MAKALAH MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)
Dosen Pengampu: Ns. Sri Wahyuni Adriani, M.Kep., Sp.Kep.Kom. Disusun Oleh:
Ayu Arum Sari H
(1511011054)
Derma Yahya W
(1511011055) (1511011055)
Faizal Habib
(1511011057)
Yoga Madani
(1511011058) (1511011058)
M Shulhan Azzuhri
(1511011064)
Dina Auliyana
(15110110 67)
Argo One P
(1511011069)
Enggar Ayu P
(1511011073) (1511011073)
M Mahirul Fikri
(1511011074)
Safira Bibi
(1511011077) (1511011077)
Nada Azhar P
(1511011083)
Darmila
(1511011087) (1511011087)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas selesainya makalah yang berjudul "Manajemen Terpadu Balita Sakit". Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusuan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ns. Sri Wahyuni Andriani., S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. Kom. selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Komunitas I yang memberikan tugas makalah ini. 2.
Semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas kuliah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Jember, April 2018
Penulis
1
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................... ......................................................................... ..................................... ...............i DAFTAR ISI.......................................................... ................................................................................. ............................................ .....................ii BAB I PENDAHULUAN ........................ .............................................. ............................................ .................................... .............. 3
A. Latar Belakang ......................................... ............................................................... ........................................ .................. 3 B. Tujuan..................................... Tujuan........................................................... ............................................ .................................... .............. 4 BAB II TINJUAN TUTORIAL .................................................. ....................................................................... ..................... 5
A. Definisi MTBS ........................ ........................ .......................................... ........................................................ .............. 5 B. Sejarah MTBS ......................................................... ............................................................................... ......................... ... 5 C. Tujuan MTBS .......................................... ................................................................ ........................................ .................. 6 D. Sasaran MTBS .......... ......................................... ............................................................... ............................. ....... 7 E. Pelaksanaan MTBS di Puskesmas .................................................. .................................................. 8 F.
Penilaian Tanda dan Gejala ........................................... ............................................................. .................. 9
G. Penentuan Tindakan dan Pengobatan ............................................ ............................................ 13 H. Tenaga Kesehatan Yang melaksanakan MTBS ............................. ............................. 16 I.
Cakupan Pelayanan Kesehatan MTBS........................................... ........................................... 16
J.
Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan MTBS ......................... ......................... 17
K. Cara Penatalaksanaan Balita Sakit Dengan ................................... ................................... 22 BAB III PENUTUP ..................................... ........................................................... ............................................ .............................. ........ 49
A. Kesimpulan.................. Kesimpulan........................................ ............................................ ............................................ ........................ 49 DAFTAR PUSTAKA ........................................................ .............................................................................. .............................. ........ 51
2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Setiap tahunnya lebih dari sepuluh juta anak di dunia meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun. Lebih dari setengahnya disebabkan oleh lima kondisi yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati, antara lain pneumonia, diare, malaria, campak, dan malnutrisi. Sering kali dikombinasi dari beberapa penyakit lain. (Soenarto, 2009). Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh masalah dalam ketrampilan petugas kesehatan, sistim kesehatan, dan praktek di keluarga dan komunitas. Perlu adanya integrasi dari faktor – faktor faktor tersebut untuk memperbaiki kesehatan anak sehingga tercipta peningkatan derajat kesehatan. Perbaikan kesehatan anak dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen kasus anak sakit, memperbaiki gizi, memberikan imunisasi, mencegah trauma, mencegah penyakit lain, dan memperbaiki dukungan psikososial. Berdasarkan alasan tersebut, munculah program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) (Soenarto, 2009). Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti puskesmas (Prasetyawati, 2012). WHO tahun 2005 telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan Negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita bila dilaksanakan dengan lengkap dan baik. Karena pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian pada balita di dunia, termasuk diare. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan). (Mu’is, dkk, 2015).
3
B. Tujuan
1. Mengidentifikasi definisi dari MTBS. 2. Mengidentifikasi sejarah dari MTBS. 3. Mengidentifikasi tujuan dari MTBS. 4. Mengidentifikasi sasaran MTBS. 5. Mengidentifikasi pelaksanaan MTBS di Puskesmas. 6. Mengidentifikasi penilaian dan tanda gejala penyakit berdasarkan MTBS. 7. Mengidentifikasi penentuan tindakan dan pengobatan berdasarkan MTBS. 8. Mengidentifikasi tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS. 9. Mengidentifikasi cakupan pelayanan kesehatan MTBS. 10. Mengidentifikasi faktor yang memengaruhi pelaksanaan MTBS. 11. Mengidentifikasi cara penatalaksanaan balita sakit dengan pendekatan MTBS.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
MTBS merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi dan pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan. Tujuan utama tatalaksana ini untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita dan menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Kemenkes RI, 2014). Dalam menangani balita sakit, tenaga kesehatan (perawat,bidan/desa) yang berada di pelayanan dasar dilatih untuk menerapkan pendekatan MTBS secara aktif dan terstruktur, meliputi : 1. Melakukan penilaian adanya tanda-tanda atau gejala penyakit dengan cara tanya, lihat,dengar,raba, 2. Membuat klasifikasi dan menentukan tindakan serta pengobatan anak, 3. Memberikan konseling dan tindak lanjut pada saat kunjungan ulang.
B. Sejarah MTBS
Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996.Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO.Modul tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatih dari SEARO. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI. Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum
5
adanya komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut. MTBS bukan program kesehatan, tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. WHO memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang. Ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS yaitu: 1. Komponen I : meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (dokter, perawat, bidan, petugas kesehatan) 2. Komponen II : memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada balita lebih efektif 3. Komponen III : Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai “Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat”). Untuk keberhasilan penerapan MTBS, proporsi penekanan pada ketiga komponen harus sama besar.
C. Tujuan MTBS
1. Menurunkan angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit tersering pada balita. 2. Memberikan
kontribusi
terhadap
pertumbuhan
dan
perkembangan
kesehatan anak. Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian perinatal 0 – 7 hari terbanyak adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9 %), prematuritas (32,4
6
%), sepsis (12,0 %).Kematian neonatal 7 – 29 hari disebabkan oleh sepsis (20,5 %), malformasi kongenital (18,1 %) dan pneumonia (15,4 %). Kematian bayi terbanyak karena diare (42 %) dan pneumonia (24 %), penyebab kematian balita disebabkan diare (25,2 %), pneumonia (15,5 %) dan DBD (6,8 %). Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana dengan MTBS adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain pneumonia, diare, malaria, campak dan kondisi yang diperberat oleh masalah gizi (malnutrisi dan anemia). Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan menggunakan algoritma sederhana yang digunakan oleh perawat dan bidan untuk mengatasi masalah kesakitan pada Balita. Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak malaria, kurang gizi, yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut
D.
Sasaran Manajemen Tepadu Balita Sakit (MTBS)
Adapun sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran, yaitu yaitu kelompok usia 1 hari- 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan- 5 tahun (Vera, 2015 ; Depkes RI, 2008) . Pada dasarnya MTBS juga dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) digunakan pada bayi umur kurang dari 2 bulan baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Melalui kegiatan ini bayi baru lahir dapat dipantau kesehatannya dan didekteksi dini. Jika ditemukan masalah petugas kesehatan dapat menasehati dan mengajari ibu untuk melakukan Asuhan Dasar Bayi Muda. Berikut adalah urutan penilaian tata laksana bayi muda: a. Memeriksa kemungkinan kejang b. Memeriksa gangguan napas c. Memeriksa hipotermi d. Memeriksa kemungkinan infeksi bakteri
7
e. Memeriksa ikterus f. Memeriksa gangguan saluran cerna g. Apakah bayi diare h. Memeriksa kemungkinan BB rendah dan masalah pemberian ASI 2. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) MTBS digunakan pada anak dengan usia 2 bulan- 5 tahun.
E. Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas
Hal-hal yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam menangani balita sakit sesuai dengan Protap MTBS, meliputi : 1.
Melakukan Anamnesa Wawancara terhadap orang tua bayi dan balita mengenai keluhan utama, lamanya sakit, pengobatan yang telah diberikan dan riwayat penyakit lainnya.
2.
Pemeriksaan a. Untuk bayi umur 1 hari- 2 bulan Mengajari Pemeriksaan yang dilakukan meliputi : Pemeriksaan kemungkinan kejang, gangguan nafas, suhu tubuh, adanya infeksi, ikterus, gangguan pencernaan, BB dan status imunisasi b. Untuk bayi 2 bulan- 5 tahun Pemeriksaan yang dilakukan adalah : keadaan umum, respirasi, derajat dehidrasi, suhu, pemeriksaan telinga, diare, status gizi, anemia, imunisasi dan vitamin A, dan keluhan lain. c. Menentukan klasifikasi, tindakan, penyuluhan/ konseling pada ibu dan konsultasi dokter. ( Depkes RI, 2008).
3.
Pengobatan untuk balita sakit yang mendapatkan terapi rawat jalan, maka petugas kesehatan dapat mengajari ibu cara pememberian obat oral dirumah, obat-obat yang diberikan sesuai dengan diagnosa pasien seperti (antibiotik oral, antimalaria oral, parasetamol, vitamin A, zat besi, dan
8
obat cacingan). Sedangkan anak dengan tanda bahaya umum mempunyai masalah serius perlu dirujuk segera. (Yulia Astuti, 2014) Bagan Tatalaksana Kasus dengan MTBS
1
Menentukan perlunya rujukan segera Balita sakit dg Tanda
Ya, Dirujuk
2
Menentukan tindakan dan pengobatan pra rujukan
bahaya umum
Balita sakit tanpa tanda bahaya umum
TIDAK DIRUJUK 44
Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan rujukan segera
F.
Penilaian Tanda Dan Gejala Pada penilaian tanda dan gejala, yang dinilai adalah ada atau tidaknya tanda
bahaya umum. 1. Penilaian pertama, Keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum, tarikan dinding dada kedalam, stridor, nafas cepat. 2. Penilaian kedua, keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis atau tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas makan, turgor jelek, gelisah, rewel, haus atau banyak minum, adanya darah dalam tinja.
9
3
Merujuk
3. Penilaian ketiga, tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umum, kaku kuduk, dan adanya infeksi local seperti kekeruhan pada kornea mata, luka pada mulut, mata bernanah, adanya tanda pre syock seperti nadi lemah ekstremitas dingin muntah darah, berak hitam, perdarahan hidung, nyeri ulu hati, dan lain-lain. 4. Penilaian keempat, tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga, adanya pembengkakan, dan lain-lain. 5. Penilaian kelima, tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus, bengkak pada kedua kaki, telapak tangan pucat, status gizi dibawah garis merah pada pemeriksaan berat badan menurut umur. Penentuan Klasifikasi dan Tingkat Kegawatan : 1. Klasifikasi Pneumonia a. Pneumonia berat, apabila adanya tanda bahaya umum, tarikan dinding dada kedalam, adanya stridor. b. Pneumonia, apabila ditemukan tanda frekuensi nafasyang sangat cepat. c. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada pneumonia dan hanya keluhan batuk. 2. Klasifikasi Dehidrasi a. Dehidrasi berat, apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak sadar, mata cekung, turgor jelek sekali. b. Dehidrasi ringan atau sedang, dengan tanda gelisah, rewel, mata cekung, haus, turgor jelek. c. Diare tampa dehidrasi, apabila tidak cukup adanya tanda dehidrasi. 3. Klasifikasi Diare Persisten a. Diare persisiten berat, diare lebih dari 14 hari dan adanya tanda dehidrasi.
10
b. Diare persisten, tidak ditemukan adanya tanda dehidrasi. 4. Klasifikasi Disentri Apabila diarenya disertai dengan darah dalam tinja. 5. Klasifikasi Risiko Malaria a. Klasifikasi dengan resiko tinggi : Klasifikasi penyakit berat dengan demam(suhu 37,5 derajat celcius atau lebih) apabila ditemukan tanda bahaya umum disertai dengan kaku kuduk. b. Klasifikasi resiko rendah : 1) Klasifikasi penyakit berat dengan demam apabila ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk, 2) Klasifikasi malaria apabila tidak ditemukan tanda demam atau campak. 3) Klasifikasi demam mungkin bukan malaria apabila hanya ditemukan pilek atau adanya campak. c. Klasifikasi tampa resiko : 1) Klasifikasi Penyakit berat dengan demam apabila ditemukan tanda bahaya umum dan kaku kuduk. 2) Klasifikasi demam bukan malaria apabila tidak ditemukan tanda bahaya umum dan tidak ada kaku kuduk. 6. Klasifikasi Campak a.
Campak
dengan
komplikasi
berat
apabila
ditemukan
adanya
tandabahaya umum, terjadi kekeruhan pada kornea mata, adanya tandaumum campak, adanya batuk, pilek atau mata merah.
11
b.
Campak dengan komplikasi apabila ditemukan tanda mata bernanah serta luka dimulut.
c.
Campak, apabila hanya tanda khas campak yang tidak disertai tanda klasifikasi di atas.
7. Klasifikasi DBD (demam kurang dari 7 hari) a.
DBD apabila ditemukan tanda seperti petekie, tanda syock.
b.
Mungkin DBD apabila adanya tanda nyeri ulu hati atau gelisah, bintik perdarahan bawah kulit,dan uji torniqet negatif.
c.
Mungkin bukan DBD apabila hanya ada demam.
8. Klasifikasi masalah telinga a.
Klasifikasi mastoiditis apabila ditemukan adanya pembengkakan dan nyeri dibelakang telinga.
b.
Infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau nanah yang keluar dari telinga dan telah terjadi kurang dari 14hari serta adanya nyeri telinga.
c.
Infeksi telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau nanah yang keluar dari telinga dan terjadi 14 hari lebih.
d.
Tidak ada infeksi telinga apabila tidak ada ditemukan gejala seperti di atas.
9. Klasifikasi status gizi a.
Klasifikasi gizi buruk (anemia berat), apabila BB sangat kurus, adanya bengkak pada kedua kaki serta pada telapak tangan, ditemukan adanya kepucatan.
b.
Klasifikasi bawah garis merah (anemia), apabila ditemukan tanda telapak tangan agak pucat, BB menurut umur dibawah garis merah.
12
c.
Tidak bawah garis merah dan tidak anemia apabila tidak ada tanda seperti diatas.
G. Penentuan tindakan dan pengobatan 1. Pneumonia
Pengobatan pneumonia berat : a.
Berikan dosis pertama antibiotika : Kotrimoksazol dan amoksilin.
b.
Lakukan rujukan segera 1) Apabila pneumonia saja berikan antibiotika yang sesuai selam 5 hari, berikan pelega tenggorokan dan pereda batuk, beri tahu ibu atau keluarga, lakukan kunjungan ulang setelah 2 hari. 2) Apabila batuk bukan pneumonia berikan pelega tenggorokan, beri tahu ibu dan keluarga, dan lakukan kunjungan ulang setelah 5 hari.
2. Dehidrasi a.
Pengobatan dehidrasi berat : 1) Berikan cairan intravena secepatnya, berikan oralit, berikan 100 ml/kg RL atau NACL 2) Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi, apabila belum membaik berikan tetesan intravena cepat. 3) Berikan oralit (kurang lebih 5ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum. 4) Lakukan monitoring kembali setelah 6 jam pada bayi dan 3 jam pada anak. 5) Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
b.
Pengobatan dehidrasi ringan atau sedang : 1) Lakukan pemberian oralit 3 jam pertama. 2) Lakukan monitoring setelah 3 jam pemberian terhadap tingkat dehidrasi.
c.
Pengobatan tanpa dehidrasi : 1) Berikan cairan tambahan sebanyak anak mau, dan lakukan pemberian oralit apabila anak tidak memperoleh ASI eksklusif. 2) Lanjutkan pemberian makan.
13
3. Diare Persisten Tindakan ditentukan oleh dehidrasi, kemudian jika ditemukan adanya kolera, maka pengobatan yang dapat dianurkan adalah pilihan pertama antibiotik kotrimoksazol dan pilihan kedua adalah tetrasiklin. 4. Disentri Tindakan pada disentri dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik yang sesuai, misalnya pilihan pertamanya adalah kotrimoksazol dan pilihan keduanya adalah asam nalidiksat. 5. Risiko Malaria Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi risiko malaria adalah sebagai berikut. a.
Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara intramuskukar. Selanjutnya anjurkan anak tetap berbaring dalam 1 jam dan ulangi suntikan kina pada 4 dan 8 jam kemudian. Selanjutnya 12 jam sampai anak mampu meminum obat malaria secara oral dan jangan memberikan suntikan kina sampai dengan lebih dari 1 minggu dan pada risiko rendah jangan berikan pada anak usia kurang dari 4 bulan.
b.
Pemberian obat antimalaria oral ( untuk malaria saja) dengan ketentuan dosis sebagai berikut untuk pilihan antimalaria pertama adalah klorokuin + primakuin dan pilihan kedua adalah sulfadoksin primetin + primakuin (untuk anak ≥ 12 bulan) dan tablet kina (untuk anak <12 bulan).
c.
Lakukan pengamatan selama 30 menit sesudah pemberian klorokuin dan apabila dalam waktu tersebut terdapat muntah maka ulangi pemberian klorokuin.
d.
Pemberian antibiotik yang sesuai.
e.
Mencegah penurunan kadar gula darah.
f.
Pemberian parasetamol apabila terjadi demam tinggi (≥ 38,5 derajat celcius).
14
6.
Campak Pada campak dpat dilkukan tindakan sebagai berikut: a.
Apabila
campak
dijumpai
dengan
komplikasi
berat,
maka
tindakannya adalah pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai, salep mata tetrasiklin, atau kloramfenikol. b.
Apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian parasetamol dianjurkan jika disertai demma tinggi (38,5 derajat celcius), kemudian apabila campak disertai komplikasi mata dan mulut ditambahkan dengan pemberian gentian violet, jika hanya campak saja
tidak
ditemukan
penyakit
atau
komplikasi
lain,
maka
tindakannya hanya diberikan vitamin A. 7. Demam Berdarah Dengue Pada demam berdarah dengue, tindakan yang dapat dilakukan antara lain apabila ditemukan syok, maka segera diberi cairan intravena, pertahankan kadar gula darah. Bila dijumpai demam tingg , maka berikan parasetamol dan caira atau oralit bila dilakukan rujukan selama perjalanan. Ketentuan pemberian cairan pra-rujukan pada demam berdarah. a.
Berikan cairan ringer laktat, jika memungkinkan beri glukosa 5% ke dalam ringer laktat melalui intravena atau apabila tidak berikan oralit atau cairan per oral selama perjalanan.
b.
Apabila tidak ad, berikan cairan NaCl 10-20 ml/kgBB/30menit.
c.
Pantau selama setelah 30 menit dan bila nadi teraba, berikan cairan intravena dengan tetesan 10 ml/kgBB dalam 1 jam. Apabila nadi tidak teraba berikan cairan dengan tetesan 15-20 ml/kgBB dalam 1 jam.
8. Klasifikasi Masalah Telinga Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telinga dapat dilakukan antara lain dengan memberikan dosis pertama untuk antibiotik yang sesuai. Parasetamol dapat diberikan apabila dijumpai demam tinggi, apabila ada ifeksi akut pada telinga, maka pengobatan sama seperti mastoiditis krnis ditambah dengan mengeringkan telinga dengan kain penyerap.
15
9.
Klasfikasi Status Gizi Tindakan yang dapat dilakukan antara lain pemberian vitamin A. Apabila anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua kaki dan dijumpai adanya anemia, maka dapat dilakukan pemberian tablet zat besi. Jika berada di daerah risiko tinggi malaria, dapat diberikan antimalaria oral dan pirantel pamoat hanya diberikan untuk anak usia 4 bulan atau lebih dan belum pernah diberikan dalam 6 bulan terakhir serta hasil pemeriksaan tinja positif.
H. Tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS
Tenaga kesehatan pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit di unit rawat jalan tingkat dasar adalah Paramedis (bidan, perawat) dan dokter, bukan untuk rawat inap dan bukan untuk kader.
I.
Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang dilayani dengan MTBS
Cakupan MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat ke puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Hal ini dapat diukur dengan rumus berikut : Rumus yang digunakan adalah : % Cakupan MTBS = Ʃ BS x 100% Ʃ total Ʃ BS = Jumlah anak balita sakit yang memperoleh pelayanan sesuai tatalaksana MTBS di Puskesmas disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu Ʃ total = Jumlah seluruh anak balita sakit yang berkunjung ke Puskesmas disuatu Wilayah kerja dalam 1 tahun Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang datang ke puskesmas (register rawat jalan di puskesmas). Jumlah anak balita sakit yang mendapat pelayanan standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan MTBS. (Kemenkes RI, 2010).
16
J.
Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Manajemen Tepadu Balita Sakit (MTBS)
Berdasarkan Kemenkes RI (2011) keberhasilan penerapan MTBS di Puskesmas tidak terlepas dari adanya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan MTBS, monitoring pasca pelatihan serta bimbingan teknis bagi perawat dan bidan yang dilakukan oleh kepala puskesmas atau Dinas kesehatan setempat, dan kelengkapan sarana dan prasarana pendukung dalam pelaksanaan MTBS termasuk ketersediaan obatobatan di puskesmas. Bila dihubungkan dengan Teori Lawrence Green (1980), didapatkan sebagai berikut : 1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors) Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perubahan perilaku seseorang dalam hal ini orang yang dimaksud bisa juga dilihat dari segi tenaga kesehatan, Faktor ini terwujud dalam umur, pengetahuan, sikap, keyakinan, dan sebagainya. Dalam hal ini yang dibahas pada faktor Predisposisi dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di puskesmas adalah pengetahuan dan pelatihan. ( Husni, 2012). Pengetahuan Tenaga kesehatan Tentang MTBS merupakan hal-hal yang harus diketahui oleh seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan MTBS di puskesmas meliputi : a. Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan-5 t ahun yaitu : Kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan anamnesa pada ibu masalah yang dihadapi anaknya, memeriksa tanda bahaya umum dan menanyakan kepada ibu empat keluhan utama,memeriksa dan mengklasifikasikan status gizi dan anemia,memeriksa status imunisasi anak dan pemberian vitamin A serta menilai keluhan lain yang dihadapi anak. b. Menentukan Tindakan dan Pengobatan Hal-hal yang harus dipahami petugas kesehatan adalah kapan harus menentukan rujukan segera, menentukan tindakan dan pengobatan pra
17
rujukan maupun untuk anak yang tidak memerlukan rujukan, memilih obat yang sesuai dan menentukan dosis dan jadwal pemberian pemberian, dll. c. Pengetahuan tenaga kesehatan tentang cara memberi konseling yang baik kepada ibu tentang cara pemberian obat oral dan pemberian cairan dirumah, cara mengobati infeksi lokal dirumah serta jadwal kunjungan ulang. d. Pengetahuan tenaga kesehatan tentang manajemen terpadu bayi muda umur kurang dari 2 bulan e. Pengetahuan tenaga kesehatan tentang memberi pelayanan tindak lanjut f. Hal-hal yang harus diketahui adalah menentukan status kunjungan anak, menilai tanda-tanda sesuai dengan formulir MTBS, memilih tindakan dan pengobatan berdasarkan tanda-tanda yang ada termasuk bila ada masalah baru pada anak balita (Kemenkes RI, 2014).
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) Faktor pemungkin yang dimaksud adalah faktor yang memungkinkan seseorang untuk bertindak. Faktor pemungkin dapat terwujud dari adanya sarana dan prasarana atau fasilitas yang mendukung pelaksanaan suatu program
kesehatan.
melaksanakan
Misalnya
Manajemen
seorang
Terpadu
tenaga
Balita
Sakit
kesehatan
dalam
(MTBS)
sangat
dipengaruhi dengan kelengkapan sarana dan prasarana penunjang, seperti kelengkapan obat-obatan di puskesmas dan ketersediaan serta kondisi alat yang digunakan untuk melaksanakan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). a. Sarana dan Prasarana Pelayanan MTBS Hal yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan MTBS di puskesmas meliputi Formulir MTBS, Kartu Nasehat Ibu (KNI) dan obat-obatan yang yang secara umum telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan Pemakian dan Lembar
18
Permintaan Obat (LPLPO) yang di gunakan di Puskesmas.Obat-obat yang digunakan dalam penanganan Balita sakit adalah obat yang lazim sudah ada, kecuali obat yang belum tersedia di puskesmas, obat-obat yang diperlukan adalah : Nama obat yang digunakan dalam MTBS 1. Kotrimoksasol tablet dewasa
20. Suntikan Penisilin Prokain
2. Kotrimoksasol tablet Anak
21. Suntikan Artemeter
3. sirup Kotrimoksasol
22. Suntikan Kinin HCL
4. Sirup amoksisilin
23. Suntikan Fenobarbital
5. Tablet amoksilin
24. Suntikan Diazepam
6. Kapsul Tetrasiklin
25.Tetrasiklin atau Kloramfenikol salep mata
7. Tablet asam Nalidiksat
26. Gentian Violet 1 %
8. Tablet Metronidazol
27. Tablet Niasin
9. Tablet Primakuin
28. Gliserin
10. Tablet Kina
29. Vitamin A 200.000 IU
11. Tablet Artesunate
30. Vitamin A 100.000 IU
12. Tablet Amodiakuin
31. Tablet Zinc
13.Tablet Parasetamol
32.Aqua Bides untuk pelarut
14. Tablet Albendazol
33. Oralit 200 cc
15. Tablet pirantel Pamoat
34. Cairan infus NaCl 0,9%
16. Tablet besi
35. Cairan infus RL
17. Sirup Besi
36. Cairan Infus Dextrose 5 %
18. suntikan Ampisilin
37. alkohol 70% Sumber: (Kemenkes.RI, 2008)
Peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) diPuskesmas,yaitu : 1)
Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik
2)
Tensi meter dan manset anak
3)
Termometer
19
4)
Timbangan Bayi
5)
Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih
6)
Infus set dan Wing needles no 23 dan no 25
7)
Semprit dan jarum suntik : 1 ml, 2,5 ml, 5 ml dan 10 ml
8)
Kasa/ kapas
9)
Pipa lambung (NGT)
10) Alat penumbuk obat 11) Alat penghisap lendir 12) RDT : Rapid Diagnostik Test untuk malaria 13) Kalau mungkin miskroskop untuk pemeriksaan malaria Obat diatas yang belum ada di puskesmas adalah asam nalidiksat, suntikan gentamisin, suntikan kinun, infus set dan manset anak. Walaupun obat dan alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak berarti menghambat pelayanan bagi balita sakit, karena obat tersebut pada umumnya merupakan obat pilihan kedua atau obat yang diperlukan bagi anak yang akan dirujuk sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan pada institusi rujukan. (Kemenkes.RI, 2014) Langkah- langkah penyiapan obat dan alat : 1)
Lakukan penilaian terhadap ketersediaan obat dan alat di puskesmas. Dalam menentukan ketersediaan obat dan alat di puskesmas, lakukan penilaian
berdasarkan
pemakaian dan
kebutuhan 6 bulan sebelumnya dengan menggunakan LPLPO. Kecukupan ketersediaan alat ditentukan dengan tersedianya alat tersebut dalam keadaan yang masih baik/ dapat digunakan. 2)
Setelah diketahui kondisi ketersediaan obat dan alat yang ada di puskesmas, maka dalam mengajukan permintaan obat berikutnya, tambahkan jumlah obat yang masih kurang dan usulkan obat yang belum ada.
20
b. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. SDM yang kurang mampu, kurang cakap dan tidak terampil,
salah
satunya
mengakibatkan
pekerjaan
tidak
dapat
diselesaikan secara optimal dengan cepat dan tepat pada waktunya (Sedarmayanti,2001). Program MTBS tentunya akan dapat berjalan dengan baik apabila mempunyai SDM dalam hal ini petugas kesehatan yang berkompeten. Pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia adalah suatu siklus
yang
harus
terus
terjadi
secara
terus
menerus
untuk
mengantisipasi perubahan di luar organisasi tersebut (Notoatmodjo, 2009). Dinas kesehatan Propinsi Bali untuk meningkatan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tenaga kesehatan dalam melaksanakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) telah melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas (dokter, bidan, perawat) secara berkelanjutan dari tahun 1998 hingga sekarang, dengan menggunakan dana APBN dilakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap hasil pelatihan tersebut. Tujuan dari pelatihan MTBS ini adalah untuk mengajarkan proses manajemen kasus kepada perawat, bidan, dokter dan tenaga kesehatan lain yang menangani balita sakit dan balita muda di fasilitas pelayanan dasar agar mampu: 1)
Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi dan
2) pemberian vitamin A 3)
Membuat klasifikasi
4)
Menentukan tindak lanjut sesuai dengan klasifikasi anak dan memutuskan apakah seorang anak perlu dirujuk
5)
Memberi pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama pemberian antibiotik, vitamin A, dan perawatan anak untuk mencegah turunnya gula darah dengan pemberian air gula,
21
resomal, cara menghangatkan anak untuk mencegah hipotermia serta merujuk anak 6)
Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif) seperti
7) pemberian oralit, vitamin A, tablet Zinc 8)
Memberi konseling kepada ibu mengenai pemberian makan pada anak termasuk pemberian ASI dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.
9)
Melakukan penilaian ulang dan pemberian perawatan yang tepat pada saat anak datang kembali untuk pelayanan tindak lanjut. ( Kemekes.RI,2014)
K. Cara Penatalaksanaan Balita Sakit dengan Pendekatan MTBS
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) sudah terintegrasi di dalam pendekatan Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS), maka bagan MTBM menjadi bagian dari bagan MTBS. MTBM dan MTBS sudah diterapkan di seluruh provinsi di Indonesia sehingga sudah menjadi milik masyarakat. Banyaknya permintaan bagan MTBS (termasuk bagan MTBM) oleh Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten perlu dipenuhi sehingga perkembangan penerapannya di lapangan tidak tersendat. Oleh karena itu masyarakat dan tenaga kesehatan yang memerlukan dapat memperbanyak bagan ini untuk meningkatkan
kelancaran
implementasi
penerapannya
di
Puskesmas,
Polindes, Poskesdes, Klinik swasta, Rumah Sakit, dll. Agar lebih mudah dipelajari, maka bagan MTBM ditampilkan terpisah dengan bagan MTBS. Berikut ini bagan-bagan MTBS dan MTBM.
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
BAB III KESIMPULAN
MTBS merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif. Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan. MTBS bertujuan menurunkan angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit tersering pada balita.dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak. Hal-hal yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam menangani balita sakit sesuai dengan Protap MTBS, meliputi, anamnesa, pemeriksaan, dan pengobatan. Penilaian tanda gejala dibagi atas tanda bahaya umum dan tingkat klasifikasi dan penentuan kegawat daruratan. Penentuan tindakan dan pengobatan pada MTBS berdasarka penyebab dari penyakit pada anak. Cakupan MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat ke puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Berdasarkan Kemenkes RI (2011) keberhasilan penerapan MTBS di Puskesmas tidak terlepas dari adanya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan MTBS, monitoring pasca pelatihan serta bimbingan teknis bagi perawat dan bidan yang dilakukan oleh kepala puskesmas atau Dinas kesehatan setempat, dan kelengkapan sarana dan
49
prasarana pendukung dalam pelaksanaan MTBS termasuk ketersediaan obatobatan di puskesmas. Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) sudah terintegrasi di dalam pendekatan Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS), maka bagan MTBM menjadi bagian dari bagan MTBS.
50