LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR KOMPRESI THORAKAL DI PAV H1 RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA
1. Pengertian
Cedera vertebra torakolumbalis merupakan suatu kondisi patah atau dislokasi tulang belakang dengan atau tanpa t anpa defisit neurolo gis.
2. Anatomi Fisiologi
A. Anatomi Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot otot-o tot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia :
Gambar 1: Anatomi Tulang
Sumber : www.adam.com Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006). Toraks merupakan rangka yang menutupi dada dan melindungi organ-organ penting di dalamnya. Secara umum toraks tersusun atas klavikula, skapula, sternum, dan tulang-tulang kostal. 1)
Skapula merupakan tulang yang terletak di sebelah posterior, dan berartikulasi
dengan klavikula melalui akromion. Selain itu, skapula juga berhubungan dengan humerus melalui fossa glenoid. 2)
Klavikula merupakan tulang yang berartikulasi dengan skapula melalui
akromion, dan di ujungnya yang lain berartikulasi dengan manubrium sternum. 3)
Sternum merupakan suatu tulang yang memanjang, dari atas ke bawah,
tersusun atas manubrium, korpus sternum, dan prosesus xyphoideus. Manubrium berartikulasi dengan klavikula , kostal pertama, dan korpus sternum. Sedangkan korpus stenum merupakan tempat berartikulasinya kartilago kostal ke-2 hingga kostal ke-12. 4)
Tulang-tulang kostal merupakan tulang yang berartikulasi dengan vertebra
segmen torakal di posterior, dan di anterior berartikulasi dengan manubrium dan korpus sternum. Ada 12 tulang kostal; 7 kostal pertama disebut kostal sejati (karena masing-masing secara terpisah di bagian anterior berartikulasi dengan manubrium dan korpus sternum), 3 kostal kedua disebut kostal palsu (karena di bagian anterior ketiganya melekat dengan kostal ke-7), dan 2 kostal terakhir disebut kostal melayang (karena di bagian anterior keduanya tidak berartikulasi sama sekali) (Davis Company; 2007). 2.
Sistem Persendian
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot.
Sendi dilkasifikasikan berdasarkan strukturnya, yaitu: a.
Sendi fibrosa (sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang dihubungkan oleh seratserat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat misalnya sutura tulang tengkorak. b.
Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)
Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh jaringan fibrosa kuat yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara korpus vertebra dan simfisis pubis. Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan sedikit bebas. c.
Sendi synovial (diartrodial)
Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan yang bebas (mis., lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, dll.) tetapi beberapa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak (misal, sendi sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul fibrosa dibatasi dengan membran sinovial tipis. Membran ini mensekresi cairan sinovial ke dalam ruang sendi untuk melumasi sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml). hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuclear. Cairan synovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi. Permukaan tulang dilapisi dengan kartilago artikular halus dan keras dimana permukaan ini berhubungan dengan tulang lain. Pada beberapa sendi terdapat suatu sabit kartilago fibrosa yang sebagian memisahkan tulang-tulang sendi (mis., lutut, rahang). Jenis sendi synovial : 1)
Sendi peluru, missal pada persendian panggul dan bahu, memungkinkan
gerakan bebas penuh. 2)
Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah dan
contohnya adalah siku dan lutut. 3)
Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling tegak lurus.
Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu. 4)
Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna. Memungkinkan
rotasi untuk melakukan aktivitas seperti memutar pegangan pintu. 5)
Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah dan contohnya
adalah sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan.
B. Fisiologi Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam
yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain: 1) Sebagai Kerangka Tubuh Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh. 2) Proteksi Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae (iga). 3) Ambulasi dan Mobilisasi Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat padanya. 4) Deposit Mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh. 5) Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu.
3. Patofisiologi
Fraktur kompresi torakolumbal dapat disebabkan oleh trauma langsung pada toraks yang menyebabkan fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur kompresi dan fraktur-dislokasi biasanya stabil. Akan tetapi, kanalis spinalis pada segmen thoraks relatif sempit sehingga kerusakan korda sering ditemukan dengan manifestasi neurologis. Pada trauma langsung dengan energi yang hebat terjadi fraktur kompresi pada daerah thorakal. Pada trauma tidak langsung, fraktur kompresi thorakal dapat terjadinya apaila energi yang diterimanya melebihi batas toleransi dan kelenturan costae. Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah. Fraktur kompresi thorakolumbal yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai
intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung.
4. Etiologi
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok : A. Disebabkan trauma 1) Trauma tumpul Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain: Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian. 2)Trauma Tembus Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan luka tembak B. Disebabkan bukan trauma Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.
5. Manifestasi Klinik
a. Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada b. Adanya gerakan paradoksal c. Tanda – tanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea. d. Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri e. Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha untuk membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri. f. Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk g. Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar suara udara yang “dihisap” masuk ke dalam rongga dada. h. Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok. 6. Penatalaksanaan Dan Terapi
A. Konservatif 1)
Pemberian analgetik
2) Pemasangan plak/plester 3) Jika perlu antibiotika 4) Fisiotherapy B. Operatif/invasif 1) Pamasangan Water Seal Drainage (WSD). 2) Pemasangan alat bantu nafas. 3) Pemasangan drain. 4) Aspirasi (thoracosintesis). 5) Operasi (bedah thoraxis) 6) Tindakan untuk menstabilkan dada: a) Miring pasien pada daerah yang terkena. b) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena 7) Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria sebagai berikut: a) Gejala contusio paru b) Syok atau cedera kepala berat.
c) Fraktur delapan atau lebih tulang iga. d) Umur diatas 65 tahun. e)
Riwayat penyakit paru-paru kronis.
8) Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam. 9) Oksigen tambahan.
7. Concept Map Trauma dan cedera pada tulang belakang torakolumbal
Fraktur vertebra cedera medula spinalis area torakolumbal
Kerusakan badan vertebra Spasme otot paravertebral, iritasi serabut saraf Prosedur pembedahan Kerusakan neuromuskular pada area operasi
Luka insisi pascabedah
Kerusakan jalur saraf akibat adanya transeksi korda
Resiko tinggi infeksi
Paralisis dan paraplegia Gangguan fungsi rektum dan kandung kemih
Perasaan nyeri, ketidaknyamanan Nyeri
Respons psikologis, prognosis kelumpuhan menetap Ansietas Gangguan konsep diri (gambaran diri)
Resiko tinggi trauma Hambatan mobilitas
Gangguan eliminasi alvi
Resiko tinggi kontraktur sendi, atrofi otot
Penekanan setempat
Dekubitus Aktual/resiko tinggi kerusakan integritas jaringan
8. SPO
A. Standar Prosedur Operasional Kateter 1) Pengertian
: adalah tindakan memasukkan selang karet atau plastik ke
dalam vesika urinaria (kandung kemih)melalui uretra. 2) Tujuan
: Menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandung
kemih, mengatasi retensi perkemihan, mendapatkan urine steril untuk spesimen 3) Alat dan bahan a. Bak instrumen steril berisi: 1)) Handscoon steril 2)) Duk berlubang dan tidak berlubang 3)) Larutan pembersih antiseptik (Betadine: pria, Kapas sublimat: wanita) 4)) Kasa 5)) 1 buah bengkok 6)) 1 buah pinset antomis steril 7)) Kateter steril 8)) 1 buah cucing
8. SPO
A. Standar Prosedur Operasional Kateter 1) Pengertian
: adalah tindakan memasukkan selang karet atau plastik ke
dalam vesika urinaria (kandung kemih)melalui uretra. 2) Tujuan
: Menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandung
kemih, mengatasi retensi perkemihan, mendapatkan urine steril untuk spesimen 3) Alat dan bahan a. Bak instrumen steril berisi: 1)) Handscoon steril 2)) Duk berlubang dan tidak berlubang 3)) Larutan pembersih antiseptik (Betadine: pria, Kapas sublimat: wanita) 4)) Kasa 5)) 1 buah bengkok 6)) 1 buah pinset antomis steril 7)) Kateter steril 8)) 1 buah cucing b. Handscoon bersih c. Minyak pelumas / jelly d. Perlak e. 1 buah Bengkok f.
Handuk bawah
g. Korentang steril h. Tempat spesimen 4) Prosedur a) Salam terapeutik dan menjelaskan maksud dan tujuan dari prosedur pemasangan kateter kepada klien. Serta melaskan sensasi tekanan yang akan dirasakan selama keteter dimasukkan. b) Tutup tirai dan pintu kamar pasien c) Cuci tangan d) Memakai sarung tangan bersih e) Naikkan sisi pengaman tempat tidur pada sisi yang berlawanan dengan tempat anda berdiri. f) Pasang perlak dan handuk
g) Atur posisi klien: Wanita: posisikan dorsal recumbent ( telentang dengan lutut ditekuk) Pria: bantu untuk mengambil posisi supinasi (telentang) h) Lepaskan celana pasien i) Observasi tingkat kekotoran daerah genetalia j) Tuang betadine dan kapas sublimat ke dalam cucing. k) Tuang jelly ke dalam kasa l) Dekatkan bengkok non steril di dekat perawat m) Kenakan handscoon steril n) Pasang duk tidak berlubang dan berlubang o) Dekatkan bengkok steril di dekat daerah yang akan dibersihkan dan dekatkan cucing yang sudah berisi kapas sublimat. p) Oleskan jelly disepanjang sisi ujung kateter: Wanita: 2,5 – 5 cm Pria: 7 – 12,5 cm. q) Bersihkan meatus uretra: Wanita : 1)) Buka labia dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari kiri, lalu sedikit ditarik keatas dengan hati – hati sehingga keseluruhan meatus uretra terlihat. Pertahankan posisi. 2)) Ambil kapas dengan pinset atau tangan dan bersihkan daerah meatus, bersihkan daerah labia luar, terakhir bagian meatus, kapas hanya sekali pakai Pria : 1)) Pegang daerah dibawah gland penis,prepusium ditarik kebawah. Pertahankan posisi. 2)) Bersihkan dengan arah melingkar dari meatus keluar,dengan pinset atau kapas betadine. Ulangi proses ini tiga kali, dengan mengganti bola kapas setiap kali proses. r) Setelah selesai buang ke dalam bengkok yang non steril s) Ambil kateter dengan hati-hati jangan sampai mengenai ujung kateter t) Memasukkan kateter : Wanita : pegang kateter
1)) Minta klien mengambil nafas dalam, masukkan kateter melalui meatus secara perlahan. (apabila tidak ada urine yang muncul setelah selang dimasukkan beberapa centimeter, kateter mungkin masuk kedalam vagina. Apabila kateter masuk kedalam vagina, biarkan ditempat kemudian ambil dan masukkan kateter lain kemudian lepaskan kateter yang pertama). 2)) Masukkan kateter sekitar 2.5 – 5 cm pada orang dewasa, 2,5 cm pada anak, atau sampai urine keluardan tampung pada bengkok. Apabila ada tahanan jangan memaksa kateter untuk masuk. Pria : tegakkan penis dengan sudut 90 derajat 1)) Masukkan kateter 7,5 – 12,5 cm pada orang dewasa, 5 – 7,5 cm pada anak, atau sampai urine keluar dan tampung pada bengkok. Apabila ada tahanan, jangan memaksa kateter untuk masuk. u) Ambil tempat spesimen kemudian masukkan urine sesuai kebutuhan setelah itu kembalikan ke bengkok dan tunggu sampai urine habis v) Lepaskan kateter w) Rapikan alat-alat pada tempatnya x) Pasang kembali celana pasien dan kembalikan pada posisi semula y) Rapikan handuk dan perlak z) Lepas handscoon dan cuci tangan å) Salam terminasi ä) Dokumentasi meliputi prosedur pelaksanaan, kondisi perineum, konsistensi warna, bau, jumlah urine, reaksi pasien 9. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian 1) Riwayat Penyakit Sekarang Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahrga, kecelakaan industri, kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak. Pengkajian meliputi hilangnya sensabilitas, paralisis, ileus aralisis, retensi urine, dan hilangnya refleks.
2) Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian perlu ditanyakan, meliputi adanya penyakit degeneratif dengan tulang belakang seperti osteoporosis, osteoartritis, spondilitis, spondiolitesis, stenosis spinal yang memungkinkan terjadinya kelainan tulang belakang. 3) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik. 4) Pola Kesehatan Fungsional a) Aktivitas / Istirahat Keterbatasan gerak/ kehilangan fungsi motorik pada bagian yang terkena ( dapat segera atau sekunder, akibat pembengkakan atau nyeri). Serta adanya kesulitan dalam istiraha-tidur akibat nyeri. b) Sirkulasi Tanda : Hipertensi ( kadang-kadang terlihat respons terhadap nyeri atau ansietas)
atau
hipotensi
(hipovolemia).
Takikardi
(respons
stress,
hipovolemia. Penurunan atau tak teraba nadi distal, pengisian kapiler lambat, kulit dan kuku pucat atau sianosis. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera. c) Neurosensori Gejala: Hilang gerak atau sensasi, spasme otot. Kebas atau kesemutan (parestesi) Tanda: Deformitas tulang, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan atau hilang fungsi. Agitasi berhubungan dengan nyeri, ansietas, trauma lain. d) Nyeri / Kenyamanan 1)) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf . 2)) Spasme / kram otot (setelah imobilisasi) e) Keamanan 1)) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
2)) Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tibatiba). f) Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap. g) Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan pandangan terhadap dirinya yang salah. h) Pola Sensori dan Kognitif Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur. i) Pola Nilai dan Keyakinan Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak yang di alami klien.
5) Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum : keadaan baik dan buruknya pasien. Tanda-tnda yang perlu dicatat adalah kesadaran pasien, kesakitan satau keadaan penyakit, tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan lokal, baik fungsi maupun bentuk. b) B1 (Breathing)
: tidak mengalami kelainan
c) B2 (Blood)
: tidak ada iktus jantung, nadi meningkat, iktus tidak
teraba, S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur. d) B3 (Brain)
: tingkat kesadaran biasanya kompos mentis, status
mental tidak mengalami perubahan. e) B4 (Bladder)
: biasanya mengalami inkontinensia
urine, reflek
kandung kemih hilang sementara. f) B5 (Bowel)
: masalah nyeri pada
fraktur kompresi
thorakal
menyebabkan pasien kadang-kadang mual-muntah sehingga pemenuhan nutrisi menjadi berkurang.
g) B6 (Bone)
: adananya ileus paralitik, hilangnya bising usus,
kembung, dan defekasi tidak ada. 1)) Look : adanya perubahan warna kulit, abrasi, memar pada punggung. Pada pasien yang telah lama dirawat dirumah sering didapatkan adanya dekubitus di daerah bokong adanya hambatan untuk beraktivitas karena kelemahan, keilangan sendori, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktvitas dan istirahat. 2)) Feel : prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji adanya suatu celah yang
dapat
diraba
akibat
robeknya
ligamen
posterior
yang
menandakan cedera yang tidak stabil. Sering didapatkan adanya nyeri tekan pada area lesi. 3)) Move : gerakan tulang punggung atau spina tidak boleh dikaji. Disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh ekstremitas bawah. Kekuatan otot dinilai dengan menggunakan derajat kekuatan otot. B. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri berhubungan dengan luka post operasi 2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri sekunder akibat insisi pembedahan 3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan. C.
Intervensi 1) Nyeri berhubungan dengan luka post operasi a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu beradaptasi dengan nyeri yang di alami. b)
Kriteria hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.
c) Intervensi : 1)) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga. Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif. 2)) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri. Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan skala nyeri. 3)) Jelaskan pada klien penyebab nyeri. Rasional: memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
4)) Observasi
tanda-
tanda
vital.
Rasional:
untuk
mengetahui
perkembangan klien. 5)) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik. Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgetik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri. 2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri sekunder akibat insisi pembedahan a) Tujuan : pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal b) Kriteria hasil : klien mampu melakukan pergerakan dan perpindahan, mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat bantu 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan pengawasan dan pengajaran. 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas. c) Intervensi 1)) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional:
mengidentifikasi
masalah,
memudahkan
intervensi. 2)) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas. Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktifitas apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan. 3)) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. 4)) Ajarkan dan dukkung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. 5)) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi. Rasional: sebagai suatu
sumber
untuk
mengembangkan
perencanaan
dan
mempertahankan atau meningkatkan mobilitas pasien. 3) Resiko infeksi berhubungan dengan respon inflamasi tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan. a) Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrol
b) Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. c) Intervensi : 1)) Pantau tanda-tanda vital Rasional: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat. 2)) Lakukan
perawatan
luka
dengan
tehnik
aseptik.
Rasional:
mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen. 3)) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse, kateter, drainase luka, dll. Rasional: untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial. 4)) Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit. Rasional: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bias terjadi akibat terjadinya proses infeksi. 5)) Kolaborasi
untuk
pemberian
antibiotic.
Rasional:
antibiotic
mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen. 10. DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif.2008.”Buku Ajar Asuhan Ke perawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal”.Jakarta: EGC Price dan Wilson.2006.”Patofisiologi Konsep Klinis Proses- proses Penyakit”. Jakarta : EGC