1
PANCASILA DAN HAK ASASI MANUSIA
DALAM TOLERANSI BERAGAMA
DISUSUN OLEH :
FIRDA NUR AZIZAH
4401416087
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Saya panjatkan kepada Allah Swt, karena berkat rahmat-Nya, makalah ini dapat saya selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang "Pancasila dan Hak Asasi Manusia". Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.
Tak lupa saya ucapkan terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Noviani Achmad Putri M.Pd selaku dosen mata kuliah pendidikan pancasila, rekan – rekan mahasiswa dan juga orang tua yang telah banyak memberikan masukan dan mendoakan yang terbaik untuk makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian data dalam makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang diberikan akan sangat membantu dalam menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Semarang, 30 Oktober 2016
Firda Nur Azizah
DAFTAR ISI
Halaman Judul..........................................................................................................1
Kata Pengantar ....................................................................................................... 2
Daftar Isi.................................................................................................................. 3
Bab I Pendahuluan.
Latar Belakang............................................................................................ 4
Rumusan Masalah....................................................................................... 5
Tujuan......................................................................................................... 5
Bab II Pembahasan
Latar belakang dan kronologi konflik di Aceh tahun 2015................ ........ 7
Dampak yang ditimbulkan dari adanya konflik Aceh tahun 2015...... ....... 7
Kaitannya konflik di Aceh dalam HAM dan Pancasila................... .......... 8
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi konflik di Aceh
dan upaya masyarakat dalam penegakkan HAM...................................... 12
Bab III Penutup
Kesimpulan............................................................................................... 13
Saran..........................................................................................................14
Daftar Pustaka........................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Indonesia sejatinya merupakan negara yang masyarakatnya meiliki agama atau kepercayaan yang berbeda – beda. Untuk itu, diperlukan sikap toleransi beragama untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Toleransi beragama adalah suatu sikap yang saling menghargai, dan menghormati umat yang beragama lain, tidak memaksa umat beragama lain untuk masuk keagama lain, tidak boleh menjelek-jelekan agama lain dan mendiskrminasi agama lain.
Pancasila merupakan falsafah negara, ideologi negara, landasan dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Berarti Pancasila merupakan sumber nilai bagi segala penyelenggaraan negara baik yang bersifat kejasmanian maupun kerohanian. Hal ini menyangkut segala aspek penyelenggaraan atau kehidupan bernegara yang materiil maupun spiritual yang harus sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam sila-sila Pancasila secara bulat dan utuh.
Toleransi beragama berkaitan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini menyangkut manusia yang mempunyai iman dan kepercayaan terhadap Tuhan, dan iman kepercayaan inilah yang menjadi dasar dalam hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Yang ingin diwujudkan dan dikembangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila adalah adanya sikap saling menghormati, menghargai, toleransi, serta terjalinnya kerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat tercipta dan selalu terbinanya kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mewujudkannya, perlu adanya pemahaman yang utuh dan menyeluruh terhadap Pancasila dan sila-sila yang terkandung di dalamnya.
Toleransi beragama juga berkaitan dengan Hak Asasi Manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Oleh kerenanya, dalam menganut suatu agama tertentu itu tidak dapat dipaksakan kepada dan oleh seseorang. Dalam Islam sendiri, ajaran HAM menunjukkan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan dari ajaran Islam itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa kecuali.
Di era modern ini, pelanggaran – pelanggaran kasus HAM tentang toleransi agama masih banyak terjadi. Salah satunya adalah konflik yang terjadi di Aceh pada tahun 2015 kemarin. Di dalam konflik tersebut muncul tindakan yang justru bertentangan dengan ajaran agama, mereka bertindak anarki di luar ajaran agama yaitu dengan membakar tempat ibadah dan membunuh sesama umat. Hal ini sungguh sangat kontroversial dan tentu saja melanggar HAM. Padahal semua agama mengajarkan betapa pentingnya kerukunan dan kedamaian.
RUMUSAN MASALAH
Apa yang menjadi latar belakang dan kronologi konflik di Aceh tahun 2015?
Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya konflik Aceh tahun 2015?
Apa kaitannya konflik di Aceh dalam HAM dan Pancasila ?
Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi konflik di Aceh tersebut dan upaya masyarakat dalam penegakkan HAM ?
TUJUAN
Untuk mengetahui apa yang menjadi latar belakang dan kronologi konflik di Aceh tahun 2015
Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari adanya konflik di Aceh tahun 2015
Untuk mengetahui apa kaitannya konflik di Aceh dalam HAM dan Pancasila
Untuk mengetahui bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi konflik di Aceh dan upaya masyarakat dalam penegakkan HAM
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Latar belakang dan kronologi konflik di Aceh tahun 2015
Konflik yang mengatasnamakan agama di Aceh dipicu sengketa ijin mendirikan bangunan gereja di kawasan itu. Kerusuhan pecah setelah massa yang terdiri dari sekitar 600 orang membakar sebuah gereja Protestan dan bergerak ke gereja kedua. Demikian keterangan Kepala Kepolisian Aceh Husein Hamidi kepada wartawan. Bentrokan terjadi menyusul demonstrasi yang terjadi pekan lalu, di mana sekelompok remaja Muslim menuntut pemerintah lokal membongkar sejumlah gereja yang menurut mereka didirikan dan beroperasi secara ilegal karena tidak memiliki surat izin bangunan. Pemerintah lokal sudah menyatakan akan menangani masalah dengan membongkar 21 gereja.
Tetapi ketegangan yang sudah berlangsung sejak pekan lalu kemudian pecah menjadi aksi kekerasan, setelah sekelompok orang memutuskan mengambil langkah sendiri atas gereja-gereja tersebut", ujar Kepala Kepolisian Aceh Husein Hamidi. Sekarang situasi sudah mulai tenang, dan aparat keamanan menahan 30 orang untuk dimintai keterangan, ditambahkan Hamidi.
Selasa (13/10) malam Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan, pembakaran gereja di Aceh adalah aksi yang sudah direncanakan. Orang-orang yang ditahan masih diperiksa keterlibatannya, kata Kapolri. Ia berjanji, akan mengambil tindakan tegas.
2.2. Dampak yang ditimbulkan dari adanya konflik Aceh tahun 2015
Dampak yang ditimbulkan dari adanya konflik Aceh tersebut ialah seorang tewas akibat terkena tembakan, sementara empat lainnya cedera akibat lemparan batu, dan sebuah gereja hangus dibakar ratusan orang. Selain itu, konflik agama tersebut juga berdampak pada masyarakat di luar Aceh. Mereka mengecam aksi anarkis tersebut melalui media sosial. Mereka tidak setuju dengan adanya konflik tersebut. Seharusnya toleransi beragama selalu dijunjung tinggi. Kita sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dituntut untuk selalu berbuat baik dan toleransi kepada semua umat yang ada di bumi ini, sekalipun mereka berbeda keyakinan dengan kita. Dengan adanya toleransi, masyarakat Indonesia akan hidup rukun dan bersatu untuk menjadikan Indonesia yang damai dan sejahtera.
Tanpa adanya toleransi beragama, Indonesia akan menjadi negara yang tidak sejahtera. Akan banyak terjadi konflik antar agama dan perpecahan di masyarakat karena tidak adanya toleransi. Sehingga, tidak akan terwujudnya Persatuan Indonesia.
2.3. Kaitannya konflik di Aceh dalam HAM dan Pancasila
Dalam Undang – Undang (UU) Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 1 disebutkan bahwa " Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah – Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia".
Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM, menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer) bahkan negara. Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan. (Arzyumardi Azra, 2000 : 201)
Dalam UUD 1945 (amandemen I – IV UUD 1945) memuat hak asasi manusia yang terdiri dari hak :
Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat;
Hak kedudukan yang sama di dalam hukum;
Hak kebebasan berkumpul;
Hak kebebasan beragama;
Hak penghidupan yang layak;
Hak kebebasan berserikat;
Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan.
Sementara itu, secara operasional beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut
Hak untuk hidup;
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
Hak mengembangkan diri;
Hak memperoleh keadilan;
Hak atas kebebasan pribadi;
Hak atas rasa aman;
Hak atas kesejahteraan;
Hak turut serta dalam pemerintahan;
Hak wanita;
Hak anak;
Pada tahun 1941 Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt, menyatakan The Four Freedom (empat Kebebasan) di depan kongres Amerika Serikat. Isinya berbunyi sebagai berikut :
Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech),
Kebebasan beragama (freedom of religion)
Kebebasan dari ketakutan (freedom from ear),
Kebebasan dari kekurangan atau kemelaratan (freedom from want)
(Miriam Budiardjo, 1991:121)
Terkait dengan konflik yang terjadi di Aceh, konflik tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang – undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Pelanggaran HAM dikelompokkan pada dua bentuk yaitu pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Dari uraian diatas, konflik tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM tentang kejahatan manusia. Kejahatan manusia adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran, atau pemindahan, penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang – wenang yang melanggar (asas – asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara vaksa atau bentuk – bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu, atau perkumpulan yang didasari persamaan paham polotik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid. (Azyumardi Azra, 2000:228)
Selain kejahatan manusia, HAM lainnya yang dilanggar adalah hak kebebasan beragama, hak untuk hidup, dan hak atas rasa aman. Masyarakat di daerah Aceh memiliki hak untuk memilih agama yang mereka pilih sebagai kepercayaan mereka. Masyarakat Kristen di Aceh juga berhak untuk melakukan ibadah di gereja mereka kepada Tuhan. Dengan dibakarnya gereja yang ada di Aceh tersebut, timbul bentrokan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Hilangnya nyawa seseorang tersebut telah melanggar hak asasi manusia yaitu, hak untuk hidup. Hal ini terbukti juga dalam UUD 1945 pasal 28A yang berbunyi "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Pasal 28B ayat 2 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". Selain pasal tersebut, ada beberapa pasal pasal yang dilanggar yaitu, pasal 28E ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pekerjaan memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak". Pasal 28E ayat 2 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas kebebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya". Dan pasal 28G ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi".
Bangsa Indonesia menghormati setiap upaya suatu bangsa untuk menjabarkan dan mengatur hak asasi manusia sesuai dengan sistem nilai dan pandangan hidup masing – masing. Bangsa Indonesia menjunjung tinggi dan menerapkan hak asasi manusia sesuai dengan pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Dalam kasus konflik agama di Aceh, tidak mencerminkan nilai – nilai pancasila, terutama sila yang pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa". Di sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengajarkan untuk bersikap saling menghormati, menghargai, toleransi, serta terjalinnya kerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat tercipta kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. sedangkan pada konflik agama di Aceh tersebut tidak mengajarkan perbuatan yang diajarkan dalam sila pertama pancasila.
2.4. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi konflik di Aceh dan upaya masyarakat dalam penegakkan HAM
Dalam melakukan upaya mengatasi konflik di Aceh, pihak yang berwajib telah mengamankan keadaan konflik di Aceh dan menangkap dan memeriksa orang – orang yang terlibat dalam konflik agama di Aceh tersebut.
Selain itu, masyarakat di daerah yang terkena konflik tersebut melakukan pengamanan di lingkungannya tersebut agar tidak terjadi konflik agama seperti ini.
Upaya masyarakat sendiri dalam penegakan HAM diantaranya berupa penegakan norma yang mencerminkan perlindungan hak masyarakat, melakukan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah yang ada dalam masyarakat, menghindari tindakan main hakim sendiri sehingga tercipta kepastian hukum, melakukan sosialisasi tentang HAM di lingkungan masyarakat, dan masih banyak lagi upaya yang dapat dilakukan.
Dalam kaitan dengan tanggung jawab individu tersebut, Nickel mengajukan tiga alasan mengapa individu memiliki tanggung jawab dalam penegakan dan perlindungan HAM. Pertama, sejumlah besar problem HAM tidak hanya melibatkan aspek pemerintah, tetapi juga kalangan swasta atau kalangan di luar negara dalam hal ini rak rakyat. Kedua, HAM sejati bersandar pada pertimbangan – pertimbangan normatif agar umat manusia diperlukan sesuai dengan human dignity-nya. Ketiga, individu memiliki tanggung jawab atas dasar – dasar prinsip demokrasi, dimana setiap orang memiliki kewajiban untuk ikut mengawasi tindakan pemerintah. Dalam masyarakat yang demokratis, suatu yang menjadi kewajiban pemerintah juga menjadi kewajiban rakyat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konflik yang mengatasnamakan agama di Aceh dipicu sengketa ijin mendirikan bangunan gereja di kawasan itu. Kerusuhan pecah setelah massa yang terdiri dari sekitar 600 orang membakar sebuah gereja Protestan dan bergerak ke gereja kedua.
Dampak yang ditimbulkan dari adanya konflik Aceh tersebut ialah seorang tewas akibat terkena tembakan, sementara empat lainnya cedera akibat lemparan batu, dan sebuah gereja hangus dibakar ratusan orang. Selain itu, konflik agama tersebut juga berdampak pada masyarakat di luar Aceh. Mereka mengecam aksi anarkis tersebut melalui media sosial.
Terkait dengan konflik yang terjadi di Aceh, konflik tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM. Dalam kasus konflik agama di Aceh, tidak mencerminkan nilai – nilai pancasila, terutama sila yang pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa". Di sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengajarkan untuk bersikap saling menghormati, menghargai, toleransi, serta terjalinnya kerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat tercipta kerukunan hidup di antara sesama umat beragama.
Dalam melakukan upaya mengatasi konflik di Aceh, pihak yang berwajib telah mengamankan keadaan konflik di Aceh dan menangkap dan memeriksa orang – orang yang terlibat dalam konflik agama di Aceh tersebut. Selain itu, masyarakat di daerah yang terkena konflik tersebut melakukan pengamanan di lingkungannya tersebut agar tidak terjadi konflik agama seperti ini. Upaya masyarakat sendiri dalam penegakan HAM diantaranya berupa penegakan norma yang mencerminkan perlindungan hak masyarakat, melakukan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah yang ada dalam masyarakat, menghindari tindakan main hakim sendiri sehingga tercipta kepastian hukum, melakukan sosialisasi tentang HAM di lingkungan masyarakat, dan masih banyak lagi upaya yang dapat dilakukan.
SARAN
Untuk mewujudkan toleransi beragama sendiri seharusnya pemerintah juga ikut membantu dalam penyelenggaraan dan pengawasan toleransi beragama, agar tidak terjadi lagi konflik agama yang menyebabkan terjadinya suatu pelanggaran HAM. Untuk masyarakat ssendiri tentunya untuk tetap menjunjung tinggi toleransi beragama dan melaksanakannya dengan sungguh – sungguh. Karena dengan toleransi beragama, rakyat Indonesia menjadi damai dan sejahtera tanpa membeda – bedakan agama, ras, suku dan golongan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahadian, H.M Ridhwan Indra.1991. Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945. Jakarta : Haji Masagung
Azra, Azyumardi. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta : Prenada Media
Budiardjo, Miriam. 1991. Dasar – dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Soegito Ari Tri dkk. 2016. Pendidikan Pancasila. Semarang : Unnes
(http://www.dw.com/id/aceh-membara-disulut-konflik-agama/a-18780213)
(http://www.cnnindonesia.com)