alat-alat yang diperlukan
Pakai pakaian yang tepat dan cuci tangan
Bersihkan daerah peracikan dan alat yang diperlukan
Hanya satu resep yang harus diracik pada satu waktu dalam suatu peracikan yang ditentukan.
Kumpulkan semua bahan-bahan untuk meracik resep
Racik sediaan dengan mengikuti catatan formulasi (formulation record), Proses meracik (lanjutan)
Nilai variasi berat, kecukupan pencampuran, kejernihan, bau, warna, konsistensi, dan pH setempatnya.
Bubuhi keterangan catatan racikan dan jelaskan rupa sediaan
Beri label wadah resep dengan memasukkan item berikut: a) nama sedaan, b) nomor identifikasi internal, c) initial compounder, d) penyimpanan yang diperlukan, dan pernyataan yang diperlukan berdasarkan undang-undang.
Tandatangani dan beri tanggal resep yang menegaskan bahwa semua prosedur telah dikerjakan untuk menjamin keseragaman, identitas, kekuatan, kuantitas, dan kemurnian.
Bersihkan semua peralatan dan simpan dengan tepat.
PROBLEM COMPOUNDING PADA SEDIAAN LIQUID
Pengatasan kontaminasi mikroba
Dalam rangka mengoptimalkan metode untuk mengendalikan kontaminasi mikroba obat-obatan, perlu untuk memahami sumber-sumber dan rute dari mana kontaminasi mungkin berasal. Kontaminasi mikroba dari bahan baku selalu akan ditransfer ke produk, sedangkan kontaminasi lebih lanjut mungkin diperoleh dari peralatan dan lingkungan, dari operator proses dan bahan kemasan.
Contoh sediaan liquid yang berpotensi besar terkontaminasi mikroba adalah sediaan sirup. Sirup adalah sediaan yang komposisi terbesar pada umumnya adalah air sebagai pelarut. Karena komposisi terbesar dari sediaan ini adalah air maka, sirup rentan sekali terkontaminasi oleh mikroba sebab air adalah media yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba.
Untuk mengantisipasi tumbuhnya mikroba pada sediaan selalu di lengkapi dengan zat pengawet atau zat anti bakteri. Selain itu tetap menjaga stabilitas dari sediaan salah satunya dengan cara memperkecil ukuran partikel sehingga zat mudah terlarut. Zat aktif stabil pada pH tertentu. Oleh karena itu diperlukan dapar untuk mempertahankan pH sediaan. Untuk kontaminasi mikroba pada alat ataupun kemasan biasanya digunakan uji sterilitas. (bloomefield,2007)
Pengatasan problem oksidasi
Selain kontaminasi mikroba problem yang sering terjadi pada compounding sediaan adalah terjadinya oksidasi atau interaksi sediaan dengan oksigen bebas di udara. Untuk mencegah terjadinya oksidasi antara produk dengan oksigen bebas tersebut maka biasanya pada waktu pengemasan dibuat sedemikian rupa, sehingga terdapat sedikit mungkin oksigen pada wadah obat cairan. Cara lain untuk menghindari terjadinya oksdasi adalah dengan penambahan bahan anti oksidan pada produk obat yang dapat mengurangi oksigen bebas.
Pengatasan problema pembuatan suspensi dan emulsi
Pengatasan problema pembuatan suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah:
Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya.
Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil).
Jumlah Partikel / Konsentrasi
Apabila di dalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengaruhi. Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).
Pengatasan problema pembuatan emulsi
Emulsi merupakan sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Untuk menyatukan sistem dua fase tersebut distabilkan dengan penambahan emulgator. Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya bila dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
Koalesen dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena:
Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan PH, penambahan CaO / CaCL2
Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan dan pengadukan.
Untuk dapat mencegah terjadinya koalesensi dapat ditambahkan emulgator atau surfaktan yang cocok. Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara menempati antar-permukaan tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi.
3. Inversi fase yaitu peristiwa berubahnya tipe emulsi W/O menjadi O/W atau sebaliknya dan sifatnya irreversible.(Syamsuni,2006)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Suspensi Oral
Resep Standar (ForNas hal. 66)
Komposisi tiap 5 mL mengandung Chloramphenicoli Palmitas setara dengan :
Chloramphenicolum 125 mg
Carboxy Methyl Cellulosum Natrium 50 mg
Polysorbatum-80 25 mg
Propylenglycolum 1 g
Sirup simplex 1,5 g
Aqua destilata ad 5 mL
Resep rancangan
Dr. Rosina
SIP : 11/04/091/10
SID : 012/04/094/10
Jl. Arjuna no.80 A Batu
Praktek Sore : 15.00 – 20.00
No.24 Malang, 10-12-2012
R/ Susp. Klomramfenikol 120 mL
Pewarna qs
Pengaroma qs
S t dd 1 C
S
Pro : Shendy
Usia :
Alamat : Jl. Progo18. Malang
Monografi
Chloramphenicolum Palmitas / Chloramphenicolum Palmitat (FI IV hal. 195)
Pemerian : Serbuk hablur, halus seperti lemak, putih, bau lemah, hampir tidak berwarna dan berasa
Kelarutan : Tidak larut dalam air, mudah larut dalam asetat & dalam kloroform, larut dalam eter, agak sukar larut dalam etanol, sangat sukar larut dalam heksana
Khasiat : Antibiotik
Dosis lazim : 1x pakai = 250-500 mg, 1xH = 1 g- 2 g
Carboxy Methyl Cellulosum Natrium (FI IV hal.175)
Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopik
Kelarutan : mudah terdispersi dalam air membentuk larutan kolodial, tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik lain
Khasiat : Suspending Agent, penstabil suspensi (konsentrasi 0,1-1,0 %)
Polysorbatum-80 (FI III hal.509)
Pemerian : Cairan jernih seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau dan praktis tidak berwarna, larut dalam etanol, dalam etil asetat tidak larut dalam minyak mineral.
Khasiat : Zat tambahan (pembasah)
Propylenglycolum (FI III hal.534)
Pemerian : Cairan kental, jernih tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter, dan dalam beberapa minyak esensial
Syrup symplex (FI III hal.567)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna
Pembuatan : Larutkan 65 bagian sakarosa dalam larutan metil paraben 0,25 % b/v qs ad diperoleh 100 bagian sirup (terdiri dari 64 bagian gula dan 36 bagain air (pH ned, 516)
Aqua destilata (FI III gal. 96)
Pemerian : cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Khasiat : zat pembawa
Perhitungan Bahan
Chloramphenicolum = 125 mg/5mL x 120 mL = 3 g
1,74 g chloramphenicolum palmitat ~ 1 g chloramphenicolum
1,74 g / 1g = x / 3 g
x = 5,22 g
CMC-Na = 50 mg / 5 ml x 120 mL = 1200 mg = 1,2 g
Air yang dibutuhkan untuk pumbuatan CMC-Na =
1,2 g / x = 1 g / 20 mL
x = 24 mL
Polysorbatum-80 = 25 mg / 5 ml x 120 mL = 600 mg
Propylenglykolum = 1 g / 5 ml x 120 mL = 24.000 mg = 24 g = 24,84 mL
( Bj = 1,035)
Syrup symplex = 1,5 g / 5 ml x 120 mL = 36.000 mg = 36 g = 36 mL
Cara Pembuatan
Disiapkan alat dan bahan
Disetarakan timbanagn
Dikalibrasi botol 120 mL
Ditimbang CMC-Na 1,2 g, disisihkan
Dimasukan aquadest 24 mL kedalam mortir
Ditaburkan CMC-Na sedikit demi sedikit kedalam mortir yang berisi aquadest tadi, ditunggu hingga mengembang dan membentuk mucilago
Ditimbang kloramfenikol 5,22 g, disisihkan
Diukur syrup symplex 36 mL dimasukan kedalam gelas ukur berukuran 100 mL
Ditimbang polysorbatum-80 600 g, diukur propylenglycol 24,84 mL, dimasukan kedalam cawan penguap
Dimasukan kloramfenikol sedikit demi sedikit ke dalam mortir no. 6, digerus kuat ad homogen
Ditaburkan polysorbatum sedikit demi sedikit ke dalam mortir no.6, sambil digerus kuat ad homogen
Ditambahkan syrup symplex 36 mL ke dalam mortir no.6 sambil gerus ad halus homogen
Ditambahkan sisa aquadest edikit demi sedikit ad tanda kalibrasi, ditetesi pewarna orange secukupnya dan ditambah pengaroma secukupnya sesuai kenginan, digerus ad homogen
Dimasukan ke dalam botol, di tutup, diberi etiket putih (oral)
Pembahasan
Hasil sediaan suspensi baik
3.2. EMULSI
Resep standart (Fornas hal 13)
R/ Oleum Ricini 30
PGA 10
Sach. Alb 15
Aqua ad 250
Resep rancangan
R/ Oleum Ricini 30
PGA 10
Sach. Alb 15
Pengaroma jeruk 10 gtt
Pewarna kuning qs
Aqua ad 250
S.1.dd.1.c.o.n
Monografi :
Oleum Ricini / Minyak Jarak (FI IV. Halaman 631)
Pemerian : cairan kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, bebas dari bau asing dan tengik; rasa khas.
Kelarutan : larut dalam etanol; dapat bercampur dengan etanol mutlak, dengan asam asetat glasial, dengan kloroform dan dengan air.
Khasiat : laksativum / pencahar.
Gom Arab / Acasia (FI IV. Halaman 718)
Pemerian : serbuk, putih atau putih kekuningan; tidak berbau.
Kelarutan : larut hampir semua dalam air, tetapi sangat lambat, meninggalkan sisa bagian tanaman dalam jumlah sangat sedikit, dan memberikan cairan seperti mucilage, tidak berwarna / kekuningan, kental, lengket, transparan, bersifat asam lemah terhadap kertas lakmus biru, praktis tidak larut dalam eter dan etanol. Terdiri dari 40% PGA yang dilarutkan dalam 1,5 bagian air.
Sacharum Album (FI III. Halaman 334)
Pemerian : hablur tidak berwarna, serta warna putih, tidak berbau rasa manis.
Kelarutan : larut dalam 0,5 bagian air dan dalam 370 bagian etanol 95% P.
Perhitungan Bahan
Oleum Ricini = 30 / 250 x 30 = 3,6 gram
PGA = 10 / 250 x 30 = 1,2 gram
Air untuk PGA = 1,2 x 1,5 = 1,8 mL
Sach. Alb = 15 / 250 x 30 = 1,8 gram
Pengaroma jeruk = 10 / 250 x 30 = 1,2 tetes = 2 tetes
Cara pembuatan
Disiapkan alat dan bahan, dikalibrasi botol 30 mL.
Gerus 1,2 g PGA dalam mortir dengan air 1,8 mL air sampai terbentuk mucilago, tambahkan 2,4 g ol.ricini, digerus homogen sampai terbentuk korpus emulsi dan tidak ada tetes minyak di mortir.
Ditambahkan sisa ol.ricini sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai dimortir tidak terlihat tetes minyak.
Ditimbang sach alb 1,8 g diletakkan di cawan, ditambahkan aquades 1 mL air diaduk ad homogen, dimasukkan ke mortir no.3.
Ditambahkan air sedikit demi sedikit ad encer, diaduk ad homogen.
Ditambahkan pewarna secukupnya, diaduk ad homogen.
Dimasukkan ke dalam botol, ditambahkan sisa aquades ad 30 mL + pengaroma jeruk 2 tetes, dikocok ad homogen.
Botol diberi cup, diberi etiket putih dan tanda "kocok dahulu".
Pembahasan :
Pada saat pembuatan emulsi ol.ricini dilakukan langkah – langkah sesuai dengan langkah - langkah yang ada di cara pembuatan di atas. Hasilnya sediaan yang dibuat tercampur secara homogen dan sesuai dengan yang diinginkan. Warna dan aroma sediaan yang dibuat juga sudah sesuai. Maka cara pembuatan yang dirancang seperti di atas bisa digunakan untuk membuat emulsi ol.ricini yang baik.
3.3. INFUS
Formula standar
R/ Glukosa 25 g
NaCl 2,25 g
A.P.I. ad 500 mL
Rancangan formula
Dr. Fiant SIP. 005/IDI/2010
Jl. Syehk Yusuf No 15 Kendari
Telp. (0401) 31934
No. 01 Kendari, 22/09/2012
R/ Glukosa 25 g
NaCl 2,25 g
A.P.I. ad 500 mL
Fac 100 mL
Pro : Arka
Umur : 20 Tahun
Alamat : Jl. Asrama Haji
Keterangan :
R/ : Recipe : Ambillah
Pro : Pronum : Untuk
Fac : Fac : Dibuat
A.P.I. : Aqua Pro Injeksi : Air Untuk Injeksi
Glukosa (FI Edisi III hal. 268)
Nama resmi : GLUCOSUM
Sinonim : Glukosa
Rumus Molekul : C6H12O6H2O
Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak berbau, rasa manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95 %) P mendidih, sukar larut dalam etanol (95 %) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
K / P : Kalorigenikum, yakni zat yang dapat meningkatkan atau menghasilkan energi.
NaCl (FI Edisi III Hal. 403)
Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM
Sinonim : Natrium Klorida
Rumus Molekul: NaCl
Pemerian : Hablur heksahedral, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95 %).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
K / P : Sumber ion klorida dan ion natrium
A.P.I (FI Edisi III Hal. 97)
Nama Resmi : AQUA PRO INJECTION
Sinonim : Air untuk injeksi
Pemerian : Keasaman–kebasaan, amonium, besi, tembaga, timbal, kalsium klorida, nitrat, sulfat, zat teroksidasi memenuhi syarat yang tertera pada aqua destilata.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, jika disimpan dalam wadah tertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu 3 hari setelah pembuatan.
K / P : Untuk pembuatan injeksi
Perhitungan Bahan
1. Glukosa = 25 / 500 x 100 = 5 gram
2. NaCl = 2,25 / 500 x 100 = 0.45 gram
Dalam Farmakope Indonesia Edisi III halaman 19, volume tambahan yang dianjurkan adalah 2% dari volume yang akan dibuat, maka :
Glukosa = 2 / 100 x 5 = 0,1 gram
Total = 5 + 0,1 = 5,1 gram
NaCl = 2 / 100 x 0,45 = 0,009 gram
Total = 0,45 + 0,009 = 0,459 gram
3. A.P.I = 100 – ( 5,1 + 0,459 ) = 94,441 mL.
Cara Kerja Pembuatan Infus
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Lakukan perhitungan bahannya.
Timbang glukosa 5,1 gram di dalam gelas kimia 100 mL.
Diambil NaCl 0,9 % sebanyak 0,459 ml dengan menggunakan spoit 3 cc.
Diambil A.P.I 96,33 mL dengan menggunakan gelas ukur.
Kalibrasi botol infus.
Botol infus dibebas sulfurkan dengan cara botol infus direndam dengan larutan sulfur dengan glukosa.
Glukosa yang telah ditimbang dilarutkan dengan sedikit A.P.I, kemudian diaduk hingga larut.
Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan tambahakn dengan larutan NaCl 0,9 % sebanyak 0,459 mL, lalu tambahkan dengan A.P.I sampai tanda batas.
Masukkan ke dalam botol infus kemudian ditutup dengan penutup karet dan aluminium foil, lalu diikat dengan tali godam
Sterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit
Setelah steril, dikeluarkan lalu diberi etiket, brosur dan kemasan.
PEMBAHASAN
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk infus harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi atau adanya bahan asing. Cara pembuatan obat yang baik (CPOB) mempersyaratkan tiap wadah akhir infus harus diamati secara fisik dan tiap wadah yang menunjukan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual harus ditolak. Selain itu syarat sediaan steril infus adalah harus bebas pirogen. Dimana bebas pirogen dapat diartikan bahwa sediaan yang bebas dari cemaran mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya panas atau demam. Sebelum wadah digunakan, wadah haruslah dibebas sulfurkan terlebih dahulu dengan merendam penutup wadah infus yang terbuat dari karet dalam larutan belerang (sulfur praecipitatum) dan natrium carbonat (Na2CO3).
Air yang digunakan untuk infus biasanya Aqua Pro Injeksi ini dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat gelas netral atau wadah logam yang cocok untuk labu. Hasil sulingan pertama di buang dengan sulingan selanjutnya ditampung dan segera digunakan. Bila segera digunakan untuk disterilan dengan cara sterilisasi A (sterilisasi basah atau disebut dengan sterilisasi panas lembab karena sterilisasi ini dilakukan di dalam autoklaf dengan menggunakan uap air bertekanan) atau C (penyaringan bakteri kecil) setelah ditampung.
Pertama-tama dilakukan yakni mensterilkan semua alat-alat yang dilakukan di dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit, selanjutnya dilakukan penimbangan bahan. Pertama ditimbang glukosa sebanyak 5,1 gram di dalam gelas kimia 100 mL dan dilarutkan dengan Aqua Pro Injeksi secukupnnya hingga larut lalu aduk hingga dengan batang pengaduk. Setelah larut tambahkan larutan NaCl 0,9 % sebanyak 0,495 mL dengan menggunakan spoit 3 cc, aduk hingga homogen setelah itu masukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian cukupkan volumenya dengan Aqua Pro Injeksi hingga 100 mL, goyangkan labu ukur agar bahan tercampur homogen.
Setelah larutan tersebut di buat, siapkan wadahnya. Botol infus dikalibrasi dengan menggunakan Aqua Destillata hingga 100 mL, keluarkan isinya lalu masukkan larutan yang telah dibuat tadi. Tutup botol dengan penutup karet dan dilapisi dengann aluminium foil dan ikat dengan talli godam sekuat mungkin. Tujuannya agar pada saat disterilkan dalam autolaf volume infus tidak berkurang, kemudian diadakan uji kelayakan dan kejernihan larutan infus yang telah dibuat dengan cara melihat jernih atau keruhnya larutan infus yang telah dibuat. Setelah itu uji adanya bahan-bahan asing yang berwarna putih dengan menggunakan sebuah alat yang berlatar hitam sehingga dengan alat tersebut kita dapat melihat jika ada bahan-bahan asing yang berwarna putih yang melayang-layang dalam larutan tersebut.
Selanjutnya uji bahan-bahan asing berwarna hitam dengan menggunakan alat-alat berlatar putih, dengan alat ini jika masih ada bahan-bahan asing berwarna hitam akan dapat terlihat dengan jelas. Kemudian dilakukan uji kebocoran jika larutan infus yang dibuat bocor maka volume infus tersebut berkurang ataupun bertambah, hal ini dapat dilihat dengan adanya tanda kalibrasi 100 mL yang telah dibuat dengan menggunakan etiket. Larutan infus dapat berkurang akibat adanya kebocoran sehingga air akan keluar dari wadah infus dan bertambahnya larutan infus tersebut bisa disebabkan masuknya uap air pada saat dilakukan sterilisasi, setelah itu beri etiket, brosur dan kemasan.
INJEKSI
Injeksi Cyanocobalamin
Petunjuk pembuatan
Gunakan item 5 yang telah mendidih, pakai item 6 dengan dialirkan, dan lakukan hal ini sepanjang proses pembuatan.
Ambil 0,9 L item 5 dan campurkan item 1 hingga 4 didalamnya, lakukan hingga terbentuk disolusi.
Check ph 4.0-5.5.
Filter sampai 0.45 µm prefiltter dan 0.22 µm, untuk melakukan sterilisasi.
Isi 10.0 mL pada vial yang telah di sterilisasi (2000C selama 4 jam). Jangan di sterilisasi autoklaf.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan yang dapat kami tarik dari makalah ini yaitu :
Teknik compounding secara umum dapat dilakukan dengan cara : sederhana, reaksi kimia, dan ekstraksi simplisia nabati.
Yang menjadi problem dalam compounding sediaan liquid diantaranya : pengatasan kontaminasi mikroba, pengatasan oksidasi sediaan, serta pengatasan problem pembuatan emulsi dan suspensi.
4.2 Saran
Untuk meminimalkan kesalahan sebaiknya dalam compounding, compounder perlu kiranya memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi proses mulai dari pembacaan resep sampai pada pemberian etiket sediaan yang nantinya diserahkan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 298
Anonim. 2007. Mixing Technologies in the Pharmaceutical and Medicinal Industries. A White Paper. Charles Ross and Son Company.
Dirjen Binfar. Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatiska. Depertamen Kesehatan RI. 2009
Bhatt, Bhawna and Agrawal, S.S . 2007. Pharmaceutical Engineering – Mixing. Delhi Institute of Pharmaceutical Science and Research Sector – 3. Pushp Vihar. New Delhi
Gennaro, Alfonso R., (2000), Remington: The Science and Practice of Pharmacy20th edition, Philadelphia College of Pharmacy and Science: Philadelphia
Jenkins, Glenn L., (1957), Scoville's the Art of Compounding Nineth edition, The McGraw-Hill Book Company, Inc: USA
Lachman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Jakarta : UI Press.
Lachman, L, Lieberman, H.A, Kanig, J.L. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Martin, W., (1971), Dispending of Medication 7th edition, Marck Publishing Company: USA
Moh. Anief. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Tousey. 2002. The Granulation Process 101 – Basic Technologies for Tablet Making. Pharmaceutical Technology page 8-1.
Parrot, Eugene L., (1968), Pharmaceutical Technology, Burgess Publishing Company: Iowa