Klorinasi
Klorinasi (chlorination) adalah proses pemberian klorin kedalam air yang telah menjalani proses filtarsi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air. Klorin ini banyak digunakan dalam pengolahan limbah industry, air kolam renang, dan air minum di Negara-negara sedang berkembang karena sebagai desinfektan, biayanya relative murah, mudah, dan efekti. Senyawa-senyawa klor yang umum digunkan dalam proses klorinasi, antara lain, gas klorin, senyawa hipoklorit, klor dioksida, bromine klorida, dihidroisosianurate dan kloramin. Tabel 3.2 perbandingan antara slow sand filter dan rapid sand filter. Spesifikasi 1. Ruangan
Slow sand filter Perlu ruangan besar
Rapid sand filter Perlu ruangan kecil
2.
Kecepatan filtrasi
0,1-0,4 m 3/m2/jam
5-15 m3/m2/jam
3.
Butir pasir efektif
0,15-0,35 mm
0,6-2,0 mm
4.
Prelimanary treatment
Plain coagulation
Koagulasi kimia
5.
Pemebersihan filter
Pengerukan lapisan atas
Back washing
6.
Operasi
Sederhana
Perlu tenaga terdidik
7.
Efek turbiditas
Baik
Baik
8.
Menghilangkan warna
Sedang
Baik
9.
Menghilangkan bakteri 99,9-99,99%
98-99,9%
Berikut beberapa kegunaan klorin: a)
Memiliki sifat bakterisidal dan germisidal
b)
Dapat mengoksidasi zat besi, mangan, dan hydrogen hydrogen sulfide.
c)
Dapat menghilankan bau dan rasa tidak enak pada air.
d) Dapat mengontrol perkembangan alga dan ornagisme pembentuk lumut yang dapat mengubah baud an rasa pada air. e)
Dapat membantu proses koagulasi.
Cara kerja klorin
Klorin dalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat ini kemudian di netralisasi oleh sifat basa dan air sehingga akan terurai menjadi ion hydrogen dan ion hipoklorit. Perhatikan reaksi kimia berikut H2O + Cl2 HCl +HOCl HCOl
H+ + OCl-
Klorin sebagai disenfektan terutama bekrja dalam bentuk asam hipoklorit (HOCl) dan sebagian kecil dalam bentuk ion hipoklorit (OCl -). Klorin dapat bekerja dengan efektif sehingga desinfektan jika berada dalam air dengan pH sekitar 7. Jika nilai pH air lebih dari 8,5, maka 90% dari asam hippokorit itu akan mengalami ionisasi menjadi ion hipoklorit. Dengan demikian, khasiat desinfektan yang memiliki klorin menjadi lemah atau berkurang. Prinsip-prinsip pemberian klorin
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan ketika melakukan proses klorinasasi, antara lain: 1. Air harus jerni dan tidak keruh karena kekeruhanpada air akan menghambat proses klorinasi. 2. Kebutuhan klorin harus diperhitungkansecara cermatagar dapat dengan efektif mengoksidasi bahan-bahan organik dan dapat membunuh kuman pathogen dan meninggalkan sisa klorin bebas dalam air. 3. Tujuan klorinasi pada air adalah unutk mempertahankan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l did lam air. Nilai tersebut merupakan margin of safety (nilai batas keamanan) pada air untuk membunuh kuman pathogen yang mengantominasi pada saat penyimpanan dan pendistribusian air. 4. Dosis klorin yang tepat adalah jumlah klorin dalam air yang dapat di pakai untuk mebunuh kuman pathogen serta untuk mengoksidasi bahan organik dan untuk mniggalkan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/l dalam air. Metode klorinasi
Pemberian klorin pada disenfeksi pada air dapat diakaukan melalui beberapa cara yaitu dengan pemberian : a)
Gas klorin.
b)
Kloramin.
c)
Perkloron
Gas klorin merupakan pilihan utama karena harganya murah, kerjanya cepat, efisien, dan mudah digunakan. Gas klorin harus digunakan secara hati-hati karena ini beracun dan dapat menimbulkan iritasi pada mata. Alat klorinasi berbahan gas klorin ini disebut sebagai
chloronome equipments. Alat yang sering dipakai adalah paterson’s chloronome yang berfungsi untuk mengukur dan mengatur gas klorin pada persedian air. Kloramin dapat juga dipakai dan merupakan prsenyawaan lemah dari klorindan anaomia. Zat ini kurang memberikan rasa klorin pada air dan sisa klorin bebas di dalam air lebih persisten walau kerjanya lambat dan tidak ssuai untuk klorinasi dalam skala besar. Perkloron sering juga disebut sebagai high test hypochlorite. Zat ini merupakan persenyawaan antara kalsium dan 65-75% klorin yang diepaskan didalam air. Pemeriksaan konsentrasi klorin
Titk batas (break point) konsentrasi korin bebas dalam air kurang lebih 0,2 mg/l. konsentrasi korin bebas tersebut diukur melalui pemeriksaan orthotolidine arsenite (OTA test). Berikut beberapa pemeriksaan yang berkaitan dengan pemastian ada tidaknya klorin daam air.
1. Orthotolidine arsenite test
Orthotolidine arsenite test pertama kali dilakukan pada tahun 1918 untuk mengetahui adanya klorin bebas di dalam air. Reagennya berupa bahan Analytical Grade Ortholidine yang dilarutkan dalam 10% asam hipoklorit. Cara pemeriksaannya adalah bahwa sebanyak 0,1 ml larutan OT dimasukan kedalam 1 ml sampel air dan diperhatikan reaksi yang terjadi. Jika mengandung klorin, sampel air itu akan berubah warna menjadi kuning. Perubahan warna itu kemudian di bandingkan dengan warna standar yang tersedia. Kelamahan uji ini adalah bahwa warna kuning dapat dihasilkan baik oleh sisa klorin bebas maupun oleh klorin yang terikat ( combined chlorine) sehingga pemeriksaan lebih lanjut perlu di lakukan. 2. Orthotolidine arsenite Test (OTA Test)
Pemeriksaan merupakan modifikasi dari OT Test diatas. Uji ini dpat memisahkan dan bereaksi dengan klorin bebas. Hal yang paling penting adalah bahwa uji ini dapat menentukan konsentrasi atau kadar klorin yang bebas I dalam air.
Dampak klorinasi air
Proses klorinasi yang dilakukan pada air yang mengandung bahan-bahan organic dengan konsentrasi tinggi akan membentuk senyawa halogen organik yang mudah menguap (volatile halogenated organics), biasadi singkat dengan VHO. Senyawa-senyawa VHO tersebut sebagian besar di temukan dalam bentuk trihalomethane (THM).
Ttrihalomethane (THM) dapat di temukan pada jenis air yang berikut. 1.
Air minum
Pada hasil pmeriksaan terhadap air minum yang mengalami proses klorinasi, baik dngan gas klorin, natrium hipoklorin (NaClO), maupun dengan klodioksida (ClO 2), ditemukannya adanya senyawa TMH. Padahal, sebelum menjalani proses klorinasi, kandungan bahan organik air tersebut telah dihilangkan dan hasil analisis sebelumnya menujukan ketiadaan THM. Kadar THM maksimum yang trdeteksi adalah 41,8 ug/l. 2.
Air kolam renang
Pada pemeriksaan terhadap air kolam renang yang telah menjalani desinfeksi, juga didapat senyawa THM dengan kadar yang ternyata lebih tinggi dari pada kadar THm dalam air minum. Kondisi tersebut akibat lebih besarnya kandungak bahan organic juga didapat dari keringat dan urine yang berenang. 3.
Air permkaan dan air tanah
Air tanah di beberapa wilayah mengandung baha organic dalm konsentrasi yang tinggi yang dapat membahayakan kesehatan. Dalam tubuh manusia lebih dari 50,6% THM akan tumbuh menjadi CO2, tetapi kondisi ini tergantung pada kepekaan individu. Damapak yang paling cepat pada kesehatan adalahhilangnya kesadaran, yang dapat diikuti dengan keadaan koma dan kematian. Kadar total THM 30 ug/l dalam air minum telah direkomendasikan dengan konsumsi rata-rata 2 liter/hari. Seperti dikatakan diatas, oses klorinasi pada air yang mengandung bahan organic dapat mengakibatkan terbentuknya Ttrihalomethane (THM) yang berbahaya bagi kesehatan. Untuk menurunkan konsentrasi THM dalam air yang akan menjalani klorinasi harus dihilangkan dulu penyebabnya, yaitu zat-zat organic. Selain itu dapat juga dilakukan penggantian desinfektan yang tidak menyebabkan terbentuknya THM. Berikut beberapa alternative yang dapat dilakukan ntuk menghilangkan penyebab terbentuknya THM. 1. Memindahkan proses klorinasi kebagian paling akhir agar kandungan bahan organic dalam air sudah hilang sebelum roses klorinasi. 2. Jika klorinasi dilakukan setelah proses koagasi dan pengendapan atau setelah pross pelunakan dan pengendapan, proses-proses tersebut perlu di perbaiki untuk mengoptimalkan penghilangan bahan – bahan organic. 3. Optimalisasi proses-prose pendahulan sebelum proses klorinasi untuk menghilangkan bahan-bahan organik. 4. Penggunaan abdorsen (karbon aktif) untuk menghilangkan bahan-bahan organik sebelum proses klorinasi. 5. Memperbaiki kualitas air baku atau memilih sunber alternative yang tidak mengandung bahan organik dalam konsentrasi tinggi.
6. Penggunaan kombinasi cara-cara tersebut dan cara mereduksi dosis klorin, jika dapat, sebaiknya dilakukan tanpa mempengaruhi efek desinfeksi. Bergantian dengan jenis desinfektan, beberapa desinfektan laternatif berikut dapat menghasilkan THM dalam konsentrasi yang sangat kecil atau bahakan tidak ada sama sekali . 1.
Klorin bebas, korin dioksida
2.
Kloramin
3.
Ozon
Dalam keadaan darurat, untuk mengatasi masalah sumber air minum yang terkonsentarsi THM, air tersebut harus direbus dahulu sebelum dipakai sebagai air minum. THM akan hilang bila air direbus sampai mendidih selama 3-5 menit. Ozon
Penggunaan ozom unutk proses purifikasi air telah dilakuakn oleh beberapa Negara. Ozom memiliki kemampuan yang besar untuk mengoksidasi asam organik dalam skala yang luas selain juga kemampuan untuk memecahkan dinding sel mikroorganisme. Kemampuannya yang terakhir tentu menyebabkan penggunaan ozon sangat efektif untuk membunuh mikroorganisme dalam air. Kemampuannya itu menyebabkan ozon banyak di manfaatkan dalam instalasi pengolahan air. Berikut beberapa keuntungan di dalam penggunaan ozon. 1.
Sebagai disinfektan berspektrum luas
2.
Menghilangkan bau, warna, dan rasa
3.
Menambah kandungan oksigen dalam air
4.
Proses desinfeksi cepat
5.
Dalam konsentrasi rendah masih bisa berfungsi
6.
Tidak membentuk senyawa beracun dalam air
7.
Tidak menimbulkan masalah yang berhubungan dengan pengangkutan bahan bakunya
Adapun kerugian di dalam penggunaan ozon, antara lai n : 1.
Biaya tinggi, terutama pada penyediaan alatnya
2.
Harus memiliki pembangkit ozon dengan sumber energy listrik yang besar
3.
Perawatan dan operasional cukup rumit
4.
Sisa ozon tidak dapat di pertahankan pada air untuk waktu lama
5.
Lebih mahal di bandingkan dengan klorin
Purifikasi Air Skala Kecil
Uraian di bawah ini berkaitan dengan beberapa contoh yang lazim kita temukan dalam purifikasi air skala kecil. Purifikasi air di rumah Ada tiga metode yang sering di pakai untuk melakukan purifikasi air di rumah ketiganya dapat di gunakan seara sendiri atau kombinasi sebagai berikut. 1.
Pemasakan
Memasaka air merupakan cara yang paling baik untuk melakukan proses purifikasi air di rumah . agar lebih efektif, air di biarkan tetap mendidih antara 5 – 10 menit. Dalam kisaran waktu tersebut, proses pendidihan di harapkan telah mematikan semua kuman, spora, kista, atau telur sel lain menjadikan air bersifat steril. Di samping itu, proses pendidihan juga dapat mengurangi kesadahan sementara ( temporary Hardness ) air karena penguapan CO 2 dan pengendapan CaCO3 . 2.
Desinfeksi kimia
a.
Bubuk pemutih ( kaporit, CaOCl 2 )
Bubuk pemutih ( bleaching powder ) merupakan bubuk berwarna putih dengan bau seperti klorin dan harus di simpan di tempat gelap,kering, dan tertutup rapat . wadahnya terbuat dari bahan anti karat. Pada air yang mengelami tingkat pencemaran cukup parah dan berwarna keruh, pemberian klorin scara langsung kurang baik dan tidak efektif b.
Larutan klorin
Larutan klorin dapat di buat dari bubuk pemutih denagancra sebagai berikut.sebanyak 4 kg bubuk kaporit yang mengandung 25% klorin di campur dengan 20 L air , yang berarti terdapat 5 % klorin dalam larutan ini.seperti halnya bubk kaporit, larutan klorin ini juga mudah rusak jika terkena sinar matahari dan tidak dapat di simpan lama. c.
High test hypochlorite ( HTH )
High test hypochlorite juga di sebut sebagai perkloron yang merupakan persenyawaan kalsium dengan kadar klorin 60 – 70%. zat ini lebih stabil dibandingkan dengan bubuk kaporit dan mudah di simpan. d.
Tablet klorin
Tablet klorin dapat berupa tablet halazone, chlor de chlor, hydrochlonazone yang banyak di jual di pasaran.tablet klorin cukup baik jika di pakai sebagai desinfektan air dalam skala
kecil.sebanyak 100mg klorin dapat di pakai untuk mendesinfeksi 2 galon air yang memiliki turbiditas 500 ppm dan residua chlorine bebas dalam iar 2mg / L. e.
Iodine
Iodine merupakan desinfektan yang paling baik terutama utuk proses desinfeksi air dalam skala kecil, tetapi harganya cukup mahal jika akan digunakan sebagai desinfektan air dalam skala besar. Sebanyak 2 tetes 2%dalam larutan ethanol sudah cukup untuk mendesinfektan yang efektif, perlu waktu sekitar 20-30 menit. f.
Kalium permanganat ( KMNO4)
Kalium permanganat adalah zat oksidan yang kuat tetapi tidak tetap jika dipakai untuk mendesinfeksi air. Walau efektif terhadap vibrio cholarea, zat ini kurang efektif terhadap mikrooragnisme lain disamping dapat menimbulkan perubahan waran, rasa, dan bau pada air sehingga kurang di sukai untuk desinfeksi air. 3.
Filtrasi
Air dalam skala kecil dapat di filtrasi dengan menggunkan ceramic filter semacam Pasteur chamberland filter, dan katadyn filter. Chamberland filter memiliki suatu bagian berbentuk lilin dan terbuat dari proselein, sementara berkefeld filter mamiliki suatu bagain yang terbuat dari kieselgurf atau infusorial earth, sedangakn katadyn filter dilapisi dengan silver catalyst. Filter-filter tersebut hanya dapat menyaring bakteri tetapi tidak dapat menyaring virus.
Desinfeksi air sumur
Metode yang paling efektif dan murah untuk melakukan proses desinfeksi pada air sumur adalaha dengan menggunakan bubuk pemutih (bleaching poedwr). Langka-langkan dalam mendesinfeksi air sumur, antara lain : 1.
Menetukan/ mengukur volume air yang terdapat di dalam sumur dengan :
a.
Mengukur dalamnya permukaan air (h) meter
b.
Mengukur penampangan sumur (d) meter
c.
Substitusi hdan d dalam rumus :
Volume )liter) = 3,14 x d 2 x h 2. Menetukan kadar kaporid yang di perlukan untuk mendesinfeksi sumur. Umumnya di perlukan sekitar 2,5 g kaporit unutk mendesinfeksi 1000 liter air atau 0,7 mg klorin per liter air.
3.
Melarutkan kaporit di dalam air.
Sebanyak 100 g kaporit dimasukan ke dalam ember yang berisi air secukupnya dan dibuat menjadi pasta tipis. Ke dalam campuran itu di tambahnkan air 3/4 ember dan di aduk perlahan sampai rata. Biarkan selama 5-20 menit untuk mengendapkan zat kalsium yang trdapat dalam kaporit. Air yang terdapat di atas endapan di pindahkan ke ember lain, endapan kalsium yang ada bila di masukan ke dalam air sumur akan menimbulkan kesadahan pada air. 4.
Memasukkan larutan klorin ke dalam sumur.
Ember yang berisi larutan klorin di derek ke bawah sumur sampai berada jauh di bawah permukaan air. Air sumur di aduk dengan menggerakan ember kearah vertikal dan lateral beberapa kalai sampai larutan klorin bercampur rata dengan air sumur. 5.
Periode kontak
Air sumur yang sudah menjalani proses klorinasi di biarkan sampai 30 menit atau lebih sebelum air dapat di timba untuk dikonsumsi. 6.
Orthotolidine arsenite test
Setelah 30 menit dari periode kontak, residual chlorine yang bebas dalam air dapat diperiksa dengan menggunkan OTA test. Jika ternyata kadar klorin bebas kurang dari 2 mg/l, proses klorinasi perlu diulang kebali sebelum sumber air di pergunakan. Pada saat terjadi epidemik kolera, sumur yang ada perlu di desinfeksi setiap hari. Desinfeksi air sumur juga dapat dilakukan dengan metode double pot. Metode oubelpot merupakan suatu cara desinfeksi yang sederhana dan efektif yang di pakai saat keadaan darurat ketika diperlukan adanya dosis klorin yang mantap dalam air sumur untuk beberapa waktu 2-3 minggu. Metode ini banyak dipakai dan sukses di beberapa negara.
Berikut prosedur desinfeksi yang menggunkan metode double pot. 1.
Buat campuran 1 kg kaporit dan 2 kg pasir kasar dengan penampangan efektif 2mm.
2. Masukan campuran itu kedalam pot kecil sampai pada batas 3 cm di bawah lubang, kemudian masukan pot itu kedalam pot besar. 3.
Tutup mult pot besar itu dengan polietilen foil dan hubungkan dengan tali.
4. Celupkan double pot itu kedalam air dengan kedalaman kurang dari 1 meter di bawah permukaan air. Jaga agar pot tetap pada posisi tersebut dengan mengikat tali yang tersambung padanya. Metode ini terbukti sangat efektif selama 2-3 minggu unutk sumur keluarga kecil yang mengandung air 4.500 liter dengan jumlah pemakaina antara 360-450 liter/hari. Pemeriksaan air dan kriteria kesehatan persediaan air
Untuk kepentingan masyarakat sehari-hari, persediaan air harus memenuhi standar air minum dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Menurut WHO, standar-standar air minum yang harus dipenuhi agar suatu persediaan air dapat dinyatakan layak sebagai air minum : 1.
Memenuhi persyaratan fisik
2.
Memenuhi persyaratan biologis
3.
Mengadung zat-zat kimia
4.
Mangandung radioaktif.
Negara maju lebih menekankan standar kimia, sedangkan negara berkembang lebih menekankan standar biologis. Berikut standar-standar unutk kelayakan air minum yang berlaku di indonesia, menurut Permenkes RI No.01/birhubmas/I/1975. 1.
Standar fisik : suhu, warna, rasa, bau, kekeruhan
2. Standar biologis : kuman parasit, patogen, bakteri golongan koli ( sebagai patokan adanya pencermaran tinja ) 3.
Standar kimia : pH, jumlah zat padat, dan bahan kimia lain
4.
Standar radioaktif : radioaktif yang mungkin ada dalam air.
Pemeriksaan air yang lengkap unutk memenuhi standar air minum yang sehat terdiri atas: 1.
Survei saniter (sanitaty survey)
2.
Pngambilan sampel (sampling)
a.
Fisik
b.
Kimia
c.
Bakteriologis
d.
Virologi
e.
Biologis
f.
Radiologis
Survei saniter
Srvei saniter (sanitary survey) merupakan pengumpulan data dari tempat dan sumber persediaan air. Data yang di kumpulakan, antara lain, sumber pencemaran, cara distribusi air, dan informasi lain yang ada kaitnya dengan kepentingan sanitasi.
Survei harus dilakukan oleh orang terlatih dan memiliki keahlian di bidang sanitasi. Hasilhasil pemeriksaan laboratorium harus di konfirmasi dengan data-dat dari hasil survei sebelumnya sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sumber air yang telah di periksa memang aman dan tidak berbahay bagi masyarakat. Pengambilan sampel
Penagmbilan sampel (sempling)yang baik merupakan kegiatan yang penting. Sampel yang di ambil harus refresentatif atau mewakili dari sumber air yang akan di periksa dan bebas dari kontaminasi. Tehnik pengambilan sampel bergantung pada tujuan pemeriksaan, apakah untuk pemriksaan bakteriologis atau kimia. Pemeriksaan laboratorium
Seperti telah disebutkan, ada beberapa tip pemriksaan laboratorium, yaitu pemeriksaan fisik, kimia, bakteriologis, virologis, biologis, dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan fisik Karakteristikfisik dari air minum dinyatakan dalam satuan yang absolut dan respon yang subjektif. variabel-variabel yang di periksa di dala m pemeriksaan fisik ini, antara lain : a.
Turbiditas (kekeruhan)
Air minum harus bebas dan kekeruhan. Turbiditas dapat di ukur dengan alat yang di sebut turbidimeter. Salah satu turbidimeter standar adalah Jackson Candle Turbidimeter . Sementara batasan turbiditas yang di perbolehkan adalah kurang dari 5 nit. b.
Warna
Air yang bersih harus jernih atau tidak boleh berwarna,. Pemeriksaan warna dapat dilakukan dengan kalorimeter. Batas yang di perbolehkanuntuk air minum adalah kurang dari 15 unit. c.
Bau dan rasa
Air minum harus bebas dari bau dan rasa. Bau (odor) diukur secara subjektif terhadap air yang telah menjalani pengenceran serial. Pemeriksaan juga dilakukan pada larutan yang paling encer, yang masi terdeteksi baunya, jumlah pengenceran merupakan odor number dari air yang di periksa. Rasa dalah subjektivitas yang sulit dispesifikasikan. Respon terhadap rasa dan bau bersifat subjektif dan becampur sehingga sulit dinyatakan secara kualitatif dan kuantitatif. Nilai amabang bau (threshold odor number) adalah 3. Periksaan kimia Karakteristikkimia air minum di tentukan berdasrkan kandungan bahn-bahan kimia di dalamnya. International standard of drinking water dan WHO membagi komponen bahan kimia dalam air menjadi 4 kelompok, yaitu:
1.
Bahan toksin
Batas maksimal (NAB) yang di perbolehkan (dalam satuan mg/l)
Arsenik 0,05 Kadium 0,005 Sianida 0,05 Timbal 0.05 Merkuri 0,001 Selenium 0,01
Adanya substansi yang di sebut di atas ini dengan konsentrasi melampaui batasan maksimal yang diperbolehkan pada air minum tidak di perkenankan unutk di pergunkana oleh masyarakat. Contohnya: penyakit minamata akibat keracunan Mercury di Jepang. 2.
Substansi yang dapat menimbulkan bahaya unutk kesehatan.
a.
Flourida
Dari zat-zat kimia yang mungki terkandung di dalam air minum, flurida (F) merupakan zat kimia yang sifatnya unik karena memiliki dua konsentarsi batas (konsentarsi atas dan konsentarsi bawah) yang dapat menimbulkan efek yang merugikan dan menguntungkan terhadap gigi dan tulang. Konsentarsi flourida yang berlebihan dalam air minum untuk masa waktu yang lama dapat menimbulkan flourosis komulatif endemik, berupa kerusakn tulang rangka pada anak dan orang dewasa. Bila konsentrasi flourida dalam air minum kurang dari 0,5 mg/l, dapat penigkatan insidensi penyakit karies gigi pada anka-anak. Batasan yang aman untuk flourida adalah 0,5-0,8 mg/l. b.
Nitrat
Nitrat dalam konsentarsi .45mg/l dapat membahayakan anak-anak dan menimbulkan metahemoglobinemia infantile. c.
Plynuclear aromatic hydrocarbon
Zat ini dapat bersifat karsinogenik. Konsentarinya dalam air minum ,0,2 ug/l. 3.
Bahan-bahan yang mempengaruhi potabilitas air
WHO membuat suatu criteria bahan-bahan yang dapat mempengaruhi potabilitas air, yaitu, batasan maksimal yang diperolehkan: a.
Perubahan warna 5 unit
b.
Perubahan bau (unojctionable)
c.
Perubahan rasa (unobjectionable)
d.
pH 7,0-8,5
e.
total solid 500 mg/l
f.
total hardness 2 mEq/l
g.
besi 0,1 mg/l
h.
mangaan 0,05 mg/l
i.
tembaga 0,05 mg/l
j.
zink 5,0 mg/l
k. l.
kalsium 75 mg/l magnesium 30 mg/l
m.
sulfat (SO4) 200 g/l
n.
klorida 200 mg/l
o.
substansi phenolic 0,001 mg/l
4.
bahan kimia sebagi indicator pencemaran
a.
klorida
semua sember air yang ada, termaksud air hujan, mangandung zat klorida.kadar klorida bervariaswi antar-tempat sementara di daerah dekat laut, kadar klorida cenderung tinggi. Zak klorida dapat di gunakan sebagai indikator adanya pencemaran, yaitu dengan mengukur terlebih dahulu kadar klorida pada sumber air yang diperkirakan tidak mengalami pencemaran di sekitar lokasi sumber air yang akan di periksa. Jika hasil pemeriksaan menunjukan kadar klorida yang lebih tinggi di bandingkan kadar klorida pada sumber air yang terdapat di sekitarnya, dapat di pastikan bahwa sumber tersebut telah mengalami pencemran. b.
Anomia bebas (free and saline ammonia)
Ammonia bebas merupakan hasil proses dekomposisi benda-benda organik. Keberadaan anomia bebas dalam sumber air menunjukan adanya pencemaran oleh kotoran binatang atau manusia. Batas anomia bebas yang di pereolehkan <0,5 mg/l di dalam air mi num. c.
Amonia albuminoid
Ammonia albuminoid merupakan bagian dari proses dekomposisi benda-benda organic yang belum mengalami oksidasi. Sumber air tanah tidak boleh mengandung amonia albuminoid. Jika terjadi hasil pemeriksaan menunjukan adanya perembesan dari limbah kotoran manusia, batas yang di perbolehkan 0,1 mg/l. d.
Nitrit
Dalam keadaan normal, nirit tidak di temukan dalam air minum, kecuali dalam air yang berasal dari air tanah akibat adanya proses reduksi nitrat oleh garam besi. Apabila hasil pemeriksaan menunjukan adanya nitrit (walau konsentrasin ya rendah, perlu di curigai adanya pencemaran. e.
Nitrat
Adanya nitra dalam sumber air minum menunjukan adanya bekas pencemaran yang lama dan batasan yang di perolehkan tidak lebih dari 1 mg/l. f.
Oxygen adsorbed
Kadar oksigen yang diabsorpsi oleh air dapat di gunakan sebagai approximate test terhadap kadar oksigen yang di absorpsi oleh bahan-bahan organic dalam air. Kadar oksigen yang di absorpsi oleh air pada temperatur 37 oC dalam waktu 3 jam tidak boleh >1mg/l g.
Dissolved oxygen
h. Kadar oksigen yang di lepaskan oleh air tidak boleh <5 mg/l. pemeriksaan kimia lengkaphanya dapat di lakukan pada pemeriksaan sumber air baru, sedangkan dalam pemriksaan rutin selanjutnya dapat di lakukan uji-uji semacam pemeriksaan pH, oxidizability, amonia, nitrit, nitrat, klorida, amonia albumniod, dan zat besi. Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis merupakan pemeriksaan yang paling baik dan sensitive untuk mendeteksi kontaminasi air oleh kotoran manusia. Mikroorganisme yang sering di periksa sebagai indicator pencemaran oleh feses, antara lain: 1.
Organisme kolifrom
Organisme kolifrom merupakan organism nonspora yang motil dan nonmotil, berbentuk batang, dan mampu memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam dan gas pada temperatur 37oC da dalam waktu 48 jam. Contoh tipikal kolifrom tinja adalah E. coli dan kolifrom nontinja adalah klebsiella aerogeus. Keberadaan E. coli dalam sumber air merupakan indikasi pasti terjadinya kontaminasi ti ja manusia. Ada beberapa alas an mengapa organisme kolifrom di pilih sebagai indikator terjadinya kontaminasi tinja di bandingkan kuman patogen lain yang terdapat di saluran pencernaan manusia, antara lain: a. Jumlah organisme kolifrom cukup banyak dalam usus manusia. Sekitar 200-400 miliar organisme ini di keluarkan melalui tinja setiap harinya. Karena jarang sekali di temukan dalam air, keberadaan kuman ini dalam air member bukti kuat adanya kontaminasi tinja manusia. b. Organisme ini lebih mudah di deteksi melalui metode kultur (walaupun hany terdapat 1 kuman dalam 100 cc air) di bandingkan tipe kumanpatogen lainnya. c.
Organism ini lebih tahan hidup di bandingkan dengan kuman usus patogen lainnya.
d. Organisme ini lebih resisten terhadap proses purifikasi air secara alamiah. Bila colifrom organism ini di temukan dalam sampel air maka dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa kuman usus patogen yang lain dapat juga di temukan dalam sempel air tersebut di atas walupun dalam jumlah yang kecil. 2.
Streptokokus tinja
Organism ini biasaya di temukan dalam tinja bersam dengan E.coli. pada kasus-kasus yang tidak jelas sterptokokus tinja ini di gunakan sebagai indikator untuk uji pembuktian (compirmatory test) adanya konfirmasi tinja manusia. 3.
Clostridium perfringens dan clostridium welchii
Organism ini dapat di temukan dalam feses manusia dalam jumlah kecil. Sporanya dapat bertahan lama dalam air dan biasanya resiten terhadap dosis klorinasi normal. Keberadaan Cl. Perfringens bersama E.coli dalam air menunjukan terjadinya kontaminasi baru, sebaliknya jika yang di temukan hanya Cl. Perfringens, kontaminasi terjadi setelah waktu berselang. Pengujian yang biasa di lakukan pada pemriksaan bakteriologis air, antara lain: 1.
Presumptive colifrom test
a.
Multiple tube method
b.
Membrane filtration method
c.
Primary health care technique
2.
Koliny count
3.
Pemeriksaan streptokokus tinja dan Cl. Perfringens
Presumptive colifrom test
Pemeriksaan ini terbagi 3 tipe, antara lain: a.
Multiple tube method
Dasar dari pemeriksaan ini adalah estimasi jumlah paling memungkinkan (most propable number, MPN)organism kolifrom di dalam 100 cc air. Prosedur : sediakan satu sedi tabung yang mengandung media Mc conkey’s lactose bile salt broth dan bromcresal purple sebagai indikator. Untuk setiap 5 tabung, masukan sampel air yang akan di periksa masing-masing sebanyak 0,1 cc; 1cc; dan 10cc. sampai tabung dalam inkobator selama 48 jam pada tempetarur 37 oC. jika dalam sempel terdapat kontaminasi tinja maka organisme kolifrom akan mempermentasi laktosa yang kemudian menghasilkan asam dan gas di dalam tabung. Dari jumlah tabung positif dapat di temukan MPN organism kolifrom dalam 100cc sampel air.
Konfirmasi hasil tes : tabung yang menunjukan hasil positif di ambil sampelnya dan diinokulasikan pada 2 tabung yanag berisi brilliant green bile lactose broth. Tabung pertama di masukan dalam incubator selama 48 jam pada temperatur 37 o C dan tabung kedua di masukan dalam inkunator selama 48 jam pada temperatur 44 oC. E.coli merupakan satusatunya oragisme kolifrom yang dapat membentuk gas dari lactose pada temperatur 44 oC. b.
Membrane filter technique
Teknik filter mebran ini di temukan oleh Goetz dari german pada tahun 1947. Teknik ini telah di pakai oleh beberapa Negara sebagai standar di dalam melakukan pemeriksaan terhadap organisme kolifrom. Prosedur : sampel ini kurang lebih 500 cc di saring dengan membrane khusus yang terbuat dari bahan cellulose ester. Semua bateri akn melekat dan tinggal di atas permukaan mebran. Bakteri yang melekat itu kemudian di pindahkan ke atas lapisan kapas atau tissue yang mengandung cairan endomedial/eosin methylene blue medium dan di simpan dalam inkubator selama 20 jam pada temperature 37oC. bila terdapat organisme kolifrom dalam sampel air maka akan terbentuk koloni-koloni bakteri berwarna merah dan hitam mengkilap. c.
Primary health care technique
Prinsipnya hamper sama dengan membrane filter technique dan di gunakan di lapangan saat terjadi wabah penyakit muntaber dan hanya dapat di pakai sebagai indikator untuk uji pembuktian adanya kontaminasi tinja manusia. Colony count
Penghitunga koloni hanya memberikan gambaran perkiraan secara umum terhadap derajat pencemaran yang terjadi. Bila penghitungan koloni di lakukan hany 1 kali tidak akan memberikan banyak arti, tetapi bila di lakukan bebrapa kali sumber yang sama dalam beberapa interval waktu, hasilnya dapat di jadikan indikasi dini terjdi suatu pencemaran. Contoh: Penghitungan I
0 koloni
Penghitungan II
2 koloni
Penghitungan III
3 koloni
Dengan demikian, dapat di simpulkan bahwa telah menjadi suatu pencemaran oleh organisme kolifrom pada sumber air yang ada. Pemeriksaan sterptokokus tinja dan Cl. Perfringens
Apa bila hasil pemeriksaan sampel air tidak jelas, tetapi di temukan keberadaan streptokokus tinja dan Cl. Perfringens dalam sampel itu, hasil tersebut dapat di pakai sebagai indikasi yang kuat adanya kontaminasi sumber air oleh tinja manusia.
Berikut standar bakterilogis air minum yang tercantum dalam international standar for drinking water (1971) dari WHO. a. Kapan saja sepanjang tahun, 95% dari sampel air yang di periksa tidak boleh mengandung organisme kolifrom per 100 ml. b.
Tidak satupun sampel air yang boleh mengandung E.coli per 100 ml.
c. Tidak ada dari sampel air yang boleh mengandung lebih 10 organisme kolifrom per 100 ml. d. Dalam setiap sampel yang di ambil berturut-turut tidak boleh di temukan organisme kolifrom per 100 ml. Pemeriksaan virologist
Secara umum dapat di katakana bahwa air yang mangandung klorine bebas dapat di nyatakan bebas dari virus apabila di dalam sampel air tersebut tidak terdapat sama sekali mikroorganisme kolifrom. Sebaliknya, pada sumber air yang kaya bahan organic sementar klorine bebas tidak dapat membebaskan diri, walau organisme kolifrom tidak di temukan sama sekali, air yang ada tidak dapat di anggap bebas dari virus dan perlu di jui melalui pemeriksaan virologist. Virus yang resisten terhadap dosis klorinasi adalah virus polio dan hepatitis. Pemeriksaan biologis
Jasad renik termaksud alga, fungi, protozoa, udang cacing halus, dan lain-lain yang di sebut sebagai plankton dapat menimbulkan rasa dan bau tidak enak pada air minum dan dapat juga di pergunakan sebagai indeks pencemaran pada air. Cara pemeriksaan ; ambil smapel air sebanyak 500-1.000 ml. tanpa bahan pengawet, periksa langsung sampel tersebut di bawah mikroskop. Jika dari pembesaran mikroskop tampak organisme uniselular dalam sampel air organisme itu selanjutnya akan di bedakan menjadi dua kelompok, kelompok A (pembawa klorofil) dan kelompok B (nonpembawah klorofil). Berikut rumus yang dapat di gunakan dalam penghitungan indeks biologis pencemaran (biological index of pollution). BIP = A
X 100
A+B Keterangan hasil perhitungan BIP : 0-8
: jerni
0-20
: agak teremar (slighty polluted)
20-60 : terecemar (polluted watrer)
60-100 : sangat recemar (grossly polluted) BIP di prgunakan sebagi bahan perbandingan dari pemeriksaan bacteriologis dan kimia dalam menetukan derajat pencemaran air. Pemeriksaan radiologis
Pencemaran pada sumber air oleh bahan-bahan radiologis dapat di pastikan melalui metode radio-chemical analysis. Batasan pencemaran yang di perolehkan oleh WHO (1971) dalam international standar of drinking water, antara lain: a.
Gross alpha activity 3pci/l
b.
Gross betha activity 30 pci/l
Distribusi sumber air
Ada 2 jenis system distribusi sumber air yang sering di lakukan, intermittent suplly dan continous supply. Di antara ke dua system tersebut, system intermiten (tidak teratur) perlu mendapat perhatian lebih besar karena banyaknya kerugian yang di timbulkan akibat penerapan sisten ini. Kerugian tersebut, di antaranya : a.
Pipa-pipa dalam keadaan kosong pada saat darurat.
b. Penduduk terpaksa menyediakan tempat penampungan air yang terkadang dapat tercemar jika cara penyimpanan kurang baik. c. Pada keadaan pipa sedang kosong akan tejadi tekanan negatif yang disebut back siphoning . Akibat tekanan ini, bakteri dan gas beracun dapat terisap ke dalam pipa-pipa yang bocor yang selanjutnya akan menimbulkan wabah penyekit pada masyarakat. WHO ExpretCommittee (1965) memberikan rekomendasi yang sangat kuat bahwa penerapan sistem intermiten di dalam pendistribusian air dan low pressure service tidak baik untuk kesehatan dan perlu di hindari. Pemberian flourida pada air minum
Kekurangan dan kelebihan kadar flourida dlm air minum dpt menimbulkan bbrp masalah kesehatan. Kekurangan flourida dlm air minum dpt menimbulkan karies pd gigi, smtara kelebihan kadar flourida dpt mnimbulkan flourosis gigi dan tulang. WHO (1969) merekomendasikan pemberian zat flourida (melaui proses flourisasi) pd sumber air minum u/ masy. Dgn nilai asupan flourida berada di bawah atas optimal untuk mencengah terjadinya karies gigi. Batas kadar flourida yg di perolehkn sekitar 0,5-0;8 ppm.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 45 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga di pergunakan untuk memeasak, mencuci, mandi dan memersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga di pergunakan untuk keperluan industry, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi dan lain-lain. Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat juga di tularkan dan di sebarkan melalui air. Kondisi tersebut tentu dapat menimbulkan wabah penyakit di mana-mana. Di tinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persedian air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit masyarakat. Volume rata-rata kebutuahn air individu perhari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat. B.
Saran
Pemberian penyuluhan tentang jenis – jenis air bersih kepada masyarakat harus terus di lakukan agar masyarakat tahu ciri,cara dan jenis – jenis air bersih serta dapat mengetahui air yang tidak bersih dan bahaya dari konsumsi air yang tidak bersih.
DAFTAR PUSTAKA
ü Dikutip dari buku kesehatan lingkungan Dr. Budiman, Chandra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan I. EGC : Jakarta.