LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2 BLOK XX PSIKIATRI
PEMAPARAN SKENARIO PASIEN GANGGUAN AFEKTIF EPISODE MANIK
KELOMPOK 11 : Adigama Priamas
(G0010002)
Jeanne Fransisca
(G0010106)
Aisya Fikritama A
(G0010010)
M Luthfiyanto
(G0010128)
Asih Anggraini
(G0010032)
Steffi Meidiana
(G0010180)
Ekkim Al Kindi
(G0010066)
Triono Agung Sakti
(G0010190)
Ikhsan Marsaid
(G0010098)
Tutor:
Dr. H. Hari Wujoso, dr., Sp.F., M.M.
UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER 2012
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15%. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% di perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat. Perempuan dua kali lipat lebih besar daripada laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan. Gangguan depresi umumnya terjadi pada awitan diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa kanak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan adanya gangguan tidur sehingga dapat meningkatkan stressor bagi penderita tersebut. Selain itu, penggunan alkohol dan penyalahgunaan zat dapat menjadi faktor predisposisi pula. Adapun skenario yang akan dibahas dalam laporan adalah sebagai berikut. Nn. S, usia 20 tahun, mahasiswi, dibawa ke Puskesmas oleh ibunya karena beberapa hari tidak tidur dan setiap hari selalu berkaraoke sampai dini hari, sehingga mengganggu keluarga dan tetangga. Bila diingatkan pasien merasa tersinggung ters inggung dan marah-marah. Dari pemeriksaan status mental didapatkan logorrhoe dan euphoria, euphoria, merasa tidak perlu tidur maupun obat-obatan karena merasa baik-baik saja. Dari alloanamnesis diketahui bahwa pasien pernah mengalai gangguan serupa kurang lebih 2 tahun yang lalu.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana fisiologi tidur?
2.
Apa yang dimaksud dengan gangguan tidur?
3.
Apa macam-macam gangguan tidur?
4.
Apa saja jenis dan simtom gangguan mood/afektif?
5.
Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis dari jenis-jenis gangguan mood/afektif?
6.
Apa saja diagnosis banding dari gangguan jiwa yang dialami pasien?
C. TUJUAN PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN
1.
Menjelaskan fisiologi tidur
2.
Menjelaskan gangguan tidur
3.
Menjelaskan jenis gangguan tidur dan keterkaitannya dengan gangguan jiwa yang lain, terutama gangguan mood/afektif
4.
Menjelaskan jenis dan simtom gangguan mood/afektif
5.
Menjelaskan jenis-jenis gangguan mood/afektif, penatalaksanaan dan prognosisnya
6.
Menjelaskan diagnosis banding dari gangguan jiwa
D. MANFAAT
1.
Mengetahuifisiologi tidur
2.
Mengetahui gangguan tidur
3.
Mengetahui jenis gangguan tidur dan keterkaitannya dengan gangguan jiwa yang lain, terutama gangguan mood/afektif
4.
Mengetahui jenis dan simtom gangguan mood/afektif
5.
Mengetahui jenis-jenis gangguan mood/afektif, penatalaksanaan dan prognosisnya
6.
Menjelaskan diagnosis banding dari gangguan jiwa
BAB II STUDI PUSTAKA DAN DISKUSI
Jump 1 Memahami skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario.
1. Euphoria : Rasa senang secara fisik dan mental yang berlebihan. Keadaan ini juga merupakan ciri khas utama mania. 2.
Reatardasi psikomotor : Keadaan lambatnya efek motorik kegiatan serebral yang berhubungan dengan psikis.
3.
Mood depresi : Emosi rasa sedih yang berlebiahan, menetap dan meresap sehingga terjadi gangguan fungsi peran, sosial, dan perawatan diri. Mood bersifat subjektif.
4.
Afek menyempit : Ekspresi eksternal emosi yang terbatas dan merupakan gambaran mental secara objektif.
5. Reming : Arus lambat, biasanya berhenti bicara sementara dan bisa berlanjut kembali. 6. Blocking : Penghentian pikiran secara tiba-tiba; berhenti total. 7.
Waham : Keyakinan suatu isi pikiran yang tidak sesuai kenyataan.
8.
Halusinasi : Respon sensorik tanpa adanya pengaruh rangsang objek nyata
9.
Ilusi : Gangguan penerimaan rangsan sensoris yang dipengaruhi oleh rangsang objek nyata.
Jump 2 Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
1. 2. 3.
Bagaimana fisiologi dari tidur dan nafsu makan? Bagaimana fisiologi dari pengaturan emosi,mood,dan afek? Apakah saja gangguan dari tidur dan gangguan nafsu makan?
4. 5. 6. 7. 8.
Apakah perbedaan dari reming dan bloking? Bagaimana patofisiologi dari gejala klinis yang dialami oleh pasien? Apakah Diferensial Diagnosis dari kasus yang terdapat dalam skenario? Apakah Diagnosis kerja dari kasus yang terdapat dalam skenario? Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus yang terdapat dalam skenario? 9. Bagaimana penetalaksaan kasus yang terdapat dalam skenario? 10. Bagaimana prognosis kasus yang terdapat dalam skenario?
Jump 3 dan 4 Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah 2).
1.
Fisiologi Tidur
Tidur merupakan suatu cara melepaskan faktor kelelahan jasmani dan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state. Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu: A. Tipe Rapid Eye Movement (REM) B. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16- 20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 910 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa. Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu: A. Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K. B. Tidur stadium dua Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K C. Tidur stadium tiga Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle. D. Tidur stadium empat Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam. Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awal tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut: a) NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13% b) REM; 25 %.
2.
Gangguan tidur
Internasional Classification of Sleep Disorders A. Dissomnia a) Gangguan tidur intrisik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksi saluran nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur berlebihan (hipersomnia), idiopatik. b) Gangguan tidur ekstrisik Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik, ketergantungan alkohol, obat hipnotik atau stimulant . c) Gangguan tidur irama sirkadian Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur, sindroma fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidur selama 24 jam.. B. Parasomnia a. Gangguan aurosal. b. Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional c. Gangguan antara bangun-tidur d. Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kramkaki, gangguan gerak berirama. e. Berhubungan dengan fase REM. f. Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest. g. Parasomnia lain-lainnya. h. Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, distonia. i. Parosismal. C. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri a. Gangguan mental. b. Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol c. Berhubungan dengan kondisi kesehatan. d. Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis), epilepsi, e. status epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik kepala, stroke, Gilles de-la tourette sindroma. f. Berhubungan dengan kondisi kesehatan. g. Penyakit asma,penyakit jantung, ulkus peptikus, sindroma fibrositis, refluks. h. gastrointestinal, penyakit paru kronik (PPOK). D. Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi
3.
Fisologi Nafsu Makan
Nafsu makan di atur oleh sistem limbik yaitu jaringan kortikal yang mengelilingi regio basal cerebrum dan pada perkembangannya diperluas artinya keseluruh lintasan neuronal yangt mengatur perilaku emosional juga
mengatur kondisi suhu tubuh,osmolalitas cairan tubuh,dan dorongan untuk makan dan minum serta mengatur berat badan. Fungsi internal ini secara bersama-sama disebut fungsi vegetatif otak yang berkaitan erat pengaturannya dengan perilaku. Fungsi dari perilaku hipotalamus dan sistem limbik : A. Perangsangan pada hipotalamus lateral tidak hanya mengakibatkan timbulnya rasa haus dan nafsu makan tapi juga besarnya aktivitas emosi binatang seperti timbulnya rasa marah yang hebat dan ingin berkelahi B. Perangsangan nukleus ventromedial dan area sekelilingnya bila dirangsang akan menimbulkan rasa kenyang dan menurunkan nafsu makan dan binatan menjadi tenang. C. Perangsangan pada daerah zona tipis dari nuklei paraventrikulernya yang terletak sangat berdekatan dengan ventrikel ketiga akan berhubungan dengan rasa takut dan reaksi terhukum. Hipotalamus merupakan pengatur utama sistem limbik dan jaras pengeluaran dari sistem limbik. Pada umumnya perangsangan pada daerah hipotalamik lateral akan berhubungan dengan pengaturan gastrointestinal dimana berhubungan dengan pusat lapar,bila daerah ini rusak maka akan terjadi kehilangan nafsu makan menyebabkan kematian karena kelaparan. Pusat kenyang terdapat pada nukleus ventromedial,bila daerah ini dirangsang maka akan menghentikan makannya dan benar-benar mengabaikan makanan. 4.
Diagnosa Banding A. GANGGUAN DEPRESI Depresi merupakan salah satu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga, merasa kosong, dan tidak ada harapan, berpusat pada kegagalan dan menuduh diri, dan sering disertai iri dan pikiran bunuh diri, klien tidak berminat pada pemeliharaan diri dan aktivitas sehari-hari. (Kelliat, B.A, 1996)
1) PENDAHULUAN Epidemiologi Insiden dan prevalensi. Gangguan depresi berat, paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15%. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% di perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.
Jenis kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih besar daripada lakilaki. Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan. Usia. Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% awitan diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa kanak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguan alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut. Status perkawinan. Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah. Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk lakilaki. Faktor sosioekonomi dan budaya. Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan. (Elvira, 2010) Etiologi Faktor organobiologi Dilaporkan terdapat kelainan di metabolit amin biogenik-seperti asam 5-hydroxyindolacetic (5-HIAA), asam homovalinic (HVA), dan 3-methoxy-4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG)di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal (CSF) pasien dengan gangguan mood. Paling konsisten adalah hipotesis gangguan mood berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik. Amin biogenik. Norepinefrin dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling terlibat dalam patofisiologi gangguan mood. Norepinefrin. Penurunan regulasi reseptor β adrenergik dan respon klinik antidepresan mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti lain juga melibatkan reseptor β 2 presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. reseptor β2-presinaptik juga terletak pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin. Dopamin. Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperkaya
hubungan antara dopamin dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamin D 1 mungkin hipoaktif pada depresi. Serotonin. Aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung jawab untuk kontrol regulasi afek, agresi, tidur, dan nafsu makan. Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang berkurang di celah sinaps dikatakan bertanggung jawab untuk terjadinya depresi. Faktor genetik Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood, tetapi jalur penurunan sangat kompleks. Tidak hanya sulit untuk mengabaikan efek psikososial, tetapi juga, faktor nongenetik kemungkinan juga berperan sebagai penyebab berkembangnya gangguan mood setidak-tidaknya pada beberapa orang. Penelitian dalam keluarga. Generasi pertama, lebih sering 2-10 kali mengalami depresi berat. Penelitian yang berkaitan dengan adopsi. Dua dari tiga studi menemukan gangguan depresi berat diturunkan secara genetik. Studi menunjukkan, anak biologis dari orang tua yang terkena gangguan mood berisiko untuk mengalami gangguan mood walaupun anak tersebut dibesarkan oleh keluarga angkat. Penelitian yang berhubungan dengan anak kembar. Kembar monozigot sebesar 50% dan kembar dizigot sebesar 10-25%. Pada anak kembar dizigotik Gangguan Depresi Berat terdapat sebanyak 13-28%, sedangkan pada yang kembar monozigotik 53-69%. Faktor psikososial Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan. Peristiwa kehidupan dengan stressfull sering mendahului episode pertama, dibandingkan episode berikutnya. Faktor kepribadian. Semua orang, apapun pola kepribadiannya, dapat mengalami depresi sesuai dengan situasinya. Peristiwa stressfull merupakan prediktor terkuat untuk episode depresi. Riset menunjukkan bahwa pasien yang mengalami stressor akibat tidak adanya kepercayaan diri lebih sering mengalami depresi. Faktor psikodinamik pada depresi. Pemahaman psikodinamik depresi yang ditemukan oleh Sigmon Freud dan dilanjutkan dengan Karl Abraham dikenal sebagai pandangan klasik dari depresi. Teori tersebut termasuk 4 hal utama: (1) Gangguan hubungan ibu-anak selama fase oral (10-18 bulan) menjadu faktor predisposisi untuk rentan terhadap episode depresi berulang; (2) depresi dapat dihubungkan dengan kenyataan atau bayangan kehilangan objek; (3) introjeksi
merupakan terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk mengatasi pernderitaan yang berkaitan dengan kehilangan objek; (4) akibat kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci dan cinta, perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri. Formulasi lain dari depresi. Teori Kognitif. Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang menghasilkan kecenderungan seseorang menjadi depresi. Postulat Aaron Beck menyatakan trias kognitif dari depresi mencakup : a. pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi negatif terhadap dirinya . b. tentang lingkungan yakni kecenderungan menganggap dunia bermusuhan terhadapnya. c. tentang masa depan yakni bayangan penderitaan dan kegagalan. (Elvira, 2010) 2)
DEPRESI SEBAGAI BAGIAN DARI GANGGUAN ALAM PERASAAN Kelainan fundamental dan kelompok gangguan alam perasaan yang membedakan dengan kelompok gangguan kejiwaan lainnya adalah adanya perubahan suasana perasaan (mood), biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau ke arah elasi. Perubahan efek ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktifitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut. (Maslim, 2001) Tabel 2.3 Klasifikasi Gangguan Perasaan (mood).(Maslim, 2001) Kode F.32. F.32.0 F.32.00 F.32.01 F.32.1 F.32.10 F.32.11 F.32.2 F.32.3 F.32.8 F.32.9 F.33
Jenis Gangguan Suasana Perasaan (mood) Episode depresi Episode depresi ringan Tanpa gejala somatik Dengan gejala somatik Episode depresi sedang Tanpa gejala somatik Dengan gejala somatik Episode depresi berat tanpa gejala psikotik Episode depresi berat dengan gejala psikotik Episode depresi lainnya Episode depresi yang tidak tergolongkan (unspecified) Gangguan depresi berulang
F.33.0 F.33.00 F.33.01 F.33.1 F.33.01 F.33.11 F.33.2 F.33.3 F.33.4 F.33.8 F.33.9
Gangguan depresi berulang, episode kini ringan Tanpa gejala somatik Dengan gejala somatik Gangguan depresi berulang, episode kini sedang Tanpa gejala somatik Dengan gejala somatik Gangguan depresi berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik Gangguan depresi berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik Gangguan depresi berulang, kini di atas remisi Gangguan depresi berulang lainnya Gangguan depresi berulang yang tidak tergolongkan (unspecified)
3) GEJALA DAN PENEGAKKAN DIAGNOSIS DEPRESI Untuk menegakkan diagnosa depresi seseorang, maka yang dipakai pedoman adalah ada tidaknya gejala utama dan gejala penyerta lainnya, lama gejaa yang muncul, dan ada tidaknya episode depresi ulang (Maslim, 2001). Sebagaimana tersebut berikut ini : 1. Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat a. Afek depresi. b. Kehilangan minat dan kegembiraan. c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. 2. Gejala penyerta lainnya: a. Konsentrasi dan perhatian berkurang. b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang. c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna. d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis. e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri. f. Tidur terganggu. g. Nafsu makan berkurang. Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis depresi ringan (F.32.0), sedang (F.32.1) dan berat (F.32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresi berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresi berulang (F.33). 1) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Ringan a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas b. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya c. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu d. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya. 2) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Sedang a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama b. Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya c. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu d. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga. 3) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik a. Semua 3 gejala utama depresi harus ada b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat c. Bila ada gejala penting (misal retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan. d. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. 4) Pedoman Diagnostik Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas (F.32.2) tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau
kotoran. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. 4) DEPRESI SEBAGAI BAGIAN DARI REAKSI KEHILANGAN Murray (1991) menyatakan bahwa kehilangan, berpisah dengan barang, orang, status, sesuatu yang dicintainya, atau tempat dimana ia berada adalah faktor pencetus terjadinya depresi. Kehilangan dapat berupa kehilangan yang nyata atau aktual ataupun yang dirasakan sementara ataupun menetap. Kubler Ross (1998), menyatakan bahwa reaksi kehilangan ada 5 tahap, yaitu : 1. Deniel 2. Anger 3. Bergaining 4. Depresi 5. Accpetance 5) INSTRUMEN PEMERIKSAAN TINGKAT DEPRESI Menurut Mengel dan Scwibert (2001), hingga saat ini belum ada preparat biokimia yang handal untuk pemeriksaan depresi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat depresi seseorang. Tingkat depresi dibagi menjadi empat tingkatan (Beck Depression Inventory): 1. Skor <11 = Tidak ada depresi 2. Skor 11-15 = Depresi ringan 3. Skor 16-25 = Depresi sedang 4. Skor > 25 = Depresi berat 6) PENATALAKSANAAN Rawat inap. Indikasi yang jekas untuk rawat inap adalah kebutuhan untuk prosedur diagnostik, risiko untuk bunuh diri dan melakukan pembunuhan, dan berkurangnya kemampuan pasien secara menyeluruh untuk asupan makanan dan tempat perlindungan. Riwayat gejala berulang dan hilangnya sistem dukungan terhadap pasien juga merupakan indikasi rawat inap. Terapi keluarga. Tidak umum digunakan sebagai terapi primer untuk gangguan depresi berat, tetapi meningkatkan bukti klinis dapat
membantu pasien dengan gangguan mood untuk mengurangi dan menghadapi stree dan untuk mengurangi adanya kekambuhan. Farmakoterapi. Gangguan depresi berat. Penangan efektif dan spesifik, seperti obat trisiklik, untuk gangguan depresi berat telah digunakan selama 40 tahun. Penggunaan secara spesifik farmakoterapi diperkirakan kemungkinan sembuh dua kali lipat dalam waktu satu bulan. Meskipun demikian, masih ada permasalahan dalam penanganan gangguan depresi berat: Beberapa pasien tidak berespon dengan terapi pertama. Antidepresan membutuhkan waktu 3-4 minggu untuk memberikan efek terapi yang signifikan, meskipun ada yang menunjukkan efek terapi lebih awal; dan secara relatif, semua antidepresan yang tersedia menjadi toksik pada dosis yang kelebihan dan menunjukkan efek samping. (Elvira, 2010) 7) PROGNOSIS Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Biasanya cenderung untuk menjadi kronik dan kambuh. Episode pertama gangguan depresi berat yang dirawat di rumah sakit sekitar 50 persen angka kesembuhannya pada tahun pertama. Persentasi pasien untuk sembuh setelah perawatan berulang berkurang seiring jalannya waktu. Banyak pasien yang tidak pulih akan menderita gangguan distimik. (Elvira, 2010). B. GANGGUAN SUASANA PERASAAN/ GANGGUAN AFEKTIF 1. PENDAHULUAN Suasana alam perasaan (mood ) bervariasi, bisa normal, menurun ataupun meningkat dan individu dapat mengkontrol suasana alam perasaannya. Bila terjadi gangguan alam perasaan, individu kehilangan kontrol terhadap perasaannya tersebut dan timbullah penderitaan. Penderita dengan mood yang meningkat menunjukkan expansiveness, flight of ideas, penurunan tidur, peningkatan self esteem, serta ide-ide kebesaran. Penderita dengan mood terdepresi kehilangan minat dan energi, merasakan perasaan bersalah, sulit berkonsentrasi, kehilangan nafsu makan, serta mempunyai ide-ide kematian bahkan bunuh diri. Gejala lain adalah perubahan dalam tingkatan aktivitas, kemampuan kognitif, kemampuan bicara dan vegetatif. Perubahan-perubahan tersebut hampir selalu menimbulkan gangguan dalam hubungan interpersonal, sosial dan fungsi okupasi. Epidemiologi. Prevalensi gangguan ini berkisar antara 2-25%. Etiologi. Hingga saat ini belum diketahui etiologi yang pasti.
Manifestasi klinis dan kriteria diagnostik: F30. EPISODE MANIK Terutama ditandai dengan suasana perasaan/mood meningkat, ekspansif, dan iritabel. Peningkatan mood biasanya eforik dan seringkali menular sehingga menimbulkan penyangkalan sakit secara kontra-tranferensi dari dokter berpengalaman. Sering pula ditandai dengan mood yang iritabel, terutama bila rencana yang sangat ambisius menemui kegagalan. Seringkali menunjukan perubahan mood yang menonjol dari eforik pada awal perjalanan penyakitnya dan kemudian menjadi iritabel. Ditegakkan diagnosis Episode Manik bila merupakan episode tunggal, bisa berupa: 1.F30.0, Hipomania: Manifestasi klinis: Peningkatan suasana perasaan ringan yang menetap sekurangkurangnya ebberapa hari berturut-turut dan menonjol. Individu mengalami peningkatan energi dan aktivitas, biasanya perasaan sejahtera yang mencolok dan efisiensi baik fisik maupun mental. Lebih sering bersifat pergaulan sosial yang bersifat eforik, kadangkadang mudah marah, terkesan sombong serta perilaku yang tidak sopan dan mengesalkan. Tidak disertai halusinasi dan waham. Konsentrasi dan perhatiannya mengalami hendaya. Pedoman diagnostik: Perubahan mood dan peningkatan aktivitas sekurangnya berlangsung beberapa hari berturut-turut, dengan derajat intensitas lebih tinggi dari siklotimia tetapi seberat atau menyeluruh seperti pada mania. Kriteria diagnostik: Peningkatan mood atau menjadi iritabel pada suatu tingkatan yang tidak dapat disangkal dirasakan sebagai tidak normal dan dipertahankan sekurangnya 4 hari berturut-turut. a. Setidaknya mendapatkan 3 dari tanda-tanda dibawah ini, yang secara nyata memperngaruhi fungsi kehidupannya sehari-hari: i. Peningkatan aktivitas atau agitasi. ii. Peningkatan pembicaraan.
iii. iv. v. vi.
Perhatian yang mudah teralih atau sulit berkonsentrasi. Pengurangan kebutuhan tidur. Peningkatan energi seksual. Belanja sedikit berlebihan atau perilaku lain yang tidak bertanggung jawab atau tidak hati-hati. vii. Sosialisasi/pergaulan yang berlebihan. b. Episode ini tidak memenuhi kriteria mania, gangguan afektif bipolar, episode depresif, sklotimia atau anoreksia nervosa. c. Petunjuk eksklusi yang sering digunakan: episode ini tidak disebabkan oleh penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik. 2.F30.1, Mania tanpa gejala psikotik: Manifestasi klinik: Mood : meninggi, bervariasi antara keriangan (seolah bebas masalah) sampai ekstasi yang tidak terkendali, tidak sesuai dengan keadaan individu. Pada beberapa episode lebih banyak tampil sebagai rasa curiga dan mudah tersinggung. Energi meningkat: aktivitas berlebihan, percepatan dan banyak bicara, kebutuhan tidur berkurang. Perhatian: mudah teralih. Harga diri: meningkat, pemikiran serba hebat (rencana tidak praktis dan boros, bersifat cinta kasih, berkelakar dalam situasi yang tidak tepat), optimis, dan dinyatakan dengan bebas. Persepsi: mungkin terjadi gangguan. Pedoman diagnosis: Berlangsung sekurangnya 1 minggu, cukup berat sehingga mengganggu seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Perubahan mood seharusnya disertai energi yang meninggi dan beberapa gejala lain yang disebutkan di atas. Kriteria diagnostik: a. Mood harus secara dominan meningkat, meluas atau iritabel, dan dinilai abnormal bagi orang lain. Perubahan mood harus menetap dan dipertahankan selama setidaknya 1 minggu (kecuali sangat berat dan memerlukan perawatan rumah sakit).
b. Setidaknya 3 gejala di bawah ini harus ada (4 bila hanya ada mood yang iritabel), yang secara nyata mempengaruhi fungsi kehidupannya sehari-hari: i. Peningkatan aktivitas atau agitasi. ii. Peningkatan pembicaraan. iii. Lompat gagasan, atau individu secara subjektif merasakan percepatan pikiran. iv. Hilangnya batasan normal sosial, yang berakibat pada perilaku tidak sesuai dalam lingkungannya. v. Penurunan kebutuhan tidur. vi. Peningkatan self-esteem atau rasa kebesaran. vii. Perubahan terus menerus dari aktivitas atau rencana. viii. Perilaku yang tidak bijaksana dan tidak hati-hati yang risikonya tidak disadari penderita, seperti pemakaian uang berlebihan, rencana-rencana besar yang tidak matang, berkendara secara tidak hati-hati. ix. Peningkatan energi seksual atau tidak hati-hati secara seksual. c. Tidak terdapat halusinasi maupun delusi, walaupun dapat terjadi gangguan persepsi speerti misalnya perasaan subjektif hiperakusis, apresiasi terhadap warna yang dramatis. d. Penunjuk eksklusi yang sering digunakan: episode ini tidak disebabkan oleh penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik. 3.F30.2, Mania dengan gejala psikotik: Manifestasi klinik: Gambaran klinis lebih berat dari pada mania tanpa gejala psikotik. Iritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar, waham kebesaran, atau religius. Waham dan halusinasi bisa serasi atau tidak serasi dengan suasana alam perasaan. Peningkatan aktivitas dan eksitasi fisk yang hebat dan terus-menerus dapat menjurus kepada agresi dan kekerasan, pengabaian keselamatan dan kesehatan diri. Kriteria diagnostik: a. Episode yang memenuhi kriteria mania tanpa gejala psikotik, dengan pengecualian pada kriteria c. b. Episode ini tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk skizofrenia, atau gangguan skizoafektif, tipe mania.
c. Terdapat halusinasi dan delusi yang tidak seperti pada skizofrenia (bersifat sangat tidak mungkin, atau tidak sesuai dengan latar belakang kulturnya, dan bukan halusinasi sebagai orang ketiga serta sedang dikomentari). Paling sering bersifat kebesaran, terpusat pada dirinya sendiri, erotik atau berisikan kecaman. d. Petunjuk eksklusi yang sering digunakan: episode ini tidak disebabkan oleh penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik. 4.F30.8, Episode manik lainnya 5.F30.9, Episode manik YTT
F31. GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR Manifestasi klinis: Ditandai dengan episode berulang sekurangnya dua, episode yang satu menunjukkan peningkatan mood , energi dan aktivitas yang jelas terganggu (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan mood , energi dan aktivitas (depresi) dengan masa remisi sempurna diantaranya. Episode manik mulai dengan tiba-tiba, berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan (rata-rata 4 bulan). Episode depresi berlangsung lebih lama, rata-rata 6 bulan. Kedua episode sringkali didahului stresor, tetapi stresor tidak essensial untuk penegakan diagnosis. Episode pertama bisa timbul pada usia kanak sampai tua. Masa remisi dan kekambuhan bervariasi, setelah usia pertengahan cenderung makin pendek dan masa depresi makin lama. 1.F31.0, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini hipomanik: Pedoman diagnostik pasti: a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria hipomania (F30.0), dan b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau. 2.F31.1, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini manik tanpa gejala psikotik: Pedoman diagnostik pasti:
a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria mania tanpa gejala psikotik (F30.1), dan b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau. 3.F31.2, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini manik dengan gejala psikotik: Pedoman diagnostik pasti: a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria mania dengan gejala psikotik (F30.2), waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan mood , dan b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau. 4.F31.3, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini depresi ringan atau sedang: Pedoman diagnostik pasti: a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan (F32.0) atau sedang (F32.1), dan b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau. F31.30, tanpa gejala somatik F31.31, dengan gejala somatik.. 5.F31.4, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini depresi berat tanpa gejala psikotik: Pedoman diagnostik pasti: a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat tanpa gejala psikotik (F32.2), dan b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau. 6.F31.5, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini depresi berat dengan gejala psikotik: Pedoman diagnostik pasti: a. Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat dengan gejala psikotik (F32.3), dan b. Harus ada sekurangnya 1 episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
7. F31.6, Gangguan Afektif Bipolar, Episode kini campuran: Manifestasi klinik: Pernah sekurangnya mengalami sekurangnya 1 episode afektif manik, hipomanik, atau campuran di masa lampau, sekarang sedang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat. Khas gangguan bipolar, tetapi: a. Mood depresif: - Selama beberapa hari atau beberapa minggu disertai aktivitas berlebihan dan kegesitan bicara, atau mood yang manik dan grandiositas disertai agitasi dan kehilangan energi/libido. - Gejala depresif dan gejala mania/hipomania bergantian dengan cepat dari hari ke hari atau dari jam ke jam. b. Tiap episode sama-sama mencolok selama sekurangnya 2 minggu. 8.F31.7, Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam remisi: Pedoman diagnostik: Pernah mengalami sekurangnya satu episode afektif manik, hipomanik, atau camouran di masa lampau, ditambah lagi 1 episode afektif manik, hipomanik, depresif atau campuran, tetapi sekarang tidak menderita suatu gangguan afektif yang nyata dan juga tidak menderitanya selama beberapa bulan terakhir. Bisa saja sedang mendapat pengobatan untuk mengurangi risiko timbulnya episode di masa mendatang. 9.F31.8, Gangguan Afektif Bipolar Lainnya 10.F31.9, Gangguan Afektif Bipolar YTT B. PENATALAKSANAAN 1. Perawatan: a. Indikasi pasti untuk perawatan di rumah sakit: prosedur diagnostik, risiko bunuh diri dan pembunuhan, kemunduran yang parah dalam kemampuan memenuhi kebutuhan makan dan perlindungan, memburuknya gejala secara cepat, hilangnya sistem dukungan yang biasa didapatnya. b. Indikasi rawat jalan:
Gejala depresi ringan atau hipomania, dengan syarat tidak terjadi gangguan penialaian yang parah, penurunan berat badan, dan insomnia berat. 2. Terapi Psikososial a. Terapi kognitif. b. Terapi interpersonal. c. Terapi perilaku. d. Terapi berorientasi-psikoanalitik. e. Terapi keluarga. 3. Farmakoterapi a. Depresi mayor: Farmakoterapi merupakan terapi pilihan untuk depresi mayor: golongan trisiklik, golongan SSRI (fluoxetine, paroxetine, sertraline, bupoprion, venlafaxine, nefazodone, mitrazepine; Alternatif lain: ECT. b. Gangguan bipolar 1: litium, anti konvulsan (valproate dan carbamazepine). c. Gangguan bipolar 2: harus diberikan hati-hati, pemberian antidepresan pada periode depresi bisa mencetuskan timbulnya episode manik. Pemberian litium dan antikonvulsan masih dalam penyelidikan, namun demikian dalam percobaan pemberian obat-obatan tersebut masih menjanjikan, terutama bila pemberiana antidepresan saja tidak memberikan hasil yang baik. (Elvira, 2010)
C. GANGGUAN CEMAS
Istilah kecemasan dalam psikiatri muncul untuk merujuk suatu respons mental dan fisik terhadap situasi yang menakutkan dan mengancam. Secara mendasar lebih merupakan respons fisiologis ketimbang respons patologis terhadap ancaman. Sehingga orang cemas tidaklah harus abnormal dalam perilaku mereka, bahkan kecemasan merupakan respons yang sangat diperlukan. Ia ber peran untuk meyiapkan orang untuk menghadapi ancaman (baik fisik maupun psikologik).
Bila cemas menjadi begitu besar atau sering seperti yang disebabkan oleh tekanan ekonomi yang berkepanjangan, penyakit kronik dan serius atau permasalahan keluarga maka akan berlangsung lama; kecemasan yang berkepanjangan sering menjadi patologis. Ia menghasilkan serombongan gejala-gejala hiperaktivitas otonom yang mengenai sistem muskuloskeletal,
kardiovaskuler,
gastrointestinal
dan
bahkan
genitourinarius. Respons kecemasan yang berkepanjangan ini sering diberi istilah gangguan kecemasan, dan ini merupakan penyakit. Dikenal 5 jenis gangguan kecemasan, yaitu 1) gangguan panik, 2) gangguan cemas umum, 3) gangguan fobik, 4) gangguan obsesif kompulsif dan 5) gangguan stress pasca trauma. Gangguan panik memiliki ciri khas yaitu munculnya mendadak tanpa faktor pencetus. Gangguan cemas umum yaitu kecemasan yang diderita mengambang bebas dan berkangsung menahun atau kronik. Gangguan fobik yaitu kecemasan atau ketakutan terhadap situasi atau obyek tertentu atau spesifik. Gangguan obsesif kompulsif yaitu kecemaasan
yang
mendorong
penderita
secara
menetap
untuk
mengulanggi pikiran atau perilaku tertentu. Gangguan stress pasca trauma yaitu kecemasan yang timbul setelah penderita mengalami peristiwa yang sangat menegangkan. Dari anamnesis dan pemeriksaan pasien dapat ditegakkan diagnosis kerja (secara cepat) untuk gangguan kecemasan apabila didapatkan keluhan baik somatik (fisik) maupun psikologik dan kognitif serta tandatanda obyektif kecemasan. Keluhan-keluhan dan tanda-tanda obyektif yang sering didapatkan dalam praktek medis sehari-hari yang merujuk pada gangguan kecemasan adalah sebagai berikut:
Untuk
penyembuhan
dengan
baik
pasien
dengan
gangguan
kecemasan adalah kombinasi farmakoterapi (psikofarmaka) dengan psikoterapi. Pertimbangannya adalah bahwa psikoterapi mempunyai keunggulan tidak adiktif tetapi kerugiannya lambat dalam efek terapetiknya.
Sebaliknya
anxiolitik
mempunyai
keunggulan
efek
terapetik cepat dalam menurunkan tanda dan gejala kecemasan tetapi mempunyai kerugian resiko adiksi. Dalam terapi kombinasi diberikan obat anxiolitik terlebih dahulu sampai 2 minggu, kemudian dilakukan psikoterapi yang dimulai pada awal minggu kedua di samping obat anxiolitik masih tetap diberikan tetapi secara bertahap diturunkan dosisnya (tapering off sampai minggu ke empat pengobatan).
Psikoterapi yang sering digunakan untuk gangguan kecemasan adalah psikoterapi berorientasi insight , terapi perilaku, terapi kognitif atau psikoterapi provokasi kecemasan jangka pendek. Obat-obatan yang sering digunakan untuk anxiolitik (mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan kecemasan) adalah golongan benzodiazepin, non-benzodiazepin, antidepresan: trisiklik, monoamin inhibitor [MAOI], serotonin reuptake inhibitor [SRI], specific serotonin reuptake inhibitor [SSRI].
Dengan kombinasi farmakoterapi dan psikoterapi, anxietas sekarang ini dapat disembuhkan dengan baik. Namun dalam praktek sehari-hari sering pasien diberikan anxiolitik saja dan tanpa kontrol yang ketat. Pada penderita seperti ini maka prognosisnya buruk atau minimal dubia (Yusuf, 2002).
Jump 5 Merumuskan tujuan pembelajaran
1.
Menjelaskan fisiologi tidur.
2.
Menjelaskan gangguan tidur.
3.
Menjelaskan jenis gangguan tidur dan keterkaitannya dengan gangguan jiwa yang lain, terutama gangguan mood/afektif.
4.
Menjelaskan jenis dan simtom gangguan mood/afektif.
5.
Menjelaskan jenis-jenis gangguan mood/afektif, penatalaksanaan dan prognosisnya.
6.
Menjelaskan diagnosis banding dari gangguan jiwa.
Jump 6 Mengumpulkan informasi baru (belajar mandiri)
Jump 7 Melaporkan, membahas, dan menata kemabali informasi baru yang telah diperoleh PEMBAHASAN
Nn. S, usia 20 tahun, mahasiswi, datang ke puskesmas diantar oleh ibunya dengan keluhan tidak nafsu makan dan susah tidur. Keluhan tersebut timbul sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Disamping itu, pasien juga sering mengurung dikamar dan menangis. Walaupun sudah dinasehati oleh kedua orang tuanya, pasien masih seperti itu, sehingga pasien dibawa ibunya ke puskesmas. Setelah melakukan diskusi tutorial langkah ketujuh dengan melihat keluhan, hasil pemeriksaan status mental dan alloanamnesis, didapatkan hasil yang beranggapan bahwa pasien dalam skenario (Nn. S seorang mahasiswi berusia 20 tahun) mengalami gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikosis. Jika merujuk ke PPDGJ-III Tahun 1993, maka gangguan tersebut masuk ke dalam gangguan mood dan afektif (F30-F39) dan terklasifikasi di
gangguan afektif bipolar (F31) kemudian mengarah secara terperinci lagi ke F31.1 gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikosis .
Pasien dalam skenario sedang mengalami episode mania tanpa gejala psikosis, dimana ditunjukkan dengan peningkatan afek disertai peningkatan
energi. Peningkatan afek ini ditandai dengan hasil pemeriksaan status mental dimana pasien mengalami salah satu simptomatologi dari gangguan mood, yaitu euphoria (kegembiraan yang mendalam dan meningkatnya kesejahteraan yang
tidak sesuai dengan kejadian yang ada). Secara tidak langsung hal ini menunjukan gangguan afek yang serasi dimana suasana emosional serasi dengan gagasan, fikiran dan pembicaraan. Kemudian peningkatan energi yang terjadi dapat menimbulkan
peningkatan
menurunnya kebutuhan tidur.
aktivitas,
peningkatan
frekuensi
bicara,
dan
Peningkatan aktivitas ditunjukkan dari keluhan,
yaitu setiap hari karaokean sampai dini hari. Kemudian peningkatan frekuensi bicara ditunjukkan dari hasil pemeriksaan status mental, yaitu terdapat logorrhoe atau volubilitas (banyak omong yaitu pembicaraan yang berlebihan, saling berhubungan dan logis). Dan yang terakhir, menurunnya kebutuhan tidur ditunjukkan dari keluhan yang menyatakan pasien beberapa hari sudah tidak tidur. Episode manik tanpa gejala psikosis yang dialami pasien dalam skenario diperkuat karena tidak ditemukan adanya waham , halusinasi , inkoherensi dan katatonia yang merupakan gejala-gejala psikosis. Waham sendiri merupakan
keyakinan menetap yang tidak sesuai dengan kenyataan dan selalu dipertahankan. Halusinasi merupakan persepsi pancaindera tanpa sumber rangsangan sensorik eksternal. Inkoherensi merupakan pembicaraan atau tulisan yang tidak dapat dimengerti dan bukan karena kelainan organik. Sedangkan katatonia, yaitu gangguan psikomotor tanpa kelainan organik. Dan semua itu tidak didapatkan dari gejala-gejala pada pasien di skenario. Pasien digolongkan ke dalam gangguan afektif bipolar karena dari hasil alloanamnesis mengatakan bahwa pasien pernah mengalami gangguan serupa kurang lebih 2 tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa pasien pernah
mengalami episode manik sebelumnya dan hal ini terulang kembali sekarang. Yang menjadi ciri khas dari gangguan afektif bipolar, yaitu terdapat fase sembuh diantara kedua gangguan afektif (minimal 2 fase) tersebut. Keadaan ini sesuai dengan skenario dimana diantara gangguan afektif berupa manik terdapat fase sembuhnya atau tidak menimbulkan gejala, yaitu dari 2 tahun lalu sampai beberapa hari terakhir belakangan ini.
BAB III PENUTUP
Simpulan 1. Pada riwayat penyakit dulu diketahui pasien mengalami gangguan episode manik. Gejala episode manik ini menurut etiologi gangguan mood salah satunya diakibatkan oleh meningkatnya norepinefrin dan serotonin yang memegang peran dalam patofisiologi gangguan mood. 2. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan diketahui riwayat penyakit pasien sekarang mengalami gangguan depresi yang didahului episode sembuh sempurna dari episode manik. 3. Pasien mengalami gangguan afektif bipolar tipe II tanpa disertai psikosis.
Saran 1. Dalam diskusi tutorial skenario 2 ini mahasiswa masih merasa kebingungan karena masih banyak gejala yang hamper sama satu sama lain,dan adanya perbedaan – perbedaan persepsi dari setiap sumber yang dipakai oleh mahasiswa. 2. Sebaiknya mahasiswa lebih lagi menggali keterangan yang terdapat dalam skenario dengan memakai berbagai sumber pustaka yang bervariasi dan bias saling melengkapi.