BAB II ISI
KONSEP DASAR PENYAKIT 2.1 Definisi
Penyakit Addison merupakan kelainan insufiensi primer kelenjar adrenal yang disebabkan idiopatik atau kerusakan kelenjar adrenal karena proses autoimun atau penyakit lain. (Black, 2009) Hipofungsi kelenjar adrenal mengakibatkan insufiensi kelenjar adrenal yaitu berkurangnya produksi hormone, yang paling sering adalah hormone glukokortikoid, mineralokartikoid, dan androgen. Hipofungsi kelenjar korteks adrenal dapat terjadi karena kelainan atau kerusakan pada kelenjar adrenal sendiri (primer adrenal insufiensi) atau dapat berasal dari hipofungsi kelenjar pituitary hipotalamik (sekunder adrenal insufiensi). 2.2 Klasifikasi
Hipofungsi adrenal dapat dibedakan menjadi hipofungsi primer maupun sekunder. a. Hipofungsi atau insufiensi adrenal yang primer (penyakit Addison) berasal dari dalam kelenjar adrenal dan ditandai oloeh penurunan sekresi hormonhormon mineralokortikoid, glukokartikoid, serta androgen. a ndrogen. b. Hipofungsi adrenal sekunder terjadi karena gangguan di luar kelenjar adrenal, seperti gangguan sekresi kortikotropinoleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini ditandai oleh penurunan sekresi glukokortikoid. Sekresi aldosteron, yang merupakan mineralokortikoid utama, umumnya tidak terganggu.
2.3 Etiologi
Hipofungsi adrenal primer serta sekunder dan krisis adrenal memiliki penyebab yang berlainan. Keadaan yang paling sering menyebabkan hipofungsi primer meliputi: 1) Penyakit Addison (kerusakan lebih dari 90% pada kedua kelenjar adrenal dan biasanya disebabkan oleh proses autoimun, ketika antibody yang beredar dalam darah bereaksi secara khusus terhadap jaringan adrenal). 2) Tuberculosis (pernah menjadi penyebab utama, tetapi kini merupakan penyebab pada kurang dari 20% kasus dewasa). 3) Adrenalektomi bilateral 4) Perdarahan pada kelenjar adrenal 5) Neoplasma 6) Infeksi (histoplaasmosis, sitomegalovirus [CMV]) 7) Riwayat penyakit autoimun dalam keluarga (dapat menjadi faktor predisposisi untuk penyakit Addison dan endokrionopati lain) Penyebab hipofungsi sekunder (defisiensi glukokortikoid) meliputi: 1) Hipopituitarisme (yang menyebabkan penurunan sekresi kortikotropin) 2) Penghentian mendadak terapi kortikosteroid jangka panjang (stimulasi kortikosteroid eksogenus jangka panjang penekan sekresi kortikotropin oleh hipofisis sehingga terjadi atrofi kelenjar adrenal) 3) Pengangkatan tumor yang menyekresi kortikotropin 2.4 Patofisiologi
Penyakit Addison merupakan keadaan kronis yang terjadi karena destruksi parsial atau total korteks adrenal. Keadaan ini bermanifestasi sebagai suatu sindrom klinis yang terdiri atas beberapa gejala yang disertai defisiensi produksi hormon korteks adrenal, yaitu kortisol, aldosteron, dan androgen. Kadar kortikotropin dan hormone pelepas kortikotropin yang tinggi menyertai kadar hormone glukokartikoid yang rendah.
Kortikotropin terutama bekerja mengatur pelepasan glukokartikoid (terutama kortisol) dari kelenjar adrenal; mineralokortikoid, termasuk aldosteron; dan hormone steroid seks yang melengkapi semua hormone yang diproduksi oleh gonad.
Sekresi
kortikotropin
dikendalikan
melalui
hormone
pelepas
kortikotropin dari hipolatamus dan melalui kontrol umpan-balik yang negative oleh glukokortikoid. Penyakit Addison meliputi semua zona pada korteks adrenal sehingga terjadi defisiensi
sekresi
korteks
adrenal,
yang
meliputi
hormone-hormon
glukokortikoid, androgen, dan mineralokortikoid. Defisiensi hormone korteks adrenal memberi manifestasi yang jelas ketika telah terjadi kehilangan sel-sel fungsional lebih dari 90% pada kedua kelenjar adrenal. Biasanya atrofi seluler hanya terbatas pada korteks meskipun dapat terjadi gangguan pada medulla adrenal, yang mengakibatkan defisiensi katekolamin. Defisiensi kortisol menyebabkan penurunan glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari molekul yang bukan karbohidrat) di dalam hati. Kadar glukosa dalam darah rendah yang diakibatkan dapat turun secara berbahaya pada pasien-pasien yang secara rutin menggunakan insulin. Defisiensi aldosteron menyebabkan peningkatan kehilangan natrium melalui ginjal dan meningkatkan rebsorpsi kalium. Ekskresi natrium menyebabkan penurunan volume air yang menimbulkan hipotensi. Pasien penyakit Addison dapat memiliki tekanan darah yang normal ketika berbaring telentang, tetapi akan menunjukkan hipotensi dan takikardia yang nyata sesudah berdiri selama beberapa menit. Volume plasma dan tekanan arteriol
yang rendah
menstimulasi pelepasan rennin dan akibatnya, terjadi peningkatan produksi angiotensin II. Defisiensi hormon androgen dapat mengurangi pertumbuhan rambut di daerah aksila dan pubis selain di bagian ekstremitas pada wanita. Efek metabolic yang ditimbulkan oleh hormone androgen testis membuat gangguan pertumbuhan rambut tersebut tidak begitu terlihat pada laki-laki.
Penyakit
Addison
merupakan
suatu
kondisi
penurunan
biosintesis,
penyimpanan, atau pelepasan hormone-hormon korteks adrenal. Pada sekitar 80% pasien, terdapat proses autoimun yang menyebabkan destruksi parsial atau total kedua kelenjar adrenal. Antibody autoimun dapat menyekat reseptor kortikotropin atau mengikat korikotropin sehingga hormone ini tidak dapat menstimulasi sel-sel adrenal. Infeksi merupakan etiologi kedua paling sering yang menyebabkan penyakit Addison, khususnya infeksi tuberculosis yang menjadi penyebab sekitar 20% kasus. Penyakit lain yang dapat menyebabkan penyakit Addison meliputi penyakit AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), infeksi fungus sistemik, CMV, tumor adrenal, dan kanker metastatic. Infeksi dapat mengganggu fungsi seluler dan memengaruhi kortikotropin pada setiap tahap regulasi. 2.5 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hipofungsi adrenal bervariasi menurut tipenya. Tanda dan gejala hipofungsi primer meliputi: Kelemahan Rasa mudah lelah Penurunan berat badan Mual, muntah, dan anoreksia Warna logam (kuning kecoklatan) yang nyata pada kulit, khususnya
dibagian lipatan tangan dan didaerah persendian metakarpofalangeal (tangan serta jari-jari tangan), siku, dan lutut. Jaringan parut yang warnanya bertambah gelap, bercak-bercak vitiligo
(keadaan tidak terdapat pigmentasi), dan peningkatan pigmentasi pada membrane mukosa, khusunya mukosa pipi, akibat penurunan sekresi kortisol yang menyebabkan sekresi kortikotropin dan melanocyte stimulating hormone (MSH) yang berlebihan oleh kelenjar hipofisis. Kelainan kardiovaskuler, termasuk hipotensi ortostatik, penurunan
ukuran serta curah jantung, dan denyut nadi yang lemah serta tidak teratur. Penurunan toleransi terhadap stress ringan
Hipoglikemia puasa akibat penurunan glukoneogenesis Mangidam
makanan
yang
asin
akibat
penurunan
sekresi
mineralokortikoid (yang pada kondisi normal menyebabkan retensi garam Tanda dan gejala hipofungsi sekunder meliputi: Keadaan
yang
serupa
dengan
hipofungsi
primer
tetapi
tanpa
hiperpigmentasi; keadaan ini disebabkan oleh kadar kortikotropin dan melanocyte stimulating hormone (MSH) yang rendah Kemungkinan tidak ada hipotensi dan kelainan elektrolit; keadaan ini
disebabkan oleh sekresi aldosteron yang cukup normal Sekresi androgen yang biasanya normal
Tanda dan gejala krisis addisonian dapat meliputi: Kelemahan dan rasa mudah lelah yang berat Mual, muntah, dan dehidrasi Hipotensi Demam tinggi yang diikuti oleh hipotermia (kadang-kadang)
2.6 Komplikasi
Komplikasi hipofungsi adrenal yang mungkin terjadi meliputi:
Hiperpireksia
Reaksi psikotik
Terapi steroid yang kurang atau berlebihan
Syok
Hipoglikemia yang berat
Akhirnya kolaps vaskuler, renal shutdown, koma, dan kematian (jika keadaan ini tidak ditangani dengan baik)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pengukuran hormone kortisol dan androgen, untuk mengukur kortisol total plasma (terikat dan bebas) menggunakan radioimmunoassay. Pada
keadaan normal kadar kortisol plasma tergantung keadaan pasien dan waktu pengukuran. Pada keadaan stress, saat pembedahan, dan setelah trauma dapat mencapai 40-60 µg/dL, pada pagi hari jam 8 pagi berkisar 10-12 µg/dL (Anwar, 2005). Pada hipoadrenal, terjadi penurunan kadar kortisol plasma kurang dari 5 µg/dL. 2. Hormone
ACTH
plasma,
dengan
pengukuran
menggunakan
immunoradiometric assay, kadar normal ACTH sebesar 10-50 pg/mL. Pada insufiensi adrenal primer kadar ACTH meningkat lebih cepat dari 250 pg/mL, sebaliknya pada hipoadrenalisme sekunder kadar ACTH plasma kurang dari 50 pg/mL (Anwar, 2005). 3. Pemeriksaan serum darah: Sodium menurun (N: 136-145 mEq/L) Potassium meningkat (N: 3,5-5,0 mEq/L) Kalsium meningkat (N: total 9-10,5 mg/dl) Bicarbonate meningkat (N: 23-30 mEq/L) BUN meningkat (N: 10-20 mg/dl) Glukosa menurun atau normal (N: 70-115 mg/dl) Kortisol menurun (N: pagi 5-23 mcg/dl. Sore 3-13 mcg/dl)
4. Peningkatan natrium urin 5. Pemeriksaan radiologi seperti CT Scan, magnetic resonance imaging (MRI) untuk memeriksa kelenjar adrenal dan pituitary. 6. Pemeriksaan EKG menunjukkan tanda-tanda hiperkalemia: kompleks QRS yang melebar dan meningkatkan PR interval Pada pasien yang memiliki gejala Addisonia yang khas, hasil pemeriksaan laboratorium berikut ini memberi kesan kuat kearah insufiensi adrenal akut: 1) Penurunan kadar kortisol plasma (kurang dari 10mkg/dl di padi hari); lebih rendah lagi pada malam hari 2) Penurunan kadar natrium serum dan kadar glukosa darah puasa 3) Peningkatan kadar kalium, kalsium, dan ureum dalam darah 4) Kenaikan hematokrit; peningkatan jumlah limfosit dan eosinofil
5) Foto rontgen yang memperlihatkan kalsifikasi adrenal jika penyebabnya infeksi 2.8 Penatalaksanaan
a. Perlu diperhatikan cairan dan elektrolit, rehidrasi cairan dan pemberian elektrolit. b. Pemberian dextrose 5%, bolus IV glukosa untuk koreksi hipoglikemia. c. Pemberian hidroktison 15-30 mg, terbagi dalam 2/3 dosis diberikan pagi hari dan 1/3 diberikan pada sore hari. d. Fludocortisone acetat, untuk mencegah kehilangan natrium dan mengatasi postural hipotensi, kelemahan dan hiperkalemia. e. Pemberian antibiotic atau terapi anti TBC sesuai dengan indikasi. f. Pemberian diet tinggi kalori, karbohidrat, protein dan vitamin, diberikan dalam skala kecil tapi sering untuk mengurangi mual dan muntah. g. Terapi sulih kortikosteroid seumur hidup, yang biasanya dilakukan dengan pemberian kortison atau hidrokortison; kedua preparat ini akan memberi efek mineralokortikoid (pada hipofungsi adrenal primer atau sekunder) h. Fluorokortison oral (Florinef), suatu mineralokortikoid sintesik untuk mencegah keadaan dehidrasi yang berbahaya, hipotensi, hiponatremia, dan hiperkalemia (pada penyakit Addison) i.
Penyuntikan bolus IV hidrokortison 100 mg setiap enam jam s ekali selama 24 jam; kemudian 50 hingga 100 mg yang disuntikkan IM atau diencerkan dalam larutan DS (dekstrosa dalam salin) dan disuntikkan melalui infuse sampai kondisi pasien stabil; mungkin diperlukan penyuntikan sampai 300 mg hidrokortison per hari dan 3 hingga 5L (3,2 hingga 5,3 qt) larutan DS (pada krisis adrenal).
Pertimbangan khusus
Jika pasien juga menderita diabetes, periksa kadar glukosa darah secara berkala karena terapi sulih kortikosteroid memerlukan penyesuaian takaran insulin.
Catat berat badan pasien dan asupan serta haluaran cairan dengan cepat cermat karena pasien pasien ini dapat mengalami deplesi volume. Sampai timbul efek mineralokortikoid, berikan cairan secara paksa untuk menggantikan kehilangan cairan yang berlebihan.
Untuk menangani pasien yang mendapatkan terapi sulih steroid: a. Atur diet yang mempertahankan keseimbangan natrium dan kalium. b. Jika pasien mengalami anoreksia, anjurkan makan enam kali sehari dalam porsi kecil untuk meningkatkan asupan kalori. Minta ahli diet agar mengatur penyediaan makanan yang tinggi protein dan tinggi karbohidrat. Sediakan makanan camilan untuk malam hari, yang akan diperlukan bila pasien mengalami hipoglikemia. c. Amati keadaan pasien yang mendapat terapi steroid untuk mendeteksi tanda-tanda cushingoid, seperti retensi cairan di sekitar mata dan wajah. Awasi kemungkinan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, khususnya jika pasien mendapat preparat mineralokortikoid. Pantau berat badan dan cek tekanan darah pasien untuk menilai status cairan tubuhnya. Ingat, steroid yang diberikan pada waktu senja atau pada malam hari dapat menstimulasi sistem saraf pusat dan menimbulkan insomnia pada sebagian pasien. Lakukan pemeriksaan untuk menemukan petekie karena pasien penyakit ini mudah mengalami memar. d. Jika pasien hanya mendapatkan glukokortikoid, amati kemungkinan hipotensi ortostatik atau abnormalitas elektrolit, yang dapat menunjukkan perlunya terapi mineralokortikoid. e. Jelaskan bahwa diperlukan terapi steroid seumur hidup. f. Ajarkan pasien gejala berlebihan dosis steroid (pembengkakan, kenaikan berat badan) dan kekurangan dosis steroid (letargi, lemah). g. Beri tahu pasien bahwa dosis obat mungkin perlu ditingkatkan pada saatsaat stress (misalnya, pada saat pasien menderita demam selesma). h. Ingatkan bahwa infeksi, cedera, atau pengeluaran keringat yang sangat banyak pada cuaca panas dapat memicu krisis adrenal. i.
Ajarkan pasien dan keluarganya cara memberikan suntikan hidrokortison.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian
Identitas Klien Nama: Umur: Jenis Kelamin: Berat badan : Alamat: Pekerjaan: Agama:
Keluhan Utama Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan mual, muntah, anoreksia, dan mudah lelah.
Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Dahulu Meliputi penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya, termasuk tuberculosis, kanker, penyakit autoimun, dsb. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Keluhan pasien pada saat ini, misalnya: mual, muntah, anoreksia, dll. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
Pemeriksaan Fisik a.
Aktivitas / istirahat
Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari. Tidak mampu beraktivitas atau bekerja
Tanda : Peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas yang minimal. Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi, depresi, gangguan konsentrasi, letargi
b. Sirkulasi
Tanda : Hipotensi termasuk hipotensi postural, takikardi, disritmia, suara jantung melemah, nadi perifer melemah, pengisian kapiler memanjang, ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat
c. Integritas ego
Gejala : adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan. Perubahan gaya hidup. Ketidakmampuan mengatasi stress.
Tanda : Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil
d. Eliminasi
Gejala : diare, sampai adanya konstipasi, kram abdomen, perubahan frekuensi dan karakteristik urin
Tanda : Diuresis yang diikuti oliguria
e. Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksia berat, mual, muntah, kekurangan zat garam, BB menurun dengan cepat
Tanda : Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering
f. Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan
Tanda : disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan,cemas, koma (dalam keadaan krisis)
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstrimitas (pada keadaan krisis)
h. Pernapasan
Gejala : Dipsnea
Tanda : Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels, ronkhi pada keadaan infeksi.
i.
Keamanan
Gejala : tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas
Tanda : Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena
sinar matahari) menyeluruh atau berbintik bintik. Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis). j.
Seksualitas Gejala : Adanya riwayat menopause dini, amenore. Hilangnya
tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita). Hilangnya libido. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Resiko Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron) 2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia), defisiensi glukokortikoid 3) Intoleransi aktifitas b/d kelemahan fisik. 4) Perubahan proses pikir b/d penurunan kadar natrium (hipotremia), penurunan kadar glukosa (hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa 5) Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan. 3. Intervensi
No. 1.
DIAGNOSA
NOC
Resiko
Keseimbangan
kekurangan
cairan dan
volume cairan
elektrolit
dan b.d
elektrolit
NIC 1. Manajemen elektrolit Identifikasi
kemungkinan penyebab dari ketidakseimbangan elektrolit. Monitor mual dan
muntah. Sediakan diet yang
sesuai untuk ketidakseimbangan elektrolit pasien. 2. Manajemen cairan
Berikan cairan. Monitor tanda dan
gejala retensi cairan. 3. Monitor cairan Tentukan kemungkinan
faktor risiko ketidakseimbangan cairan. Monitor berat. Monitor intake dan
output. 2.
Nutrisi kurang Status nutrisi dari kebutuhan tubuh b.d
Kriteria hasil :
- Adanya
1. Monitor nutrisi Timbang berat badan
pasien Monitor adanya
peningkatan BB
penuruna berat badan
sesuai dengan
pasien
tujuan
- BB ideal sesuai dengan tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi
Monitor turgor kulit Monitor makanan
kesukaan Monitor kalori dan
intake nutrisi Banyak makan(sedikit,
kebutuhan
tapi sering), banyak
nutrisi
minum, buah
- Tidak ada tanda – tanda malnutrisi
- Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
2. Nutrition manajement Kaji adanya alergi
makanan Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
Berikan kalori tentang
kebutuhan nutrisi Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C Berikan subsatansi gula Yakinkan diet yang
dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan kebutuhan yang dibutuhkan Kolaborasi : kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
3.
Intoleransi aktivitas b.d
Activity tolerance Kriteria hasil :
- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertaipenignka
1. Energy management Observasi adanya
pembatasan klien dalam melakukan aktivitas Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan Monitor nutrisi dan
tan TD, nadi dan
sumber energy yang
RR
adekuat
- Mampu
Monitor pasien akan
melakukan
adanya kelelahan fisik
aktivitas sehari
dan emosi secara
– hari (ADLs)
berlebihan
secara mandiri
Monitor espon
kardiovaksuler terhadap aktivitas Monitor tidur dan
lamanya tidur/istirahat pasien
2. Activity therapy Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan Bantu pasien untuk
memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologidan sosial Bantu untuk
mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diingikan Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas yang disukai Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual Kolaborasi :kolaborasi
dengan tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan program terapi yang tepat 3. Konseling nutrisi Tegakkan sebuah
hubungan terapeutik berdasarkan kepercayaan dan respect. Diskusi makanan
kesukaan dan yang tidak disukai pasien. Bantu pasien untuk
menghitung apa biasanya yang dimakan dalam waktu 24 jam. 4. 5.
Ansietas
b.d
-
kondisi penyakit
Level kecemasan
1. Penurunan kecemasan Sediakan informasi
Kontrol
faktual perhatian
kecemasan diri
diagnosis, perawatan
-
Konsentrasi
dan prognosis.
-
Koping
-
Level
untuk bersama dengan
hiperaktif
pasien.
-
Anjurkan keluarga
Anjurkan verbalisasi
dari perasaan, persepsi dan ketakutan. Identifikasi ketika level
kecemasan berubah. Intruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi. 2. Koping lingkungan Nilai ketidakpahaman
pasien tentang proses penyakit. Nilai dan diskusikan
respon alternative dari situasi. Bantu pasien dalam
membangun nilai objektif di keadaan. Sediakan informasi
terbaru mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis. Nilai aktivitas social
dan komunitas.