KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI POLITEKNIK NEGERI JEMBER PRODUKSI PERTANIAN TEKNIK PRODUKSI BENIH LABORATORIUM TEKNOLOGI BENIH
KEGIATAN DAN LAPORAN PRAKTIKUM GALUR TANAMAN MENYERBUK SENDIRI
Acara
: Seleksi Heterosis
Kelompok/Golongan Kelompok/Golongan
:4/C
Nama Praktikan
: Zhafirah Rahmi puteri
NIM A41161801
Dina Istiqomah.
NIM A41161842
Manaf Abdul Halim
NIM A41161940
Moh. Bagas W
NIM A41161970
Erwin Prasetyo Aji
NIM A41162021
Bagas Prio W W
NIMA41162073
Kelompok/Golongan Kelompok/Golongan
:4/C
Tempat
: Laboratorium Teknologi Benih
Pengampu
: Dwi Rahmawati, SP, MP Dr. Ir. Nurul Sjamsijah, MP
Teknisi
: Nisa Budi Arifiana, S.S.T
LABORATORIUM TEKNOLOGI BENIH 2017 Telah diperiksa dan dinilai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Heterosis dalam genetika adalah efek perubahan pada penampilan keturunan persilangan (blaster) yang secara konsisten berbeda dari penampilan kedua tetuanya. Istilah ini dikoinekan oleh G.H. Shull pada tahun 1914, setelah sebelumnya (sejak 1908) disebut sebagai heterozigosis. Heterosis bukan mengacu pada penggabungan dua sifat baik dari kedua tetua kepada keturunan hasil persilangan, melainkan pada penyimpangan dari penampilan yang diharapkan dari penggabungan dua sifat yang dibawa kedua tetuanya. Contoh paling jelas adalah pada jagung hibrida. Penyimpangan ini sebagian besar bersifat positif, dalam arti melebihi rata-rata penampilan kedua tetuanya dan menunjukkan daya pertumbuhan (vigor) yang lebih besar. Dalam keadaan demikian (positif), heterosis dapat dinyatakan dengan istilah hybrid vigor. Silangan yang menunjukkan heterosis diketahui memiliki postur yang lebih besar, fertilitas yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih cepat, serta ketahanan terhadap penyakit yang lebih baik daripada rata-rata tetuanya. Sebagian besar ahli sepakat bahwa gejala heterosis adalah kebalikan dari gejala depresi kawin-sekerabat (inbreeding depression), yaitu efek penurunan penampilan pada individu keturunan perkawinan sekerabat. Di kalangan pemuliaan atau penangkaran, heterosis seringkali dibedakan berdasarkan cara penentuannya, untuk kepentingan studi dan praktis. Heterosis antara tetua (midparent heterosis) ditentukan sebagai penyimpangan penampilan keturunan F1 dari rata-rata tetuanya. Penentuan heterosis ini diperlukan untuk kepentingan kajian genetik namun kurang memiliki nilai praktis. Heterosis tetua terbaik (best/high parent heterosis) dihitung sebagai selisih penampilan keturunan F1 dari tetua dengan penampilan lebih baik. Istilah yang terakhir ini di kalangan pemuliaan tanaman juga disebut heterobeltiosis. Heterosis standar digunakan pula dalam uji penampilan dan dihitung berdasarkan selisih penampilan hibrida dengan varietas standar.
1.2 Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu: 1. Untuk mengetahui persentase heterosis 2. Untuk mengetahui dan menganalisa perhitungan keuntungan produksi dari sifat tanaman
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Heterosis atau Hybrid Vigor menurut Poehlman (1979) didefinisikan sebagai peningkatan dalam ukuran atau vigor dari suatu hibrida melebihi rata rata kedua tetuanya. Pengaruh dari heterosis pada suatu tanaman dapat dilihat dalam berbagai bentuk, seperti tinggi tanaman, ukuran daun, ukuran sel, perkembangan akar, peningkatan hasil dan bentuk lainnya. Chaudhari (1971) mendefinisikan heterosis sebagai peningkatan vigor, pertumbuhan, hasil atau fungsi dari suatu hibrida melebihi tetua, yang merupakan hasil persilangan secara genetik suatu individu yang berbeda. Hayes et. al (1955) menyatakan heterosis menunjukkan hasil stimulasi perkembangan, melalui mekanisme apapun, hasil penggabungan yang berbeda. Sedangkan hybrid vigor menunjukkan perwujudan dari efek heterosis. Untuk mendapatkan hibrida dengan hasil yang tinggi, galur murni perlu dibentuk dari dua atau lebih populasi dasar yang berbeda secara genetik sehingga memberikan tingkat heterosis yang tinggi pada F1 hasil persilangan (Singh 1987). Keturunan hasil persilangan dua galur murni akan menampakkan peningkatan vigor melampaui galur-galur tetuanya. Namun, dari ribuan galur murni yang diuji hanya sedikit sekali yang menampakkan heterosis yang menguntungkan secara ekonomis (Allard 1960). Lawan dari efek heterosis adalah efek penangkaran dalam (inbreeding depression) atau hilangnya vigor tanaman setelah perkawinan antar individu yang berkerabat
dekat
(Welsh
1981).
Crowder
(1986)
menambahkan
bahwa
homosigositas yang dihasilkan oleh penangkaran dalam pada tanaman menyerbuk silang atau hewan hasil persilangan sering mengakibatkan menurunnya ketegaran atau vigor menjadi lemah, mulai dari ukuran, produksi tepung sari, tinggi tanaman yang disebabkan munculnya gen - gen resesif yang tidak menguntungkan. Batasan dari heterosis dapat berbeda - beda tergantung dari pembanding yang digunakan (Welsh 1981). Heterosis dapat berarti perbaikan karakter F1 dibandingkan dengan karakter induk terbaiknya. Batasan lainnya adalah membandingkan F1 dengan rata - rata karakter induknya.
Crowder (1986) menyatakan dua teori yang menjadi dasar genetis heterosis yaitu teori dominansi (dominant ) dan teori lewat dominansi (over dominant ). Pada teori dominansi diduga adanya peran dari faktor - faktor dominan dari banyak gen yang menimbulkan efek heterosis, sedangkan pada teori lewat dominansi, heterosis terjadi karena adanya tanggapan dan interaksi dari keadan heterozigot. Informasi mengenai pengaruh heterosis dalam persilangan galur inbrida menentukan dalam pemilihan galur sebagai tetua yang potensial untuk memperoleh hibrida berdaya hasil tinggi. Salah satu acuan dalam menentukan matrik persilangan galur inbrida adalah asal-usul tetuanya (Moentono 1987). Heterosis yang tinggi diduga diperoleh dari tetua hibrida yang berbeda secara genetik dan mempunyai potensi hasil tinggi (Virmani et. al . 1981). Konsep heterosis merupakan dasar dalam pembentukan hibrida unggul. Galur yang akan dijadikan tetua dalam pembentukan hibrida jagung, terlebih dahulu diuji keunggulannya dengan metode seleksi tetua berdasarkan nilai daya gabung (combining ability).
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat
Adapun pelaksanaan praktikum perakitan galur tanaman menyerbuk sendiri dengan acara seleksi heterosis dilaksanakan pada hari senin-selasa tanggal 13-14 November 2017 di laboratorium Teknik Produksi Benih Politeknik Negeri Jember.
3.2 Alat dan Bahan
Alat tulis
Table pengamatan
Bibit tanaman padi varietas berbeda (logawa,ipbs,sidenuk,cimelati,logawa x ipbs,sidenuk x cimelati).
3.3 Prosedur kerja
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Menyiapkan alat dan bahan Mendengarkan apa yang disampaikan oleh teknisi Mengamati tinggi tanaman padi dari varietas yang berebeda diatas Mengamati jumlah anakan padi dari varietas yang berbeda diatas Mengamati jumlah anakan produktif varietas yang berbeda diatas Mengamati waktu berbunga dari varietas yang berbeda diatas
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Data Pengamatan Tinggi Tanaman Padi
Sampel
Varietas
Rerata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Logawa
112
110
117
123
128
137
125
115
122
113
111
119,4
IPBS
136
138
128
123
127
120
122
123
124
124
118
125,7
Sidenuk
132
135
132
136
131
126
132
146
146
130
132
134,4
Cimelati
117
139
140
142
144
147
143
154
148
145
141
141,8
LXI
122
122
122
128
122
118
123
123
126
124
116
122,4
SXC
122
138
128
128
130
130
124
127
128
122
130
127,9
Persilangan
P1
P2
XP
F1
HL
HH
HM
LXI
119,4
125,7
122,6
122,4
2,5%
-2,6%
-0,1%
SXC
134,4
141,8
138,1
127,9
-4,8%
-9,8%
-7,4%
4.1.2 Data Pengamatan Jumlah Anakan Tanaman Padi
Varietas
Sampel
Rerata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Logawa
30
30
24
25
23
30
26
24
25
20
31
26,2
IPBS
49
37
35
38
32
28
28
32
38
33
31
34,6
Sidenuk
42
36
45
43
31
28
27
34
31
29
35
34,6
Cimelati
42
34
40
42
37
36
44
44
42
37
45
40,3
LXI
52
41
21
28
34
24
21
19
24
30
30
29,5
SXC
41
27
24
21
22
20
25
21
18
30
41
26,4
Persilangan
P1
P2
XP
F1
HL
HH
HM
LXI
26,2
34,6
30,4
29,5
12,6%
-14,7%
-3,0%
SXC
34,6
40,3
37,5
26,4
-23,7%
-34,5%
-29,5%
4.1.3 Data Pengamatan Jumlah Anakan Produktif Tanaman Padi
Sampel
Varietas
Rerata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Logawa
0
0
0
0
0
16
0
0
0
0
0
1,5
IPBS
21
36
26
9
31
27
20
21
24
29
29
24,8
Sidenuk
11
20
8
28
7
30
29
29
28
23
29
22,0
Cimelati
1
3
0
0
19
7
27
1
1
13
1
6,6
LXI
0
0
6
5
7
0
5
5
0
12
16
5,1
SXC
27
26
22
17
21
19
22
18
20
21
11
20,4
Persilangan
P1
P2
XP
F1
HL
HH
HM
LXI
1,5
24,8
13,2
5,1
240,0%
-79,4%
-61,2%
SXC
22
6,6
14,3
20,4
209,1%
-7,3%
42,7%
4.1.4 Data Pengamatan Umur Berbunga Tanaman Padi
Varietas
Sampel
Rerata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Logawa
0
0
0
0
0
83
0
0
0
0
0
7,5
IPBS
84
84
84
84
84
84
84
84
84
84
84
84,0
Sidenuk
83
83
83
83
83
83
83
83
83
83
83
83,0
Cimelati
83
83
0
0
83
83
83
83
83
83
83
67,9
LXI
0
0
77
77
77
0
77
77
0
77
77
49,0
SXC
77
77
77
77
77
77
77
77
77
77
77
77,0
4.2 Pembahasan
Heterosis disebut juga sebagai hybrid, adalah perbedaan antara ratarata hasil keturunan dari suatu persilangan dengan rata-rata hasil dari tipe tertuanya. Heterosis bukan mengacu pada penggabungan dua sifat baik dari kedua
tetua
kepada
keturunan
hasil
persilangan,
melainkan
pada
penyimpangan dari penampilan yang diharapkan dari penggabungan dua sifat yang dibawa kedua tetuanya. Penyimpangan ini sebagian besar bersifat positif, dalam arti melebihi rata-rata penampilan kedua tetuanya dan menunjukkan daya pertumbuhan (vigor) yang lebih besar. Dalam keadaan demikian, heterosis dapat dinyatakan dengan istilah hybrid vigor. Silangan yang menunjukkan heterosis diketahui memiliki postur yang lebih besar, fertilitas yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih cepat, serta ketahanan terhadap penyakit yang lebih baik dari pada rata-rata tet uanya. Sebagian besar ahli sepakat bahwa gejala heterosis adalah kebalikan dari gejala depresi kawin-sekerabat (inbreeding depression), yaitu efek penurunan penampilan pada keturunan perkawinan sekerabat. Di kalangan pemuliaan atau penangkaran, heterosis seringkali dibedakan berdasarkan cara penentuannyaTerdapat 3 kriteria yang dipakai dalam menentukan efek dari heterosis yaitu high parent, mid parent, dan low parent. Rumusnya : 1. High Heterosis, yaitu Heterosis tetua terbaik (best/high parent heterosis) yang dihitung sebagai selisih penampilan keturunan F1 dari tetua dengan penampilan lebih baik.
HH =
F1 − P (tertinggi) P (tertinggi)
100%
2. Mid Heterosis yaitu heterosis antara tetua (midparent heterosis) ditentukan sebagai penyimpangan penampilan keturunan F1 dari rata-
rata tetuanya. Penentuan heterosis ini diperlukan untuk kepentingan kajian genetik namun kurang memiliki nilai praktis.
HH =
F1 − P (rata rata) P (rata rata)
100%
3. Low Heterosis yaitu tetua terendah (low parents) dihitung dengan selisih sebagai penampilan keturunan F1 dari tetua dengan penampilan lebih rendah.
HH =
F1 − P (terendah) P (terendah)
100%
Untuk parameter tinggi tanaman, F1 dari persilangan Logawa dan IPBS yang dihasilkan lebih tinggi dari tetua terjelek (2,5%) dan tidak lebih tinggi dari tetua tengah dan tetua terbaik. Sedangkan, F1 dari persilangan Sidenuk dan Cimelati yang dihasilkan tidak lebih tinggi dari kedua tetuanya karena ditandai dengan adanya hasil yang negatif. Jadi, tanaman masih cukup rendah sehingga tanaman dikhawatirkan akan mudah diserang oleh hama terutama tikus. Untuk parameter jumlah anakan, F1 hasil persilangan Logawa dan IPBS menghasilkan anakan lebih banyak dari tetua terjelek (12,6%) dan tidak lebih banyak dari tetua tengah dan tetua terbaik. Sedangkan, F1 hasil persilangan Sidenuk dan Cimelati menghasilkan anakan tidak lebih banyak dari kedua tetuanya karena ditandai dengan hasil perhitungan yang negatif. Rendahnya jumlah anakan akan mempengaruhi jumlah anakan produktif serta menurunkan produktivitas dari tanaman padi tersebut. Untuk parameter jumlah anakan produktif, F1 hasil persilangan Logawa dan IPBS menghasilkan anakan produktif lebih banyak dari tetua
terjelek sebesar 240,0% dan tidak lebih banyak dari tetua tengah dan tetua terbaik. Sedangkan, F1 hasil persilangan Sidenuk dan Cimelati menghasilkan anakan produktif lebih banyak pula dari tetua terjelek sebesar 209,1% dan tidak lebih banyak dari tetua tengah dan tetua terbaik. Untuk umur berbunga, F1 hasil persilangan Logawa dan IPBS memiliki umur berbunga yang genjah dari tetua dengan umur berbunga lebih lama (P2) dengan hasil perhitungan -41,7% (nilai negatif menunjukkan umur berbunga lebih cepat) dan tidak lebih genjah dari tetua tengah dan tetua dengan umur berbunga lebih genjah (P1). Sedangkan, F1 hasil persilangan Sidenuk dan Cimelati memiliki umur berbunga yang genjah dari tetua dengan umur berbunga lebih lama (P1) dengan hasil -7,1% dan tidak lebih genjah dari tetua tengah dan tetua dengan umur berbunga lebih genjah (P2). Umur berbunga yang terlalu lama akan menyebabkan penundaan pada waktu proses panen dan pasca panen yang sudah ditentukan.
BAB 5 KESIMPULAN
Heterosis
dibedakan berdasarkan cara penentuannya Terdapat 3
kriteria yang dipakai dalam menentukan efek dari heterosis yaitu high parent, mid parent, dan low parent. F1 lebih unggul dibandingkan dengan sifat induknya . Heterosis antara tetua (midparent heterosis) ditentukan sebagai penyimpangan penampilan keturunan F1 dari rata-rata tetuanya. Penentuan heterosis ini diperlukan untuk kepentingan kajian genetik namun kurang memiliki nilai praktis. Heterosis tetua terbaik (best/high parent heterosis) dihitung sebagai selisih penampilan keturunan F1 dari tetua dengan penampilan lebih baik. Istilah yang terakhir ini di kalangan pemuliaan tanaman juga disebut heterobeltiosis. Heterosis standar digunakan pula dalam uji penampilan dan dihitung berdasarkan selisih penampilan hibrida dengan varietas standar.
DAFTAR PUSTAKA
Allard RW.1960. Principles of Plant Breeding . John Wiley and Sons Inc. University of California. New York. Page 150-165. Chaudary HK. 1971. Elementary Principles of Plant Breeding 2nd edition. Oxford and IBH Publishing Co. India. Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University Press. 449 hlm. Moentono, M.D. 1997. Daya hasil dan tingkat tanggapan heterosis hibrida jagung yang melibatkan galur inbrida eksotik . Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 16(1):33-40.