LAPORAN PENDAHULUAN A. Konsep Penyakit 1. Definisi
Kehamilan ektopik, adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berinflantasi diluar endometrium rahim. Kehamilan ektopik terganggu (KET), adalah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah, dan membahayakan wanita tersebut (Pranot dkk, 2013). Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Wibowo, 2007). Kejadian kehamilan ektopik tidak sama diantara senter pelayanan kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan ektopik terganggu (Hadijanto, 2008).
2. Etiologi
Menurut Sujiyatini dkk (2009) kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur dari indung telur (ovarium ( ovarium)) ke rahim (uterus (uterus). ). Dari beberapa studi faktor risiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah : a) Infeksi saluran telur ( salpingitis), salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur. b) Riwayat operasi tuba c) Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang d) Kehamilan ektopik sebelumya e) Aborsi tuba dan pemakaian IUD
f) Kelainan zigot yaitu kelainan kromosom g) Bekas
radang
pada
tuba
menyebabkan
perubahan-perubahan
pada
endosalping , sehingga walaupun fertilisasi dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat h) Abortus buatan
3. Manifestasi Klinik Persalinan
a.
Terjadi amenoroe, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari bahkan beberapa bulan haid tidak teratur.
b. Nyeri abdomen dan sakit tiba-tiba seperti diiris disertai muntah c.
Keluar darah pervagina
d.
Defance muscular perut rasa mengeras
e.
Muntah, gelisah, pucat.
f.
Nadi kecil dan halus serta cepat
g.
Pada pemeriksaan dalam, jika digerakkan nyeri pada serviks dan portio.
h.
Douglas crise adalah rasa nyeri hebat pada kavum doglasi
i.
Kavum doglasi teraba menonjol karena adanya kumpulan darah
j.
Adanya pelepasan desidua post cost, dan
k.
Pada perkusi abdomen : Shifting dullness adalah adanya perdarahan intra abdominal. (Pranoto dkk, 2013).
4. Tahap Persalianan
Berdasarkan lokasi terjadinya, menurut Hadijanto (2008) kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5 berikut ini : a) Kehamilan tuba, meliputi >95 % yang terdiri atas Pars ampularis (55%), Pars ismika (25%), pars fimbriae (17%), dan pars interstisialis (2%). b) Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan abdominal sekunder dimana semula merupakan kehamilan tuba pars
abdominalis
(abortus
tubaria)
yang
kemudian
embrio/buah
kehamilannya mengalami reimplantasi di kavum abdomen, misalnya di mesenterium/mesovarium atau di omentum.
c) Kehamilan intraligamenter , jumlahnya sangat sedikit d) Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar satu per 15.000-40.000 kehamilan. e) Kehamilan ektopik bilateral, kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun sangat jarang terjadi.
5. Patofisiologi
Sujiyatini dkk (2009) menyebutkan terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba. Ada kemungkinan akibat dari hal ini : a) Kemungkinan “tuba abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal ( fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba. b) Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba. c) Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.
6. Pathway Faktor predisposisi kehamilan ektopik: - Faktor tuba - Faktor uterus - Faktor ovum - Faktor homonal
Proses pembuahan
Terjadi keterlambatan menstruasi haid
Tumbuh disaluran tuba
Hasil konsepsi mati dan direabsorbsi
Abortus ke dalam lumen tuba
Rupture dinding tuba
Terjadi perdarahan karena pembukaan pembuluh darah oleh vili kurialis
Trauma ringan koetus dan pemeriksaan vaginal
Pelepasan mudqoh (embrio yang masih berbentuk gumpalan daging)
Pelepasan tidak sempurna
Perdarahan terus berlangsung
Kekurangan volume cairan
Terjadi perdarahan
Spontan
Ansietas
Operasi
Resiko syok (hipovolemi)
Tuba membesar dan kebiruan (hepatosalping)
Mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba
Nyeri
Darah berkumpul di kavum douglas
(Nurarif dan Kusuma, 2015)
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang (Sujiyatini dkk, 2009): a) Pemeriksaan laboratorium: kadar hemoglobin, leukosit, tes kehamilan bila baru terganggu. b) Dilatasi kuretase c) Kuldosintesis yaitu suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah di dalam cavum douglasi terdapat darah. Teknik kuldosintesis : (1) Baringkan pasien pada posisi litotomi (2) Bersihkan vulva dan vagina dengan antiseptic (3) Pasang speculum dan jepit bibir belakang porsio dengan unam serviks. Lakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak. (4) Suntikan jarum spinal no.18 ke cavum douglasi dan lakukan pengisapan dengan semprit 10 ml. (5) Bila pada penghisapan keluar darah, perhatikan apakah darahnya berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau berupa bekuan kecil yang merupakan tanda hematokel retrouterina. d) Ultrasonografi berguna pada 5-10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus. e) Laparoskopi atau laparotomi sebagai pendekatan diagnosis terakhir.
8. Penatalaksanaan
Penanganan KET pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber pardarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbagkan yaitu kondisi penderita, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menetukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar hCG (kuantitatif). Peningkatan kadar hCG yang berlangsung terus menerus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat. Penanganan pada kehamilan
ektopik dapat pula dengan transfuse, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit (Sujiyatini dkk, 2009).
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu (Sujiyatini dkk, 2009): a) Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, ini merupakan indikasi operasi. b) Infeksi c) Sterilitas d) Pecahnya tuba fallopi e) Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.
B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 1)
Pengumpulan Data Anamnesa :
1. Menstruasi terakhir. Riwayat menstruasi yang lengkap diperlukan untuk menetukan taksiran persalinan (TP).TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT).Untuk menentukan TP berdasrkan HPHT dapat digunakan rumus Naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurang tiga, tahun disesuaikan. 2. Adanya bercak darah yang berasal dari vagina. 3. Nyeri abdomen: kejang, tumpul. 4. Jenis kontrasepsi. Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibatkan b uruk pada janin, ibu, atau keduanya.Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didaptkan pada saat kunjungan pertama.Penggunaan kontrasepsi oral sebelum kelahiran
dan berlanjut saat kehamilan yang tidak dikatahui dapat berakibat buruk pada pembentukan organ seksual janin. 5. Riwayat gangguan tuba sebelumnya Kondisi kronis (menahun/terus-menerus) seperti diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat infeksi, prosedur operasi dan trauma pada persalinan sebelumnya harus didokumentasikan. 6. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik lengkap pada ibu hamil diperlukan untuk mendeteksi masalah fisik yang dapat dipengaruhi kehamilan. 1) Tekanan darah Posisi pengambilan tekanan darah sebaiknya ditetapkan, karena posisi akan mempengaruhi tekanan darah pada ibu hamil. Sebaiknya tekanan darah diukur pada posisi duduk dengan posisi sejajar posisi jantung. Pendokumentasian perlu dicatat posisi dan tekanan darah yang didapatkan. 2) Nadi Frekuensi nadi normalnya 60-90 kali per menit.Takikardia bisa terjadi pada keadaan cemas, hipertiroid dan infeksi.Nadi diperiksa selama satu menit penuh untuk dapat menentukan keteraturan detak jantung. Nadi diperiksa untuk menentukan masalah sirkulasi tungkai, nadi seharusnya sama kuat dan teratur. 3) Pernapasan Frekuensi pernapasan selama hamil berkisar antara 16-24 kali per menit.Takipnea terjadi karena adanya infeksi pernapasan atau penyakit jantung. Suara napas harus sama bilateral, ekspansi paru simetris dan lapangan paru bebas dari suara napas abdominal. 4) Suhu Suhu normal selama hamil adalah 36,2-37,6 0 C. Peningkatan suhu menandakan terjadi infeksi dan membutuhkan perawat medis. 5) Sistem Kardiovaskular a. Bendungan vena
Pemeriksaan sistem kardiovaskular adalah observasi terhadap bendungan vena, yang bisa berkembang menjadi varises. Bendungan vena biasanya terjadi pada tungkai, vulva dan rectum. b. Edema pada ekstremitas Edema pada tungkai merupakan refleksi dari pengisian darah oada ekstermitas akibat perpindahan cairan intravaskular keruan intertesial.Ketika dilakukan penekanan dengan jari atau jempol menyebabkan terjadinya bekas tekanan, keadaan ini disebut pitting edema.Edema pada tangan dan wajah memerlukan pemeriksaan lanjut karena merupakan tanda dari hipertensi pada kehamilan. 6) Sistem musculoskeletal a. Postur tubuh Mekanik tubuh dan perubahan postur bisa terjadi selama kehamilan. Keadaan ini mengakibatkan regangan pada otot punggung dan tungkai. b. Tinggi badan dan berat Berat badan awal kunjungan dibutuhkan sebagai data dasar untuk dapat menentukan kenaikan berat badan selama kehamilan.Berat badan sebelum konsepsi kurang dari 45 kg dan tinggi badan kurang dari 150 cm ibu beresiko melahirkan prematurdan berat badan lahir rendah. Berat badan sebelum konsepsi lebih dari 90 kg dapat mengakibatkan diabetes pada kehamilan, hipertensi pada kehamilan, postpartum.
persalinan
Rekomendasi
seksio kenaikan
caesarea, berat
dan infeksi
badan
selama
kehamilan berdasarkan indeks masa tubuh. c. Pengukuran pelviks Tulang pelviks diperiksa pada awal kehamilan untuk menentukan diameternya yang berguna untuk persalinan per vaginaan. 7) Abdomen
Kontur, ukuran dan tonus otot abdomen perlu dikaji. Tinggi fundus diukur jika fundus bisa dipalpasi diatas simfisis pubis.Kandung kemih harus dikosongkan sebelum pemeriksaan dilakukan untuk menentukan keakuratannya. Pengukuran metode Mc. Donal dengan posisi ibu berbaring. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan
intesitas
yang
kuat
disertai
dengan
perdarahan
yang
menyebabkan ibu pingsan dan masuk kedalam syok. Intensitas nyeri berkisar antar 9-10 nyeri hebat 8) Sistem neurologi Pemeriksaan neurologi lengkap tidak begitu diperlukan bila ibu tidak memiliki
tanda
dan
gejala
yang
mengindikasikan
adanya
masalah.Pemeriksaan reflek tendo sebaiknya dilakukan karena hiperfleksi menandakan adanya komplikasi kehamilan. 9) Sistem integument Warna kulit biasanya sama dengan rasnya. Pucat menandakan anemis,
jaundice
menandakan
ganguan
pada
hepar,
lesi
hiperpigmentasi seperti closma gravidarum, sreta linea nigra berkaitan dengan kehamilan dan strie perlu dicatat. Penempangan kuku berwarna merah muda menandakan pengisian kapiler dengan baik. 10) Sistem endokrin Pada trimester kedua kelenjar tiroid membesar, pembesaran yang berlebihan menandakan hipertiroid dan perlu pemeriksaan lebih lanjut. 11) Sistem gastrointestinal a. Mulut Membran mukosa berwarna merah muda dan lembut .bibir bebas dari ulserasi, gusiberwarna kemerahan, serta edema akibat efek peningkatan estrogen yang mengakibatkan hiperplasia.Gigi terawat dengan baik, ibu dapat dianjurkan kedokter gigi secara
teratur karena penyakit periodontal menyebabkan infeksi yang memicu terjadinya persalinan prematur.Trimester kedua lebih nyaman bagi ibu untuk melakukan perawatan gigi. b. Usus Stestokop yang hangat untuk memeriksa bising usus lebih nyaman untuk ibu hamil.Bising usus bisa berkurang karena efek progesteron
pada
otot
polos,
sehingga
menyebabkan
konstipasi.Peningkatan bising usus terjadi bila menderita diare. 12) Sistem urinarius Pengumpulan urine untuk pemeriksaan dilakukan dengan cara urine tengah. Urine diperiksa untuk mendeteksi tanda infeksi saluran kemih dan zat yang ada dalam urine yang menandakan suatu masalah. a. Protein Protein seharusnya tidak ada dalam urine. Jika protein ada dalam urine, hal ini menandakan adanya kontaminasi sekret vagina, penyakit ginjal, serta hipertensi pada kehamilan. b. Glukosa Glukosa dalam jumlah yang kecil dalam urine bisa dikatakan normal pada ibu hamil. Glukosa dalam jumlah yang besar membutuhkan pemeriksaan gula darah c. Keton Keton ditemukan dalam urine setelah melakukan aktivitas yang berat atau pemasukan cairan dan makanan yang tidak adekuat d. Bakteri Peningkatan bakteri dalam urine berkaitan dengan infeksi saluran kemih yang bisanya terjadi pada ibu hamil. 13) Sistem reproduksi a. Ukuran payudara, kesimetrisan, kondisi putting dan pengeluaran kolostrum perlu dicatat. Adanya benjolan dan tidak simetris pada payudara membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. b. Organ reproduksi eksternal
Kulit dan membran mukosa perineum, vulva dan anus perlu diperiksa dari eksiorisasi, ulserasi, lesi, varises dan jarinagn parut pada perineum c. Organ reproduksi internal
Serviks berwarna merah muda pada ibu yang tidak hamil dan berwarna merah kebiruan pada ibu hamil yang disebut tanda Chadwik. Adanya nyeri ayun, dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu akan merasa sangat nyeri.
Vagina : mengalami peningkatan pembuluh darah karena pengaruh esterogen sehingga tampak makin merah dab kebiru biruan.
Ovarium (indung telur) : dengan terjadinya kehamilan, indung telur mengandung korpus luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang sempurna pada umur 16 minggu.
2. Diagnosa dan Intervensi
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. Tujuan: Setelah
diberikan
asuhan keperawatan
selama
1x8 jam,
diharapkan volume cairan tubuh adekuat dengan kriteria hasil:
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB,BJ urine normal HT normal
Tekanan darah,nadi,suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Rencana Tindakan Keperawatan: 1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat R: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan 2) Monitor status hydrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan R:
Hipotensi
(termasuk
postural),
takhikardia,
demam
menunjukan respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan
dapat
3) Monitor vital sign R:
Hipotensi
(termasuk
postural),
takhikardia,
demam
dapat
menunjukan respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan 4) Kolaborasi pemberian cairan IV R: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cair an untuk memperbaiki kehilangaan/anemia. 5) Monitor status nutrisi R: Mengetahui pemasukan nutrisi pada pasien b. Resiko syok (hipopolemi) berhubungan dengan hipotensi Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x8 jam, diharapkan tidak terjadi syok dengan kriteria :
Nadi dalam batas yang diharapkan
Irama jantung dalam batas yang diharapkan
Frekuensi nafas jantung dalam batas yang diharapkan
Rencana tindakan keperawatan: 1) Monitor status sirkulsi BP,warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer dan capilary refill time R: Mengetahui aliran darah yang mengalir pada tubuh 2) Monitor suhu dan pernafasan R: Hipotensi (termasuk postural), takikardia, demam dapat menunjukan respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan 3) Monitor input dan output R: Mengetahui pemasukan dan pengeluaran 4) Monitor tanda awal syok R: Untuk mencegah dan mengantisipasi komplikasi 5) Monitor inadekuat oksigenasi jaringan R: Mengatahui kelancaran sirkulasi 6) Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas R: Untuk menghindari syok
c. Risiko
tinggi
prosedur
terhadap
infeksi
maternal
berhubungan
dengan
invasif, pemeriksaan vagina berulang, kontaminasi fekal,
membran amniotik ruptur. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x8 jam, diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria :
Menggunakan teknik untuk meminimalkan risiko infeksi
Bebas dari tanda-tanda infeksi tidak terjadi demam, cairan amniotik jernih, tidak berwarna dan tidak berbau)
Rencana Tindakan Keperawatan : 1) Lakukan pemeriksaan vagina awal ; ulangi bila pola kontraksi atau perilaku klien menandakan kemajuan persalinan bermakna (R/Pengulangan pemeriksaan vagina berperan dalam insiden infeksi saluran asenden) 2) Tekankan pentingnya mencuci tangan yang baik dan tepat (R/Menurunkan risiko yang memerlukan/menyebarkan agen) 3) Gunakan teknik aseptik selama pemeriksaan vagina (R/Membantu mencegah pertumbuhan bakteri ; membatasi kontaminan dari pencapaian ke vagina) 4) Berikan/anjurkan
perawatan
perineal
setelah
eliminasi
;
setiap 4 jam dan sesuai indikasi, ganti pembalut/linen bila basah (R/Menurunkan insiden infeksi saluran asenden) 5) Pantau suhu, nadi, pernapasan sesuai indikasi (R/Dalam 4 jam setelah membran ruptur, insiden korioamnionitis meningkat secara progresif sesuai waktu ditunjukkan dengan peningkatan tanda-tanda vital) 6) Berikan cairan oral dan parenteral sesuai indikasi (R/Mempertahankan hidrasi dan rasa umum terhadap kesejahteraan) 7) Kolaborasi pemberian antibiotik profilaktik IV jika diindikasikan (R/ Antibiotik dapat melindungi perkembangan korioamnionitis pada klien berisiko)
DAFTAR PUSTAKA
Hadijanto, B. (2008). Perdarahan pada Kehamilan Muda In: Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction. Pranoto, Ibnu, dkk. (2013). Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya. Wibowo, B. (2007). Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam; Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Sujiyatini, dkk. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika.