I. Nomor Percobaan
: VI (enam)
II. Nama Percobaan
: Korosi Logam
III Tujuan Percobaan : Mempelajari sifat-sifat korosi pada beberapa logam (besi dan
tembaga) dengan menggunakan multitester IV, Landasan Teori :
Korosi merupakan proses degradasi, deteorisasi, pengerusakan material yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya. Adapun prosesnya yakni merupakan reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat disekelilingnya tersebut. Dalam bahasa sehari-hari korosi disebut dengan perkaratan. Kata korosi berasal dari bahasa latin “corrodere” yang artinya pengrusakan logam atau perkaratan. Jadi jelas korosi dikenal sangat merugikan. Korosi meruapakn system termodinamika logam dengan lingkungannya, yang berusaha untuk mencapai kesetimbangan. System ini dikatakan setimbang bila logam telah membentuk oksida atau senyawa kimia lain yang lebih stabil. Pencengahan korosi merupakan salah satu dari banyak jenis logam yang penggunaannya sangat luas dalam kehidupan sehari-hari. Namun kekurangan dari besi ini adalah sifatnya yang sangat mudah mengalami korosi. Padahal besi yang telah mengalami korosi akan kehilangan nilai jual dan fungsi komersialnya. Ini tentu saja akan merugikan sekaligus membahayakan. Berdasarkan dari asumsi tersebut percobaan ini difokuskan dalam upaya pencengahan terjadinya peristiwa korosi ini khususnya pada besi. Selain itu pada percobaan ini akan diketahui logamlogam apa sajakah yang dapat menghambat terjadinya korosi sesuai dengan sifat-sifat kimianya. Korosi dapat digambarkan sebagai sel galvanik yang mempunyai hubungan pendek dimana beberapa daerah permukaan logam bertindak sebagai katoda dan lainnya sebagai anoda, dan rangkaian listrik dilengkapi oleh aliran electron menuju besi itu sendiri. Sel elektrokimia terbentuk pada bagian logam dimana terdapat pengotor atau di daerah yang terkena tekanan (Oxtoby, dkk., 1999). Pada
peristiwa
korosi,
logam
mengalami oksidasi, sedangkan mengalami oksidasi,
oksigen
(udara)
mengalami reduksi. mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah. Korosi merupakan proses elektrokimia. proses elektrokimia. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku sebagai anode, sebagai anode, di di mana besi mengalami oksidasi. 2+
Fe(s) Fe(s)<--> <--> Fe (aq) + (aq) + 2e
Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak sebagai katode, di mana oksigen tereduksi. +
O2(g) + 4H (aq) + 4e <--> 2H2O(l) atau -
O2(g) + 2H2O(l) + 4e <--> 4OH (aq) Ion besi(II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, yaitu karat besi. Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan bagian mana yang bertindak sebagai katode, bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu. Besi yang murni adalah logam yang berwarna putih perak yang kukuh dan liat. Ia o
melebur pada suhu 1535 C. Jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya besi mengandung sejumlah kecil karbida, silsida, fosfida, dan sulfida dari besi, serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Berbeda dengan tembaga, tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Melebur pada o+
1038 C. Karena potensial elektroda standarnya positif, ia tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit (Svehla, 1990). Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atauelektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari prosesekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawabesi oksida atau besi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida). Deret Volta dan hukum Nernst akan membantu untuk dapat mengetahui kemungkinan terjadinya korosi. Kecepatan korosi sangat tergantung pada banyak faktor, seperti ada atau tidaknya lapisan oksida, karena lapisan oksida dapat menghalangi beda potensial terhadap elektrode lainnya yang akan sangat berbeda bila masih bersih dari oksida. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Korosi Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu logam dapat terkorosi dan kecepatan laju korosi suatu logam. Suatu logam yang sama belum tentu mengalami kasus korosi yang sama pula pada lingkungan yang berbeda. Begitu juga dua logam pada kondisi lingkungan yang sama
tetapi jenis materialnya berbeda, belum tentu mengalami korosi yanga sama. Dari hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi korosi suatu logam, yaitu faktor metalurgi dan faktor lingkungan. 1.
Faktor Metalurgi Faktor metalurgi adalah pada material itu sendiri. Apakah suatu logam dapat tahan
terhadap korosi, berapa kecepatan korosi yang dapat terjadi pada suatu kondisi, jenis korosi apa yang paling mudah terjadi, dan lingkungan apa yang dapat menyebabkan terkorosi, ditentukan dari faktor metalurgi tersebut. Yang termasuk dalam faktor metalurgi antara lain : a.
Jenis logam dan paduannya Pada lingkungan tertentu, suatu logam dapat tahan tehadap korosi.Sebagai
contoh, aluminium dapat membentuk lapisan pasif pada lingkungan tanah dan air biasa, sedangkan Fe, Zn, dan beberapa logam lainnya dapat dengan mudah terkorosi. b.
Morfologi dan homogenitas Bila suatu paduan memiliki elemen paduan yang tidak homogen, maka paduan
tersebut akan memiliki karakteristik ketahanan korosi yang berbeda-beda pada tiap daerahnya. c.
Perlakuan panas Logam yang di-heat treatment akan mengalami perubahan struktur kristal atau
perubahan fasa. Sebagai contoh perlakuan panas pada temperatur 500-800 0C terhadap baja tahan karat akan menyebabkan terbentuknya endapan krom karbida pada batas butir. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya korosi intergranular pada baja tersebut. Selain itu, beberapa proses heat treatment menghasilkan tegangan sisa. Bila tegangan sisa tesebut tidak dihilangkan, maka dapat memicu terjadinya korosi retak tegang. d.
Sifat mampu fabrikasi dan pemesinan Merupakan suatu kemampuan material untuk menghasilkan sifat yang baik
setelah proses fabrikasi dan pemesinan. Bila suatu logam setelah fabrikasi memiliki tegangan sisa atau endapan inklusi maka memudahkan terjadinya retak.
2.
Faktor Lingkungan Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi korosi antara lain: a.
Komposisi kimia
Ion-ion tertentu yang terlarut di dalam lingkungan dapat mengakibakan jenis korosi yang berbeda-beda.Misalkan antara air laut dan air tanah memiliki sifat korosif yang berbeda dimana air laut mengandung ion klor yang sangat reaktif mengakibatkan korosi.Gambar berikut menunjukkan pengaruh komposisi elemen paduan terhadap ketahan korosi terhadap paduan tembaga. b.
Konsentrasi
Konsentrasi dari elektrolit atau kandungan oksigen akan mempengaruhi kecepatan korosi yang terjadi. Pengaruh konsentrasi elektrolit terlihat pada laju korosi yang berbeda dari besi yang tercelup dalam H2SO4 encer atau pekat, dimana pada larutan encer, Fe akan mudah larut dibandingkan dalam H2SO4 pekat. Pengaruh konsentrasi terhadap laju korosi dapat dilihat pada gambar berikut. Suatu logam yang berada pada lingkungan dengan kandungan O2 yang berbeda akan terbagi menjadi dua bagian yaitu katodik dan anodik. Daerah anodik terbentuk pada media dengan konsentrasi O2 yang rendah dan katodik terbentuk pada media dengan konsentrasi O2 yang tinggi. c.
Temperatur
Pada lingkungan temperatur tinggi, laju korosi yang terjadi lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur rendah, karena pada temperatur tinggi kinetika reaksi kimia akan meningkat. Gambar berikut menunjukkan pengaruh temperatur terhadap laju korosi pada Fe. Semakin tinggi temperatur, maka laju korosi akan semakin meningkat, namun menurunkan kelarutan oksigen. Sehingga pada suatu sistem terbuka, diatas suhu 800C, laju korosi akan mengalami penurunan karena oksigen akan keluar sedangkan pada suatu sistem tertutup, laju korosi akan terus menigkat karena adanya oksigen yang terlarut.
d.
Gas, cair atau padat Kandungan kimia di medium cair, gas atau padat berbeda-beda. Misalkan pada gas,
bila lingkungan mengandung gas asam, maka korosi akan mudah terjadi (contohnya pada pabrik pupuk). Kecepatan dan penanganan korosi ketiga medium tersebut juga dapat berbeda beda.Untuk korosi di udara, proteksi katodik tidak dapat dilakukan, sedangkan pada medium cair dan padat memungkinkan untuk dilakukan proteksi katodik. e.
Kondisi biologis
Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur dapat menyebabkan terjadinya korosi mikrobial terutama sekali pada material yang terletak di tanah.Keberadaan mikroorganisme sangat mempengaruhi konsentrasi oksigen yang mempengaruhi kecepatan korosi pada suatu material. 2.Teori Ion Svante August Arrhenius Mengapa larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik, sedangkan larutan nonelektrolit tidak dapat menghantarkan arus listrik? Penjelasan tentang permasalahan di atas pertama kali dikemukakan oleh Svante August Arrhenius (1859 – 1927) dari Swedia saat presentasi disertasi PhD-nya di Universitas Uppsalatahun 1884. Menurut Arrhenius, zat elektrolit dalam larutannya akan terurai menjadi partikel-partikel yang berupa atom atau gugus atom yang bermuatan listrik yang dinamakan ion. Ion yang bermuatan positif disebut kation, dan ion yang bermuatan negatif dinamakan anion. Peristiwa terurainya suatu elektrolit menjadi ion-ionnya disebut proses ionisasi. Ion-ion zat elektrolit tersebut selalu bergerak bebas dan ion-ion inilah yang sebenarnya menghantarkan arus listrik melalui larutannya.Sedangkan zat nonelektrolit ketika dilarutkan dalam air tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi tetap dalam bentuk molekul yang tidak bermuatan listrik. Hal inilah yang menyebabkan larutan nonelektrolit tidak dapat menghantarkan listrik. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan: 1. Larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik karena zat elektrolit dalam larutannya terurai menjadi ion-ion bermuatan listrik dan ion-ion tersebut selalu b ergerak bebas. 2. Larutan nonelektrolit tidak dapat menghantarkan arus listrik karena zat nonelektrolit dalam larutannya tidak terurai menjadi ion-ion, tetapi tetap dalam bentuk molekul yang tidak bermuatan listrik. Zat elektrolit adalah zat yang dalam bentuk larutannya dapat menghantarkan arus listrik karena telah terionisasi menjadi ion-ion bermuatan listrik.Zat nonelektrolit adalah zat yang dalam bentuk larutannya tidak dapat menghantarkan arus listrik karena tidak terionisasi menjadi ion-ion, tetapi tetap dalam bentuk molekul.
V. Alat dan Bahan
Alat : 1. Lembaran Besi 8 cm x 2 cm 2. Lembaran Tembaga 8 cm x 2 cm 3. Amplas 4. Multimeter 5. Gelas kimia’ 6. Gelas Ukur 7, Pipet tetes Bahan : 1. Larutan K 3[Fe(CN )6] 0.1 M 2. Indikator larutan PP 3. Laruan NaCl 3% 4. Aseton VI. Prosedur Percobaan
1. Membersihkan lembaran besi dan tembaga dengan menggunakan amplas , kemudian menggosoknya dengan kain katun yang telah direndam dalam aseton untuk membersihkan dari lemak yang mungkin ada 2. Membuat larutan indicator feroksi dengan cara sebagai berikut : Mencampurkan 40 ml larutan NaCl 3 % dan 20 ml larutan K 3[Fe(CN )6] 0.1 M dalam gelas kimia 250 ml . Kedalam campuran tersebut, menambahkan secara hati-hati larutan PP sambil diaduk. Pada percobaan ini , larutan indicator ferroksi akan memberikan warna biru dengan ion Fe
3+
dan PP
-
Memberikan warna merah dengan ion OH
3. Menempatkan sebuah lembaran besi dan sebuah lembaran tembaga kedalam gelas kimia 250 ml yang diletakkan di atas kertas yang berwarna putih . dengan menggunakan klip alligator, menghubungkan kedua logam tersebut dengan multimeter . Memasukkan larutan ferroksil kedalam gelas kimia sehingga tiap-tiap elektroda sebagian tercelup. Hati-hati, jangan sampai klip alligator basah dan jangan sampai terjadi hubungan antara logam yang satu dengan yang lain.
4. Mengamati jarum penunjuk aliran arus listrik pada multimeter untuk menentukan besarnya aliran electron yang melewati keua logam tersebut . Mengamati juga perubahan warna yang terjadi. Pada saat terjadi perubahan warna, Mengamati jarum penunjuk pada multimeter . Catatan : Setelah selesai melakukan percobaan , mengambalikan semua peralatan (termasuk lempeng besi dan tembaga) dalam keadaan bersih.
VII . Hasil Pengamatan No
1
Cara Kerja
Hasil Pengamatan
Besi (Paku) dan tembaga dibersihkan Besi dan Tembaga dibersihkan dengan kain, dengan
menggunakan
dibersihkan
dengan
kain
amplas yang
dan karat pada besi hilang telah
direndam aseton 2
40 ml NaCl 3% + 20 ml K 3[Fe(CN )6] 0.1 NaCl 3% M + Indikator PP
(kuning)
(bening) + K 3[Fe(CN )6] 0.1 M
Larutan
yang berwarna kuning +
indicator PP ( bening)
larutan berwarna
kuning
3
Besi dan lembaran tembaga ditempatkan Pada arus 1,4 dihasilkan warna biru pada pada beaker glass yang berisi indicator permukaan besi yang dicelupkan kedalam ferroksil,
dengan
menggunakan
klip indicator feroksil. Kemudian pada arus 2,71
alligator . Besi dan tembaga dihubungkan terdapat warna merah pada ujung atau sekitar dengan multimeter. 4.
Amati
jarum
penunjuk
permukaan tembaga. arus
pada
multimeter dan amati perubahan warna yang terjadi.
VIII . Persamaan Reaksi
X . Pembahasan
Kali ini kami melakukan percobaan mengenai korosi pada logam .Paku adalah salah satu bahan yang sangat mudah teroksidasi oleh oksigen yang ada di udara bebas. Dimana oksigen akan membentuk lapisan oksida melapisi permukaan logam, teteapi oksida logam besi ini mempunyai pori-pori sehingga mudah ditembus oleh oksigen atau uap air. Dengan demikian, keadaan ini memungkinkan reaksi oksidasi secara berkelanjutan pada bagian awal lapisan oksida yang telah terbentuk sebelumnya. Demikian seterusnya sampai semua logam besi teroksidasi, menyebabkan perubahan bentuk yang gembur dan keropos, yang pada akhirnya akan mengurangi bahkan merusak penampilan dan kekuatan logam besi tersebut. Dalam percobaan ini kita dapat mengetahui sifatsifat korosi pada paku besi dengan menggunakan multitester Mula-mula, kami membuat indicator feroksil dengan Mencampurkan 40 ml larutan NaCl 3 % dan 20 ml larutan K 3[Fe(CN )6] 0.1 M dalam gelas kimia 250 ml, kemudian menempatkan besi dan lembaran tembaga ke dalam indicator feroksil . NaCl yang berfungsi sebagai jembatan garam yang dapat dinetralkan. Larutan kemudian ditambahkan dengan indikator PP yang -
menyebabkan adanya warna merah dengan adanya OH , warna merah dalam larutan menunjukkan tempat dimana reduksi. penambahan K 3Fe(CN)6 bertujuan untuk menunjukkan tempat dimana Fe teroksidasi yang ditandai dengan adanya warna biru. jika pada larutan
K 3(Fe(CN)6) dan indicator PP reaksi justru menghasilkan warna pada paku-paku tersebut.Untuk indicator PP menghasilkan warna biru disekitar bagian sisi paku. Hal ini karena indicator yang digunakan memang termasuk dalam indicator asam basa dimana dalam suasana basa indicator akan merubah warnanya dari bening menjadi biru. Hubungan antara reaksinya dengan paku-paku tersebut adalah dari paku itu sendiri mengandung unsure Fe( besi ) yang juga memiliki sifat basa,misalnya saja dalam pembentukannya menjadi Fe(OH)3. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa reaksi Fe dengan indikaror ferroksi diperoleh warna biru pada arus 1.4 sendangkan pada tembaga diperoleh warna merah pada arus 2,71. Hal ini membuktikan bahwa Fe teroksidasi pada paku. Reaksi pada tembaga diperoleh warna merah, yang menunjukkan tempat terjadinya reduksi.
XI. Kesimpulan
1. Proses korosi terjadi ketika adanya oksigen dari sistem maupun lingkungan dan air 2. Penambahan K 3Fe(CN)6 bertujuan untuk menunjukkan tempat dimana Fe teroksidasi yang ditandai dengan adanya warna biru -
3. Indikator PP yang menyebabkan adanya warna merah muda dengan adanya OH
4. Warna merah muda dalam larutan menunjukkan tempat dimana terjadinya reduksi. 5. Reaksi Fe dengan indikaror ferroksi diperoleh warna biru pada arus 1.4 sendangkan pada tembaga diperoleh warna merah pada arus 2,71.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Korosi, (online) (http://www.wikipedia.com ), diakses 28 oktober 2013, pukul 21.00. Hamada, H., dan Tanabe, H., 2004, Analysis of Overheating Rupture in Heat-Transfer Tubes Causing Corrosive High-Temperature Reaction, Journal of Nuclear Science and Technology, 41(6). Oxtoby, D. W., Gillis, H. P. dan Nachtrieb, N. H., 1999, Kimia Modern, Erlangga, Jakarta Svehla, G., 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta. Taba, P., Zakir, Muh., Fauziah, St., 2009, Penuntun Praktikum Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar. Trethewey, K. R., dan Camberlain, J., 1991, Korosi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta