ISOTERM SORPSI AIR
Sorpsi air oleh bahan pangan adalah fenomena proses dimana molekul air berasosiasi secara progresif dan reversible dengan bagian solid pangan melalui sorpsi kimia, adsorpsi fisik dan kondensasi multilayer. Isotherm sorpsi air menggambarkan hubungan antara kelembapan relatif udara atau aktivitas air bahan dengan kadar air keseimbangan dan unik untuk setiap bahan. Gejala Sorpsi Tahanan air dalam makanan dipaparkan oleh hubungan antara kandungan air makanan dan kelembaban nisbi udara di sekelilingnya. Perbandingan kedua angka ini disebut aktivitas air, yang merupakan ciri penting system. Kelembaban nisbi yang sesuai dengan masing-masing kandungan air khas produk disebut kelembaban nisbi kesetimbangan dan berlaku persamaan Pada kandungan air yang tiggi, jika jumlah air lebih besar daripada jumlah padatan aktivitas air mendekati atau sama dengan satu. Jika kandungan air lebih rendah daripada padatan, aktivitas air lebih rendah dari 1,0 seperti terlihat pada gambar 1.5 Pada kendungan air lebih rendah dari sekitar 50 %, aktivitas air menirun dengan cepat dan hubungan antara kandungan air dan kelembaban nisbi dinyatakan dengan isotherm sorpsi. Proses adsorpsi dan desorpsi tidak bolak balik sepenuhnya, oleh karena itu dapat membedakan antara isotherm adsorpsi dan isotherm desorpsi dengan menentukan apakah arah kandungan air produk naik, ataukah kandungan air produk menurun perlahan-lahan untuk mencapai kesetimbangan dengan sekelilingnya menunjukkan bahwa produk sedang dikeringkan. Isotherm sorpsi biasanya berbentuk sigmoid dan dapat dipenggal menjadi tiga daerah yang sesuai dengankondisi air yang berlainan dalam makanan (gambar 1.6). bagian pertama (A) dari isotherm, yang biasa curam sesuai dengan adsorpsi lapisan monomolekul air, bagian kedua yang lebih rata (B), sesuai dengan adsorpsi lapisan tambahan air, dan bagian ketiga (C) menyatakan pengembunan air dalam kapiler dan pori bahan.
Tidak ada pembagian yang tajam antara ketiga daerah ini dan tidak ada harga kelembaban nisbi yang pasti untuk menggambarkan ketiga bagian ini. Labusa (1986) meninjau berbagai cara bagaimana isotherm itu dapat dijelaskan. Pendekatan kinetika didasarkan pada persamaan Langmuir, yang semula dikembangkan untuk untuk adsorpsi gas dan padatan. Ini dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut: Dengan = aktivitas ais = tetapan Po Po = tekanan uap air pada To V = volume yang diadsorpsi Vm = harga mono lapisan Jika a/V dirajah lawan a, hasilnya berupa garis lurus dengan kemiringan sama dengan 1/Vm dan harga monolapisan dapat dihitung. Dalam bentuk ini, persamaan itu tidak memuaskan untuk pangan, karena bahang adsorpsi yang masuk ke dalam tetapan b tidak tepat harganya pada seluruh permukaan karena interaksi antara molekul yang diadsorpsi dank arena adsorpsi maksimum lebih besar daripada hanya monolapisan. Bentuk isotherm yang dipakai luas untuk makanan ialah isotherm yang dipaparkan oleh Brunaeur dkk (1938) dan dikenal sebagai isotherm atau persamaan BET yang diberikan oleh Labuza (1986) ialah: Dengan C = tetapan yang berkaitan dengan bahang adsorpsi
Rajahan a/(1-a)V lawan a menghasilkan garis lurus yang ditunjukkan oleh gambar 1.9. cakupan harga monolapisan dapat dihitung dari kemiringan dan titik potong garis itu. Isotherm BET hanya berlaku antara harga a dari 0,1 sampai 0,5. Disamping cakupan monolapisan, luas permukaan air dapat dihitung dengan persamaan berikut:
So = Vm . Dengan So = luas permukaan, M2/g padatan
= bobot molekul air, 18 No = bilangan Avogadro, 6 x 1023 = luas molekul air, 10,6 x 1020 m2 Seperti yang ditunjukkan dalam gambarv 1.6 kurva adsorpsi dan desorpsi tidak sama. Efek hysteresis biasanya terlihat, perhatikan misalnya isotherm sorpsi tepung gandum yang ditentukan oleh Bushuk dan winkler (1957) (gambar 1.11). efek hysteresis dijelaskan dengan pengembunan air dalam kapiler dan efeknya tidak hanya terjadi di daerah C pada gambar 1.6 tetapi juga terjadi di sebagian besar daerah B.penjelasan terbaik mengenai gejala ini tampaknya ialah apa yang disebut teori botol tinta (Labuza 1986). Kapiler dianggap mempunyai leher sempit dan badan besar, seperti yang ditunjukkan berupa bagan dalam gambar 1.12. selama adsorpsi kapiler terisi penuh sampai dicapai aktivitas yang sesuai dengan jari-jari besar R. selama desorpsi, pengosongan dikendalikan oleh jari-jari yang lebih kecil r, jadi menurunkan aktivitas air. Posisi isotherm sorpsi tergantung pada suhu: makin tinggi suhu, makin rendah posisi grafik.
Penurunan jumlah yang diadsorpsi pada suhu yang lebih tinggi ini mengikuti persamaan Clausius-Clapeyron: Dengan Qs = bahang adsorpsi R = tetapan gas T = suhu mutlak Dengan merajah ln aktivitas lawan kebalikan dari suhu mutlak pada harga kandungan air yang tetap, diperoleh garis lurus dengan kemiringan –Qs/R (gambar 1.13). harga Q diperoleh dengan cara ini untuk pangan yang cakupan monolapisannya tidak penuh antara sekitar 2.000 sampai 10.000 kalori per mol, menunjukkan katerikatan air ini secara kuat. Menurut prinsip isotherm BET, bahang sorpsi Qs harus tetap sampai cakupan monolapisan dan kemudian harus menurun tiba-tiba. Labuza (1968) telah menunjukkan bahwa bahang penguapan laten Hv, sekitar 10,4 kcal per mol, harus ditambahkan untuk memperoleh harga bahang total. Rajahan yang menggambarkan kondisi BET dan penemuan yang sebenarnya diberikan dalam gambar 1.14. hubungan yang teramati menunjukkan bahwa bahang sorpsi pada kandungan air rendah lebih tinggi daripada yang ditunjukkan oleh teori dan juga menurun perlahan-lahan menunjukkan perubahan sedikit demi sedikit dari Langmuir ke air kapiler.