BAB I TEORI-TEORI PENDIDIKAN: MEMAHAMI BERBAGAI WAWASAN PENDIDIKAN YANG PENTING A. SOSOK TEORI DAN TEORI PENDIDIKAN 1. Sosok Teori a. Bentuk Sebuah teori adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan meramalkan (prediktif). b. Isi Sebuah teori berisi konsep-konsep, ada yang berfungsi sebagai: (1) asumsi asumsi atau konsep-konsep yang menjadi dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori, dan (2) definisi, definisi, konotatif atau denotatif atau konsep-konsep yang menyatakan makna dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori.
2. Sosok Teori Pendidikan a. Bentuk Sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan. b. Isi Sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep tentang peristiwa peristiwa pendidikan. Ada yang berperanan sebagai asumsi asumsi atau titik tolak pemikiran pendidikan, dan ada pula yang berperanan sebagai definisi definisi atau keterangan yang menyatakan makna. c. Asumsi Pokok 1) Pendidikan adalah aktual , artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar dan lingkungan belajarnya; 2) Pendidikan adalah normatif , normatif , artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yang baik atau norma-norma yang baik; dan 3) Pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan t ujuan,, artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan yang bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar, tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan. d. Deskripsi Konsep-konsep Penjabaran Asumsi Pokok: Pendidikan Pendidikan adalah Aktual 1) Entering Behavior 1
a) Kesiapan belajar adalah kematangan individu, jasmani dan mental untuk mengalami perkembangan, untuk menerima perlakuan-perlakuan yang dapat menyebabkan terjadinya perkembangan atau perubahan ti ngkah laku. b) Kemampuan-kemampu Kemampuan-kemampuan an belajar adalah kondisi kemampuan bawaan dan hasil belajar yang dapat dipergunakan untuk belajar. Kemampuan bawaan adalah bakat yang diperoleh proses genetik, sedangkan hasil belajar adalah adalah kemampuan yang diperoleh melalui pengaruh-pengaruh lingkungan. Bakat terdiri atas bakat umum atau inteligensi inteligensi atau bakat khusus. khusus. Inteligensi adalah kemampuan yang dimiliki setiap setiap individu, yang terdiri atas: (1) inteligensi kognitif dan (2) inteligensi emosional. Inteligensi kognitif mencakup
kemampuan-kemampuan:
(1)
pemahaman
verbal,
(2)
keterampilan numerik, (3) kemampuan menalar, (4) pemahaman ruang, dan (5) kefasihan menggunakan kata, sedangkan inteligesi emosional mencakup kemampuan-kemampuan: (1) mengetahui emosi-emosinya sendiri, (2) mengelola emosi-emosinya sendiri, (3) memotivasi dirinya sendiri, (4) mengenali emosi-emosi orang lain, dan (5) menangani hubungan-hubungan sosial. Bakat khusus adalah kemampuan bawaan yang dimiliki sekelompok individu dalam kemampuan tertentu luar biasa, seperti kemampuan-kemampuan dalam bidang musik, mekanik, motorik, dan sebagainya. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang diperoleh individu melalui interaksinya dengan lingkungan, baik yang diperoleh melalui lembaga pendidikan maupun pengalaman hidup pada umumnya. umumnya. Kemampuan kognitif adalah kemampuan mengenal dunia sekelilingnya, yang mencakup kemampuan-kemampuan: mengenal kembali, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mengadukan, dan mengevaluasi. Kemampuan afektif adalah kemampuan mengalami dan menghayati nilainilai sesuatu hal, yang mencakup kemampuan: memberikan perhatian, berpastisipasi,
menghayati
nilai-nilai,
mengorganisasi
nilai,
dan
membangun gaya hidup berdasarkan karakteristik nilai-nilai Kemampuan psikomotor adalh kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasi kegiatan, yang mencakup kemampuan-kemampuan: mempersepsi keadaan untuk siap menggunakan alat-alat pengindraan, siaga melakukan suatu jenis tindakan tertentu, melakukan tindakan yang terarah,
2
melakukan tidakan-tindakan kinerja yang disertai kepercayaan diri dan terampil dan menyatakan kinerja yang canggih. c) Gaya belajar adalah cara-cara yang bersifat pribadi dari seseorang dalam belajar. Hal ini berkenaan dengan: (1) tempo belajar , atau kecepatan bertindak dalam belajar, dan (2) pemilihan strategi belajar , atau kecerdikan atau kejelian seseorang untuk dapat memilih cara-cara belajar yang tepat dan menyenangkan. 2) Kondisi Aktual Lingkungan Belajar Lingkungan belajar adalah situasi yang turut serta mempengaruhi kegiatan belajar seseorang individu. Lingkungan belajar terdiri atas: (1) pendidik, (2) alat-alat bantu pendidikan, dan (3) suasana sosio-budaya yang berlangsung dalam situasi belajar. a) Pendidik , sebagai salah satu unsur lingkungan belajar, adalah orang yang turut serta membantu terselenggaranya kegiatan belajar seseorang individu. Pola
kepribadian
dan
kemampuan
teknis/profesional
kependidikan
merupakan dua faktor penting yang mempengaruhi efektifitas pekerjaan mendidik. b) Alat-alat bantu pendidikan pendidikan yang tersedia secara tepat, baik dalam jumlah maupun dalam mutu, sangat membantu kelancaran dan keberhasilan proses pendidikan. Efektifitas penggunaan setiap alat bantu pendidikan tersebut, dan kelangsungan alat tersebut. c) Suasana sosio-budaya sosio-budaya yang berlangsung dalam proses pendidikan membangun suasana emosi, motivasi, dan saling percaya mempercayai antara pendidik dengan si terdidik yang bersifat menghambat atau menunjang kelancaran dan keberhasilan proses pendidikan. Pola-pola suasana sosio-budaya lingkungan belajar merupakan perpaduan antara kesiapan belajar, kemampuan belajar, dan gaya belajar si terdidik dengan kepribadian dan kemampuan teknis/profesional kependidikan pendidik. e. Deskripsi Konsep-konsep Penjabaran Asumsi Pokok: Pokok: Pendidikan adalah Normatif 1) Tujuan Umum Pendidikan Tujuan Umum pendidikan berkenaan dengan keseluruhan keseluruhan peristiwa-peristiwa pendidikan dan cita-cita ideal tentang tentang manusia atau masyarakat. Tujuan umum pendidikan merupakan tujuan dari keseluruhan jenis kegiatan dan waktu berlangsungnya peristiwa-peristiwa pendidikan.
3
Ada tujuan umum pendidikan yang berorientasi pada pencapaian manusia ideal, dari menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan adalah kedewasaan (Langeveld), manusia yang berkarakter dan
bermoral sosial (Herbart),
manusia seutuhnya (Indonesia), dan sebagainya. Di samping itu ada pula yang berorientasi pada pencapaian masyarakat ideal, dan antara lain menyatakan tujuan umum pendidikan adalah efisiensi sosial (Dewey), warga negara yang baik dalam arti warganegara yang berkarakter (Kerschenteiner), dan sebagainya. 2) Tujuan-tujuan Khusus Pendidikan Tujuan pendidikan bergerak dari tujuan pendidikan setiap peristiwa pendidikan (tujuan insidental pendidikan) pendidikan) sampai dengan tujuan keseluruhan peristiwa-peristiwa pendidikan (tujuan umum pendidikan). pendidikan) . Di antara keduanya terdapat tujuan sementara pendidikan, tujuan tak lengkap pendidikan, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional pendidikan. a) Tujuan insidental pendidikan Tujuan yang tekandung dalam setiap peristiwa pendidikan, atau tujuan setiap kegiatan pendidikan. b) Tujuan instruksional pendidikan Tujuan yang hendak dicapai dalam satu kesatuan kegiatan-kegiatan pendidikan atau rangkaian kegiatan kegiatan pendidikan. c) Tujuan kurikuler pendidikan Tujuan yang berkenaan dengan pencapaian penguasaan suatu lingkup isi atau materi sesuatu jenis pendidikan. d) Tujuan institusionial pendidikan Tujuan pendidikan sesuatu jenis dan/atau jenjang pendidikan (TK, SD, SLTP, SMU/SMK, PT, Kursus, dan sebagainya). e) Tujuan tak lengkap pendidikan Tujuan yang berkenaan dengan pencapaian perkembangan sesuatu aspek kepribadian (intelektual, moral, sosial, dan sebagainya). f) Tujuan sementara pendidikan Tujuan yang berkenaan dengan pencapaian tugas-tugas perkembangan pada setiap tahap perkembangan (masa kanak-kanak awal, masa kanakkanak pertengahan, masa remaja, masa dewasa, dan masa usia lanjut). f. Deskripsi Konsep-konsep Penjabaran Asumsi Pokok: Pendidikan adalah Suatu Proses 4
1) Gaya Nomotetis Gaya ini adalah pandangan sosiologis yang menekankan pada pentingnya institusi, peranan-peranan sosial, dan harapan sosial dalam kehidupan manusia. Konsep sosiologis atau konsep gaya nomotetis dalam pendidikan adalah konsep yang memandang bahwa proses belajar-mengajar terutama ditentukan oleh tuntutan-tuntutan institusi sosial, agar tujuan pendidikan adalah seseorang yang dapat bertingkah laku sesuai dengan peranan-peranan sosial yang diharapkan atau yang dicita-citakan oleh masyarakat tempat individu itu hidup. Pendidikan merupakan proses sosialisasi (socialization of personality) atau enkulturasi¸ yaitu suatu proses pewarisan budaya kepada generasi muda, agar menjadi anggota masyarakat yang dicita-citakan. Proses yang terjadi dalam pendidikan atau proses kegiatan belajar-mengajar adalah internalisasi atau pemilikan konsep-konsep tentang peranan-peranan sosial yang ideal oleh seseorang individu, dan pembiasaan bertingkah laku sesuai konsep-konsep peranan sosial tersebut. Pendidikan adalah pembentukan pola kepribadian individu sebagai anggota masyarakat. 2) Gaya Ideografis Gaya ini adalah pandangan psikologis pada pentingnya kehidupan manusia individu dengan kepribadian dan kebutuhan-kebutuhan untuk mewujudkan potensi-potensi yang dimilikinya. Konsep psikologis atau konsep ideografis dalam pendidikan adalah konsep yang memandang bahwa proses belajarmengajar itu ditentukan oleh tuntutan-tuntutan individual, agar tujuan pendidikan
adalah
mengembangkan
potensi-potensiindividual
sehingga
menjadi seorang pribadi, menjadi dirinya sendiri. Pendidikan merupakan proses individualisasi atau personalisasi(personality of roles), yaitu suatu proses pemekaran kemampuan-kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk menjadi kemampuan-kemampuannya yang diperlukan dalam hidup. Proses yang terjadi dalam pendidikan atau proses belajar-mengajar adalah pemunculan, pembangkitan dan penyesuaian sosial dari potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap individu. Pendidikan adalah pemekaran potensi-potensi individual dan penyesuaian sosialnya. 3) Gaya Transaksional Gaya ini adalah pandangan interdisipliner ilmu-ilmu tingkah laku yang menekankan pada pentingnya keserasian hubungan sosial atau interaksi sosial antar pribadi ( I am oke, You are oke) dalam kehidupan manusia. 5
Konsep interdisipliner atau konsep transaksional dalam pendidikan adalah konsep yang memandang bahwa proses belajar-mengajar sangat ditentukan oleh transaksi sosial antar individu yang terlibat dalam peristiwa pendidikan. Proses yang terjadi dalam pendidikan atau proses belajar-mengajar adalah proses transaksi atau proses saling memberi dan menerima pengalaman hidup antara pendidik dengan si terdidik, yang didasarkan pada saling percaya mempercayai yang tertuju pada tercapainya perkembangan kepribadian yang dapat hidup selaras dalam masyarakat secara konstruktif. Pendidikan adalah percakapan atau dialog yang konstruktif dalam mengembangkan kepribadian individu yang hidup selaras dalam masyarakat. Pendidikan adalah proses humanisasi, yang di dalamnya terpadu proses sosialisasi dan personalisasi.
3. Klasifikasi Teori Pendidikan a. Teori Umum Pendidikan 1) Teori Umum Pendidikan Preskriptif Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek pendidikan, yang penyajian konsep-konsepnya bertujuan menerangkan bagaimana
sebaiknya/seharusnya
peristiwa-peristiwa
pendidikan
diselenggarakan. Teori pendidikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah Filsafat Pendidikan. 2) Teori Umum Pendidikan Deskriptif Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep tentang keseluruhan aspek-aspek pendidikan, yang penyajian konsep-konsepnya bertujuan menerangkan bagaimana peristiwa-peristiwa pendidikan telah dan sedang terjadi dalam masyarakat. Teori pendidikan yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: a) Pendidikan Luar Negeri atau Pendidikan Internasional, b) Pendidikan Perbandingan atau Pendidikan Komparatif, dan c) Pendidikan Historis atau Sejarah Pendidikan b. Teori Khusus Pendidikan 1) Teori Khusus Pendidikan Preskriptif Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep tentang se suatu aspek pendidikan, yang
penyajian
konsep-konsepnya
bertujuan
menjelaskan
bagaimana
seharusnya suatu kegiatan pendidikan dilakukan. Teori pendidikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah Teknologi Pendidikan, yang antara lain mencakup studi-studi tentang: 6
a) Manajemen
Pendidikan
(Perencanaan
Pendidikan,
Kepemimpinan
Pendidikan, Organisasi Pendidikan, dan Supervisi Pendidikan), b) Penyusunan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan, c) Model-model
Pendidikan
(Model-model
Mengajar,
Model-model
Membimbing, dan Model-model Melatih), d) Evaluasi Pendidikan, dan e) Riset Pendidikan 2) Teori Khusus Pendidikan Deskriptif Teori ini adalah seperangkat konsep-konsep tentang se suatu aspek pendidikan, yang
penyajian
konsep-konsepnya
bertujuan
menerangkan
bagaimana
peristiwa-peristiwa pendidikan telah, sedang, dan diperkirakan terjadi dalam masyarakat. Teori pendidikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah Ilmuilmu Pendidikan, yang antara lain yaitu: a) Pedagogik, b) Orthopedagogik, c) Psikologi Pendidikan, d) Sosiologi Pendidikan, e) Ilmu Pendidikan Demografis, f) Andragogi, g) Antropologi Pendidikan dan Etnografi Pendidikan, h) Ekonomika Pendidikan, i) Politika Pendidikan, dan j) Ilmu Administrasi Pendidikan.
B. SOSOK TEORI UMUM PENDIDIKAN 1. Filsafat Pendidikan a. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan Sekurang-kurangnya ada empat macam pola hubungan filsafat dengan pendidikan, yang terdiri atas: 1) Studi Pendidikan sebagai bahan dari keseluruhan pembahasan filsafat misalnya: Republic dari Plato, Politica dari Aristoteles, dan sebagainya); 2) Studi Pendidikan terpisah dari pembahasan filsafat , dan merupakan penerapan konsep-konsep
filsafat
(metafisika,
epistemologi,
dan
aksiologi),
dan
pendekatan filosofis (kritis, spekulatif/kontemplatif, fenomenologis, dan normatif)
dalam
membahas 7
masalah-masalah
pendidikan
(misalnya:
Introduction to Philosophy of Education dari Henderson, Philosophy of Education dari Horne, dan sebagainya); 3) Studi Pendidikan sama dengan studi filsafat (misalnya: Democracy and Education dari John Dewey, Philosophy of Education dari William Heard Kilpatrick, dan sebagainya); 4) Studi Pendidikan mengambil secara selektif nilai-nilai ynag diajarkan oleh filsafat (misalnya: Algemeine Pedagogic dari Herbart, Bepnopte Theoritische Paedagogiek dari Langeveld, dan sebagainya b. Pengertian Filsafat Pendidikan 1) Batasan Filsafat Pendidikan adalah studi penerapan konsep-konsep dan metode filosofis dalam membahas hakikat pendidikan, baik sebagai praktek pendidikan maupun ilmu pendidikan. 2) Klasifikasi a) Filsafat Praktek Pendidikan Filsafat ini adalah studi penerapan konsep-konsep dan metode filosofis dalam membahas tentang bagaimana seharusnya peristiwa-peristiwa pendidikan secara mikro maupun makro diselenggarakan. Filsafat praktek pendidikan mencakup: (1) Filsafat Proses Pendidikan Filsafat proses pendidikan adalah studi penerapan konsep-konsep dan metode filosofis dalam membahas: (1) apakah sebenarnya pendidikan, (2) apakah sebenarnya tujuan pendidikan, dan (3) apakah sebenarnya proses penerapan tujuan pendidikan. (2) Filsafat Sosial Pendidikan Filsafat sosial pendidikan adalah studi penerapan konsep-konsep dan metode filosofis sosial dalam membahas hubungan pendidikan dengan penataan masyarakat yang ideal. b) Filsafat Ilmu Pendidikan membahas: (1) Ontologi Ilmu Pendidikan: pembahasan tentang hakekat struktur (bentuk dari isi) Ilmu Pendidikan; (2) Epistomologi Ilmu Pendidikan: pembahasan tentang hakikat objek Ilmu Pendidikan: (3) Metodologi Ilmu Pendidikan: pembahasan tentang hakekat metode penelitian dalam pendidikan; (4) Aksiologi Ilmu Pendidikan: pembahasan tentang hakekat kegunaan Ilmu Pendidikan bagi praktek pendidikan dan pengembangan ilmu dan filsafat. 8
c. Mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan Berdasarkan mazhab filsafat umum yang dijadikan asumsi, mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan antara lain mencakup: 1) Filsafat Pendidikan Idealisme; 2) Filsafat Pendidikan Realisme; 3) Filsafat Pendidikan Neo-Thomisme; 4) Filsafat Pendidikan Pragmatisme; 5) Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
2. Teori Khusus Pendidikan Deskriptif a. Pendidikan Luar Negeri atau Pendidikan Internasional Bidang studi ini adalah studi interdisipliner tentang pendidikan, yang bertujuan menggambarkan keseluruhan aspek pendidikan dan latar belakang demografis, ekonomis, dan sosialnya yang terjadi di beberapa negara di luar negeri. b. Pendidikan Perbandingan atau Pendidikan Komparatif Bidang studi ini adalah studi interdisipliner tentang perkembangan pendidikan yang bertujuan menggambarkan persamaan dan perbedaan keseluruhan aspekaspek pendidikan dan latar belakang demografis, ekonomis, dan sosialnya dari berbagai negara. c. Pendidikan Historis atau Sejarah Pendidikan Bidang studi ini adalah studi interdisipliner tentang perkembangan pendidikan sesuatu negara atau kawasan, yang bertujuan menggambarkan keseluruhan aspekaspek pendidikan dan latar belakang intelektual (pemikiran filsafat, pandangan agama, perkembangan ilmu dan seni) dan sosialnya (politik, ekonomi, dan tatanan masyarakat).
C. SOSOK TEORI KHUSUS PENDIDIKAN 1. Teknologi dan Seni Pendidikan Sebagai Teori Khusus Pendidikan Preskriptif a) Manajemen Pendidikan Studi tentang bagaimana cara-cara yang sebaiknya mengatur penyelenggaraan peristiwa-peristiwa pendidikan di sebuah satuan pendidikan (pendidikan mikro), atau sebuah satuan agregat satuan-satuan pendidikan (pendidikan makro). Manajemen pendidikan mencakup: 1) Perencanaan Pendidikan
9
Studi tentang cara-cara: mengenali masalah-masalah pendidikan berdasarkan pada kebutuhan-kebutuhan yang terdokumentasi; menentukan syarat-syarat dan alternatif-alternatif (pemecahan masalah pendidikan; pemilihan strategistrategi pemecahan masalah pendidikan, yang diambil dari alternatif-alternatif yang tersedia); 2) Kepemimpinan Pendidikan Studi tentang cara-cara mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu tindakan yang diharapkan agar pelaksanaan pendidikan terarah menuju sasaran-sasaran yang telah ditentukan; 3) Organisasi Pendidikan Studi tentang cara-cara menyusun tata cara jaringan hubungan kerja dan prosedur kerja dalam sebuah satuan pendidikan atau sebuah agregat satuansatuan pendidikan, agar terjadi kelancaran kerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi dan kepuasan kerja; 4) Supervisi Pendidikan Studi tentang cara-cara mengembangkan dan membina kemampuan dan kesejahteraan personil pendidikan, yang tertuju pada pencapaian efisiensi dan efektivitas kerja. b) Penyusunan dan Pengembangan Kurikulum Studi tentang cara-cara perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian program-program pendidikan atau kurikulum lembaga pendidikan. c) Model-model Mengajar: 1) Model-model Pemrosesan Informasi Model ini adalah model-model mengajar yang berorientasi pada kemampuan memproses informasi dari siswa dan cara-cara mereka dapat meningkatkan kemampuan mereka menguasai informasi. 2) Model-model Pengembangan Pribadi Model ini adalah model-model mengajar yang berorientasi pada individu dan pengembangan diri pribadi. 3) Model-model Interaksi Sosial Model ini adalah model-model mengajar yang berorientasi pada hubunganhubungan individu dengan masyarakat atau dengan orang lai n. 4) Model-model Pengubahan Tingkah Laku
10
Model ini adalah model-model mengajar yang berorientasi pada pengubahan tingkah laku melalui pengontrolan dan penguatan yang terus-menerus terhadap perangsang. d) Didaktik dan Metodik: 1) Didaktik Studi tentang prinsip-prinsip umum cara mengajar. 2) Metodik Studi tentang prinsip-prinsip khusus cara-cara mengajar sesuatu bidang studi/mata pelajaran, misalnya pengajaran bahasa, pengajaran seni, pengajaran IPA, pengajaran IPS, pengajaran matematika, dan sebagainya. e) Evaluasi Pendidikan: Studi
tentang
cara-cara,
prosedur-prosedur
dan
teknik-teknik
melakukan
pengukuran (measurement ) dan pengembangan ( judgement ) dalam pendidikan. f) Riset Pendidikan: Studi tentang cara-cara, prosedur-prosedur dan teknik-teknik pengukuran rancangan penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, dan pelaporan hasil penelitian.
2. Ilmu-ilmu Pendidikan Sebagai Teori Khusus Pendidikan Deskriptif a. Pedagogik: Studi ilmiah tentang situasi pendidikan, yang terbentuk dari unsur-unsur: tujuan pendidikan, pendidik, si terdidik, hubungan pendidikan, alat pendidikan, dan lingkungan pendidikan. b. Orthopedagogik: Studi ilmiah tentang situasi pendidikan untuk anak dan remaja yang menyandang kelainan fisik, mental, dan/atau perilaku. c. Psikologi Pendidikan: Studi ilmiah tentang faktor/aspek individu dalam pendidikan (Seage), sehingga pembahasannya berkenaan dengan: siswa, proses belajar, proses mengajar, evaluasi, dan kebutuhan-kebutuhan sosial (Wooltolk & Nicolick). d. Sosiologi Pendidikan: Studi
ilmiah
tentang
faktor/aspek
sosial
dalam
pendidikan,
sehingga
pembahasannya berkenaan dengan: struktur sosial, proses sosial, perilaku sosial, dan kontrol sosial (Dodson). e. Ilmu Pendidikan Kependudukan: 11
Studi ilmiah tentang faktor/aspek demografis dalam pendidikan atau studi tentang penduduk manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya, dengan tujuan untuk meningkatkan mutu hidupnya tanpa merusak lingkungan (Sharma). f. Andragogi: Studi ilmiah tentang membantu orang dewasa belajar (Knowles). g. Antropologi Pendidikan: Studi ilmiah tentang faktor/aspek budaya dalam pendidikan, atau dalam arti luas merupakan tentang studi ilmiah tentang bagaimana cara-cara bagaimana orang belajar dan mengajar dalam hubungan dengan budaya tertentu; dalam arti sempit merupakan studi ilmiah tentang peranan sekolah dan guru-guru sekolah dalam proses belajar mengajar dalam hubungannya dengan budaya masyarakat tertentu (Beals, dan kawan-kawan). h. Ekonomika Pendidikan: Studi ilmiah tentang faktor/aspek ekonomi dalam pendidikan; suatu cabang dari dualistis ekonomi yang berkenaan dengan hubungan-hubungan antar ekonomi dengan sistem pendidikan (Hill). i. Politika Pendidikan: Studi ilmiah tentang faktor/aspek politik dalam pendidikan atau studi ilmiah tentang kebijaksaan pendidikan. j. Ilmu Administrasi Pendidikan: Studi ilmiah tentang faktor/aspek cara mengatur penyelenggaraan pendidikan yang diturunkan dan kebijaksanaan pendidikan, dengan demikian merupakan studi tentang proses pengintegrasian usaha-usaha personil pendidikan dan penggunaan secara tepat bahan-bahan dengan cara sedemikian rupa untuk meningkatkan secara efektif pengembangan kualitas-kualitas tenaga manusia (Gregg).
12
BAB II PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN A. Esensi Pendidikan dan Pembangunan Serta TitikTemunya.
Pembangunan dalam arti yang terbatas pada bidang ekonomi dan industri saja belumlah menggambarkan esensi yang sebenarnya dari pembangunan. Pembangunan berorientasi pada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Mengapa pembangunan yang demikian dikatakan bertumpu pada dan bertolak dari manusia? Sebabnya, kareena hanya pembangunan yang terararh kepada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang dapat meningkatkan martabatnya sebagai manusia. Tujuan akhir pembangunan adalah manusianya, yaitu dapatnya dipenuhi hajat hidup, jasmaniah dan rohaniah, sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk religius serta dapatnya dipenuhia hajat hidup, jasmaniah, dan rohaniah, sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk religius, agar dengan demikian dapat meningkatkan martabatnya selaku makhluk. Sebagai objek pembangunan manusia dipandang sebagai sasaran yang dibangun. Manusia sebagai sasaran pembangunan (baca: pendidikan), wujudnya diubah dari keadaan yang masih bersifat ―potensi‖ dengan ― ke keadaan ―aktual‖. Fuad Hasan menyatakan ―Manusia adalah mahkluk yang terentang antara ―potensi‖ dan ―aktualisasi‖
(Manusia
mengembangkan
yaitu
dan
Citranya,
Juni
menghidupsuburkan
1985).
Pendidikan
potensi- potensi
berperan
―kebaikan‖
dan
sebaliknya mengerdilkan potensi ―kejahatan‖. Potensi-potensi kebaikan yang perlu dikembangkan aktualisasinya seperti kemampuan berusaha, berkreasi, kesediaan menerima kenyataan, berpendirian, rasa bebas yang bertaanggungjawab, kejujuran, toleransi,
rendah
hati,
tenggang
rasa, 13
kemampuan
bekerjasama,
menerima,
melaksanakan kewajiban sebagai keniscayaan, menghormati hak orang lain, dan seterusnya.
Betapa
urgennya
peranan
pendidikan
itu
yang
memungkinkan
berubahnyaa potensi manusia menjadi aksidensi dari naluri menjadi nurani, sehaingga manusia menjadi sumber daya atau modal utama pembangunan yang manusiawi. Manusia dipandang sebagai ―subjek‖ pembangunan karena ia dengan segenap kemampuannya menggarap lingkungannya secara dinamis dan kreatif, bbaik terhadap sarana lingkungan alam maupun lingkungan sosial/spiritual. J adi pendidikan mengarah ke dalam diri manusia, sedang pembangunan mengarah ke luar yaitu ke lingkungan sekitar manusia. Pendidikan dan pembangunan merupakan suatu gari yang terletak kontinu yang saling mengisi. Proses pendidikan pada sattu garis menempatkan manusia sebagai titik awal, karenaa pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan, yaitu pembangunan yang dapat memenuhi hajat hidup masyarakat luas serta mengangkat maratabat manusia sebagai makhluk. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dialami seseorang, semakin baik kondisi sosial ekonominya. ―status‖ pendidikan dan pembangunan masing -masing dalam esensi pembangunan serta antarkeduanya. 1. Pendidikan merupakan usaha ke dalam diri manusia sedangkan pembangunan merupakan usaha ke luar dari diri manusia. 2. Pendidikan menghasilkan sumber daya tenaga yang menunjang pembangunan dan hasil pembangunan dapat menunjang pendidikan (pembinaan, penyediaan sarana, dan seterusnya). B. Sumbangan Pendidikan pada Pembangunan.
Jika pembangunan dipandang sebagai sistem makro maka pendidikan merupakan sebuah komponen atau bagian dari pembangunan . Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat pada beberapa segi: 14
1. Segi Sasaran Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar yang ditunjukan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Jadi tujuan citra manusia pendidikan adalah terwujudnya citra manusia yang dapat menjadi sumber daya pembangunan yang manusiawi. 2. Segi Lingkungan Pendidikan. a. Lingkungan Keluarga Di dalam lingkungan keluarga anak dilatih berbagai kebiasaan yang baik (habit formation) tentang hal-hal yang berhubungan dengan kecekatan,kesopanan,dan moral. b. Lingkungan Sekolah Dilingkungan sekolah (Pendidikan Formal), peserta didik dibimbing untuk meperluas bekal yang telah diperoleh dari lingkungan kerja keluarganya berupa pengetahuan,keterampilan,dan sikap. Bekal dimaksud baik berupa bekal dasar,lanjutan,(dari SD dan sekolah lanjutan) ataupun bekal kerja yang langsung dapat digunakan secara aplikatif (Sekolah Menengah Kejuruan dan Perguruan Tinggi). c. Lingkungan Masyarakat Dilingkungan masyarakat (Pendidikan Nonformal), peserta didik memperolah bekal praktis untuk berbagai jenis pekerjaan khususnya mereka yang tidak sempat melanjutkan proses belajarnya melalui jalur formal. 3. Segi Jenjang Pendidikan Jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah (SM), dan pendidikan tinggi (PT) memberikan bekal kepada para peserta didik secara bersinambungan. Pendidikan 15
dasar merupakan basic education yang memberikan bekal dasar bagi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan pada tingkat menengah memberikan 2 macam bekal yaitu membekali peserta didik yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi (SMA) dan bekal kerja bagi peserta didik yang tidak melanjutkan sekolah (SMTA). Pendidikan tinggi (PT) memberikan bekal kerja keahlian menurut bidang tertentu. 4. Segi Pembidangan Kerja Azaz Sektor Kehidupan Pembidangan kerja menurut sektor kehidupan meliputi antara lain bidang ekonomi,hukum,sosial politik,keuangan,perhungan dan komunikasi, pertanian , pertambangan , pertahanan, dan lain-lain. Pembangunan sektor kehidupan tersebut dapat diartikan sebagai aktivitas, pembinaan , pengembangan , dan pengertian bidang-bidang kerja tersebut agar dapat memenuhi hajat hidup warga negara sebagai suatu bangsa sehingga tetap jaya dalam kancah kehidupan setara bangsa bangsa didunia. C. Pembangunan Sistem Pendidikan.
1. Mengapa Sistem Pendidikan Harus Dibangun. Setiap pendidikan selalu berurusan dengan manusia karena hanya manusia yang dapat dididik dan harus selalu dididik (demikian menurut Langeveld). Ada yang menggambarkan manusia sebagai makhluk yang selalu ―meng-ada‖ (Drijarkara). Maksudnya manusia itu adalah makhluk yang selalu mencari yang belum ada karena sasaran yang sudah ada dibosani. Ada pula yang menggambarkan manusia itu sebagai hewan yang sakit (das kranke tier), demikian kata Max Scheller. Kriteria ―kualitas manusia‖ tentu berubah sesuai dengan tuntutan masyarakat yang berkembang. 2. Wujud Pembangunan Sistem Pendidikan.
16
Secara makro, sistem pendidikan meliputi banyak aspek yang satu sama lain bertalian erat, yaitu : -
Aspek filosofis dan keilmuan
-
Aspek yuridis atau perundang-undangan
-
Struktur
-
Kurikulum yang meliputi materi, metodologi, pendekatan orientasi.
a. Hubungan Antar Aspek-Aspek. Aspek filosofis,keilmuan, dan yuridis menjadi landasan bagi butir-butir yang lain, karena memberikan arah serta mewadahi butir-butir yang lain. Artinya, struktur pendidian,kurikulum, dan lain-lain yang lain itu harus mengacu kepada aspek filosofis, aspek keilmuan, dan aspek yuridis. Meskipun aspek filosofis itu menjadi landasan tettapi tidak harus diartikan bahwa setiap terjadi perubahan filosofis dan yuridis harus diikuti dengan perubahan aspek-aspek yang lain itu secara total. b. Aspek Filosofis Keilmuan. Penggarapan tujuan nasional pendidikan . rumusan tujuan nasional yang tentunya meberikan peluang bagi pengemban sifat hakikat manusia yang bersifat kodrati yang berarti pula bersifat wajar. Pendidikan yang sehat harus merupan titik temu antara ―teori‖ dengan ―praktek‖, demikian kata J.H Gunning, ―Theori zonder praktik is voor genieen, praktik zonder theorie is voor gekken en schurken‖. Teori tanpa praktek hanya cocok bagi oran g-orang pintar, sedangkan praktek tanpa teori hanya terdapat pada orang gila. (M.J Langeveld 1965:18). M.J Langeveld menyatakan bahwa mempelajarai ilmu mendidik berarti mengubah diri sendiri. Artinya, dengan mempelajari ilmu mendidik seseorang dapat membenahi tindakan-tindakan sehingga terhindar dari kesalahan-kesalahan mendidik. Pendidikan itu adalah suatu proses jangka 17
panjang. Lama baru terlihat hasilnya, sehingga jika ada salah didik, kesalahan itu tidak segera diketahui.
c. Aspek Yuridis. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan hukum pendidikan sifatnya relatif tetap. Hal ini dimungkinkan oleh karena UUD 1945 isinya ringkas sehingga sifatnya lugas. Beberapa pasal melandasi pendidikan, baik yang sifatnya eksplisit (Pasal 31 Ayat (1) dan (2); Pasal 34). Pasal-pasal tersebut yang sifatnya masih global dijabakan lebih rinci ke dalam bentuk UU Pendidikan. Berdasarkan UU Pendidikan inilah sistem pendidikan disusun dan dilaksanakan. Undang-Undang Pendidikan No.4 Tahun 1950 yang kemudian dikukuhkan kembali dengan Undang-Undang Pendidikan No. 12 Tahun 1954 setelah berlangsung 20 tahun. Namun demikian setelah berlangsung 35 tahun , tepatnya bulan Mei 1989 barulah berhasil diterbitkan Undang-Undang Pendidikan yang baru yang dikenal dengan Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diabanding dengan UndangUndang Pendidikan No. 12 Tahun 1954 yang hanya mengatur pendidikan persekolahan, dapat diakatakan bahwa UU RI No.2 Tahun 1989 itu telah mengalami penyempurnaan dalam banyak hal : (a) Isi UU RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) lebih komprehensif mencakup semua jalur,jenis, dan jenjang pendidikan. Konsep yang komprehensif ini sejalan dengan esensi pendidikan yang pada hakikatnya berupa proses berkesinambungan yang dimulai dari masa balita sampai masa manula dan yang berlangsung di mana saja dan kapan saja. Sifat komprehensif ini juga mewadahi pendidikan pra-jabatan (preservice
18
education) dan pendidikan dalam jabatan (insective education) yang keduaduanya didudukkan sebagai subsistem yang komplementer. (b) Sifat UU RI No.2 tahun 1989 lebih fleksibel dp. UU No. 4/1950 dan UU No.22/61. Fleksibiltas ini terlihat dalam hal-hal seperti : (1) Masih memberi peluang untuk dilengkapi dengan peraturan-peraturan pemerintah dan keputusan menteri. (2) Adanya badan pertimbangan pendidikan nasional (Bab XIV , Pasal 48) yang
bertugas
memberikan
masukan
dan
saran-saran
kepada
pemerintah/menteri pendidikan dalam menyusun peraturan pemerintah dan keputusan menteri. (3) Adanya tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga dalam menyelenggarakan pendidikan sehingga pendidikan dapat mengarah kepada keserasian pemenuhan tujuan negara di satu pihak dan kepentingan rakyat banyak di pihak yang lain pada masa mendatang. (c) Undang-Undang RI No.2 Tahun 1989 tidak hanya bersifat mengatur (seperti UU Pendidikan yang lalu), tetapi juga memiliki kekuatan hukum yang bersifat memaksa. Sifat ini sesuai dengan wujud masyarakat Indonesia yang sangat besar dan bersifat heterogen sehingga memerlukan pengendalian. (d) UU No.2 Tahun 1989 lebih memperhatikan prospek masa depan. UndangUndang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bersikap terbuka dalam mengantisipasi perkembangan masa depan , yang diungkapkan dalam hal-hal berikut ini: (1) Adanya tenaga kependidikan yang beraneka ragam di samping guru (Bab VII, Pasal 27). 19
(2) Adanya keharusan bagi setiap satuan pendidikan untuk menyediakan dan memanfaatkan sumber belajar (Bab VII, Pasal 35). (3) Adanya pernyataan bahwa kurikulum harus menggunakan pendekatan kompetensi (Competency Based Curriculum) dan memberikan tempat pada pengemban sains dan teknologi sejak mulai sekolah dasar (Bab IX) d. Aspek Struktur. Dalam prakteknya, perkembangan pola struktur tidak dapat dipisahkan dari aspek filosofis. Pada zaman penjajahan Belanda misalnya sekolah taman kanak-kanak belum dianggap sebagai suatu kebutuhan. Jenjang pendidikan formal yang terendah adalah sekolah rakyat/sekolah desa (volk School) 3 tahun. Dalam hal demikian sekolah desa tidak berfungsi sebagai pendidik dasar (basic education) yang memberikan bekal dasar kepada setiap warga negara untuk berperan serta dalam pembangunan, tetapi sekadar untuk konsumsi politik etis dan menyiapkan tenaga buruh yang sekadar dapat membaca dan menulis guna melancarkan roda pemerintahan penjajah. Saat itu dikenal apa yang diebut “Three Tract System” yaitu pemilihan pendidikan untuk tiga macam golongan: Untuk rakyat jelata (bawahan), golongan atas pribumi yang disejajarkan dengan Belanda, dan untuk golongan bangsa Belanda, Eropa, dan Timur Asing. Sejak zaman kemerdekaan pemilihan seperti itu sudah tidak ada lagi. Beberapa tahun kemudian sesudah kita merdeka, jenis pendidikan tingkat menengah dan pendidikan tinggi demikian pula pendidikan nonformal mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pertama, karena aspirasi berpendidikan dari orang tua dan angkatan muda semakin meningkat, kedua, semakin berkembangnya jenis pekerjaan di masyarakat, dan sejumlah di
20
antaranya mengalami peningkatan kualitas, hingga menuntut persyaratan kerja yang lebih andal.
e. Aspek Kurikulum Kurikulum merupakan sarana pencapaian tujuan. Jika tujuan kurikuler berubah, maka kurikulum berubah pula. Perubahan dimaksud mungkin mengenai materinya, orientasinya, pendekatannya ataupun metodenya. Pada zaman penjajahan Belanda karena sederhananya tujuan yang ingin dicapai, maka kurikuluam pada SR (Sekolah Rakyat) misalnya dikenal dengan apa yang disebut dengan 3R‘s. pada zaman penjajahan Jepang pelajaran diwarnai iklim militeristis(upacara penghormatan Hinomaru, Taiso [sekarang SKJ], latihan kemiliteran, Kingrohosi [kerja bakti], menyanyikan nyanyian-nyanyian perjuangan dan pelajaran bahasa dan tulisan Jepang). Sedangkan pelajaran pelajaran yang lain dinomor duakan. Pada era orde lama materi pelajaran tujuah bahan zaman orde lama dan pokok indoktrinasi (tahun 1950-1960-an) menempati posisi penting dalam kurikulum, terutama kurikulum pendidikan tinggi. Pada era orde baru , materi tujuh bahan pokok ditiadakan dan materi Pendidikan Moral Pancasila mennjadi materi pokok dalam kurikulum pada semua jenjang pendidikan. Kurikulum pada pra-universitas secara keseluruhan dibenahi sehingga lahir kurikulum 1968. Tetapi kurikulum ini dianggap belum memberikan rambu-rambu yang jelas, baik orientasinya maupun pendekatan kurikulumnya. Usaha penyempurnaan, selanjutnya menghasilkan kurikulum 1975/1976 yang berorientasi pada hasil ( product oriented ) yang metode PPSI (Prosedur Kurikulum Pengembangan Sistem Instruksional). Tetapi karena pengalaman antara tahun 1976 sampai dengan tahun 1980 menunjukkan bahwa apa yang dikehendaki tidak tercapai, maka upaya penyempurnaan kurikulum selanjutnya menghasilkan kurikulum 1984. Model ini memadukan dua orientasi yaitu product oriented dengan process oriented , yang dilengkapi dengan pendekatan CBSA. Kemudian menjelang tahun 1990 dilengkapi dengan muatan lokal dalam kurikulum, yang berlatar belakang pada tuntutan sosial kultural dari derap pembangunan. 21
BAB III ALIRAN – ALIRAN PENDIDIKAN: GERAKAN PEMBAHARUAN PENDIDIKAN PROGRESIVISME DAN REKONSTRUKSIONALISME
A. PROGRESIVISME 1. Orientasi Umum a. Batasan Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (childcentered), sebagai reaksi terhadap pelakasanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subjectcentered). b. Faktor-faktor pendorong lahirnya Progresivisme di USA. 1) Semangat radikalisme dan reformasi yang dimulai di sekolah yang dipimpin oleh Francis W. Parker. 2) Masuknya aliran Froebelianisme, yang menekankan pada perwujudan diri melalui kegiatan sendiri, dan penggunaan metode Montessori yang menekankan pada pendidikan diri sendiri. 3) Perluasan studi tentang perkembangan anak secara ilmiah (psikologi perkembangan). c. Asosiasi Pendidikan Progresif (Progressive Education Association atau PEA), yang didirikan 1919, dipelopori oleh Standford Coob. Prinsip-prinsip PEA: 1) Bebas berkembang secara alami. 2) Minat adalah motif dari semua pekerjaan. 3) Guru adalah seorang pembimbing dan bukan seorang pemberi tugas. 4) Studi ilmiah tentang perkembangan siswa. 5) Perhatian yang lebih besar tertuju pada semua yang mempengaruhi perkembangan fisik. 6) Kerja sama antara sekolah dengan rumah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup anak. 7) Sekolah progresif adalah pemimpin gerakan-gerakan pembaharuan pendidikan. 2. Tokoh Francis W. Parker (1837-1902) a. Ia dilahirkan di New Hampshire. Ayahnya meninggal pada waktu berusia enam tahun. Dua tahun kemudian ia magang di pertanian 22
sambil mengikuti sekolah dasar. Ketika berusia 13 tahun ia meninggalkan pertanian dan mengikuti pendidikan secara penuh. b. Pada usia 16 tahun ia mengajar di sebuah sekolah desa. Pada usia 20 tahun ia diangkat menjadi kepalah sekolah di Carrolton, Illinois, tetapi ia berhenti karena pecah perang sipil dan menjadi tentara selama beberapa tahun. Setelah perang selesai, ia kembali mengajar di berbagai tempat hingga 1872. c. Ia pergi ke Jerman untuk belajar filsafat dan pendidikan serta mengadakan observasi dari dekat terhadap sekolah yang didirikan oleh Pestalozzi dan Froebel. d. Setelah pulang ke Amerika, ia mulai lagi mengajar dan menjadi inspektur sekolah di Quincy, Massachussets, 1875. Disini ia memperkenalkan gagasan-gagasan dan praktek-praktek pendidikannya, yang kemudian dikenal sebagai dasar dari pendidikan progresif. e. Kemudian menjadi kepala Sekolah Guru Cook Country, di Chicago. Sebelum akhir abad 18, ia diangkat menjadi kepala Institut Chicago yang didirikan terutama untuk melakukan eksperimen pendidikan. Institut ini kemudian menjadi bagian Universitas Chicago, 1901, tetapi sebelum ia menyelesaikan tugasnya, ia meninggal dunia 1902. 3. Dasar Filosofis a. Realisme Spiritualistik Gerakan Pendidikan Progresif bersumber dari prinsip-prinsip spiritualistik dan kreatif dari Froebel dan Montessori serta ilmu baru tentang perkembangan anak. b. Humanisme Baru Paham ini menekankan pada penghargaan terhadap martabat dan harkat manusia sebagai individu. Dengan demikian orientasinya individualistik. 4. Teori Pendidikan a. Tujuan Pendidikan Ia menyatakan bahwa tujuan keseluruhan pendidikan adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. b. Kurikulum 1) Kurikulum Pendidikan Progresif adalah kurikulum yang berisi pengalaman-pengalaman atau kegiatan-kegiatan belajar yang diminati oleh setiap siswa (experience curiculum). 2) Contoh kurikulum pendidikan progresif dari Lester Dix adalah berisi: a) Studi tentang dirinya sendiri b) Studi tentang lingkungan sosisal c) Studi tentang lingkungan alam, dan d) Studi tentang seni 23
c. Metode Pendidikan 1) Metode Belajar Aktif Metode Pendidikan Progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya. 2) Metode Memonitori Kegiatan Belajar Mengikuti proses kegiatan-kegiatan anak belajar sendiri, sambil memberikan bantuan-bantuan tertentu apabila diperlukan yang sifatnya memperlancar proses berlangsungnya kegiatan-kegiatan belajar tersebut. Bantuan-bantuan yang diberikan sebagai campur tangan dari luar diusahakan sedikit mungkin. 3) Metode Penelitian Ilmiah Pendidikan Progresif merintis digunakannya metode penelitian ilmiah yang tertuju pada penyusunan komsep, sedangkan metode pemecahan masalah lebih tertuju pada pemecahan masalah kritis. 4) Pemerintahan Pelajar Pendidikan progresif memperkenalkan pemerintahan pelajar dalam kehidupan sekolah (student government) dalam rangka demokratisasi dalam kehidupan sekolah, sehingga pelajar diberikan kesempatan untuk turut serta dalam penyelenggaraan kehiduan sekolah. 5) Kerja sama Sekolah dengan Keluarga Pendidikan Progrsif mengupayakan adanya kerja sama antara sekolah dengan keluarga dalam rangka menciptakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak untuk dapat terekspresikannya secara alamiah semua minat dan kegiatan yang diperlukan anak. Upaya ini mendorong didirikannya sebuah organisasi guru dan orang tua murid, yang dipelopori oleh F.W. Parker di Chihago. Organisasi ini berfungsi sebagai forum komunikasi dan kerja sama dalam upaya pembaaruan pendidikan di sekolah. 6) Sekolah sebagai Laboratorium Pembaharuan Pendidikan Pendidika Progresif menganjurkan pula peran baru sekolah. Sekolah tidak hanya tempat anak belajar, tetapi berperan pula sebagai laboratorium pengembangan gagasan baru pendidikan. Hal ini baru dilaksanakan oleh J. Dewey. d. Pelajar 1) Pendidikan berpusat pada anak Pendidikan Progresif menganut prinsip pendidikan berpusat pada anak. Anak merupakan pusat dari keseluruhan kegiatankegiatan pendidikan. Menurut Parker, mengajar yang bermutu berarti aktivitas siswa, pengembangan kepribadian sisaw, studi 24
ilmiah tentang pendidikan, dan latihan guru sebagai seniman pendidikan. 2) Anak adalah unik Pendidikan Progresif sengat memuliakan harkat dan martabat anak dalam pendidikan. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil. Anak adalah anak, yang sangat berbeda dengan orang dewasa. Setiap anak menurut Parker, mempunyai individualitas sendiri. Anak mempunyai alur pemikiran sendiri, mempunyai keinginan sendiri, mempunyai harapan-harapan dan kecemasan-kecemasan sendiri, yang berbeda dengan orang dewasa. Dengan demikian, anak harus diperlakukan berbeda dari orang dewasa. e. Pengajar 1) Guru dalam melakukan tugasnya dalam praktek pendidikan berpusat pada anak mempunya peranan-peranan sebagai: a) Fasilitator, atau orang yang menyediakan dirinya untuk memberikan jalan bagi kelancaran proses belajar sendiri siswa. b) Motivator, atau orang yang mampu membangkitkan minat siswa untuk terus giat belajar sendiri menggunakan semuat alat darinya. c) Konselor, atau orang yang dapat membantu siswa menemukan dan mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapi setiap siswa dalam kegiatannya belajar. 2) Guru perlu mempunyai pemahaman yang baiktentang karakteristik siswa, dan teknik-teknik memimpin perkembangan siswa, serta kecintaan kepada anak, agar dapat melaksanakanperanan-peranan yang baik. 5. Perkembang Progresivisme a. Atas bantuan Ny. Emmons Blaine akhirnya terbentuklah Sekolah Pendidikan (School of Education) di lingkungan Universitas Chicago, di bawah pimpinan Parker, pada tahun 1901. b. Untuk menghormati jasa-jasanya, didirikan Sekolah Dasar Progresif di Chicago, dengan nama Sekolah Francis W. Parker, dengan kepala sekolah Flora Cook, salah seorang pembantu dekatnya, pada tahun 1901, atas bantuan Ny. Blaine juga. c. Pendirian berbagai sekolah progresif di tempat-tempat lain, disamping Sekolah Francis W. Parker, yang dipimpin Flora Cook selama 30 tahun. Sekolah-sekolah tersebut antara lain: 1) Sekolah Dasar yang didirikan oleh Prof. Junius L. Meriam dari Universitas Missouri, pada tahun 1964. 2) Sekolah Pendidikan Organik (School of Organic Education) yang didirikan oleh Marrieta Johnson, di Fairhope, Alabama, pada tahun 1907.
25
3) Sekolah Bermain (Play School) oleh Caroline Pratt, di kota New York. 4) Sekolah Shandy Hill (Shandy Hill School) yang didirikan oleh Prof dan Ny. W.E. Hocking di Cambridge, Massac husetts. 5) Sekolah Walden (Walden School) yang didirikan oleh Margaret Naumburg, di kota New York. 6) Sekolah Dasar di Universitas Iowa, sebuah latihan di bawah pimpinan Ernest Horn. 7) Sekolah Oak Lane Country di bawah pimpinan Francis M. Frochlicher, di Philadelphia. d. Didirikan “Progressive Education Association” (PEA) atau didirikan Perkumpulan Pendidikan Prorgesif. Melalui upaya-upaya partisipan para guru, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan, seperti John Dewey, Kilpatrick, dan sebagainya, serat upya-upya PEA, gerakan pendidikan progresif lambat laun mempunyai bentuk yang makin jelas. Sejak 1930, sekolah-sekolah progresif sudah tersebar ke seluruh Amerika Serikat. Sekolah-sekolah tersebut hampir semuanya merupakan sekolah swasta, dan hampir semuanya berorientasi pada pendidikan yang berpusat pada anak, tetapi tidak ada yang betul-betul merupakan sekolah eksperimental. Sekolah eksperimental ini baru kemudian didirikan oleh john Dewey dengan nama “Laboratory School” di Chicago, 1896. e. Progresivisme mendapat kritik dari berbagai pihak, antara lain dari John Dewey yang mengembangkan Pragmatisme dalam bentuk Instrumentalisme atau Eksperimentalisme. Kritik John Dewey terhadap Progresivisme adalah sebagai berikut: 1) Progresivisme terlampau menekankan pendidikan individu. Hal ini dikemukakan oleh Dr. Bode dan Counts. 2) Kelas sekolah progresif adalah artfisial, dibuat-buat, atau tidak wajar. 3) Metode progresif tergantung pada minat sesewaktu dan spontan, hal ini merupakan interpretasiyang salah tentang hakekat minat. 4) Siswa merencanakan sesuatu sendiri dan mereka tidak bertanggung jawab terhadap hasil dari tugas-tugas yang mereka kerjakan. Mereka tidak akan diizinkan untuk melakukan improvisasi yang terus-menerus. 5) Sekolah itu ada seharusnya untuk membangun sebuah tatanan sosial yang lebih baik melalui kegiatan-kegiatan konstruktif, dan Progresivisme tidak tertuju untuk mencapai hal tersebut. f. Kritikan datang pula dai George S. Counts dan kawan-kawan yang menghendaki agar sekolah berperan mengambil bagian dalam membangun masyarakat Amerika. Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan agar Perkumpulan Pendidikan Progresif diubah nama dan 26
prinsip-prinsipnya. Perkumpulan Pendidikan Progresif berubah menjadi “American Education Fellowship” pada tahun 1944. Di samping itu berkembang pula gerakan pembaharuan pendididkan yang bernama Rekonstruksionisme Sosial yang dipelopori oleh George S. Counts. g. Kritik datang pula dari kalangan gereja Katolik di Amerika Serikat, dan mereka membentuk gerekan pendidikan yang disebut “Perennialisme” yang dipelopori oleh Robert M. Hutchin, yang pandangan pandangannya bersumber pada Thomisme. Kritik yang senada dilontarkan pula oleh kalangan yang menghendaki pendidikan kembali pada kebudayaan lama yang menjadi inti peradaban manusia. Mereka membentuk gerakan pendidikan yang disebut “Esensialisme” yang dipelopori oleh William C. Bagley. h. Kritik datang pula dari kaum Eksistensialisme yang menghendaki agar sekolah menjadi sebuah forum yang memungkinkan siswa-siswa dapat terlibat dalam dialog dengan sesama siswa dan guru, yang dipelopori oleh A. S. Neil. B. REKONSTRUKSIONALISME SOSIAL 1. Orientasi Umum a. Batasan Rekonstruksionalisme dipelopori oleh John Dewey, yang memandang pendidikan sebagai rekronstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam kehidupan. Sekolah yang menjadi tempat utama berlangsungnya pendididkan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di masyarakat. Perkembangan lebih lanjut dari Rekonstruksionalisme Dewey adalah Rekonstruksionalisme Radikal, yang memandang pendidikan sebagai alat untuk membangun masyarakat masa depan. b. Persahabatan Pendidikan Amerika (American Education Fellowship atau AEF). Prinsip-prinsip yang menjadi landasan kerja AEF yaitu: 1) Memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada setiap anak, tanpa membedakan raas, kepercayaan atau latarbelakang ekonomi. 2) Memberikan ―pendidikan tingi‖-latihan akademik, profesional, dan teknikal-kepada setiap mahasiswanya untuk dapat menyerap dan menggunakan ilmu dan teknologi yang diajarkannya. 3) Mmebuat sekolah-sekolah Amerika menjadi berperan sangat penting sebagai satu bagian dari kehidupan nasional kita yang akan menarik karena para gurunya adlah laki-laki dan perempuan dari zaman kita yang sangat bersemangat. 4) Menyusun sebuah program pemuda untuk anak-anak muda berusia 17 sampai dengan 23 tahun untuk membawa mereka dan sekolah aktif menuju pada berpartisipasi dalam masyarakat orang dewasa. 27
5) Mengusahakan penggunaan penuh dari perlengkapan sekolah dalam waktu di luar sekolah untuk pertemuan-pertemuan pemuda, kegiatan-kegiatan masyarakat, pendidikan orang dewasa. 6) Bekerja sama penuh dengan semua lembaga masyarakat dan lembaga sosial menuju sebuah masyarakat demokratis yang sesungguhnya, tetapi dalam waktu yang bersamaan menjaga pendidikan yang bebas dari kekuasaan sesuatu kelompok atau kepentingan tertentu. 7) Terus memperluas penelitian dan eksperimentasi pendidikanm dan 8) Mengajak pemimpin-pemimpin masyarakat untuk menjadikan pendidikan sebagai bagian dari masyarakat dan masyarakat menjadi bagian dari sekolah 2. Tokoh Counts (1889-1974) a. George S. Counts adalah seorang tokoh Rekonstruksionalisme Sosial, menulis bahwa dewasa ini terdapat jurang pemisah yang besar di antara banyak kenyataan yang sulit dihilangkan, anatara peradaban industri kita dengan adat istiadat, kesetiaan-kesetiaan, pemahaman-pemahaman, dan pandangan-pandangan kita. Tugas yang membawa pikiran dari usaha-usaha kita tertuju pada mencapai keselamatan dengan kondisikondisi fisik abad baru adalah suatu daya upaya pendidikan yang bersifat raksasa dan penting. Sebenarnya, kita tidak akan mengenal perdamaian dan ketentraman sampai daya upaya tersebut selesai (The Prospects of American Democracy, 1983 ). b. Dalam 1932, Counts menerbitkan “The Selective Character of American Secondary Education”, ia menyalahkan sekolah-sekolah karena mengabdikan ketidaksamaan-ketidaksamaan yang mencolok brdasarkan garis ras, kelas, dan etnik. Ia menegaskan bahwa sekarang ini sekolah-sekolah menengah umum sebagian besar dimasuki oleh anak-anak dari kelas-kelas sosial yang lebih baik berkemampuan keluarganya. Hal ini memberikan tontonan kepada kita tentang suatu hak istimewa yang sedang dipamerkan atas biaya masyarakat, yang memperlihatkan bahwa kelas-kelas yang berkemampuan lebih baik telah memperoleh kedudukan yang istimewa dalam masyarakat modern. c. Selama masa depresi, Counts menulis buku “Dare the School Build a New Social Order?”, yang mungkin merupakan karyanya yang paling terkenal. Pertanyaannya didorong oleh sebuah masyarakat yang dilanda kesulitan ekonomi dan masalah-masalah sosial yang sangat besar, pendidikan ditantang untuk lebih memberikan pelayanan sebagai sebuah agen perubahan dari rekonstruksi sosial dari pada mempertahankan status quo dengan ketidaksamaan-ketidaksamaan dan masala-masah yang terpendam di dalamnya. Ia mendorong sekolahsekolah untuk bersekutu dengan kekuatan-kekuatan yang progresif dan 28
buruh, wanita, petani, da kelompok-kelompok minoritas, menuju pada perubahan yang diperlukan. d. Counts mengecam Pendidikan Progresif karena telah gagal mengembangkan suatu teori kesejahteraan sosial, dan ia menegaskan bahwa pendekatan pendidikan berpusat pada anak (The child centered appoach) tidak memadai untuk menjamin keterampilan-keterampilan dan pengetahuan yang diperukan dalam menghadapi abad 20, dapat dihasilkan oleh pendidikan. e. Counts mempergunakan sebagian besar profesionalnya di Teacher College, Colombia University (1927-1950). Ia terpilih menjadi Senator Amerika Serikat dalam tahun 1952-1960. Ia adalah seorang anggota aktif di National Commitee of the American Civil Liberties Union 1942-1973. f. Kaum Kontruksionalisme umumnya berpendapat bahwa kaum Progresivisme tidak cukup jauh dalam usaha-usaha mereka memperbaiki masyarakat. Mereka percaya bahwa kaum Progresivis hanya berkenan dengan masalah-masalah masyarakt seperti yang ada sekarang, padahal apa yang diperlukan dalam abad kemajuan teknologi yang cepat adalah rekonstruksi masyarakat dan penciptaan sebuah tatanan dunia baru. Ia menyatakan bahwa sekolah-sekolah tidak akan betul-betul melaksanakan perannya, sampai sekolah-sekolah itu menjadi pusat-pusat bagi pengembangan dari sebuah masyarakat baru secara keseluruhan yang terikat pada upaya menghilangkan kemiskinan, perang, dan rasialisme. Ia menyatakan bahwa apabila sekolah-sekolah diharapkan menjadi lembaga yang betul-betul efektif, maka mereka harus menjadi pusat-pusat pembangunan, dan tidak hanya untuk perenungan peradaban kita. Hal ini tidaklah berarti bahwa kita akan berusaha memperkenalkan pembaharuan-pembaharuan khusus melalui sistem pendidikan. Bagaimanapun, kita akan memberi kepada anak-anakkita suatu wawasan tentang kemungkinan-kemungkinan yang terletak di depan dan berusaha memperoleh kesetian-kesetian dan entusiasme mereka dalam mewujudkan wawasan. Lembaga-lembaga dan praktek-praktek sosial pun, semuanya hendaknya diuji secara kritis ditinjau dari wawasan tersebut. g. Counts berpendapat lebih lanjut bahwa menolak untuk menghadapi tugas penciptaan suatu visi tentang sebuah masa depan Amerika yang sangat lebih adil, mulia dan indah dari Amerika sekarang ini, akan berarti menolak tugas pendidikan yang sangat pokok, sulit, an penting. Tantangan ini dipermasalahkan oleh Counts 1983. Pernyataan tersebut dapat menjadi masalah kita dewasa ini. 3. Dasar Filosofis a. Pragmatisme Baik Rekonstruksionalisme Individualistik dari John Dewey maupun Rekonstruksionalisme Sosial dari George S. Counts bersumber pada Pragmatisme. Seperti telah kita ketahui, Pragmetisme menganggap 29
kenyataan sebagai dunia pengalaman, yang diperoleh melalui pendirian, yang kebenarannya terkandung pada kegunaannya dalam masyarakat. b. Neopositivisme Sikap umu yang menjadi dasar pemikiran kaum Neopositivisme adalah humanisme ilmiah, yang menghargai harkat dan martabat manusia, dan mempunyai keyakinan teguh bahwa ilmu dapat dipergunakn=an untuk membangun masyarakt masa depan. 4. Teori Pendidikan a. Tujuan Pendidikan 1) Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi, dan politik dalam masyarakat. 2) Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ―insinyur -insinyur‖ sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini. 3) Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tetang masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengerjakan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. b. Metode Pendidikan Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat. c. Kurikulum Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia, yang termasuk di dalamnya masalahmasalah pribadi para peserta didik sendiri. Dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif. Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu dan proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah. d. Pelajar Siswa hendaknya dipandang sebagai bunga yang sedang mekar. Hal ini mengandung arti bahwa siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan. e. Pengajar 1) Direktur Proyek
30
Oleh karena guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, membantu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya, dan menjamin bahwa mereka memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, maka tugas guru adalah sebagai direktur proyek. Apabila mereka tidak memilikinya, adalah tugas guru untuk mengerjakannya. 2) Pemimpin Penelitian Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan, karena sebagian terbesar masalahmasalah yang dipecahkan adalah masalah-masalah yang kontroversial. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebagai suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilan. Guru harus mampu mengorganisasikan dengan baik berbagai macam kegiatan belajar serempak. 5. Perkembangan Rekontruksionalisme Sosial a. Penyebaran Gagasan Gagasan Rekontruksionalisme Sosial segera disambut oleh beberapa tokoh lainnya, antara lain oleh Thorndike, Brameld dan Edwin O. Reischaer. Brameld berpendapat bahwa meskipun kita bergerak dari sebuah masyarakat agraris, masyarakat pedesaan menuju suatu masyarakat yang berteknologi tinggi, masyarakat kota, ada kesenjangan serius dalam kemampuan kita untuk menyesuaikan diri pada sebuah masyarakat teknologis. Edwin O Reischaur, seorang sejarahwan dari Universitas Harvard, seorang mantan Duta Besar USA di Jepang, menyatakan bahwa perlu suatu pembangunan kembali yang luar biasa dari pendidikan, apabila umat manusia ingin terus dapat hidup dalam wajah dunia yang berkembang cepat. Apabila kita tidak bergerak cepat menuju pembangunan kembali pendidikan, maka kita akan sangat terlambat. Tidak lama lagi umat manusia akan menghadapi banyak kesulitan yang gawat, yang hanya dapat diatasi pada skala global. Karena itu harus ada suatu tingkat pemahaman yang lebih tinggi dan suatu kemampuan yang jauh lebih besar untuk bekerja sama antar orang-orang dan bangsa-bangsa yang berbeda-beda yang ada sekarang ini. Bagaimanapun, pendidikan, seperti yang sekarang diselenggarakan di negara-negara ini--dan di setiap negara lainnya di dunia, untuk kepentingan tersebut — tidak bergerak cukup cepat dalam arah yang benar untuk menghasilkan pengetahuan tentang dunia luar dan sikapsikap terhadap orang lain yang mungkin penting untuk mempertahankan hidup manusia dalam satu atau dua generasi. b. Sekolah Masyarakat Rekonstruksionalisme sosial mendorong berkembangnya sekolahsekolah masyarakat, atau “community schools”. Dengan lebih 31
menekankan pada masyarakat daripada individu, sekolah masyarakat merupakan sekolah yang berpusat pada masyarakat, atau “social centered schools”, yang menggunakan sekolah untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Sekolah hendaknya berhubungan dengan masalah-masalah nyata dan praktis yang ditemukan dalam masyarakat kita, masalah-masalah sehari-hari yang dihadapi oleh setiap orang.
32
BAB IV
PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM : MEMAHAMI PENDIDIKAN SEBAGAI KESELURUHAN
A. ORIENTASI UMUM : TEORI SISTEM PADA UMUMNYA 1. Pendekatan Sistem a. Batasan Pendekatan Sistem adalah cara-cara berpikir dan bekerja yang menggunakan konsepkonsep teori system yang relevan dalam memecahkan masalah b. Tipe-tipe 1) Filsafat Sistem Pendekatan Sistem yang bertitik tolak konseptual/teoritis, dengan mempergunakan metode kognitif atau berpikir mencerminkan sesuatu untuk mengambarkan rancang bangunnya 2) Manajemen Sistem Pendekatan Sistem yang bertitik tolak pragmatis/mencari mafaat, dengan mempergunakan metode sintetis atau memadukan unsur-unsur menjadi kesatuan, untuk mengintegrasikanoperasi-operasi kerja melalui perancangan operasional yang menekankan pada jaringan hubungan unsur-unsurnya 3) Analisis Sistem Pendekatan Sistem yang bertitik tolak pada optimalisasi pengu naan sumber-sumber yang tersedia, dengan mempergunakan metode penyusunan model-model kerja untuk mencapai tujuan-tujuan yang efektif dan efisien dalam penggunaan sumber-sumber yang terseidia 2. Teori Sistem a. Karakteristik Teori Sistem 1) Keseluruhan adalah hal yang utama dan bagian-bagian adalah hal yang kedua 2) Integrasi adalah kondisi saling hubungan antara bagian-bagian dalam satu system 3) Bagian-bagian membentuk sebuah keseluruhan yang tak dapat dipisahkan 4) Bagian-bagian memainkan peranan mereka dalam kesatuannya untuk mencapai tujuan dari keseluruhan 5) Sifat bagian dan fungsinya dalam keselutuhan dan tingka lakunya diatur oleh keseluruhan terhadap hubungan-hubungan bagiannya 6) Keseluruhan adalah sebuah sistem atau sebuah kompleks atau sebuah konfigurasi dari energi dan berpelilaku seperti sesuatu unsur tunggal yang tidak kompleks 7) Segala sesuatu haruslah dimulai dari keseluruhan sebagai suatu dasar, dan bagian bagian serta hubungan-hubungan, baru kemudian terjadi secara barangsur-angsur b. Karakteristik Umum Sistem 1) Cenderung kea rah entropi Semua sistem cenderung menuju pada suatu keadaan terpecah belah, tidak teratur, lamban, dan akhirnya mati 2) Hadir dalam ruang-waktu Semua system berada dalam ruang-waktu, atau berada dalam rangkaian waktu yang tidak dapat dihentikan 3) Mempunyai batas-batas 33
Semua sistem mempunyai batas-batas yang tidak menetap, tapi berubah-ubah 4) Mempunyai lingkungan Semua sistem mempunyai sebuah lingkungan atau sesuatu yang berada di luarnya. Semua sistem mempunyai lingkungan proksimal (lingkungan yang disadari oleh sistem), dan lingkungan distal (lingkungan yang tidak disadari oleh sistem) 5) Mempunyai variable dan parameter Sebuah sistem mempunyai faktor-faktor yang mempengaruhi struktur dan fungsi dari sistem. Faktor-faktor dalam sistem adalah variable, dan factor-faktor di luar sistem adalah parameter 6) Mempunyai subsistem Semua sistem, temasuk sistem yang paling kecil sekali pun mempunyai sub-sistem, dan setiap sub-sistem merupakan sebuah kesatuan yang terbatas, terbentuk dari bagian-bagian, dan karakteristik-karakteristik tertentu 7) Mempunyai Suprasistem Semua sistem, kecuali sistem yang terbatas dan beberapa sistem tertutup, mempunyai suprasistem, atau beberapa sistem yang lebih besar c. Model Dasar Sistem : Model Input-Output Rancangan bangun sistem lazim digambarkan dalam bentuk masukan-proses-hasil: (lihat Bagan I-IV) 1) Masukan (Input) Masukan adalah sumber-sumber yang ada dalam lingkungan atau suprasistem yang masuk dalam sebuah sistem. Masukan dapat berbentuk : a) Informasi Informasi adalah keterangan yang disampaikan kepada pihak lain. (1) Informasi produk Keterangan tentang bahan olahan, bahan yang akan diproses menjadi suatu produk.
Bagan I – IV
Model Dasar Sebuah Sistem Balikan
Masukan
Transformasi oleh
Keluaran
Informasi,energy, dan bahan-bahan
Manusia dan/atau mesin-mesin
Produk-produk dan/atau pelayanan pelayanan
(2) Informasi operasional Keterangan tentang bahan-bahan yang dipegunakan untuk memproses bahan olahan b) Energi atau tenaga Energi adalah gerak dari alat-alat kerja yang digunakan dalam proses transformasi atau semua operasi yang terjadi dalam transformasi. Bentuk operasi tersebut dapat berupa : (1) Operasi yang digunakan manusia (2) Operasi yang digunakan oleh mesin-mesin c) Bahan-bahan 34
(1) Bahan-bahan produksi adalah bahan-bahan olahan yang akan disajikan hasil produksi (2) Bahan-bahan operasional adalah sumber-sumber yang digunakan sebagai pelancar proses transformasi, yang terdiri atas: Barang-barang yang dipergunakan secara langsung atau tidak langsung untuk menjalankan transformasi Penghasilan yang digunakan untuk menyediakan barang-barang produksi dan operasional dan membayar upah pekerja dan menajer
2) Transformasi Proses pengubahan masukan olahan menjadi hasil produksi atau jasa, yang dilakukan oleh manusia atau mesin-mesin, atau manusia dengan mesin a) Proses manajemen Metode-metode yang dipergunakan untuk melakukan perencanaan, kepentingan, pengorganisasian, pengawasan, dan perbaikan. b) Proses fungsional Metode-metode yang dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan fungsional dari sekelompok orang atau seseorang c) Proses funsional silang Metode-metode yang dipergunakan untuk tujuan tertentu yang perlu kerja sama dengan orang lain atau unit lain 3) Hasil Barang atau jasa yang dapat dikeluarkan, disampaikan dan digunakan oleh lingkungan d. Tipe-tipe Sistem 1) Sistem Alami dan Sistem Buatan a) Sistem Alami Sistem ini merupakan benda-benda atau peristiwa-peristiwa alam yang bekerja bedasarkan hokum-hukum alam, dan hubungan antara masukan dengan hasil dapat diramalkan secara ilmiah b) Sistem Buatan Manusia Sistem yang dirancang, dilaksanakan, dan dikendalikan oleh manusia, dan hubungan antara masukan yang diambil dari sistem alami, dengan hasil diatur oleh manusia 2) Sistem Tertutup dan Sistem Terbuka a) Sistem Tertutup Sistem yang stuktur organisasi bagian-bagiannya tidak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sekurang-kurangnya dalam waktu pendek. Struktur bagian-bagian secara tetap dan bentuk operasinya berjalan otomatis b) Sistem Terbuka Sistem yang srtuktur bagian-bagiannya terus menyesuaikan diri dengan masukan dari lingkungan yang terus-menerus berubah-ubah, dalam usaha dapat mencapai kapasitas optimalnya. Struktur bagian-bagian bersifat lentur dan bentuk operasinya dinamis,kaena bagian-bagian dalam sistem dapat berubah karakteristik dan posisinya. Karakteristik Sistem Terbuka yaitu: (1) Mendatangkan energy Sistem terbuka mengimpor beberapa bentuk energi dari lingkungan. (2) Mentransformasikan energy Sistem terbuka mentransformasikan energy yang tersedia. (3) Mengekspor hasil Sistem terbuka menyampaikan sesuatu hasil kepada lingkungan. (4) Sebuah rangkaian peristiwa Sistem terbuka merupakan sistem yang mempunyai pola kegiatan dan pertukaran energy yang merupakan suatu perputaran.
(5) Negentropi 35
Sistem terbuka harus bergerak melawan proses entropi atau proses menuju kehancuran,agar terus dapat hidup (6) Balikan negarif Sistem terbuka memperoleh informasi tentang kekurangan-kekurangan produk/jasa yang dihasilkan yang dapat digunakan untuk melakuakan perbaikan sistem. (7) Homeostatis dinamis Sistem terbuka mempunyai mekanis dalam dirinya untuk mengatur sedemikian rupa sehingga mencapai suatu keadaan yang mantap yang terus berubah mengikuti perubahan-perubahan lingkungan. (8) Diferensiasi Sistem terbuka cenderung berkembang menuju multiplikasi atau perbanyakan dan elaborasi atau perincian peranan-peranan dengan spesialisasi fungsi yang lebih besar dari bagian-bagiannya. (9) Ekuifinalitas Sistem terbuka mempunyai kemampuan-kemampuan untuk mencapai hasilhasil yang sama dari kondisi-kondisi yang berbeda dengan mempergunakan proses yang berbeda 3) Sistem Pelayanan dan Sistem Memproduksi Barang a) Sistem Pelayanan Sistem yang menghasilkan jasa yang diperlukan oleh para pelanggannya, baik melalui pelayanan umum maupun pelayanan pribadi b) Sistem Memproduksi Barang Sistem yang memproduksi barang olahan atau barang jadi yang siap dikonsumsi oleh para pelanggan di masyarakat e. Hierargi Sistem Keseluruhan sistem dapat disusun secara hierargis dari paling sederhana sampai dengan sistem yang paling canggih. Susunannya sebagai berikut: 1) Kerangka-kerja (framework) Sistem mempunyai struktur yang statis (sistem geografi dan anatomi alam semesta) 2) Kerangka-jam (clockwise) Sistem sudah mempunyai struktur hubungan yang dinamis yang sederhana (sistem tata surya digambarkan sebagai kerja jam besar, karena adanya unsur gerak) 3) Termostat Sistem yang di dalamnya ada mekanisme sibernatik, atau mekanisme mengontrol diri sendiri secara otomatis atau model homeostatis statis (mesin-mesin/pesawat-pesawat otomatis) 4) Sel Sistem yang menunjukkan mulai adanya hidup, sehingga mempunyai kemampuankemampuan untuk memelihara diri sendiri. 5) Sosietal genetik (Tanaman) Sistem yang ditandai oleh adanya kehidupan bersama yang terjadi melalui proses genetik/keturunan. 6) Animal (Binatang) Sistem yang ditandai oleh bertambahnya mobilitas,tingkah-laku yang bertujuan, dan kesadaran diri. 7) Individual manusia Sistem yang ditandai oleh berkembangnya kemampuan menerima dan menyimpan informasi,perkembangan susunan syaraf yang memungkinkan otak berfungsi sebagai pengorganisasi informasi,yang membentuknya menjadi ‗‘gambaran‖ atau konsep. Kemampuan untuk memiliki gambaran ini menyababkan individu manusia tidak hanya dapat mengetahui,tetapi dapat mengetahui apa yang diketahuinya,atau mempunyai kesadaran terhadap diri sendiri atau mengenal dirnya sendiri. Kemamapuan ini digabungkan dengan gejala bahasa dan symbolsimbol,menyebabkan individu manusia mempunyai kemapuan berbicara. 8) Organisasi social 36
Sistem ini mengandung adanya struktur hubungan antara individu yang didasarkan pada sistem nilai-nilai.
9) Sistem transcendental Sistem ini mempunyai struktur dan hubungan-hubungan yang sistematis, yang bersifat transcendental,atau yang bersifat rohaniah dalam hubungannya dengan yang mutlak. f. Lingkungan dan Segmen Sistem 1) Struktur Sistem Struktur sebuah sistem tersusun secara hierargis, dengan urutan sebagai berikut : a) Subsistem Satu bagian dari keseluruhan sistem yang berfungsi mencapai tujuan khusus yang tertuju pada pencapaian tujuan sistem. Proses setiap sistem ditentukan oleh t ujuan subsistem, dan komponen-komponennya dipilih berdasarkan kemampuannya melaksanakan fungsi-fungsi dan proses-proses khusus dalam subsistem b) Komponen Satuan unsur-unsur yang membentuk satu bagian dalam subsistem atau sistem, yang dipilih untuk dapat melaksanakan fungsi dan proses-proses khusus dalam subsistem atau sistem c) Unsur Bagian terkecil dari isi sebuah sistem yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kemampuan komponen dalam melaksanakan fungsinya. 2) Suprasistem Bagian atau lingkungan yang lebih besar, yang menjadi tempat berlangsungnya operasi-operasi beberapa sistem
B. ANALISIS DAN PEMETAAN PENDIDIKAN NASIONAL SEBAGAI SEBUAH SISTEM 1. Analisis Dan Pemetaan a. Batasan 1) Ditinjau dari fungsinya. Pendidikan nasional adalah sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu negara kebangsaan atau negara nasional dalam rangka mewujudkan hak menentukan nasib sendiri atau right of self-determination bangsa dalam bidang pendidikan. 2) Ditinjau dari strukturnya. Pendidikan Nasional sebagai sistem merupakan keseluruhan kegiatan dari satuan-satuan pendidikan yang direncanakan, dilaksanakan dan dikendalikan dalam rangka menunjang tercapainya tujuan nasional. b. Peta Umum Pendidikan Nasional dalam Model lnput - Output 1) Masukan (Input) Sumber-sumber dari masyarakat yang menjadi masukan sistem Pendidikan Nasional adalah: a) Inf ormasi Masukan dalam bentuk informasi, mencakup: (1) Informasi produk Informasi tentang peserta didik. (2) Informasi operasional Informasi tentang penduduk, tenaga kependidikan, pengetahuan / ilmu, seni, teknologi, cita-cita, dan barang-barang yang digunakan dalam pendidikan, serta penghasilan nasional dan penghasilan per kapita. b) Energi / tenaga
37
Masakan dalam bentuk tenaga mencakup: penduduk yang sedang terlibat dalam penyelenggaraan Pendidikan Nasional dan tenaga kependidikan yang bekerja dalam Sistem Pendidikan Nasional. c) Bahan-bahan Sumber-sumber bukan manusia yang masuk dalam Sistem Pendidikan Nasional mencakup: (1) Barang-barang produksi yang digunakan dalam melak-sanakan transformasi pendidikan (misalnya: buku pelajaran, alat-alat pendidikan (peraga dan praktikum), bangunan, dan sebagainya). (2) Penghasilan nasional (APBN dan APBD pendidikan) dan penghasilan per kapita yang disediakan untuk membiayai pendidikan (SPP, uang BP-3, dan sebagainya). 2) Transformasi a) Komponen Komponen-komponen yang digunakan untuk melaksanakan transformasi adalah: (1) Tujuan pendidikan. (2) Organisasi pendidikan. (3) Masa pendidikan. (4) Program isi pendidikan. (5) Prasarana pendidikan (6) Sarana dan teknologi pendidikan. (7) Biaya pendidikan. (8) Tenaga pendidikan. (9) Peserta didik: b) Bentuk transformasi (1) Transformasi administratif/manajerial pendidikan, yaitu proses kegiatan pengelolaan pendidikan nasional oleh negara dan pemerintah (pusat dan daerah). (2) Transformasi operasional/ teknis pendidikan, yaitu proses kegiatan pengelolahan pendidikan oleh Kepala Sekolah/ lembaga pendidikan luar sekolah. 3) Hasil a) Orang-orang yang terdidik dalam kemampuan-kemampuan: kognitif, afektif, dan psikomotor. b) Orang-orang tersebut dapat menjadi: (1) Seorang individu yang terus belajar dan mengembangkan kemampuan-kemam puannya. (2) Seorang anggota keluarga yang bahagia, seorang pekerja/profesional yang berhasil, seorang warga negara yang baik, seorang anggota orpol/ormas yang baik, dan seorang anggota masyarakat sekitar yang baik. (3) Seorang hamba Tuhan yang baik. 2. Analisis dan Pemetaan Suprasistem Sistem Pendidikan Nasional a. Batasan Suprasistem dari Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan kehidupan masyarakat dalam bernegara dan berbangsa, yang mencakup masyarakat nasional domestik atau masyarakat dalam negeri sebagai lingkungan proksimal dan masyarakat internasional sebagai lingkungan distal. b. Sistem-sistem dalam Suprasistem Sistem-sistem kehidupan yang berada dalam suprasistem dari Sistem Pendidikan Nasional yang mempunyai pengaruh terhadap Sistem Pendidikan Nasional, yaitu (lihat Bagan 2 -IV) 1) Sistem Sosial Budaya a) Batasan Sistem sosial budaya adalah keseluruhan bentuk tatanan kehidupan bersama/ berkelompok yang mempunyai pola budaya tertentu. b) Karakteristik (1) Keseluruhan tatanan kehidupan bersama/ berkelompok dapat dibedakan dalam bentuk: 38
Bagan 2 - IV : Suprasistem sistem pendidikan nasional Masyarakat Internasional Sistem Ekonomi Nasional
Sistem Sosial Budaya Nasional
Masyarakat Nasional
Sistem Pendidikan Nasional
Sistem Penduduk Nasional
Tujuan Nasional
Sistem Politik Nasional Masyarakat Internasional
Kelompok-kelompok psikologis (psychological groups), yang terbentuk dari dua orang atau lebih yang memenuhi kondisi-kondisi: (1) Hubungan di antara anggota-anggotanya adalah saling bergantung (interdependent); dan (2) Anggota-anggotanya menyebarkan sebuah ideologi atau seperangkat kepercayaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang mengatur tindakan bersama (misalnya: keluarga, kelompok pertemanan, kelompok pekerja, dari sebagainya). Organisasi sosial, yaitu sebuah sistem yang terpadu dari kelompok-kelompok psikologis yang saling berhubungan yang terbentuk untuk mencapai suatu tujuan yang dirumuskan (misalnya: negara, partai politik, perusahaan, dan sebagainya). (2) Setiap kelompok dan perpaduan dari keberadaan kelompok mempunyai pola-pola budaya tertentu, yang di dalamnya mengandung unsur: Budaya material, yang berisi antara lain peralatan-peralatan dan artifak-artifak yang digunakan anggotaanggota suatu masyarakat tertentu. Budaya spiritual, yang mencakup ilmu, seni dan cita-cita. c) Implikasi bagi Sistem Pendidikan Nasional (1) Kondisi sistem sosial menjadi landasan ekologis Sistem Pendidikan Nasional. (2) Kondisi sistem budaya menjadi landasan idiil Sistem Pendidikan Nasional. 2) Sistem Biososial (Penduduk) a) Batasan Penduduk adalah kumpulan orang yang menghuni sesuatu kesatuan wilayah, (kam pung, desa, kota, negara, pulau, benua, dunia, dan sebagainya). Sistem biososial yaitu kumpulan orang yang memiliki struktur tertentu. b) Karakteristik (1) Penduduk mempunyai aspek statis, yang berkenaan dengan jumlah dan komposisi berdasarkan usia, pekerjaan, jenis kelamin, penghasilan, dan sebagainya. (2) Penduduk mempunyai aspek dinamis, yang berkenaan dengan pertumbuhan, dan pengurangan, gerakan penduduk (migrasi), dan perubahan-perubahan komposisi penduduk dalam kurun waktu tertentu. c) Implikasi bagi Sistem Pendidikan Nasional (1) Penduduk sebagai sistem biososial menyiratkan adanya suatu permintaan ma syarakat akan pendidikan atau “society’s social demand of education” secara kualitatif dan kuantitatif. (2) Penduduk sebagai sistem biososial menjadi landasan operasional Sistem Pendidikan Nasional.
3) Sistem Ekonomi Makro a) Batasan 39
Studi perilaku perekonomian secara agrerat (keseluruhan perusahaan-perusahaan, rumah tangga, harga-harga, upah serta pendapatan), misalnya tentang kemakmuran dan resesi, output barang dan jasa, total perekonomian dan laju pertumbuhan output, laju inflasi dan pengangguran, neraca pembayaran dan nilai kurs. b) Karakteristik Menurut Samuelson, tujuan ekonomi makro adalah: (1) Tingkat output riel (hasil ekonomi yang sudah disesuaikan dengan inflasi) yang tinggi dan terus meningkat; (2) Tingkat kesempatan kerja yang dan pengangguran yang rendah, yang ditandai dengan tersedianya lapangan kerja yang baik serta perlahan-lahan, bagi mereka yang ingin maju dan mau bekerja (3) Tingkat harga yang stabil atau naik secara perlahan-lahan, di mana harga dan upah ditetapkan oleh mekanisme pasar bebas; (4) Hubungan ekonomi luar negeri yang ditandai dengan nilai kurs asing dan nilai ekspor yang seimbang. c) Implikasi bagi Sistem Pendidikan Nasional 1) Kondisi ekonomi makro negara menjadi landasan operasional Sistem Pendidikan Nasional. Pendapatan Nasional (GNP) dan tingkat pertumbuhan sebagai output ekonomi makro menyiratkan besar kecilnya kemampuan negara secara potensial dalam menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan oleh Sistem Pendidikan Nasional. Kebijaksanaan fiskal (kebijakan dalam penyusunan belanja negara atau government expenditure antara lain menentukan berapa besar belanja yang disediakan untuk pendidikan. Kebijaksanaan moneter (pengaturan jumlah uang yang beredar serta kaitannya antara uang, output ekonomi, dan inflasi) kebijaksanaan pendapatan (kebijaksanaan upah dan harga, yang berkaitan dengan pengendalian inflasi dan kestabilan harga) dan kebijaksanaan ekonomi luar negeri (penanganan nilai kurs valuta asing, penerapan cara pengawasan perdagangan internasional) akan menentukan nilai riil dari dana pendidikan yang disediakan. Tingkat pertumbuhan ekonomi makro turut menentukan tingkat partisipasi pendidikan, besar kecilnya jumlah penduduk yang memperoleh kesempatan pendidikan formal. 2) Pendapatan per kapita menjadi landasan operasional Sistem Pendidikan, dalam arti menentukan rata-rata setiap keluarga dalam menyediakan biaya pendidikan.
4) Sistem Politik a) Batasan Sistem memperoleh kekuasaan dan menggunakannya untuk mewujudkan cita-cita hidup bernegara dan berbangsa. b) Karakteristik (1) Sistem politik berhubungan erat dengan paham nasionalisme yang dianut, yang pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua tipe utama, yaitu nasionalisme liberal (USA, Inggris, dan sebagainya) dan nasionalisme kolektif/sentralistik (Perancis, Indonesia, dan sebagainya). (2) Penerapan sistem politik berhubungan erat dengan tingkat pendidikan dan ekonorni masyarakat, serta kearifan para pemimpinnya. (3)
Sistem politik menentukan kebijaksanaan umum dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, yang mempengaruhiterhadap operasi-operasi sistem-sistem lainnya (sistem biososial budaya, dansistem ekonomi). c) Implikasi bagi Sistem Pendidikan Nasional (1) Kondisi sistem politik menjadi landasan manajerial Sistem Pendidikan Nasional. Pola pemerintahan negara mempengaruhi pola-pola: 40
Perencanaan pendidikan nasional makro. Kepemimpinan strategik pendidikan mikro. Pengorganisasian pendidikan makro. Pengawasan fungsional pendidikan Pengembangan pendidikan makro. (2) Kondisi sistem politik menjadi landasan manajerial Sistem Pendidikan Nasional dalam arti menjadi titik awal dimulainya perubahan atau perombakan struktur pendidikan nasional.
3. An ali sis dan Pemetaan M asukan Sistem Pendi dik an Nasional a. Batasan Sumber-sumber dari lingkungan masyarakat nasional dan masyarakat internasional yang dipergunakan untuk menyelenggarakan transformasi dalam Sistem Pendidikan Nasional. b. Bentuk Masukan 1) Informasi a) Informasi Produk Keterangan tentang kuantitas dan kualitas peserta didik atau yang berada dalam kondisi usia memasuki suatu jenjang pendidikan sekolah atau yang merasakan kebutuhan untuk mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan luar sekolah. (1) Informasi Kuantitas Peserta Didik Keterangan tentang jumlah keseluruhan peserta didik yang berada dalam usia siap bersekolah dan mempunyai kebutuhan mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan sekolah dan luar sekolah. Keterangan tentang jumlah penduduk tersebut menurut kesatuan wilayah (propinsi, kabupaten/ kota madya, kecamatan dan desa). (2) Informasi Kualitas Peserta Didik Identitas. Latar belakang keluarga dan sosial ekonomi. Kemampuan. Kegemaran. Lain-lain. b) Informasi Operasional (1) Keterangan tentang kuantitas dan kualitas masukan instrumental yang termasuk di dalamnya informasi tentang: Sarana pendidikan administratif dan teknis pendidikan. Teknologi pendidikan. Prasarana pendidikan. Biaya pendidikan. (2) Informasi lingkungan. Sistem biososial. Sistem sosial budaya. Sistem ekonomi. Sistem politik.
2) Energi/Tenaga a) Energi Manusia Energi yang dikeluarkan oleh manusia dalam mengoperasikan proses-proses transformasi dalam Sistem Pendidikan Nasional, yaitu terdiri atas: (1) Energi pesertadidik yang sedang turut serta terlibat dalam proses transformasi operasional pendidikan atau kegiatan belajar-mengajar dan transformasi administratif pendidikan. (2) Energi tenaga kependidikanyang sedang turut serta terlibat dalam proses transformasi operasional pendidikan dan transformasi administratif b) Energi Non-Manusia
41
Energi (misalnya: listrik, gas, bensin, dan sebagainya) yang dipergunakan sebagai peralatan pendidikan dan administratif dalam melancarkan operasi-operasi yangterjadi dalam transformasi operasional dan administratif. 3) Bahan-bahan Bahan-bahan adalah benda-benda dan barang-barang yang dipergunakan untuk melancarkan operasi-operasi dalam proses transformasi yang terdapat dalam Sistem Pendidikan Nasional, yang terdiri atas: a) Bahan-bahan olahan yang berupa kurikulum pendidikan: (1) Program mengajar atau program pengajaran. (2) Program belajar atau program siswa belajar. b) Bahan-bahan operasional (1) Sarana pendidikan baik edukatif mau pun administratif. (2) Pendidikan yang berupa informasi tentang cara-cara, prosedur-prosedur, dan teknik-teknik kerja dalam melaksanakan pendidikan. (3) Biaya pendidikan, yaitu uang yang disediakan untuk memperlancar proses transformasi. 4. An ali sis dan Pemetaan Tr ansfor masi dalam Sistem Pendi dik an Nasional a. Batasan Transformasi pendidikan nasional adalah keseluruhan proses pengubahan masukan pendidikan nasional menjadi hasil pendidikan nasional. Dalam transformasi ada komponenkomponen yang mentransformasi dan proses atau operasi-operasi yang bekerja mengubah masukan pendidikan nasional menjadi hasil pendidikan nasional. b. Komponen-komponen Sistem Pendidikan Nasional 1) Tujuan-tujuan Pendidikan a) Batasan Hal-hal diharapkan dapat dicapai sepanjang proses transformasi dan pada akhir proses transformasi. Tujuan pada akhir proses transformasi adalah tujuan umum pendidikan atau tujuan nasional pendidikan. Sedangkan tujuan-tujuan yang dapat dicapai sepanjang proses transformasi adalah tujuan-tujuan khusus pendidikan, yang dapat berupa: (1) Tujuan Sementara Pendidikan. (2) Tujuan Tak Lengkap Pendidikan. (3) Tujuan Institusional Pendidikan. (4) Tujuan Kurikulum Pendidikan. (5) Tujuan Instruksional Pendidikan. (6) Tujuan Insidental Pendidikan. b) Bentuk Tujuan-tujuan pendidikan berupa informasi yang berisi instruksi-instruksi atau perintah-perintah. c) Fungsi Mengarahkan operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan pendidikan.
2) Organisasi Pendidikan a) Batasan Organisasi pendidikan nasional adalah keseluruhan tatanan hubungan-hubungan antar bagian dan antar unsur dalam sebuah Sistem Pendidikan Nasional. b) Bentuk Strukturnya terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu: (1) Subsistem Organisasi Pengelolaan Pendidikan Nasional, yang terdiri atas: Subsistem Organisasi Pengelolaan Pendidikan Nasional Pusat, yang dilakukan oleh Negara dan Departemen beserta unit-unit organik pusat (Direktorat-direktorat Jenderal, Inspektorat, Sekretariat Jenderal, Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat-pusat di lingkungan departemen).
42
Subsistem Organisasi Pengelolaan Pendidikan Nasional di Daerah yang dilakukan oleh: (1) Kantor Wilayah Departemen dan jajarannya, (2) Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta, dan (3) Dinas Pendidikan di propinsi dengan semua jajarannya: (2) Subsistem Organisasi Pendidikan Sub-subsistem persekolahan (Pendidikan Formal). Sub-subsistem Pendidikan Luar Sekolah (Pendidikan Non-Formal). Sub-subsistem (Pendidikan Informal). c) Fungsi Keseluruhan organisasi pendidikan nasional adalah informasi yang berisi instruksiinstruksi atau perintah-perintah, bagaimana sebaiknya menyelenggarakan operasioperasi, cara-cara, prosedur-prosedur, dan teknik-teknik melaksanakan pendidikan. 3) Masa Pendidikan a) Batasan Jangka waktu berlangsungnya keseluruhan kegiatan di sebuah satuan pendidikan atau keseluruhan kegiatan semua satuan-satuan pendidikan. b) Bentuk Masa pendidikan merupakan informasi tentang pengaturan jenjang pendidikan dan urutan kalender kegiatan pendidikan setiap tahunnya. Informasi ini berisi instruksiinstruksi yank mengatur waktu kegiatan. Disamping masa pendidikan ada pula masa belajar yang tidak mempunyai batas-batas seperti masa pendidikan di sekolah. Masa belajar berlangsung sepanjang hidup, sejak lahir sampai mati c) Fungsi Mengatur perpindahan jenjang pendidikan dan urutan kegiatan-kegiatan pendidikan. 4) Prasarana Pendidikan a) Batasan Prasarana Pendidikan Nasional adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya proses transformasi dalam Sistem Pendidikan Nasional. b) Bentuk Prasarana Pendidikan Nasional dapat berbentuk: (1) Benda atau barang, seperti tanah, bangunan sekolah, jalan dan transportasi yang menghubungkan masyarakat dengan sekolah, lapangan olahraga, dan sebagainya. (2) Biaya Pendidikan, yang diperoleh dari negara (GNP), keluarga, dan sumbersumber lainnya. (3) Informasi, misalnya peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk pendidikan, lingkungan sosial budaya, kurikulum, dan sebagainya. c) Fungsi Menunjang kelancaran operasi-operasi yang berlangsung dalam transformasi.
5) Sarana Pendidikan a) Batasan Segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. b) Bentuk (1) Benda/ Barang Buku-buku dan bahan-bahan bacaan, alat bantu belajar dan mengajar, alat kerja bantu bidang pendidikan. (2) Informasi Teknologi Pendidikan. (3) Fungsi Membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas trans-formasi. 6) Isi Pendidikan a) Batasan Keselurulian hal-hal atau pengalaman-pengalaman yang perludipelajari peserta didik. 43
b) Bentuk Isi pendidikan berbentuk informasi yang dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) Kurikulum Dalam pengertian sangat luas, merupakan pengalaman-pengalaman terorganisasi yang dipelajari peserta didik di bawah bimbingan sekolah; dalam arti yang lebih sempit, merupakan serangkaian pelajaran yang harus dikuasai agar memperoleh pelulusan atau sertifikat dalam suatu tingkatan. (2) Budaya Semua pengetahuan, seni, dan cita-cita serta keterampilan yang terdapat dalam masyarakat yang dapat dipelajari melalui pendidikan informal c) Fungsi Menggambarkan luas dan dalamnya pengalaman-pengalaman (pengetahuan, seni, cita-cita) dan keterampilan yang dapat dipelajari. 7) Tenaga Kependidikan a) Batasan Orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan transformasi dalam Sistem Pendidikan Nasional. b) Bentuk (1) Pengelola Pendidikan Orang-orang yang terlibat dalam proses transformasi administratif pendidikan. Pengelola unit-unit organik pusat. Pengelola unit-unit organisasi vertikal dan dinas pendidikan. . Pengelola satuan-satuan pendidikan. Pengawas pendidikan Peneliti dan pengembangan bidang pendidikan. Pustakawan sekolah. Laporan sekolah. Teknisi sumber-sumber belajar. (2) Pelaksana Pendidikan Orang-orang yang terlibat dalam pros(zs transformasi edukatif dalam Sistem Pendidikan Nasional. Pengajar (guru/ dosen). Pelatih/ instruktur. Pembimbing/ penyuluh. c) Fungsi Menggerakkan operasi-operasi transformasi administratif dan edukatif dalam Sistem Pendidikan Nasional. 8) Peserta Didik a) Batasan Semua anak, remaja dan orang dewasa yang terlibat dalam proses transformasi edukatif, yang berusaha belajar. b) Bentuk (1) Pelajar Murid adalah pelajar di TK dan SD. Siswa adalah pelajar di SMP, SMU/ SMK. Mahasiswa adalah pelajar di Perguruan Tinggi. (2) Warga Negara Pelajar yang belajar di satuan pendidikan luar sekolah. c) Fungsi Mengalami perubahan-perubahan tingkahlaku kognitif, afektif dan psikomotor. c. Froses proses dalam Transformasi (Lihat Bagan 3-IV halaman 71) 1) Transformasi Administratif a) Batasan Proses berlangsungnya fungsi-fungsi manajemen atau pengelolaan dalam penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional. b) Bentuk Proses
44
(1) Perencanaan pendidikan, yang tertuju pada penyusunan kebijaksanaan-kebijaksanaan (perencanaan strategi) dan program (perencanaan taktis). (2) Pengorganisasian pendidikan, yang tertuju pada penataan pola hubungan antar subsistem, antar komponen, dan antar unsur dalam Sistem Pendidikan Nasional (3) Kepemimpinan pendidikan, yang tertuju pada pengarahan operasi, kegiatankegiatan, dan tindakan-tindakan pendidikan menuju pada pencapaian tujuan nasional pendidikan. (4) Pengawasan mutu pendidikan, yang tertuju pada menilai efektivitas Sistem Pendidikan Nasional, baik melalui pengawasan fungsional (pengawasan oleh aparat pengawasan), pengawasan melekat pengawasan intern), maupun pengawasan sosial oleh masyarakat. (5) Pengembangan pendidikan, yang tertuju pada tindak lanjut perbaikan operasioperasi pendidikan dalam Sistem Pendidikan Nasional, melalui sistem umpan balik. c) Fungsi Operasi Manajemen (1) Operasi manajemen strategik menghasilkan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum, pelaksanaan, dan teknis pendidikan; operasi manajemen taktis menghasilkan program-program pendidikan. (2) Operasi manajemen personil menghasilkan tersedianya tenaga kependidikan yang cukup dan bermutu. (3) Operasi manajemen material menghasilkan tersedianya perlengkapan pendidikan (prasarana dan sarana pendidikan) yang cukup dan bermutu. (4) Operasi manajemen keuangan menghasilkan tersedianya biaya pendidikan yang cukup memadai dalam menjamin kelancaran atau efisiensi penyelenggaraan Sistem Pendidikan. (5) Operasi manajemen informasi menghasilkan tersedianya informasi pendidikan yang diperlukan oleh lingkungan dalam Sistem Pendidikan Nasional dari lingkungan luar.
Bagan 3-1V Transformasi Pendidikan Nasional Suprasistem
Suprasistem TRANSFORMASI ADMINISTRATIF PENDIDIKAN
PERENCANAAN
(PLAN) INPUT
PENGARAHAN (PENGORGANISASIAN KEPEMIMPINAN)
PENGECEKAN (PENGAWASAN)
(DO)
(CHECK)
PERBAIKAN TINDAK LANJUT
(ACT) OUTPUT
TRANSFORMASI ADMINISTRATIF MIIKRO (SEKOLAH DAN L UAR SEKOLAH)
PENGAJARAN - KLASIKAL - INDIVIDUAL
BIMBINGAN - BELAJAR - PRIBADI - SOSIAL - VOKASIONAL
Suprasistem
LATIHAN - PENGERJAA N TUGAS - OLAH RAGA/SENI - PRAKTIKUM - DAN SEBAGAINYA Suprasistem
45
2) Transformasi Edukatif a) Batasan Proses perubahan tingkah laku peserta didik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. b) Bentuk (1) Pengajaran, yaitu proses perubahan tingkah laku yang terutama tertuju pada perkembangan kemampuan intelektual dan penggunaannya dalam kehidupan. (2) Bimbingan, yaitu proses perubahan tingkah laku terutama tertuju pada pengem bangan kemampuan pribadi yang mampu memecahkan sendiri masalah-masalah belajar dan sosial yang dihadapinya. (3) Latihan, yaitu proses perubahan tingkahlaku lake yang tenitama tertuju pada pengembangan kinerja intelektual, emosional, dan psikomotor. c) Fungsi Menyelenggarakan proses perubahan tingkah laku yang mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor, menuju tercapainya manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang: (1) Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur. (2) Memiliki pengetahuan dan keterampilan. (3) Memiliki kesehatan jasmani dan rohani. (4) Memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri. (5) Memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. d) Para Pelanggan Sistem Pendidikan Nasional merupakan organisasi yang memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Para pelanggan, baik pelanggan intern maupun ekstern, yang hares dilayani, yaitu: 1) Para Pelanggan Intern dalam Sistem Pendidikan Nasional a) Para Pelanggan dalam Urusan Edukatif (1) Pelajar (murid, siswa, mahasiswa, warga belajar) Mereka membutuhkan pengetahuan, keterampilan- keterampilan, dan kemampuan-kemampuan untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan profesional, serta senang melakukan dan menikmati kegiatan-kegiatan belajar. (2) Pendidik (guru, dosen, pembimbing, instruktur) Mereka membutuhkan pertumbuhan diri yang tents berkembang, rasa aman dan senang serta menikmati pekerjaan, informasi, dan masukan. (3) Satuan-satuan pendidikan dan unit-unit pendidikan- nya Mereka membutuhkan peningkatan yang berkesinam- bungan, pertukaran informasi (masukanfhasil), keija sama, dan kebersaznaan. 2) Para Pelanggan Ekstern a) Para Pelanggan Ekstern yang Berhubungan Langsung (1) Tenaga kerja terdidik berbagai sektor Mereka membutuhkan keterampilan-keterampilan/ keahlian-keahlian, dan kinerja yang produktif. (2) Orang tua pelajar Mereka menginginkan putra-putri mereka yang berhasil dalam menguasai kemampuan. b) Para Pelanggan Ekstern yang Tidak Berhubungan Langsung (1) Para alumni Mereka mempunyai kebutuhan berupa kebanggaan telah menyelesaikan pendidikan di sesuatu lembaga pendidikan tertentu. (2) Lembaga-lembaga akreditas Mereka mempunyai kebutuhan mengajukan keberatan-keberatan penyelenggaraan operasi-operasi pendidikan berdasarkan kriteria atau standar yang telah ditetapkan. (3) Para donatur 46
Mereka mempunyai kebutuhan berupa kesadaran tentang mutu dan kebutuhan lembaga pendidikan, serta pengakuan terhadap apa yang telah disumbangkan. (4) Dewan Perwakilan Rakyat Kebutuhannya adalah mengetahui efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional. (5) Masyarakat luas Kebutuhannya adalah menerima angkatan kerja yang berketerampilan /berkeahlian, pemimpin-pemimpin dan pengikut-pengikut, sukarelawansukarelawan dalam memberikan pelayanan sosial, warga-warga negara yang konstruktif dalam kegiatan politik, manusia-manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak baik. 5. Analisis Pemetaan Hasil Sistem Pendidikan Nasional a. Batasan Jumlah orang-orang yang terdidik dalam kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang optimal dapat dicapai oleh setiap orang. b. Fungsi dan Peranan Hasil pendidikan yang disampaikan kepada masyarakat yang menjz-ii suprasistemnya diharapkan dapat diserap sebagai: 1) Pribadi yang mampu terus belajar dalam rangka terus meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor secara maksimal. 2) Anggota masyarakat yang baik dalam berperanan sebagai: a) Anggota keluarga (suami/isteri, paman/bibi, uwa, kakek/nenek, saudara sepupu, dan sebagainya) yang baik. b) Tenaga kerja (karyawan/manajer) yang berhasil. c) Warga negara yang baik. d) Anggota organisasi kemasyarakatan atau organisasi politik yang baik. e) Anggota kelompok persaudaraan yang baik. f) Anggota masyarakat sekitar yang baik. 3) Hamba Tuhan yang baik. Visualisasi model Input-Output Pendidikan Nasioual (lihat Bagan 4 - IV)
47
BAB V KARAKTERISTIK SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA : NASIONALISME SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN A. NASIONALISME DAN PENDIDIKAN NASIONAL 1. Karakteristik Nasionalisme a. Batasan 1) Bangsa Ernest renang dalam ―Qu‘est qu une nation?‖ (apakah bangsa itu?) menegaskan bahwa bangsa adalah jiwa, suatu asas rohani, bangsa adalah suatu asas rohani yang timbul dari keadaan historis yang tersusun-susun secara mendalam, suatu keluarga yang mempunyai jiwa, bukan golongan yang di tentukan oleh keadaan pembentukan bumi. Asas rohani yang dimaksud renang adalah kehendak untuk hudup bersama (le desir de vivre ensamble) yang terbentuk dalam sejarah yang berliku-liku dan mewariskan kenangan kehendak masa lampau yang mendorong terciptanya persetujuan dalambentuk untuk terus mempergunakan warisan yang diterima secara tidak terbagi. Jadi bangsa (nation) adalah suatu solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran bahwa orang telah berkorban banyak,dan bersedia untukberkorban lagi. Bangsa-bangsa didunia merupakan hasil tenaga hidup dalam sejarah, karena itu merupakan golongan-golongan yang beraneka ragam dan tidak dapat dirumuskansecara pasti, karena bersifatdinamis. Kebanyaan bangsa-bangsa didunia memiliki factor-faktor objektif, yaitu kesamaan-kesamaan: a) Keturunan atau ras, b) Bangsa c) Daerah d) Kesatuan e) Adat-istiadat, atau f) Perasaan keagamaan Tetapi tak satu factor objektif yang bersifat menentukan keberadaan bangsa. 2) Nasionalisme Hans Kohn memandang kemauan hidup bersama sebagai nasionalisme, yaitu suatu paham yang member ilham kepada sebagian terbesarpenduduk dan mewajibkan dirinya untuk mengilhami anggota-anggotanya. Nasionalisme menyatakn bahwa Negara-kebangsaan adalah cita dan satu-satunya bentuk sah organisasi politik dan bahwa bangsa adalah sumber dari tenaga kebudayaan kreatif dan kesejah teraaan ekonomi. 3) Perkembangan Nasionalisme 48
Hans Kohn melukiskan garis besar sejarah perkembangan nasionalisme sebagai berikut: Nasionalisme adalah salah satu dari kekuatan yang menentukan dalam sejarah modern. Ia berasal dari Eropa Barat abad 18; selama abat 19 ia telah tersebar di seluruh Eropa dan abad 20 ia telah menjadi suatu pergerakan sedunia. Dari tahun ketahun artinya makin bertambah penting di Asia dan afrika. Tetapi nasionalisme tidaklah sama di setiap zaman. Ia merupakan suatu peristiwa sejarah, jadi ditentukan oleh ide-ide politik dan susunan masyatakat dari berbagai Negara dimana berakar. Ciri nasionalisme modern yang bekembang di barat mempunyai tiga karakteristik, yaitu: a) Cita sebagai bangsa terpilih b) Penegasan bahwa mereka mempunyai kenangan yang sama mengenai masa lampau dan harapan yang sama di masa yang akan datang. c) Mereka mempunyai tugas khusus didunia ini. 4) Tipe Nasionalisme Hans Kohn membedakan nasionalisme dalam tiga kelompok, yaitu: a) Nasionalisme liberal , yang memperjuangkan kemerdekaan perseorangan dari kekuasaan kolektif; contohnya adalah nasionalisme inggris dan amerika serikat yang terkenal dengan deklarasi kemerdekaan amerika, 1776. b) Nasionalisme kerakyatan, nasionalisme persatuan, yang memperjuangkan kebebasan kolektif yang berkembang menuju pada kesetiaan kepada persatuan rakyat mengatasi kesetiaan kepada perseorangan; contohnya perancis yang berlandaskan pada perinsip: persamaan, kemerdekaan, dan persaudaraan, dan Indonesia yang berlandaskan kedaulatan rakyat yang berdasarkan pancasila. c) Nasionalisme totaliter , nasionalisme integral , yaitu mengedepankan kekuasaan dan keutamaan mutlak masyarakat nasional daripada individu, dan menyatakan perlu adanya aksi yang tegas oleh suatu barisan pelopor yang bersatu-padu, berdisiplin dan cukup persenjataannya, terhadap suatu elit yang pada suatu saat menentukan akan merebut suatu kekuasaan;contohnya adalah nasionalisme jerman zaman nazi, dan nasionalisme italia zaman fasisme b. Pendidikan Nasional Sebagai Perwujudan Nasionalisme 1) Hak menentukan nasib diri sendiri dari setiap bangsa. Nasionalisme mencitacitakan Negara-kebangsaan, dan gerakannya dalam sejarah modern melahirkan bangsa-bangsa modern dengan membentuk Negara-bangsaan yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kehendak untuk hidup bersama yang terkandung dalam nasionalisme dinyatakan/ diwujudkan dalam bentuk hak untuk menentukan nasib diri sendiri (right of self-de-termination). 2) Hak menentukan nasib diri sendiri diperkenalkan oleh mancini, 1851, dan kemudian dipertegas oleh Woodrow Wilson, 1918, dan akhirnya menjadi dasar pokok dari piagam perserikatan bangsa-bangsa 1945.
49
3) Hak setiap Negara-kebangsaan menentukan nasib diri sendiri dilaksanakan dengan jalan menyusun dan melaksanakan sistem-sistem kehidupan berbernegara-kebangsaan. Dengan demikian, setiap warga Negara kebangsaan membangun sistem politik nasional,sistem ekonomi nasional, sistem hukum nasional, sistem pendidikan nasional, dan sebagainya, yang sesuai dengan sejarah nasionalismenya masing-masing. Hal ini mengandung arti bahwa pembangunan system pendidikan di setiap Negara-kebangsaan merupakan salah satu bentuk perwujudan dari nasionalisme Negara-kebangsaan yang bersangkutan dalam melaksanakan hak menentukan nasib sendiri. 2. Karakteristik Nasionalisme Indonesia a. Dokumen resmi pernyataan kemerdekaan Indonesia: 1) Proklamasi 17 Agustus 1945, yang menyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah asing serta cara perpindahan kekuasaan yang akan dilaksanakan dengan cara yang seksama dan dalam waktu sesingkatsingkatnya. 2) Pembukaan undang-undang dasar 1945, yang merupakan perbaikan piagam Jakarta. Dalam hubungannya dengan pernyataan kemerdekaan, pembukaan UUD 1945 berisi: a) Hak setiap bangsa memperoleh kemerdekaan (alinea 1). b) Cara bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan, melalui perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia alinea 2). c) Kekuatan yang mendorong tercapainya kemerdekaan indonesa yaitu rahmat allah yang maha kuasa, dan keinginan luhur untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas (alinea 3). d) Cita-cita mengisi kemerdekaan dan dasarnya, yaitu Negara Indonesia yang berdaulatan rakyat berdasarkan pancasila, yang pemerintahannya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (tujuan nasional) untuk : (1) Memajukan kesejahteraan umum, (2) Mencerdaskan kehidupan bangsa, (3) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaiaan abadi dan keadilan sosial (alinea 4). b. Ciri-Ciri Nasionalisme Indonesia 1) Nasionalisme kerakyatan/ persatuan yang anti penjajahan. pernyataan kemerdekaan yang dirumuskan oleh bangsa Indonesia adalah pernyataan kemerdekaaan bangsa, dan bukan pernyataan kemerdekaan perseorangan, seperti misalnya pernyataan kemerdekaan amerika, dan pernyataan tersebut anti penjajahan. 2) Nasionalisme kerakyatan/ persatuan yang patriotik , yang religious. Nasionalisme Indonesia lahir dari perjuangan gerakan kemerdekaan Indonesia dan bersumber dari rahmat allah yang maha kuasa dan keinginan luhur untuk membentuk kehidupan kebangsaan yang bebas.
50
3) Nasionalisme kerakyataan/kesatuan yang berdasarkan pancasila. Nasionlisme Indonesia adalah nasionalisme yang bersendikan kedaulatan rakyat yang berdasarkan pancasila, yang dalam pelaksanaannya bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan tanah tumpah darah Indonesia untuk mewujudkaan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut menciptakan perdamaiaan dunia yang adil dan yang berkeadilan social. B. KARAKTERISTIK SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA (SPNI) 1. Karakteristik Sosial Budaya a. Sistem pendidikan nasional Indonesia berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia (UU No 2Th 1989, pasal 1, ayat (2)), yaitu kebudayaan yang timbul sebagai usaha budinya rakyat Indonesia, yang berbentuk: 1) Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia. 2) Kebudaayaan baru yang dikembangkan menuju kearah kemajuan abad, budaya, dan persatuan,dengan tidak menolak kebudayaan asing yang dapat mengembangkan dan memperkaya kebudayaan sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia ( penjelasan pasal 32, UUD 1945). b. Sistem pendidikan nasional Indonesia berakar pada kebinekaan yang satu atau bhineka tunggal ika. Sistem pendidikan nasional Indonesia harus menyerap dan mengembangkan karakteristik geografs,demografis, social budaya, social politik, dan social ekonomi daerah-daerah diseluruh wilayah Indonesia dalam kerangka persatuan dan kesatuan Indonesia. 2. Karakteristik Dasar dan Fungsi a. Dasar Yuridis formal yang bersifat idiil adalah pancasila sebagai dasar negara , seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; dan yang bersifat regulasi atau mengatur bersumber pada pasal 31,ayat 1 dan 2, UUD 1945.Hal ini akan dibahas dalam bab khusus. b. Fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional (UU NO 2 Th 1989,Pasal 3).Hal ini mengandung arti bahwa fungsi Pendidikan nasional adalah: 1) Memerangi segala kekurangan , keterbelakangan dan kebodoahan ; 2) Memantapkan ketahanan nasioanal, dan 3) Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan berlandaskan kebudayaan bangsa dan ke-BhenikaTunggal ika-an( penjelasan pasal 3). 3. Karakteristik Tujuan Pendidikan Nasional bertujuan: a. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Kehidupan bangsa yang cerdas adalah kehidupan bangsa dalam segala sektornya,politik,ekonomi ,keamanan ,kesehatan dan sebagainya, yang makin menjadi kuat dan berkembang dalam memberikan keadilan dan kemakmuran bagi setiap warga Negara dan Negara, 51
sehingga mampu menghadapi gejolak apa pun , baik yang bersifat domestik maupun intnasional. b. Mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya , yaitu manusia yang: 1) Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, 2) Memiliki pengetahuan dan keterampilan 3) Memiliki kesehatan jasmani dan rohani 4) Memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan. 4. Karakteristik kesistreman (Sistemik) a. Pendidikan nasional merupakan satu keseluruhan kegiatan dan satuan pendidikan , yang di rancang, dilaksanakan dan di kebangkan untuk ikut berusaha mencapai tujuan nasional. Dalama bahasa pendekatan sistem,Pendidikan nasional adalah sebuah sistem yang menjadi sub sistem dari sistem kehidupan bernegara kebangsaan untuk mencapai tujuan nasional; b. Pendidikan nasional mempunyai tugas utama agar tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran (UUD 1945,pasal 39). Untuk membuka kesempatan pendidikan yang seluas-luasnya , Pendidikan nasional mencakup baik jalur Pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Dalam bahasa pendekatan sistem, Sistem Pendidikan nasional terdiri atas sub sistem pendidikan luar sekolah. Sehubung dengan penyediaankesempatan pendidikan yang luas, maka dianut asas pendidikan seumur hidup. c. Pendidikan Nasional mengatur bahwa jalur pendidikan sekolah terdiri atas tiga jenjang utama (Pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi) yang masing-masing jenjang terbagi pula dengan tingkatan dan juga jenis pendidikan (lihat bagan sistem persekolahan nasioanal). d. Pendidikan Nasional mengatur bahwa kurikulum, peserta didik dan tenaga kependidikan terutama guru, dosen atau tenaga pengajar, merupakan tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan belajar mengajar; e. Pendidikan Nasional mengatur secara terpusat ( sentralisasi), namun penyelenggaraan kegiatan dan satuan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi).Dalam bahasa pendekatan sistem ,transformasi administratif atau pengelolaan sistem diselenggarakan secara sentralisasi sedangkan transformasi edukatif di satuan-satuan pendidikan di sekolah dan luar sekolah dilaksanakan secara desentralistis; f. Peyelanggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dalam Sistem Pendidikan Nasional merupakan tanggung jawab keluarga , masyarakat dan pemerintah, dengan demikian ada satuan-satuan pendidikan negeri, dan swasta; g. Pendidikan Nasional mengatur bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang di selenggarakan oleh Pemerintah dan masyarakat beredudukan serta di perlakukan dengan penggunaan ukuran yang sama; h. Pendidikan Nasional mengatur, bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang di selenggarakan oleh masyarakat memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan sesuai dengan ciria atau kekhususan masing-masing 52
sepanjang tidak bertentangan dengan pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidu bangsa dan ideologi bangsa dan negara;dan i. Pendidikan Nasional memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat , minat , dan tujuan yang hendak di capai serta memudahkan satuan-satuan dan kegiatan – kegiatan pendidikan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. C. KARAKTERISTIK PENDIDIKAN Menurut UU NO2 Tahun 1989,Pasal 1, ayat (1),‖Pendidikan adalah usaha sadar Untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan , pengajar dan atau latihan bagi perannya dimasa yang akan datang.‖ 1. Karekteristik usaha sadar pendidikan a. Menurut kamus besar bahasa indonesia usaha adalah kegiatan dengan mengarahkan tenaga, pikiran ,atau badan untuk mencapai suatu maksud;pekerjaan (perbuatan,prakarsa,ikhtiar,daya upaya) untuk mecapai sesuatu . Sedangkan sadarI adalah insyaf , yakin ,merasa tahu dan mengerti.Jadi usaha sadar adalah kegiatan atau pekerjaan dengan mengerahkan tenaga, pikiran ,atau badan untuk mencapai suatu masksud , yang diinsyafi, diyakini, dihayati ,dan di pahami oleh orang yang melakukannya. b. Dengan demikian ,pendidikan sebagai usaha sadar merupakan kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan cara menggerakkan kemampuan jiwa dan raganya, yang di dorong oleh adanya niat baik ingin membantu pihak lain agar dapat mengembangkan kemampuankemampuan kognitif,afektik,dan atau psikomotor yang ada dalam dirinya. Adanya pengarahan tenaga dan pikiran serta niat baik ingin membantu pihak lain, akan nampak dalam bentuk cara melaksanakan usaha sadar yang di lakukan dalam pendidikan.Karakteristik usaha sadar tersebut,yaitu: 1) Usaha dilakukan dengan sungguh-sungguh, sekurang-kurangnya terlihat dari adanya perhatian terhadap kepetingan peserta didik, dan yang terbaik adalah melalui kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan cara bekerja keras mencurahkan tenaga, pikiran dan kasih sayang dengan tulus demi keberhasilan peserta didik. 2) Usaha dilakukan dengan sengaja,sekurang-kurangnya menunjukkan adannya tujuan yang jelas, dan yang terbaik adalah melalui kegiatan atau pekerjaan yang menjadi tujuan,apa bentuk kegiatannya, apa yang menjadi sarana , serta beberapa lama waktu yang di pergunakan untuk mencapaikan tujuan. 3) Usaha dilakukan dengan secara terbimbing,sekurang-kurangnya berusaha mengetahui berhasil tidaknya kegiatan atau pekerjaan yang telah dilaksanakan,dan yang terbaik adalah terus mengikuti keseluruhan proses kegiatan atau pekerjaan pendidikan,sambil melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan yang terjadi selama berlangsungnya proses pelaksanaan, dan setelah selesai pelaksanaan, untuk 53
mengetahui kemajuan dan hambatan yang terjadi, serta memperbaiki apa yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. 2. Karakteristik Bentuk Kegiatan Pendidikan Pendidikan Merupakan usaha sadar yang dilaksanakan dalam bentuk bimbingan,pengajaran dan/atau latihan. a. Karakteristik Bimbingan 1) Sehubung dengan bimbingan, penjelasan umum UU No 2 Th 1989 antara lain menyatakan sebagai berikut:‖Perluasan pengertian ini (dari satu sistem pengajar nasional menjadi satu sistem pendidikan nasional ) memungkinkan undang-undang ini tidak membatasi perhatian pada pengajaran saja, melainkan juga memerhatikan unsur-unsur pendidikan yang berhubungan dengan pertumbuhan kepribadian manusia Indonesia yang bersama-sama merupakan perwujutan bangsa Indonesia,suatu bangsa yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memelihara budi pekerti kemanusiaan dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur ,....‖Penjelasan ini menyiratkan perlunya kegiatan bimbingan sebagai salah satu unsur dalam kegiatan pendidikan di samping pengajaran, yang tertuju pada pertumbuhan kepribadian manusia Indonesia yang dapat memainkan pranannya secara tepat di masa yang akan datang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2) Menurut Arthur J.Jones,bimbingan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan, merupakan bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam menentukan pilihan-pilihan dan penyelarasan penyelarasan diri (adjustments) serta dalam memecahkan masalah-masalah hidup. Bimbingan bertujuan agar penerimaannya tumbuh dalam kemandirian dan kemampuannya tumbuh dalam kemandiriaan dan kemampuannya untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Bimbingan merupakan suatu pelayanan yang bersifat universal, tidak hanya terjadi di sekolah atau keluarga saja tetapi terjadi di dalam semua tahap kehidupan manusia .Bimbingan terjadi di dalam keluarga, di dalam perusahaan dan industri,di dalam pemerintahan ,di dalam kehidupan sosial, di dalam rumah sakit, dan di dalam penjara;ada di mana pun, sepanjang ada orang yang perlu bantuan dan ada yang dapat memberi bantuan. 3) Tujuan bimbingan adalah membantu individu menentukan kebutuhankebutuhannya, menilai kemampuan-kemampuannya, secara berangsurangsur mengembangkan tujuan-tujuan hidup yang memberikan kepuasan secara individual dan dapat di terima oleh masyarakat, merumuskan rencana-rencana tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan hidup tersebut,serta melaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut,sekolah harus menyelenggarakan pelayanan bimbingan dalam bentuk memberikan pelayanan-pelayan: (1) penyuluahan atau counseling bagi para pelajar yang memerlukannya.(2) inventori individual yang terdiri 54
atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan, menyebarluaskan, menyediakan informasi tentang pelajaran yang dapat membantu dalam keperluan pengajaran atau penyuluhan.(3) penyediaaan informasi pekerjaan dan pendidikan yang di perlukan dalam penyuluhan pekerjaan dan pendidikan.(4) penempatan,yang terdiri atas kegiatankegiatan di rancang untuk menempatkan untuk menempatkan setiap pelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar yang menguntungkan mereka, membantu mereka untuk dapat belajar efektif pada tingkat pedidikan yang lebih tinggi dan membantu mereka dapat menempati pekerjaan atau pekerjaan atau jabatan secara tepat ,dan;(5) penelitian yang berupa usahausaha yang terus-menerus dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan program bimbingan sekolah. 4) Ada beberapa model atau pola yang dapat di pergunakan dalam memberikan pelayanan penyuluhan atau counseling kepada pelajar sebagai klien. Menurut Samuel H.Osipow dan kawan-kawan dalam ―A Survey Of counseling Methods‖ menyebutkan lima macam model konseling, yang terdiri atas : (1).Konseling perseptual (2).Konseling eksistensial (3).Konseling analitikal (4).Konseling rasional (5).Konseling behavioral. Meskipun terdapat perbedaan dalam langkah-langkah pelaksanaan pelayanan konseling, tetapi terdapat unsur-unsur kegiatan yang sama, yang terdiri atas : (1) identifikasi kasus,yaitu menerima konseling atau menjadi klient; (2) diagnosa,yaitu menentukan atau memperkitrakan masalah yang sedang dihadapi oleh pelajar yang menjadi klien;(3) prognosa,yaitu menetapkan langkah-langkah yang akan di berikan kepada klien; (4).terapi,yaitu melaksanakan upaya-upaya penyembuhan yang telah direncanakan ; (5)tindak lanjut, yaitu memantau kemajuan-kemajuan dan hambatan-hambatan yang terjadi dalam peroses penyembuhan. b. Karakteristik Pengajaran 1) Dalam memahami konsep pengajaran,ada baiknya mengikuti sebagian uraian dari Lindley J.Stiles yang di muat dalam Encyclopedia of Educational Research. Uraian ini antara lain menyatakan sebagai berikutnya:‖Definisi lama tentang pengajaran (instruction) dalam kaitannya dengan pendidikan,di tekankan pada proces penyampaian pengetahuan atau keterampilan kepada siswa. Kata instruction sendiri berasal dari dua kata Latin: in yang berarti dalam, dan strou berarti saya membangun.Membangun pengetahuan, Informasi ,sikap , keterampilan ,Pemahaman, apresiasi , tingkah laku dalam diri orang lain, telah umum dianut sebagai konsep tentang proses pengajaran. Kamus baru memberi pengertian yang sama untuk istilah mengajar (teaching)dengan pengajaran (instruction). Pengajaran dibatasan sebagai proses penyampaian pengetahuan atau keterampilan kepada siswa, terutama dengan memperguanakan metode yang sitematis.‖(Harris,1960:170).
55
2) Pengertian pengajaran kemudian mengalami penyempitan makna dalam tujuannya,yaitu terpusat pada pengembangan kemampuan intelektual atau kognitif, dan pengembangan keterampilan termasuk dalam kategori latihan (training). Henderson dalam ―introduction to Philosophyof Education‖ membataskan pengajaran sebagai bentuk pendidikan khusus yang bertujuan membantu siswa mendapatkan pengetahuan dan pengembangan inteligensi . (Henderson, 1959:46-47). 3) Chauhan dalam ―Innovations in Teaching and Learning Process‖ mengemukakan empat karakteristik mengajar (teaching) sebagai berikutnya: a) Mengajar adalah komunikasi antara dua orang atau lebih yang saling memberi pengaruh melalui gagasan-gagasan mereka dan belajar sesuatu dalam proses interaksi tersebut. b) Mengajar adalah mengisi pikiran siswa dengan informasi dan pengetahuan tentang fakta untuk dapat mereka gunakan di masa yang akan datang. c) Mengajar adalah suatu proses dimana pelajar, guru, kurikulum dan variable-variable lainnya diorganisai dalam suatu cara yang sistematis untuk mencapai sesuatu tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu. d) Mengajar adalah menimbulkan motivasi untuk belajar. 4) Menurut Leo W. Angkin, dan kawan-kawan dalam “Teaching: What It’s All About”, berdasarkan pola hubungan guru dengan siswa, dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a) Pengajaran klasikal (group-oriented instruction), yang didasarkan pada asumsi bahwa semua siswa sama-sama memperoleh pengajaran dan perbedaan yang ada di antara mereka tidaklah penting. b) Pengajaran individual (individual-oriented instruction), yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap siswa adalah berbeda, dan harus mendapat perhatian dan perlakuan khusus. 5) Menurut Ivor K. Davies dalam “Instruction Techniques”, langkah-langkah dasar dalam pengajaran pengetahuan adalah : a) Pendahuluan, yang berlangsung kurang lebih selama 10 persen dari keseluruhan waktu yang tersedia. Dua ha yang perlu diperhatikan dalam langkah ini, yaitu: (1) mendapatkan perhatian dari siswa, dan (2) menjelaskan tujua pengajaran. b) Pengembangan, yang berlangsung kurang lebih selama 65 persen dari keseluruhan waktu yang tersedia. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah: (1) mengingatkan kembali apa yang pernah diketahui yang sesuai dengan bahan baru (2) menyajikan pengetahuan baru yang harus dipelajari (3) memberikan dorongan dan mbimbingan untuk menguasai pengetahuan baru (4) menjelaskan kegunaan pengetahuan baru yang sedang dipelajari, dan (5) menyatakan bagaimana mereka harus belajar.
56
c) Konsolidasi, yang berlangsung kurang lebih 25 persen dari keseluruhan waktu yang tersedia. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan adalah: (1) mengkonsolidasikan apa yang baru saja dipelajari (2) menilai tingkay penguasaan bahan pelajaran yang baru diajarkan, dan (3) membantu siswa menggunakan apa yang telah dipelajari dalam menghadapi situasi baru. c. Karakteristik latihan 1) P.J. Hills dalam ― A Dictionary of Education‖ membataskan latihan (training) lebih berkenaan dengan penerapan pengetahuan daripada penguasaan pengetahuan. Pertama-tama latihan adalah proses pengubahan yang tertuju pembentukan suatu pola tingkah laku yang diharapkan. Bagaimanapun dalam sebagian besar organisasi, dianut pandangan bahwa latihan adalah suatu proses mempersiapkan orang untuk suatu pekerjaan, membantu mereka memperbaiki penampilan mereka, dan perkembangan potensi mereka sepenuhnya. Sistem latihan biasanya mencakup pelatihan di luar tempat kerja atau off-job, dan di tempat kerja atau on-job. Metodologi dan teknik latihan berkembang pesat dan cenderung menjadi suatu model dengan nama belajar terprogram atau
programmed learning. Hal yang nampak jelas dalam latihan yaitu bahwa suatu hubungan yang baik antara pelatih (trainer) tetap menjadi suatu c ara yang efektif memudahkan percapaian keterampilan, hal ini menjadi dasar bagi semua sistem permagangan atau apprenticeship. Teknik-teknik mengajar konvensional bagaimanapun masih banyak digunakan dalam pemindahan pengetahuan. Teknik-teknik pengubahan sikap banyak dianjurkan, meskipun tidak ada satupun yang berhasil sempurna. Sebagai rangkuman dapat disebutkan bahwa latihan adalah suatu proses penggunaan berbagai macam teknik pengubahan sikap, pengetahuan atau tingkah laku terampil, untuk mencapai penampilan yang efektif (biasanya didefinisikan sebagai standar pekerja yang berpengalaman) di dalam melakukan suatu tugas atau seperangkat tugas khusus (Hill, 1982: 273). Jadi latihan adalah pengajaran keterampilan yang bertujuan mencapai kinerja atau penampilan kerja yang standar. 2) Bentuk pelatihan dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu : a) Latihan melalui pendidikan pra-jabatan atau pre-inservice/training, yang biasanya diselenggarakan di dalam lembaga-lembaga pendidikan formal dalam bentuk sekolah-sekolah kejuruan dan program pendidikan profesional di perguruan-perguruan tinggi. b) Latihan melalui pendidikan selama bekerja atau in-service education/training. Biasanya dilakukan dalam dua macam bentuk, yaitu : (1) on-job training atau latihan selama bekerja, yang dilakukan di tempat kerja yang bersangkutan, dan (2) off-job training atau latihan selama bekerja, yang dilakukan di luar tempat bekerja mereka. Dapat dalam bentuk pelatihan di luar tempat kerja atau d ititipkan di perguruan tinggi.
57
3) Menurut Ivor K. Davies, pelajaran keterampilan (skill lesson) mencakup tiga langkah sebagai berikut: a) Penjelasan, yang berlangsung kurang lebih 15 persen dari waktu yang tersedia. Langkah ini berisi penjelasan tentang apa yang akan dilakukan dan hasil-hasilnya. b) Demontrasi, yang berlangsung selama kurang lebih 25 persen dari keseluruhan waktu yang tersedia. Di sini guru memperagakan bagaimana melakukan tugas atau praktek kerja, dari awal sampai akhir. c) Imitasi, yang berlangsung selama kurang lebih 60 persen da ri keseluruhan waktu yang tersedia. Dalam langkah ini siswa mencoba mencoba melakukan tugas atau melaksanakan praktek kerja sesuai dengan petunjuk praktek kerja sesuai dengan petunjuk dan contoh yang telah diperagakan oleh guru. Sedangkan tugas guru atau instruktur adalah memonitor dan memberikan bimbingan bagi mereka yang mengalami kesulitan. 3. Karakteristik Fungsi Pendidikan bertugas mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan-peranannya dalam kehidupan di masa yang akan datang. Peranan-peranan yang akan dimainkan oleh setiap individu setelah menyelesaikan pendidikan adalah sebagai: a. Pribadi yang mampu terus belajar untuk mengembangkan kemampuankemampuan dirinya seoptimal mungkin. b. Anggota masyarakat. 1) Anggota keluarga yang dapat hidup bahagia dalam keluarga dalam arti runmahtangga atau keluarga dalam arti luas. 2) Tenaga kerja yang dapat melaksanakan tugas-tugas pekerjaannya secara produktif dan memmemperoleh kepuasan kerja. 3) Anggota organisasi/kelompok khusus yang dapat berpartisipasi secara harmonis dan memperoleh kepuasan hidup. 4) Warga negara yang bertanggung jawab dan dapat menikmati pelayanan umum yang disediakan oleh pemerintah dan masyarakat 5) Warga masyarakat yang dapat menikmati suasana kehidupan masyarakat pada umumnya, sehingga memperoleh rasa aman dan damai dalam hidup. c. Hamba Tuhan yang dapat menjalankan kehidupan beragama secara tenang, tekun, dan penuh keikhlasan.
58
BAB VI
Perkembangan Anak Oleh Drs. Amir Daien Indrakusuma Anak, atau lebih tepat jika dikatakan anak didik, adalah merupakan obyek utama dari pendidikan. Pendidikan berusaha untuk membawa anak yang semula serba tak berdaya, hampir keseluruhan hidupnya menggantungkan diri pada orang lain, ke tingkat dewasa. Suatu keadaan di mana anak sanggup berdiri sendiri tidak menggantungkan diri lagi pada orang lain, dan bertanggung jawab terhadap dirinya, baik secara individual, secara sosial, maupun secara susila. Dalam perkembangan anak menuju ke tingkat dewasa ini, ada beberapa kekuatan atau faktor-faktor yang turut berperanan dalam menentukan bagaimana hasil perkembangan tersebut. Dalam bagian ini akan diutarakan tentang faktor-faktor yang berperanan dalam perkembangan serta aliran-aliran atau pendapat mengenai perkembangan, dan perkembangan dari aspek kejiwaan. PERKEMBANGAN PEMBAWAAN DALAM PERKEMBANGAN
Pembawaan disebut juga bakat. Pembawaan atau bakat adalah faktor yang terdapat pada anak didik. Faktor ini disebut juga faktor intern. Ada pula yang menyebut kekuatan indogin, yaitu kekuatan yang ada di dalam diri anak didik. Atau ada yang menyebut juga faktor dasar. Pembawaan atau bakat adalah merupakan potensi-potensi, atau kemungkinankemungkinan yang memberi kemungkinan kepada seseorang untuk berkembang menjadi sesuatu. Pembawaan ini hanya merupakan potensi-potensi, hanya merupkan kemungkinankemungkinan. Berkembang atau tidaknya potensi yang ada pada seorang anak, ini masih sangat tergantung kepada faktor-faktor yang lain. Tetapi sebaliknya, tanpa adanya potensi potensi itu, tidak mungkin terjadi suatu perkembangan. Berdasarkan dalih tanpa adanya potensi tidak mungkin terjadi suatu perkembangan itulah hingga akhirnya timbul aliran-aliran yang berpendapat, bahwa perkembangan seorang anak itu ditentukan oleh pembwaannya. Aliran-aliran yang berpendapat seperti di atas ialah: a. Aliran Nativisme
Nativisme berasal dari kata nativus, yang berarti pembawaan. Aliran nativisme berpendaat, bahwa perkembangan seorang anak itu ditentukan oleh pembwaannya. Anak pada waktu dilahirkan telah mempunyai pembawaannya sendiri-sendiri. Sel anjutnya, anak itu akan berkembang sesuai dengan pembawaan yang ada pada dirinya masing-masing. 59
Pendidikan tidak berkuasa apa-apa terhadap perkembangan anak. Pelopor dari aliran Nativisme ini ialah Schopenhauer b. Aliran Naturalisme
Aliran Naturalisme ini dipelopori oleh J.J. Rousseau. Aliran Naturalisme berpendapat, bahwa anak itu lahir dengan ―nature‖nya sendiri-sendiri, dengan ―sifat-sifat‖nya sendiri, sesuai dengan ―Alam‖nya sendiri. Aliran ini berpendapat, bahwa pendidikan dan lingkungan adalah bersifat negatif, yang hanya akan merusak saja. Terkenal dengan ucapan Rousseau :‖Manusaia adalah baik waktu dilahirkan, tapi manusai menjadi rusak karena masyarakat‖. c. Aliran presdestinasi atau predeterminasi
Destiny berarti nasib. Determmination berarti penentuan. Aliran predestinasi atau predeterminasi berpendapat, bahwa perkembangan anak itu telah diramalkan atau ditentukan sebelumnya, yaitu oleh ―nasib‖nya atau pembawaanya masing-masing. Nasib atau pembawaan ini diperoleh anak melalui keturunan. Peribahasa-peribahasa seperti : kacang mongso ninggalo lanjaran (Jawa), Bapak burik anak rintik, dan sebagainya memberikan bukti adanya pengaruh dari aliran ini. Salah seorang tokoh dari aliran ini ialah Gregor Mendel, seorang ahli ilmu keturunan. Beliau membuktikan adanya bakat-bakat tertentu yang menurun dalam suatu keluarga. PERANAN LINGKUNGAN DALAM PERKEMBANGAN
Yang dimaksud dengan lingkungan di sini ialah segala sesuatu yang ada di luar anak yang memberikan pengaruh terhadap perkembangannya. Dalam pembicaraan pada bagian ini, maka perndidikan dimasukkan juga sebagai faktor lingkungan. Faktor lingkungan disebut juga faktor ajar.dengan demikian, lingkungan dapat berupa benda-benda, orang-orang, keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa yang ada di sekitar anak, yang bisa memberikan pengaruh pada perkembangannya, baik secara langsung ataupun tidak langung, baik secara tidak disengaja maupun disengaja. Disamping lingkungan itu memberikan pengaruh dan dorongan, lingkungan juga merupakan arena yang memberikan keksempatan kepada kemungkinan-kemungkinan (pembawaan) yang ada pada seorang anak untuk berkembang. Bagaimanapun baik pembawaan seorang anak, tanpa adanya kesempatan dan pendidikan, maka pembawaan yang baik itu akan tetap hanya merupkan pembawaan saja, dan tidak berkembang. Seperti halnya anak-anak yang hidup di desa. Biarpun ia setiap kali menjadi juara terpandai di dalam kelasnya, karena ia tetap tinggal di desa, di mana desa (lingkungan) itu tidak memberikan kesempatan bagnya untuk mengembangkan pembawaannya, maka pembawaan yang baik itu tetap hanya merupakan pembawaan saja. Tak pernah berkembang
60
Sebaliknya, meskipun pembawaan itu kurang baik, tetapi lingkungan memberikan dorongan yang cukuo dan kesempatan yang leluasa, maka pembawaan yang kuran baik itu bisa berkembang mencapai tingkat yang maksimal. Seprti halnya dengan anak-anak yang tinggal di kota-kota. Biarpun sebagian anak itu sebenarnya, mempunyai pembawaan yang kurang baik misalnya, tetapi karena lingkungan sekaku memberikan dorongan dan kesempatan maka dapat dicapai pula perkembangan yang maksimal. Bukti lain menunjukkan bahwa adanya pendidikan dan latihan yang sungguh-sungguh akan menghasilkan perkembangan yang baik pula. Berdasarkan hal-hal seperti di atas, maka timbullah pendapat-pendapat yang tidak mengakui adanya pembawaan dalam perkembangan. Pendapat atau teori yang demikian di antaranya ialah yang dekemukakan oleh : John Locke dengan Tabularasa-teori
Arti yang sebenaranya dari kata Tabularasa ialah meja dari lilin untuk tempat menulis. Menurut teori Tabularasa, bahwa anak yang dilahirkan itu keadaanya masih bersinh, tidak mengandaung apa-apa, tidak ada pembawaan apa-apa, Anak lahir diumpamakan seperti sehelai kertas yang putih bersih masih kosong. Akan ditulisi apa kertas itu akan digambari yang bagaimana kertas itu, terserah kepada si pendidik. Si pendidik bisa berbuat apa saja yang ia ingini di atas kertas yang masih bersih itu. Si pendidik bisa menjadikan anak didik itu aoa saja. Dengan demikian, di sini dapat dikatakn, bahwa pendidikan itu maha kuasa. Pendapat yang lain ialah dari : Emanuel Kant.
Emanuel Kant antara lain menyatakn, bahwa manusia (budaya) tidak lain adalahhasil dari pendidikan. Dengan demikian berarti, bahwa pendidikan sanggung membuat manusia yang bagaimana saja. TEORI KONVERGENSI DALAM PERKEMBANGAN
Kalau kedua faham di atas saling bertentangan satu dengan yang lain, maka tidak demikian halnya dengan pendapat Wilhelm Stern. Wilhelm Stern memandang bahwa kedua pendapat di atas saling mengandung kelemahan. Pendapat pertaman terlalau menekankan pada peranan pembawaan didalam perkembangan, dan kuran memberikan tempat pada peranan lingkungan dan pendidikan. Sebaliknya, pendapat kedua terlalu menekankan pada peranan lingkungan dan pendidikan, dan kurang memberikan tempat pada peranan pembawaan dalam perkembangan. Menurut Wilhelm Stern kedua faham tersebut adalah sangat berat sebelah. Dalam hal ini Wilhelm Stern mngajukan suatu teoru dalam perkembangan, yaitu yang terkenal denga teori Konvergensi.
61
Menurut teori konvergensi, bahwa perkembangan anak itu, tidak hanya ditentukan oleh pembawaannya saja, dan tidak juga hanya ditentukan oleh lingkungan saja. Melainkan bahwa perkembangan seorang anak itu ditentukan oleh hasil kerja sama antara kedua faktor tersebut. Hasil kerjasama antara faktor pembawaan dan lingkungan. Hasil kerja sama antari faktor-faktor yang ada di dalam diri anak dan faktor-faktor yang ada di luar anak. Hasil kerjasama antara kekuatan-kekuatan endogeen dan kekuatan-kekuatan exogeen. Hasil kerjasama antara dasar dan ajar. Kedua-dua faktor tersebut tidak boleh tiada yang satu. Hanya ada pembawaan saja tetapi lingkungan tidak memberi kesempatan, maka perkembangan tidak akan berhasil baik. Hanya dengan pendidikan saja dan lingkungan tanpa adanya pembawaan, maka perkembangan juga tidak akan berhasil. Kedua-duanya harus ada dan harus bekerja sama. PERANAN AKTIVIS PRIBADI DALAM PERKEMBANGAN
Jika kita tinjau agak seksama terhadap faham-faham, aliran-aliran yang telah dibicarakan di atas, maka antara faham-faham tersebut terdapat adanya prinsip yang sama, yaitu prinsip yang memounyai pandangan bahwa manusai hanyalah merupakan sekedar produk dari satu atau beberapa faktor perkembangan secara kodrat. Dalam hal ini manusai diangganp pasif terhadap perkembangannya. Manusia atau anak tidak bisa berbuat terhadap perkembangannya. Pendapat yang demikian adalah tidak dapat dibenarkan. Pendapat demikian adalah bertentangan dangan hakekat dari manusia itu sendiri, yaitu bahwa manusia juga anak, adalah merupakan makhluk yang aktif. Makhluk yang didalam dirinya terdapat kecenderungan, terdapat naluri untuk membentuk dirinya sendiri. Pada manusia terdapat kemauan dan kemampuan untuk menggerakkan dan mengarahkan ke mana perkembangan itu dilaksanakan untuk mencapai titik tujuan perkembangan inilah yang dimaksud dengan aktivitas pribadi. Mungkin bagi anak yang masih kecil, kemauan ini masih begitu lembek. Sehingga bagi anak yang masih kecil itu sangat memerlukan pengawasan dan disiplin yang keras. Di samping itu, anak belum tahu apakah tujuan dari perkembangannya. Anak masih sanga kabur akan apakah tujuan bersekolah itu? Apakah tujuannya belajar itu? Dan sebagainya. Sehingga anak pun belum dapat menentukan ke arah mana perkembangan itu ditujukan. Anak belum dapat menentukan, kegiatan-kegiatan manakah yang akan emnunjang tujuan perkembangan, dan mana-mana yang menghambat. Tetapi semakin tua anak, harus semaki mengetahui dengan jelas ke arah mana perkembangan itu di bawa. Lebih-lebih setelah anak mencapai tingkat kedewasaan, maka ia harus tahu dengan pasti kemana arah perkembangan dari dirinya, dan tahu dengan pasti aktivitas-aktivitas mana yang bersifat negatif, yaitu yang merupakan hambatan bagi tercapainya tujuan perkembangan, dan aktivitas-aktivitas mana yang bersifat positif, yaitu yang merupakan pendorong dan penunjang bagi tercapainya tujuan perkembangan. Dan selanjutnya ia harus mampu untuk menjauhkan diri dari aktivitas-aktivitas yang bersifat negatif. Ia harus sanggup untuk membatasi diri.
62
Sekedar untuk lebih memperjelas bagaimana peranan aktivitas pribadi ini dalam perkembangan seorang anak, di bawah ini diberikan contoh sebagai berikut : Benny seorang anak dari keluarga yang cukup mampu dan merupakan keluarga yang berpendidikan cukup pula. Pedidikan Dasar dan Menengah telah ia selesaikan denga lancar dan dengan hasil-hasil yang cukup memuaskan. Kini ia memasuki Perguruan Tinggi dan menjadi seorang mahasiswa dari Fakutltas Teknologi. Tetapi mengapa sekarang keadaan Benny telah menjadi berubah? Benny yang tadinya merupakan anak yang tekun belajar jarang-jarang ke luar rumah, kini telah berubah sama sekali. Kini ia telah menjadi seorang pemuda. Kini ia tahu apa itu cinta apa itu pacaran, apa itu nonton, apa itu klenceran apa itu pesta, apa itu dansa-dansa, dan bahkan ia tzahu apa itu obat-obat narkotika. Sebgian besar waktunya tidak dipergunakan untuk kuliah dan untuk belajar, melainkan untuk itu-itu juga. Ia sering pergi ke luar rumah sampai larut malam. Apakah hasil dari perbuatan Benny itu? Tahun pertama ia gagal untuk naik tingkat. Sejak nampak gejala-gejalayang kurang baik dari Benny ini, orang tuanya sudah memberi peringatan- peringatan. Tetapi selalu mendapat jawaban yang tegas dari Benny : ―Saya sudah dewasa. Saya sudah tahu kewajiban saya‖. Dengan kegagalan tidak naik tingkat ini, orang tua Ben memberikan peringatan yang keras. Bahkan orang tuanya menawarkan untuk memberi izin kepada Benny untuk kawin, kalu memang ia sudah ingin. Dan biarpun ia sudah kawin, orang tuanya tetap sanggup untuk menanggung segala pembiyaan hidupnya dan kuliahnya. Rupa-rupanya Benny menjadi sadar. Tetapi ia menolak untuk kawin. Kini Benny menyadari, bahwa jalan hidup yang ditempuh masa yang lalu itu adalah tidak benar. Ia tahi dengan pasti, bahwa ia harus mengubah cara hidupnya. Ia harus mengalihkan kegiatan-kegiatan yang merugikan kepada keaktifan-keaktifan yang menuju kepada tujuannya semula. Benarkah demikian? Benny telah sadar. Benny telah tahu dengan pasti apa yang harus dilaksanakan. Tetapi nyatanya? Benny tidak mau, atu tidak mampu untuk mengadakan perubahan dalam hiduonya. Ia tidak dapat meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang itu juga. Dan bagaimanakah akhirnya?
63
Akhirnya ....... tampaklah Benny disebuah reparasi sepeda di bawah sebatang pohon di sudut jalan, dengan pakaian yang kumal. Ia harus bekerja sebagai reparasi sepeda untuk menyambung hidupnya. Harta waris dari orang tuanya telah ia habiskan dikala ia masih muda. Tidak mempunyai pembawaan yang baikkah ia? Hal itu tidak mungkin. Sebab, pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah telah ia selesaikan dengan baik. Apakah lingkungan tidak memberikan kesempatan? Lingkungan telah terbuka luas, dengan ia telah masuk di Perguruan Tinggi. Apakah faktor biaya tidak mengizinkan? Biaya cukup tersedia. Orang tuanya menyediakan segalanya. Lalu apakah memang sudah nasib si Benny? Mungkin orang bisa berkata begitu. Tetapi yang jelas ialah si Benny sendiri yang tidak bisa mempergunakan waktu dan tenaganya dengan sebaik-baiknya, kesempatan yang baik itu tidak diisi oleh Benny dengan kegiatan-kegiatan yang berguna, aktivitas-aktivitas yang menuju kepada perkembangan yang positif. Itulah kira – kira sebabnya. Demikianlah besarnya peranan aktivitas pribadi itu dalam menentukan perkembangan seseorang. BEBERAPA ASPEK PERKEMBANGAN
Dalam bagian ini tidak akan dibicarakan seluruh perkembangan anak sejak ia dibentuk (masa konsepsi) hingga mencapai kedewassan melainkan hanya akan deisinggung tentang beberapa aspek perkembangan saja. Oleh karena itu, bukan di sinilah kiranya tempat untuk membicarakan hal tersebut. Untuk membicarakan perkembangan anak secara menyeluruh, maka Psychologi Perkembangan lah kiranya tempat yang tepat. Di bawah ini akan diutarakan : a. b. c. d. e.
Perkembangan motorik Perkembangan pengamatan, ingatan dan fantasi Perkembangan berfikir Perkembangan kepribadian Perkembangan kedewasaan
a. Perkembanga Motorik
Yang dimaksud dengan motorik ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan gerakangerakan. Perkembangan motorik pada anak berjalan dari yang umum, yang bersifat total menuju ke pengkhususan atau diferensiasi. Mula-mula gerakan-gerakan itu bersifat 64
keseluruhan yang disertai dengan pencurahan energi yang berlebi-lebihan. Misalnya saja pada waktu anak belajar menulis permulaan. Anak tidak hanya menulis denga tangannya saja, melainkan seluruh tubuhnya dengan energi yang sepenuhnya turut meulis semua. Tetapi lambat laun terjadilah deferensiasi yang desertai dengan pengurangan energi yang berlebihlebihan itu. Anak tidak lagi menulis dengan seluruh tubuhnya dengan tenaga yang penuh, melainkan cukup menulis dengan jari-jarinya saja dan dengan tenaga yang hanya diperlukan saja. Disamping proses differensiasi, terjadilah proses koordinasi dan integrasi, dari beberapa gerakan, yang tertuju pada suatu atuan gerak yang mempunyai satu tujuan. Misalnya pada waktu anak belajar mengendarai sepeda. Maka di sini terjadilah koordinasi antara gerakan kaki kanan dan kaki kiri, terjadilah koordinasi antara mata dan tangan yang memegang setir. Dan terjadi integrasi darri segala gerakan itu menjadi suatu kesatuan yang harmonis, yang merupakan ger akan ―mengendarai sepeda‖. Lebih lanjut lagi maka terjadilah proses automatisasi, yang mengandung arti pula efisiensi. Setelah anak pandai berjalan, maka kaki-kaki itu akan melangkah ganti berganti kanan dan kiri, secara automatis mekanis. Anak tidak lagi harus memikirkan gerakan-gerakan kakinya. Setelah anak pandai naik sepeda, maka kaki kanan dan kiri, tangan, mata dan sebagainya akan bergerak menjalankan tugasnya masing-masing secara automatis dalam koordinasi yang harmonis. Anak tidak lagi memikirkan gerak kaki kanan, kaki kiri, tangan, badan, dan sebagainya. Di samping itu, karena kebiasaan, terbentuknlah refleks-refleks, yang termasuk refleks bersyarat. Misalnya, dengan tidak berfikir lagi segera menekan rem, sewaktu sepeda atau kendaraanya akan menumbuk sesuatu. Catatan : Mengenai anak yang ―kede‖ (Jawa), yaitu anak yang banyak menggunakan tangn kirinya untuk menulis, bekerja, dan lain-lainya, janganlah dipaksa untuk mempergunakan tangan kananya. Hal tersebut menjadikan gangguan dan hambatan bagi perkembangannya. Hanya untuk keperluan-keperluan tertentu saja, seperti makan, dan lain sebagainya yang menyangkut segi ―kesopanan‖, perlulah kiranya diberi latihan-latihan secara khusus. b. Perkembangan Pengamatan, Ingatan dan Fantasi Pengamatan.
Pengamatan berkembang seperti perkembangan motorik pada permulaan. Yaitu mulamula bersifat umum, global yang selanjutnya menuju ke hal-hal yang khusus. Mula-mula segala sesuatu diamati secara keseluruhan yang kabur dan samar-samar, den kemudian karena sering dan berulang-ulang, maka semakin menjadi jelas dan nampak 65
bagian-bagiannya, ciri-cirinya yang khusus. Seperti halnya jika kita menjumpai kedua orang saudara kembar. Semula kita amati kedua orang itu persis sama. Setelah berulang kali dan sering menjumpai, barulah kita mengetahui perberdaan-perbedaannya. Kita dapat membedakan yang satu dengan yang lain. Prinsip atai sifat pengamtan yang demikian ini, kemudian dipergunakan sebagai prinsip dalam mengajarkan membaca dan menulis permulaan, yang dikenal dengan ―metode global‖. Dalam metode global untuk membacadan menulis permulaan ini terdapat beberapa perbedaan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan global di sini. Ada yang mengasosiakan global di sini sebagai suatu ceritera, yang terdiri dari beberapa atau banyak kalimat. Ada yang menasosiakan global di sini sebagai suatu kalimat yang terdiri atas katakata. Dan ada pula yang berpegang teguh pada pendirian, bahwa kata-kata itu sendiri sudah merupakan gabungan dari huruf-huruf. Dan huruf-huruf. Dan huruf-huruf inilah yang merupakan unsur dalam global kata itu. Ingatan
Ingatan berkembang sesuai dengan pertambahan umur. Bayi, boleh dikatakan belum mempunyai daya ingatan. Apa yang tidak dalam pengamatannya, tidak membentuk kesan dalam kesadarannya. Tetapi kian tua anak, kemampuan mengingat juga kian bertambah lama. Mula-mula hanya dapat mengingat apa-apa yang terjadi kemarin. Kemudian dapat mengingat apa-apa yang terjadi kemarin lusa. Lebih lanjut dapat meningat apa-apa yang terjadi tiga hari yang lampau, lima hari yang lampau, satu minggu yang lalu, satu bulan yang lalu, beberapa bulan yang lalu, satu tahun yang lalu, beberapa tahun yang lalu, dan setelah tua, kadang-kadang bisa mengingat-ingat peristiwa yang telah berpuluh-puluh tahun terjadi. Di samping itu kian bertambahnya usia anak, kian bertambah luas juga gudang perbendaharaan ingatan anak, sesuai dengan luasnya pengalaman pengalaman yang diperoleh anak. Fantasi
Fantasi berkembang pada usia kurang lebih tiga tahun, dan mengalami perkembangan yang pesat pada masa kanak-kanak, di mana anak gemar akan permainan-permainan fantasi, gemar sekali akan ceritera-ceritera khayal (masa dongengan), tetapi pada masa sekolah, fantasi mengalami kemunduran, didesak oleh perkembangan intelektual, dengan ciri-ciri kritis, realis dan logis. Pada masa remaja, fantasi berkembang lagi, dan memperoleh bentuk dan tempatnya yang wajar setelah anak mencapai tingkat dewasa. c. Perkembangan Berfikir
Anak kecil berfikiran, bahwa segala benda dianggap mempunyai perasaan dan kemauan seperti dirinya sendiri (personofikasi). Selanjutnya dengan perkembangan fantasi yang pesat maka cara berfikir anak pun sangat dipengaruhi oleh fantasinya.
66
Tetapi pada masa sekolah, daya berfikir mulai berkembang dangan pesatnya. Timbulnya sikap yang kritis dan realis pada anak memberikan kondisi yang baik dan realis pada anak, memberikan kondisi yang baik untuk perkembangan berfikir yang logis. Untuk dapat berfikir secara analogis, berfikir secara induktif, berfikir secara deduktif, dan berfikir reflektif. Di samping itu, adalah menjadi tugas pokok dari pendidikan Dasar ialah memberikan dasar yang kokoh dalam pembentukan apa yang disebut ―tiga R‖, yaitu : Membaca, Menulis dan Berhitung (Reading, Writing and Arithmathics) tiga R ini adalah merupakan dasar segala macam cabang ilmu. Oleh karena itu kemampuan dalam tiga R ini harus memperoleh perhatian benar-benar. Tempat untuk pembentukan dan pengembangan tiga R ini tiada lain kecuali di tingkat Pendidikan Dasar. Di samping itu pembinaan dalam apa yang disebut ―empat C‖ jug a tidak boleh diabaikan. Yang dimaksid dengan empat C ialah: Custom (kebiasaan adatistiadat),Culture (Kebudayaan), Civilization (peradaban), dan Church (keagamaan). Perkembangan berfikir agak mengalami gangguan, pada masa remaja, di mana perkembangan pada masa itu banyak didominasi oleh proses pembentukan kepribadian. Akhirnya, setelah tercapai kepribadian yang bulat, perkembangan berfikir ini mengalami kemajuan lagi hingga mencapai tingkat perkembangan yang maksimal di Perguruan Tinggi. d. Perkembangan Kepribadian
Perkembangan kepribadian selalu menyangkut hubungannya dengan kehidupan lingkungan sekitar.
kehidupan
pribadi
(ego)
dalam
Pada anak umur kurang lebih tiga tahun, maka lahirlah egonya, yang menjelma menjadi berbagai macam keinginan dan kemauan. Begitu kuatnya ego yang menguasai anak itu, hingga akhirnya timbullah apa yang disebut dunia ego sentris pada anak. Anak menganggap, bahwa dirinya itulah yang menjadi pusat kehidupan. Semua yang ada di sekitar anak, harus tunduk dan patuh pada keinginan dan kemauan anak. Anak menganngap dirinya sebagai yang berkuasa, sebagai raja. Tidak lama, segera dunia egosentris ini mendapatkan tantangan keras dari lingkungannya, dari orang-orang lain di sekitarnya. Inilah yang disevut dengan masa krisis pertama, yang berlangsung kurang lebih umur 4- 6 tahun. Pada ego anak terjadi bentrokan. Di satu pihak ingin melepaskan dunia egosentrisnya, dan menyesuaikan diri dengan sekitarnya, tetapi di lain pihak ia masih ingin mempertahankannya, masih sayang untuk melepas dunia egosentris yang telah lama dibangunnya itu. Tetapi karena kerasnya tantangan dunia luar maka akhirnya anak terpaksa menyerah. Anak menyesuaikan diri dengan kehidupan di sekitarnya. Terjadilah kehidupan yang seimbang. Menjelang masa remaja, terjadilah kegoncangan lagi. Ia tidak mau lagi urusan-urusannya dicampuri. Ia ingin bebas. Tetapi orang tua, orang-orang lain di sekitaranya, masih menganggapnya tetap sebagai anak. Maka tidak jarang terjadi pertentangan-pertenteangan, perselisihan-perselisihan, bentrokan-bentrokan antara anak dengan orang tua atau orang-orang dewasa yang lain, termasuk gurunya di sekolah. 67
Masa inilah yang disebut masa krisis kedua, yang berlangsung kurang lebih umur 1418 tahun. Pada diri anak terjadi pertentangan yang hebat. Di satu pihak ia ingin bebas, merasa sudah besar. Sudah dewasa, tidak mau disebut anak lagi, tidak mau urusan-urusannya dicampuri, dan sebagainya; tetapi dilain pihak ia merasa memang belum mampu. Ia masih membutuhkan bantuan-bantuan dan bimbingan. Ia masih pula membutuhkan pengawasan. Akhirnya dengan bertambahnya usia, dengan bertambahnya perngalaman-pengalaman hidup dalam masysarakat akan terjadilah penyesuaian-penyesuaian. Akan terbentuklah suatu kepribadian yang bulat, yang mantap yang menunjukkan kehidupan yang harmonis. e. Perkembangan Kedewasaan
Perkembangan kedewasaan tidak dapat dilepaskan dengan perkembanga kepribadian. Terbentuknya kepribadian yang bulat, berarti pula tercapainya kedewasaan. Perkembangan kedewasaan yang sebenarnya terjadi selama fase positif dalam masa remaja. Selama fase positifn ini sei remaja aktif melakukan orientasi atau penjelajahan dalam segala lapangan kehidupan. Ia mencoba, menyelidiki, dan mencari segala sesuatu yang dianggapnya sesuai dengan dirinya. Ia megadakan pergaulan dan hubungan-hubungan dalam masyarakat untuk memperoleh pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini, maka perkumpulan perkumpulan permuda sangat besar perannya. Organisasi-organisasi pemuda merupakan arena bagi para remaja untuk belajar, untuk berlatih dan untuk memperoleh pengalaman yang sangat berharga bagi kehidupannya kelak di dalam masyarakat. Dalam orientasinya, si ramaja ingin memahami lebih mendalam lagi terutama mengenai pandangan hidup dan nilai-nilai hidup. Mengenai pandangan hidup, juga pandanagan hidup, keagamaan, si remaja ingin menguji dan mengeceknya melalui pengalaman dan peristiwa yang disaksikannya dalam kehidupan yang nyata di dalam masyarakat. Demikian juga mengenai nilai-nilai hidup, tentang moral tentang norma-norma susila. Si remaja berusaha untuk mencoba mengadakan penilaian terhadap kedua hal tersebut. Dan setelah mengadakan evaluasi, serta menemukan nilai-nilai yang dianggap idela bagi dirinya, maka dipegang teguh dan dipertahankannya nilai-nilai itu dalam kehidupannya. Sejajar dengan tercapainya kestabilan dalam nilai-nilai dan pandangan hidup ini, tercapai pula kematangan dari sifat bertanggung jawab pada si remaja dan kemampuan untuk beridri sendiri, berbuat atas pilihan sendiri, ditentukan sendiri dan putusannya sendiri. Dengan demikian, maka berari pula bahma anak telah mencapai tingkat kedewasaan.
68
BAB VII LANDASAN HISTORIS SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA MERDEKA: PENDIDIKAN TRADISIONAL A. ORIENTASI UMUM 1. Pendidikan nasional Indonesia merdeka secara formal di mulai s ejak Indonesia menyatakan kemerdekaannya, yaitu 17 agustus 1945. Pendidikan nasional merdeka merupakan kelanjutan dari cita cita dan praktek praktek pendidikan masa lampau.apa yang menjadi landasan historis pendidikan nasional Indonesia merdeka dalah cita cita dan praktek praktek masalampau yangtersurat dan tersirat masih menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan nasional Indonesia merdeka. 2. secara garis besar, apabila dilihat dari segi budaya,maka pendidikan masa lampau yang secara tersurat dan atau tersirat menjadi dasar penyelaenggaraan pendidikan nasional Indonesia merdeka, dapat dibedakan dalam tiga tonggak yaitu: a. pendidikan tradisional, yaitu penyelenggaraan pendidikan di nusantara yang dipengaruhi oleh agama agama besar di dunia, hidu, budha, islam, dan nasrani (katolik dan protestan) b. pendidikan colonial barat, yaitu penyelenggaran pendidikan di nusantara Indonesia oleh pemerintahkolonial barat, terutama oleh pemerintah kolonian belanda c. pendidikan colonial jepang, yaitu penyelenggaraan pendidikan di nusantara oleh pemerinta militer jepang dalam zaman perang dunia ke II B. PENDIDIKAN HINDU-BUDHA 1. Hinduisme dan budhaismeyang dating ke Indonesia kurang lebih abad ke -5, tumbuh dan berkembang secara harmonis. Hinduisme dan budhaisme adalah aga,ma yang berbeda, tetapi di Indonesia Nampak kecendrungan sinkretisme, yaitu keyakinan untuk mempersatukan figure syiwa dengan budha sebagi satu sumber yang maha tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia ―bhinneka tunggl ika‖ yang berarti berbeda beda tapi tetap s atu juga, secar etimologis berasal dari keyakinan tersebut, atau merupakan perwujudan dari keyakinan tersebut. Dalam hal ini, syiwa dan budha adalah dewa yang dapat diperbedakan (bhinneka), tetapi(dewa) itu (ika) hanya satu (tunggal). Kalimat teresebut merupaka dari syair sutasoma karya empu tantular dari zaman majapahit. 2. Sistem berguru Ajaran agam hindu membagi keseluruhan hidup manusia dalam empat masa yang disebut catur asrama (asrama berasal dai bahasa sanskerta srana yang berarti usaha seseorang): a) Brahmacharya asrama: tingkat hidup berguru; b) Ghihasthasrama: hidup berumah tangga; c) Vinaprastha asrama : tingkat hidup mengasingkan diri; dan d) Syanyasa asrama :tingkat hidup berkelana
69
Secara etimologis brahmacharya atau brahmachari berasal dari kata brahma, yang berarti ilmu pengetahuan yang suci, dan carati yang artinya bergerak. Dengan demikian brahmacharya atau brahmachari berarti bergerak di lapangan ilmu pengetahuan yang suci.brahmacharya atau brahmacari adalha elahiran kedua setelah lahiran pertama dari ibu. Kelahiran. Kelahi ran yang kedua ini adalah lahir ke dunia ilmu pengetahuan, dan bagi mereka yang menjalani kehidupan yang kedua disebut dwijati. Dalam masa berguru mereka, terlebih dahulu menjalani upacara penyucian, yang disebut upanayana, dan apabila masa brachmacharya sudah selesai, juga diakhiri dengan suatu upacara yang disebut samavartana. Lamanya masa berguru sampai bertahun-tahun dan selama itu para sis ya atau murid diharuskan tunggal di asrama serta mematuhi peratura-peraturan asrama, dan taat pada guru. 3. Dharmadhyaksa keagamaan Pendidikan dilaksanakan dalam penyebaran dan pembinaan kehidupan agam hindudan budha. Dalam kerajaan majapahit (nagakertagama pupuh 10/3)mempunyai dua dharmahyaksa keagamaan yaitu: a. Dharmahyaksa ring kacewan, yang mempunyai tugas mengurus hal hal yang bersangkutan dengan agama budha; b. Dharmahyaksa ring kasogatan, yang mempunyai tugas mengurus hal-hal yang bersangkutan dengan agama siwa. Dibawah setiap dharmahyaksa terdapat pameget atau sang pameget, disingkat menjadi samget, yang berperan sebagai guru agama. Raja mengusahakan tegaknya tripaksa di jawa, yakni kehidupan runtut rukun antara tiga aliran agama, siwa, brahma, budha, yang ada dimajapahi. Bail tempat tinggal para pendeta maupun daerahh perumbuhan agama-agama itu diatur dengan rapi. Maksudnya jangan sampai timbul perselisihann(nartakertagama pupuh 81).
4. Tujuan Pendidikan a. Tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup yang diajarkan oleh agama. b. Ajaran agama Hindu yang berkembang di Indonesia, dan mengkristal dalam ajaran agama Hindu di Bali, mempunyai tiga aspek, yaitu : 1) Tatwa, yaitu filsafat, 2) Susila,yaituetika, dan 3) Upacara,yaitu pelaksanaan yang banyak berkaitan dengan adat istiadat. c. Filsafat agama Hindu mengajarkan adanya lima kepercayaan yang mutlak, yang dikenal dengan nama Panca crada, yaitu: 70
1) Percaya adanya Sang Hyang Widi, 2) Percaya adanya atma (roh leluhur), 3) Percaya adanya karma pala, 4) Percaya adanya samsara (punaibhawa), dan 5) Percaya adanya moksa. Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau sang Hyang Widhi, didalam pustaka suci Weda menyatakan ―Ekam eva adwityam brahman‖ (Hanya ada satu tidak ada duanya Hyang Widhi itu). Sang Hyang Widhi menyatakan dirinya sesuai denganfungsinya dalam bentuk Tri Saksi, yaitu: 1) Brahma dalam fungsinya sebagai pencipta 2) Wisnu dalam fungsinya sebagai pelindung dan pemelihara, dan 3) Siwa dalam fungsinya sebagai praline artinya yang melebur dunia serta isinya dan mengembalikan melalui peredaranke asalnya. Percaya adanya atma adalah percaya adanya percikan-percikan kecil dari Parama atma atau Tuhan Yang Maha Esa (Sang Hyang Widhi Wasa) yang berada di dalam makhluk hidup. Atma dalam tubuh manusia disebut Jiwatman yaitu yang menghidupkan manusia. Adapun sifat-sifat atman, menurut Bhagawadgita, yaitu :
1) Achodya atau tak terlukai oleh senjata; 2) Adahya atau tak terbakar api; 3) Akledya atau terkeringkan oleh angina; 4) Acesjah atau terbasahkan oleh air; 5) Nitya atau abadi; 6) Sarwagatah atau ada dimana-mana; 7) Sthanu atau tak berpindah-pindah; 8) Atjala atau tak bergerak; 9) Saanatana atau selalu sama; 10) Awyahta atau tak dilahirkan; 11) Achintya atau tak terpikirkan; 12) Awikara atau tak berubah dan sempurna (tidak lali-laki dan ti dk pula perempuan). Percaya adanyakarma pala mengandung arti bahwa hasil perbuatan seseorang dapat di bedakan antara hasil perbuatan yang baik (chubha-karma) dengan hasil perbuatan yang buruk (acubha-karma).Perbuatan yang baik akan mengakibatkan menerima hasil perbuatannya yang baik itu pada kehidupannya yang akan dating. Demikian pula sebaiknya.
71
Percaya adanya samsara yaitu percaya terhadap kelah iran yang berulangulang, yang terjadi karena jiwatman masih dipengaruhi oleh kenikmatan dunia, hingga tertarik untuk lahir kembali. Hal ini akan berakhir setelah manusia dapat menyadarkan dan mewujudkan sifat atmannya yang sebenarnya, yaitu suci, abadi dan sempurna. Pada tingkat ini manusia bebas dari ikatan dunia dan mencapai moksa dan tidak menitis kembali. Tujuan hidup, jadi juga tujuan pendidikan, adalah mencapai moksa dan kesejahteraan umat manusia, seperti yang tercantum dalam kitab Weda: ―Moksartham jagadhitaya ca iti dharmah‖. Agama Hindu mengajarkan agar penganutnya berbuat kebaikan, berbuat dengan menjalankan yadnya, yang terdiri atas lima yadnya atau panca yadnya, yatu: 1) Dewa Yadnya: yaitu korban suci dengan tulus ikhlas kehadapan Sang Hyang Widhi dengan jalan cinta bakti sujud memuja serta mengikuti segala ajaran-ajaran suci, mengadakan kunjungan-kunjungan ke tempattempat suci (tirthayana). 2) Pitra Yadnya: yaitu korban suci dengan tulus ikhlas pada para leluhur dengan memohon keselamatan untuk memelihara keturunan. 3) Manusa Yadnya: yaitu korban suci yang tulus ikhlas untuk keselamatan keturunan serta kesejahteraan manusia dengan menjalankan upacaraupacara. 4) Rsi Yadnya: yaitu korban suci yang tulus ikhlas untuk para resi serta mngamalnkan ajarannya. 5) Bhuta Yadnya: yaitu korban suci dengan tulus ikhlas kepada sekalian makhluk bawahan (bhuta) untuk memelihara kesejah teraan alam semesta. 5. Perguruan a. Perguruan Kraton Puri atau kraton dijadikan tempat berlangsungnya pendidikan. Pendidikan dilakukan oleh bapak terhadap anaknya, atau seorang raja menunjuk seorang pendeta yang diangap mempunyai keahlian dalam bidang sastra yang meliputi segala pengetahuan baik yang berkenaan dengan agama, etika, filsatat, pemerintahan, hukum, dan di angkat menjadi pendeta istana dengan nama Bhagawanta. Misalnya dalam pemerintahan Dalem Waturenggo yang berkedudukan di Gelgel, Bali, dating dua orang pendeta dari Majapahit, seorang pendeta Siwa, Dang Hyang Dwijendra, dan seorang pendeta Budha, Dang Hyang Astapaka. Kedua penddeta inilah yang meletakkan dasar pendidikan, baik untuk keluarga raja maupun untuk para brahmana di Bali. Karena itu puri menjadi pusat ilmu pengetahuan dan budaya. b. Peguron Biasa Peguron atau perguruan semacam ini didirikan di luar istana, dan dipimpin oleh seorang yang berilmu. Para murid yang di sebut sisya atau catrik t inggal di asrama (pondok) yang di sediakan oleh perguruan. Oleh karena itu, perguruan semacam ini di Jawa berkembang menjadi pondok pesantren, yang terutama mengajarkan ―ilmu-ilmu agama‖ dengan metode, para cantrik duduk 72
sila mendengarkan wejangan seorang guru / samget. Mereka yang menjadi cantrik adalah anak-anak pilihan, biasanya anak-anak dari keluarga bangsawan atau kaum Brahma. Pergutuan ini biasanya ada di desa perdikan, atau desa khusus untuk para pendeta, yang tidak boleh di kenakan pajak oleh kerajaan. 6. Keluarga Pendidikan untuk rakyat biasa di laksanakan dalam keluarga masing-masing, dengan cara meneladani orang tua mereka dalam bidang adat isti adat dan pekerjaan. Oleh Karen itu, tidaklah mengherankan apabila pekerjaan yang di di lakukan seseorang bersifat turun-temurun. C. PENDIDIKAN ISLAM TRADISIONAL 1. Perkembangan Islam di Indonesia Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan sejal an dengan perkembangan penyebaran islam di nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan. Islam mulai masuk ke Indonesia dalam akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar nusantara dalam abad ke-16. Garis besar penyebaran Islam di Indonesia adalah sebagai berikut: a. Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai di Aceh. Kerajaan ini di dirikan oleh seorang laksamana laut dari mesin bernama Nazimuddin al Kamil, dari dinasti Fatimah, pada tahun 1128. 1128. Kemudian kerajaan ini direbut oleh Marah Silu, yang kemudian bergelar Sultan Malikul Saleh (12851297), dari dinasti Mamaluk. Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan diselat Malaka, dan juga pusat penyebaran agama Islam. Dari Aceh Islam meluas ke Minangkabau (± 1500), dan Bengkulu. b. Seorang pangeran Majapahit dari Blambangan, bernama Paramisara, yang melarikan diri karena di gempurnya Blambangan oleh Majapahit, menetap di Malaka bersama para pengikutnya.dalam waktu singkat dusun nelayan itu menjadi kota pelabuhan, berkat bantuan para bajak laut. Karena letaknya strategis, kota pelabuhan ini segera menjadi saingan Samudra Pasai. Paramisara kemudian masuk Islam dan berganti nama menjadi Iskandar Syah, 1414. Setelah meninggal, ia diganti oleh keturunannya (tiga keturunan), dan jatuh ke tangan portugis, 1511. Selama pemerintahan keturunan Iskandar Syah, kerajaan Malaka menjadi pusat perdagangan Timur dan barat, serta menjadi pusat agama Islam. Berkat kegiatankegiatan kerajaan Malaka ini, seluruh jazirah Malaka serta daerah-daerah Kampar Indragiri dan Riau menjadi Islam. c. Demak menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa, setelah melepaskan diri dari Majapahit, 1500. Kerajaan Demak dengan bantuan dari para Wali menyebarkan agama Islam ke seluruh Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Maluku. Banten yang di Islamkan oleh demak menyebarkan Islam ke Sumatra Selatan khususnya Lampung. d. Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan oleh orang-orang Jawa kurang berhasil. Raja Goa pertama memeluk Islam adalah Alaudin (1591-1638), berkat pengaruh seorang ulama dari Minang Kabau yang bernama Datuk ri Bandang. Kerajaan Goa berusaha menyebarkan Islam di seluruh Sulawesi Selatan (1608), (1608), Sulawesi
73
Tenggara, Buton (1626), dan Nusa Tenggara Barat, Bima (1616, 1618, 1628) dan Sumbawa (1618, 1626). e. Ternate sebagai pemimpin uli lima atau persekutuan lima bersaudara dengan wilayahnya yang mencakup pulau-pulau: Ternate, Obi, Bacan, Ser am, dan Ambon, menjadi kerajaan islam (1485),berkat pengaruh sunan giri. kerajaan ternate menjadi pusat agama islam di Maluku, dan menyebarkan agama di seluruh Maluku. 2. penyelenggaraan pendidikan islam tradisional a. batasan Pendidikan islam tradisional adalah penyelenggaraan pendidikan islam di nusantara yang berlangsung selama abad ke-14 masehi atau awal masukknya islam. b. tujuan pendidikan Tujuan pendidikan islamadalh sama dengan tujuan hidup islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada allah, sesuai dengan ajaran yang disampaikan nai Muhammad SAW. Dalam bentuk Al-Quran, serta perkataan, tingkah laku dan perbuatan nabi sendiri (sunnah), untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Islam mengajarkan keimana, ketaqwaan,dan akhlak. Islam mengajarkan qalam atau tauhid yang mempunyai enam akar, yang disebut arkan al-iman, usul ad-din atau rukun iman yang terdiri atas: 1. Percaya kepada Allah Tidak ada tuhan selain allah. Dalam Al-Quran, allah disebut dengan 100 macam nama. Allah adalah nama tuhan sendiri dan yang 99 nama lainnya disebut asma-ul husna. Dari 99 nama tersebut, ada 20 nama yang dianggap sifat-sifat terpenting yang disebut sifat Duapuluh. Di antara nama -nama tersebut yang terkenal adalah: Al-Wahid atau Ahad, al – al – haqq, haqq, al-Chaliq, al-Wjid, al- Qadir, al-Quddus, al-Hayyu, al- Rahman, al-Rahim, al-Azis, al-kabir, al-Karim, al-Alim, alMalik, al-Adl, dan sebagainya. 2. Percaya kepada malaikat Seperti manusia, para mailkat adalah cipataan (makhluk) ( makhluk) dan hamba Allah, mereka diciptakannya dari cahaya, tanpa jenis kelamin dan suci tiada berdosa. 3. Percaya kepada kitab Kitab suci berisi firman-firman firman-firma n tuhan, dan yang memiliknya bukan hanya umat islam saja, tetapi juga j uga umat yang terdahulu, sesuai dengan adanya rasul rasul yang diutus tuhan guna menyampaikan firman firman itu kepada umat masing-masing. Disamping al-quran, misalnya ada Taurat yang dibawa nabi musa untuk disampaikan pada umat yahudi; ada injil yang dibawa nabi isa untuk umat nasrani;dan sebagainya. 4. Percaya kepada rasul Rasul adalh nabi yang mendapat perintah menyampaikan agama allah kepada umat manusia.nabi adalh orang-orang yang mendapat wahyu dari
74
tuhan, tetapi tidak mendapat perintah khusus dari tuhan untuk meneruskan wahyu itu kepada manusia. Di antara para rasul yang terkemuka, yaitu: Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad. 5. Percaya kepada hari akhir Hari akhir atau Jaum ul-qiyamah adalah hari kebangunan, saaat umat manusia dibangunkan dari kubur untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya didunia kepada tuhan. tuhan. 6. Percaya kepada takdir Segala apa yang terjadi dahulu, sekarnag dan kelak, baik ataupun a taupun buruk, telah ditentukan oleh takdir tuhan.semua itu sama sekali menurut dan bersumber kepada kehendak tuhan, dan seluruhnya telah tertulis di Lauhal-Mahfudz, yaitu naskah yang ada disisi tuhan. Taqwa berarti mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangn Tuham. Hal ini berarti melaksanakn kewajiban kewajiban dalam rangka mengabdi kepada Tuhan. Di Antara kewajiban-kewajiban t ersebut, yang terpenting adalah menegakkan tiang agam Islam, yang disebut Rukun Islam, yang terdiri dari atas lima kewajiban, yaitu: 1. Syhadat Pernyataan orang islam bahwa(1) tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan (2) Muhammad adalah Rasul Allah. 2. Shalat Sering disebut sembahyang, yang berarti menghadap(menyembah) men ghadap(menyembah) Allah. Sahlat dapat dilakukan diman saja, asal di tempat yang bersih, dan orang yang hendak melakukannya harus bersih pula 3. Saum atau Puasa Kewajiban orang islam yang sudah akil baligh untuk tidak makan dan minum selama bula Ramadhan sejak dari saat terbitnya matahari sampai saat terbenamnya. 4. Zakat Pemberian yang diwajibkan setahun sekali berupa harta kira-kira 1/40 kekayaan yang ada dalam masa setahun. 5. Haji Berziarah ke kota suci Mekkah, sebagai kewajiban yang harus dijalankan oleh seorang muslim/muslimat satu kali semasa hidupnya, jika ia mampu untuk melakukannya. Dalam menjalankan hidup sehari-hari, orang islam diwajibkan untuk mempunyai akhlak yang terpuji, atau berbudi pekerti dan berperilaku mulia, seperti yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. Selama hidupnya, yang Antara lain mendapat julukan: Si Jujur(Al-Amin) DAN Si Benar(Hisyam). Diriwayatkan bahwa nabi Muhammad SAW mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 75
1. Kesucian pikiran dan kebersihan badan 2. Hidup sederhana 3. Cinta dan bakti kepada Tuhan 4. Tidak menyetujui penghukuman terhadap diri sendiri untuk menebus dosa 5. Bersikap baik dan adil terhadap diri sendiri 6. Sangat sabar dalam kesukaran dan kesusahan 7. Menguasai diri 8. Mandiri dalam menetapkan keadilan dan perlakuan adil 9. Mempunyai perhatin terhadap orang-orang miskin 10. Menjaga kepentingan si miskin 11. Memperlakukan budak dengan baik dan kasih sayang sa yang 12. Menjamin perempuan mendapat kedudukan terhormat dan perlakuan wajar lagi pantas 13. Memerintahkan tiap-tiap orang supaya membuat surat wasiat tentang car a menyelesaikan urusannya sesudah meninggal dunia sehingga pihak yang bersangkutan tidak akan brgitu disusahkan disusahkan sepeninggalannya 14. Memperlakukan tetanggan-tetangga beliau dengan ramah dan penuh perhatian sekali 15. Sangat menekankan ihwal pahala berbakti dan mengkhidmati orang tua serta memperlakukan mereka dengan baik dan kasih saying 16. Beliau selamanya memilih pergaulan denga orang-orang baik dan jika suatu kelemahan pada salah seorang dari pada sahabat, ia menegurnya dengan ramah secara berempat mata 17. Beliau sangat berhati-hati membawa diri agar tidak timbul kemungkinan adanya salah paham. 18. Beliau tidak pernah mengemukakan kesalahan-kesalahan dan kelemahankelemahan orang lain dan menasehati agar tidak mengumumkan kesalahan-kesalahannya sendiri. Beliau Beliau bersabda :‖Jika seotang menutupi kesalahan orang lain, Tuhan akan menutupi kesalahan-kesalahannya di hari pembalasan.‖ 19. Beliau senantiasa mengajarkan bahwa salah satu ciri-ciri khas islam yang terbaik ialah, orang yang hendaknya tidak mencampuri urusan yang tiada kaitan dengan dirinya dan jangan mengecam ayau mencela orang lain dan mencampuri perkara-perkara yang tidak berkaitan dengan dirinya. 20. Beliau memperingatkan kaum belia tentang kekejaman terhadap binatang dan memperingatkan agar memperlakukan binatang dengan baik. 21. Beliau bukan saja menekankan pada kebaikan toleransi dalam urusan agama, tetapi memberi contoh-contoh yang tinggi dalam hal ini. 22. Menunjukkan keberanian dalam menghadapi bahaya. 23. Tenggang rasa terhadap orang yang kurang sopan. 24. Penghargaan terhadap abdi-abdi peri kemanusiaan. c. Penyelenggaraan pendidikan Pendidikan islam tradisional yang diselenggarakan di nusantara tidak dilaksanakan secara terpusat, tetapi banyak diupayakan secara perseorangan, biasanya oleh para ulama islam dalam rangka penyebaran agama islam dan pembinaan umat islam di suatu wilayah tertentu. 76
Penyebaran dan pembinaan yang terkoordinasi dilaksanakan oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga. d. Pendidikan Islam Tradisional di Minangkabau 1) Perkembangan pendidikan islam di minangkabau hingga tahun 1800 adalha salah satu contoh perkembangan Pendidikan Islam Tradisional yang diselenggarakan sangat bersifat perseorangan. Ulama-ulama yang telah berjasa dalam mengembangkan pendidikan senelum 199, Antara lain: Syech Burhanuddin (1646-1691) dari Ulakan Priaman; Syech Abdullah Chatif Laang Lawa Bukit Tinggi; Syech M. Jamil di Tungkar daerah Batu-Sangkar; Syech Tuanku Kolok di Sungajang Batu Sangkar; Syech Abdul Manan di Padang Ganting Batu Sangkar; Syech M, Salih Padang Japang; Syech Amarullah Maninjau; dan sebagainya. 2) Mahmud Junus, secara garis besar, menggambarkan keadaaan pendidikan islam di Minangkabau sebelum 1900 adalah sebagai berikut: Bagan 1-XI Struktur Organisasi Pendidikan Islam Tradisional di Minangkabau II. Pengajaran Kitab
Ilmu Tafsir, dll
Ilmu Fikih
Ilmu Sharaf/Nahu
I.Pengajian Quran
3. Pengajian Quran a) Pendidikan surau Anak anak belajar mengaji di surau pada seorang guru mengaji b) Program belajar 1) Membaca AL-Quran, termasuk belajar huruf hijaiyah 2) Ibadat, seperti berwudu, shalat, dan sebagainya 3) Keimanan atau sifat duapuluh 4) Akhlak dengan ceritera-ceritera c) Cara belajar 1) Anak duduk bersila berhadapan dengan guru yang juga bersi la, seorang demi seorang belajar mambaca Al-Quran, sesuai denga kemajuan masing-masing anak. 2) Anak belajar huruf arab denga cara mengeja dan menggabungka, ayau metode analitis-sintetis, sesuai dengan kemajuan anak. 3) Anak belajar ibadat denga latihan(amaliah) mengerjakan shalat wajib yang dipimpin oleh guru di surau/langgar secara berjamaah pada waktu shalat Maghrib, Isya, dan Subuh. 4) Anak belajar rukun wudhu, shalat, puasa, san sebagainya, dengan cara melakukan bersama-sama yang di pimpin oleh guru. 77
5) Anak belajar keimanan atau sifat duapuluh dengan menghapalkan bersama-sama dan melagukannya bersama-sama, yang dipimpin oleh guru. 6) Akhlak diajarkan dengan melalui ceritera-ceritera, seperti ceritera para nabi, ceritera orang saleh;memberi teladan dalam kehidupan seharihari, serta menyapa dan menegur anak-anak yang buruk akhlaknya, salah tingkah lakunya, dan jahat perangainya. d) Lama belajar Lamanya belajar tidak ditentukan dengan pasti, ada yang dua tahun, tiga tahun, dan empat tahun. Hal ini ditentukan sendiri oleh kemampuan, kerajinan, dan kemampuan pengajar/pengaji masing-masing. 4. Pengajian kitab a) Pendidikan kitab Sebagian dari mereka yang telah tamat mengaji Al-Quran meneruskan mengaji pada seorang tuan Syech yang alim (kiai) yang mengajarkan ilmu-ilmu Agama Islam. b) Program belajar 1) Ilmu Sharaf, dengan mengaji kitab Dhammum, sebuah kitab tulis tangan yang tidak diketahui siapa pengarangnya; setelah tamat, dilanjutkan dengan belajar Ilmu Nahu dengan mengaji kitab Al-Awamil, sebuah kitab tulis tangan yang tidak diketahui siapa pengarangnya; sesudah tamat, kemudian belajar kitab Al-Kalamu, dulu masih di tulis tangan, sekarang suddah dicetak dan masih dipergunakan di pesantrean dan madrasah dunia islam. 2) Ilmu Fiqihatau ilmu hukum islam, dengan mengaji kitab MInhaj karangan Imam Nawawi, dan kitab ini masih dipergunakan di pesantren dan madrasah dunia islam yang menganut mazhab Syafi‘i 3) Ilmu tafsir dengan mengaji kitab Al-Jalalain. c) Cara belajar 1) Ilmu sharaf diajarkan mula-mula dengan menghapal kata-kata arab serta artinya dalam bahasa melayu atau daerah. Setelah itu diajarkan tafsir Sembilan dan tafsir empat belas. Tafsir ada system perubahan bentuk kata untuk membedakan kasus, jenis jumlah dan aspek. Tafsir dapat dihapal dengan lagu yang menarik hati. Cara mengajar Ilmu Nahu adalah dengan membaca matan atau naskah dalam bahasa Arab,kemudian menterjemahkannya ke dalam bahasa melayu ataudaerah, terjemahan kata demi kata. Setelah itu diterangkan maksudnya atau maknanya. 2) Ilmu Fiqih dan Ilmu Tafsir diajarkan dengan cara seperti mengajarkan ilmu Nahu. 3) Pada tingkat atas pengjian kitab, diadakn pelajaran bersama dengan mengadakan halaqah, yaitu santri-santri duduk berlingkar bersama-sama menghadapi guru besar (Syech,Kiai). Ilmu yang diajarkan dengan halaqah adalah ilmuTafsir, Ilmu Fiqih ulangan dan ilmu-ilmuseperti tasawuf. d) Waktu belajar 78
Lamanya belajar tidak ditentukan, sangat tergantung pada kemampuan dan kerajinan masing-masing santri. e. Pendidikan Islam Tradisional di Jawa 1) Raden Fatah Ia adalah bangsawan dari Majapahit, santri dari pondok pesantren Ampeldenta, Surabaya. Ia mendirikan pondok pesantren di hutan Glagah Arum, di sebelah selatan Jepara, 1475. Glagah Arum berubah menjadi bupatinya. Sekitar tahun 1476, di Bintara dibentuk sebuah organisasi Bhayangkare Islah (Angkatan Pelopor Pembangunan). Organisasi ini merupakan organisasi pendidikan Islam pertama, dan bertujuan meningkatkan usaha memajukan pendidikan Islam. Dalam rencana kerjanya Antara lain memuat program sebagai berikut: a) Tanah Jawa-Madura dibagi menjadi beberapa bagian atau kerja daerah pendidikan, yang setiap bagiannya dipimpin oleh seorang wali dan seorang pembantu atau badal. b) Supaya mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat, maka pendidikan dan ajaran Islam harus diberikan dengan melali jalan kebudayaan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan, asal tidak menyalahi hukum syara. c) Para wali dan para badal, selain harus pandai dalam ilmu agama, harus pula memelihara budi pekerti diri sendiri dan berakhlak mulia, supaya menjadi suri tauladan bagi masyarakat sekelilingnya. d) Di Bintara harus segera didirikan sebuah masjid Agung untuk menjadi sumber ilmu dan pusat kegiatan usaha pendidikan Islam. Demak menjadi kerajaan islam dipimpin oleh Raden Fatah, lebih kurang tahun 1500. Raden Fatah bersama-sama Sunan Ngampel mendirikan masjid Demak yang disebut Mesjid Sikayu, 1479. Masjid ini kemudian menjadi tempat pertemuan para wali dalam membahas masalah agama Islam. Wali suatu daerah diberi gelar resmi Sunan dan ditambah dengan nama daerahnya. Sedangkan badal mendapat gelar Kiai Ageng. Di tempattempat yang menjadi pusat-pusat kehidupan masyarakat didirikan masjid yang dipimppin oleh seorang badal untuk menjadi s umber ilmu dan pusat pendidikan Islam. Pelaksanaan pengislaman cabang-cabang kebudayaan (filsafat hidup, kesenian, adt-istiadat, ilmu pengetahuan, dan sebagainya) diserahkan kepada Sunan Kalijaga dan Sunan Giri.
2) Wali sanga Penyebaran dan penyelenggaraan pendidikan islam tradisional di JawaMadura dikembangkan oleh para wali, dan yang terkenal adalah Wali Sanga yang terdiri atas: a) Sunan Ngampel
79
b)
c)
d)
e)
Sunan ngampel adalah Raden Rakhmat, putra Asmarahadi yang menjadi raja Champa; mendirikan pondok pesantren di Ampeldenta, Surabaya; merancang berdirinya kerajaan Demak, dan membangun masjid Demak. Sunan bonang Sunan bonang adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim, murid dan putra Sunan Ngampel, mendirikan pondok pesantren di daerah Tuban; menulis Suluh Sunan Bonang dan menciptakan fending Dharma, serta mengganti hari-hari sial/naas menurut kepercayaan Hindu dengan nama-nama Islam. Sunan Giri Sunan Giri adalah Raden Paku, putra Maulana Ishak dari Blambangan, menjadi anak angkat Nyai Gede Maloka, santri pondok pesantren Ampeldenta, mendirikan pondok pesantren di Giri, Gresik. Raden Paku pergi haji ke tanah suci sambil memperdalam ilmu. Tetapi sebelum sampai di tanah suci singgah dulu di Pasai (Aceh) untuk menuntut ilmu Tasawuf. Sunan Giri sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam, karena beliaulah yang mengirim utusan penyebar agama Islam ke luar Jawa, ke Madura, Bawean, Kangean,Ternate, dan Haruku, serta Sulawesi dan Nusa Tenggara. Beliaulah yang menciptakan gending Asmarandana dan Picung, permainan anak Jitungan atau Jelungan, serta Tambang Dolanan Bocah(lagu permainan anak-anak) yang penuh ajaran Islam. Sunan Drjat adalh Syarifuddin, murid dan putra Sunan Ngampel, seorang yang sangatberjiwa social, dan menyebarkan agama Islam di daerah Sedayu, Jawa Timur. Sunan Kalijaga Sunan Klijaga adalah R.M.Said, putra Ki Tumenggung Wilatikta, bupati Tuban,terkenal sebagai wali yang berjiwa besar. Beliau terkenal sebagai pemimpin, pejuang, mubaligh, pujangga, dan filosuf. Daerah operasinya tidak terbatas, oleh karena beliau seorang mubaligh keliling. Beliau terkenal sebagai seorang pujanggan yang berinisiatif mengarang ceriteraceritera wayang yang disesuaikan dengan ajaran Islam. Sebagi ahli seni paham akan gamelan dang ending-gending Jawa,maka dipesanlah kepada ahli gamelan yang kemudian diberi nama Kyai Sekati. Gamelan ini setiap tahun dibunyikan pada waktu diadakan perayaan Maulid Nabi di serambi Masjid Demak, setelah selesai konferensi besar para wali. Sunan Kalijaga menciptakan pula model baju kaum pria yang diberi nama‖Taqwa‖ yang secara simbolik mengajarkan kepada pemakainya agar selalu mengatur cara hidupdan kehidupannya sesuai dengan tuntunam agama.
f) Sunan Kudus Sunan Kudus adlah Ja‘far Sodiq, putar R.Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudug di Jipang, Panolan, disebelah utara kota Blora;ahli dalam ilm agama,terutama ilmu Tauhid, Usul, Hdist, sastra, mantik, dan Ilmu Fiqih. Oleh karena itu digelari sebagai Waliyul Ilmi. Beliau menciptakan gending 80
g)
h)
i)
3)
Mskumambang dan Mijil, mendirikan Mesjid Raya Kudus, yang kemudian dikenal dengan Masjid Menara Kudus. Di samping itu, beliau adalah senopati kerajaan Demak. Daerah operasi penyebaran agama Islamnya meliputi daerah Kudus dan sekitarnya, serta Jawa Tengah pesisir utara. Sunan Muria Sunan Muria adalah Raden Umar Said, putra Sunan Kalijaga, pencipta gending Sinom dan Kinanti, ikut serta dalam mendirikan masjid Demak. Daerah operasinya adalah di desa-dessa yang jauh letaknya dari kota pusat keramaian, bergaul bersama rakyat pedesaan. Sunan Gunung Jati Sunan Gunung Jati adalah Falatehan, berasal dari Pasai (Aceh). Ia meniggalkan Pasai san pergi ke tanah suci (Mekkah) memperdalam ilmu, kemudian menetap di Jwa, mengabdi kepada kerajaan Demak pada masa pemerintahan pangeran Trenggono (1521-1546), dan kawin dengan adik pangeran Trenggonno. Kemudian diutus oleh kerajaan Demak untuk mengislamkan Jawa Barat. Kerajaan Pajajaran dita klukan dan berdirilah kerajaaan islam Banten yang berada dibawah kekuasaan Demak. Jawa Barat berhasil disilamkan oleh Sunan Gunung Jati, kecuali daerah Baduy. Syech Siti Jenar Ia menyebarkan ajaraan Jumbuhing Kawula Gusti atau Bersatunya hamba denga Tuhannya. Karena ajaran Syech Siti Jenar dijatuhi hukuman mati oleh para wali. Secara garis besar, Mahmud Junus menggambarkan nizam atau organisasi pendidikan Islam Tradisional zaman Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung adalah sebagai berikut: Bagan 2-XI Skema Susunan Pesantren Keahlian (Takhassus)dan Perguruan Tarikat (Tingkat Tinggi)
Pendidikan Islam Zaman Sultan Agung
Pesantren Besar (Tingkat Tinggi)
Pesantren (Pengajian Kitab) Desa (Tingkat Menegah)
Pengajian Quran (Tingkat Rendah)
81
4) Pengajian Quran 1. Pengajian Surau Anak-anak belajar mengaji di surau/langgar/tajug pada seorang kiaki di desanya atau di desa tetangganya. 2. Program Belajar 1) Membaca Al-Quran, termasuk belajar huruf hijaiyah 2) Ibadat, seperti berwudhu,shalat 3) Keimanan, Sifat Duapuluh 4) Akhlak dengan ceritera-ceritera Nabi dan orang-orang saleh. 3. Cara Belajar 1) Anak duduk bersila berhadapan dengan seorang belajar membaca Al-Quran, sesuai tingkat kemajuan masing-masing anak. 2) Anak belajar huuruf arab dengan cara mengeja dan menggabungkan, atau metode analitis-sintetis, sesuai dengan tingkat kemajuan masing-masing anak. 3) Anak belajar ibadat dengan latihan (amaliah) mengerjakan shalat wajib yang dipimpin oleh guru di surau/langgar secara berjamaah pada waktu shalat Maghrib, Isya, Subuh. 4) Anak belajar rukun wudhu, shalat, puasa, dan sebagainya, dengan cara melakukan bersama-sama yang dipimpin oleh guru. 5) Anak belajar akhlak dengan melalui ceritera-ceritera Nabi,dan orang-orang saleh;dan mencontooh suri tauladan guru dalam kehidupan sehari-hari. 4. Waktu belajar Lamanya belajar tidak ditentukan, sangat tergantung pada kemampuan, kerajinan, dan kemauan anak sendiri. Belajar tidak dipungut bayaran. 5) Pengajian Kitab a) Pendidikan Pesantren Sebagian yang telah tamat pengajian Quran meneruskan mengaji ke pengajian Kitab, di pondok pesantren, yang terdiri atas tiga tingkatan yaitu: 1) Pessantren Desa, semacam tingkat menegah, 2) Pesantren Besar, semacam tingkat tinggi, dan 3) Pesantren Keahlian, semacam tingkat akhir. b) Program Belajar 1) Pesantren Desa Anak mengaji kitab Usul 6 bis, yaitu kitab yang berisi 6 kitab dengan 6 Basmalah, karangan ulama Samarkandi; kemudian mengaji kitab Taqrib dan Bidayatul Hidayah karangan Iman Ghazali dalam Ilmu Akhlak. 2) Pesantren Besar Anak mengaji kitab-kitab dalam cabang-cabang ilmu Fikih, Tafsir, Hadist, ilmu ilmu Nahu, Sharaf, dan Ilmu Falak 3) Pesantren Keahlian Anak mengaji satu cabang ilmu Agama secara khusus dan mendalam. Minsalnya ada Perguruan Tariqat yang khusus mengjar
82
satu amcam Tariqat saja, seperti: Naqsyabandiah, Syatkriah, atau Qadriah. 5. Sekurang kurangnya ada dua perbedaaan Antara penyebaran a gama islam di Minagkabau denga di Jawa, yaitu: 1) Penyebaran agama Islam di Minangkabau lebih bersifta perseorangan dari pada di Jawa, yang di koordinasi oleh Dewan Wali Sanga. 2) Penyebaran agama Islam di Minangkabau lebih bersifat ‖radikal‖ atau langsung merombak tatanan masyarakat, sehingga menimbulkan ketegangan dalam masyarakat, dan bahkam menimbulkan perang, sedangkan penyebaran agama Islam di Jawa lebih bersifat kulturalatau melalui kebudayaan yang hidup di masyarakat. Perbedaan cara penyebaran agama Islam tersebut menyebabkan perbedaaan dalam penghayatan dan sikap hidup beragama di Jawa dan Sumatera. 6. Perkembangan pendidikan islam tradisional pada memasuki abad ke19, terutama dalam pertengahan akhir abad ke-19, mendapat tantangan masukknya system persekolahan yang diperkenalkan oleh pemerintah colonial Belanda melali program Politik Etisnya. D. PENDIDIKAN KATOLIK DAN PROTESTAN 1. Pendidikan Katolik di Indonesia a) Kedatangan Orang Portugis 1) Cita-cita Membangun Negeri Jajahan Bangsa Portugis selam abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat, dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur dan menguasai Bandar dan daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagangan dan perniagaaan Timur-Barat melalui laut. Rajanya menyatakan dirinya sebagai:‖Yang Dipertuan bagi pelayaran serta perdagangan dan bagi daerah takluk Etiophia, Tanah Arab, Parsi, dan India.‖ 2) Albuquerque Ia bermaksud mendirikan suatu negeri jajahan yang besar. Kekuasaannya didasarkan atas kekuatan angkatan laut dan sejumlah banteng yang tersebar letaknya. Banteng-benteng tersebut akan melindungi perdagangan di daratan. Bandar dan pulau, yang merupakan kunci kekuasaan di seluruh daerah Timur, harus di tangan orang Portugis. Untuk mencapai tujuan tersebut, Albuquerque melakukan penaklukan-penaklukan terhadap: a) Goa (India), direbut 1510; b) Malaka direbut 1511 dan diusir 1641 oleh Belanda; c) Aden berusaha direbut 1513, tetapi tidak berhasil; d) Ormuz di teluk Persi direbut 1515;
83
e) Ternate menjadi pijakan di Maluku 1522, diusir 1575 dan pindah ke Timor 1578; di Ambon Portugis diusir 1590. b) Sekolah Missionaris 1) Fransiscus Xaaverius Disamping mencari kejayaan (grorious) dan kekayaan (gold), bangsa portugis dating ke timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarka agma yang mereka anut, yaiutu agama Katolik. Oleh karena itu dalam setiap operasi perdagangannya selalu menyertakan paderi-paderi missionaris yang bertugas menyebarkan agama katolik. Paderi yang sangat terkenal dalam penyebaran buku Agama Katolik di Maluku adalah Fransiscus Xaaverius dari orde Jesuit. dalam tahun 1534 agama Katolik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, ternate dan Ambon. Berkat kegiatan Fransiscus Xaaverius, maka dari ketiga pangkalan itu banyak yang memeluk agama Katolik, sampai jugah sampai juga bakan di bagian timur kepulauan nusatenggar dan Sulawesi Utara.
2) Orde Jusuit Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556). Tujuan masyarakat Jusus (Jesuit) adalah Ad MajoreM De Glorian (A.M.D.G) yaitu s egala sesuatu uuntuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan. Oleh karena gereja adalah alat yang dipilih oleh Tuhan, maka tujuan masyarakat Jesus adalah segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar untuk Gereja. Untuk mencapai tujuan tersebut ada 3 cara, yaitu (1) memberi khotbah (2) memberi pelajaran, dan (3) pengakuan. Orde Jesuit mempunyai organisasi pendidikan (sekolah) yang uniformitas, sama dimanapun, dan bebas untuk semua. 3) Pendirian sekolah katolik Pada tahun 1536, pengusaha Portugis di Maluku, bernama Antonio Galvano, mendirikan sebuah Sekolah Missionaris di Ternate, untuk anakanak permuka pribumi. Sekolah mengajarkan pelajaran: a) Membaca, b) Menulis, c) Berhitung, dan d) Agama. Metode mengajar yang dipergunakan berupa: a) b) c) d)
Ceramah Menghapal Mengkaji ulang pekerjaan Hukuman tidak digunakan dalam mendisiplinkan anak.
Sekolah seminari di Ternate kurang berhasil, karena kurang mendapat dukungan, hubungan Portugis dengan kesultanan Ternae tidak baik. Sekolah-sekolah missionaris/seminari didirikan di pulau Maluku yang 84
menjadi tempat pijakan Portugis untuk melakukan perdagangan dan perniagaan rempah-rempah. 2. Pendidkan Protestan di Indonesia a) Kedatangan Orang Belanda 1) Berdirinya Kompeni di Indonesia Orang belanda dating pertama kali di Indonesia 1596, di bawah pimpinan Cornelis de Houtman di Banten. Dari sinilah pelaut-pelaut Belanda meneruskan pelayarannya ke arah timur dan mereka kembali membawa rempah-rempah yang cukup banyak. Sejak keberhasilann ya tersebut, pedagang-pedagang Belanda semakin banyak datang ke Indonesia. Untuk menghindari persaingan di Antara mereka, maka pemerintahan belanda membentuk suatu kongsi dagang yang disebut VOC (Veneridge Oost Indische Compagnie) yang artinya persekutuan dagang Hindia Timur. VOC berdiri tahun 1602, yang lebih dikenal dengan kompeni belanda. VOC merupakan suatu badan dagang bagi para pedagang Belanda yang mendapat hak-hak istimewa dari pemerintahan Belanda, yang Antara lain berupa: a) Hak monopoli untuk berdagang Antara Amerika Selatan dan Afrika; b) Hak memelihara angkatan perang, berperang, mendirikan banteng-bentengdan menjajah; c) Hak mengangkat pegawai-pegawainya; d) Hak untuk memberi pengadilan; e) Hak untuk mencetak dan mengedarkan uang. Sebaliknya VOC mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pemerintah Belanda yaitu: a) Bertanggung jawab kepada badan perwakilan; b) Pada waktu perang harus membantu pemerintah Belanda dengan uang dan angkatan perangnya. Hak-hak istimewa ini menyebabkan VOC berkembang cepat dan dapat melumpuhkan pedagang-pedagang Portugis, terutama setelah timbul perang Antara Portugis dengan Ternate di bawah pimpinan Sultan Baabullah, 1575. 2) Usaha-usaha kompeni a) Jan Piterzoon Coen mendirikan Batavia 1619, setelah tahun 1618 mendapatkan izin dari Pangran Jayakarta untuk mendirikan Benteng. b) Merebut Malaka dari orang Portugis untuk menguasai Selat Malaka, 1641.
85
c) Mengadakan perjanjian Bongaya dengan Sultan Hassanudin,1667, sehingga VOC mendapat hak monopoli dagang dari Sulawesi Selatan. d) Mengadakan perjanjian denganAmangkurat II, 1678, sehingga mendapatkn pelabuhan Semarang dan hak-hak berdagang di daerah kekuasaan Mataram. e) Mengadakan perjanjian dengan Banten,1684, sehingga mendapatkan hak monopoli berdagang di Banten f) Mengadakan perjanjian dengan Paku Buwono II, 1744; pejanjian Gianti 1755; perjanjian Solotigo 1 757; memperkecil dan memecah belah kerajaan mataram dan memperoleh hak monopoli berdagang. g) Mengadakan ―hongitochten‖ atau yang dilakukan pegawai-pegawai VOC dengan tentaranya yang lengkap persenjataaannya dengan naik perahu kora-kora untuk mengunjungi daerah-daerah yang menghasilkan pala dan cengkeh. h) VOC bubar 31 Desember 1799, dan segala hak dan kewajibannya diambil oleh pemerintah Bataafche Republiek. c) Pendirian sekolah-sekolah Zending 1) Sikap VOC terhadap Pendidikan a) Membiarkan terselenggaranya pendidikan Islam Tradisional di nusantara b) Mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Dengan demikian didirikanlah sekolah-sekolah yang dilaksanakan oleh pihak pihak Zending untik orang-orang Belanda sendiri dan bumi putera, VOC tidak turut campur. c) Usaha-usaha pendirian sekolah-sekolah selama kekuasaan VOC dapat digambarkan sebagai berikut: 1) Sekolah pertama dibuka di Ambon,1607, dengan tujuan mendidik anak-anak Ambon melalui bahasa Belanda dan Melayu menjadi penganut agama Kristen Protestan. 2) Sekolah pertama dibuka di kota Banda, di pulau Ai dengan asrama, tahun 1622. d) Perkembangan sekolah Zending di Nusantara selama 1617-1779 adalah sebagai berikut: Tabel I-XI
Perkembangan Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru, Tahun 1617-1779 tahun 1617 1636 1645 1695
sekolah 1 3 33 29 2 1 1 6
murid … … 1300 1057 54 12 12 220
86
guru … … … 34 5 1 1 7
lokasi Jakarta Luar Kepulauan Maluku Pulau Ambon Kep.Sangir dan Maluku utara Ternate Makian Bacan Sulawesi
1708 1756 1779
2 4 11 2 29 9 7
148 263 319 29 3966 … 1657 639 327 50 539 37 6 5
87
3 4 12 1 … … … … … … … … … …
Tagulanda Siauw Pulau sangir Kabruang Luar pulau ambon Kep. Maluku Selatan Luar Kep. Maluku Jakarta Pantai utara pulau Jawa Ujung pandang Timor Pantai barat Sumatra Cirebon Banten
BAB VIII
MASALAH POKOK PENDIDIKAN
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan- tantangan baru, yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai konsekuensi logis, pendidikan selalu dihadapkan pada masalah- masalah baru. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan itu demikian luas, pertama karena sifat sasarannya yaitu manusia sebagai makhluk misteri (lihat Bab 1), kedua karena usaha pendidikan harus mengantisipasi ke hari depan yang tidak segenap seginya terjangkau oleh kemampuan daya ramal manusia. Oleh karena itu, perlu ada rumusan sebagai masalah- masalah pokok yang dapat dijadikan pegangan oleh pendidik dalam mengemban tugasnya Dengan mengkaji materi Bab VII ini Anda akan memahami permasalahan pokok pendidikan, dan saling kaitan antara pokok tersebut, faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah- masalah aktual beserta cara penanggulangannya. Lebih rinci Anda akan dapat: 1. 2. 3. 4.
-
Menuliskan 4 macam masalah pokok pendidikan dan menjelaskannya. Menjelaskan saling hubungan antara masalah- masalah pokok pendidikan tersebut. Menjelaskan pengaruh perkembangan iptek, pertumbuhan penduduk, dan aspirasi masyarakat terhadap perkembangan masalah pendidikan. Menjelaskan (dengan memberikan contoh- contoh) permasalahan aktual pendidikan di tanah air kita serta upaya penanggulangannya. Untuk mencapai tujuan tersebut berikut ini disajikan materi yang meliputi: Permasalahan pokok pendidikan dan penanggulangannya. Jenis permasalahan pokok pendidikan dan penanggulangannya. Saling keterkaitan antara masalah pokok pendidikan. Faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan permasalahan pendidikan. Masalah aktual pendidikan di Indonesia dan penanggulangannya.
2.1 Permasalahan Pokok Pendidikan dan Penanggulangannya Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa- apa jika tidak sinkron dengan pembangunan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya, suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah- masalah di 88
luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu rmasyarakat disekitarnya, dari mana murid- murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor- faktor lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar t ersebut Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga sangat kompleks, menyangkut banyak komponen dan melibatkan banyak pihak. Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitu:
Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan masyarakat. Yang pertama mengenai masalah pemerataan, dan yang kedua adalah masalah mutu, relevansi dan juga referensi pendidikan.
2.2 Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan Seperti telah dikemukakan pada bagian A, pada bagian ini akan dibahas empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya. Masalah yang dimaksud yaitu:
Masalah pemerataan pendidikan.
Masalah mutu pendidikan.
Masalah efisiensi pendidikan.
Masalah relevansi pendidikan. Keempat masalah tersebut akan dibahas secara berturut- turut pada bagian berikut ini.
1.
M asalah Pemer ataan Penduduk
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memajukan bangsa dan kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang seluas- luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas- luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita pemerataan pendidikan itu telah dinyatakan di dalam Undang- Undang No. 4 Tahun 1950 sebagai dasar- dasar pendidikan dan pengajarandi sekolah. Pada Bab XI, Pasal 17 berbunyi: ―Tiap- tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat- syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi. Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI, Pasal 10 ayat 1, menyatakan: ―Semua anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya. ― Ayat 2 menyatakn: ―Belajar di sekolah agama yang telah dianggap telah memenuhi kewajiban belaj ar.‖
89
Landasan yuridis pemerataan pendidikan tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai akibat penjajahan. Bagaimana gambaran dunia pendidikan kita pada masa penjajahan dengan masa sesudah kemerdekaan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 di bawah ini:
Sekolah
Tabel 1 Keadaan Sekolah dan Murid Tahun 1940 dan 1955 di Indonesia Tahun Tahun Murid Tahun
39/40 18091 114 31
STK SR SMP SMA
54/55 511 33112 3593 228
STK SR SMP SMA
39/40 221.990 21875 4501
ST 5 Fak 62 Univ ST 1693 Sumber: Umar Tirta Raharja 1980: 75 (Dikutip dari ―Development Indonesia‖ oleh Hutasoit). Tabel 2 Jumlah Murid SD (dalam jutaan) Tahun 54/46 60/61 69/70 Akhir Akhir Akhir Rep. I Rep. II Rep. III Jumlah 2,523 11,587 13,05 13,6 11,03 29,11 murid
Tahun 54/55 34.433 7.409.361 533.246 109.188 25.387 of Education in
Akhir Rep. IV 30,08
Akhir Rep. V 30,5
Keter angan :
a) Gross enrolment rate b) Mulai Repelita II, Jumlah Murid SD dan MI. c) Perkiraan. Sumber: a. Dep. P & K, Lima Repelita Pendidikan dan Kebudayaan. b. BAPPENAS, Data- data dasar dan Sasaran- sasaran Pokok Repelita V. c. World Bank, Indonesia Basic Education Study. Sumber: Tilaar H.A.R, 1992: 29 Jumlah sekolah dam murid pada masa 10 tahun sesudah kemerdekaan (tahun 1955) dibanding dengan pada masa sebelum kemerdekaan (tahun 1939/1940) mengalami peningkatan cukup pesat. Murid SD mengalami kenaikan 33 kali, murid SMP dan SMA 24 kali, perguruan tinggi 14 kali (lihat Tabel 1). Angka- angka tersebut menunjukkan besarnya dorongan masyarakat untuk memperoleh kesempatan menikmati pendidikan yang selama masa penjajahan tidak terlayani, juga karena adanya perhatian pemerintah untuk mengembangkan pendidikan. Kemudian pada akhir Repelita I jumlah murid SD mengalami
90
perkembangan pesat, yaitu 54 kali sedangkan pada akhir pelita V 14 kali dari jumlah murid pada saat tahun sesudah proklamasi (lihat Tabel 2). Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika anak- anak seusia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat derap pembangunan. Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemeratan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan, maka setelah pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan,. Hal ini akan dibicarakan pada butir tentang masalah mutu pendidikan. Khusus untuk pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap- tiap jenjang memiliki fungsinya masing- masing maupu kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap- tiap jenjang itu diatur dnegan memperhitungkan faktorfaktor kuantitatif dan kualitatif sertaa relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus- menerus dengan saksama. Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena kepada seluruh warga negara, perlu diberikan bekal dasar yang sama. Pada jenjang pendidikan menengah dan terutama pada jenjang pendidikan tinggi, kebijakan pemerataan didasarkan atas pertimbangan kulaititatif dan relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak, keperluan tenaga kerja, dan keperljuan pengembangan masyarakat, kebudayaan, ilmu, dan teknologi. Agar tercapai keseimbangan antara faktor minat dan kesempatan memperoleh pendidikan, perlu diadakan penerangan yang seluas- luasnya mengenai bidang- bidang pekerjaan dan keahlian dan persyaratannya yang dibutuhkan dalam pembangunan, utamanya bagi bidang- bidang baru dan langka. Perkembangan upaya pemerataan pendidikan berlangsung terus- menerus dari pelita ke pelita. Dari pelita III sampai dengan pelita V landasannya sudah dipancang dalam Tap MPR dan ketetapan lainnya. Dalam pelita III titik berat diletakkan pada perluasan pendidikan khusunya ditingkat SD. Dalam realisasinya, pada saat itu dicanangkan kebijaksanaan pemerintah yang disebut delapan jalur pemerataan. Salah satu butirnya (butir 2) adalah: Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. Dalam pelita IV, titik berat diletakkan pada peningkatan mutu dan perluasan pendidikan dasar serta perluasan kesempatan belajar pada tingkat pendidikan menengah ( Tap MPR RI No.II/MPR/1983), kemudian pada pelita V titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan serta perluasan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan menengah dalam rangka perluasan wajib belajar untuk pendidikan menengah tingkat pertama. (Tap MPR RI No.II/MPR/1988) di dalam Undang- Undang No. 2 tahun 91
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III tentang Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan, Pasal 5 dinyatakan: ―Setiap warga negara mempunyai hak y ang sama untuk memperoleh pendidikan. ― Bahkan dalam Pasal 7 mengenai hak tersebut ditegaskan sebagai berikut: ―Penerimaan seorang peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.‖ Dan pada Pasal 8 Ayat 1 dikatakan lebih lanjut, bahwa wrga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa. Dn ayat 2 menyatakan bahwa warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. Khusus melalui jalur pendidikan luar sekolah usaha pemerataan pendidikan mengalami perkembangan pesat. Ada dua faktor yang menunjang yaitu perkembangan iptek yang menawarkan berbagai macam alternatif, dan dianutnya konsep pendidikan sepanjang hidup yang tidak membatasi pendidikan hanya sampai pada usia tertentu dan tidak terbatas hanya pada penyediaan sekolah. Perkembangan iptek menawarkan beraneka ragam alternatif modle pendidikan yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar. Dilihat dari segi waktu belajarnya bervariasi dari beberapa jam, hari, minggu, bulan, sampai tahunan; melalui proses tatap muka, melalui massa media ataukah jarak jauh; isinya berupa paket terbatas ataukah himpunan sejumlah paket; sumber belajarnya manusia, barang ceta k eleketronik, sampai pada lingkungan alam. Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan
Banyak macam pemecahan masalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah- langkah ditempuh melalui cara konvensional dan inovatif. Cara konvesional antara lain: a. b.
Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore).
Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat/keluarga yang kurang mampu agar mau menyekolahkan anaknya. Cara inovatif antara lain: a.
b. c. d.
Sistem Pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts System ( Instructional Mnagement by Parent, Community and, Teacher). Sistem tersebut dirintis di Solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi. SD kecil pada daerah terpencil. Sistem Guru Kunjung. SMP Gterbuka (ISOSA- In School Out off School Approach). 92
e. f.
Kejar Paket A dan B. Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.
2.
M asalah M utu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tersebut terjun di lapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja ( Performance Test) lazimnya sesudah itu masih dilakukan pelatihan/pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja di lapangan. Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluarannya. Jika tujuan pendidikan nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah: Apakah keluaran dari suatu sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, madiri dan berkarya, anggota masyarakat yang yang sosial dan bertanggungjawab, warga negara yang cinta kepada tanah air dan memiliki rasa kesetiakawanan sosial. Dengan kata lain apakah keluaran itu mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan yangdapat membangun dirinya dan membangun lingkungannya. Kualitas luaran seperti itu disebut nurturant effect. Meskipun disadari bahwa pada hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-mata hasil dari sistem pendidikan sendiri. Tetapi jika terhadap produk seperti itu sistem pendidikan mempunyai andil yang cukup, yang tetap menjadi persoalan ialah bahwa cara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Berhubung dengan sulitnya pengukuran terhadap produk tersebut maka jika orang berbicara tentang mutu pendidikan, umumnya hanya mengasosiasikan dengan hasil belajar yang dikenal sebagai hasil EBTA, Ebtanas atau hasil Sipenmaru, UMPTN (yang biasa disebut instructional effects), karena ini yang mudah diukur. Hasil EBTA dan lain- lain tersebut itu dipandang sebagai gambaran tentang hasil pendidikan. Padahal hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika terjadi belajar yang tidak optimal menghasilkan skor hasil ujian yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu. Ini berarti bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemrosesan pendidikan. Selanjutnya kelancaran pemrosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan , kurikulum, sarana pembelajaran, bahkan juga masyarakat sekitar. Seberapa besar dukungan tersebut diberikan oleh komponen pendidikan, sangat tergantung kepada kualitas komponen dan kerja samanya serta mobilitas komponen yang mengarah kepada pencapaian tujuan. Sebagai contoh, misalnya komponen sarana pembelajaran yang lengkap tetapi tidak didukung oleh guru- guru yang terampil maka sumbangan sarana tersebut pada percapaian tujuan tidak akan optimal. Tentang hal ini sudah dipaparkan secukupnya pada nutir terdahulu yaitu tentang sistem pendidikan.
93
Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu. Di dalam Tap MPR RI 1998 tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu penguasaan ilmu pengetahuan dan jmatematika. (BP-7 Pusat. 1989: 68.). Umumnya kondisi mutu pendidikan di seluruh tanah air menunjukkan bahwa di daerah pedesaan utamanya di daerah terpencil lebih rendah daripada di daerah perkotaan. Acuan usaha pemerataan mutu pendidikan bermaksud agar sistem pendidikan khususnya sistem persekolahan dengan segala jenis dan jenjangnya di seluruh pelosok tanah air (kota dan desa) mengalami peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisinya maisng- maisng. Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
Meskipun untuk tiap- tiap jenis dan jenjang pendidikan masing- masing memiliki kekhususan, namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendidikan bersasaran pada perbaikan kualitas komponen pendidikan (utamanya komponen masukan mentah untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi, dan komponen masukan instrumental) serta mobilitas komponen- komponen tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualiats proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik, yang akhirnya dapat meningkatkan hasil pendidikan. Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal- hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut: a. b.
c.
d. e. f. g.
Selesai yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan PT. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut, misalnya berupa pelatihan, penataran, seminar, kegiatan- kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lainlain. Penyempurnaan kurikulum, misalnya dengan memberi materi yang lebih esensial dan mengandung muatan lokal, metode yang menantang dan mengairahkan belajar, an melaksanakan evaluasi yang beracun PAP. Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk belajar. Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran dan peralatan laboratorium. Peningkatan administrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran. Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan- kegiatan: 1) Laporan penyelenggaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan. 2) Supervisi dan monitoring pendidikan oleh pemilik dan pengawas. 3) Sistem ujian nasional/ negara seperti Ebtana, Sipenmaru/UMPTN. 4) Akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga.
3.
Masalah Efisiensi Pendidikan Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika 94
penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi. Jika tejadi yang sebaliknya, efisiensinya berarti rendah.
a) b) c) d)
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah: Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan. Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan. Bagaimana pendidikan diselenggarakan. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembangan tenaga. Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan yang sangat terbatas. Pada masa 5 tahun terakhir ini jatah pengangkatan setiap tahunnya hanya sekitar 20% dari kebutuhan tenaga di lapangan. Sedangkan persediaan tenaga yang siap diangkat ( untuk sebgian besar jenis bidang studi, sebab ada bidang studi tertentu yang belum tersedia tenaganya) lebih besar daripada kebutuhan di lapangan. Dengan demikian berarti lebih besar 80% tenaga yang tersedia tidak segera difungsikan. Ini berarti pemubaziran terselubung, karena biaya investasi pengadaan tenaga tidak segera terbayar kembali melalui pengabdian( belum terjadi rate of return). Sebab tenaga kependidikan khususnya guru tidak dipersiapkan untuk berwirausaha. Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Suatu sekolah menerima guru baru dalam bidang studi yang sudah cukup atau bahkan sudah kelebihan, sedang guru bidang studi yang dibutuhkan tidak diberikan karena terbatasnya jatah pengangkatan sehingga pada sekolah- sekolah tertentu seorang guru bidang studi harus merangkap mengajarkan bidang studi di luar kewenangannya, misalnya guru bahasa harus mengajar IPA. Gejala tersebut membawa ketidakefisienan dalam memfungsikan tenaga guru, juga pada SD, meskipun persediaan tenaga yang direncanakan secara makro telah mencukupi kebutuhan, namun mengalami masalah penempatan karena terbatasnya jumlah yang dapat diangkat dan sulitnya menjaring tenaga yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil, karena tidak ada insentif yang menarik, demikian pula sulitnya menempatkan guru wanita. Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. Setiap pembelian kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana di lapangan. Dapat dikatakan umumnya penanganan pengembangan tenaga pelaksana di lapangan (yang berupa penyuluhan, latihan, lokakarya, penyebaran buku panduan) sangat lambat. Padahal proses pembekalan untuk dapat siap melaksanakan kurikulum baru memakan waktu. Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat dicanangkan berlakunya kurikulum dengan saat mulai dilaksanakan. Dlam masa transisi yang relatif lama ini proses pendidikan berlangsung kurang efisien dan efektif. b. Masalah Efisiensi dalam Penggunaan Prasarana dan Sarana Penggunaan prasarana dan sarana pendidikan yang tidak efisien bisa terjadi antara lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan kurikulum. 95
Banyak gedung SD inpres (yang mulai dilancarkan pembangunannya pada akhir Pelita II) karena beberapa sebab dibangun pada lokasi yang tidak tepat. Akibatnya banyak SD yang kekurangan murid atau yang ruang belajarnya kosong. Jika kondisi seperti ini terdapat pada banyak pada banyak kabupaten dan provinsi, maka terjadinya pemborosan tidak terelakkan. Sebab bangunan tidak dapat dipindahkan, lagi pula daya tahannya pun terbatas. Gejala lain tentang tidak adanya efisiensi dalam penggunaan sarana pendidikan yaitu diadakannya dan didistribusikannya sarana pembelajaran tanpa dibarengi dengan pembekalan kemampuan,sikap, dan keterampilan calon pemakai, ataupun tanpa dilandasi oleh konsep yang jelas. Sejak tahun 1979 telah disebarkan alat peraga untuk sekolah dasar diantaranya 23.000 set alat untuk bidang studi IPS, 88.000 det untuk matematika, dan 25.000 set alat peraga IPA. Sejauh mana alat peraga tersebut digunakan dan bagaimana dampaknya terhadap peningkatan efektifitas belajar, tidak dilakukan pengkajian. Kondisi yang semacam ini adalah dibangunnya unit baru yang disebut PSB (Pusat Sumber Belajar) pada perguruan tinggi sebelum tahun 1980, unit tersebut dirancang untuk membantu meningkatkan pendidikan tenaga kependidikan. Ternyata PSB tersebut tidak berfungsi seperti yang diharapkan karena sikap dan keterampilan para pemakai belum disiapkan ( Yusufhadi Miarso, 1982: 17) Perubahan kurikulum sering membawa akibat tidak dipakainya lagi buku paket siswa dan buku pegangan guru beserta perangkat lainnya karena harus diganti dengan buku- buku yang baru. Misalnya perubahan kurikulum 1975/1976 (yang menggunakan orientasi produk) diganti dengan kurikulum 1984 (yang berorientasi pada proses). Bahkan sementara buku yang baru belum rampung disiapkan, kurikulum sudah berubah lagi yaitu dengan munculnya kurikulum 1994. Belum lagi terhitung biaya penataran para pelaksana pendidikan di lapangan, khususnya bagi guru- guru agar siap melaksanakan kurikulum yang baru. Semuanya ini menggambarkan bahwa dibalik pembaruan terjadi pemborosan, meskipun sukar dielakkan. Sebab bagaimanapun juga pembaruan kurikulum merupakan tindakan antisipasi terhadap pemberian bekal bagi calon luaran agar sesuai dengan tuntutan zaman. 4.
Masalah Relevansi Pendidikan Telah disiapkan pada bagian terdahulu bahwa tugas pendidikan ialah menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah- masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dpat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam seperti sektor produksi, sektor jasa, dan lain- lain. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang aktual ( yang tersedia) maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
96
Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut: - Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam- macam kualitasnya. - Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap kembang. - Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga- lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tiak tersedia. Bagaimana gambaran rekevansi pendidikan itu dengan kebutuhan lapangan
Umumnya luaran yang diproduksi oleh sistem pendidikan ( lembaga yang menyiapkan tenaga kerja) jumlahnya secara kumulatif lebih besar daripada yang dibutuhkan di lapangan. Sebaliknya ada jenis- jenis tenaga kerja yang dibutuhkan di lapangan kurang diproduksi atau bahkan tidak diproduksi. Keadaan tersebut dapat digambarkan sebagia berikut: Luaran (produk tenaga kerja) (L)
Kebutuhan tenaga di lapangan
Keterangan
(K)
L
>
L L
< =0
K K K (sangat membutuhkan)
Keadaan umumnya lembaga pendidikan Beberapa bidang Bidang tertentu
Jika produksi (L) tenaga dikaitkan dengan kebutuhan (K) dan pengangkatan (P), maka gambaran umumnya adalah sebagai berikut: L > K > P. Artinya jumlah luaran lebih besar daripada yang dibutuhkan dan jumlah kebutuhan lebih besar daripada pengangkatan, dengan akibat bahwa setiap tahunnya selalu terjadi penumpukan tenaga kerja yang menunggu pekerjaan. Dapat disimpulkan bahwa masalah relevansi merupakan masalah yang berat untu dipecahkan, utamanya masalah relevansi kualitas. Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing- masing dikatakan teratasi jika pendidikan: 1) 2) 3)
Dapat meneyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya: Semua warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dlam suatu satuan pendidikan. Dapat mencapai hasil yang bermutu, artinya: Perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Dapat terlaksana secara efisien, artinya: Pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
97
4)
Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Kesimpulan di atas dapat diilustrasikan dalam bentuk bagan sebagai berikut: (Lihat gambar 7.1).
Kebutuhan Masyarakat
Relevansi
Hasil Pendidikan
Mutu Tujuan Pendidikan
Proses Pendidikan
Efisiensi Rancangan Pendidikan
Pemerataan Warga Negara (Masukan Mentah Pendidikan)
1) 2) 3) 4)
Pemerataan Mutu Efisiensi Relevansi Gambar 7.1
2.3 Saling Berkaitan antara Masalah- Masalah Pendidikan Meskipun keempat masalah pendidikan seperti yang telah dikemukakan dalam butir b diatas dapat dibedakan satu sama lain, namun dalam kenyataan pelaksanaan pendidikan di lapangan masalah- masalah tersebut saling berkaitan. Bahkan mungkin secara serentak muncul dalam permukaan meskipun dengan bobot yang tidak sam a. Pada dasarnya pembangunan di bidang pendidikan tentu menginginkan tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan yang bermutu sekaligus. Di dalam sejarah terbukti bahwa belum ada suatu negara yang dari sejak berdirinya mampu melaksanakan dan memenuhi keinginan seperti itu. Lazimnya, yang terjadi ialah pada saat upaya pemerataan pendidikan sedang dilancarkan, maka pada saat yang sama mutu pendidikan belum dapat diwujudkan, malah sering terlantarkan. Kondisi demikian itu wajar. Ada dua faktor yang
98
dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian. Pertama , gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana dan daya. Kedua , kondisi satuan- satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai, dan seterusnya. Meskipun demikian pemerataan pendidikan tidak dapat diabaikan karena upaya tersebut, terutama pada saat- saat suatu bangsa sedang mulai membangun mempunyai tujuan ganda, yaitu disamping tujuan politis (memenuhi persamaan hak bagi rakyat banyak) juga tujuan pembangunan, yaitu memberikan bekal dasar kepada warga agar dapat menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk mengembangkan diri sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam uraian tersebut tampak bahwa masalah pemerataan berkaitan erat dengan masalah mutu pendidikan. Bertolak dari gambaran tersebut terlihat juga kaitannya dengan masalah efisiensi. Karena kondisi pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, seperti telah digambarkan (komponen pendidikan berada di bawah standar) maka dengan sendirinya pelaksanaan pendidikan dan khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak efisien. Pertanyaan yang timbul kemudian ialah bagaimana hasil pendidikan yang dapat dicapai dengan kondisi seperti itu. Jawabnya sudah jelas bahwa hasilnya belum dapat diharapkan relevan dengan kebutuhan masyarakat pembangunan. Baik kuantitatif (jumlah dan jenisnya tidak dapat mengisi beraneka ragam kebutuhan/lapangan kerja di masyarakat) maupun kualitatif ( kualitasnya belum sesuai dengan tuntutan persyaratan kerja di lapangan. Apa yang digambarkan di atas itu umumnya terjadi pada tahap- tahap awal dari pembangunan suatu bangsa. Pada saat ini kita dapat melihat contoh- contoh seperti yang terjadi pada beberapa negara di kawasan Afrika. Di negara kita sampai pada akhir Pelita II, perhatian dicurahkan pada upaya perluasan pendidikan, sehingga jika mutu pendidikan belum dapat dibenahi, dapatlah dipahami. Pada tahap pelita berikutnya barulah pembangunan di bidang pendidikan dapat menempatkan prioritas pada peningkatan mutu pendidikan. 2.4 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan Permasalahan pokok pendidikan sebagaimana telah diutarakan pada buitr B dan C di atas merupakan masalah pembangunan mikro, yaitu masalah- masalah yang berlangsung di dalam sistem pendidikan sendiri. Masalah mikro tersebut berkaitan dengan masalah makro pembangunan, yaitu masalah di luar sistem pendidikan, sehingga juga harus diperhitungkan di dalam memecahkan masalah mikro pendidikan. Masalah makro ini berupa antara lain masalah perkembangan internasional, masalah demografi, masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya, serta masalah perkembangan regional. Uraian selanjutnya akan mengemukakan masalah- masalah makro yang merupakan faktor- faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu: 1) Perkembangan iptek dan seni 2) Laju pertumbuhan penduduk. 99
3) Aspirasi masyarakat. 4) Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan. I.
Per kembangan I ptek dan Seni
a) Perkembangan Iptek Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dengan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Ilmu pengetahuan merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai alam semesta, dan teknologi adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Sebagai contoh betapa eratnya hubungan antara pendidikan dengan iptek itu, misalnya sering suatu teknologi baru yang digunakan salam suatu proses produksi menimbulkan kondisi ekonomi sosial baru lantaran perubahan persyaratan kerja, dan mungkin juga penguraian jumlah tenaga kerja atau jam kerja, kebutuhan bahan- bahan baru, sistem pelayanan baru, sampai kepada berkembangnya gaya hidup baru, kondisi tersebut minimal dapat mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan mungkin rumusan baru tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana penunjangnya seperti sarana laboratorium dan ketenangan. Semua perubahan tersebut tentu membawa masalah dalam skala nasional yang tidak sedikit memakan biaya, hal ini disinggung dalam butir 3 masalah efisiensi pendidikan tentang perubahan kurikulum. Contoh di atas permukaan gambaran pengaruh tidak langsung iptek terhadap sistem pendidikan. Di samping pengaruh tidak langsung, juga banyak pengaruh yang langsung terhadap sistem pendidikan dalam bentuk berbagai macam inovasi atau pembaruan dengan aksentuasi tujuan yang bermacam- macam pula. Ada yang bertujuan untuk mengatasi kekurangan guru dan gedung sekolah seperti sistem Pamong dan SMP terbuka, pengadaan guru relatif cepat seperti dengan program diploma, pengadaan guru dan perlindungan terhadap profesi guru seperti program akta mengajar. Selain itu diadakan juga program menghemat waktu belajar (RIT: Reduce Instructional Time), memperluas jangkauan peserta didik dengan biaya relatif murah seperti sistem belajar jarak jauh (BJJ), efektifitas proses belajar dan kualitas hasil seperti CBSA dengan pemanfaatan tenaga non- guru antara lain konselor, teknisi sumber belajar, dan lain- lain. Hampir setiap inovasi mengundang masalah. Pertama, karena belum ada jaminan bahwa inovasi itu pasti membawa hasil. Kita sudah banyak mendapatkan pengalaman dalam hal ini. Ked ua, pada dasarnya orang merasa ragu dan gusar jika menghadapi hal baru. Umumnya lebih suka mengerjakan hal- hal yang sudah menjadi kebiasaan rutin dan ragu menerima hal- hal baru yang belum dikenal. Masalahnya ialah bagaimana cara memperkenalkan suatu inovasi agar orang menerimanya. Setiap inovasi mengandung dua aspek yaitu aspek konsepsional ( memuat ide, cita-cita dan prinsip- prinsip) dan aspek struktur operasional (teknik pelaksanaannya). Kepada masyarakat sasaran perlu diperkenalkan aspek konsepsionalnya sehingga memahami tujuan dan manfaat serta motif yang mendasarinya. Lazimnya suatu inovasi baru disebarluaskan setelah lebih dahulu diujicobakan dalam ruang lingkup terbatas. Malah pertama muncul pada tahap uji coba, karena biasanya memerlukan biaya (contoh PPSP: Proyek Perintis Sekolah Pembangunan pada 8 IKIP sekitar 80-an). 100
Selanjutnya masalah muncul pada tahap penyebarluasan pelaksanaan hasil uji coba (diseminasi). Pada tahap ini masalah mencakup banyak hal. Seperti dana, penyediaan prasarana dan saran, ketenagaan, kurikulum beserta perangkat penunjangnya dan seterusnya yang merupakan faktor- faktor yang dapat menimbulkan masalah. Bahkan jika seandainya suatu inovasi berhasil, mungkin saja menimbulkan masalah baru, misalnya antara lain karena kurang cermatnya rancangan yang dibuat. Contoh program diploma yang berhasil dan dapat memproduksi tenaga guru yang diharapkan, tetapi berakibat alumni S1 banyak tidak terangkat karena ketiadaan jauh. b) Perkembangan Seni Kesenian merupaka aktivitas berkreasi manusia, secara individual ataupun kelompok yang menghasilkan sesuatu yang indah. Berkesenian menjadi kebutuhan hidup manusia. Melalui kesenian manusia dapat menyalurkan dorongan berkreasi (mencipta)yang bersifat orisinil (bukan tiruan) dan dorongan spontanitas dalam menemukan keindahan. Seni membutuhkan pengembangan. Dilihat dari segi tujuan pendidikan yaitu terbentuknya manusia seutuhnya, aktivitas kesenian mempunyai andil yang besar karena apat mengisi pengembangan dominan afektif khususnya emosi yang positif dan konstruktif serta keterampilan di samping domain kognitif yang sudah digarap melalui program/ bidang studi yang lain. Dilihat dari segi lapangan kerja, dewasa ini dunia seni dengan segenap cabangnya telah mengalami perkembangan pesat dan semakin mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat. Dengan memeperhatikan alasan- alasan diatas maka sudah seyogianya jika dunia seni dikembangkan melalui sistem pendidikan secara terstruktur dan terpogram. Pengembangan kualitas seni secara terprogram menuntut tersedianya sarana pendidikan tersendiri di samping program- program yang lain dalam sistem pendidikan. Di sinilah timbulnya masalah pendidikan kesenian yang mempunyai fungsi begitu penting tetapi di sekolah- sekolah saat ini menduduki kelas dua. Pendidikan kesenian baru terlayani setelah program studi yang lain terpenuhi pelayanannya. Itulah sebabnya mengaoa kesenian tidak termasuk Ebtanas, di samping juga sulit menyediakan tenaga pendidiknya. Lagi pula sarana penunjang umumnya tidak tersedia secara memadai karena mahal. 2)
a. b. c.
L aju Per tumbuh an Penduduk.
Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu: Pertambahan penduduk, dan Penyebaran penduduk. Menurut Emil Salim ( Conny R. Semiawan, 1991: 18)
Gambaran pertambahan penduduk adalah sebagai berikut: Dari sekarang hingga abad XXI, terus menerus bahan pendudukan akan terjadi pertambahan jumlah penduduk meskipun gerakan KB berhasil. Sebabnya karena tingkat kematian menurun lebih cepat yaitu sebesar 45% dari turunnya tingkat kelahiran, yaitu sebear 3,5%. Hal tersebut juga mengakibatkan berubahnya susunan umur penduduk. Tentang
101
pertumbuhan penduduk itu Bank Dunia memperkirakan gambaran seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Tahun Penduduk (juta)
`1986 166
Tabel Perkiraan Jumlah Penduduk Menurut Bank Dunia Tahun 1986 Pertengahan Abad XXI 1990 2000
178
207
2050 355
Disadur dari: Conny R. Semiawan dan Soedijarto, 1991: 18
Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka penyediaan prasarana dan sarana pendidikan beserta komponen penunjang terselenggaranya pendidikan harus ditambah. Dan ini berarti beban pembangunan nasional menjadi bertambah. Pertambahan penduduk yang dibarengi dengan meningkatnya usia rata- rata dan penurunan angka kematian, mengakibatkan berubahnya struktur kependudukan, yaitu proporsi penduduk usia sekolah dasar menurun, sedangkan proporsi penduduk usia sekolah lanjutan, angkatan kerja dan penduduk usia tua meningkat berkat kemajuan bidang gizi dan kesehatan. Dengan demikian terjadi pergeseran permintaan akan fasilitas pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjutan cenderung lebih meningkat dibanding dengan permintaan akan fasilitas sekolah dasar. Sebagai akibat lanjutan, permintaan untuk lanjut ke perguruan tinggi juga meningkat, khusus untuk penduduk usia tua yang jumlahnya meningkat perlu disediakan pendidikan nonformal. b.
Penyebaran Penduduk. Penyebaran penduduk di seluruh pelosok tanah air tidak merata. Ada daerah yang padat penduduk, terutama di kota- kota besar dan daerah yang penduduknya jarang yaitu di daerah yang penduduknya jarang yaitu di daerah pedalaman khususnya di daerah terpencil yang berlokasi dipegunungan dan di pulau- pulau. Sebaran penduduk seperti digambarkan itu menimbulkan kesulitan dalam penyediaan sarana pendidikan. Sebagai contoh adalah dibangunnya SD kecil untuk melayani kebutuhan akan pendidikan di daerah terpencil pada Pelita V, di samping SD yang reguler. Belum lagi kesulitan dalam hal penyediaan dan penempatan guru. Di samping sebaran penduduk seperti digambarkan itu dengan pola yuang statis (di kota padat, di desa jarang) juga perlu diperhitungkan adanya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) yang terus menerus terjadi. Peristiwa ini menimbulkan pola yang dinamis dan labil yang lebih menyulitkan perencanaan penyediaan sarana pendidikan. Pola yang labil ini juga merusak pola pasaran kerja yang seharusnya menjadi acuan dlam pengadaan tenaga kerja.
102
3)
Aspirasi Masyarakat Dalamdua dasa warsa terkahir ini aspirasi masyarakat dalam banyak hal meningkat, khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup yang sehat, aspirasi terhadap pekerjaan, kesemuanya ini mempengaruhi peningkatan aspirasi tehadap pendidikan. Orang mulai melihat bahwa untuk dapat hidup yang lebih layak dan sehat harus ada pekerjaan tetap yang menopang, dan pendidikan memberi jaminan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan menetap itu. Pendidikan dianggap memberikan jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan pendakian ditangga sosial. Sebagai akibat dari meningkatnya aspirasi terhadap pendidikan maka orang tua mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya anak- anaknya memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orang tuanya sendiri. Dorongan yang kuat ini juga terdapat pada anak- anak sendiri. Mereka (orang tua dan anak- anak) merasa susah jika mendapat rintangan dalam bersekolah dan melanjutkan studi. Mungkin ini dapat dipandang sebagai indikator tentang betapa besarnya aspirasi orang tua dan anak terhadap pendidikan itu. Apa akibat yang timbul dari perubahan sosial tersebut? Gejala yang timbul ialah membanjirnya pelamar pada sekolah- sekolah. Arus pelajar menjadi meningkat. Di kotakota, di samping pendidikan formal mulai bermunculan beraneka ragam pendidikan nonformal. Beberapa hal yang tidak dikehendaki antara lain ialah seleksi penerimaan siswa pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi kurang objektif, jumlah murid dan siswa perkelas melebihi yang semestinya, jumlah kelas setiap sekolah membengkak, diadakannya kesempatan belajar bergilir pagi dan sore dengan pengurangan jam belajar, kekurangan sarana belajar, kekurangan guru, dan seterusnya. Dampak langsung dan tidak langsung dari kondisi sebagaimana digambarkan itu ialah terjadinya penurunan kadar efektifitas. Dengan kata lain, massalisasi pendidikan menghambat upaya pemecahan masalah mutu pendidikan. Massalisasi pendidikan ibarat perusahaan konveksi pakaian yang hanya melayani tiga macam ukuran (large, medium, dan small). Kebutuhan individual yang khusus tidak terlayani. Namun demikian tidaklah berarti bahwa aspirasi terhadap pendidikan harus diredam, justru sebaliknya harus tetap dibangkitkan dan ditingkatkan, utamanya pada masyarakat yang belum maju dan masyarakat di daerah terpencil, sebab aspirasi menjadi motor penggerak roda kemajuan. 4)
Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan . Keterbelakangan budaya adalah suatu istilah yang diberikan oleh sekelompok masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada masyarakat lain pendukung suatu budaya. Bagi masyarakat pendukung budaya, kebudayaannya pasti dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dan baik. Terlepas dari kenyataan apakah kebudayaannya tersebut tradisional atau sudah keringgalan zaman. Karena itu penilaian dari masyarakat luar itu dianggap subjektif. Semestinya masyarakat luar itu bukan harus menilainya melainkan hanya melihat bagaimana kesesuaian kebudayaan tersebut dengan tuntutan zaman. Jika sesuai dikatakan maju dan jika tidak sesuai lali dikatakan terbelakang. Sesungguhnya tidak ada kebudayaan yang secara mutlak statis, apalagi mandeg, tiak mengalami perubahan. Sekurang- kurangnya bagian unsur- unsurnya yang berubah jika tidak seluruhnya secara utuh. Tidak ada kebudayaan yang tidak berubah. Berubahnya unsur- unsur 103
kebudayaan tersebut tidak selalu bersamaan satu dengan yang lain. Ada usnur yang lebih cepat dan ada yang lambat laun berubah, namun yang jelas terjadinya perubahan tiak pernah terhenti sepanjang masa, bahkan meskipun perubahan yang baru itu ke arah negatif. Apalagi pada abad ke-20 ini, dimana perkembangan iptek demikian pesat dan merambah ke seluruh bidang kehidupan. Khususnya dengan munculnya penemuan- penemuan baru di bidang telekomunikasi/ telvisi dan transportasi yang menimbulkan revolusi informasi yang menembus batas- batas antarnegara dan bangsa dan membuat bumi menjadi terasa kecil yang dikenal dengan era globalisasi, maka mudah terjadi pertukaran kebudayaan antarbangsa. Jika terjadi pertautan antara unsur kebudayaan baru dari luar dengan unsur kebudayaan lama yang lambat berubah maka terjadilah apa yang disebut kesenjangan kebudayaan (cultural lag). Perubahan kebudayaan terjadi karena adanya penemuan baru dari luar maupun dari alam lingkungan masyarakat sendiri. Kebudayaan baru itu baik yang bersifat material seperti peralatan- peralatan pertanian, rumah tangga, transportasi, telekomunikasi, dan yang bersifat nonmaterial seperti paham atau konsep baru tentang keluarga berencana, budaya menabung, penghargaan terhadap waktu, dan lain- lain. Keterbelakangan budaya terjadi karena: - Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (mial terpencil). - Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsur budaya baru karena tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak sendi masyarakat. - Ketidakmampuan masyarakat secara ekonomis menyangkut unsur kebudayaan tersebut. Sehubungan dengan faktor penyebab terjadi keterbelkangan budaya umumnya dialami oleh:
Masyarakat daerah terpencil.
Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis.
Masyarakat yang kurang terdidik.
Yang menjadi masalah ialah bahwa kelompok masyarakat yang terbelakang kebudayaannya tidak ikut berperan serta dalam pembangunan, sebab mereka kurang memiliki dorongan untuk maju. Jadi inti permasalahannya ialah menyadarkan mereka akan ketertinggalannya, dan bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan, dan bagaimana sistem pendidikan dapat melibatkan mereka. Bukankah pendidikan mempunyai misi sebagai transformasi budaya (dalam hal ini adalah kebudayaan nasional). Sebab sistem pendidikan yang tangguh adalah yang bertumpu pada kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional selalu berkembang dengan bertumpu pada intinya sehingga tidak pernah ketinggalan zaman. Jika sistem pendidikan dapat menggapai masyarakat terbelakang kebudayaannya berarti melibatkan mereka untuk berperan serta dalam pembangunan. Ada dua sub pokok bahasan yang diuraikan dalam bagian ini yakni permasalahan aktual pendidikan dan penanggulangannya.
104
2.5 Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia.
1)
Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia. Pendidikan selalu menghadapi masalah, karena selalu terdapat kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan hasil yang dapat dicapai dari proses pendidika. Pemasalahan aktual berupa kesenjangan- kesenjangan yang pada saat ini kita hadapi dan terasa mendesak untuk ditanggulangi. Beberapa masalah aktual pendidikan yang akan dikemukakan meliputi masalahmasalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan guru, pendidikan dasar 9 tahun, dan pendayagunaan teknologi pendidikan. Masalah aktual tersebut ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai pelaksanaannya. Misalnya munculnyakurikulum baru adalah masalah konsep. Apakah kurikulum tersebut cukup andal secara yuridis (merupakan penjabaran undang- undang pendidikan) dan secara psikologis (berdasarkan hukum perkembangan peserta didik) atau tidak. Penjurusan yang berlaku cepat pada SMA misalnya, dianggap tidak mendasarkan diri pada proses kematangan anak. Konsep seperti itu bermasalah. Selanjutnya jika suatu kurikulum sudah cukup andal, dapat dilaksanakan apa tidak. Jika tidak, timbullah masalah pelaksanaan atau masalah operasional. Misalnya konsep tentang Pendidikan Moral Pancasila yang tekanannya pada pendidikan afektif, ternyata dlaam pelaksanaannya menjadi pelajaran tentang pengetahuan Pancasila (meng-kognitifkan yang efektif), ini adalah contoh masalah operasional. Perlu dipahami bahwa tidak semua masalah aktual tersebut merupakan masalah baru. Bahkan ada yang sudah lama. Sudah sejak lama masalah aktual itu kita sepakati untuk mengatasinya, tetapi dari tahun ke tahun hasilnya tetap sama. Contoh Pendidikan Moral Pancasila seperti yang telah diungkapkan tadi. Berikut ini masalah aktual tersebut akan dibahas satu- persatu. a.
Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran. Di dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Kemudian dipertegas lagi secara rinci di dalam GBHN butir 2a dan b tentang arah dan tujuna pendidikan bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh itu adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang memiliki hubungan secara vertikal (dengan Tuhan Yang Maha Esa), horizontal (dengan lingkungan dan masyarakat), dan konsentris (dengan diri sendiri); yang berimbang antara duniawi dan ukhrawi. Jadi konsepnya sudah cukup baik. Tetapi di dalam pelaksanaannya pendidikan afektif belum ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan pengembangan aspek kognitif. Pendidika agama dan Pendidikan Moral Pancasila misalnya yang semestinya mengutamakan penanaman nilai- nilai bergeser kepada pengetahuan agama dan Pancasila. Keberhasilan pendidikan dinilai dari kemampuan kognitif atau penguasaan pengetahuan. Pengembangan daya pikir dinomorsatukan, sedangkan pengembangan perasaan dan hati terabaikan. Padahal untuk pengembangan perasaan dan hati untuk memahami nilai- nilai tidak cukup hanya berkenalan dengan nilai- nilai melainkan harus mengalaminya. Dengan mengalami peserta didik dibuka kemungkinannya untuk menghayati hal- hal seperti 105
kepercayan diri, kemandirian, keyakinan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penghargaan terhadap waktu dan kerja, kegairahan belajar, kedisiplinan, kesetiakawanan sosial, dan semangat kebangsaan. Masalahnya, apakah sistem pendidikan kita memberi peluang demi terjadinya pengalaman-pengalaman tersebut. Kelihatannya banyak hambatan yang harus dihadapi, antara lain: 1. Beban kurikulum sudah terlalu sarat. 2. Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara eksplisit, karena dianggap menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi (hiden curriculum) yang keterlaksanaannya sangat tergantung kepada kemahiran dan pengalaman guru. Jika terjadi perubahan tingkah laku afektif maka semata- mata adalah hasil atau dampak dari proses pengiring dan bukan dampak langsung dari proses pembelajaran yang didesain. 3. Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu, sehingga memerlukan ketekunan dan kesabaran pendidik. 4. Menilai hasil pendidikan afektif tidak mudah. Bahkan kalau mau berhasil, juga membutuhkan biaya. Misal, jika PR ingin berdaya mendidik (ketekunan, kepercayaan diri, kejujuran, kedisiplinan) maka harus diperiksa dengan saksama oleh guru dan hasilnya dikembalikan kepada siswa untuk dibicarakan. Untuk itu perlu ada insentif bagi guru. Di sinilah letak masalahnya jika sasaran pendidikan yang utuh ingin dicapai. b.
Masalah Kurikulum Pada bagian ini akan dibahas masalah aktual mengenai kurikulum. Masalah kurikulum meliputi masalah konsep dan masalah pelaksanaanya. Yang menjadi sumber masala h ini ialah bagaimana sistem pendidikan dapat membekali peserta didik untuk terjun ke lapangan kerja (bagi yang tidak melanjutkan sekolah) dan memberikan bekal dasar yang kuat untuk ke perguruan tinggi (bagi mereka yang ingin lanjut). Kedua macam bekal tersebut seyogianya sudah mulai diberikan sejak dini. Benih- benihnya sudah ditanam sejak masa prasekolah dan SD, kermudian dasar- dasarnya sudah diperkuat pada SD. Pada saat itu pendidikan 3R‘S (reading, writing, dan arithmatic) memegang peranan penting karena penguasaan 3R‘S yang baik menjadi dasar yang kukuh untuk perkembangan selanjutnya. Sampai dengan akhir pendidikan dasar tersebut (bekal dasar keilmuan dan bekal kerja) sudah harus dikantongi baik bagi mereka yang akan belajar lanjut maupun bagi mereka yang akan terjun ke masyarakat. Saat ini sistem pendidikan dilaksanakan dnegan menggunakan kurikulum 1984 (SK No.0209/U/1984) yang didesain sebagai penyempurnaan kurikulum 1975/76. Jika kurikulum 1975/76 berorientasi kepada produk pendidikan dan kurang membenahi proses pembelajaran maka kurikulum 1984 lebih peduli terhadap kualitas proses pembelajaran. Untuk itu kurikulum 1984 memberi perhatian yang ebsar terhadap CBSA dan keterampilan proses, juga pelaksanaan ko dan ekstrakurikuler dengan memperhitungkan hasilnya sebagai bahan untuk nilai akhir. Konsep ini memang bagus secara teoritis. Tetapi pelaksanaanyamengundang banyak masalah. Titik rawan yang bisa timbul antara lain bagaimana mempersiapkan para pelaksana dan pembina pendidikan di lapangan khususnya guru agar dapat ber-CBSA dan 106
melaksanakan keterampilan proses dalam pembelajaran. Ini bukan persoalan yang mudah, karena merupakan soal perubahan sikap dan keterampilan dalam pembelajaran. Pembenahannya memerlukan penataran, penyuluhan, bimbingan secara kontinu dari para pembina pendidikan serta tenaga ahli, kesemuanya itu berarti beban biaya. Jika bicara soal penataran, disamping persoalan biaya tidak sedikit juga persoalan waktu, karena untuk dapat menjangkau semua guru yang juga jumlah demikian besar memerlukan waktu puluhan tahun. Penelitian yang dilakukan di salah satu provinsi (Sulawesi Selatan) tahun 1993 tentang CBSA *)(yang berarti sesudah 9 tahun konsep CBSA dicetuskan) menunjukkan bahwa belum ada kesatuan bahasa tentang CBSA dikalangan guru, kepala sekolah dan penilik. Bukan tidak mungkin pada beberapa proinsi lain keadaannya juga sama. Kuncinya terletak pada guru sebagai ―The man behind the tool” dalam proses pembelajaran. Tetapi karena CBSA merupakan gerakan baru proses pembelajaran, maka kepala sekolah dan penilik/ pengawas dituntut keaktifan peran sertanya. Kemudia konsep tentang ko dan ekstra kita disamping yang kurikuler secara terpadu dan terprogram, adlah pula konsep yang bagus dan mendasar karena disamping mengaitkan kualitas pendidikan afektif juga menghilangkan tembok pemisah antara sekolah dengan masyarakat yang selama ini membelenggu sekolah sehingga asing dari masyarakatnya. Tetapi pelaksanaan konsep tersebut secara sungguh- sungguh, berarti tambahan beban bagi guru yang dengan kondisi guru dewasa ini adlaah sulit untuk dipenuhi. Kecuali jika insentif guru yang berkaitan dengan itu diperhitungkan. Konsep kurikulum 1984 juga memiliki kelebihan karena adanya keluwesan- keluwesan antara lain: Disediakannya aneka program belajar, untuk melanjutkan ke perguruan tnggi dan untuk memasuki lapangan kerja. Adanya program inti yang sifatnya nasional untuk persatuan nasional, memuat pengetahuan minimal dan program khusus A dan B dapat dipilih sesuai dengan kemampuan dan minat siswa. Adanya program pusat dan program daerah (muatan lokal). Konsep yang luwes tersebut cukup baik dan ideal. Dalam pelaksanaanya mengandung banyak kerawanan. Dengan disediakannya aneka program belajar berarti sekolah menegah berfungsi ganda, sebagai sekolah umum sekaligus juga sebagai sekolah kejuruan. Kondisi demikian menimbulkan masalah personil khususnya tenaga pengajar pengorganisasian, fasilitas, administrasi, dan biaya. Lebih rawan lagi adalah soal program khusus A dan B. Program A memberikan bekal untuk lanjut studi ke perguruan tinggi sedangkanprogram B memberikan bekal untuk terjun ke lapangan pekerjaan. Ternyata dalam prakteknya yang terlaksana hanya program A. Program B tidak terlaksana karena kondisi sekolah pada umumnya tidak memungkinkan. Masalah yang muncul dari keadaan tersebut ialah tanpa sengaja kurikulum 1984 menggiring peserta didik untuk beramai- ramai (karena desakan keadaan) memasuki perguruan tinggi, tanpa melihat secara potensial mampu atau tidak. Tentu saja dnegan segala konsekuensinya setelah berada di perguruan tinggi.
107
Khususnya bagi mereka yang sebenarnya tidak mampu, pemaksaan diri karena arus itu berarti pembiasaan citra diri, dan dilihat dari aset nasional merugikan pembiasaan modal pembangunan, dalam bentuk sumber daya manusia. Satu segi lagi yang cukup modern dari kurikulum 1984 ialah adanya program daerah ( di samping program pusat) yang dikenal sebagai muatan lokal. Prgram ini mengantisipasi hari depan pendidikan yang mengarah pada desentralisasi. Dengan desakan konsep muatan lokal akan semakin menempati posisi penting dalam kurikulum pendidikan. (H.A.R. Tilaar, 1992: 8) Sekalipun demikian tetap disadari bahwa pelaksanaan kurikulum ini tidak mudah dan cukup rumit. Disinilah letak masalahnya. Kerumitan- kerumitan itu antara lain meliputi: Pemilihan materi muatan lokal yang tepat. Penyusunan program ( disajikan secara monolitik atau secara integratif), juga menentukan pihak- pihak yang terlobat dalam pelaksanaan, dari dalam dan dari luar lingkungan sekolah. Koordinasi pelaksanaan. Penyediaan sarana, fasilitas, dan biaya. Semuanya itu menuntut keterampilan dari para pelaksana dan pembina pendidikan di lapangan yang harus bergerak sebagai tim dengan ditunjang kemauan yang besar sebagai tekad bersama. Hambatan yang besar dari pemecahan terhadap konsep tersebut adalah bagaimana memasyarakatkannya dikalangan para pelaksana pendidikan di lapangan. Disamping itu dengan pemahaman dan penguasaan yang tidak mendalam terhadap pelaksanaan muatan lokal dapat menimbulkan anggapan bahwa muatan lokal akan mengganggu penyiapan peserta didik untuk menghadapi EBTA dan EBTANAS. c.
Masalah Peranan Guru. Konsep- konsep baru lahir sebagai cerminan humanisme yang memberikan arah baru pada pendidikan. Sejalan dengan itu perkembangan iptek yang pesat menyumbangkan caracara baru yang lebih mantap terhadap pemecahan masalah pendidikan. Dalam realisasinya dipandu oleh kurikulum yang selalu disempurnakan. Sejalan dengan itu maka guru sebagai suatu komponen sistem pendidikan juga harus berubah. Dahulu sebuah sekolah sudah dapat beroperasi jika ada murid, guru , dan ruanga tempat belajar dengan beberapa sarana seperlunya. Guru merupakan satu- satunya sumber belajar yang menjadi pusat tempat bertanya. Tugas guru memberikan ilmu pengetahuan kepada murid. Cara demikian dipandang sudah memadai karena ilmu pengetahuan guru belum berkembang, cakupannya masih terbatas. Kebutuhan hidup dewasa ini juga masih sederhana. Dewasa ini berkat perkembangan iptek yang demikian pesat bahkan merevolusi, sejak abad ke-19, bagi seorang guru tidak mungkin lagi menguasai seluruh khasanah ilmu pengetahuan walau dalam bidangnya sendiri yang ia tekuni. Dia tidak mungkin menjadikan dirinya gudang ilmu dan oleh karena itu juga tidak satu-satunya sumber belajar bagi muridnya. Tugasnya bukan memberikan ilmu pengetahuan emlainkan terutama menunjukkan jalan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan, dan mengembangkan dorongan untuk berilmu. Dengan kata lain menumbuh kembangkan budaya membaca dan budaya meneliti 108
untuk menemukan sesuatu ( scientific curiesity) pada diri muridnya. Dengan singkat dikatakan tugas guru adalah ―Membelajarkan pelajar‖. Guru mendudukkan dirinya hanya sebagai bagian dari sumber belajar. Beraneka ragam sumber belajar yang hanya justru dapat ditemukan di luar diri guru seperti perpustakaan, taman bacaan, museum, toko buku, berbagai media massa, lembaga- lembaga sosial, orangorang pintar, kebun binatang, alma dan lingkungan sekitar, dan lain- lain. Sebagaimana comenius pernah mengingatkan bahwa alam ini adalah buku besar yang lengkap isinya. Dari sisi kebutuhan murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Untuk memadu proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti konselor (guru BP), pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Dengan hadirnya petugas- petugas lain tersebut di samping guru maka sejumlah kesibukan yang semestinya tidak dilakukan (tetapi yang selama ini dianggap) dapat dialihkan. Tetapi ini tidak berarti bahwa ia lalu kehilangan fungsi. Justru sebaliknya fungsinya bertambah banyak hanya bergeser ke arah lain. Kini ia memiliki cukup waktu untuk mengerjakan hal- hal yang semestinya ia lakukan, tetapi yang selama itu tertelantarkan lantaran ketiadaan waktu karena terpaksa menanggulangi kegiatan- kegiatan yang semestinya dilakukan oleh tenaga- tenaga yang lain tadi. Sekarang kecukupan waktu dapat digunakan untuk: Melakukan kontak dan pendekatan manusiawi yang lebih intensif dengan muridmuridnya. Pelayanan kelompok dan individual dalam bentuk memperhatikan kebutuhan individual/kelompok, mendorong semangat untuk maju berkreativitas, dan bekerja sama, menumbuhkan rasa percaya diri, harga diri dan tanggung jawab, menghargai waktu dan kedisiplinan, menghargai orang lain, dan menemukan jati diri. Inilah sisi pendidikan dari tugas seorang guru yang telah lama terabaikan. Dari sisi pembelajaran ia diharapkan mampu mengelola proses pembelajaran (sebagai manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran (director), mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (koordinator), mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber belajar (komunikator), menyediakan dan memberikan dorongan belajar (stimulator). Dalam hubungan dengan multiperan guru seperti dikemukakan diatas maka masalah yang timbul ialah bagaimana guru dapat melakukan multiperan seperti itu jika pada kebanyakan sekolah mereka adalah pejuang tunggal. Kalaupun seandainya ia sudah didampingi oleh petugas yang lain seperti konselor dan lain- lain, sudahkah ia memiliki wawasan dan kemampuan yang cukup untuk melaksanakan multiperannya itu. Kenyataan menunjukkan bahwa kebanyakan guru belum siap untuk berbuat demikian. d.
Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun Keberadaan pendidikan dasar 9 tahun mempunyai landasan yang kuat. UU RI Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 6 menyatakan tentang hak warga negara untuk mengikuti pendidikan sekurang- kurangnya tamat pendidikan dasar, dan Pasal 13 menyatakan tujuan pendidikan dasar. Kemudian PP Nomor 28 Tahun 1990 tentang pendidikan dasar, Pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan pendidikan 9 tahun , terdiri atas program pendidikan 6 tahun di SD dan program pendidika 3 tahun di SLTP, Pasal 3 memuat tujuan pendidikan dasar, yaitu memberikan bekal pendidikan dasar, kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan 109
anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk emngikuti pendidikan menengah. Ketetapan- ketetapan tersebut merupaka realisasi GBHN 1993tentang arah pendidikan nasional butir 26 yang antara lain mengatakan perlunya peningkatan kualitas serta pemerataan pendidikan, terutama peningkatan kualitas pendidikan dasar. Dilijat dari segi lamanya waktu belajar pada pendidikan dasar yaitu 9 tahun (yang di dalam GBHN 1993 butir 2c dinyatakan sebagai pelaksanaan wajib belajar 9 tahun), kita sudah mengalami langkah maju dibanding dengan masa- masa sebelumnya yang menetapkan wajib belajar hanya 6 tahun yaitu sampai tingkat SD. Secara konseptual dan acuan yang diberikan oleh ketetapan- ketetapan resmi tersebut sudah sejalan dengan kebutuhan pembangunan, antara lain: Untuk memasuki PJPT II diperlukan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Pendidikan dasar akan memperkuat fungsinya sebagai akar tunjang yang menopang kualitas proses pendidikan pada jenjang- jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang selama ini posisinya sangat lemah sebelum ini SD selalu kehilangan guru yang berkualitas, sebab hampir guru- guru SD yang telah berhasil menata diri menjadi sarjana berusaha pindah mengajar pada sekolah menengah ataupun perguruan tinggi, karena formasi kenaikan golongan di SD bersifat tertutup. Sekarang formasi sudah terbuka, (keputusan Menpan Nomor 26/Menpan/1986) sehingga dapat tetap mengabdi pada sekolah dasar. Persyaratan kerja yang dituntut dunia kerja semakin meningkat sehingga dengan basis pendidikan dasar 9 tahun tentunya lebih baik daripada hanya 6 tahun. Khususnya persyaratan usia, usia tamat pendidikan dasar semakin mendekati usia kerja menurut peraturan Menaker No:Per-01/Men/1987, Pasal 1 tentang batas umur layak kerja yaitu 14 tahun. Dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, lebih- lebih dalam tahap awal sudah pasti banyak hambatannya, hambatan tersebut ialah : 1.1 Realisasi pendidikan dasar yang diatur dengan PP No.28 Tahun 1989 masih harus dicarikan titik temunya dengan PP No.65 Tahun 1961 yang mengatur sekolah dasar sebagai bagian dari pendidikan dasar, karena PP tersebut belum dicabut, (H.A.R. Tilaar, 1992; 21). 1.2 Kurikulum yang belum siap. Jika dalam tahun 1994 ini kurikulum tersebut sudah dapat didistribusikan ke sekolah- sekolah, tentunya sarana menunjang lainnya seperti juklak, buku- buku, dan fasilitas lainnya masih harus ditunggu lagi. 1.3 Pada masa transisi para pelaksana pendidikan dilapangan perlu disiapkan melalu bimbingan – bimbingan, penyuluhan, penataran, dan lain- lain. Hambatan lain berasal dari sambutan masyarkat, utamanya dari orang tua/ kalangan yang kurang mampu. Mereka mungkin cenderung untk tidak menyekolahkan anaknya karena harus membiayai anaknya lebih lama. Padahal tidak dapat berharap banyak dari anaknya untuk segera memperoleh pekerjaan setelah tamat dari sekolah.
110
2)
Upaya Penanggulangan. Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah- masalah aktual seperi telah dikemukakan pada butir 1, antara lain sebagai berikut: - Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terpogram tidak cukup hanya secara insidental. Pendekatan keterampilan proses yang sudah disebarluaskan konsepnya perlu ditindak lanjuti dengan menyebarkan buku panduannya kepada sekolah- sekolah. Dalam hubungan ini pelaksanaan hubungan pendidikan kesenian perlu diberi perhatian khusus sehingga tidak menjadi pelajaran yang dikesampingkan. - Pelaksanaan ko dan ekstrakulikuler dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir atau pelulusan. Untuk itu perlu dikaitkan dengan pemberian insentif bagi guru. -
-
-
Pemilihan siswa atau kelompok yng akan melanjutkan belajar ke perguruan tinggi dengan yang akan terjun ke masyarakat merupaka hal yang prinsip karena pada dasarnya tidak semua siswa secara potensial mampu belajar di perguruan tinggi. Oleh karena itu perlu disusun rancangan yang mantap untuk itu. Misalnya antara lain sekolah menengah kejuruan tingkat atas diperbanyak dengan berbagai jenisnya. Di segi lain pendirian perguruan tinggi swasta dibatasi dan akreditasi PTS di perketat. Pendidikan tenaga kependidikan ( Prajabatan dan dalam jabatan) perlu diberi perhatian khusus oleh karena tenaga kependidikan khususnya guru menjadi penyebab utama lahirnya sumber daya manusia yang berkualitas. PKG (Pusat Kegiatan Guru), MGBS (Musyawarah Guru Bidang Studi) dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) perlu ditumbuhkembangkan terus sebagai model pengembangan kemampuan guru (self sustaining competencies). Pendayagunaan sumber belajar yang beraneka ragam perlu ditingkatkan. Upaya ini menjadi tanggung jawab kepala sekolah, guru, dan teknisi sumber belajar. Untuk pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, apalagi jika dikaitkan dengan gerakan wajib belajar, perlu diadakan penelitian secara meluas pada masyarakat untuk menemukan faktor penunjang dan utamanya faktor penghambatnya.
Kepada masyarakat luas perlu diberikan informasi yang sifatnya memperjelas dan persuasif tentang makna dan dari pendidikan dasar. Realisasi dari pelaksanaan pendidikan dasar ini dilakukan secara bertahap.
111
BAB IX PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN Setelah kita awali pembicaraan kita dengan hal-hal yang sifatnya sangat umum, seperti yang telah di bahas dalam bab pendahuluan, maka marilah kita masuk sedikit demi sedikit kedalam ruang yang menjadi ruang lingkup dai pendidikan itu sendiri. Di bawah ini akan kita bicarakan secara berturut-turut: - Apakah pendidikan itu? - Mendidik dan Mengajar - Batas-batas kemampuan dasar - Lama pendidikan dan kedewasaan - Macam-macam pendidikan
2.1 APAKAH PENDIDIKAN ITU? Jika kita bertanya, pakah dan kapankah pendidikan itu ada, maka sebenarnya kita dapat menjawab secara tegas, bahwa pendidikan itu mulai ada sejak adanya makhluk manusia yang pertama. Hanya saja, apa isi dan caranya yg mungkin berbeda-beda. Pada jamannya kehidupan manusia-manusia primitif, dimana sebagian besar dari penghidupannya hanya berburu dan menangkap ikan, maka dipandang sudah cukuplah pendidikan anak itu bila ia telah memiliki kepandaian dalam menggunakan alat-alat serta mempunyai kecekatan-kecekatan dan ketrampilan-ketrampilan untuk keperluan-keperluan berburu dan menangkap ikan. Demikian juga cara-caranya pendidikan itu dilaksanakan. Mungkin tidak pernah anak itu diberikan penjelasan-penjelasan secara khusus tentang bagaimana cara menggunakan alat-alat berburu dan alat-alat menangkap ikan itu, bagaimana cara menangkap ikan agar memperoleh hasil yang sebanyak-banyaknya, kapan musimmusimnya banyak ikan dan sebagainya. Melainkan, langsung mereka itu ikut serta membantu orang tua mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Cara demikian masih dilanjutkan pada jaman kehidupan bercocok tanam secara primitif. Tetapi dengan kemajuan-kemajuan jaman, dimana kehidupan dalam masyarakat sudah menjadi kompleks, dimana telah kita dapati sekolah-sekolah formal di samping pendidikan dalam keluarga, maka isi maupun cara-cara pelaksanaan pendidikan sudah jauh berbeda. Lebih-lebih pada dewasa ini, dimana kita hidup dalam abad Apollo dan computer. Hal ini menuntut konsekuensi perubahan-perubahan secara radikal, baik mengenai isi maupun secara pelaksanaan pendidikan. Pendidikan pada dewasa ini harus dilaksanakan dengan teratur dan sistematis, akan dapat memberikan hasil yang sebaik-baiknya. Dari uraian diatas, kita dapatkan inti-inti yang terkandung dalam pengertian pendidikan sebagai sebagai berikut: a. Bahwa pendidikan itu tidak lain adalah merupakan suatu usaha daripada manusia. 112
b. Bahwa usaha itu dilakukan atau dilaksanakan secara sadar. c. Bahwa usaha itu dilakukan oleh orang-orang yang merasa harus bertanggung jawab kepada hari depan anak d. Bahwa usaha itu selalu menuju ke arah suatu tujuan tertentu. e. Bahwa usaha itu perlu dilaksanakan secara teratur dan sistematik. Dengan demikian maka kita dapati definisi pendidikan yang bersifat umum dan luas sebagai berikut: Definisi I : Pendidikan ialah suatu usaha yang sadar yang teratur dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. Definisi lain yang kiranya telah lebih tegas lagi adalah sebagai berikut: Definisi II : Pendidikan ialah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohaninya untuk mencapai tingkat dewa. Dari definisi yang kedua ini sebenarnya tersimpulkan pengertian-pengertian sebagai berikut: a. Bahwasannya pendidikan itu tidak lain daripada bantuan belaka. Hal ini berarti pula, bahwa dalam diri anak didik ada kemamuan atau potensi untuk memperkembangkan dirinya sendiri. b. Bahwasannya bantuan itu, dilaksanakan secarasengaja atau secara sadar seperti diatas. Bantuan yang diberikan secara sadar ini membawa konsekuensi pula, bahwa bantuan itu harus dilaksanakan secara teratur dan sistematis. c. Bahwa yang menjadi obyek pendidikan itu hanyalah anak yang masih dalam pertumbuhan. d. Bahwa batas akhir dari pendidikan itu ialah tingkat dewasa atau kedewas aan. Sehinga menurut definisi ini orang-orang yang telah dewasa adalah bukan obyek dari pendidikan. (Hal ini nanti akan dijelaskan lagi).
2.2 MENDIDIK DAN MENGAJAR Dalam praktek kehidupan sehari-hari, lebih banyak kita jumpai perkataan mengajar dari mendidik. Biarpun dalam kenyataannya, dalam kita mengajar itupun sebenarnya kita telah mendidik juga. Secara teoritis, maka pengertian mengajar tidaklah sama dengan mendidik. Mengajar berarti menyerahkan atau menyampaikan ilmu pengetahuan ataupun ketrampilan atau lain sebagainya kepada orang lain, dengan menggunakan cara-cara tertentu, sehingga pengetahuan ataupun ketrampilan dan sebagainya itu dapat menjadi milik orang tersebut. Dengan demikian yang menjadi aksentuasi dalam mengajar ialah materi atau isi dari bahan yang diajarkan. Dipergunakan untuk apa pengetahuan atau ketrampilan yang telah diperoleh dari proses mengajar itu, tidaklah menjadi soal. Sebaliknya, dalam mendidik, yang menjadi aksentuasinya adalah terletak pada tujuan dari pekerjaan mendidik itu. Pendidikan senantiasa berusaha untuk membawa anak kepada tujuan tertentu. Berdasarkan kepada kedua definisi pendidikan diatas maka tujuan itu dirumuskan sebagai cita-cita pendidikan atau kedewasaan itu? Dalam hal ini marilah kita kembali meneliti apa yang menjadi sifat-sifat ilmu pendidikan. Di atas telah disebutkan, bahwa sifat ketiga dari ilmu pendidikan ialah bersifat normatif. Pendidikan senantiasa berusaha untuk membawa anak kepada nilai-nilai yang luhur, kepada norma-norma susila. Pendidikan senantiasa berusaha menanamkan norma113
norma susila itu kepada anak. Pendidikan senantiasa berusaha agar anak memiliki nilai-nilai dan norma-norma itu didaam dirinya, dan selanjutnya bersikap dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki itu. Dengan demikian, mendidik tidak cukup hanya dengan memberikan ilmu pengetahuan dan ketrampilan saja. Disamping memberikan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, kita tanamkan kepada anak nilai-nilai dan norma-norma susila yang tinggi dan luhur. Dengan pelajaran Sejarah Nasional, maka pendidik tidak hanya memberikan pengetahuan tentang Sejarah Nasional itu secara ansich. Melainkan, melalui pelajaran Sejarah Nasional itu, para pendidik berusaha untuk menanamkan sifat-sifat kepahlawanan, sifat-sifat tanah air, sifat-sifat cinta kemerdekaan , keadilan dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa: a. Mendidik adalah lebih luas daripada mengajar b. Mengajar hanyalah merupakan alat atau sarana didalam mendidik (pendidikan) c. Mendidik harus mempunyai tujuan nilai-nilai yang tinggi. Untuk lebih memperjelas pembedaan pengertian antara mendidik dan mengjar ini, kiranya patutlah ditambahkan disini contoh perumpamaan Hoogeveld sebagai berikut: Seorang penjahat telah berhasil mendidik anaknya menjadi penjahat yang ulung. Maka dalam hal ini Hoogeveld menyebutnya bahwa pendidik semacam diatas itu sebenarnya bukanlah pendidikan. Sebab didalamnya tidak tergantung nilai -nilai yang luhur. Kalau tokh itu dapat dikatakan sebagai pendidikan, maka disebutnya pendidikan itu pendidikan yang sesat. Sebaliknya Langeveld, dalam hal ini menyebutkan lain lagi. Langeveld mengatakan, bahwa hal di atas itu bukanlah merupakan usaha pendidikan, tetapi tidak lain adalah perkosaan terhadap martabat manusia. Dalam hal ini Langeveld mengakui, bahwa manusia mempunyai martabat sebagai makhluk susila. Sehingga segala usaha yang membawa manusia ke arah yang bertentangan dengan martabatnya itu, di anggap sebagai sesuatu pelanggaran, suatu penyelewengan suatu perkosaan.
2.3 BATAS-BATAS KEMAMPUAN PENDIDIKAN Dalam definisi kedua dalam pendidikan di atas disebutkan, bahwa pendidikan itu tidak lain adalah suatu bantuan. Dengan pengertian bahwa pendidikan itu tidak lain adalah suatu bantuan, maka ini berarti bahwa ada pihak yang dibantu atau yang menerima bantuan tersebut. Adapun pihak yang dibantu ini ialah anak didik dengan segala potensi yang ada dalam dirinya. Di samping itu,, bertolak juga dari pengertian bahwa pendidikan itu hanya merupakan suatu bantuan , maka ini mengandung arti pula, bahwa kemampuan dari pendidikan yang merupakan suatu bantuan itu ada batasnya. Kemampuan pendidikan mempunyai batas-batas tertentu Kemampuan dari pendidikan dibatasi leh faktor-faktor tertentu. Adapun faktor-faktor yang membatasi kemampuan pendidikan itu ialah: a. Faktor-faktor yang terletak pada anak didik b. Faktor-faktor yang terletak pada si pendidik c. Faktor-faktor yang ada di dalam lingkungan a. Faktor anak didik Anak didik adalah merupakan pihak yang dbantu. Atau dapat juga kita pergunakan istilah pihak yang dibentuk. Sebagai pihak yang dibentuk, sebenarnya dalam diri anak itu terdapat potensi-potensi. Potensi-potensi ini merupakan kemungkinan-kemungkinan, yang 114
memberikan kepada bantuan yang datang dari luar, yaitu pendidikan, itu memberikan hasil atau tidak. Dalam hal ini kita mengetahui bahwa masing-masing anak itu memiliki potensi potensi nya sendiri. Yang mungkin antara anak yang satu dengan yang lain potensi-potensi itu berbeda. Mungkin berbeda dalam hal kualitasnya, dan mungkin berbeda dalam hal bidang dari potensi-potensi itu. Yang dimaksud dengan istilah potensi disini kiranya adalah sama dengan yang dimaksud dengan istilah pembawaan atau bakat. Sehingga dalam hal ini, seorang anak yang memang tidak berpembawaan dalam hal Ilmu Pasti misalnya, biarpun mendapat bantuan dai luar yang baik, kiranya tidak memberikan kemungkinan hasil yang memuaskan. Demikian juga dengan anak yang tidak berpembawaan dalam hal seni lukis, biarpun mendapat pendidikan dari luar yang baik, kiranya tidak akan memberikan hasil yang baik juga. Bagaimanapun pandainya seorang Guru(Pendidik), maka tak mungkin kiranya ia sanggup mengubah anak yang bodoh ataupun lemah ingatan menjadi s eorang anak pandai dan cerdas. b. Faktor si Pendidik Pendidik adalah merupakan pihak yang memberikan bantuan. Seperti halnya dengan anak didik, maka masing-masing pendidik dalam memberikan bantuannya, terdapat perbedaan-perbedaan. Baik perbedaan-perbedaan dalam dalam hal cara dan gayanya. Masing-masing pendidik mempunyai cara dan gayanya sendiri-seniri dalam mendidik atau mengajar. Masing-masing pendidik mempunyai cara-cara pendekatan (approach) sendiri dalam mendidik anak. Cara dan gaya dari seorang pendidik dalam melayani bantuan kepada anak didik, belum tentu cocok bagi seorang anak; cara dan gaya yang cocok bagi seorang anak, mungkin tidak cocok ba gi anak yang lain. Keragaman dalam sifat, kemampuan dan cara-cara yang dipergunakan oleh para pendidik inilah yang turut pula membatasi berhasilnya pendidikan yang diberikan. Kiranya kita sendiri penah merasakan atau mengalami hal -hal seperti yang dilukiskan di atas. Suatu mata pelajaran akan sangat menarik, mudah diterima dan mudah dimengerti, apabila mata pelajaran tersebut diberikan oleh Bapak atau Ibu X. Tetapi sebaliknya, jika Bapak atau Ibu Y yang memberikan, maka pengajarannya menjadi membosankan, sukar diterima dan sukar dipahami. c. Faktor Lingkungan Yang dimaksud dengan faktor lingkungan disini ialah dapat berupa benda benda, orang-orang, ataupun kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang ada disekitar anak didik. Semua hal dan kejadian-kejadian yang ada di sekitar anak mempunyai pengaruh langsung terhadap pembentukan dan perkembangan anak. Lingkungan dapat memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan dan perkembangan, tete pi sebaliknya, lingkungan dapat pula memberikan pengaruh yang negatif. Yang dimaksud dengan pengaruh positif ialah, apabila lingkungan itu memberikan kesempatan yang baik serta memberikan dorongan atau motivasi terhadap pembentukan dan perkembangan anak. Sedang yang dimaksud dengan pengaruh negatif ialah, apabila lingkungan itu tidak memberikan kesempatan yang baik dan bahkan menghambat terhadap proses pendidikan. Contoh: Kita belajar Bahasa Inggris di suatu lingkungan dimana Bahasa Inggris merupakan bahasa pergaulan sehari-hari. Dimana saja kita berada, kita harus mempergunakan bahasa inggris. Maka lingkungan yang demikian dikatakan memberikan pengaruh positif. Disekolah kita memberikan pendidikan agama kepada anak. Tetapi dirumah, di dalam keluarga dari anak tersebut, juga di dalam keluarga 115
tetangga-tetangganya, tidak ada yang melaksanakan ibadat-ibadat keagamaan. Bahkan dalam lingkungan itu sering terjadi, bahkan mengadakan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang diterima anak disekolah. Maka dalam hal ini, lingkungan itu memberikan pengaruh yang negatif. Dengan demikian, lingkungan turut menentukan pada berhasil atau tidaknya pendidikan yang dilaksanakan. Lingkungan turut membatasi kemampuan dari pendidikan.
2.4 LAMA PENDIDIKAN DAN KEDEWASAAN Yang dimaksud dengan lama pendidikan disini ialah hal yang menyangkut masalah kapan pendidikan itu dimulai dan kapan pendidikan itu berakhir. Kpan pendidikan itu dimulai dan kapan pendidikan itu berakhir, oleh Langeveld dalam bukunya teoritis Pedagogiek disebutnya juga batas-batas pendidikan. Saat kapan pendidikan itu dismulai disebutnya batas bawah dari pendidikan. Dan saat kapan pendidikan itu berakhir disebutnya batas dari pendidikan Sekarang timbullah pertanyaan: Manakah batas bawah dan manakah batas atas dari pendidikan itu? Kapankah pendidikan itu dimulai, dan kapan pendidikan itu berakhir? Ntuk menjawab pertanyaan ini, baiklah kita tinjau kembali kedua macam definisi pendidikan di atas. Dari kedua definisi ini, kita tidak menentukan batas dari pendidikan, batsa dalam arti waktu. Melainkan batas dari pendidikan itu adalah berupa persyaratan keadaan, yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan mendidik. Menurut langeveld, batas bawah dari pendidikan itu ialah saat dimana anak tel ah mulai sadar/mengenal kewibawaan (gezaag). Kewibawaan dalam pendidikan dimaksudkan, adanya kesediaan untuk mengakui dan menerima pengatuh atau anjuran yang datang dari orang lain, atas dasar suka rela. Jadi penerimaan pengaruh itu bukan karena terpaksa, bukan karena takut akan sesuatu. Pada umumnya anak telah mulai mengenal kewibawaan ini, apabila anak telah mencapai umur sekitar empat tahu (hubungkan hal ini dengan umur masuk Taman KanakKanak). Pada umur itu anak mulai mengenal kewibawaan dan ini berarti bahwa mulai saat itu telah bisa menerima pendidikan. Sedang batas atas dari pendidikan, menurut definisi diatas ialah apabila anak telah mencapai tingkat dewasa. Dewasa yang dimaksud disini ialah dewasa dal am arti rohaniah. Adapun ciri-ciri utama kedewasaan ini di antaranya ialah: a. Adanya sifat kestabilan (kemantapan). Kestabilan ini meliputi kestabilan dalam tingkah laku atau tindakan, kestabilan dalam pandangan hidup, dan kestabilan dalam nilai-nilai. Kestabilan dalam tingkah laku berarti, bahwa seorang dewasa dalam segala perbatan-perbuatannya, segala tindakannya, senantiasa berdasarkan atas suatu rencana. Rencana yang telah ditentukan, dipikirkan dan dipertimbangkan dengan masak-masak guna mencapai suatu tujuan tertentu. Ini tidak berarti, bahwa t indakan dari seorang dewasa ini tidak bisa terjadi perubahan. Namun perubahan itupun sudah didasarkan pada suatu rencana yang telah dipikirkan dan dipertimbangkan masakmasak dengan melihat kondisi-kondisi yang ada.
116
Contoh: Seorang mahasiswa kedokteran akan mengapdikan dirinya sepenuhnya untuk mencapai cita-citanya, yaitu untuk menjadi dokter. Segala perbuatannya, segala tindakannya, segala perhatiannya, segala aktivitas hidupnya dicurahkan untuk mencapai cita-cita tersebut. Tetapi malang baginya, bahwa suatu saat terjadi suatu hal yang memaksanya, bahwa ia harus mengubah cita-cita yang selama ini ia perjuangkan. Dengan demikian A memutuskan untuk mengganti tujuan di atas dengan tujuan yang dapat dicapainya. Dengan demikian kestabilan disini bukan kestabilan yang bersifat statis, melainkan kestabilan yang bersifat dinamis. Kestabilan dalam pandangan hidup berarti, bahwa dengan penuh kesadaran dan keyakinan, seorang dewasa telah manut suatu pandangan hidup keagamaan tertentu. Ini tidak berarti bahwa ia mesti mempunyai pengetahuan tentang keagamaan yang di anut secara mendalam. Melainkan apa yang diketahui dai faham keagamaan yang di anutnya, di pegangnya teguh dan di wujudkannya dalam pen ghidupannya sehari-hari dengan penuh tanggung jawab. Disamping itu, kesta bilan dalam pandangan hidup tidak mungkin mengadakan perubahan dalam pandangan hidup keagamaannya, melainkan karena sesuatu alasan, orang dewasapun bisa berubah pandangan hidup keagamaannya. Misalnya, seorang yang berpandangan hidup keagamaan islam, karena ia akan menikah dengan orang yang berpandangan hidup keagamaan katolik, maka ia mengubah pandangan hidupnya kepada pandangan hidup keagamaan katolik. Demikian pula dapat terjadi hal yang sebaliknya, yaitu orang yang berpandangan hidup keagamaan katolik, karena akan menikah dengan orang yang berpandangan hidup keagamaan islam, ia mengubah pandangan hidupnya kedalam pandangan hidup keagamaan islam. Kestabilan dalam nilai-nilai berarti, bahwa orang dewasa itu telah menentkan sikap-sikap yang pasti terhadap nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat. Mis alnya terhadap nilai-nilai kebenaran, nilai-nilai keadilan, kejujuran , dan juga terhadap masalah-masalah seperti dekadensi moral perbuatan-perbuatan kriminalitas , pelacuran dan sebagainya. Apakah ia beranggapan bahwa tidak menepati janji, korupsi, penyelewengan penyelewengan dan perzinahan sebagai suatu yang bisa saja ataukah menganggapnya sebagai hal-hal yang tercela. Sebenarnya, sikap terhadap nilai-nil ai dalam masyarakat ini bersumber juga pada sikap pandangan hidup yang telah di anutnya. Kestabilan dalam nila-nilai inipun, seperti juga kestabilan yang lain, karena s esuatu hal dapat mengalami perubahan. Seorang yang pada waktu mudanya terkenal sebagai seorang jahat yang berpendirian bahwa perampokan, pembunuhan dan sebagainya sebagai suatu yang biasa saja, maka setelah tua ia berubah sama sekali. Ia mengutuk perbuatan-perbuatan itu, ia menjadi seorang yang alim, yang taat menjalankan ajaranajaran agama, dapat pula berubah menjadi orang yang acuh tak acuh terhadap larangan-larangan tuhan. Senang berbuat kemaksiatan dan sebagainya. b. Adanya sifat tanggung jawab. Sifat tanggung jawab ini meliputi tanggung jawab secara individual, tangung jawab secara sosial dan tanggung jawab secara susila. Bertanggung jawab secara individual berarti, bahwa seorang yang telah dewasa harus bertanggung jawab terhadap segala akibat dari perbuatannya. Ian harus berani menanggung resiko dari apa yang telah dilakukannya. Dalam hal ini menolak suatu tanggung jawab tidak berarti bahwa orang dewasa itu tidak bertanggung jawab. Menolak suatu tanggung 117
jawab karena suatu alasan, adalah merupakan perbuatan yang bertanggung jawab. Ia menolak justru kare bertanggung jawab. Contoh: Seorang ditawari untuk memangku suatu jabatan. Tetapi, karena ia merasa tidak ahli dalam hal itu, maka ia menolaknya. Ia menolak oleh karena, apabil a ia menerima jabatan itu, ia bertanggung jawab kepada kebaikan/keberesan pekerjaan yang telah diterimanya. Tetapi, oleh karena ia merasa bahwa ia tidak mampu untuk keberesan pekerjaan yang diterimanya itu, maka ia menolaknya. Jadi tetap ia menunjukkan sikap tanggung jawab. Bertanggung jawab secara sosial berarti, bahwa perbuatan seorang dewasa, telah dipikirkannya dan diperhitungkannya akibat-akibatnya terhadap orang lain, terhadap sesama hidup, terhadap masyarakat. Apakah perbuatannya itu menguntungkan ataukah merugikan kepada orang lain, kepada sesama. Perbuatan yang menguntungkan diri pribadi, tetapi merugikan kepada orang lain atau merugikan kepentingan umum, maka perbuatan itu secara sosial tidak bisa dipertanggung jawabkan. Perbuatan yang menguntungkan kepentingan umum, teta pi merugikan kepada beberapa pribadi, maka secara sosial masih bis a dipertanggung jawabkan. Perbuatan seorang dewasa harus bisa di pertanggung jawabkan baik secara individual maupun secara sosial. Bertanggung jawab secara susila berarti, bahwa perbuatan seorang dewasa harus sesuai dengan norma-norma susila. Perbuatan itu harus mencerminkan perbuatan yang susila, perbuatan yang bermoral, perbuatan yang tidak bertentangan dengan etika. Seorang dewasa yang berani menanggung resiko apapun sebagai akibat perbuatannya yang amoral, maka ia sebenarnya belum bertanggung jawab secara susila. Secara individual, ia telah bertanggung jawab. Sebab telah berani menanggung resiko akibat dari perbuatannya. Tetapi, secara susila ia belum atau tidak bertanggung jawab. Sebab bila ia bertanggung jawab secara susila, maka ia akan menyesuaikan perbuatannya itu dengan norma-norma susila. Dan sebagai perwujudan tanggung jawab secara susila itu ialah, ia tidak melakukan perbuatan yang amoral tersebut. c. Adanya sifat berdiri sendiri (zetfstanding). Sifat berdiri sendiri disini berarti, bahwa perbuatan-perbuatan dari orang dewasa itu adalah merupakan pilihannya sendiri, ditentukan sendiri dan diputuskan sendiri. Apa yang telah dipilihnya, ditentukannya dan diputuskannya adalah didorong oleh dirinya sendiri, dan tidak menggantungkannya kepada orang lain. Dalam hal ini tidak berarti, bahwa orang dewasa itu tidak mau menerima (tertutup terhadap) saran-saran dan kritik-kritik. Ia tetap bersedia mendengarkan saran-saran dan kritik-kritik, akan tetapi, dalam ia menentukan keputusannya, ia bebas dan tidak menggantungkan diri pada saran-saran dan kritik-kritik. Keputusan yang di ambilnya adalah tetap atas dari dorongan dari dirinya sendiri. Soal keputusan itu sesuai dengan saran yang disampaikan, adalah tidak menjadikan persoalan, dan hanya berdasarkan kebetulan saja. Ada yang mengartikan pula, bahwa sifat berdiri sendiri atau tidak menggantungkan diri ini, berarti juga berdiri sendiri secara ekonomis. Dengan demikian dikatakan, bahwa orang itu telah dewasa apabila telah sanggup menyelenggarakan pembiayaan dirinya sendiri (sudah mentas, dalam bahasa jawa). Dalam kenyataan kehidupan, maka berdiri sendiri secara ekonomis inilah yang banyak dipergunakan sebagai ukuran, apakah seorang itu telah dewasa atau belum. Kembali kita kepada batas-batas pendidikan.
118
Bahwa batas-batas pendidikan yang telah di uraikan di atas ialah be rdasarkan pada tinjauan saran sarjana-sarjana pendidikan di dunia barat. Sehinggan pada umumnya bila anak telah mencapai umur dua puluh atau dua puluh satu tahun, maka anak tersebut dilepaskan sepenuhnya dari tanggung jawab orang tua. Anak harus berdiri sendiri (zelfstanding). Anaka harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri dalam segala hal. Tetapi lain halnya dengan faham di sunia timur tentang pendidikan. Bangsa-bangsa timur mempunyai faham, bahwa pendidikan tidak hanya di mulai sejak prenatal saja. Melainkan, bahwa pendidikan itu sudah dimulai sejak masa anak itu diciptakan atau masa konsepsi. Pendidikan masa konsepsi berupa renungan-renungan tentang anak yang bagaimana yang dicita-citakan. Puja dan puji do‘a kepada Hyang Pencipta Alam. Berbagai macam perbuatan dan kelakuan (dalam bahasa jawa: ngelakoni) yang kesemuanya itu ditujukan agar dikaruniai anak yang baik yang shaleh, yang berbakti kepada orang tua dan sebagainya. Pendidikan ini dilanjutkan dengan pendidikan yang prenatal yang antara lain berupa berbagai macam pantangan-pantangan atau tindakantindakan tabu. Sesuai dengan faham timur, bahwa pendidikan itu adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan hidup, maka pendidikan itu baru berakhir setelah manusia itu masuk ke liang kubur. Dengan demikian pendidikan itu berlaku selama hidup ( life long education).
2.5 MACAM-MACAM PENDIDIKAN Seperi di atas telah disebutkan, bahwa pendidikan bukanlah melulu masalah teoritis belaka, melainkan lebih-lebih adalah masala h praktis. Masalah yang banyak bersangkut-paut dengan pelaksanaan. Dengan dari segala pelaksanaannya, maka pendidikan itu bisa dibeda-bedakan melalui beberapa macam cara diantaranya ialah: a. Pembedaan menurut filsafat atau pandangan hidup Berdasarkan filsafah atau pandangan hidup kita kenal macam-macam pendidikan seperti: - Pendidikan nasionalis, yaitu pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu b angsa dengan berdasarkan pada filsafat dan pandangan hidup bangsa itu, dan berorientasi pada tujuan dan cita-cita bangsa. Contoh: pendidikan di Indonesia sekarang - Pendidikan kolonialis, yaitu pendidikan yang diselenggarakan oleh kaum penjajah, dengan berdasarkan filsafah dan pandangan hidup yang mungkin berbeda dengan bangsa yang di jajah, dan berorientasi kepada tujuan dan cita-cita dari bangsa yang menjajah. contoh: Pendidikan di Indonesia pada zaman penjajahan belanda. - Pendidikan komunis, yaitu pendidikan yang berdasarkan filsafah dan pandangan hidup komunisme contoh: Pendidikan di Uni_Sovyet - Pendidikan liberalistis, yaitu pendidikan yang berdasarakan filsafah dan pandangan hidup Liberalisme. contoh: Pendidikan di amerika-Serikat
119
-
b.
c.
d.
e.
f.
Pendidikan Islam yaitu, pendidikan yang berdasarkan filsa fah dan pandangan hidup islam. - Pendidikan katolik, yaitu pendidikan yang berdasarkan filsa fah dan pandangan hidup katolik. - Dan sebagainya. Pembedaan menurut segi-segi atau aspek-aspek pendidikan Menurut aspek-aspek dalam pendidikan, maka kita jumpai macam-macam pendidikan seperti: - Pendidikan akhlak atau pendidikan budi pekerti, yaitu pendidikan yang bertujuan untuk mempengaruhi anak agar mempunyai budi pekerti yang luhur. - Pendidikan kecerdasan, yaitu pendidikan yang bertujuan untuk melatih dan mempertinggi daya berpikir pada anak. - Pendidikan keindahan atau pendidikan estesis, yaitu pendidikan yang bertujuan agar anak membiasakan diri dengan hal-hal yang baik, yang indah. Agar anak mempunyai minat terhadap keindahan. Agar anak dapat menghargai dan menikmati keindahan (dapat meresapkan dalam hati sanubarinya). - Pendidikan kewarganegaraan yaitu, pendidikan yang bertujuan agar anak nantinya akan menjadi kewarganegara yang baik, dan berguna bagi tanah air, bangsa dan negaranya. - Pendidikan jasmani yaitu, pendidikan yang bertujuan agar anak dapat tumbuh harmonis antara jiwa dan raganya. - Dan sebagainya. Pembedaan menurut tingkat-tingkatannya. Menurut tingkatannya, kita kenal pedidikan seperti: - Pendidikan Prasekolah atau Taman kanak-kanak - Pendidikan dasar - Pendidikan menengah - Pendidikan tinggi Pembedaan menurut umurnya. Menurut umur dari anak yang di didik , kita kenal pendidikan seperti: - Pendidikan prenatal, yaitu pendidikan anak selama dalam kandungan atau sebelum lahir. - Pendidikan bayi, yaitu pendidikan yang dilaksanakan selama masa bayi. - Pendidikan anak, yaitu pendidikan yang dilaksanakan selam anak-anak. - Pendidikan pemuda, yaitu pendidikan yang diberikan kepada anak semasa menginjak dewasa. - Pendidikan orang dewasa, yaitu pendidikan yang diberikan kepada orang -orang dewasa, di luar pendidikan formal di sekolah. Pembedaan menurut tempat pendidikan. Menurut tempat pendidikan itu dilaksanakan kita kenal: - Pendidikan dirumah, yaitu pendidikan yang dilaksanakan dalam lingkungan keluarga. - Pendidikan di sekolah. Yaitu pendidikan formal yang dilaksanakan di sekolahsekolah atau perguruan-perguruan tinggi. - Pendidikan masyarakat, yaitu pengalaman-pengalamandan pengaruh-pengaruh yang diperoleh anak melalui pergaulan-pergaulan dalam masyarakat maupun melalui organisasi-organisasi pemuda. Perbedaan menurut isi pendidikan. Menurut isi dari pendidikan yang diberikan, maka kita kenal:
120
-
Pendidikan umum, yaitu pendidikan yang belum di arahkan kepada s esuatu jabatan atau pekerjaan tertentu. - Pendidikan kejujuran, yaitu pendidikan yang sudah diarahkan kepada sesuat u jabatan atau lapangan pekerjaan yang tertentu. Misalnya: sekolah-guru, sekolahekonomi, sekolah-pertanian, dan sebagainya. g. Pembedaan menurut sifat atau keadaan anak yang dididik. Menurut sifat atau keadaan anak yang dididik, maka kita bedakan: - Pendidikan biasa, yaitu pendidikan yang diselenggarakan lagi anak-anak normal. Anak-anak mempunyai tingkat kecerdasan normal (I. Q. – 90 – 120), dan tingkat cacat panca inderanya. - Pendidikan luar biasa, yaitu pendidikan yang diselenggarakan bagi anak-anak yang tidak normal. Misalnya bagi anak-anak yang bisu tuli, lemah ingatan, dan juga anak-anak yang sangat cerdas (I.Q. – 140 ke atas), memerlukan pendidikan secara tersendiri. h. Pembedaan menurut sifat pelaksanaan : Menurut sifat pelaksanaan dari pendidikan itu bisa kita bedakan: - Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja disekolahsekolah, dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, pendidikan formal ini terikat oleh jenjang-jenjang pendidikan. Untuk ma suk SLTP harus lulus SD. Untuk masuk SLTA harus lulus SLTP, dan seterusnya. - Pendidikan non-formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja di luar sekolah. Pendidikan non-formal ini tidak terikat oleh jenjang-jenjang pendidikan. - Pendidikan informal, yaitu pendidikan/ pengalaman-pengalaman belajar yang diperoleh tidak secara sengaja melalui pergaulan-pergaulan.
121
BAB X DASAR-DASAR KEPENDIDIKAN A. Sejarah Perkembangan Sekolah 1. Munculnya pendidikan formal Pada masyarakat yang mempunyai sistem perekonomian dimana setiap keluarga dapat menghasilkan apa yang diperlukannya dan tidak t ergantung kepada orang lain, maka orang tua masih sanggup sepenuhnya memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Dengan kata lain pada corak masyarakat yang masih belum lancer, maka pendidikan anak-anak diberikan oleh keluarga masing-masing tanpa susah payah. Praktis setiap keluarga dapat memindahkan segalan pengetahuan, nilai sikap, dan keterampilannya kepada anakanaknya, karena anak-anak dididik agar nanti dapat bekerja seperti orang tua mereka. Dengan kata lain sistem yang diberikan orang tua ialah system magang yaitu seseorang belajar mendapat sesuatu kecakapan dengan mengikuti orang yang telah cakap mengerjakannya. Di lapangan lain pun sama pula halnya, karena norma-norma social an susilayang dihadapi anak dalam masyarakat masih sama dengan norma-norma yang dialami oleh orang tua mereka. Jadi pendidikan yang diberikan cukup pendidikan informal saja. Pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan anak dalam menghadapi kehidupan semakin meningkat, orang tua semakin sibuk, oleh karena itu orang tua perlu bantuan untuk mendidik anak-anak mereka. Keahlian orang tua tidak lagi cukup untuk mempersiapkan anak-anak mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat berdiri sendiri. Bantuan itu semakin mendesak di saat system komunikasi antara satu bangsa dengan bangsa lain sudah semakin lancar, ilmu pengetahuan dan teknologi sudah semakin maju, dan cara produksi semakin terspesialisasi. Begitu pula kebutuhan keluarga semakin meningkat material dan spiritual (agama), maka tanpa bantuan dan pertolongan orang lain, sulitlah bagi orang tua atau keluarga untuk menghidupi dan mendidik anak-anak mereka. Pada saat itulah muncul pendidikan formal atau sekolah. Sukar dapat dipastikan kapan persisnya pendidikan formal atau sekolah itu muncul atau mula-mula berdiri. Besar kemungkinan terutama karena kebutuhan untuk penyebaran agama, dibutuhkan para ahli untuk menyebarkan atau untuk menyampaikan sesuatu tentang agama. Oleh karena setiap agama punya kitab suci yang harus dibaca, maka orang pertama kali butuh pandai membaca, kemudian menulis dan berhitung. Dengan instilah sekarang harus belajar 3 M = membaca, menulis, dan menghitung. Penduduk dari Negara yang berbahasa inggris menyebutnya dengan Three R‘s (reading, writing, and arithmetic). Pendidikan formal yang pertama bersifat individual. Hal ini terjadi pada kalangan raja-raja dan bangsawan. Mereka mendatangkan guru-guru untuk anak-anak mereka. Pada zaman Yunani Kuno system pendidikan formalnya bersifat kelompok. Pada abad pertengahan di saat orang-orang tidak begitu terikat lagi oleh susunan masyarakat yang feodalistis maka muncullah pendidikan formal/sekolah-sekolah untuk rakyat banyak. 2. Perubahan tekanan dalam pendidikan a. Sekolah mempergunak kurikulum yang berpusat kepada buku (book centered school). Ada juga orang menanamkan sekolah tradisional atau akademis. Dulu sudahmenjadi tradisi, sekolah hanya mengajarkan mata-mata pelajaran, dan mengutamakan penguasaan bahan pelajaran dari buku, yaitu mengutamakan pelajaran verbalistis. 122
Pendidikan tidak berusaha mempergunakan bahan dari lingkungan anak didik atau menghubung-hubungkan bahan pelajaran dengan lingkungananak didik, akan tetapi semata-mata mengutamakan penguasaan bahan-bahan pelajaran dari buku saja. Dengan kata lain pelajaran terlepas dari masyarakat. Kurikulum sekolah bersifat subject centered yang memberikan pengetahuan, yang logis dan sistematis. Pendidikan ini kurang memperhatikan perbedaan individual anak didik, minatnya, bakatnya, kebutuhannya dan lain-lain sebagainya. b. Sekolah mempergunakan kurikulum yang berpusat kepada anak didik (child centered school). Ada juga orang yang menamakanchild centered school tersebut sekolah progresif. Pada permulaan abad ke XX mulailah timbul cita-cita pendidikan baru di Amerika yang pada dasarnya dipengaruhi oleh John Dewey. Kurikulum mulai diarahkan kepada minat, kebutuhan dan kesanggupan anak didik. Mata-mata pelajaran dimulai dari pusat perhatian anak didik, sedangkan kebutuhan mereka sebagai orang dewasa dalam masyarakat sering diabaikan. Dalam merencanakan yang akan dipelajari perundingan antara guru dan murid sangat diutamakan akan tetapi penguasaan terhadap mata pelajaran masih berlaku. Anak didik diberi lebih banyak kebebasan, sehingga di sekolah disiplin lebih lemah. Sekarang sekolah yang semata-mata child centered tidak ada lagi, akan tetapi prinsip prinsip aliran ini memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap perbaikan pendidikan. c. Sekolah yang berpusat kepada masyarakat (community centered school) Menurut Olson sekolah ini berkisar kepada : - Memusatkan tujuan-tujuan pada perhatian dan kebutuhan masyarakat. - Mempergunakan bahan-bahan dan sumber-sumber dari masyarakat sebanyak banyaknya - Mepraktekkan dan menghargai paham demokrasi dalam segala kesibukan sekolah - Menyusun kurikulum berdasarkan proses-proses utama dalam kehidupan manusia - Memupuk jiwa pemimpin dalam lapangan kehidupan bermasyarakat - Mendorong anak didik untuk aktif bekerjasama dengan dasar saling adanya pengertian Dengan kata lain sekolah-sekolahnya bersifat life centered. Masyarakat dipandang sebagai laboratorium dimana anak didik belajar, menyelidiki dan turut dalam usahausaha masyarakat yang mengandung unsure-unsur pendidikan. B. Tugas dan Peranan Sekolah di Lapangan Pendidikan Sekolah ialah suatu lembaga dengan organisasi yang tersusun rapi. Segala aktivitasnya direncanakan dengan sengaja yang disebut dengan kurikulum. Pada undang-undang No.4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Indonesia Bab I, pasal 1 nomor 2 yang dimaksus dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah ialah pendidikan dan pengajaran yang diberikan bersama-sama kepada murid-murid yang berjumlah sepuluh orang atau lebih. Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperluas tingkah laku anak didik yang dibawanya dari keluarga. Di samping itu sekolah bertugas melayani kepentingan bangsa seperti yang ditetapkan oleh pemerintah, karena pemerintah mengatur segala sesuatu yang berhubungan dan menyangkut kepentingan bangsa dan rakyat, seperti antara lain penyelenggaraan sekolah.
123
Peranan sekolah dalam perkembangan kepribadian anak didik dengan melalui kurikulum, antara lain : a. Anak didik belajar bergaul sesame anak didik, antara guru dengan anak didik, dan antara anak didik dengan orang yang bukan guru (karyawan). b. Anak didik belajar mentaati peraturan-peraturan sekolah. c. Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyrakat yag berguna bagi agama, bangsa, dan Negara. Pada mulanya di sekolah diajarkan hanya membaca, menulis, dan menghitung (3M). karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sekolah harus memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan masyarakat, akan tetapi juga pengetahuaan yang berhubungan dengan proses berfikir dan mengingat (Cognitive), sikap dan nilai (affective) dan keterampilan (psychomotor) C. Interaksi Kependidikan Antara Guru dan Ana Didik Interaksi belajar mengajar merupaka interaksi kependidikan. Di sekolah terjadilah interaksi belajar mengajar. Interaksi terdiri dari kata inter (antar), dan aksi (kegiatan). Jadi interaksi adalah kegiatan timbal balik. Interaksi belajar mengajar ialah kegiatan timbal balik antara guru dengan anak didik. Interaksi belajar mengajar adalah suatu kegiatan sosial, karena antara anak didik dengan temannya, antara si anak didik dengan gurunya ada suatu komunikasi soaial atau pergaulan. Dalam interaksi belajar mengajar terdapatlah interaksi social sebagai berikut : a. Interaksi sosial yang ditandai dengan hubungan tugas. Pertama kali hubungan anak didik dengan guru tidaklah didasarkan rasa cinta seperti pada hubungan orang tua dengan anaknya. Hubungan pribadi timbul karena tugas masing-masing, yaitu tugas anak didik belajar, dan tugas guru mengajar. b. Interaksi sosial yang selalu punya tujuan untuk mencapai sesuatu bagi kepentingan si anak didik. Seluruh kegiatan harus punya tujuan yang pada dasarnya untuk kepentingan si anak didik. c. Interaksi sosial yang ditandai dengan kemauan guru untuk membantu si anak didik guna memperoleh pengetahuan sikap dan keterampilan. d. Interaksi sosial yang ditandai dengan keyakinan si anak didik bahwa guru akan membantunya dalam hal-hal tertentu di dalam perkembangannya. Oleh karena itu lahirlah sikap menghargai, menghormati, serta mentaati guru, sebagai pernyataan pengakuan anak didik atas kewibawaan guru Situasi belajar mengajar yang baik ialah apabila dapat memberikan pengalaman-pengalaman yang terbaik bagi perkembangan anak didik. Pengalaman-pengalaman itu harus dipilih untuk kepentingan si anak didik, harus yang menyebabkan dia aktif dan menjadi lebih sadar akan dirinya dan sekaligus menyebabkannya lebih bersifat sosial. Hendaknya dalam setiap interaksi dia dapat makin mendekat kepada kedwasaan penuh sebagai individu yang mampu membawakan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat. D. Pola Komunikasi dalam Interaksi Belajar-Mengajar Pola komunikasi dalam interaksi belajar mengajar tebagi menjadi dua, yaitu : 1. Pola komunikasi satu arah Padapola ini guru menjadi pusat belajar mengajar (teacher centered). Guru menyampaikan pelajaran dengan berceramah, si anak didik mendengarkan dan mencatat (si anak didik pasif). Gurulah yang merencanakan, mengendalikan dan melaksanakan segala sesuatu.
124
Pola komunikasi ini lebih banyak kelemahannya dibandingkan dari keuntungannya kalau dilihat dari segi si anak didik. Di antara kelemahannya ialah suasana kelas kaku, guru cenderung menjadi toriter, sebab hubungan guru dengan si anak didik seperti majikan dengan bawahan, mengeti atau tidak mengertinya si anak didik tidak dengan cepat diketahui guru, dan guru payah berbicara terus menerus dan lain-lain. 2. Pola komunikasi dua arah Pada poal ini si anak didik memperoleh pengetahuan di dalam kelas di bawah bimbingan guru atau dengan bantuan tenaga temannya sendiri, terjadilah suatu proses saling bertukar fikiran atau saling member informasi yang menantang si anak didik dalam segala perbuatan belajar. Pola komunikasi dua arah ini terbagi menjadi tiga yaitu a. Jalur dua arah guru dan anak Pada jalur inisi anak didik punya kesempatan untuk bertanya, mengajukan pendapat, keberatan atau tidak setuju tentang apa-apa yang disampaikan kepadanya, atau tentang apa-apa yang terjadi dalam proses belajar mengajar. b. Jalur dua arah guru anak didik dan anak berdampingan Jalur ini lebih memberikan kesempatan lagi kepada anak didik, tidak hanya kepada guru dia menanyakan, dan mengemukakan pendapatnya, akan tetapi juga kepada teman-teman yang duduk di kiri kanannya. c. Jalur dua arah guru anak didik dan anatar anak didik Jalur ini dapat menghasilkan hasil belajar yang lebih berarti, lebih berdaya guna, dan lebih berhasil guna pada diri anak didik dan masyarakat, sebab jalur ini lebih member kesempatan lagi pada anak didik intuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya tidak hanya kepada guru, akan tetapi juga dapat antar anak didik. Hendaknya pada setiap proses interaksi belajar mengajar harus ada : a. Tujuan yang jelas yang akan dicapai yang akan membantu anak didik berkembang. b. Satu prosedur yang disusun secara sengaja dan teratur (ada suatu kegiatan yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai). c. Materi yang menjadi isi proses. d. Anak didik yang aktif mengalami. e. Guru yang melaksanakan sebagai pembimbing. f. Metode-metode yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. g. Satu disiplin yang diikuti bersama oleh guru dan anak didik. Sebagai contoh kalau suatu prosedur telah diterapkan harus t idak boleh menyimpang. h. Batas waktu. Jenis interaksi belajar mengajar ditinjau dari perbedaan individual anak didik dapat dilaksanakan dengan pengajaran individual dan metode kerja kelompok. Perbedaan individual tersebut dapat dijelaskan melalui contoh di bawah ini Aminah akan berbeda dengan si Amat. Dengan kata lain tidak ada dua orang anak yang persis sama, walaupun mereka anak kembar yang identik (eidentical twins, yaitu anak kembar yang sejenis, sangat serupa rupanya dan berasal dari satu ovum). Faktor-faktor yang menyebabkan orang berbeda ialah pengaruh dari : a. Pembawaan, antara lain kepastian intelegensi, susunan urat syaraf, anatomi seperti besar badan, atau bentuk tubuh, alat-alat rasa dan gerak (motor dan sensory equipment) b. Lingkungan, yaitu semua pengaruh dari luar yang mempengaruhi perkembangan anak seperti rumah tangganya, keadan ekonominya, pendidikan orang tua dan saudara-
125
saudaranya, sekolah, tempat beribadanya, tempat tinggalnya di desa atau di kota, dan lain-lain. Juga pengaruh dari dalam yaitu inner environment ialah lingkungan yang datang dari dalam diri anak seperti sikapnya, kepercayaannya, harapannya, ketakutannya dan lain-lain sebagainya. Oleh karena itu cara mengajar, pemberian materi dan penilaian yang sama tidaklah akan memenuhi dasar atau prinsip perbedaan individual anak didik. Walaupun sukar melaksanakan sepenuhnya pemberian pendidikan atau pengajaran berdasarkan perbedaan individual anak didik, disebabkan oleh karena banyaknya jenis perbedaan individual anak didik dan terbatasnya kesanggupan, waktu, tenaga, jumlah, pendidikan para pendidik, akan tetapi hendaknya minimal para pendidik dapat memperhatikan perbedaan-perbedaan individual tersebut. Cara-cara memberikan pengajaran yang dapat memperhatikan perbedaan individual anak didik adalah sebgai berikut : 1. Pengajaran individual Pengajaran individual dapat dilaksanakan antara lain dengan modul (lihat bab sebelumnya), dengan system Dalton, pengayaan (enrichment) metode kerja kelompok dan dengan pengajaran proyek. Pada buku ini akan diambil hanhya beberapa saja sebagai contoh yaitu system Dalton, dan metode kerja kelompok. Sistem Dalton Dalton adalah sebuah kota kecil di Massachusetts Amerika Serikat. Pelopor sistem ini ialah Profesor Nona Helen Parkhust, orang Amerika. Dia lahir pada tahun 1887. Pada tahun 1917 dia mendapat gelar doctor dalam ilmu alam dan ilmu pasti. Pada tahun 1922 terbitlah bukunya yang berjudul Education on the Dalton Plan (Pendidikan menurut rencana Dalton) yang diterjemahkan ke dalam 20 bahasa, dan buku inilah yang membantu dia untuk diangkat menjadi profersor. Pada mulanya dia menbantu Dr. Maria Montessori, dia mengagumi system Montessori akan tetapi ada beberapa hal yang kurang disetujuinya yaitu Semua alat pelajaran harus dipakai dengan cara menyelesaikan pekerjaannya. Pendidikan social untuk kepentingan bersama tidak terdapat di dalam system Montessori. Pendidikan klassikal diabaikan sama sekali. Oleh karena itu dia mencoba mempraktekkan rencananya pada suatu sekolah untuk anak-anak cacat pada tahun 1919. Kemudian dia member pelajaran pada sekolah menengah di kota kecil Dalton. Pada tahun 1904 dia mengajar 40 orang anak yang terdiri dari delapan tingkatan kelasnya, sedangkan gurunya hanya dia sendirian. Dia carilah suatu usaha supaya setiap anak yang berlaian kelasnya itu dapat belajar dengan penuh perhatian. Dia memikirkan, hendaknya kebebasan dan berbedaan individual anak dapat diperhatikan, dan pendidikan sosialnya tidak pula diabaikan. Ciri-ciri system Dalton adalah sebagai berikut : a. Bahan pelajaran ada yang diberikan secara individual dan ada pula secara klasikal. Dengan kata lain system Dalton ini merupakan perpaduan antara pelajaran individual dan klasikal, yang diberikan secra klasikal ialah bernyanyi, bercerita atau berdongeng, olah raga dan pemecahan kesulitankesulitan dan kesalahan-kesalahan umum. b. Bahan pelajaran yang dikerjakan anak didik secara individual dibagi dalam tugas-tugas yaitu tugas harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. 126
c.
Tugas-tugas itu boleh dipilihnya sendiri dan ditentukan kapan hendak dimulainya, akan tetapi mesti selesai dalam jangka waktu yagditentukan sebelumnya. Dengan kata lain kepada anak didik diberi kesempatan bekerja dan berfikir atas tanggung jawab sendiri. Sifat berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri adalah dua sifat yang sangat baik untuk pendidikan budi pekerti. d. Tertulis dalam tugas-tugas tersebut, carilah keterangannya pada bermacammacam sumber. Oleh karena itu perpustakaan yang baik sangat diperlukan. e. Memperhatikan kebebasan anak, dan perkembangan jiwa anak secara individual. Hal ini dapat menimbulkan minat terhadap belajar dan dapatmeninggikan prestasi anak. f. Anak didik juga diperbolehkan saling membantu dan bekerja sama untuk kepentingan bersama sehingga sifat-sifat individual dapat terimbangi. Dengan kata lain dia memperhatikan kebebasan dan perbedaan individual anak, sedangkan pendidikan social tidak pula diabaikannya. g. Tugas yang diberikan kepada anak didik adalah seperti berikut : Tugas minimum yang harus dikerjakan oleh seluruh anak didik, tugas tambahan dan tugas maksimum diberikan kepada anak didik yang telah selesai tugs tambahan. Gunanya tugas tambahan dibatasisampai maksimum supaya tingkat kepandaian anak didik tidak terlalu banyak bedanya. h. Dapat juga dilaksanakan kalau seorang anak telah selesai dengan tugasnya maka ia boleh juga mempelajari sesuatu yang sesuai dengan pembawaannya, supaya bakat anak dapat berkembang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. i. Penetapan tugas dibicarakan bersama dalam rapat bersama dewan guru j. Pekerjaan rumah merupakan pekerjaan sukarela jika seorang anak didik karena sesuatu hal mengira bahwa dia tidak akan dapat menyelesaikan tugasnya disekolah k. Tugas pendidik yang terutama ialah mebimbing anak didik dalam belajar bukanlah menguraikan ilmu pengetahuan. l. Sebaiknya dilaksanakan pada sekolah lanjutan, dan kalau untuk sekolah dasar ialah pada kelas-kelas terkahir. Komentar : Walaupun telah dijelaskan kebaikan-kebaikan system Dalton akan tetapi masih ada kekurangan-kekurangannya yaitu : a.
Kalau pendidik tidak hati-hati mungkin terjadi : 1. Pengaruh pimpnannya kepada anak didik akan sangat berkurang, sebab anak didik menyelesaikan tugasnya dengan mencari sendiri sumbernya diperpustakaan. 2. Tugas itu tidak diselesaikan oleh anak didik sendiri, akan tetapi hasil usaha orang lain. b. Bagi anak didik yang pemalas, perbaikan agak lambat dapat diselesaikan 2. Metode kerja kelompok Yang dimaksud dengan metode kerja kelompok ialah anak didik dalam satu kelas atau satu tingkatan dibagi atas kelompok kecil-kecil, yang akan menentukan besar jumlah kelompok terutama ialah sifat tugas yang akan dilaksanakan. Tentu saja 127
kelompok yang kecil lebih mudah mendidiknya, karena pada kelompok yang besar lebih banyak fariabel yang harus dikuasai dan diarahkan, lebih banyak terdapat perbedaan-perbedaan individual, dan lebih banyak pula manusia yang harus dihubungi. Pengelompokan yang dapat mmperhatikan individual anak didik biasanya didasarkan: a. Kepada kemampuan atau kecerdasan anak didik yaitu kesanggupan mengerti, kemampuan melihat kedepan dan membuat rencana b. Atas dasar perbedaan anak didik dalam minat belajar c. Atas dasar perbedaan anak didik dalam tuj uannya E. Tugas dan Peranan Guru dan Bukan Guru Yang dimaksud dengan bukan guru ialah petugas-petugas disekolah seperti Pembina pendidikan, dokter sekolah yang hanya secara berkla dating kesekolah dan karyawan atau pegawai tata usaha serta pesuruh kantor. Tugas guru yang utama ialah memberikan pengetahuan (koqnitif), sikap dan nilai (afektif) dan keterampilan (psikometer), kepada anak didik. Dengan kata lain tugas guru yang utama terletak di lapangan pengajaran. Pengajaran alat untuk mencapa tujuan pendidikan. Peranan guru disekolah ialah membimbing proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain tugas dan peranan guru bukan hanya mengajar akan tetapi juga harus mendidik. Setiap guru hendaknya berusaha mendidik anak didiknya menjadi manusia dewasa yang pancasilais. Selain dari tugas dan peranan mengajar atau (instructional) dan mendidik (educational), seorang guru juga memimpin kelasnya (menegerial). Memimpin kelas tidak hanya terbatas di dalam kelas saja (internal), akan tatapi juga diluar kelas (eksternal). Kegiatan guru didalam kelas menyangkut personal didik, material (alat-alat perlengkapan) dan operasional (tindakantindakan). Dengan kata lain peranan menegerial guru dalam kelas ialah membina, disiplin dan menyelenggarakan tata usaha kelas. Disiplin kelas ialah tata tertib kelas, yaitu guru dan anak didik dalam satu kelas tunduk kepada tata tertib yang telah ditetapkan dengan senang hati. Guru harus mengorganisir kegiatan-kegiatan intra dan ekstra kelas, personal anak didik (pengorganisasian, penempatan, penugasan, pembimbingan anak didik dan kenaikan kelas), serta fasilitas-fasilitas fisik kelas (pengaturan tempat duduk, pemeliharaan keindahan ruangan kelas, pengaturan alat-alat pelajaran, pemeliharan kebersihan, cahaya ventilasi dan akustik ruangan). Tata usaha kelas ialah kegiatan atau pekerjaan catat mencatat dan lapo melapor secarasistematis mengenai informasi atau keterangan-keterangan tentang kelas. Sebagai contoh catatan-catatan mengenai anak didik, catatan-catatan guru untuk kepentingan efektifitas antara lain (silabus bidang studi, metode mengajar, media yang digunakan, system evaluasi, alat peraga, buku pegangan, dan lain-lain), serta catatan mengenai perlengkapan fisik. Didalam melaksanakan tugas dan peranannya ini guru jangan lupa akan aspek-aspek pendidikan yaitu wibawa, identifikasi, dan mengenal perkembangan jiwa dan perbedaan individual anak didik. Kewibawaan ialah merupakan pancaran kelebihan yang diakui oleh anak didik dan yang mendororngnya beridentifikasi kepada pendidiknya. Kewibawaan didasari oleh kerelaan, kasih sayang dan kesediaan mencurahkan kepercayaan. Semuanya ini tampak pada orang yang memiliki kewibawaan itu. Kewibawaan menimbulkan rasa segang, akan tetapi kekuasaan menghasilkan rasa takut. Kadang-kadang kalau tidak ada jalan lain lagi perlu digunakan kekuasaan dan kekuatan untuk menopang kewibawaan, andai kata timbul keingkaran pada kewibawaan. 128
Diakui atau tidak kewibawaan pendidik oleh anak didik tergantung kepada sikap pendidik itu sendiri terhadap anak didik. Diantara sikap-sikap yang dapat menimbulkan kewibawaan ialah sikap tegas, konsekuen, dan menghargai. Hendaknya peranan memimpin kelas (menegerial) telah dipersiapkan guru sebelum pelajaran dimulai, dan juga selama dan sesudah pelajaran berlangsung. Peranan menegerial guru diluar kelasnya antara lain : a. Memperhatikan dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi di sekolahnya b. Ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan social yang terjadi di masyarakat Identifikasi ialah kesanggupan si pendidik menempatkan dirinya pada tempat si anak didik (akan tetapi dia tetap seorang dewasa), sehingga si pendidik memahami apa saja yang diperukan anak didik dan dapat pula menyelami keperluan anak didik tanpa dimintanya. Dengan identifikasi kita dapat menyelam perasaan orang lain. Identifikasi ialah sebuah istilah dari ilmu jiwa Sigmund Froud Identifikasi dalamilmu jiwa ialah drongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. Proses identifikasi pertama-tama berlangsung secara tidak sadar (dengan sendirinya), secara irrasional hanya berdasarkan perasaan-perasaan atau kecenderungan-kecenderungan irrasional. Pada mulanya anak mengidentifikasikan dirinya dengan orang tuanya, akan tetapi lambat laun sesudah dia bersekolah dan menjadi pemuda, tempat identifikasi dapat beralih dari orang tuanya kepada orang lain yang dianggapnya terhormat atau bernilai tinggi, seperti salah seorang gurunya, seorang anggota kelompok sosialnya, ataupun orang dari tokoh masyarakat. Di dalam identifikasi terdapat suatu hubungan dimana yang satu menghormati dan menjunjung tinggi yang lain dan ingin belajar dari padanya, karena yang lain itu dianggapnya sebagai tokoh yang ideal, dia ingin mengikuti jejaknya. Pada masa pemuda, atau masa pubertaslah, manusia paling banyak melakukan identifikasi dengan orang lain dari pada orang tuanya. Dengan kata lain para pubertas itu melepaskan identifikasi dengan orang tuanya dan mencari norma-norma kehidupan sendiri. Mereka mudah sekali dipengaruhi oleh contoh-contoh yang baik atau contoh-contoh yang buruk. Walaupun individu-individu bukan guru merupakan kelompok yang melayani dan membantu guru dalam kegiatannya, mereka juga jangan lupa akan aspek-aspek pendidikan di atas yaitu wibawa, identifikasi serta mengenal perkembangan jiwa dan perbedaan individual anak didik.
129
BAB XI DASAR-DASAR PSIKOLOGIS DALAM PENDIDIKAN Oleh Dra.Moeslichatoen Rosjida n
A. HUKUM-HUKUM DASAR PERKEMBANGAN KEJIWAAN MANUSIA.
Sejak terjadinya konsepsi sampai mati, anak akan menggapai perubahan karena bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan itu bersifat jasmaniah maupun kejiwaan-nya. Jadi sepanjang kehidupan manusia terjadi proses pertumbuhan yang terus menerus. Proses pertumbuhan tersebut terjadi secara teratur dan terarah, yaitu ke arahkemajuan, bukan kemunduran. Tiap tahap kemajuan pertumbuhan ditandai dengan meningkatnya kemampuan dan cara baru yang dimliki. Pertumbuhan merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi kejiawaan dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan-perubahan yang selalu terjadi itu di maksudkan agar orang didalam kehidupannya dapat menyesuaikan diri teerhadap lingkungannya. Lingkungan manusia terdiri dari ingkungan fisik dan lingkungan social. Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang di sekitar anak yang non manusia; sedangkan lingkungan sosial adalah semua orang yang ada di dalam lingkungan kehidupan anak yakni orang yang bergaul dengan anak, melakukan kegiatan bersama atau bekerjsama. Tugas pendidikan, yang terutama adalah memberikan bimbingan agar pertumbuhan anak berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang hukum-hukum dasar perkembangan kejiwaaan manusia agar tindakan pendidikan yang dilaksanakan berhasil guna dan berdaya guna. Beberapa hukum dasar yang perlu kita perhatikan dalam membimbing anak dalam proses pendidikan:
1. Tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik.
Anak- didik merupakan pribadi yang sedang bertumbuh dan berkembang. Apabila kita amati secara saksama mungkin kita menghadapi dua orang anak didik yang tidak sama benar. Di samping memiliki kesamaan-kesamaan, tentu masing-masing memiliki sifat yang khas, yang hanya dimiliki olam masing-masing. Dikatakan, bahwa tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik; artinya anak-anak memiliki sifat yang khas dan hanya dimiliki oleh anak tersebut., tidak dimiliki oleh anak yang lain.
Keunikan sifat pribadi seseorang terbentuk karena peranan tiga faktor penting, yakni: a. Keturunan (heredity) b. Lingkungan (environment) c. Diri ( self)
130
a. Faktor Keturunan
Sejak terjadinya konsepsi yakni proses pembuahan sel telur oleh sel jantan, anak memperoleh warisan sifat-sifat pembawaan dari kedua orang tuanya yang memiliki potensi-potensi tertentu. Potensi ini relatif sudah terbentuk (fixed) sukar berubah baik melalui usaha kegiatan pendidikan maupun pemberian pengalaman. Beberapa ahli ilmu pengetahuan terutama ahli biologi menekankan pentingnya peranan faktor keturunan ini bagi perubahan fisik, mental maupun sifat kepribadian yang diinginkan. Pandangan ini nampaknya memang cocok untuk dunia hewan. Namu demikian dalam lingkungan kehidupan manusia biasanya potensi individu juga merupakan masalah penting. Sedang para ahli ilmu jiwa menakanakan pentingnya lingkungan seseorang dalam pertumbuhannya cenderung mengecilkan makna pengaruh pembawaan ini (native endowment). Mereka lebih menekankan pentingnya penggunaan secara berdaya guna pengalaman sosial dan edukasional agr seseorang dapat bertumbuh secara sehat dan mengadakan openyesuaian hidup secara baik.
b. Faktor Lingkungan Sebagaiman diterangkan dimuka lingkungan kehiupan itu terdiri dari lingkungan yang bersifat sosial dan lingkungan fisik. Sejak anak dilahirkan bahkan ketika masih dalam kandungan ibu anka mendapatkan pengaruh dari sekitarnya. Macam dan jumlah anak yang diterimanya, keadaan panas lingkungannya dan semua kondisi lingkungan baik yang bersifat membantu pertumbuhan maupun yang menghambat pertumbuhan. Sama pentingnya dengan ondisi lingkungan fisik yang sudah disebutkan itu terhap pertumbuhan anak adalah lingkungan sosial yang berupa sik ap, perilaku orang-orang disekitar anak. Kebiasaan makam, berjalan, berpakaian itu bukan pembawaa, melainkan hal yang diperoleh dan dipelajari anak dari lingkungan sosialnya. Bahasa yang dipergunakan merupakan media penting untuk menyerap kebudayaan masyarakan dimana anak tinggal. Tidak saja makna harfiah kata yang terdapat dalam bahasa itu yang dipelajari melainkan juga asosiasi perasaan yang menyertai kata dalam perbuatan.
C. Fakrot diri (self)
Faktor penting yang sering diapbaikan dalam memahami prinsip pertumbuhan anak ialah faktor self, yaitu kejiwaan kehidupan seseorang kehidupan pandangan, penilaian, keyakinan, sikap dan anggapan yang semuannya akan mempengaruhi dalam membuat keputusan sehari-hari. Apabila dapat dipahami self seseorang, maka dapat dipahami pula pola kehidupannya. Pengetahuan kita tentang pola hidup seseorang kan dapat membanu kita untuk memahami apa yang menjadi tujuan orang itu dibalik perbuatan yang dilakukan. Serng kali ita menginteraksikan perngaruh pembawaan dan lingkungan secara mekanis tanpa memperhitungkan faktor yang lain yang tidak kurang pentingnya bagi pertumbuhan anak, yaitu self. Memang pengaruh pembawaan dan lingkungan bagi pertumbuhan anak saling berkaitan dan saling melengkapi, tetapi masalah pertumbuhan belum berarti tanpa memperhitungkan peranan self; yakni bagaimana seseorang menggunakan potensi yang dimiliki dari lingkungannya. Disinalah pemahaman tentang self atau pola hidup dapat membantu memahami 131
seseorang. Self mempunyai pengaruh yang besar untuk menginterprestasikan kuatnya daya pembawaan dan kuatnya daya lingkungan. Contoh ekstrim dan anak yang cacat disik beberapa fungsinya tetap berdaya guna, sedang anak cacad yang lain menggunakan kecacatannya sebagai suatu ―excuse‖ untuk ketidak mampuannya. Ini tidak lain karena self. Self berinteraksi dengan pembawaan dan lingkungan yang membentuk pribadi seseorang.
2. Tiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda
Sebagaimana diterangkan diatas, sejak anak dilahirkan, mereka itu memiliki potensi-potensi yang berbeda dan bervariasi. Pendidikan memberikan ahak kepada anak untuk mengembangkan potensinya.
Kalaun kita perhatikan siswa kita aan segera mengetahui bahwa mereka memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, meskipun mereka memiliki usia kalender yang sama, tetapi kemampuan mentalnya tidak sama, Dikatakan mereka memiliki usia kronologis yang sama, tetapi usia kecerdasan yang tidak sama. Jadi setiap anak memiliki indeks kecerdasan yang berbeda-beda. Indeks kecerdasan atau I.Q. diperoleh dari hasil membagi usia kecerdasan dengan usia kalender (usia senyatanya) diakatakan 100. Baik usia kecerdasan maupun usia kronologis (usia kalender) dinyatakan dala satuan bulan.
U . Kecerdasan(dalam. satuan.bulan) U . Kalender (dalam. satuan.tahun)
x100
I .Q.
Contoh:
Seorang anak dengan kecerdasan usia 10 tahun dan 6 bulan (126 bulan) diambil dari hasil 1 test inteligensi yang valid yang reliable. Usia kronologisnya 10 tahun da 6 bulan (126 bulan), maka IQ anak tersebut 100 Untuk kepentingan praktis IQ normal ditentukan antara 90-110.
Dengan melihat indeks kecerdasan anak, kita dapat mengklasifikasikan anak itu pada klasifikasi kecerdasan tertentu. IQ
:
140-ke atas
:
Genius
130-139
:
Sangat Pandai
120-129
:
Pandai 132
Klasifikasi
110-119
:
Di atas normal
90-109
:
Normal/sedang
80-89
:
Di bawah normal
70-79
:
Bodoh
50-69
:
Feebleminded : moron
49-ke bawah
:
Feeble minded : imbicible, idiot.
Anak golongan idiot mempunyai kemampuan mental yang rendah. Golongan ini tidak melindungi dirinya dari bahaya atau melayani kebutuhan dirinya sendiri. Umurnya biasanya tidak panjang dan hanya mampu menumbuhkan kemampuan mentalnya tingkat usia 4 tahun.
Golongan impicible satu tingkat lebih baik dari pada golongan idiot. Anak golongan impicile dapat dilatih untuk melayani kebutuhan dirinya dan menguasai ketrampilan sederhana dengan bimbingan khusus. Anak golongan ini dapat mencapai usia dewasa, tetapi jarang sekali mencapai usia kecerdasan lebih dari tingkat usia 8 tahun. Sedangkan golongan moron mampu melayani kebutuhan dirinya. Dengan pendidikan sekolah yang direncanakan secara seksama, mereka dapat mempelajarai hal-hal yang sederhana dan menguasai ketrampilan yang terbatas untuk lapangan pekerjaan yang sederhana. Usia mental golongan morn jarang sekali mencapai tingkat 12 tahun. Terbukakemungkinan memasuki bayangan pekerjaan yang menguntungkan diri sendiri dan yang mempekerjakan. Golongan Genius pada waktu sekarang lebih mendapat perhatian dari pada sebelumnya. Kemampuan berpikir dan penalaran golongan ini pada tingkat kemampuan mental yang tinggi, sehingga mampu malakukan kegiatan yang bersifat kreatif dan inventif. Anak-anak berbakat ini dapat ditemukan d berbagai bangsa dan pada semua tingkat sosial ekonomi dan semua jenis (lakilaki atau perempuan). Berdasar data yang ada ternyata jumlah genius laki-laki lebih banyak dari perempuan. Berdasarkan penyelidikan Terman; anak-anak berbakat kondisi fisiknya lebih baik dari pada anak yang normal, lebih kuat dan lebih sehat dari umumnya anak-anak usia yang sama. Dalam hal penyesuaian dan penyesuaian sosial sama baiknya.
3. Tiap-tiap pertumbuhan mempunyai cirri-ciri tertentu.
Karena tiap tahap pertumbuhan itu memiliki cirri-ciri tertentu hal ini dapat mambantu pendidik untuk mengatur strategi pendidikan sesuai dengan kesiapan anank untuk menerima, memahami dan menguasai bahan pendidikan. Jadi strategi pendidikan untuk siswa sekolah Taman kanak-kanak akan berbeda dengan strategi yang diperuntukan siswa Sekolah Dasar. Demikian juga dengan persekolahan yang lain.
133
Berturut-turut akan dibicarakan secara umum cir-ciri pertumbuhan kejiwaan: a. b. c. d.
Anak taman Kanak-kanak Anak Sekolah Dasar Anak Sekolah Menengah Orang Dewasa.
a.
Ciri-ciri pertumbuhan kejiwaan anak-anak Taman Kanak-kanak
Dengan mengesampingkan adanya perbedaan yang sifatnya individual akan diperoleh gambaran sebagai berikut: 1). Kemampuan melayani kebutuhan fisik secara sederhan sudah bertumbuh. 2). Mulai mengenal kehidupan sosial dan pola sosial yang berlaku yang manifestasinya nampak: kesenangan untuk berkawan, kesanggupan mematuhi peraturan, menyadari hak dan tanggung jawab, kesanggupan bergaul dan bekerjasama dengan orang lain. 3). Menyadari dirinya berbeda dengan anak l an yang mempunyai keinginan dan perasaan tertentu. 4). Masih tergantung pada orang lain dan memerlukan perlindungan dan kasih saying orang lain. 5). Belum dapat membedakan antara yang nyata dan khayal. 6). Mempunyai kesanggupan imitasidan identifikasi kesibukan orang dewasa (dalam bentuk sederhana) di sekitrnya melalui kegiatan bermain. 7). Kemampuan memecahkan persoalan dengan berpikir berdasarkan hal-hal yang konkrit. 8). Mampu mengkaitkan pengetahuan terdahulu dengan yang sekarang. 9). Mampu menyesuaikan reaksi emosi terhadap kejadian yang dialami, sehingga anak dapat dilatih untuk menguasai dan mengarahkan ekspresi perasaannya dalam bentuk yang lebih baik. 10). Dorongan untuk mengeksploitasi lingkungan fisik dan sosial mulai tumbuh dengan ditandai seringnya bertanya tentang segala sesuatu kepada orang disekitarnya untuk memperoleh informasi dan pengalaman.
b. Ciri-ciri pertumbuhan kejiwaan fisik siswa Sekolah Dasar.
Apabila pertumbuhan pada masa Taman Kanak=kanak telah dijalani secara wajar, maka kita akan memperoleh gambaran cirri-ciri pertumbuhan kejiwaan anak Sekolah Dasar sebagai berikut: 1). Pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat. Hal ini sangat penting peranannya bagi pengembangan kemampuan dasar yang diperlukan sebagai makhluk individu sebagai makhluk sosial. 2). Kehidupan sosialnya diperkaya selain kemampuan dalam hal bekerjasama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya.
134
3). Semakin menyadari diri selain mempunyai keinginan, perasaan tertentu juga semakin bertumbuhnya minat tertentu. 4). Kemampuan berpikirnya masih dalam tingkatan persepsional. 5). Dalam bergaul, bekerjasama dan kegiatan bersama tidak membedakan jenis yang menjadi dasar adalah perhatian dan pengalaman yang sama. 6). Mempunyai kesanggupan untuk memahami hubungan sebab akibat. 7). Ketergantungan kepada orang dewasa semakin berkurang dan kurang memerlukan perlindungan orang dewasa.
c.
Ciri-ciri pertumbuhan kejiawaan anak Sekolah Menengah.
Sebetulnya cirri-ciri tersebut di bawah ini sudah mulai nampak pada kelas-kelas akhir sekolah dasar yang makin nampak jelas ketika anak menjalani pendidikan sekolah menengah. Ciri-ciri itu antara lain: 1). Bertambahnya kemampuan membuat abstraksi, memahami hal-hal yang bersifat abstrak. 2). Bertambahnya kemampuan berkomunikasi pikir dengan orang lain. 3). Mampu mengadakan identifikasi kondisi dalam lingkungan hidup yang l ebih luas. 4). Bertumbuhnya minat untuk memahami diri sendiri, dan orang lain. 5). Bertumbuhnya kemampuan untuk membuat keputusan sendiri. 6). Bertumbuhnya pengertian tentang konsepsi moral dan nilai-nilai. 7) Pertumbuhan kemampuan sosial meliputi : Kemampuan saling memberi dan menerima, partisipasi dalam masyarakat kelompok sebaya menonjol, bersifat konformis, tindakan kompetitif untuk menguji kemampuan diri.
d. Ciri-ciri pertumbuhan kejiwaan orang dewasa. 1). Memiliki kemamtapan emosi. 2). Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan semakin mantap. 3). Sanggup memenuhi hak dan kewajiban kelompok sepenuhnya. 4). Menyadari kekurangan diri yang harus ditingkatkan untuk penyempurnaan diri (self improvement). 5). Telah mencapai internalisai perbuatan moral yakni kemampuan menghayati dan mengamalkan nilai moral dan nilai sosial. 6). Kreativitas mulai menurun 135
B. PROSES PENDIDIKAN AUTOAKTIFITAS
Manusia adalah merupakan mahkluk yang aktif. Keaktifan itu diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Di dalam diri seseorang teradapat kekuatan yang menjadi daya penggerak keaktifan yang disebut motivasi. Proses pendidikan adalah merupakan salah satu aktivitas manusia. Fungsi motivasi dalam proses pendidikan ialah membangkitkan dorongan untuk melakukan aktivitas pendidikan.
Apa yang mendorong melakukan sesuatu perbuatan biasanya tidak ditentukan oleh motivasi tunggal. Pada diri seseorang terdapat macam-macam motivasi yang mendasari perbuatan seseorang. Demikian halnya dengan kegiatan pendidikan. Misalnya apa yang mendorong seseorang menjalani pendididkan di perguruan tinggi itu macam-macam, misalnya:
Untuk memenuhi rasa ingin mengetahui, Untuk memperoleh kedudukan yang lebih baik, Untuk dapat mengungguli orang lain, Dan sebagainya.
Besarnya tingkatan motivasi seseorang dengan orang lain tidak sama. Besarnya tingkatan motivasi itu hanya dapat kita amati pada efek perbuatan yang dihasilkannya, yaitu dengan melihat beberapa aspek: 1. Sberapa besar tenaga yang digunakan. 2. Seberapa gigihnya usaha meskipun menghadapi bermacam-macam rintangan. 3. Seberapa banyak macam pendekatan yang dipergunakan untuk dapat mencapati tujuan yang diinginkan.
Kebutuhan-kebutuhan seseorang yang ingin dipenuhi seseorang memiliki tingkatan makna yang tidak sama. Menurut Maslow kebutuhan tertentu merupakan dasar kebutuhan yang lain. Kebetuhan tertentu itu harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum beralih kepada pemenuhan kebutuhan yang lain yang memiliki makna yang lebih tinggi. Menurut pandangan Maslow tentang motivasi ini, kebutuhan fisiologis yang paling kuat menuntut pemuasan. Apabila dorongan fisiologis telah terpenuhi, maka kebutuhan pada tingkat betikutnya muncul dan mendesak untuk dipenuhi yaitu kebutuhan untuk mendapatkan rasa aman (safety-needs) merupakan dorongan untuk menghindarkan diri atau menjauhkan diri dari bahaya yang mengancam atau dorongan mendapatkan perlindungan. Terpenuhinya kebutuhan rasa aman ini akan diikutinoleh motivasi untuk mendapatkan kasih sayang, untuk memiliki, untuk berteman, untuk menjadi bagian kelompok. Selangkah diatasnya adalah kebutuhan untuk dihargai, memperoleh respek orang lain, memperoleh kepercayaan, memperoleh pengaguman orang kain dan memperoleh kepercayaan diri ( self confidence ) dan penghargaan diri ( self respect). Kalau kebutuhan motivasi ini tlah terpenuhi motivasi diarahkan kepada aktualisasi diri (self actualization), selanjutnya kepada pemuasan dorongan untuk mengetahui dan mengerti dan dorongan yang paling akhir prioritas pemuasannya ialah kepekaan akan rasa keindahan diri segi manusianya, kelengkaannya dan lingkungan hidupnya. Menurut Maslow seseorang dinamakan ―self
136
actualized‖ apabila telah mempunyai kepakaan yang tinggi sebagai makhluk sosial yang mampu self motivating dan self managing (memotivasi diri sendiri dan mengendalikan diri).
Untuk lebih memperoleh gambaran yang jelas mengenai hirarkhi kebutuhan menurut Maslow, perhatikan bagan berikut:
HIRARKI KEBUTUHAN MENURUT MASLOW: Kebutuhan estetis
Kebutuhan untuk mengetahui Dan mengerti
Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kebutuhan memperoleh penghargaan orang lain
Kebutuhan mendapatkan kasih saying dan memiliki
Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan fisiologis
Hirarkhi kebutuhan sebagaimana yang dikemukakan diatas di dalam pemuasannya 4 hirarkhi dari bawah, yaitu kebutuhan fisiolois, kebutuhan rasa aman, kebutuhan memperoleh kasih sayang dan 137
memiliki, kebutuhan memperoleh penghargaan, pemuasannya yang sangat tergantung kepada orang lain, sedang kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti, kebutuhan estetis kurang sekali tergantung kepada orang lain melainkan semakin tergantung kepada diri sendiri dan aspek ―non manusia‖ dalam pemuasannya.
C. PENDIDIKAN, PENGAJARAN, PERUBAHAN TINGKAH-LAKU
Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkahlaku yang diharapkan. Segera setelah anak dilahirkan mulai terjadi proses belajar pada diri anak dan hasil yang diperoleh adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pemenhuna kebutuhan. Pendidikan membantu agar prose situ berlangsung secara berdaya-guna dan berhasil guna. Hasil pendidikan yang berupa tingkah-laku meliputi bentuk kemampuan yang menurut taksonomi Bloom dengan kawannya diklasifikasiki dalm 3 domain: 1. Kognitif (cognitive domain) 2. Afektif (affective domain) 3. Psikomotor (Psychomotor domain).
1. Kemampuan Kognitif.
Yang termasuk kategori kemampuan cognitive yaitu kemampuan berikut: a) Mengetahui : kemampuan mengingat apa yang sudah dipelajari. b) Memahami : kemampuan menangkap materi yang dipelajari. c) Mengetrapkan : kemampuan nutk mengknakan hal yang sudah dipelajari itu kedalam situasi yang konkrit. d) Menganalisis : kemampuan untuk memerinci hal yang telah dipelajari kedalam unsur-unsurnya agar supaya struktur organisasinya dapat dimengerti. e) Mensintesis : kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan yang baru. f) Mengevaluasi : kemampuan untuk menentukan nilai sesuatu yang dipelajari untuk suatu tujuan tertentu.
Kemampuan yang kita sebut di atas sifatnya hirarkhis, artinya kemampuan yang pertama harus dikuasai terlebih dahulu sebelum menguasai kemampuan yang kedua. Kemampuan yang kedua harus dikuasai terlebih dahulu sebelum menguasai yang ketiga. Demikian seterusnya.
2. Kemampuan afektif
Yang termasuk kemampuan afektif adalah sebagau berikut: a) Menerima (receiving) b) Menanggapi (responding)
: kesediaan untuk memperhatikan, : aktif berpatisipasi.
138
c) Mengahargai (valuing) : penghargaan kepada benda, gejala, perbuatan tertentu. d) Membentuk (organization) : memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan pertentangan dan membentuk sistem nilai yang bersifat konsiten dan internal. e) Berpribadi (characterization by a value of value complex) : mempunyai sitem nilai yang mengendalikan perbuatan untuk menumbuhkan ―life style‖ yang mantap.
Juga kemampuan di atas sifatnya hirarkhis; yang pertama harus dikuasai terlebih dahulu sebelum menguasai yang kedua dan seterusnya.
3. Kemampuan psikomotor
Yang termasuk kategori kemampuan psikomotor ialah kemampuan yang menyangkut kegiataan otot dan kegiatan fisik. Jadi tekanan kemampuan yang menyangkut koordinasi syaraf otot; jadi menyangkut penguasaan tubuh dan gerak. Oleh Bloom kemampuan psikomotor belum diklasifikasi sebagaiyang terdapat pada kemampuan kognitif dan kemampuan efektif. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa kemampuan psikomotor ini menyangkut kegiatan fisik yang meliputi kegiatan melempar, melekuk, berlari, dan sebagainya. Penguasaan kemampuan ini meliputi gerakan anggota tubuh yang memerlukan koordinasi syaraf otot yang sederhan dan bersifat kasar menuju gerakan yang menuntut koordinasi syaraf otot yang lebih kompleks dan halus secara lancer. Meskipun kita telah mengklasifikasi kemampuan atas tiga domain secara terpisah, namun di dalam kenyataannya yakni dalam situasi belajar mengajar yang sebenarnya antara domain afektif maupun psikomotor tidaklah terpisahkan. Adanya klasifikasi kemampuan ini akan dapat membantu guru untuk menentukan langkah yang harus dilalui dan dalam proses belajar mengajar dengan memperhatikan:
Apa yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar; Bagaimana murid harus belajar; Metode dan bahan apa yang dapat berhasil guna dan proses belajar mengajar; Perubahan tingkah-laku yang mana diharapkan dapat dihasilkan dalam proses belajar mengajar ini; Dan seterusnya.
BAB XII PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP 139
A. Pendahuluan Dalam garis-garis besar haluan negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: IV/MPR/1978) dinyatakan: Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga,sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga,masyarakat, dan pemerintah. Ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia diharapkan untuk selalu berkembang sepanjang hidupnya dan di lain pihak masyarakat dan pemerintah diharapkan untuk dapat menciptakan situasi yang menantang untuk belajar. Prinsip ini berarti, bahwa masa sekolah bukanlah satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar, melainkan hanya sebagian dari waktu belajar yang akan berlangsung sepanjang hidup. Sebenarnya ide pendidikan seumur hidup telah lama ada dalam sejarah pendidikan, akan tetapi baru populer sejak terbitnya buku Paul Lengrend An Introduction to Lifelong Education Kemudian diambil over oleh Internasional Commision on the development of Education(UNESCO). Istilah pendidikan seumur hidup (Life long Integred education) tidak dapat diganti dengan istilah-istilah lain sebab isi dan luasnya(scope-nya) tidak persis sama, seperti istilah Out-of school education, continuing education, adult education, further education, recurrent education dan lain-lain. Konsep pendidikan seumur hidup merumuskan suatu asa, bahwa pendidikan adalah suatu proses yang berkelangsungan terus (kontinu) dari bayi sampai meninggal dunia. B. Pendidikan Informal, Formal, fan Non-Formal Dalam konsep pendidikan seumur hidup, pendidikan informal, formal dan non formal saling mengisi dan memperkuat. Philip H. Coombs menklasifikasikan pendidikan ke dalam tiga bagian, yaitu: 1. Pendidikan Informal: adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis sejak seorang lahir sampai mati, seperti di dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar, atau di dalam pergaulan sehari-hari. Walaupun demikian, pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan seseorang karena dalam kebanyakan masyarakat pendidikan informal berperan penting melalui keluarga, masyarakat dan pengusaha. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap manusia. Seseorang lebih banyak berada dalam rumah tangga dibandingkan dengan di tempat-tempat lain. Sampai umur 3 tahun seseorang akan selalu berada di rumah tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar kepribadian seseorang. Psikiater kalau menemui suatu penyimpangan dalam kehidupan seseorang, akan mencari sebab-sebanya pada masa kanak-kanak orang itu. 140
2. Pendidikan Formal : ialah pendidikan di sekolah, yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang, dan yang dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang berlangsung dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Walaupun masa sekolah bukan satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar, namun kita menyadari bahwa sekolah adalah tempat dan saat yang sangat strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina seseorang dalam menghadapi masa depannya. 3. Pendidikan Non-Formal (Pendidikan Luar Sekolah) : pendidikan non-formal ialah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah, dan berencana luar kegiatan persekolahan. Dalam hal ini tenaga pengajar, fasilitas, cara penyampaian, dan waktu yang dipakai, serta komponen-komponen lainnya disesuaiakan dengan keadaan peserta atau anak didik supaya mendapatkan hasil yang memuaskan. Bagi masyarakat Indonesia, yang masih banyak dipengaruhi oleh proses belajar tradisional, pendidikan non-formal akan merupakan cara yang mudah sesuai dengan daya tangkap rakyat, dan mendorong rakyat menjadi belajar, sebab pemberian pendidikan tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan lingkungan dan kebutuhan para peserta/anak didik. Pendidikan non-formal bersifat fungsional dan praktis serta pendekatannya lebih fleksibel. Calon anak didik (raw-input) pendidikan non-formal ialah: a) Penduduk usia sekolah yang tidak pernah mendapat keuntungan/kesempatan memasuki sekolah. b) Orang dewasa yang tidak pernah bersekolah. c) Anak didik yang putus sekolah(drop-out), baik dari pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. d) Anak didik yang telah lulus satu sistem pendidikan formal akan tetapi tidak dapat melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. e) Orang yang telah bekerja, akan tetapi ingin menambah keterampilan lain. Di samping pendekatan yang fleksibel, hendaknya dapat pula digunakan pendekatan yang luas dan terintegrasi, agar siapa saja dapat belajar lebih lanjut berdasarkan ketrampilan pertama yang telah mereka peroleh, serta mengisi segala kekurangan yang menghambat usaha mereka ke arah hidup yang lebih baik. Dengan kata lain, pendidikan non- formal dapat memperkuat pendidikan informal. Ada para ahli yang keberatan menggunakan istilah ―non-formal‖, dan menganjurkan supaya dipakai saja‖Penddikan Luar Sekolah‖. Alasannya: formal artinya resmi. Non-formal artinya tidak resmi. Biasanya resmi atau tidak resmi dikaitkan dengan ―nilai‖. Sesuatu yang tidak resmi sering diartikan sebagai sesuatu yang kurang bernilai. Oleh karena itu istilah Non-formal, menurut mereka, dapat 141
dianggap sesuatu yang kurang bernilai, dan akan menimbulkan kurang minat untuk mengikuti pendidikan non-formal itu. C. Pendidikan Seumur Hidup Ada bermacam-macam dasar pikiran yang menyatakan bahwa pendidikan seumur hidup itu sangat penting. Dasar pikiran tersebut ditinjau dari beberapa se gi antara lain seperti berikut: 1. Tinjauan ideologis Semua manusia dilahirkan ke dunia mempunyai hak yang sama, khusunya hak untuk mendapatkan pendidikan dan peningkatan pengetahuan dan keterampilannya. Pendidikan seumur hidup memungkinkan seseorang membangkitkan potensi potensinya sesuai denga kebutuhan hidupnya. 2. Tinjauan ekonomis Cara yang paling efektif untuk ke luar dari lingkungan setan kemelaratan yang menyebabkan kebodohan, dan kebodohan menyebabkan kemelaratan ialah melalui pendidikan seumur hidup memungkinkan seseorang untuk: a) Meningkatakan produktifitasnya. b) Memelihara dan mengembangkan sumber-sumber yang dimilikinya. c) Memungkinkan hidup dalam lingkungan yang lebih menyenangkan dan sehat. d) Memiliki motivasi dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya secara tepat, sehingga perana pendidikan keluarga menjadi sangat besar dan penting. 3. Tinjauan sosiologis Banyak orang tua di negara yang sedang berkembang kurang menyadari pentingnya pendidikan formal bagi anak-anaknya. Oleh karena itu banyak anak-anak mereka kurang mendapatkan pendidikan formal, putus sekolah at au tidak bersekolah sama sekali. Maka pendidikan seumur hidup kepada orang tua akan merupakan pemecahan atas masalah tersebut. 4. Tinjauan politis Pada negara demokrasi hendaknya seluruh rakyat menyadari pentingnya hak memilih, dan memahami fungsi pemerintah, DPR, MPR dan lain-lain. Oleh karena itu pendidikan kewarganegaraan negara perlu diberikan kepada setiap orang. Maka inilah yang menjadi tugas pendidikan seumur hidup.
5. Tinjauan teknologi Dunia dilanda oleh eksplosi ilmu pengetahuan dan teknologi. Para sarjana, guru, teknisi, dan pemimpin di negara yang sedang berkembang perlu membaharui
142
pengetahuan dan keterampilan mereka, seperti yang dilakukan oleh sejawat mereka di negara maju. 6. Tinjauan psikologis dan pedagogis. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat mempunyai pengaruh besar terhadap konsep, teknik, dan metode pendidikan. Di samping itu perkembangan tersebut menebabkan makin luas, dalam, dan kompleksnya ilmu pengetahuan, sehingga tidak mungkin lagi diajarkan seluruhnya kepada anak didik di sekolah. Sebab itu tugas pendidikan formal yang utama sekarang ialah mengajarkan bagaimana cara belajar, menanamkan motivasi yang kuat dalam diri anak untuk belajar terus sepanjang hidupnya; memberikan keterampilan kepada anak didik untuk secara lincah dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat yang berubah secara cepat, dan mengembangkan daya daptasi yang besar dalam diri anak didik. Untuk itu semua perlu diciptakan kondisi yang merupakan penerapan asas pendidikan seumur hidup. D. Implikasi Konsep Pendidikan Seumur Hidup pada Program-program Pendidikan. Penerapan asas pendidikan seumur hidup pada isi program pendidikan dalam masyarakat mengandung kemungkina yang luas dan bervariasi. Secara garis besarnya dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori seperti berikut : 1. Pendidikan baca tukis fungsional Pengetahuan-pengetahuan baru terutama dapat diperoleh melalui bahan bacaan: a) Memberikan kecakapan 3M yaitu membaca, menulis, dan menghitung fungsional bagi anak didik. b) Menyediakan bahan-bahan bacaan yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya itu. 2. Pendidikan kejuruan Kemajuan teknologi, dan makin meluasnya industrialisasi , menuntut pendidikan kejuruan itu terus-menerus. 3. Pendidikan profesional Hendaknya para profesional selalu mengikuti perubahan dan kemajuan metode perlengkapan, terminologi dan sikap profesionalnya. Ini merupakan realisasi daripada pendidikan seumur hidup.
4. Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan Abad ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi segala se gi kehidupan manusia dan masyarakat. Sebagai contoh, sudah banyak ibu rumah tangga pada saat ini yang perkakas 143
rumah tangganya serba elektronik seperti kompor listrik, mesin cuci l istrik, dan lain-lain sebagainya. Hal ini mengandung konsekwensi pendidikan yang terus menerus (pendidikan seumur hidup). 5. Pendidikan kewargaan negara dan kedewasaan politik Pendidikan kewargaan negara dan kedewasaan politik bagi setiap warga negara, baik sebagai rakyat biasa maupun sebagai pemimpin dalam negara yang demokratis, adalah sangat penting. Hal ini juga mengandung konsekuensi perlunya pendidikan yang terus menerus (pendidikan seumur hidup). 6. Pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang Orang terpelajar hendaknya memahami dan menghargai agama, sejarah kesusastraan, falsafah hidup, kesenian dan musik bangsa sendiri. Pengetahuan tersebut dapat memperkaya hidupnya serta memungkinkannya untuk mengisi waktu senggangnya dengan menyenangkan. Oleh karena itu pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang secara konstruktif akan merupakan bagian penting pendidikan seumur hidup. E. Implikasi Konsep Pendidikan Seumur Hidup pada Sasaran Pendidikan. Yang perlu memperoleh pendidikan seumur hidup, dapat diklarifi kasikan dalam enam kategori, masing-masing dengan prioritas programnya, seperti berikut: 1. Para petani Mereka inilah yang terutama membutuhkan program baca tulis fungsional, sebab banyak di antara mereka yang berpendidikan sangat rendah, tau bahkan tidak memperoleh pendidikan sama sekalai. Di negara yang sedang berkembang mereka ini merupakan golongan penduduk yang terbesar. Biasanya cara hidup mereka masih bersifat tradisional, masih percaya kepada tahayul-tahayul, tabu dan lain-lain. Program pendidikan yang harus diberikan kepada mereka hendaknya yang: a) Menolong meningkatkan produktifitas mereka dengan cara mengajarkan berbagai keterampilan dan metode baru bertani, yang memungkinkan mereka meningkatkan hasil pertanian mereka. b) Mendidik mereka agar dapat memenuhi kewajibannya sebagai warga negara dan sebagai kepala keluarga yang baik, sehingga menyadari pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. c) Mendidik mereka bagaimana mengisi waktu senggang dengan kegiatan-kegiatan yang produktif dan menyenangkan.
2. Para remaja yang putus sekolah, atau yang menganggur karena tidak memperoleh pendidikan keterampilan. Mungkin mereka meninggalkan sekolah, karena kurang minat, bosan, kurang bakat. Kurang kemampuan, atau melihat pendidikan di sekolah itu kurang 144
relevan dengan kebutuhan hidup mereka. Oleh karena itu perlu diberikan kepada mereka pendidikan yang kultural dan kegiatan-kegiatan yang rekreatif serta pendidikan yang bersifat remedial. 3. Para pekerja yang berktrampilan. Supaya dapat menghadapi setiap tantangan hari depan mereka, hendaklah diberikan kepada mereka program pendidikan kejuruan dan teknik, yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punyai. Program pendidikan yang akan diberikan kepada mereka harus mengandung dua tujuan yaitu : a) Mampu menyelamatkan mereka dari bahaya keusangan pengetahuan dan keterampilan yang mereka punyai. b) Membuka jalan bagi mereka untuk naik tingkat dalam rangka promosi kedudukan yang lebih baik. 4. Para teknisi dan golongan profesional Pada umumnya mereka menduduki posisi penting dalam masyarakat. Berhasil tidaknya pembangunan banyak bergantung pada golongan ini. Oleh karena itu program pendidikan seumur hidup sangat penting bagi mereka agar mereka selalu memperbaharui dan menambah pengetahuan dan keterampilan. 5. Para pemimpin masyarakat (golongan politik, agama, sosial dan lain-lain). Hendaknya mereka harus mampu mensistesakan pengetahuan dari berbagai macam keahlian, dan selalu memperbaharui sikap dan gagasan yang sesuai dengan kemajuan dan pembangunan. Biasabya pengetahuan tersebut tidak pernah mereka peroleh dari pendidikan formal. 6. Para anggota masyarakat yang sudah tua. Karena pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak pengetahuan yang belum mereka ketahui waktu masih muda. Jumlah mereka makin lama makin bertambah besar, karena bertambah panjangnya usia rata-rata manusia, disebabkan oleh kesehatan mereka menjadi lebih baik.
145
BAB XIII SISTEM PENDIDIKAN INTERNASIONAL Setiap bangsa memiliki system pendidikan nasional masing-masing bangsadan menjiwai oleh kebudayaannya.kebudayaan tersebut syarat dengan nilai nilai yang tumbuh .dan berkembang melalui sejarah sehingga mewarinai gerak hidup suatu bangsa. nilai hidup bangsa indonesia penyelenggaran sistim pendidikan nasional disusun sekian rupa , meskipun secara garis besar ada persamaan antara pendidikan nasional bangsa lain , sehingga sesuai dengan kebutuhan pendidikan bangsa, indonesia secara geografis ,demografis, historis, dan kultural berciri khas indonesia. Setelah anda membaca dengan seksama materi ini diharapkan anda akan dapat : 1. Menjelaskan apa yang di maksud dengan sistim pendidikan nasional . 2. Menjelaskan macam jalur, jenjang dan jenis program pendidikan nasional indonesia. 3. Menjelaskan pengelolaan jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. 4. Menjelaskan upaya- upaya yang dilakukan untuk mengembangkan sistim pendidikan nasional. 5. Menjelaskan garis besat perkembangan aspek legal sistim pendidikan nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut akan di sajikan materi yang meliputi : Jalur , jenjang, dan jenis program sistim pendidikan nasional ,pengelolaan jalur pendidikan persekolahan dan jalut pendidikan luar sekolah , serta upaya pembaharuan sistim pendidikan nasional. A. Kelembagaan ,program, dan Pengelolaan Pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar dapat berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang. Pendidikan nasional indonesia adalah pendidikan yang berakar pada kebudayanaan bangsa indonesia dan berdasarkan pada, pencapai tujuan pembangunan nasional indonesia. (Sisdiknas) merupakan suatu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang saling berkaitan untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidiakn nasional.
146
Sistim pendidikan nasional di selenggarakan oleh pemerintah dan swasta dan dibawah naungan pemerintah (menteri pendidikan) dan menteri lainnya , pembahasan selanjutnya di batasi dalam penyelenggraan yang di sebut diklat. Penyelenggraan selanjutnya di batasi pada penyelenggraan pendidikan yang berada di bawah tanggung jawab menteri pendidikan dan kebudayaan .penyelenggraan pendidikan nasional di laksanakan melalui bentuk- bentuk kelembagaan dan beserta program program – programnya. Butir butir berikut akan membahas kedua hal tersebut : 1. Kelembagaan pendidikan.
Pendidikan nasional fi laksanakan melalui lembaga- lembaga pendidikan baik dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk kelompok belajar. Berdasarkan UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang sistim pedidikan nasional , kelembanggaan – lebanggaan pendidikan dapat di liaht dalam segi jalur pendidikan dan program serta pengelolaan pendidikan . a.
Jalur pendidikan Penyelenggaraan sisdiknas dilaksanakan melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah atau LPS.
1. Jalur Pendidikan Sekolah Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan
bejar
mengajar
secara
berjenjang
dan
berkesinambungan
(pendidikan
dasar,pendidikan menengah, pendidikan tinggi) .sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan ketentuan pemerintah , dan mempunyai keseragaman pola yang bersifat nasional. 2. Jalur Pendidikan Luar Sekolah Jalur pendidikan luar sekolah (PLS) merupakan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan yang dilaksanakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan seperti , pramuka, khursus, dll. PLS memberikan kemungkinan perkembangan sosial, kultural seperti bahasa dan kesenian, keaagamaan dan keterampilan, yang dapat di manfaatkan oleh anggota masyarakat untuk mengembangkan dirinya dan membangun masyarakatnya. Pendidikan luar sekolah sifatnya tidak formal dalam arti tidak ada keseragaman pola yang bersifat nasional. Dalam hubungan ini pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur
147
pendidikan luar sekolah yang diselenggrakan dalam keluarga yang fungsi utamanya menanamkan keyakinan keagamaan, nilai budaya dan moral, serta keterampilan praktis. b. Jenjang Pendidikan Jenjang pedidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasaan dan kedalaman bahan pengajaran ( UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab I, Pasal 1 Ayat 5). Jalur pendidikan sekolah dilaksanakan secara berjenjang yang terdiri atas jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah , dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk memasuki pendidikan dasar diselenggarakan kelompok belajar yang di sebut pendidikan prasekolah( UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab V , Pasal 2). Pendidikan pra sekolah belum termasuk jenjang pendidikan formal , tetapi baru merupakan kelompok persemainan yang menjembatani anak di antara kehidupannya, keluarga, dan sekolah. 1. Jenjang Pendidikan Dasar Pendidikan dasar di lakukan untuk memberikan dasar yang perlu untuk hidup dalam perkembangan masyarakat berupa pengembangan sifat , pengetahuan , dan keterampilan dasar. Di samping itu juga berfungsi mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Oleh karna itu pendidikan dasar menyediakan kesempatan bagi seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bersifat dasar, dan tiap tiap warga negara diwajibkan menempuh pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. UU RI No. 2 Tahun 1989 menyatakan dasar dan wajib belajar pada pasal 14 ayat 1 bahwa, ― warga negara yang berumur 6 tahun berhak mengikuti pendidikan dasar‖, dan ayat 2 menyatakan bahwa, ―warga negara yang berumur 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat‖. Dalam pengertian setara ini termasuk juga pendidikan luar biasa(PLB), pendidikan keaagamaan, dan pendidkan luar sekolah. 2. Jenjang Pendidikan Menengah Pendidikan menengah yang lamanya 3 tahun sesudah pendidika n dasar , di selenggrakan di SLTA (Sekolah lanjutan tingkat atas) atau satuan pendidikan yang sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar,dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi atau memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan menegah kejuruan , dan pendidikan menegah luar biasa. Pendidikan menegah kedinasan dan pendidikan menengah keagamaan . penjelasan lebih lanju mengenai jenis jenis pendidikan tersebut akan di temukan pada butir 2a t entang jenis program pendidikan. 3. Jenjang Pendidikan Tinggi
148
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menegah , yang diselenggrakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memeiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan ―Tridharma‖ pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian dan mengapdi kepada masyarakat dalam ruang lingkup tanah air indonesia sebagai satuan wilayah pendidikan nasional. Pendidikan tinggi juga berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional dengan perkembangan internasional. Untuk itu dengan tujuan kepentingan nasional, pendidikan tinggi secar terbuka dan selektif mengikuti perkembangan budaya yang terjadi di luar indonesia untuk diambil manfaatnya untuk pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk mencapai tujuan kebebasan akan=demik,melaksanakan misinya pada lembaga pendidikan tinggi berlaku kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan dan otonomi dalam pengelolaan lembaganya. Satuan pendidikan menyelenggarakan pendidikan tinggi di sebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik , politeknik,sekolah tnggi, institut, dan universitas. Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggrakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian tertentu. Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelnggrakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggrakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin il mu dan/atau dalam bidang tertentu. Institut adalah perguruan tinggi yang terdiri dari sejumlah fakultas yang menyelenggrakana pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis. Universitas adalah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggrakan pendidikan akademik dan profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu. Pendidikan yang bersifat pendidikan akademik dan profesional memusatkan perhatian terutama pada usaha penerusan , pelestarian, dan pengembangan peradaban, ilmu , dan teknologi, sedangkan pendidikan yang bersifat profesional memusatkan perhatian pada usaha pengolahan peradaban serta pengolah ilmu dan teknologi. Dalam rangka pengembangan diri, bangsa, dan negara. Output pendidikan tinggi diharapkan dapat mengisi kebutuhan yang beraneka ragam dalam masyarakat. Dari segi peserta didik kenyataan menunjukkan bahwa minat dan bakat mereka beraneka ragam . berdasarkan faktor faktor tersebut, maka perguruan tinggi di susun dalam multistrata. Suatu perguruan tinggi dapat menyelenggrakan satu strata atau lebih . strata dimaksud dari S0(non strata) atau program diploma, lama belajarnya 2 tahun (D2) atau 3 tahun (D3) juga di sebut program non gelar. S1(strata 1) lama belajarnya 4 tahun , S2( strata 2) atau di sebut juga program pascasarjana, sesudah S1 belajar selama 2 tahun , dengan gelar magister S3( program strata tiga) lama belajar 3 tahun setelah menempuh S2 , dengan gelar doktor. 149
Program diploma atau program nongelar memberi tekanan pada aspek praktis profesional sedangkan program gelar memberi tekanan pada aspek akademik ataupun aspek akademik profesional. 2.
a.
Program dan pengelolaan pendidikan
Jenis program pendidikan.
Jenis pendidikan adalah jenis yang di kelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya (UU RI No.2 tahun 1989 Bab I pasal I ayat 4 No. 2 tahun 1989). 1) Pendidikan umum Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan serta peserta didik menggunakan pengkhususkan yang di wujudkan pada tingkatan tingkatan akhir masa pendidikan . pendidikan umum berfungsi sebagai acuan umum bagi jenis pendidikan lainnya. Yang termasuk pendidikan umum adalah SD,SMP,SMA dan Universitas. 2) Pendidikan kejuruan Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang menyiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, seperti bidang teknik, tata boga, perhotelan, kerajinan, admistrasi dan lain lain. Lembaga pendidikannya seperti STM,SMK,SMEA,SMIK. 3) Pendididikan luar biasa Pendidikan luar biasa adalah pendidikan khusus yang diselenggrakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental. Yang termasuk pendidikan luar biasa seperti SDLB, yang dikhususkan untuk tunarungu,tunanetra,tunadaksha dan tunaghahita. Untuk pengadaan gurunya disediakan SGPLB (Sekolah Guru pendidikan Luar Biasa) setara degan DIII. 4) Pendidikan kedinasan Pendidikan kedianasan diadakan khusus yang diselenggrakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai atau calon pegawai suatu departemen pemerintah atau lembaga pemerintah non departemen. Pendidikan kedinasan terdiri dari pendidikan tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang termasuk pendidikan menegah yaitu SPK (sekolah perawat Kesehatan), dan yang termasuk tingkat tinggi yaitu STPDN ( sekolah tinggi pemerintah dalam negeri). 5) Pendidikan keagamaan Pendidikan keagamaan adalah pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat melaksanakan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama.pendidikan agama dapat terdiri dari pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Seperti madrasah ibtidayah, tsanawiyah, sekolah Theologia, IAIN dan lain lain. Pendidikan agama ada yang sepenuhnya memberikan pendidikan agama dan ada yang memberikan atas dasar pendidikan agama dan pendidikan umum setingkat.
150
b. Kurikulum program pendidikan
Konsep pendidikan nasional di realisir melalui kurikulum kurikulum memberi bekal pengetahuan sikap dan keterampilan pada peserta didik. Makna persebut tersirat di dalam arti kata dan deskripsi kurikulum yang di berikan para ahli.kurikulum kemudian di artikan ―jarak yang harus di tempuh‖ oleh pelari. (Nana Sujana, 1989 ; 4). Berdasarkan arti yang di kandung di dalam rumusan tersebut kurikulum dalam pendidikan di analogikan sebagai area tempat peserta didik untuk mencapai finis berupa ijazah, diploma atau gelar. I)
Kurikulum nasional
Masing masing satuan pendidikan (menurut jalur , jenjang, dan jenis)mempunyai tugas untuk mencapai tujuan institusional yang di lembang oleh masing masing satuan pendidikan .misalnya STM sebagai satuan pendidikan yang mengenban tujuan ganda yaitu menyiapkan tenaga teknisi yang terampil dan yang cerdas beriman dan bertakwa terhadap tuhan yang maha esa dan seterusnya , pendidikan nasional di berlakukan kepada semua satuan pendidikan dari pendidikan pra sekolah sampai pendidikan sekolah formal ini berarti bahwa tujuan pendidikan nasional itu menjadi bagian yang tak dapat terpisahkan dari kurikulum satuan pendidikan. Kurikulum menjembatani tujuan tersebut dengan praktek belajar riil di lapangan /sekolah. Dalam hubungan ini Soediarjarto( Soediarjarto 1991/ 145) merinci kurikulum atas lima bagian yaitu ; -
Tujuan institusional, yang menggambarkan berbagai kemampuan (pengetahuan ,keterampilan, nilai, dan sikap) yang harus di kuasai oleh peserta didik dari satuan pendidikan.
-
Kerangka materi yang di berikan gambaran tentang bidang bidang pelajaran yang perlu di pelajari peserta didik untuk menguasai rangkaian yang di sebut struktur program kurikulum.
-
Garis materi pembelajaran dari suatu bidang pelajaran yang telah di pilih, biasa di sebut GBPP atau silabi.
-
Panduan dan buku buku pelajaran yang disusun untuk menunjang terjadinya proses pembelajaran (pedoman guru dan buku paket belajar).
-
Bentuk dan jenis kegiatan pembelajaran yang dialami peserta didik, yaitu strategi belajar mengajar.
Lima komponen kurikulum tersebut jika dilihat secara keseluruhan dapat di kelompokkan atas : tujuam pendidikan (butir 1) materi pendidikan (butir 2 sampai 4) dan metodologi (5). Soediajarto menamakan butir 1 s/d 4 kurikulum nasional dan yang 5 adalah suatu implementasi kurikulum yang di jadikan tanggung jawab guru dan kepala sekolah. Disebut kurikulum hanya akan berhasil jika di sinkron dengan tujuan dan sifat materiyang di gunakan untuk pencapaiaan tersebut ( 1 s/d 4). Mengenai isi kurikulum nasional itu di dalam UU RI No. 2 tahun 1989 Pasal 30 ayat 1.‖isi nkurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai untuk mencapai tujuan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian pendidikan nasional‖. Ayat 2 menyatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat :
151
a.
Pendidikan pancasila ,
b. Pendidikan agama , dan c.
Pendidikan kewarganegaraan.
Ayat ketiga menyatakan bahwa isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang ; a.
Pendidikan pancasila,
b. Pendidikan keagamaan, c.
Pendidikan kewarganegaraan,
d. Bahasa indonesia, e.
Membaca dan menulis,
f.
Matematika,
g. Pengantar sains dan teknologi, h. Ilmu bumi, i.
Sejarah nasional dan sejarah umum,
j.
Kerajinan tangan dan kesenian,
k. Menggambar serta, l.
Bahasa inggris.
2) Kurikulum muatan lokal Kenyataan menunjukkan bahwa setiap daerah di wilayah tanah air indonesia memiliki ciri khas mengenai adat istiadat, tata cara dan tatakrama pergaulan ,kesenian,bahasa lisan maupun tulisan,kerajinan dan nilai nilai kehidupannya masing masing. Bahkan karna keanekaragamannya itu bukan saja mengenal budaya ,melainkan juga kondisi alam dan lingkungan sekitar. Keaneka ragaman budaya,lingkungan sosial , dan kondisi alam itu merupakan kekayaan hidup bangsa indonesia , oleh karena itu perlu di lestarikan dan di kembangkan melalui upaya pendidikan. Sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat dan bertugas meyiapkan peserta didik untuk tujuan kemasyarakatan. Karena itu program pendidikan sekolah harus bermuatan unsur unsur lingkungan yaitu yang di sebut muatan lokal , yang akan memelihara jalinan antar sekolah dan lingkungannya. b) pengertian muatan lokal
152
gambaran muatan lokal dalam lampiran keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan tersebut di jelaskan bahwa yang di maksud dengan muatan lokal adalah program muatan lokal yang di isi dan media penyampaiannya di kaitkan dengan kingkungan alam , lingkungan sosial , dan lingkungan budaya daerah ,hal yang berkaitan dengan lingkungan ini perlu di pelajari oleh murid di daerah itu. c) Tujuan muatan lokal tujuan dilaksanakannya muatan lokal dalam dalam kurikulum SD dapat dilihat dari segi kepentinan nasional dan kepentingan peserta didik . dalam hubungannya dengan kepentingan nasional.muatan lokal dapat : 1) Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan khas daerah 2) Mengubah nilai dan sikap masyarakat ,terhadap lingkungan ke arah positif. Dari sudut kepentingan peserta didik muatan lokal dapat ; 1) Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya (alam, sosial, dan budaya). 2) Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya supaya tidak asing. 3) Menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang di plajari untuk memecahkan masalah di lingkungan sekotar. 4) Memanfaat sumber belajar yang terdapat di lingkungan. 5) Mempermudah peserta didik menyerap materi pelajaran.
Faktor penghambat dan penunjang muatan lokal
Faktor penghambat 1) Sifat dari pelajaran ML itu sendiri sebagian besar memberi tekanan pada pembinaan tingkah laku, afektif, dan psikomotor anak.pemprosesannya perlu melakukan evaluasi. 2) Dilihat dari segi ketenagaannya , pelaksanaan Ml memerlukan pengornisiran secaru khusus karena melibatkan pihak pihak lain, selain sekolah, untuk itu perlu team teaching, sebagai suatu alternatif dapat di pikirkan pengembangannya.disamping cara cara rutin guru mengajar di kelas, harus ada kersajasama terpadu antara pembina. 3) Dilihat dari segi proses pembelajaran, pelaksanaan ML menggunakan pendekatan ketrampilan proses dan CBSA. Meskipun model pendekatan ini sudah mendekati kurikulum 1984,namun guru guru masih akrab dengan pendekatan itu. 4) Sistim ujian akhir dan ijazah yang di selenggarakan di sekolah sekolah umumnya masih menciptakan iklim iklim pengajaran yang memberikan lebih tekananlebih dari pada mata pelajaran akademik, sedangkan mata pelajaran yang memberikan bekal bekal , praktis pada peserta didik yang di anggap fakultatif.
153
5) Sarana penunjang tertentu bagi pelaksanaan ML secara optimal kebanyakan tidak di miliki sekolah dan mungkin juga tidak tersedia di masayarakat. Keadaan demikian ,jika tidak didikung oleh upaya yang gigih dari pelaksanakannya akan mudah menimbulkan pesimisme. Faktor penunjang
1) Adanya keinginan dari kebanyakan peserta didik untuk cepat memperoleh bekal kerja dan pekerjaan apapun yang membawa hasil.hal ini ditunjang oleh kondisi umum yang menunjukkan terbatasnya volume pekerjaaan karyawan pemerintah , dan di swasta utamanya yang bersifat hasil segera juga ikut mendorong minat siswa pada pelaksanaan ML. 2) Materi ML yang dapat di jadikan sasaran belajar cukup banyak tersedia baik macamnya maupun penyebarannya di setiap daerah, sehingga penentuan daerah perintisan maupun tidak di seminasi begitu sulit. 3) Ketenagaan yang bervariasi (lintas sektoral, narasumber) yang partisipasinya dapat menunjang dan dapat di libatkan dalam penyelenggaraan ML tidak sulit di temukan di semua daerah/lokasi. 4) Adanya materi ML yang sudah tercantum sebagai materi kurikulum dan sudah dilaksanakan secara rutin, hanya tinggal pembenahan efektifikasi yang perlu ditingkatkan (misalnya pelajaran bahasa daerah). 5) Media massa khususnya media komunikasi visual seperti tv, dan video sudah tidak sulit untuk dimanfaatkan guna penyebaran informasi berupa contoh-contoh model pelaksanaan ML yang berhasil, dengan demikian ide tentang ML lebih cepat memasyarakat. B. Upaya Pembangunan Pendidikan Nasional 1. Jenis Upaya Pembaruan Pendidikan Seperti telah dijelaskan pada bab terdahulu bahwa sistem pendidikan selalu menghadapi tantangan baru, karena masyarakat selalu mengalami kemajuan dengan serta merta timbulnya kebutuhan-kebutuhan baru. Untuk menghadapi tantangan-tantangan baru itu pendidikan berupaya melakukan pembaruan dengan jalan menyempurnakan sistemnya. Sejak Pelita II, berkat adanya tuntutan pembangunan dan pengaruh perkembangan iptek, utamanya ilmu pengetahuan perilaku (bevavioral science), dunia pendidikan di tanah air kita mulai melakukan penyempurnaan-penyempurnaan. Pengaruh ilmu perilaku itu terasa misalnya antara lain pada lahirnya kurikulum 1975/1976 yang memanfaatkan teori taksonomi tingkah laku dari B. Bloom dalam merumuskan tujuan pendidikan. Ternyata penyempurnaan tidak hanya terjadi pada segi-segi teknologi belajar mengajar, tetapi bahkan mengenai hal-hal yang bersifat mendasar yaitu landasan pendidikan.
Uraian berikut ini akan memberikan gambaran tentang upaya pembaruan sistem pendidikan yang dimulai dari Pelita II hingga awal Pelita VI, selama hampir satu periode pembangunan jangka panjang. 154
Pembaharuan yang terjadi meliputi landasan yuridis, kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan, dan tenaga kependidikan. a.
Pembaruan Landasan Yuridis Suatu pembaruan pendidikan yang sangat mendasar ialah pembaruan yang tertuju pada landasan yuridisnya, karena pembaharuan landasan yuridis berhubungan dengan halhal yang bersifat mendasar (fundamental) dan yang bersifat prinsipal. Dikatakan demikian karena landasan yuridis itu mendasari semua kegiatan pelaksanaan pendidikan dan mengenai hal-hal yang penting seperti komponen struktur pendidikan, kurikulum, pengelolaan, pengawasan, dan ketenagaan. Sejak kemerdekaan sampai menjelang memasuki PJPT II pembaruan landasan sistem pendidikan yang cukup penting baru terjadi, tepatnya di dalam Plita V, yaitu dengan lahirnya UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Landasan yuridis ini dilengkapi dengan sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) (sampai saat tulisan ini disusun ssudah ada 8 PP di antaran 16 PP yang harus diterbitkan). Bagaimana sifat dan kelebihan UU RI No. 2 Tahun 1989, kelengkatap isinya, fleksibilitasnya, sifat menyeluruhnya (kekomprehensifannya) akan diuraikan di Bab IX (dalam uraian tentang pembangunan
sistem pendidikan nasional). Adapun uraian tentang
bagaimana
perkembangan landasan yuridis pendidikan nasional itu lebih rinci akan diuraikan pada butir 2 bagian berikut ini, yaitu paparan tentang dasar dan aspek legal pembangunan pendidikan nasional.
b. Pembaruan Kurikulum Ada dua faktor pengendali yang menentukan arah pembaruan kurikulum, yaitu yang sifatnya mempertahankan dan yang mengubah. Termasuk yang pertama ialah landasan filosofis, yaitu falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945 dan landasan historis (mencakup unsur-unsur yang dari dahulu hingga sekarang menguasai hajat hidup orang banyak). Sedangkan faktor pengendali yang kedua yaitu yang bersifat mengubah ialah landasan sosial (berupa kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat) dan landasan psikologis (yaitu cara peserta di dalam belajar, mengenai hal ini banyak penemuan penemuan baru yang menopangnya). Pembaruan kurikulum dapat dilihat dari segi orientasinya, strategi, isi/program, dan metodenya. Kurikulum 1975/1976 lahir sebagai penyempurnaan dari kurikulum 1968 yang belum jelas orientasinya menjadi terorientasi kepada hasil (product oriented). Sebenarnya dengan adanya orientasi baru ini sudah merupakan suatu langkah maju. Sebab dengan berorientasi kepada hasil, perumusan tujuan pendidikan yang jelas dan benar menjadi hal 155
yang diperhatikan di dalam proses pendidikan. Tetapi pengalaman selama hampir 10 tahun menunjukkan bahwa hasil pendidikan ternyata tidak seperti yang diharapkan. Untuk memperbaiki keadaan seperti itu dilakukan upaya pembaruan kurikulum dan sebagai hasilnya lahirlah kurikulum 1984. Kurikulum ini membenahi kurikulum 1975/1976. Terlepas dari segenap kekurangannya (yang sudah dijelaskan di dalam Bab VII butir E1. B tentang masalah kurikulum), kurikulum 1984 memberikan arah baru pada pelaksanaan pendidikan. Kelebihan yang dimiliki kurikulum 1984 dan yang dipandang sebagai pengembangan dari kurikulum 1975/1976 antara lain adalah: -
Bersifat komprehensif, yang tampah dalam hal pelaksanaan ko dan ekstrakurikuler yang sudah lebih diberikan di samping yang kurikuler. Ini berarti meningkatkan hubungan antaran sekolah dan masyarakat, dan orang tua. Juga meningkatkan penggarapan tingkah laku afektif dan psikomotor di samping kognitif yang sudah lama terbengkalai.
-
Adanya strategi desentralisasi di samping yang sentralisasi, yang tampak pada adanya muatan lokal di samping kurikulum nasional dan muatan lokal. Ini merupakan antisipasi masa depan, di mana kecenderungan pola pendidikan di masa depan mengarah kepada desentralilsasi, karena pembangunan daerah merupakan basis pembangunan nasional. (Tilaar, 1992: 8).
-
Disediakannya program yang bercariasi (meskipun belum berlaksana sepenuhnya). Program ini memberikan peluang pembekalan bagi peserta didik yang ingin melanjutkan belajar ke pendidikan tinggi dan yang ingin segera ke lapangan kerja dengan berbagai variasinya.
-
Adanya penekanan pada keterampilan proses dengan menggunakan pendekatan CBSA dan peranan evaluasi formatif dalam proses pembelajaran. Ini merupakan isu penting karena hasil belajar yang baik hanya dimungkinkan oleh proses pembelajaran yang berkualitas.
-
Adanya upaya perampingan kurikulum yang memungkinkan pemilihan dan penyajuan materi pembelajaran yang esensial. Kecenderungan-kecendenrungan tersebut juga senada dengan kurikulum pendidikan
tinggi yang dikenal kurikulum 1992 yang antara lain menekankan perlunya dirumuskan topoik-topik inti dalam menyusun materi kurikulum. Kurikulum saat ini kita sedang menunggu kehadiran kurikulum 1994 yang tentunya mengandung peluang yang lebih besar dan lebih baik untuk mempersiapkan warga negara sebagai sumber daya manusia bagi pembangunan di masa depan. Peluang-peluang itu antara lain: -
Adanya oerluasan kesempatan untuk mengikuti pendidikan bagi rakya banyak.
156
-
Adanya penanaman dasar (basic education) yang lebih baik pada seluruh warga negara untuk terjun ke lapangan kerja di masyarakat dan untuk lanjut belajar ke pendidikan tinggi.
-
c.
Adanya seleksi bertahap yang lebih terarah untuk memasuki pendidikan tinggi.
Pembaruan Pola Masa Studi Pembaruan pola masa studi termasuk pendidikan yang meliputi pembaruan jenjang dan jenis pendidikan serta lama waktu belajar pada suatu satuan pendidikan. Pembiccaraan secara menyeluruh mengenai pola struktur ini akan ditampung dalam Bab IX butir 3.b.4 sebagai bagian dari uraian tentang pembangunan sistem pendidikan. Pada bagian ini menunjukkan adanya upaya pembaruan pendidikan. Perubahan pola maa studi sebagai suatu pertanda adanya pembaruan pendidikan berupa penambahan (perpanjangan masa studi) ataupun pengurangan (perpendekaan masa studi). Perubahan pola tersebut dilakukan untuk tujuan dan alasan-alasan tertentu. Misalnya untuk mempersiapkan tenaga guru SD yang dahulunya dianggap cukup tamatan SPG (jenjang pra-masa studi akademik), sekarang untuk menjadi guru SD harus berpendidikan Diploma II (jenjang akademik). Tujuannya ialah untuk mendapatkan tenaga yang lebih kompeten. Sehubungan dengan upaya peningkatan kualitas dan penyiapan tenaga yang lebih baik, pemerintah dengan melalu UU RI No. 2 Tahun 1989 telah mengubah pendidikan dasar 6 tahun menjadi 9 tahun (PP RI No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar Bab I, Pasal 1 Ayat 1). Menurut PP tersebut pendidikan dasar yang dimaksud meliputi sekolah dasar 6 tahun dan 3 tahun sekolah lanjutan tingkat pertama. Strategi ini mempunyai arti penting dalam rangka menyiapkan warga negara sebagai sumber daya manusia untuk pembangunan yang menuntut persyaratan lebih baik. Di sisi lain pendidikan, sarjana yang pada masa studi lalu harus ditempuh 5 tahun (3 tahun sarjana muda ditambah 2 tahun sarjana lengkap) diperpendek menjadi 4 tahun disebut program S1. Alasan yang mendasari antara lain bahwa pendidikan program S1 dipandang cukup memberikan bekal dasar, sehingga tidak perlu terlalu lama. Pengembangan dan penyesuaian alumni S1 dengan tuntutan persyaratan kerja nantinya dapat ditempuh melalui pendidikan dalam jabatan. Malahan pendidikan dalam jabatan dipandang lebih mudah disesuaikan dengan persyaratan kerja yang juga sering berubah.
d. Pembaruan Tenaga Kependidikan Di samping pembaruan landasan yuridis dan kurikulim, pengembangan sistem pendidikan nasional juga menyentuh pembaruan komponen lain, yaitu tenaga kependidikan. Yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah tenaga yang bertugas menyelenggarakan atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. (UU RI 157
No. 2 Bab VII Pasal 27 Ayat 1). Pembaruan terhadap komponen tenaga kependidikan dipandang sangan penting karena pembaruan pada komponen-komponen lain tanpa ditunjang oleh tenaga-tenaga pelaksana yang kompeten tidak akan ada artinya. Berdasarkan aneka ragam tugas seperti yang dinyatakan dalam Pasal 27 Ayat 1 tersebut, maka diperlukan jenis tenaga yang lain di samping guru, meskipun guru sendiri mengalami perubahan peran dari peran tunggal ke multiperan (lihat Bab VII butir E. 1.c). Tenaga yang lain di samping guru ialah pustakawan, laboran, konselor, teknisi sumber belajar, dan lain-lain. Keberadaan tenaga kependidikan yang bermacam-macam di samping guru ini mempunyai landasan yuridis, yaitu U RI No. 2 Tahun 1989 Bab VII Pasal 27 Ayat 2 yang dijabarkan lebih rinci dalam PP RI No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan. Lahirnya PP RI No. 38 Tahun 1992 ini merupakan suatu pertanda bahwa beberapa sistem pendidikan itu mengantisipasi hari depan. Sebab PP tersebut berpasangan dengan UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 35 tentang penyediaan sumber belajar oleh sekolah di mana tenaga teknisi sumber belajar harus bekerja. Jika kedua macam ketentuan tersebut terlaksana dengan baik berarti terbuka peluang yang amat besar bagi didayagunakannya teknologi pendidikan yang berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas proses pendidikan. 2. Dasar dan Aspek Legal Pembangunan Pendidikan Nasional Dasar dan aspek legal pembangunan pendidikan nasional berupa ketentuan-ketentuan yuridis yang menjadi dasar, acuan, serta mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, seperti Pancasila, UUD 1945, GBHN, UU organik pendidikan, peraturan pemerintah, dan lain-lain. Pancasila seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 merupakan kepribadian, tujuan, dan pandangan hidup bangsa, oleh karena itu sistem pendidikan nasional yang mempunyai misi mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, berlandaskan Pancasila dan berdasar pada UUD 1945. Selanjutnya UUD 1945 dituangkan ke dalam TAP MPR tentang GBHN khususnya bidang pendidikan. Dalam TAP MPR No. IV/MPR/1973 s.d. TAP MPR RI No. II/MPR/1993 dengan jelas dikemukakan program umum pembaruan dan pembangunan pendidikan. Di dalam semua ketetapan itu terlihat adanya kesinambungan yang mencakup program utama pembangunan pendidikan, yaitu: a.
Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
b. Peningkatan mutu pendidikan c.
Peningkatan relevansi pendidikan
d. Peningkatan efisiensi dan efektivitas pendidikan e.
Pengembangan kebudayaan
f.
Pembinaan generasi muda. 158
Keenam macam program pokok sebagai kebijakan pembangunan sistem pendidikan tersebut sejalan dengan UUD 1945, yakni bahwa pembangunan pendidikan bermaksud mewujudkan cita-cita kemerdekaan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa agar tercipta kesejahteraan umum, dan dapat ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Program pokok pembangunan pendidikan yang dinyatakan dalam GBHN tersebut juga memberi pedoman bagi upaya merealisasikan Pasal 31 dan Pasal 32 UUD 1945 yakni bawah: -
Tiap-tiap warga negara mendapat pengajaran.
-
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional
-
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. UUD 1945 sebagai landasan yuridis merupakan hukum tertinggi dari organisasi
kenegaraan yang memuat garis besar, dasar, dan tujuan negara. Sifatnya lestari dalam arti menjadi petunjuk untuk hidup bangsa dalam jangka waktu relatif panjang dan bahkan jika memungkinkan selama negara berdiri. Untuk penyelenggaraan segala sesuatu yang ditetapkan dalam UUD 1945 itu diperlukan ketetapan-ketetapan yang lebih rendah yaitu yang tertuang dalam
undang-undang
organik.
UU
organik
adalah
peraturan-peraturan
untuk
menyelenggarakan aturan dasar yang tercantum dalam UUD sebagai usaha untuk mewujudkan tujuan negara (Hadari Nawawi, 1983: 46). Dalam bidang pendidikan, undangundang organik pendidikan yang pertama ialah UU No. 12 Tahun 1954 jo. UU No. 4 Tahun 1950 tentang Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah dan UU No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi. Kedua macam undang-undang organik tersebut berlaku cukup lama, karena kelihatannya dari segi keadaan darurat yang mendesak belum dipandang perlu untuk mengganti UU No. 13 Tahun 1954 dan UU No. 22 Tahun 1967 misalnya dengan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang di Bidang Pendidikan sampai tahun 1982, meskipun secara konstitusional lahirnya hal itu dimiungkinkan. Untuk menyempurnakan kedua undang-undang organik Pembaruan Pendidikan Nasional (KPPN) berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tanggal 25 Agustus 1978 No. 0283/P/1978, yang bertugas merumuskan konsep pendidikan nasional yang bersifat semesta, menyeluruh, dan terpadu sebagai bahan untuk penyusunan undang-undang organik yang baru di bidang pendidikan. Laporan KPPN terwujud pada tanggal 31 Maret 1980. Di samping itu, karena negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan terlalu luas, sedangkan penyelenggaraan pemerintahan harus efisien dan efektif, maka ditetapkanlan UU No. 5 Tahun 1974 yang antara lain mengatur undang-undang dan peraturan pemerintah daerah tingkat I provinsi dan daerah tingkat II kabupaten/kotamadya. Undang-undang ini dipandang sejalan dengan tuntutan pembangunan, yaitu bahwa pemerataan pembangunan 159
menuntut semakin dekatnya pembangunan itu dengan kebutuhan masyarakat. Karena apa yang disebut ―perencanaan pembangunan dari bawah‖ harus semakin mendapat perhatian dalam rangka pembangunan nasional. Sehubungan dengan itu, UU No. 5 Tahun 1974 itu dalam pelaksanaannya juga termasuk mengatur penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar sebagai konkretisasi pelaksanaan PP No. 65 Tahun 1951, yang isinya memberikan sebagian kewenangan kepada daerah untuk menyelenggarakan pendidikan dasar, PP No. 65 Tahun 1951 ini nantinya pada tahun 1990 dilengkapi dengan PP No. 28 Tahun 1990 t entang Pendidikan Dasar. Kecuali aturan-aturan sebagaimana telah dikemukakan, dalam keadaan khusus jika ada hal-hal mengenai suatu bingan yang menjadi tanggung jawab beberapa menteri, maka dimungkinkan untuk membuat ketentuan bersama dalam suatu bentuk ketentuan hukum yang disebut surat keputusan bersama (SKB) yang tingkatannya sama dengan kepurusan menteri. Sebagai contoh misalnya SKB Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan tentang penyediaan dan pengaturan dana Subsidi Bantuan Penyelenggaraan Pendidian Sekolah Dasar (SBPP-SD) yang dikeluarkan sejak dihapuskannya SPP sekolah dalam negeri. Untuk menyongsong laju pembangunan nasional, maka upaya penyempurnaan undangundang organik bidang pendidikan dilakukan terus, dan sebagai hasilnya lahirnya UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut sampai saat ini sudah berhasil dilengkapi dengan sejumlah peraturan pemerintahan sebagai penjabaran pasal pasal tertentu dari UU RI No. 2 Tahun 1989 tersebut. Peraturan
Pemerintah
dimaksudn
yaitu:
PP No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah PP No. 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi PP No. 73 Tahun 1990 tentang Pendidikan Luar Sekolah PP No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan PP No. 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional
Adapun kelebiha-kelebihan yang terkandung di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 itu, sebagai percerminan adanya perkembangan aspek legal sistem pendidikan dapat dilihat dalam Bab IX Butir C.2) tentang Pembangunan Sistem Pendidikan Nasional khususnya mengenai aspek yuridisnya. Pendidikan nasional Indonesia memiliki ciri khas sehingga berbeda dengan sistem pendidikan nasional bangsa lain. Kekhasan ciri sistem pendidikan nasional Indonesia tersebut tampak pada landasan, dasar penyelenggaraan, dan perkembangannya. 160
Landasan dan dasarnya menjiwai sistem pendidikan sedangkan pola penyelenggaraan dan perkembangannya memberikan warna/coraknya. Penyelenggaraannya terwujud pada: Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Karena pendidikan berfungsi menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan, sedangkan pembangunan sendiri mengalami perkembangan maka sistem pendidikan nasional juga selalu dikembangankan. Pengembangan sistem pendidikan nasional mesti berdasar kepada aspek legal.
161
BAB XIV PENGERTIAN, FUNGSI, DAN JENIS LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan, yang akan mempengaruhi manusia secara bervariasi. Seperti diketahui, setiap bayi manusia dilahirkan dalam lingkungan keluarga tertentu, yang merupakan lingkungan pendidikan terpenting sampai anak mulai masuk taman kanak-kanak ataupun sekolah. Oleh karena itu, keluarga sering dipandang sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama. Makin bertambah usia manusia, peranan sekolah dan masyarakat luas makin penting, namun peran keluarga tidak terputus. Di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas, peranan ketiga tripusat pendidikan itu menjiwai berbagai ketentuan didalamnya. Pasal 1 Ayat 3 menetapkan bahwa Sisdiknas adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional, Pasal selanjutnya, menetapkan tentang dua jalur pendidikan, yakni jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah (meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan sebagainya). Sedangkan Penjelasan UU No.2 Tahun 1989 itu menetapkan tentang tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan (Undang-Undang, 1922:25). Oleh karena itu, kajian tentang peranan dan fungsi setiap pusat pendidikan tersebut sangat penting, karena akan memberikan wawasan yang tepat serta pemahaman yang luas dan menyentuh tentang lingkup kegiatan dan upaya pendidikan itu. Setelah mempelajari Bab V, Anda diharapkan dapat: 1. Memahami pengertian dan peranan lingkungan pendidikan bagi peserta didik. 2. Memahami tripusat pendidikan sebagai lingkungan pendidikan, yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat. 3. Memahami saling pengaruh antarketiga tripusat pendidikan terhadap perkembangan peserta didik. Pemahaman peranan keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan akan sangat penting dalam upaya membantu perkembangan peserta didik yang optimal. Pemahaman itu bukan hanya tentang peranannya masing-masing, tetapi juga keterkaitan dan saling pengaruh antarketiganya dalam perkembangan manusia. Sebab pada hakikatnya peranan ketiga pusat pendidikan itu selalu secara bersama-sama mempengaruhi manusia, meskipun dengan bobot pengaruh yang bervariasi sepanjang hidup manusia. Kajian tentang lingkungan pendidikan akan dimulai dengan pengertian dan fungsi lingkungan pendidikan disusul dengan kajian setiap pusat dari tripusat pendidikan itu, dan di akhiri dengan kajian tentang saling pengaruh antarketiganya. Kajian ini akan dilakukan baik 162
ditinjau dari segi konseptual maupun segi operasional. Dengan demikian akan diperoleh dasar-dasar teoritik yang memadai terhadap setiap keputusan dan atau tindakan yang diambil sesuai dengan situasi nyata yang sedang dihadapi. Seperti telah dikemukakan bahwa pendidikan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan, memerlukan pertimbangan yang tepat karena hasil pendidikan itu tidak segera dapat dilihat.
A. Pengertian dan Fungsi Lingkungan Pendidikan
Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena interaksi manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial manusia secara efisien dan efktif itulah yang disebut dengan pendidikan. Dan latar tempat berlangsungnya pendidikan itu disebut lingkungan pendidikan, khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat (Umar Tirtarahardja et. al., 1990: 39-40). Seperti diketahui, lingkungan pendidikan pertama dan utama adalah keluarga. Makin bertambah usia seseorang, peranan lingkungan pendidikan lainnya (yakni sekolah dan masyarakat) semakin penting meskipun pengaruh lingkungan keluarga masih tetap berlanjut. Berdasarkan perbedaan ciri-ciri penyelenggaraan pendidikan pada ketiga lingkungan pendidikan itu, maka ketiganya sering dibedakan sebagai pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan nonformal. Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan keluarga berlangsung alamiah dan wajar serta disebut pendidikan informal. Sebaliknya, pendidikan di sekolah adalah pendidikan yang secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan aturan aturan yang ketat, seperti harus berjenjang dan berkesinambungan, sehingga disebut pendidikan formal. Sedangkan pendidikan di lingkungan masyarakat (umpamanya kursus dan kelompok belajar) tidak dipersyaratkan berjenjang dan berkesinambungan, serta dengan aturan-aturan yang lebih longgar sehingga disebut pendidikan nonformal. Pendidikan informal, formal, dan nonformal itu sering dipandang sebagai subsistem dari sistem pendidikan (Umar Tirtarahardja et. al., 1990: 13-15) serta secara bersama-sama menjadikan pendidikan berlangsung seumur hidup (Cropley, 1979: 3) Sebagai pelaksanaan Pasal 31 Ayat 2 dari UUD 1945, telah ditetapkan UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas (beserta peraturan pelaksanaanya) yang menata kembali pendidikan di Indonesia, termasuk lingkungan pendidikan. Sisdiknas itu membedakan dua jalur pendidikan, yakni jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang berjenjang dan berkesinambungan mulai dari pendidikan prasekolah (taman kanak-kanak), pendidikan dasar (SD dan SLTP), pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sedangkan jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajarmengajar yang harus berjenjang dan berkesinambungan, baik yang dilembagakan
163
maupun tidak, yang meliputi pendidikan keluarga, pendidikan prasekolah (seperti kelompok bermain dan penitipan anak), kursus, kelompok kelompok belajar, dan sebagainya. Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, sosial, dan budaya), utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat dicapai tujuan pendidikan yang optimal. Penataan lingkungan pendidikan itu terutama dimaksudkan agar proses pendidikan dapat berkembang efisien efi sien dan efektif. efe ktif. Seperti diketahui, proses pros es pertumbuhan dan perkembangan manusia sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya akan berlangsung secara alamiah dengan konsekuensi bahwa tumbuh kembang itu mungkin berlangsung lambat dan menyimpang dari tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai usaha sadar untuk mengatur dan mengendalikan lingkungan itu sedemikian rupa agar dapat diperoleh peluang pencapaian tujuan secara optimal, dan dalam waktu serta dengan daya/dana yang seminimal mungkin. Dengan demikian diharapkan mutu sumber daya manusia makin lama semakin meningkat. Hal itu hanya dapat diwujudkan apabila setiap lingkungan pendidikan tersebut dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya. Masyarakat akan dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya jika setiap individu belajar berbagai hal, baik pola-pola tingkah laku umum maupun peranan yang berbeda-beda. Untuk itu proses pendidikan harus berfungsi untuk mengajarkan tingkah laku umum dan untuk menyeleksi/mempersiapkan individu untuk peranan-peranan tertentu. Sehubungan dengan fungsi yang kedua ini pendidikan bertugas untuk mengajarkan berbagai macam ketrampilan dan keahlian. Meskipun pendidikan informal juga berperan melaksanakan kedua fungsi tersebut, tetapi sangat terbatas, khususnya dilaksanakan oleh masyarakat yang masih primitif. Pada masyarakat yang sudah maju, fungsi yang kedua dari pendidikan itu hampir sepenuhnya diambil alih oleh lembaga pendidikan formal. Pendidikan formal berfungsi untuk mengajarkan pengetahuan umum dan pengetahuan yang bersifat khusus dalam rangka mempersiapkan anak untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu. Program umum yang diberikan oleh pendidikan formal didasarkan pada asumsi bahwa setiap anak harus memiliki pengetahuan umum, seperti: Pengetahuan membaca, menulis, dan berhitung. Disamping itu, program umum perlu dilakukan untuk memberikan dasar kebudayaan umum yang kuat demi kelangsungan hidup dan perkembangan masyarakat. Karena cepatnya perkembangan industri yang menuntutspesialisasi kemampuan dan ketrampilan, maka pendidikan formal memberikan program yang berbeda-beda yang mempersiapkan individu untuk berbagai posisi di dalam masyarakat amat menentukan peranan pendidikan untuk mengalokasikan individuindividu di berbagai posisi dalam masyarakat (Redja Madyahardjo et. al., 1992: Modul 5/46/47). Perlu pula dikemukakan bahwa pelaksanaan pendidikan dilakukan melalui tiga kegiatan yakni membimbing, mengajar, dan atau melatih (Ayat 1 Pasal 1 dari UU RI No. 164
2/1989). Meskipun ketiga kegiatan itu pada hakikatnya tritunggal, namun dapat dibedakan aspek tujuan pokok dari ketiganya yakni: 1) Membimbing, terutama berkaitan dengan pemantapan jati diri dan pribadi dari segi-segi perilaku umum (aspek pembudayaan). pembudayaan). 2) Mengajar, terutama berkaitan dengan dengan penguasaan ilmu pengetahuan pengetahuan dan 3) Melatih, terutama berkaitan dengan ketrampilan ketrampilan dan kemahiran (aspek teknologi) Seperti dalam paparan di atas, terjadi variasi penekanan ketiga kegiatan itu didalam berbagai lingkungan pendidikan dari masa ke masa. Perlu ditegaskan bahwa sekecil apa pun namun ketiga aspek tujuan pokok pendidikan itu tetap akan tergarap dalam setiap lingkungan pendidikan. Sebaliknya, adalah tidak mungkin ketiga aspek tersebut dibebankan hanya kepada satu lingkungan tertentu saja, apalagi hanya pada satu jenis satuan pendidikan saja. Tidak jarang terjadi adanya harapan yang berlebihan terhadap sekolah, seakan-akan keseluruhan tujuan pendidikan itu hanya menjadi tugas dan tanggung jawab sekolah saja. Kualitas manusia, baik aspek kepribadian maupun penguasaan dasar-dasar ilmu pengetahuan, serta kemahiran dalam spesialisasi tertentu, merupakan hasil kerja ketiga lingkungan pendidikan itu. Kemajuan masyarakat, perkembangan iptek yang semakin cepat, serta makin menguatnya era globalisasi akan mempengaruhi peran dan fungsi ketiga lingkungan pendidikan itu. Disamping terjadinya ter jadinya pergeseran pergesera n peran seperti telah tampak pada keluarga k eluarga modern, dituntut pula suatu peningkatan kalitas dari peran itu. Sebagai contoh, di masa depan yang dekat, manusia manusia Indonesia Indonesia akan dihada dihada pkan pkan pada “tiga budaya” antara lain budaya Indonesia dan budaya Dunia. Oleh karena itu, pemantapan jati diri setiap manusia Indonesia merupakan kunci keberhasilannya dalam meilih pengaruh “tiga budaya” itu. Pemantapan ketiga sisi tujuan pendidikan itu yakni manusia yang sadar akan harkat martabatnya, menguasai ilmu pengetahuan, dan memiliki suatu spesialisasi/ketrampilan tertentu, yang disebut sebagai manusia seutuhnya. Di masa depan, ketiga sisi tersebut semakin penting karena harus mampu menyesuaikan diri dengan era globalisasi dan kemajuan iptek dan dari segi lain, harus mampu memenangkan persaingan yang semakin ketat dan tampil sebagai yang unggul dalam bidang spesialisasinya. Karena itu peningkatan fungsi ketiga lingkungan pendidikan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama sama akan sangat penting penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang yang bermutu. B. Tripusat Pendidikan
Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat, dan ketiganya disebut tripusat pendidikan. Lingkungan pendidikan yang mula-mula tetapi terpenting adalah keluarga. Pada masyarakat yang masih sederhana dengan struktur sosial yang belum kompleks, cakrawala anak sebagian besar masih terbatas pada keluarga. Pada masyarakat tersebut keluarga mempunyai dua fungsi: Fungsi produksi dan fungsi konsumsi. Kedua fungsi itu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap anak. Kehidupan masa depan 165
anak pada masyarakat tradisional umumnya tidak jauh berbeda dengan kehidupan orang tuanya. Pada masyarakat tersebut, orang tua yang mengajar pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk hidup; orang tua pula yang melatih dan memberi petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan, sampai anak menjadi dewasa dan berdiri sendiri. Tetapi pada masyarakat modern dimana industrialisasi semakin berkembang dan memerlukan spesialisasi, maka pendidikan yang semula menjadi tanggung jawab keluarga itu kini sebagian besar diambil alih oleh sekolah dan lembaga-lembaga sosial lainnya. Pada tingkat yang paling permulaan fungsi ibu sebagian sudah diambil alih oleh pendidikan prasekolah. Pada tingkat spesialisasi yang rumit, pendidikan ketrampilan sudah tidak berada pada ayah lagi sebab sudah diambil alih oleh sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Bahkan fungsi pembentukan watak dan sikap mental pada masyarakat modern berangsur-angsur diambil alih oleh sekolah dan organisasi sosial lainnya seperti perkumpulan pemuda dan pramuka, lembaga-lembaga keagamaan, media massa, dan sebagainya. Meskipun keluarga kehilangan sejumlah fungsi yang semula menjadi tanggung jawabnya, namun keluarga masih tetap merupakan lembaga yang paling penting dalam proses sosialisasi anak, karena keluarga yang memberikan tuntunan dan contoh-contoh semenjak masih masa kanak sampai dewasa dan berdiri sendiri. Adanya perubahan fungsi keluarga mempunyai pengaruh besar terhadap proses pendidikan pada umumnya, termasuk pendidikan formal. Dalam keluarga pada masyarakat yang belum maju, orang tua merupakan sumber pengetahuan dan ketrampilan yang diwariskan atau diajarkan kepada anak-anaknya. Dalam keluarga semacam ini orang tua memegang otoritas sepenuhnya. Sebaliknya, dalam masyarakat modern orang tua harus membagi otoritas dengan orang lain, terutama guru dan pemuka masyarakat, bahkan dengan anak mereka sendiri yang memperoleh memperoleh pengetahuan baru dari luar keluarga. Hubungan keluarga pun berubah, dari hubungan yang bersifat otoritatif menjadi hubungan yang bersifat kolegial. Dalam keluarga ini lebih dapat ditumbuhkan perasaan aman, saling menyayangi, dan sifat demokratis pada diri anak sebab keputusan yang diambil selalu dibicarakan bersama oleh seluruh anggota keluarga (Redja Mudyahardjo et. al., 1992: Modul 5/54-56). Perubahan sifat hubungan orang tua dengan anaknya itu, akan diiringi pula dengan perubahan hubungan guru-siswa serta didukung oleh iklim keterbukaan yang demokratis dalam masyarakat. Dengan kata lain, terdapat ter dapat saling pengaruh antarketiga pusat pendidikan itu. Dalam peraturan Dasar Perguruan Nasional Taman Siswa (Putusan Kongres X tanggal 5-10 Desember 1966) Pasal 15 ditetapkan bahwa: 1) Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Taman Siswa melaksanakan kerja sama yang harmonis antara ketiga pusat pusat pendidikan, yaitu : a. Lingkungan keluarga b. Lingkungan perguruan perguruan c. Lingkungan masyarakat/pemuda masyarakat/pemuda
166
2) Sistem pendidikan tersebut dinamakan sistem “Tripusat” (Suparlan, 1984: 110). Bagi Taman Siswa, disamping siswa yang tetap tinggal di lingkungan keluarga, sebagian siswa tinggal di asrama (Wisma Priya dan Wisma Rini) yang dikelola secara kekeluargaan dengan menerapkan Sistem Among. Sedangkan pada lingkungan masyarakat, Taman Siswa, menerapkan dengan penekanan pemupukan semangat kebangsaan kebangsaan (Suparlan, 1984: 119-120). 1. Keluarga
Keluarga merupakan pengelompokkan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti (nucleus ( nucleus family: family: ayah, ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (di samping inti, ada orang lain: kakek/nenek, adik/ipar, pembantu, dan lain-lain). Pada umumnya jenis kedualah yang banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia. Meskipun ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada akhirnya seluruh anggota keluarga itu ikut berinteraksi dengan anak. Di samping faktor iklim sosial itu, faktor-faktor lain dalam keluarga itu ikut pula mempengaruhi tumbuh kembangnya anak, seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahannya, dan sebagainya. Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi keluarganya. Perkembangan kebutuhan dan aspirasi individu maupun masyarakat, menyebabkan peran keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya juga mengalami perubahan. Seperti telah dikemukakan bahwa pada mulanya, keluargalah yang terutama berperan baik pada aspek pembudayaan, maupun penguasaan pengetahuan dan ketrampilan. Dengan meningkatnya kebutuhan dan aspirasi anak, maka keluarga pada umumnya tidak mampu memenuhinya. Oleh karena itu, sebagian dari tujuan pendidikan itu akan dicapai melalui jalur pendidikan sekolah ataupun jalur pendidikan luar sekolah lainnya (kursus, kelompok belajar, dan sebagainya). Bahkan peran jalur pendidikan sekolah makin lama makin penting, khususnya yang berkaitan dengan aspek pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini tidak berarti bahwa keluarga dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pendidikan anaknya itu, karena keluarga diharapkan bekerja sama dan mendukung kegiatan pusat pendidikan lainnya (sekolah dan masyarakat). Fungsi danperanan keluarga, di samping pemerintah dan masyarakat, dalam Sisdiknas Indonesia tidak terbatas hanya pada pendidikan keluarga saja, akan tetapi keluarga ikut serta bertanggung jawab terhadap pendidikan lainnya. Khususnya untuk pendidikan keluarga, terdapat beberapa ketentuan dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas yang menegaskan fungsi dan peranan keluarga dalam pencapaian tujuan pendidikan yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan ketrampilan (Pasal 10 Ayat 4). Dalam penjelasan undang-undang tersebut ditegaskan bahwa pendidikan keluarga itu merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. 167
Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan (Undang-Undang, 1992: 26). Selanjutnya, dalam penjelasan ayat 5 Pasal 10 ditegaskan bahwa pemerintah mengakui kemandirian keluarga untuk melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungan sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan orang-seorang (pendidikan individual) maupun pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja bagi kanakkanak tapi juga bagi para remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai penuntun, sebagai pengajar, dan sebagai pemberi contoh. Pada umumnya kewajiban ibu bapak itu sudah berjalan dengan sendirinya sebagai suatu tradisi. Bukan hanya ibu bapak yang beradab dan berpengetahuan saja yang dapat melakukan kewajiban mendidik anak-anaknya, akan tetapi rakyat desa pun melakukan hal ini. Mereka senantiasa melakukan usaha yang sebaik-baiknya untuk kemajuan anak-anaknya. Memang manusia menpunyai naluri pedagogis, yang berarti bahwa buat ibu bapak perilaku pendidikan itu merupakan akibat ―naluri‖ untuk melanjutkan keturunan (Ki Hajar Dewantoro, 1962; dari Wayan Ardhana, 1986: Modul 4/5-6). Lingkungan keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan penting dan menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari cara, membantu para ibu dalam tiap keluarga agar dapat mendidik anak-anaknya dengan optimal. Anak-anak yang biasa turut serta mengerjakan segala pekerjaan didalam keluarganya, dengan sendirinya mengalami dan mempraktekkan bermacam-macam kegiatan yang amat berfaedah bagi pendidikan watak dan budi pekerti seperti kejujuran, keberanian, ketenangan, dan sebagainya. Keluarga juga membina dan mengembangkan perasaan sosial anak seperti hidup hemat, menghargai kebenaran , tenggang rasa, menolong orang lain, hidup damai, dan sebagainya. Jelaslah bahwa lingkungan keluarga bukannya pusat penanam dasar pendidikan watak pribadi saja, tetapi pendidikan sosial. Di dalam keluargalah tempat menanam dasar pembentukan watak anak-anak. Decroly pernah mengemukakan bahwa 70% dari anak-anak yang jatuh ke jurang kejahatan berasal dari keluarga yang rusak kehidupannya. Oleh kareba itu untuk memperbaiki keadaan masyarakat maka perlu adanya perbaikan dalam pendidikan keluarga (Wayan Adhana, 1986: Modul 4/10-11). Pada umumnya ibu bertanggung jawab untuk mengasuh anak, oleh karena itu pengaruh hubungan antara ibu dan anak perlu mendapat perhatian, utamanya pengaruh pengawasan berlebihan terhadap perkembangan anak. Levy membedakan pengawasan yang berlebihan ini menjadi dua, yaitu memanjakan dan mendominasi anak. Anak yang dimanjakan akan lebih bersifat tidak penurut, agresif, dan suka menentang. Sebaliknya anak yang diasuh oleh ibu yang suka mendominasi akan berkembang menjadi anak yang penurut dan selalu tergantung kepada orang lain (kurang inisiatif). Akan tetapi di sekolah, baik anak yang dimanjakan maupun anak yang selalu didominasi pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam belajar. Berdasarkan hasil penelitiannya, Levy menyimpulkan bahwa 168
meskipun anak yang dimanjakan itu selalu merepotkan orang tuanya di rumah, tetapi baik anak yang dimanjakn mauoun selalu didominasi oleh ibu ternyata sangat teliti sebagai murid dan dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan sekolahnya dengan baik (Redja Mudyahardjo et. al., 1992: Modul 5/57). Di samping hubungan antara ibu dan anak, komposisi keluarga juga memounyai pengarug terhadap perkembangan, utamanya proses sosialisasi. Beberapa penelitian, menunjukkan bahwa banyaknya anggota keluarga dan urutan kelahiran seorang anak mempunyai pengaruh terhadap perhatian. Anak yang pertama lahir akan mendapat perhatian penuh, tetapi setelah kelahiran adiknya maka anak pertama itu harus belajar menerima perhatian orang tua bersama dengan adiknya yang baru lahir. Anak bungsu tentu mempunyai pengalaman lain dibanding dengan anak yang lahir di tengah atau anak sulung. Posisi kelahiran ini akan membedakan proses sosiali sasi. Selanjutnya anak tunggal biasanya manja dan selalu menggantungakan diri kepada orang tuanya, sebab sejak masa kecilnya anak tersebut telah dibatasi kebebasannya dengan mensupervisi semua tingkah laku anak yang bersangkutan. Karena sering mendapatkan supervisi, maka anak tersebut cenderung disiplin dan tertib dalam menyelesaikan tugas. Hanya saja anak tunggal cenderung kurang bersifat kompetitif. Sifat-sifat tersebut di atas perlu diperhatikan oleh guru agar pendekatan secara individual kepada anak didik dapat dilaksanakan dengan baik. Sehingga dengan demikian guru akan mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh setiap anak dalam belajar (Redja Mudyahardjo et. al., 1992: Modul 5/57-58). Beberapa hasil penelitian telah memberi gambaran bahwa ayah mempunyai arti yang berbeda-beda di mata anak. Seorang anak kecil memandang ayahnya sebagai seseorang yang dapat melindungi dirinya dan sumber kekuatan yang dapat mengatasi semua masalah. Bagi seorang anak laki-laki yang sedang tumbuh, ayah dijadikan sebagai model yang patut dicontoh, utamanya dalam proses sosialisasi. Oleh sebab itu dalam perkembangan anak, perlu adanya interaksi antara anak dan ayah, sebab hubungan yang baik dan dekat antara ayah dan anak sangat penting. Untuk anak perempuan, ayah dipandang sebagai pendorong berkembangnya feminitas (kewanitaan) yang akan terjadi jika ayah sering memberi komentar kepada anak perempuannya mengenai pakaian yang dipakainya, tatanan rambutnya, tingkah laku, serta sifat-sifat kewanitaannya. Sebaliknya, ayah yang memperlakukan anak perempuannya seperti anak laki-laki akan mempersulit anak perempuan itu dalam memperkembangkan feminitasnya. Dari penelitian itu ternyata bahwa ketiadaan ayah dalam keluarga menimbulkan berbagai persoalan, seperti kurangnya rasa aman dan ketiadaan model bagi anak laki-laki, ataupun perasaan kekosongan dan tidak puas bagi anak peremuan. Apabila di sekolah ditemukan anak yang mengalami masalah “ketiadaan ayah” tersebut, maka guru seyogyanya dapat membantu mengatasi masalah itu antara lain dengan mengalihkan kepada figur pengganti ayah (Redja Mudyahardjo et. al., 1992: Modul 5/5859). Perlu ditekankan bahwa perempuan model sebagai idola itu sangat penting, antara lain sebagai personifikasi atau pendukung nilai/gagasan dan sebagainya. Beberapa tahun terakhir ini terdapat suatu masalah yang banyak dibicarakan orang, yakni makin banyaknya wanita yang ikut bekerja di luar rumah. Sehingga tidak jarang 169
terjadi, baik ayah maupun ibu sama-sama membina karier masing-masing sehingga mengharuskan berada diluar rumah dalam beberapa jam pada hampir setiap hari kerja. Dengan demikian, dapat membawa masalah apabila keluarga mempunyai anak balita. Peran pemeliharaan fisik mungkin dapat dilakukan oleh orang lain, utamanya pembantu rumah tangga. Seperti ternyata di masyarakat, pembantu rumah tangga pada umumnya berasal dari lapisan dengan pendidikan dan mutu sosial budaya yang relatif rendah. Kecenderungan lain adalah berkembangnya lembaga pendidikan prasekolah pada jalur luar sekolah seperti kelompok bermain dan penitipan anak. Di masa depan, peran pembantu rumah tangga dalam pendidikan keluarga maupun fungsi edukatif dari kelompok bermain dan penitipan anak perlu mendapat perhatian, agar dapat diyakinkan kontribusinya dalam mewujudkan sumber daya manusia yang bermutu. Akhirnya perlu ditegaskan lagi bahwa di samping pendidikan keluarga itu, keluarga juga seyogyanya ikut mendukung program-program lingkungan pendidikan lainnya (kelompok bermain, penitipan anak, sekolah, kursus/kelompok belajar, organisasi pemuda seperti pramuka, palang merah remaja, dan lain-lain). Keikutsertaan keluarga itu dapat pada tahap perencanaan, pemantauan dalam pelaksanaan, maupun dalam evaluasi dan pengembangan, dan dengan berbagai cara (daya, dana, dan sebagainya). Dan yang tidak kalah pentingnya adalah upaya koordinasio dan keserasian antarketiga pusat pendidikan itu. 2. Sekolah
Di antara tiga pusat pendidikan, sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Seperti telah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman, keluarga tidak mungkin lagi memebuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap iptek. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakatnya itu. Dari sisi lain, sekolah juga menerima banyak kritik atas berbagai kelemahan dan kekurangannya, yang mencapai puncaknya dengan gagasan Ivan Illich untuk membebaskan masyarakat dari wajib sekolah dengan buku yang terkenal Bebas dari Sekolah (Deschooling Society, 1972/1982). Meskipun gagasan itu belum dapat diwujudkanny, termasuk di negara Meksiko, namun kritik terhadap sekolah patut mendapat perhatian. Oleh karena itu, kajian ini tertutama diarahkan kepada pencarian berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peranan dan fungsi sekolah untuk tantangan. Asumsi kajian ini adalah sekolah harus diupayakan sedemikian rupa agar mencerminkan suatu masyarakat Indonesia di masa depan itu, sehingga peserta didik memperoleh peluang yang optimal dalam menyiapkan diri untuk melaksanakan peranannya itu. Oleh karena itu, sekolah seharusnya menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan manusia Indonesia sebagai individu, warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia di masa depan. Sekolah yang demikianlah yang diharapkan mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal, yakni mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional (Pasal 3). Tujuan nasional tersebut diupayakan pencapaiannya melalui pengembangan nasional; dengan demikian, pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas 170
manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur, serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (UU RI No. 2 Tahun 1989 butir Menimbang Ayat b). Salah satu alternatif yang mungkin dilakukan di sekolah untuk melaksanakan kebijakan nasional itu adalah secara bertahap mengembangkan manusia di masa depan. Dengan kata lain, sekolah sebagai pusat pendidikan adalah sekolah yang mencerminkan masyarakat yang maju karena pemanfaatan secara optimal ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tetap berpijak pada ciri keindonesiaan. Dengan demikian, pendidikan di sekolah seyogyanya secara seimbang dan serasi menjamah aspek pembudayaan, penguasaan pengetahuan, dan pemilikan ketrampilan peserta didik. Suatu alternatif yang mungkin dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah, antara lain : a. Pengajaran yang mendidik Yakni pengajaran yang secara serentak memberi peluang pencapaian tujuan instruksional bidang studi dan tujuan-tujuan umum pendidikan lainnya. Untuk maksud tersebut, setiap guru pendidik dapat mengajukan pertanyaan: Dengan kegiatan belajar mengajar yang saya kelola sekarang ini, urunan apakah yang dapat menjadi kontribusi untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya? Jawaban pertanyaan itu tidak hanya terbatas pada tujuan yang akan dicapai, tetapi juga dapat bersumber dari kegiatan belajar mengajar yang aktual terjadi dan atau keteladanan guru. Dengan demikian, proses belajar tersebut seyogyanya memberi peranan dan tanggung jawab yang selaras dan seimbang antara guru dan siswa di dalam kegiatan belajar mengajar, yakni Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau pendekatan keterampilan proses. Hal itu dapat terlaksana dengan efisien dan efektif apabila guru mempunyai wawasan kependidikan yang mantap serta menguasai berbagai strategi belajar mengajar. Penguasaan berbagai strategi belajar mengajar akan memberi peluang untuk memilih variasi kegiatan belajar-mengajar yang bermakna, sedangkan kemantapan wawasan kependidikan akan memberi landasan yang tepat dan kuat di dalam pemilihan tersebut. Pemberian prakarsa dan tanggung jawab sedini mungkin kepada siswa untuk berperan di dalam kegiatan belajar mengajar akan sangat bermanfaat bukan hanya dalam pencapaian siswa di sekolah, tetapi juga bermanfaat untuk membentuk dan memperkuat kebiasaan belajar terus menerus sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup. Dalam upaya mewujudkan pengajaran yang mendidik, perlu pula dikemukakan bahwa setiap keputusan dan tindakan guru dalam dalam rangka kegiatan belajar mengajar akan membawa berbagai dampak atau efek kepada siswa, baik efek instruksional (instructional effect ) maupun efek pengiring (nurturant effect ). Efek instruksional merupakan efek langsung dari bahan ajaran yang menjadi isi pesan dari belajar mengajar; efek instruksional ini terutama ditujukan untuk mencapai tujuan instruksional, khususnya tujuan instruksional khusus (TIK). Sedangkan efek pengiring merupakan efek tidak langsung dari bahan ajaran 171
dan atau pengalaman belajar yang dihayati oleh siswa sebagai akibat dari strategi belajar mengajar yang menjadi landasan dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Efek pengiring itu pada umumnya terjadi karena siswa ―menghidupi‖ (to live in) atau terlibat secara bermakna di dalam suatu pengalaman belajar tertentu, yang pada umumnya tertuju pada pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang lebih umum dan berfundamental serta berjangka panjang. Sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tujuan tujuan seperti: kreativitas, berpikir kritis, keterbukaan, dan tenggang rasa, dan mampu bekerja sama secara efisien dan efektif, yang kesemuanya memerlukan waktu yang panjang, dan tidak mungkin hanya dalam satu atau dua jam pertemuan saja untuk mencapainya, serta terbentuk komulatif secara setahap demi setahap dalam mengiringi pencapaian tujuan instruksional (Joyce dan Weil, 1980: 16-17; Raka Joni, 1985 b: 1). Oleh karena itu, baik efek instruksional maupun efek pengiring merupakan hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan belajar mengajar, yang harus mendapat perhatian yang seimbang oleh setiap guru di dalam perancangan dan pelaksanaan program belajar mengajar (Sulo Lipu La Sulo, 1990: 54-55). Berdasarkan uraian tersebut ternyata betapa pentingnya kegiatan belajar mengajar yang akan dihayati oleh siswa sebagai pengalaman belajarnya. Meskipun pengalaman belajar itu merupakan sesuatu yang unik dan kompleks, tetapi dapat dibedakan dalam tiga jenis sesuai dengan sasaran pembentukan atau tujuan pendidikan yang akan dicapai. Secara singkat, ketiga jenis pengalaman belajar tersebut (Raka Joni, 1985: 14; Sulo Lipu La Sulo, 1990: 54) adalah 1) Pengkajian untuk pembentukan pengetahuan-pemahaman, yang seyogyanya diwujudkan secara utuh, baik hasilnya (fakta, pengertian, kaidah, dan sebagainya) maupun prosesnya. Untuk maksud tersebut, pengalaman belajar harus dirancang dan dilaksanakan dalam bentuk yang beraneka ragam, seperti : a) Dari segi caranya : mendengarkan ceramah, membaca buku, berdiskusi, melakukan pengamatan langsung atau percobaan laboratorik, dan sebagainya. b) Dari segi peranan subjek didik di dalam pengolahan pesan (apa yang dipelajarinya): ekspositorik yakni pesan diolah hanya oleh guru, ataukah heuristik/problematik yakni pesan diolah bersama oleh guru dan siswa. c) Dari segi cara pengolahan pesan: deduktif (dari umum ke khusus) ataukah induktif (dari khusus ke umum). d) Dari segi pengaturan subjek didik: kelompok besar (klasikal), kelompok kecil ataukan perseorangan (individual). 2) Latihan untuk sasaran pembentukan ketrampilan (fisik, sosial, maupun intelektual). Pembentukan ketrampilan itu memerlukan perbuatan langsung, baik dalam situasi nyata maupun simulatif, disertai dengan pemberian balikan ( feed back ) yang spesifik dan segera. 3) Penghayatan kegiatan/peristiwa sarat nilai untuk sasaran pembentukan nilai dan sikap (afektif), dengan pelibatan secara langsung, baik sebagai pelaku maupun penerima perlakuan. 172
Pemilihan kegiatan belajar mengajar yang tepat, baik ditinjau dari efek instruksional maupun efek pengiring, akan memberikan pengalaman belajar siswa yang efisien dan efektif untuk mewujudkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini dapat dilaksanakan secara konsisten dan kontinu apabila guru memiliki wawasan kependidikan yang mantap dan menguasai pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Penerapan CBSA dengan pendekatan ketrampilan proses akan dapat memberi peranan dan tanggung jawab yang seimbang dan selaras antara guru dan siswa di dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian diharapkan secara komulatif akan terpupuk sikap, pola pikir dan perilaku kreatif, inovatif, kritis, serta kemampuan awal sebagai ilmuwan, dan ciri-ciri lain dari manusia Indonesia sesuai TUPN seperti: mandiri, bekerja keras, dan sebagainya. Hal ini hanya mungkin terlaksana apabila guru memiliki wawasan kependidikan yang tepat sertamenguasai berbagai strategi belajar mengajar sehingga mampu dan mau merancang dan melaksanakan berbagai kegiatan belajar mengajar yang kaya dan bermakna bagi peserta didik. Seiring dengan itu, pemberian prakarsa dan tanggung jawab sedini mungkin kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar akan memupuk kebiasaan dan kemampuan belajar mandiri yang terus menerus, yang pada gilirannya kelak akan sangat penting dalam upaya membangun dirinya sendiri. Dengan demikian diharapkan dapat mewujudkan suatu masyarakat belajar sebagai upaya penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. b. Peningkatan dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan (BP) di sekolah, agar program edukatif ini tidak sekadar suplemen tetapi menjadi komplemen yang setara dengan program pengajaran serta program-program lainnya di sekolah. Seperti diketahui, bidang garapan program BP adalah perkembangan pribadi peserta didik, khususnya aspek sikap dan perilaku atau kawasan afektif. Dalam Pedoman Kurikulum 1984 SMA (Depdikbud, 1984: 41) dinyatakan antara lain: Pelaksanaan kegiatan BP di sekolah menitikberatkan kepada bimbingan terhadap perkembangan pribadi melalui pendekatan perseorangan dan kelompok. Siswa yang menghadapi masalah mendapatkan bantuan khusus untuk mampu mengatasinya. Sementara itu semua siswa tetap mendapatkan bimbingan karier terutama secara kelompok. Pelaksanaan bimbingan karier yang mengutamakan bimbingan kelompok bertujuan untuk memahami diri sendiri dan lingkungannya serta merencanakan masa depan secara lebih tepat. Pengembangan kepribadian ke arah penyadaran jati diri sebagai manusia Indonesia merupakan sisi lain dari tujuan pendidikan (TUPN), di samping penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; bahkan Fuad Hasan mengemukakan bahwa pemantapan kesejatian diri lebih penting daripada apa yang tergolong sebagai milik (penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi) (Fuad Hasan, 1986: 40). Hal itu telah dilaksanakan di dalam pendidikan ABRI, khususnya Polru, dan mungkin juga di dalam berbagai pesantren, yang memberi bobot tinggi pada aspek mental kepribadian dibandingkan dengan aspek akademik dan fisik di dalam program pendidikannya. Pendidikan afektif dapat diawali dengan kajian tentang nilai dan sikap yang seharusnya dikejar lebih jauh dalam perwujudannya melalui perilaku sehari-hari, khususnya selama berada di sekolah. Sekolah seyogyanya 173
dikembangkan menjadi pusat pendidikan dan kebudayaan yang mencerminkan suatu masyarakat pancasilais. Di dalam pendidikan ABRI, khususnya Polri. Hal itu diwujudkan melalui pola pengasuhan (pembinaan siswa atau bisnis). c. Pengembangan perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat sumber belajar (PSB), yang mengelola bukan hanya bahan pustaka tetapi juga berbagai sumber belajar lainnya, baik sumber belajar yang dirancang maupun yang dimanfaatkan. Dengan kedudukan sebagai PSB diharapkan peranannya akan lebih aktif dalam mendukung program pengajaran, bahkan dapat berperan sebagai ―mitra kelas‖ dalam upaya menjawab tantangan perkembangan iptek yang semakin cepat. Dengan penyediaan berbagai perangkat lunak yang didukung oleh perangkat keras yang memadai, khususnya berbagai bahan belajar mandiri seperti modul, rekaman elektronik baik audio (ATR) maupun video (VTR), dan sebagainya akan sangat penting bukan hanya terhadp peserta didik tetapi juga terhadap pelaksanaan tugas tenaga kependidikan lainnya (khususnya guru). Pengembangan PSB itu dapat dilakukan secara bertahap sehingga pada akhirnya dapat berperan ganda yakni sebagai ―mitra kelas‖ dalam proses belajar mengajar dan tempat pengkajian berbagai pengembangan sistem instruksional. Suatu PSB yang memadai akan dapat mendorong siswa dan warga sekolah lainnya untuk belajar mandiri.
d. Peningkatan dan pemantapanprogram pengelolaan sekolah, khususnya yang terkait dengan peserta didik, pengelola sekolah sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan seharusnya merupakan refleksi dari suatu masyarakat Pancasilais sebagaimana yang dicita-citakan dalam tujuan nasional. Gaya kerja pengelola umumnya, khususnya pengelola kesiswaan, akan sangat berpengaruh bukan hanya melalui kebijakannya tetapi juga aspek keteladannya. Ketiga alternatif upaya yang telah dipaparkan (Butir a -d hanya mungkin terlaksana apanila mendapat dukungan yang memadai dari program pengelolaan sekolah, baik dukungan sarana/prasarana maupun dukungan iklim profesional yang memadai) khusus pengelolaan kesiswaan, agar diterapkan asas tut wuri handayani dengan tidak mengabaikan ing ngarsa sung tuladha dan ing madya mangun karsa. Dengan demikian iklim kehidupan di sekolah mencerminkan kehidupan masyarakat yang dicitacitakan yakni masyarakat demokratis yang dinamis dan terbuka. Demikianlah beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan. Alternatif itu tentulah seiring dengan upaya peningkatan mutu masukan instrumental dari sekolah, seperti kurikulum, tenaga kependidikan, sarana/prasarana, dan lain-lain. Di samping itu, penataan sistem persekolahan perlu pula mendapat perhatian khusus agar jenis dan jumlah setiap jenis itu tertata secara proporsional sesuai dengan kebutuhan pembangunan, baik dalam suatu wilayah (umpama provinsi) maupun untuk kebutuhan nasional. Akhirnya perlu pula dikemukakan tentang siswa sebagai masukan dalam sistem persekolahan, utamanya tentang kesesuaian kemampuan potensial dengan jenis dan jenjang yang dicita-citakan. Kebutuhan masyarakat akan tenaga pembangunan yang bermutu, baik pada lapis pelaksana maupun pada lapis perencana dan 174
pemikir akan sama pentingnya sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak hanya mampu swasembada ketenagakerjaan tetapi juga mampu mengekspornya. 3. Masyarakat
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga se gi, yakni : a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan (jalur sekolah) maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar sekolah). b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran fungsi edukatif. c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang ( by design) maupun yang dimanfaatkan (utility). Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinnya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya. Dari tiga hal tersebut di atas, yang kedua dan ketigalah yang terutama menjadi kawasan dari kajian masyarakat sebagai pusat pendidikan. Namun perlu ditekankan bahwa tiga hal tersebut hanya dapat dibedakan, sedangkan dalam kenyataan sering sukar dipisahkan. Dalam pembahasan tentang asas belajar sepanjang hayat (Bab III Butir B.2) telah dikemukakan bahwa manusia sepanjang hidupnya selalu terbuka akan peluang memperoleh pendidikan (asas pendidikan seumur hidup), dan dari sisi lain, manusia seyogyanya belajar sepanjang hayat. Implikasi dari asas tersebut adalah dalam beberapa tahun terakhir ini belajar melalui pengalaman (experiental learning ) makin lama makin penting (Kolb, 1984), bahkan telah dinilai dan diakui sebagai sesuatu yang setara dengan hasil belajar lainnya melalui penilaian hasil belajar melalui pengalaman (PHBMP) serta dihargai sebagai bagian dari kredit dalam program pendidikan tinggi (Raka Joni, 1992; Lamdin, 1992). Bahkan di Amerika Serikat telah dikembangkan program khusus untuk memberi peluang seseorag yang berpengalaman dalam hidupnya memperoleh pengakuan pendidikan tinggi, seperti pada ―School for New Learning ‖ dari ―De Paul University‖. Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Sisdiknas, gagasan-gagasan tersebut telah tercermin dalam Pasal 24 Ayat 2 (pendidikan berkelanjutan dan terbuka), Pasal 26, dan lain-lain. Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung pada taraf perkembangan dari masyarakat itu beserta sumber-sumber belajar yang tersedia di dalamnya. Untuk Indonesia, perkembangan masyarakat itu sangat bervariasi, sehingga wujud sosial kebudayaan dalam masyarakat Indonesia dewasa ini, menurut Koentjaraningrat (dari Wayan Ardhana, 1986: Modul 1/71-72) paling sedikit dapat dibedakan menjadi enam tipe sosial-budaya sebagai berikut: 175
a. Tipe masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang amat sederhana, hidup dengan berburu, dan belum mempunyai kebiasaan menanam padi. Sistem dasar kemasyarakatannya berupa desa terpencil tanpa difrensiasi dan stratifikasi yang berarti. Masyarakat ini tidak mengalami kebudayaan perunggu, Kebudayaan Hindu, dan agama islam. b. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di ladang atau sawah dengan tanaman pokok padi. Sistem dasar kemasyarakatannya adalah komunikasi petani dengan diferensiasi dan stratifikasi sosial sedang, dan yang merasakan diri sebagai bagian bawah dari suatu kebudayaan yang lebih besar. Gelombang pengaruh kebudayaan Hindu dan agama islam tidak dialami. Arah orientasinya adalah masyarakat kota dengan peradaban kepegawaian. c. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di ladang atau sawah dengan tanaman pokok padi. Sistem dasar kemasyarakatannya adalah desa komunitas petani dengan diferensiasi dan stratifikasi sosial sedang, gelombang pengaruh kebudayaan Hindu tidak dialami atau sangat kecil, sehingga terhapus oleh pengaruh agama islam. Arah orientasinya adalah masyarakat kota yang mewujudkan peradaban bekas kerajaan, berdagang dengan pengaruh Islam, bercampur dengan peradaban kepegawaian. d. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di sawah dengan tanaman pokok padi. Sistem dasar kemasyarakatannya adalah komunitas petani dengan diferensiasi dan stratifikasi sosial yang agak kompleks. Masyarakat ini mengalami semua gelombang pengaruh kebudayaan asing, seperti kebudayaan Hindu, agama islam, dan Eropa. Arah orientasinya adalah masyarakat kota yang mewujudkan peradaban kepegawaian. e. Tipe masyarakat perkotaan yang mempunyai ciri-ciri pusat pemerintahan dengan sektor perdagangan dan industri yang lemah. Tipe masyarakat metropolitan yang mengembangkan sektor perdagangan dan industri, tetapi masih didominasi oleh aktivitas kehidupan pemerintahan dengan suatu sektor kepegawaian yang luas dan kesibukan politik di tingkat daerah ataupun pusat. Terdapat sejumlah lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial yang mempunyai peran dan fungsi edukatif yang besar, antara lain: kelompok sebaya, organisasi kepemudaan (pramuka, karang taruna, remaja masjid, dan sebagainya), organisasi keagamaan, organisasi ekonomi, organisasi politik, organisasi kebudayaan, media massa, dan sebagainya. Lembaga/kelompok sosial tersebut pada umumnya memberikan kontribusi bukan hanya dalam proses sosialisasi, tetapi juga dalam peningkatan pengetahuan dan ketrampilan anggotanya. Beberapa di antara lembaga/kelompok sosial tersebut dibahas selanjutnya. Setelah keluarga, kelompok sebaya mungkin paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian, terutama pada saat anak berusaha melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan orang tua. Peralihan dari dominasi pengaruh keluarga ke arah dominasi pengaruh kelompok sebaya seringkali disertai oleh adanya konflik dan ketegangan yang bersumber dari pihak anak maupun dari pihak orang tua. Yang dimaksud kelompok sebaya ( peers group) adalah suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang bersamaan usianya, antara lain: 176
Kelompok bermain pada masa kanak-kanak, kelompok monoseksual yang hanya beranggotakan anak-anak sejenis kelamin, atau gang yaitu kelompok anak-anak nakal. Dampak edukatif dari keanggotaan dalam kelompok sebaya itu antara lain karena interaksi sosial yang intensif dan dapat terjadi setiap waktu, dan dengan melalui peniruan (model) serta mekanisme penerimaan/penolakan kelompok. Terdapat beberapa fungsi kelompok sebaya terhadap anggotanya (Wayan Ardhana, 1986: Modul 5/19) antara lain: a) Mengajar berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain. b) Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas. c) Menguatkan sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa. d) Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari pengaruh kekuasaan otoritas. e) Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada prinsip persamaan hak. f) Memberikan pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga secara memuaskan (pengetahuan mengenai cita rasa berpakaian, musik, jenis tingkah laku tertentu, dan lain lain). g) Memperluas cakrawala pengalaman anak, sehingga ia menjadi orang yang lebih kompleks. Organisasi kepemudaan pada umumnya mempunyai prinsip dasar yang sama yakni menyalurkan hasrat berkelompok dari pemuda kepada hal-hal yang berguna. Organisasi ini memounyai berbagai jenis dengan latar yang berbeda, seperti sosial edukatif (OSIS, pramuka, palang merah remaja, patroli keamanan sekolah, dan sebagainya), sosial keagamaan, sosial-politik, dan sebagainya. Di samping penambahan pengetahuan dan ketrampilan, organisasi kepemudaan tersebut terutama sangat bermanfaat dalam membantu proses sosialisasi serta mengembangkan aspek afektif dari kepribadian (kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan kemandirian). Peranan organisasi keagamaan pada umumnya sangat penting karena berkaitan dengan keyakinan agama. Karena semua organisasi keagamaan mempunyai keinginan untuk melestarikan keyakinan agama anggota-anggotanya, maka organisasi tersebut menyediakan program pendidikan bagi anak-anaknya, yakni: a) Mengajarkan keyakinan serta praktek-praktek keagamaan dengan cara memberikan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bagi mereka. b) Mengajarkan kepada mereka tingkah laku dan prinsip-prinsip moral yang sesuai dengan keyakinan-keyakinan agamanya. c) Memberikan model-model bagi perkembangan watak (Wayan Ardhana, 1986: Modul 5/18). Meskipun ada organisasi-organisasi keagamaan yang anggota-anggotanya terdiri dari kelas-kelas sosial atau kelas etnik tertentu, pada umumnya organisasi-organisasi 177
keagamaan ini memiliki anggota yang terdiri dari berbagai kelompok sosial atau kelompok etnis (suku bangsa), sehingga akan ber peran mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antarkelompok sosial/etnis tersebut. Seperti diketahui, pemerintah RI mengusahakan dengan sungguh-sungguh kerukunan inter dan antar umat beragama di Indonesia. Akhirnya perlu dikemukakan salah satu faktor dalam lingkungan masyarakat yang makin penting peranannya yakni media massa. Pada umumnya media massa itu mempunyai tiga fungsi, yakni informasi, edukasi, dan rekreasi. Karena kemajuan teknologi komunikasi pada masa ini, dan terlebih masa yang akan datang, maka media massa sedang mengalami perubahan yang cepat (Lihat Bab IV Butir A.3). Media massa sebagai alat komunikasi dan rekreasi yang menjangkau banyak orang telah menjadi suatu kekuatan pendorong yang besar dalam kehidupan orang. Media massa mempunyai sumbangan yang besar dalam mengintegrasikan kebudayaan serta mensosialisasikan generasi mudanya. Karena biayanya yang tidak mahal, mudah diperoleh, serta menarik, media massa mempunyai arti penting terutama dalam kehidupan anak. Anak-anak menggunakan waktu yang lebih banyak dalam menonton televisi, mendengarkan radio, menonton bioskop, dan membaca komik ika dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan lainnya. Wayan Ardhana (1986: Modul 4/23) mengemukakan bahwa media massa memiliki tiga macam pengaruh. Pertama, pengaruh sosialisasi dalam arti luas, utamanya tentang sikap dan nilai-nilai dasar masyarakat serta model tingkah laku dalam berbagai bidang kehidupan. Kedua, pengaruh khusus jangka pendek, media massa mungkin menyebabkan orang membeli produk tertentu ataupun memberi suara/pendapat dengan cara tertentu. Ketiga, media massa memberikan pendidikan dalam pengertian yang lebih formal, yaitu dalam memberikan informasi atau menyajikan pengajaran dalam suatu bidang studi tertentu. Ketiga fungsi ini tentu saja di luar dari fungsi memberikan rekreasi dan hiburan. Meskipun melalui fungsi rekreasi itu, media massa dapat pula mempengaruhi perilaku manusia. Peranan media massa ini semakin menentukan di masa depan, karena kemajuan teknologi komunikasi sehingga media massa itu diterima langsung ke rumah-rumah, seperti pada radio dan televisi. C. Pengaruh Timbal Balik antara Tripusat Pendidikan Terhadap Perkembangan Peserta Didik
Perkembangan peserta didik, seperti juga tumbuh-kembang anak pada umumnya, dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni hereditas, lingkungan, proses perkembangan, dan anugerah. Khusus untuk faktor lingkungan, peranan tripusat pendidikan itulah yang paling menentukan, baik secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama. Dikaitkan dengan tiga proses kegiatan utama pendidikan (membimbing, mengajar, dan melatih seperti tersebut Ayat 1 Pasal 1 UU RI No. 2/1989), peranan ketiga tripusat pendidikan itu bervariasi meskipun ketiganya melakukan tiga kegiatan pokok dalam pendidikan tersebut. Kaitan antara tripusat pendidikan dengan tiga kegiatan pendidikan untuk mewujudkan jati diri yang mantap, penguasaan pengetahuan, dan kemahiran ketrampilan dapat diuraikan seperti berikut. Setiap
178
pusat pendidikan dapat berpeluang memberi kontribusi yang besar dalam ketiga kegiatan pendidikan, yakni : a) Pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya b) Pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan c) Pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan. Kontribusi itu akan berada bukan hanya antar individu, tetapi juga faktor pusat pendidikan itu sendiri yang bervariasi di seluruh wilayah Nusantara. Namun kecenderungan umum, utamanya pada masyarakat modern, kontribusi keluarga pada aspek penguasaan pengetahuan dan pemahiran ketrampilan makin mengecil dibandingkan dengan kontribusi sekolah dan masyarakat. Di samping peningkatan kontribusi setiap pusat pendidikan terhadap perkembangan peserta didik, diprasyaratkan pula keserasian kontribusi itu, serta kerja sama yang erat dan harmonis antartripusat tersebut. Berbagai upaya dilakukan agar program-program pendidikan dari setiap pusat pendidikan tersebut saling mendukung dan memperkuat antara satu dengan lainnya. Di lingkungan keluarga telah diupayakan berbagai hal (perbaikan gizi, permainan edukatif, dan sebagainya) yang dapat menjadi landasan pengembangan selanjutnya di sekolah dan masyarakat. Di lingkungan sekolah diupayakan berbagai hal yang lebih mendekatkan sekolah dengan orang tua siswa (organisasi orang tua siswa, kunjungan rumah oleh personel sekolah, dan sebagainya). Selanjutnya sekolah juga mengupayakan agar programnya berkaitan erat dengan masyarakat di sekitarnya (siswa ke masyarakat, narasumber dari masyarakat ke sekolah; dan sebagainya). Akhirnya lingkungan masyarakat mengusahakan berbagai kegiatan/program yag menunjang/melengkapi program keluarga dan sekolah. Dengan kontribusi tripusat pendidikan yang saling memperkuat dan saling melengkapi itu akan memberi peluang mewujudkan sumber daya manusia terdidik yang bermutu. Salah satu masalah yang banyak dibicarakan ialah sekolah sebagai produk masyarakat modern sering membawa dampak negatif karena secara terselubung mengahntar generasi terdidik ke kota-kota besar. Seperti diketahui, dislokasi sekolah itu adalah makin tinggi jenjang sekolah itu makin dekat ke kota besar, sehingga perguruan tinggi pada umumnya di ibu kota provinsi. Hal itu membawa dampak negatif yakni terpusatnya tenaga terdidik di daerah perkotaan, dan hanya sedikit yang kembali ke daerah pedesaan. Program-program kuliah kerja nyata (KKN), pengerahan sukarela ke pedesaan, dan sebagainya belum berhasil mengatasi persoalan itu. Oleh karena itu terdapat berbagai pendapat yang diarahkan pada perbaikan program persekolahan, khususnya kurikulum, agar lebih diorientasikan pada kebutuhan daerah yang bersangkutan. Titik kulminasi dari pemikiran tersebut di atas akhirnya dituangkan dalam Kep. Men. Dikbud RI No. 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan Lokal Kurikulum Sekolah Dasar. Keputusan itu kemudian dikukuhkan oleh UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas (umpamanya dalam Pasal 37, 38 Ayat 1) Jo. PP RI No. 28 Tahun 1990 tentang Dikdas (Pasal 14 Ayat 3 dan 4). Dengan demikian, pada tingkat sistem 179
(nasional) telah ditetapkan berbagai aturan sebagai acuan pengembangan/pelaksanaan muatan lokal kurikulum SD. Yang masih perlu dimantapkan adalah berbagai komponen pada tingkat institusional dan atau personel (guru, siswa, dan sebagainya), baik dari segi penyusunan program, maupun pelaksanaannya. Muatan lokal kurikulum SD tersebut adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan kebutuhan daerah yang perlu di pelajari oleh murid (Kepmen Dikbud No. 0412/U/1987 Pasal 1). Berdasarkan ketentuan yuridis tersebut ternyata bahwa kurikulum SD mempunyai dua jenis muatan, yakni muatan nasional dan muatan lokal. Kedua jenis muatan itu merupakan satu kesatuan yang saling menunjang dan menguatkan. Muatan nasional kurikulum SD ditetapkan secara nasional, dan berlaku sama di seluruh Indonesia (UU RI No. 2/1989 Pasal 38 Ayat 2). Sedangkan muatan lokal kurikulum SD dapat berupa mata pelajaran yang telah ada (PP RI No. 28/1990 Pasal 14 Ayat 3 dan 4), yang disesuaikan dengan lingkungan (alam, sosial, dan budaya) secara kebutuhan pembangunan di daerah tertentu. Untuk maksud tersebut, pemilihan berbagai muatan lokal dari kurikulum beserta sumber-sumber belajar pendukungnya tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional dan tidak menyimpang dari tujuan pendidikan nasional. Di samping isi kurikulum, muatan lokal juga dapat berkaitan dengan cara penyampaian isi kurikulum tersebut. Cara penyampaian itu meliputi baik kegiatan intrakurikuler, maupun ko-kurikuler ataupun ekstra-kurikuler. Dalam cara penyampaian kurikulum, muatan lokal itu akan sangat meningkatkan kadar relevansi kurikulam dengan situasi dan kebutuhan setempat. Pemilihan strategi/metode/teknik belajar-mengajar, sumber belajar (termasuk narasumber), serta sarana pendukung lainnya yang tersedia di sekitar siswa akan sangat bermanfaat mendekatkan siswa dengan lingkungannya, mengakrabkan dengan bidang-bidang kemahiran yang ada di sekitarnya, serta memahami daerahnya. Dari segi lain, perlu pula dikemukakan bahwa muatan lokal kurikulum SD memerlukan kajian secara cermat agar aspek kebhinnekaan itu tetap dalam latar memantapkan/memperkaya ketunggalikan. Muatan lokal di dalam kurikulum tidak bileh menghambat mobilitas peserta didik, baik secara horizontal maupun vertikal. Dengan kata lain, muatan lokal di dalam kurikulum SD harus diupayakan sedemikian rupa sehingga menghasilkan bukannya ―manusia lokal‖ akan tetapi ―manusia nasional‖ di suatu lokal tertentu. Yakni manusia Indonesia yang akrab dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sebagai pribadi dengan jati diri Indonesia yang terintegrasi dengan masyarakat sekitarnya, serta mampu mengembangkan minat dan kemampuannya yang khas untuk disumbangkan kepada masyarakat. Dalam Petunjuk Penerapan Muatan Lokal Kurikulum SD (Lampiran Kep.Men.Dikbud No. 0412/U1987) dikemukakan beberapa tujuan yang lebih rinci dari muatan lokal tersebut yang dapat dikategorikan dalam dua kelompok, sebagai berikut : 1. Tujuan-tujuan yang segera dapat dicapai, yakni : 180
a) Bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid. b) Sumber belajar di daerah dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan. c) Murid dapat menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya. d) Murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya. 2. Tujuan-tujuan yang memerlukan waktu yang relatif lama untuk mencapainya, yakni : a) Murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya. b) Murid diharapkan dapat menolong orang tuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. c) Murid menjadi akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri. Muatan lokal kurikulum SD tersebut seyogyanya makin diperluas/ditingkatkan, agar dapat terlaksana dengan semestinya. Berdasarkan tujuan muatan lokal, perluasan dan peningkatan muatan lokal dilakukan dengan memperhatikan : 1) 2) 3) 4) 5)
GBPP yang berlaku. Sumber daya yang tersedia. Kekhasan lingkungan (alam, sosial, dan budaya) dan kebutuhan daerah. Mobilitas murid. Perkembangan dan kemampuan murid (Kep. Men.Dikbud No. 0412/U/1987 Pasal 6). Dengan demikian, pendidikan akan mampu melaksanakan secara serentak fungsi pengembangan dari kebudayaan yang diembannya itu. Dan seiring dengan itu, sekolah sebagai pusat pendidikan akan lebih dekat dengan pusat-pusat lainnya yakni keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, tripusat pendidikan itu diharapkan dapat menunaikan tugasnya untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya dan membangun seluruh masyarakat Indonesia.
181
BAB XV PANDANGAN PENDIDIKAN TENTANG MANUSIA SEBAGAI A N I M A L EDUCANDUM
A.KEHARUSAN PENDIDIKAN : MENGAPA MANUSIA HARUS DI DIDIK/MENDIDIK
1. Dasar Biologis Pendidikan adalah perlu karena anak manusia dilahirkan tidak berdaya. a. Anak manusia lahir tidak di lengkapi insting yang sempurna untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi lingkungan. b. Anak manusia perlu belajar yang panjang sebagai persiapan untuk dapat secara t epat berhubungan dengan lingkungan secara konstruktif. c. Awal pendidikan terjadi setelah anak manusia mencapai penyesuaian jasmani (anak dapat berjalan sendiri,dapat makan sendiri,dapat menggunakan tangan sendiri) atau mencapai kebebasan fisik dan jasmani. 2. Implikasi a. Anak manusia yang tidak menerima bantuan dari manusia lainnya yang telah dewasa akan tidak jadi manusia yang berbudaya atau bahkan mati. b. Anak memerlukan perlindungan dan perawatan,sebagai masa persiapan pendidikan . c. kemampuan pendidikan terbatas. d. Orang dewasa yang tidak berhasil dididik perlu pendidikan kembali atau reeduksi. 3.Dasar Sosio-Antropologis Peradaban tidak terjadi dengan sendirinya di miliki oleh setiap anggota mas yarakat. a. Setiap anggota masyarakat perlu menguasai budaya kelompoknya yang berupa warisan sosial/budaya. b. Masyarakat menginginkan kehidupan yang beradab. 4. Implikasi a. b. c. d. e.
Di perlukan transformasi dari organisme biologis ke organisme yang berbudaya. Di perlukan transmisi budaya. Di perlukan internalisasi budaya. Di perlukan kontrol sosial untuk pelestarian budaya. Pendidikan = persoanalisasi peranan sosial budaya (personalisasi peradaban) 182
B. KEMUNGKINAN PENDIDIKAN : MENGAPA MANUSIA DAPAT DIDIDIK/MENDIDIK
1. Dasar Biologis Anak yang terlahir tak berdaya tapi mempunyai potensi untuk berubah. a. Anak bersifat lentur. b. Anak mempunyai otak yang besar dan berpermukaan sangat luas. c. Mempunyai pusat syaraf yang berfungsi berhubungan dengan perbuatan berpikir,sehingga terjadi penangguhan reaksi dalam menerima perangsang maka terjadi belajar. 2. Implikasi a. Anak dapat menerima bantuan yang tertuju pada dapat belajar. b. Pendidikan = penyesuaian yang sempurna dari organisme biologis terhadap lingkungannya. c. Pendidikan harus berkenan dengan pelancaran kerja susunan syaraf. 3. Dasar Psiko-sosio-antropologis Keragaman dan kelebihan individu a. Individu adalah unik,berbeda beda,ada kelebihan dan kekurangannya. b. Ada perbedaan penguasaan budaya. c. Animal sociale,sehingga ada usaha tolong menolong, 4. Implikasi a. Terjadi saling pengaruh mempengaruhi,yang mempunyai kelebihan dapat memberi bantuan kepada orang lain yang memerlukan. b. Orang dapat menjadi pendidik karena : 1. Panggilan jiwa (pendidik alami) 2. Panggilan (pendidik profesional) C.BATAS-BATAS KEMUNGKINAN PENDIDIKAN
1. Empirisme (realisme,behaviorisme,eksperomentasisme) a. Pendidikan adalah berkuasa b. Tidak ada pembawaan : anak lahir kosong dengan budaya, tapi potensial secara biologis. 2. Implikasi a. Pendidikan berpusat pada pendidik. b. Pendidikan = pembentukan. c. Pendidikan = rekayasa pola tingkah laku. 183
d. Pendidikan = internaliasi. e. Pendidikan = pembiasaan. 3. Naturalisasi (idealisme,thoisme,humanisme) a. pendidikan tidak/kurang berkuasa. b. Anak lahir dengan membawa bakat yang baik. 4. Implikasi a. b. c. d. e.
Pendidikan berpusat pada anak (terdidik) Pendidikan = pemekaran potensi Pendidikan = pertumbuhan dari dalam. Pendidikan = individualisasi/personalisasi. Pendidikan = belajar.
5. Development ,teori konvergensi,realisme kritis a. Pendidikan berpengaruh tapi terbatas. Pendidikan adalah perpaduan atau resultante dari pertumbuhan bakat dan pengaruh lingkungan. b. Anak lahir dengan membawa bakat yang perlu di rangsang untuk berkembang lebih canggih. 6. Implikasi a. Pendidikan berpusat pada relasi antara pendidik dengan si terdidik atau situasi pendidikan b. Pendidikan = perpaduan antara bakat dan pengaruh lingkungan c. Pendidikan = transaksi antara pendidik dengan si terdidik. d. Pendidikan = kegiatan belajar-mengajar yang berlangsung dalam situasi khusus. D.KEKELIRUAN-KEKELIRUAN PENDIDIKAN 1.Batasan
a.
Mendidik yang baik adalah yang berhasil membantu individu dapat mempertahankan dan meningkatkan mutu hidup. Hal ini terjadi apabila bentuk kegiatan pendidikan mempunyai tujuan yang tepat. b. Kekeliruan-kekeliruan mendidik adalah bentuk-bentuk kegiatan pendidikan yang tujuannya tidak benar dan / atau cara pencapainnya tidak tepat. Tujuan pendidikan dikatakan tidak benar apabila berisi nilai-nilai hidup yang bersifat mengingkari dan merusak harkat dan martabat manusia sebagai pribadi,warga dan hamba Allah. Sedangkan suatu cara mendidik dikatakan tidak tepat apabila cara yang dipergunakan tidak dapat mencapai tujuan pendidikan yang di harapkan. Dengan demikian kekeliruan-kekeliruan mendidik dapat di bedakan dalam dua bentuk,yaitu: (A) kekl ir uan i diil mendidik,dan (B ) kekeli ru an tekni s mendidik.
184
A. Kekeli ru an idiil mendidik 1. Bentuk
Bentuk-bentuk kekeliruan idiil mendidik berupa kegiatan pendidikan pantologis atau demagosis yaitu kegiatann‖pendidikan‖ yang salah satu tujuannya karena norma norma yang menjadi tujuan pendidikan mengandung unsur yang mengingkari kemanusiaan dan bahkan memprogandakan dan mendorong pada perbuatan perbuatan merusak dan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Misalnya,melatih pencopet atau penjahat profesional,memprogandakan sikap diskriminasi rasial,mengobarkan semangat permusuhan terhadap golongan,bangsa,atau ras lain,dan sebagainya. 2. Akibat dan penanggulangannya Pendidikan patologis atau demagogis apabila berhasil,akan melahirkan orang-orang yang cacat moral atau moral,yang mempunyai watak ingin merusak kehidupan manusia atau berbuat kemungkaran. Mengahadapi orang-orang demikian harus dilakukan reeduksi atau mendidik kembali B. kekeli r uan tekni s mendidi k
1. Bentuk Bentuk-bentuk kekeliruan teknis mendidik merupakan berupa kegiatan pendidikan yang salah teknis pelaksanaannya,yaitu kesalahan dalam cara memilih dan menggunakan alat pendidikan (kegiatan mendidik dan peciptaan situasi/lingkungan pendidikan). Dengan demikian kekeliruan-kekeliruan teknis mendidik mencakup: (1) kekeliruan cara mendidik (misalnya: mendidik dengan memanjakan atau murah ganjaran,mendidik dengan mengendalikan atau murah hukuman,mengembangkan keterampilan hanya dengan ceramah,dan sebagainya) dan (2) kekeliruan ekologis atau menciptakanlingkungan hidup yang kurang mendukung pencapaian kedewasaan(misalnya:penyiaran TV dengan penuh kekerasan atau pornografi,lemahnya kontrol sosial,penciptaan lembaga pendidikan formal yang tidak tepat,dan sebagainya) 2. Akibat dan penanggulangannya Pendidikan salah teknis berakibat pendidikan tidak menjadi efektif,efesien,dan relevan dalam membantu pengembangan kognitif,afetif,dan psikomotor anak menuju kedewasaan. Kekeliruan-kekeliruan teknis ini dapat berakibat penguasaan penegetahuan/keterampilan yang keliru,dang gangguan-gangguan emosional seperti rendah diri,sombong,keras kepala,dan sebagainya. Penanggulangan terhadap akibatakibat kekeliruan-kekeliruan teknis ini dapat dilakukan antara lain dengan jalan memperbaiki cara-cara mendidik dan lingkungan hidup,serta memberikan bimbingan dan penyuluhan yang tepat.
185
BAB XVI LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA: LANDASAN IDIIL DAN KONSTITUSIONAL
A. ORIENTASI UMUM 1. Batasan Landasan yuridis Sistem Pendidikan Nasional Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan Indonesia yang menjadi titik tolak Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. 2. Tata Urutan Peraturan Perundangan R.I Menurut UUD 1945 (TAP MPRS No XX/MPRS/1966) A. Bentuk-bentuk Peraturan Perundangan 1. Bentuk-bentuk Peraturan Perundangan Republik Indonesia menurut UUD 1945 ialah sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. b. Ketetapan MPR c. Undang-undang, Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang. d. Peraturan Pemerintah. e. Keputusan Presiden. f. Peraturan Pelaksanaan lainnya, seperti:
Peraturan Menteri.
Instruksi Menteri.
Dan lain-lain. 2. Sesuai dengan konstitusi seperti yang dijelaskan dalam Penjelasan authentik Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 adalah bentuk peraturan-peraturan bawahan dalam Negara. 3. Sesuai dengan prinsip negara hukum, maka setiap peraturan-perundangan harus berdasar dan bersumber dengan tegas pada peraturan-perundangan yang berlaku, yang lebih tinggi tingkatannya.
B. 1. Undang-Undang Dasar Ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar adalah ketentuan-ketentuan yang tertinggi tingkatannya yang perlaksanaannya dilakukan dengan ketetapan MPR, undang-undang atau keputusan Presiden. 2. Ketetapan MPR a) Ketentuan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatif dilaksanakan dengan undang-undang. b) Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dilaksanakan dengan Keputusan Presiden. 3. Undang-Undang 186
a) Undang-undang adalah untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar atau Ketetapan MPR. b) Dalam hal ihwal yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan-peraturan sebagai pengganti undang-undang. (1) Peraturan-peraturan itu harus mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilam Rakyat dalam persidangan berikut. (2) Jika tidak mendapatkan persetujuan, maka peraturan Pemerintah itu harus dicabut. 4. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah adalah memuat aturan-aturan umum untuk melaksanakan undang-undang. 5. Keputusan Presiden Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus (einmalig) adalah untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar yang bersangkutan, Ketetapan MPR dalam bidang eksekutif atau Peraturan Pemerintah. 6. Peraturan-peraturan Pelaksana lainnya Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya, harus dengan jelas tegas berdasarkan dan bersumber pada peraturan-peraturan perundangan yang lebih tinggi. B. UUD 1945 SEBAGAI LANDASAN YURIDIS SPNI 1. Pancasila sebagai Landasan Idiil a. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dan karena itu sebagai ideologi negara atau seperangkat kepercayaan, nilainilai, dan norma-norma yang mengatur tingkah laku bersama dalam bernegara-kebangsaan, yang terwujud dalam pemerintahan negara. b. Salah satu sektor dalam pemerintahan negara Republik Indonesia yang melindungi segenap kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban kehidupan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, adalah menyelenggarakan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. c. Pancasila yang dimaksud adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa. 2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. 3) Persatuan Indonesia. 4) Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. 5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakya Indonesia. d. Lima sila ini merupakan sebuah sistem nilai-nilai dasar yang menjadi sumber hukum dari segala penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, termasuk penyelenggaraan sistem Pendidikan Nasional. Oleh karena itu Pancasila disebut dasar Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. 187
2. Pasal-pasal UUD 1945 sebagai Landasan Yuridis Pendidikan Nasional a. Pasal 31, ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. b. Pasal 31, ayat (2) Satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. c. Pasal 32 Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Dalam UU No 2 Th 1989, Dinyatakan bahwa kebudayaan nasional adalah akar sistem Pendidikan Nasional. C. KETETAPAN MPR SEBAGAI LANDASAN YURIDIS SPNI 1. Pasal 3 UUD 1945 menyatakan: ―Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar haluan negara. ―Baik dalam UndangUndang Dasar maupun garis-garis besar haluan negara yang ditetapkan Mejalis pasti merumuskan kebijaksanaan umum tentang pendidikan sebagai salah satu sektor kehidupan bernegara-kebangsaan. 2. Sebagai contoh, Ketetapan MPR No II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara secara garis besar merumuskan kebijaksanaan umum penyelenggaraan pendidikan nasional periode 1993-1998 sebagai berikut: ―...; penetaan pendidikan nasional untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, dengan mengutamakan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dasar serta perluasan pendidikan, keahlian dan kejuruan; peningkatan penghayatan nilai luhur budaya bangsa yang menjiwai perilaku manusia dan masyarakat dalam segenap aspek kehidupan. ― D. UNDANG-UNDANG SEBAGAI LANDASAN YURIDIS SPNI 1. Rujukan Yuridis a. Rujukan Teknis 1) Pasal 5, ayat (1) President Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. 2) Pasal 20, ayat (1) Tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. b. Rujukan Material Pasal 31, UUD 1945. 2. Latarbelakang Perlunya UU No 2 Th 1989 a. UUD 1945 mengamanatkan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur oleh Undang-undang; 188
b. Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmani maupun rohai berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; c. Undang-undang lama (UU No 4 Th 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah; UU No 12 th 1954 tentang Pernyataan Berlakunya UU No 1950, UU No 22 Th 1961 tentang Perguruan tinggil UU No 14 PRPS Th 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional, dan UU No 19 PNPS Th 1965 tentang Pokok-pokok Pendidikan Nasional Pancasila) perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan pendidikan nasional sebagai satu sistem; d. Untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan diperlukan penungkatan dan pernyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional; e. Untuk memantapkan ketahanan nasional serta mewujudkan masyarakan maju yang berakar pada kebudayaan bangsa dan persatuan nasional yang berwawasan Bhineka Tunggal Ika berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 3. Ketentuan Umum a. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalu kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang; b. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang dasar 1945; c. Sistem Pendidikan Nasuinal adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional Indonesia; d. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya; e. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalam bahan pengajaran; f. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu; g. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabadikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan; h. Tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik; i. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman oenyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
189
j.
Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama; ... 4. Satuan, Jalur, dan Jenis Pendidikan a. Satuan Pendidikan (Pasal 9) 1) Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. 2) Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang berjenjang dan berkesinambungan. 3) Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompoj belajar, kursus, dan satuan pendidikan yang sejenisnya. b. Jalur Pendidikan (Pasal 10) 1) Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan pendidikan luar sekolah. 2) Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah melalu kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. 3) Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. 4) Oendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang dilaksanakan dalam keluarga yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan. c. Jenis Pendidikan (Pasal 11) 1) Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional. 2) Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan. 3) Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang tertentu. 4) Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental. 5) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Departemen Pemerintahan atau Lembaga Non Depertemen. Depertemen. 6) Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khisis tentang ajaran agama yang bersangkutan. bersangkutan.
190
7) Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan. 8) Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu. 5. Jenjang Pendidikan (Pasal 12) a. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, menengah, dan pendidikan tinggi. b. Selain pendidikan sebagaimana tersebut di atas, dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah. c. Pendidikan Dasar (Pasal 13) 1) Pendidikan Dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampian dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. 2) Warga negara yang berumur 6 (enam) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar. 3) Warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang yang setara, sampai tamat. d. Pendidikan Menengah (Pasal 15) 1) Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakan yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, dan dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. 2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan pendidikan agama. 3) Lulusan pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan berhak melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. e. Pendidikan Tinggi (Pasal 16) 1) Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. kesenian. 2) Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. 3) Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan penerapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu. 4) Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
191
5) Sekolah tingging merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu. 6) Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis. 7) Universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu. 8) Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional. 9) Sekolah tinggi, institut dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional. 10) Akademik dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional. E. PERATURAN PEMERINTAH SEBAGAI LANDASAN YURIDIS SPNI 1. Undang-undang No 2 Th 1989 menetapkan bahwa pelaksanaan undang-undang ini memerlukan 16 macam Peraturan Pemerintah, seperti yang ditetapkan dalam: a. Pasal 8 ayat (3); b. Pasal 10 ayat (5); c. Pasal 11 ayat (9); d. Pasal 12 ayat (3); e. Pasal 13 ayat (2); f. Pasal 14 ayat (3); g. Pasal 15 ayat (4); h. Pasal 16 ayat (8); i. Pasal 18 ayat (9); j. Pasal 21 ayat (3); k. Pasal 22 ayat (3); l. Pasal 28 ayat (4); m. Pasal 29 ayat (2); n. Pasal 32 ayat (4); o. Pasal 47 ayat (3); p. Pasal 54 ayat (5); 2. Beberapa Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Sebagian dari Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan peraturan melaksanakan UU No 2 Th 1989 antara lain mencakup: a. PP No 27 Th 1990 tentang Pendidikan Prasekolah. b. PP No 28 Th 1990 tentang Pendidikan Dasar. c. PP No 29 Th 1990 tentang Pendidikan Menengah. d. PP No 30 Th 1990 tentang Pendidikan Tinggi e. PP No 72 Th 1990 tentang Pendidikan Luar Biasa. f. PP No 73 Th 1990 tentang Pendidikan Luar Sekolah.
192
F. KEPUTUSAN PRESIDEN SEBAGAI LANDASAN YURIDIS PELAKSANAAN SPNI Di antara Keputusan-keputusan Presiden tentang pendidikan, yang perlu kita ketahui misalnya: 1. Keputusan Presiden No 34 Th 1972 yang dilengkapi dengan Instruksi Presiden No 15 Th 1974 tentang Pokok-pokok Pelaksanaan Pembinaan Pendidikan dan Latihan, yang antara lain berisi: a. Pendidikan dan latihan adalah segala usaha untuk membina dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmani dan rohaniah, yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah, dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Pasal 1). b. Latihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori (Pasal 2). c. Ruang lingkup bidang tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan pembinaan pendidikan umum dan pendidikan kejuruan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ... (Pasal 6 ayat (1)). d. Ruang lingkup bidang tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan pembinaan latihan lati han keahlian dan kejuruan tenaga kerja bukan Pegawai Negeri oleh Menteri Tenaga Kerja, Transmigran, dan Koperasi (Pasal 6 a yat (2)). e. Ruang lingkup bidang tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan pembinaan pendidikan dan latihan khusus Pegawai Negeri oleh Ketua Lembaga Administrasi Negara ... (Pasal 6 ayat (3)) . f. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan kebijaksanaan umum bagi pelaksanaan pembinaan pendidikan dan latihan secara menyeluruh (Pasal 7 ayat (1)). g. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengkoordinasi penyusunan rencana 5 (lima) tahun pembinaan pendidikan dan latihan secara menyeluruh (Pasal 7 ayat (2)). h. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan pedoman umum pembakuan di bidang pembinaan pendidikan dan latihan (Pasal 7 ayat (3)). i. Pendidikan umum ialah pendidikan di dalam dan di luar sekolah, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun swasta, ntuk mempersiapkan dan mengusahakan para peserta pendidikan tersebut memperoleh pengetahuan umum (Pasal 1, Lampiran II). j. Pendidikan kejuruan ialah pendidikan umum yang direncanakan untuk mempersiapkan para peserta pendidikan tersebut mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang kejuruannya kejuruannya (Pasal 2, Lampiran III).
193
k. Latihan keahlian ialah bagian dari pendidikan yang memberkan pengetahuan dan keterampilan yabg diisyaratkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, termasuk di dalamnya latihan ketatalaksanaan (Pasal 1, Lampiran III). l. Latihan kejuruan ialah bagian pendiikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diisyaratkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang pada umumnya bertaraf lebih rendah daripada yang dimaksud pada Pasal 1, Lampiran III. m. Pendidikan Pegawai Negeri ialah pendidikan yang dilakukan Pegawai Negeri utntuk meningkatkan kepribadian, pengetahuan dan kemampuan sesuai dengan tuntutan persyaratan jabatan dan pekerjaannya sebagai Pegawai Negeri (Pasal 2, Lampiran III). n. Latihan Pegawai Negeri ialah bagian dari pendidikan yang dilakukan oleh Pegawai Negeri untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan tuntutan pekerjaannya sebagai Pegawai Negeri (Pasal 3, Lampiran IV). o. Ruang lingup pendidikan dan latihan Pegawai Negeri mencakup: 1) Bidang teknis fungsiona, yaitu yang menyangkut bidang teknis susai dengan tugas pokok instansi yang bersangkutan; 2) Bidang administrasi, yang bersangkutan: a) Administrasi umum. b) Teknik pengelolaan (manajemen). c) Administrasi bidang pembangunan. 2. Keputusan Presiden No 45 Th 1975 tentang Susunan Organisasi Depertemen, yang antara lain berisi tentang: a. Tugas pokok Departemen Pendidikan dan Kebudayaan adalah menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pendidikan dan kebudayaan (Pasal 1, Lampiran 12). b. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan terdiri atas: 1) Menteri; 2) Sekretariat Jenderal; 3) Inspektoral Jenderal; 4) Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah; 5) Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi; 6) Direktoral Jenderal Luar Sekolah dan Olahraga; 7) Direktoral Jenderal Kebudayaan; 8) Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan; 9) Pusat; 10) Instansi Vertikal di wilayah. G. KEPUTUSAN MENTERI SEBAGAI LANDASAN YURIDIS PELAKSANAAN SPNI Beberapa Keputusan Menteri yang mempunyai hubungan erat dengan pelaksanaan UU No 1989, di antaranya adalah: 1. Kepmen No 0468/U/1992 tentang Taman Kanak-kanak; 2. Kepmen No 0487/U/1992 tentang Sekolah Dasar; 194
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kepmen No 054/U/1992 tentang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama; Kepmen No 0489/U/1992 tentang Sekolah Menengah Umum; Kepmen No 0490/U/1992 tentang Sekolah Menengah Kejuruan; Kepmen No 0491/U/1992 tentang Pendidikan Luar Biasa; Kepmen No 060/U/1992 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar; Kepmen No 061/U/1992 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Umum; Kepmen No 080/U/1992 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan.
H. INSTRUKSI MENTERI SEBAGAI LANDASAN YURIDIS PELAKSANAAN SPNI 1. Instruksi Menteri No 3/U 1987 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Atasan Langsung di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Instruksi Menteri No 3/U 1990 tentang Petunjuk Pralksanaan Keputusan Mendikbud No 0668/U/1989 tentang Sistem dan Mekanisme Pengelolaan Terpadu Sumber Daya di Lingkungan Depdikbud.
195
BAB XVII PENGARUH TIMBAL BALIK DAN KERJASAMA ANTARA KETIGA LINGKUNGAN PENDIDIKAN
A. Pengaruh Timbal Balik antara Sekolah dan Masyarakat. Bagaimanapun keadaan sekolah, biasanya akan mendukung tujuan, aspirasi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang dilayaninya. Di bawah ini akan diuraikan peranan masyarakat dan sekolah seperti berikut:
a. b. c.
d.
e.
1. Peranan masyarakat. Masyarakatlah yang ikut mendirikan dan membiayai sekolah. Masyarakatlah yang mengawasi pendidikan agar sekolah tetap membantu dan mendukung cita-cita dan kebutuhan masyarakat. Masyarakatlah yang ikut menyediakan tempat pendidikan, seperti gedung-gedung museum, perpustakaan, panggung-panggung kesenian, kebun binatang dan lainlain sebagainya. Masyarakatlah yang menyediakan orang sumber (resource person) untuk sekolah. Mereka dapat diundang ke sekolah untuk memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu masalah yang sedang di pelajari anak didik. Di mas yarakat banyak sekali orang punya keahlian khusus seperti petani, peternak, saudagar, tukang becak, polisi lalu lintas, dokter, bidan dan lain-lain seba gainya. Atau bangsa asing seperti orang Amerika, Australia, Belanda dan lain-lain diundang ke sekolah untuk menerangkan keadaan negeri mereka. Masyarakatlah sebagai sumber pelajaran atau laboratorium tempat belajar. Di samping buku-buku pelajaran yang banyak sekali. Antara lain seperti aspek alam, industri, perumahan, transport, perkebunan, perusahaan pemerintahan dan lainlain.
2. Peranan Sekolah. Oleh karena begitu pentingnya peranan masyarakat seperti tersebut di atas maka masyarakat menuntut sekolah supaya berperan seperti berikut: a. Konservatif, yaitu untuk meneruskan kebudayaan yang telah diseleksi kepada generasi muda, agar mereka mempertahankan, memelihara, dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Secara populer konservatif mengandung arti yang negatif, akan tetapi dalam hal ini mengkonservatif berarti mengawetkan dan menyimpan sesuatu supaya tahan lama. Barang-barang material dan spiritual seperti ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat di konservasi atau disimpan lam. Sekolah berperan untuk mengawetkan, menyimpan, dan memelihara unsure-unsur yang baik dalam kebudayaan suatu bangsa. 196
Prinsip ekologi menginginkan, agar antara sekolah dan masyarakat terdapat suatu interaksi. Dengan kata lain sekolah tidak dapat terpisah dari masyarakat, dan begitu pula sebaliknya. b. Evaluatif dan Inovatif. Hendaknya di samping berperan konservatif sekolah mempunyai juga peranan evaluatif dan inovatif: yaitu anak didik tidak hanya menerima begitu saja kebudayaan generasi lama. Berhubung dunia sekarang ini memerlukan kebudayaan, pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan sikap serta adat kebiasaan yang disesuaikan dengan zaman atom, satelit dan komputer hendaknya anak didik diberi kesempatan untuk menilai secara kritis, Sekolah-sekolah hendaknya dapat bergerak secepat perobahan-perobahan yang terjadi di masyarakat. Norma-norma dari zaman lampau dapat tetap diajarkan dalam bentuk yang disesuaikan dengan zaman baru. Biasanya dalam kenyataan sulit bagi guru-guru untuk melepaskan diri dari caracara mereka diajar dan dari jenis-jenis mata pelajaran yang mereka peroleh waktu mereka masih bersekolah dulu. Itulah sebabnya maka sukar sekali mengeluarkan suatu mata pelajaran dari kurikulum, kalau mata pelajaran itu telah diajarkan bertahun-tahun walaupun mata pelajaran tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu pembaharuan, harus dimulai dari diri guru sendiri. Walaupun sekarang ini pembaharuan-pembaharuan pendidikan dari pusat (P & K) akan tetapi segala usaha kearah pembaharuan akan menemui kegagalan, kalau perobahan tidak terjadi pada diri guru sendiri. Negara Indonesia sedang menjalankan Rencana Pembangunan Lima Tahun yang ketiga, hendaknya para guru harus bersikap mental pembangunan yaitu: sikap aktif terhadap hidup, menilai terhadap hasil karya, suka menyelidiki gejala-gejala alam untuk didaya gunakan, berorientasi ke masa depan, dan menilai tinggi mutu pribadi yang memiliki disiplin murni.
Dalam melaksanakan peranan di masyarakat maka sekolah dibantu oleh komponenkomponen antara lain seperti berikut: a. Guru (pendidik) dapat berperan membantu kegiatan-kegiatan belajar di luar sekolah seperti contoh antara lain, memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat tentang hal-hal yang praktis dalam berbagai bidang kehidupan, ikut dalam usaha memelek hurufkan masyarakat melalui kursus pengetahuan dasar (KPD); pengajar dan pembantu Pusat Latihan Pendidikan Masyarakat, pada berbagai kursus-kursus, dan pada Pendidikan Kesejahteraan Keluarga; serta ikut membantu menyelenggarakan perpustakaan atau Taman Bacaan Desa.
197
Pada umumnya guru-guru (pendidik) adalah sebagai pemimpin, pelaksana pendidikan di luar sekolah, dan juga sebagai pemimpin kegiatan-kegiatan dalam masyarakat. b. Kurikulum sekolah harus disesuaikan dengan kebutuhan nyata dari masyarakat atau didasarkan kepada proses-proses dan problem kehidupan dalam masyarakat. Dengan kata lain di sekolah harus diberikan pengetahuan, sikap dan nilai serta keterampilan seperti berikut: 1. Yang berguna dan berarti bagi kehidupan anak didik sebagai individu dan anggota masyarakat. 2. Yang mendorong sikap mental pembangunan. 3. Yang membimbing untuk dapat mencari nafkah sehingga sanggup berdiri sendiri. 4. Menumbuhkan sikap untuk belajar dari kehidupan di l ingkungannya dan bekerja untuk masyarakatnya. c. Gedung sekolah dapat dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat, seperti antara lain pertemuan-pertemuan, rapat-rapat, diskusi-diskusi tentang pembangunan desa atau lingkungan dimana sekolah itu berada. Diskusi-diskusi dan lain-lain itu dapat diadakan oleh sekolah dengan mengundang pemuka-pemuka masyarakat seperti pejabat-pejabat pemerintah, cerdik pandai, alim ulama dan kalau di Sumatera Barat ditambah dengan ninik mamaknya.
B. Kerjasama antara Sekolah dan Keluarga atau Orang Tua. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga,masyarakat dan Pemerintah. Sekolah hanyalah pembantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga, se bab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak ialah dalam keluarga. Peralihan bentuk pendidikan informal ke formal memerlukan kerjasama antara orang tua dan sekolah (pendidik). Sikap anak terhadap sekolah terutama akan dipengaruhi oleh sikap orang tua mereka. Juga sangat diperlukan kepercayaan orang tua terhadap sekolah (pendidik) yang menggantikan tugasnya selama di ruangan sekolah. Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai usaha-usahanya. Juga orang tua harus menunjukkan kerjasamanya dalam cara anak belajar di rumah, membuat pekerjaan rumahnya janganlah disita waktu anak dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Menurut hasil penelitian, pekerjaan guru (pendidik) di sekolah akan lebih efektif apabila dia mengetahui latar belakang dan pengalaman anak didik di rumah tangganya. Anak didik yang kurang maju dalam pelajaran berkat kerjasama orang tua anak didik dengan pendidik, banyak kekurangan-kekurangan anak didik yang dapat diatasi. Lambat laun orang tua juga menyadari bahwa pendidikan atau keadaan lingkungan rumah tangga dapat membantu atau menghalangi kesukaran anak di sekolah. 198
Pendidik harus tahu bahwa apa-apa yang dibawa anak didik dari keluarganya, tidak mudah merobahnya. Untuk kerjasama antara sekolah dengan orang tua banyak cara-cara yang dapat ditempuh antara lain: 1. Kun ju ngan ke r umah anak didik.
a. b.
c.
d. e. f.
g.
Kunjungan ke rumah anak didik akan: Menimbulkan perasaan pada anak didik bahwa sekolahnya selalu memperhatikan dan mengawasinya. Memberi kesempatan kepada si pendidik melihat sendiri dan mengobservasi langsung cara anak didik belajar, latar belakang hidupnya, dan tentang masalah-masalah yang dihadapinya dalam keluarganya. Memberi kesempatan kepada si pendidik untuk memberikan penerangan kepada orang tua anak didik tentang pendidikan yang baik, cara-cara menghadapi masalah-masalah yang sedang dialami anaknya (kalau anaknya mempunyai masalah), dan lain-lain sebagainya. Mempererat hubungan antara orang tua dan sekolah. Memberi dorongan kepada orang tua anak didik untuk lebih terbuka dan dapat bekerjasama dalam memajukan pendidikan anaknya. Memberi kesempatan kepada si pendidik untuk mengadakan wawancara mengenai bermacam-macam keadaan atau kejadian tentang sesuatu yang ingin diketahuinya. Guru dan orang tua saling memberikan informasi tentang keadaan anak serta saling memberi petunjuk. 2. Undangan terh adap orang tua ke sekol ah.
Orang tua di undang datang ke sekolah minimal sekali setahun. Pada saat itu diadakan kegiatan-kegiatan seperti berikut: a. Pertunjukan film pendidikan di negara-negara yang telah maju antara lain berisikan cara kerjasama orang tua dengan guru (pendidik) untuk pendidikan anaknya dan untuk kemajuan sekolah. Selesai pertunjukan itu diadakan penjelasan dan diskusi. b. Pameran hasil kerajinan tangan dan karangan anak didik. Buku pekerjaan tulis anak didik sehari-hari yang telah diperiksa guru diperlihatkan kepada orang tuanya masing-masing. Hasil kerajinan tangan tersebut dapat dijual kepada orang tua anak didik. c. Perlombaan anak didik membaca puisi. d. Demonstrasi ketangkasan dan keterampilan merangkai bunga, memasak, bertukang, dan bercocok tanam. Hasil-hasil keterampilan itu dapat pula dijual kepada orang tua anak didik. 3. Case conf er ence.
Case conference ialah rapat atau konperensi tentang kasus, biasanya digunakan dalam bimbingan penyuluhan. Peserta konperensi ialah orang-orang yang betul-betul mau ikut membicarakan masalah anak didik secara terbuka dan sukarela, 199
seperti orang tua anak didik, guru-guru, petugas-petugas bimbingan yang lain, dan para ahli yang ada sangkut pautnya dengan bimbingan seperti social worker, dan lainlain. Konperensi biasanya dipimpin oleh orang yang paling mengetahui persoalan bimbingan penyuluhan (khususnya tentang kasus tersebut). Seluruh data dari Commulative Record anak didik dipergunakan, kalau perlu didemonstrasikan. Isi segenap pembicaraan di dalam konperensi bersifat confidential (dijaga kerahasiaannya), sesuai dengan sifat kerahasiaan proses bimbingan dan penyuluhan. Tujuan konperensi ialah mencari jalan yang paling tepat, agar masalah anak didik dapat diatasi dengan baik. Hasil konperensi biasanya akan lebih baik karena data dikumpulkan oleh beberapa orang, serta interpretasi, analisa dan penentuan diagnose suatu masalah dilakukan dengan system musyawarah. 4. Badan Pembantu Sekol ah.
Yang dimaksud dengan Badan Pembantu Sekolah ialah organisasi Orang Tua Murid atau Wali Murid dan Guru. Organisasi tersebut merupakan kerjasama yang paling terorganisir antara sekolah atau guru dan orang tua murid. Sampai saat ini organisasi itu telah beberapa kali berobah nama, karena disesuaikan dengan perkembangan situasi pendidikan dan masyarakat. Perobahan itu adalah seperti berikut: a. Pada mulanya bernama Perkumpulan Orang Tua Murid dan Guru (POMG) sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tanggal 6 Desember 1954, Nomor 58438. Keputusan ini berlaku terhitung dari tanggal 1 Desember 1954 sesuai dengan pasal 10 bab V. Sebenarnya dalam pasal 27 dan 28 undang-undang No.4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran, pada prinsipnya telah membuka jalan untuk pembentukan organisasi Orang Tua Murid dan Guru yang menyatakan: 1. Hubungan antara sekolah orang tua murid dipelihara sebaik-baiknya. 2. Untuk mewujudkan hubungan ini dibentuk Panitia Pembantu Pemelihara Sekolah yang terdiri dari beberapa orang tua murid. 3. Susunan dan kewajiban Pembantu Pemelihara Sekolah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tujuan POMG ialah membantu, memelihara sekolah supaya sekolah itu hidup subur dan lebih sanggup memenuhi tugasnya sebagai temp at membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan Tanah Air, dengan jalan memeli hara hubungan yang erat antara orang tua atau wali murid (selanjutnya disebut orang tua) dan para guru menyelenggarakan segala sesuatu yang diperlukan oleh sekolah dengan tidak mencampuri urusan pimpinan sekolah dan urusan teknis pengajaran yang termasuk kompetensi kepala sekolah, guru dan Inspeksi Pengajaran. Kepala sekolah membantu POMG sebagai penasehat. Pada rapat-rapat kepala sekolah harus hadir atau diwakili oleh seorang guru yang ditunjuknya. Kepala 200
sekolah dan para guru tidak diwajibkan membayar iyuran atau sokongan yang oleh POMG dikenakan kepada orang tua. Administrasi keuangan dan harta benda POMG tidak boleh dicampur dengan administrasi sekolah. Kepala sekolah dan guru-guru tidak boleh sebagai anggota dari pengurus POMG. Semuanya ini sesuai dengan pasal V ayat 1 sampai 5 lampiran keputusan tersebut. Pada akhirnya menimbulkan kesan yang negatif terhadap kepala sekolah dan stafnya seperti antara lain disebabkan karena kepala sekolah dengan stafnya meminta dan menerima sumbangan dari orang tua murid, sebagai salah satu contoh sumbangan uang untuk membangun gedung. Hal ini mengakibatkan kepercayaan kepada staf pengajar menjadi kurang sehingga lambat laun berkuranglah wibawa mereka. b. POM (persatuan Orang Tua Murid). Setelah POM berjalan lebih kurang sembilan tahun, perkembangan situasi pendidikan dan masyarakat telah jauh berbeda dari keadaan pada waktu peraturan itu ditetapkan, maka keluarlah Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1963 yang merupakan kawat seperti di bawah ini. Kawat Menteri P & K No. 21507/S dan kawat susulannya No. 21972,49 isinya: 1. Kepala-kepala sekolah dilarang keras memungut sumbangan apapun dari murid yang hendak masuk sekolah. 2. Terhadap penyelewengan-penyelewengan akan diambil tindakan tegas. 3. Sumbangan-sumbangan yang telah dipungut oleh kepala sekolah harus segera dikembalikan kepada yang berhak. 4. POMG harus segera diorganisir menjadi POM (Persatuan Orang Tua Murid) dengan sementara berpedoman pada Instruksi kami tanggal 30-7-1963 No.8875-4-VI-Pwpdk. 5. Sumbangan sukarela hanya dapat dipungut oleh POM dari s ekolah yang bersangkutan, sedangkan jumlah uang sumbangan sukarela itu ditetapkan oleh POM sendiri dan harus disesuaikan dengan Insruksi kami tanggal 30-7-1963 No. 8875-A-VI-Pwpdk. Menteri menginstruksikan agar POMG harus segera direorganisasikan menjadi Persatuan Oran Tua Murid (POM). Walaupun instruksi Menteri tersebut telah melarang keras kepada sekolah memungut sumbangan dalam bentuk apapun dari murid yang hendak masuk s ekolah akan tetapi bagian kelima dalam instruksi di atas member kesempatan juga secara tidak langsung pemungutan terhadap murid-murid, sedangkan pertanggungjawaban keuangan kurang lancar. Di samping itu, juga dirasakan masalah pendidikan pada umumnya, khususnya masalah pengadministrasian keuangan sumbangan pembinaan pendidikan, adalah masalah yang menyangkut kesejahteraan masyarakat luas, maka tidaklah dapat tangani oleh Departemen P dan K saja, akan tetapi haruslah disusun suatu keputusan bersama antara Menteri P dan K, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan tentang peraturan sumbangan pembinaan pendidikan dan diputuskan pula agar 201
sekolah negeri harus membentuk Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3).
C. BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan). Kalau dilihat tugas dan wewenang POM dan BP3 banyak sekali persamaannya, sebab pada hakekatnya tujuannya adalah sama yaitu membantu kelancaran kegiatan, penyelenggaraan serta pemeliharaan pendidikan di sekolah. Hanya cara-cara pelaksanaannya disesuaikan dengan susunan masyarakat yang lebih maju. Anggotanya masih terdiri dari orang tua atau wali murid, personal sekolah, dapat diperluas dengan warga masyarakat setempat, tamatan dari orang tua tamatan sekolah yang bersangkutan (pasal 4 instruksi bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 17/0/1974 dan Nomor 29 tahun 1974, tanggal 20 Nopember 1974). 1. Sejarah perkembangan BP3 adalah sebagai berikut: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan peraturan Sumbangan Pembina Pendidikan disingkat SPP dengan peraturannya tanggal 3 Mei 1971 No. 099/1971. Isi peraturan itu ialah menentukan suatu sumbangan dalam bentuk sejumlah uang yang wajib disumbangkan kepada sekolah/kursus/perguruan tinggi untuk keperluan pembinaan pendidikan, oleh orang-orang wajib bayar yang disebut Sumbangan Pembinaan Pendidikan disingkat SPP. Tata cara pemungutan, penggunaan dan pengawasan dalam pengelolaan SPP diatur dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 10 Nopember 1971 No. 0192/1971 untuk Sekolah Lanjutan dan Perguruan Tinggi, dan untuk sekolah dasar de ngan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 19 Nopember No. 132 tahun 1971. Setelah keputusan tersebut dilaksanakan kira-kira 3 tahun, dan mengingat masalahnya adalah masalah pendidikan dan pengadministrasian keuangan, maka disusunlah suatu keputusan bersama oleh Menteri P dan K, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan tentang peraturan sumbangan pembinaan pendidikan nomor 0257/K 1974, nomor 221 tahun 1974, dan nomor Kep.1606/MK/I/II/1974, tanggal 20 Nopember 1974, yang mengatur tentang cara penetapan besarnya pungutan, penggunaan, pengelolaan, pengawasan dan sanksi-sanksinya. Untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat atau orang tua murid, membantu secara aktif, penyelenggaraan pendidikan di sekolah maka atas instruksi bersama Menteri P dan K, Menteri Dalam Negeri dibentuklah suatu organisasi yang disebut dengan Badan Pembantu Pen yelenggaraan Pendidikan disingkat dengan BP3 pada setiap sekolah negeri. Usaha-usaha yang dapat dilaksanakan BP3 dalam membantu pelaksanaan pendidikan disekolah antara lain ialah:
202
1. Mengadakan bazar hasil keterampilan atau kerajinan tangan murid-murid, mengadakan malam dana, meminta sumbangan kepada masyarakat, membentuk donator, mengusahakan pertanian, perikanan dan lain-lain. 2. Menjembatani lembaga atau jawatan negeri dan swasta dengan sekolah. 3. Ikut serta dalam menanggulangi kekurangan guru, mengadakan komunikasi yang baik dengan Puskesmas setempat atas sponsor BP3, supaya dokter-dokter Puskesmas tersebut dapat berpartisipasi di sekolah-sekolah. Mungkin ada baiknya beberapa pasal dari peraturan bersama itu dikutipkan. Tujuan pasal 2; memelihara dan meningkatkan hubungan yang erat dan serasi, kerjasama dan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat, sekol ah dan pemerintah untuk menyempurnakan kegiatan pendidikan. 2. Tugas dan Wewenang BP3, pasal 3: 1. Mendorong dan meningkatkan hubungan baik antara keluarga, masyarakat, sekolah dan Pemerintah baik secara organisasi maupun perorangan. 2. Membantu kelancaran kegiatan pendidikan dengan ti dak mencampuri urusan teknis pengajaran yang termasuk wewenang Kepala Sekolah, guru dan instansi Pembina pendidikan yang bersangkutan. 3. Mengusahakan bantuan dari masyarakat, baik berupa benda, uang maupun jasa dengan tidak menambah beban wajib bayar, seperti yang dimaksud dalam Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan Republik Indonesia, tanggal 20 Nopember 1974, Nomor 0257/K/1974, nomor 221 tahun 1974, nomor Kep.1606/MK/I/II/1974. 4. Memberikan pertimbangan kepada Bupati Kepala Daerah atau Walikotamadya Kepala Daerah dan Kepala Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengenai permohonan keringanan atau pembebasan kewajiban membayar SPP yang diajukan secara aktif oleh wajib bayar. 3. Komentar: Semua bentuk kerjasama antara sekolah dan orang tua yang telah diuraikan di atas sangat besar faedah dan artin ya dalam memajukan pendidikan sekolah pada umumnya dan anak didik pada khususnya. Mengingat luasnya fungsi dan peranan BP3 dalam mengembangkan dan memajukan pendidikan maka hendaknya dalam rapat-rapat BP3 janganlah dititik beratkan kepada masalah uang atau mencari dana saja, melainkan juga masalah pendidikan seperti antara lain: 1. Memberikan pengertian kepada orang tua tentang pendidikan dan system penyampaian pelajaran. 2. Hendaknya orang tua dapat menunjukkan kerjasama yang baik supaya tujuan pendidikan itu tercapai, dan sistem penyampaian dapat dijalankan dengan sempurna.
203
3. Membicarakan bersama keberhasilan dan kegagalan sekolah. Pada rapat pertama dari penggantian pengurus ada baiknya diperjelas tujuan BP3 dan BP3 janganlah mencampuri hal-hal teknis tentang mengajar dan mendidik di sekolah, dan hendaknya jangan menjadi pengawas sekolah.
D. Kerjasama Antara Ketiga Lingkungan Pendidikan. Dalam Garis Besar Haluan Negara No.IV/MPR-1978 dinyatakan ―pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup‖. Dengan kata lain perkembangan kepribadian serta kemampuan seseorang terjadi: 1. Atas pengaruh hal-hal yang tidak sengaja, berlangsung secara tidak terencana atau selektif bersifat incidental yang diperolehnya melalui pendidikan informal, antara lain dalam lingkungan keluarga. 2. Atas pengaruh hal-hal yang sengaja, berlangsung secara sadar dan berenca na, baik yang diperolehnya melalui pendidikan lingkungan sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Masing-masing jenis lingkungan pendidikan tersebut berarti dan bermakna bagi perkembangan seseorang sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Ketiga jenis lingkungan pendidikan tersebut sangat penting, karena ketiganya merupakan komponen yang saling mengisi dan memperkuat dalam pros es pendidikan seseorang. Sebagai contoh: pengetahuan umum, sikap dan nilai serta keterampilan umum yang berguna bagi kehidupan sehari-hari biasanya dipelajari seseorang di lingkungan rumah tangga/keluarganya, antara lain dengan jalan mengamati dan menirunya. Pertama-tama yang dipelajari dari keluarga ialah pengetahuan tentang nama-nama benda akan kebiasaan hidup sehari-hari seperti antara lain cara makan, minum, dan lain-lain sebagainya. Pengetahuan itu ada yang dipelajari begitu saja dari keluarga seperti bercerita, berdendang dan lain-lain sebagainya. Dalam keluarga juga dipelajari, sikap terhadap anggota keluarga lain, tetangga masyarakat dan sikap untuk mengatasi atau menghadapi kesulitan. Pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan umum yang ditiru seseorang dari keluarga baru berkembang, apabila seseorang itu telah belajar di sekolah atau di masyarakat. Yang dimaksud dengan berkembang disini ial ah perobahan ke arah yang lebih menguntungkan seseorang itu. Bahkan ada juga hal -hal yang sulit, yang pada umumnya tidak dapat dicontohkan dari keluarga, seperti membuat radio, TV, kapal udara dan lain-lain sebagainya. Di sekolah dan di diperoleh dan dikembangkan pengetahuan, serta diramalkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran, dan ditemukan cara-cara yang tepat dan cepat supaya dapat dikuasai oleh seseorang. Contoh lain bahwa ketiga jenis lingkungan pendidikan itu saling mengisi dan memperkuat dalam keseluruhan proses pendidikan seseorang ialah:
204
Dalam pasal 31, UUD 1945 ayat a yat 1 berbunyi Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Pasal pengajaran. Pasal ini sesuai dengan tuntutan dan aspirasi rakyat Indonesia terhadap pendidikan. Hendaknya hak atas pendidikan itu harus itu harus dituangkan dalam satu bingkisan minimum yang berisikan pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan yang harus didapat oleh setiap daerah di Indonesia, agar mereka menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab. Bingkisan minimum tersebut berisikan kebutuhan belajar yang minimum, harus sesuai dengan kondisi dan keadaan setiap daerah di Indonesia. Selain dari it u harus pula mencakup unsur-unsur yang yang saling mengisi dan sama pentingnya. Kebutuhan belajar yang minimum itu adalah seperti berikut: a. Sikap-sikap positif terhadap kerjasama dan sikap membantu antar manusia. Sikapsikap itu haruslah tercermin secara konkrit di dalam kehidupan sehari-hari yaitu dalam keluarga, sekolah, masyarakat, tempat bekerja, atau dengan kata lain pada ketiga jenis lingkungan pendidikan tersebut. b. Pandai membaca, menulis dan menghitung (+M) yang fungsional dan praktis. c. Pengetahuan ilmiah dan pengertian dasar mengenal proses-proses alam, karena ada hubungannya antara lain dengan pemeliharaan kesehatan, dengan alam sekitar serta dengan perlindungan atas alam sekitar tersebut. d. Pengetahuan dan kepandaian praktis untuk mencari nafkah, serta pengetahuan dan bermacam-macam keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan kehidupan sehari-hari seseorang yang sesuai dengan kemampuannya. e. Pengetahuan dan kepandaian yang diperlukan untuk menghina keluarga sehat rumah tangga yang harmonis. f. Pengetahuan dan kepandaian praktis untuk dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama nusa dan bangsa. Kalau diperhatikan kebutuhan-kebutuhan belajar minimum seperti diatas, jelaslah bahwa tidak ada satu cara atau jenis lingkungan pendidikan pun baik di rumah tangga, di sekolah maupun di masyarakat yang akan mampu sendirian memberikannya.
205
BAB XVIII PENDIDIKAN PADA ZAMAN INDONESIA MERDEKA
A. Pendahuluan Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, bangsa Indonesia berjalan atas dasar UUD 1945 dan falsafah Pancasila. Walaupun dalam perkembangan sejarah terjadi beberapa kali penyimpangan, namun namun pada umumnya di lingkungan pendidikan jiwa UUD 1945 tetap bertahan. Dalam masa penjajahan tidak seluruh rakyat mendapat kesempatan belajar, akan tetapi pada zaman Indonesia merdeka sekarang ini, keinginan dan tuntutan setiap rakyat Indonesia terhadap pendidikan ialah pemerataan atau demokratisasi, yang berarti setiap warga negara berhak dan mendapat kesempatan memperoleh pendidikan. Tindakan pertama yang diambil oleh pemerintah kita ialah menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan tuntutan dan aspirasi rakyat sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: ―tiap-tiap ―tiap -tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran‖. Ayat 2 berbunyi: ―pemerintahan mengusahakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.‖ undang- undang.‖ Oleh karena itu pembatasan pemberian pendidikan disebabkan perbedaan agama, sosial-ekonomi dan golongan yang ada di masyarakat, tidak dikenal lagi. Dengan demikian, setiap anak Indonesia dapat memilih kemana dia akan belajar sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya. B. Landasan Ideal Pendidikan Walaupun terjadi perubahan Undang-undang Dasar beberapa kali, akan tetapi landasan ideal pendidikan tetap falsafah negara Pancasila. Cuma sekitar tahun 19591965 dicantumkan untuk sila kelima seperti berikut: Kerakyatan dan keadilan sosial seperti yang dijelaskan dalam Manipol/Usdek.
1. 2.
3.
Berturut-turut telah dialami oleh bangsa Indonesia dalam dunia pendidikan seperti berikut: Dari tahun 1945-1950 landasan ideal pendidikan ialah UUD 1945 dan falsafah pancasila. Pada permulaan tahun 1949 dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat, di negara bagian Indonesia Timur dianut suatu sistem pendidikan yang diwarisi dari zaman pemerintahan Belanda. Pada tanggal 17 Agustus 1950, dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia, landasan ideal pendidikan ialah UUD Sementara Republik Indonesia.
206
4.
5.
Pada tahun 1959 Presiden mendekritkan RI kembali ke UUD 1945 dan menetapkan Manifesto Politik RI menjadi Haluan Negara. Di bidang pendidikan ditetapkan Sapta Usaha Tama dan Panca Wardhana Pada tahun 1965, sesudah peristiwa G-30S/PKI kita kembali lagi melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. C. Undang-undang, Ketetapan MPR, Peraturan dan Kebijaksanaan dalam Pendidikan.
Yang akan dikemukakan di sini ialah iala h Undang-undang, Ketetapan MPR, Persatuan dan Kebijaksanaan yang berkenaan dengan tujuan dan isi pendidikan saja, seperti berikut : I.
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mr. Suwandi tanggal 1 Maret 1946 nomor 104/Bhg. 0. Tujuan pendidikan pada saat ini ialah untuk menanamkan jiwa patriotisme. Dengan semangat patriotisme diharapkan kemerdekaan dapat dipertahankan dan diisi.
II.
Undang-undang nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran Pengajaran di Indonesia (Menteri PP & K Ki Mangunsankoro). Berlaku untuk seluruh Indonesia. Hanya di beberapa daerah tertentu bekas Negara Indonesia Timur, yaitu Flores dan Sumba, Penyelenggaraan pendidikan sudah ada di tangan Miss i dan Zending, pemerintah tidak dapat memaksa mereka, karena di daerah ini telah ada otonomi daerah.
Bab I Aturan Umum Pasal 1 : 1. Undang-undang ini berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah. 2. Yang dimaksud dengan pendidikan dan pengajaran yang diberikan bersama-s ama kepada murid-murid yang berjumlah sepuluh orang atau lebih. Pasal 2 : 1. Undang-undang ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah-s ekolah agama dan pendidikan masyarakat. Tentang Tujuan Pendidikan dan Pengajaran Pengajaran
Pasal 3: Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
207
Tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran
Pasal 4: Pendidikan pengajaran berdasar atas asas-asas asas-asas yang termaktub dalam ―Pancasila‖, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia. Pasal 7: 1. Pendidikan dan pengajaran taman Kanak-Kanak bermaksud menuntun tumbuhnya rohani dan jasmani kanak-kanak sebelum ia masuk sekolah rendah. 2. Pendidikan dan pengajaran rendah bermaksud menuntun tumbuhnya rohani dan jasmani kanak-kanak, memberikan kesempatan kepadanya kepadanya guna menyumbangkan bakat dan kesukaannya masing-masing, dan memberikan dasar-dasar pengetahuan, kecakapan, dan ketangkasan, baik lahir maupun batin. 3. Pendidikan dan pengajaran menengah (umum dan kejujuran) bermaksud m elanjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengajaran yang diberikan di s ekolah rendah untuk mengembangkan cita-cita hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai anggota masyarakat, mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus, sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat dan/atau mempersiapkannya bagi pendidikan dan pengajaran tinggi. 4. Pendidikan dan pengajaran tinggi bermaksud member kesempatan kepada pelajar untuk menjadi orang yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan yang dapat memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan hidup kemasyarakatan. 5. Pendidikan pengajaran luar biasa bermaksud member pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya, supaya mereka dapat memiliki kehidupan lahir batin yang layak. Tentang Kewajiban Belajar
Pasal 10 1. Semua anak-anak yang sudah berumur 3 tahun ber hak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya. 2. Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar. 3. Kewajiban belajar itu diatur dalam undang-undang yang tersendiri. Tentang Pengajaran Pengajaran Agama di Sekolah Negeri
Pasal 20: 1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
208
2. Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam pengaturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan bersama-sama dengan Menteri Agama. I.
Undang-undang No. 12 Tahun 1954 Yang menjadi menteri PP dan K waktu itu ialah Mr. Muhammad Yamin, dan berlakulah UU ini bagi seluruh wilayah Republik Indonesia. Dengan sendirinya keistimewaan di Flores dan Sumba berakhir. Ketetapan-ketetapan yang tercantum di dalamnya sama dengan ketetapan-ketetapan yang tercantum dalam Undang-undang Tahun 1950.
II.
Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan dan Menteri Agama No. 1432/Kab. Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), No. K 1/652 tanggal 20 Januari 1951 (Agama).
Pengaturan Pendidikan Agama di Sekolah-sekolah Pasal 1: Di tiap-tiap sekolah rendah dan lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan agama. Pasal 2: 1. Di sekolah-sekolah rendah pendidikan agama dimulai mulai kelas 4; banyaknya 2 jam dalam satu minggu. 2. Di lingkungan yang istimewa pendidikan agama dapat dimulai pada kelas 1, dan jamnya dapat ditambah menurut kebutuhan. Tetapi tidak melebihi 4 jam seminggu, dengan ketentuan bahwa mutu pengetahuan umum bagi sekolah-sekolah rendah itu tidak boleh dikurangi dibandingkan dengan sekolah-sekolah rendah di lain- lain lingkungan.
Pasal 3: Di sekolah-sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkatan atas, baik sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah kejuruan, diberi pendidikan agama 2 jam dalam tiaptiap minggu. Pasal 4: 1. Pendidikan agama diberikan menurut agama murid masing-masing. 2. Pendidikan agama baru diberikan pada sesuatu kelas yang mempunyai murid sekurang-kurangnya sepuluh orang, yang menganut suatu macam agama. 3. Murid dalam suatu kelas yang memeluk agama lain daripada agama yang sedang diajarkan pada suatu waktu, boleh meninggalkan kelasnya selama jam pelajaran itu. III. Instruksi Menteri Muda Pendidikan Pengajaran, dan Kebudayaan No. 1 tanggal 17 Agustus 1959. Sapta Usaha Tama 209
Sesudah Presiden/Panglima Tertinggi pada tanggal 5 Juli 1959 mendekritkan, bahwa Indonesia kembali kepada UUD 1945, maka Menter i Muda Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan menginstruksikan untuk mengerjakan Sapta Usaha Tama dan Panca Wardhana dalam lingkungan Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sapta Utama itu seperti berikut: Penerbitan aparatur dan usaha-usaha Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Menggiatkan kesenian dan olah raga. Mengharuskan ―Usaha halaman‖. Mengharuskan penabungan. Mewajibkan usaha-usaha koperasi. Mengadakan ―klas masyarakat‖. Membentuk ―Regu Kerja‖ di kalangan SLTA dan Universitas.
Pasca Wardhana atau Lima Pokok Perkembangan (Ketetanan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 10 Oktober 1960). Pasca Wardhana berisikan segi-segi sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional/internasional/keagamaan. Perkembangan Intelegasi. Perkembangan emosional, artistik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin. Perkembangan keprigelan (kerajiana) tangan. Perkembangan jasmani. Komentar: Sebenarnya sejak tahun 1959 bangsa Indonesia sangat mendewakan semangat Manipol-usdek dalam segi-segi kehidupannya, termasuk juga bidang pendidikan.
IV.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 145 tahun 1965 Tentang Nama dan Rumusan Induk Sistem Pendidikan nasional Tujuan Pendidikan Nasional Tujuan Pendidikan Nasional baik yang diselenggarakan oleh pihak Pemer intah maupun oleh pihak Swasta, dari pendidikan prase kolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan warganegara sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya Masyarakat Sosialis Indonesia adil dan makmur, baik spiritual maupun material, dan yang berjiwa Pancasila yaitu: Ketuhanan yang Mah a Esa; Peri Kemanusiaan yang adil dan beradab; Kerakyatan dan Keadilan Sosial; seperti dijelaskan dalam Manipol/Usdek. Tujuan pendidikan ini tidak bertahan lama.
210
V.
Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Tentang Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan. Ketetapan ini sangat dibutuhkan untuk mengganti tujuan Pendidikan Nasional nomor VI (tahun 1965), sebab tidak sesuai lagi dengan keadaan Orde Baru. Tentang Pendidikan Pasal 3: Tujuan Pendidikan: Membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.
Pasal 4: Isi Pendidikan: Untuk mencapai dasar dan tujuan tersebut di atas, maka isi pendidikan adalah sebagai berikut: 1. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama. 2. Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan. 3. Membina/memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat VI.
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 yang juga dikenal dengan nama Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
Bab 22: Pendidikan dan Pembinaan Generasi Muda Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pembanguna di bidang pendidikan didasarkan atas landasan falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. Agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat, sesuai dengan kemampuan individu, maka pendidikan adalah menjadi tanggung jawab keluarga, mas yarakat, dan pemerintah. VII.
Ketetapan MPR nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
Pola Umum Pelita Ketiga Pendidikan: a. Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar 211
b.
c.
d.
e.
f.
dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangun yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Dalam rangka melaksanakan pendidikan nasional, perlu diambil langkah-langkah yang memungkinkan penghayatan dan pengamalan Pancasila oleh seluruh l apisan masyarakat. Pendidikan Pancasila, termasuk pendidikan moral Pancasila dan unsur-unsur yang dapat meneruskan dan mengembangkan jiwa dan nilai-nilai 1945 kepada generasi muda, dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari taman kanakkanak sampai universitas, baik negeri maupun swasta. Pendidikan berlangsung seumur hidup, dan dilaksanakan di dalam li ngkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan juga menjangkau program-programluar sekolah, yaitu pendidikan yang bersifat kemasyarakatan, termasuk kepramukaan, latian-latian keterampilan dan pemberantasan buta huruf, dengan mendayagunakan sarana dan prasarana yang ada. Mutu pendidikan ditingkatkan untuk mengejar ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan tegnologi yang mutlak diperlukan untuk mempercepat pembangunan.
212
BAB XIX LEMBAGA DAN PUSAT-PUSAT PENDIDIKAN Berbicara tentang lembaga pendidikan, sebenarnya adalah merupakan pembicaraan yang bersankutan dengan pertanggungan jawab terhadap pendidikan anak. Yaitu menyangkut siapakah yang sebenarnya harus bertanggung jawab terhadap pendidikan anak. Yang di maksud dengan bertanggung jawab disini ialah tanggung jawab yang merupakan suatu keharusan, merupakan suatu hal yang secara wajar adalah waji b dan bukan suatu tanggung jawab yang dipaksakan. Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap pendidikan ini dapat berbentuk sebagai orang-orang dan juga dapat berbentuk sebagai suatu bebadan. Dengan demikian dapat disimpulkan,bahwa yang dimaksud dengan lembaga pendidikan ialah orang atau badan yang secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan anak. 5.1. ORANG TUA SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN
Kalau dipikirkan secara agak mendalam, siapa sebenarn ya yang pertama-tama harus bertanggung jawab terhadap pendidikan anak, maka kirannya tidak ada jawaban lain kecuali orang tua. Orang tua adalah merupakan orang yang pertama dan terutama yang wajib bertanggung jawab atas pendidikan anaknya. Pertanggungan jawab orang tua atas pendidikan anaknya ini dapat dijelaskan melalui dua macam alasan yaitu : A. Jika dipikirkan dengan benar-benar,maka adanya anak tersebut ,kelahiran anak itu didunia ini, tidak lain adalah merupakan akibat langsung dari perbuatan antara kedua orang tua. Andai kata tidak terjadi apa-apa antara kedua orang tua kita, kirannya kita pun tidak akana lahir didunia. Orang tua adalah orang yang sudah dewasa. Sebagai orang orang yang telah dewasa , maka orang tua harus bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya. Orang tua harus menanggung segala resiko yang timbul sebagai akibat dari perbuatannya. Oleh karena anak, adalah akibat daripada perbuatan orang tua, maka wajiblah orang tua untuk bertanggung jawab pada pemeliharaan anak saja, melainkan orang tua wajib bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. B. Alasan yang kedua yang menyebabkan orang tua harus bertanggung jawab terhadap pendidikan anak ialah sifat tak berdaya dan sifat menggantungkan diri dari si anak. Anak lahir dalam keadaan yang serba tak berdaya,belum berbuat apa-apa, belum
213
dapat menolong hidupnya sendiri. Anak memerlukan tempat untuk menggantungkan dirinya. Kepala siapakah anak akan menggantungkan diri ? tidak lain ialah kepada orang tuanya. Karena orang tua inilah tempat menggantungkan diri yang secara wajar, bedasarkan atas adanya hubungan yang bersifat kodrat antara anak dan orang tua. Berdasarkan alasan-alasan seperti diatas itulah maka orang tua menjadi lembaga pendidikan yang pertama dan utama.
5.2. YAYASAN – YAYASAN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN
Orang tua sebagai tempat menggantungkan diri dari anak adalah merupakan tempat menggantungkan diri yang wajar. Tetapi ada kalanya anak tidak memperoleh tempat menggantungkan diri yang wajar ini. Tidak semua anak bisa menggantungkan diri yang wajar ini, Tidak semua anak bisa menggantungkan diri pada orang tuanya. Dengan demikian mereka terpaksa memperoleh tempat menggantungkan diri yang bukan orang tuanya. Tempat menggantungkan diri yang bukan orang tua sendiri ini disebut tempat menggantungkan diri yang bersifat kebetulan. Mengapa anak memperoleh tempat menggantungkan diri yang tidak waja r ini, hal ini bisa disebabkan oleh bermacam-macam alasan. Alasan bisa terdapat pada orang tua, dan dapat juga alasan itu terletak pada anak it u sendiri. Alasan yang terletak pada orang tua misalnya akibat dari percer aian,orang tua meninggal dunia,orang tua tidak mampu,dan sebagainya. Alasan yang terletak pada anak misalnya anak cacat atau cedera, seperti akibat dari penyakit polio, bisu, bisu-tuli, dan sebagainya . anak mengalami kelainan-kalainan jiwa, seperti terlalu agresif,nakal sekali,suka mengambil milik orang,nafsu berpetualang yang sangat besar,dan sebagainya. Sehingga karena keadaan-keadaan anak itu maka orang tua tidak mampu untuk memberikan pendidikan sendiri.
Selajutnya , dimana anak-anak ini mendapatkan tempat bergantung yang kebetulan itu ? Dalam hal ini terdapat dua kemungkinan tempat bergantung yaitu: a. Yang pertama ialah, anak diserahkan kepada salah seorang dari famili atau dapat juga orang lain yang bukan famili, yang sanggup menerima tanggung jawab sebagai pengganti dari orang tua dalam hal ini perlu diperingatkan, bahwa pengambilan alih tanggung jawab oleh suatu keluarga ini hendaknya jangan 214
dipaksakan. Tetapi hendaknya harus berdasarkan atas kesadaran dan keikhlasan. Disamping itu, pengambilan tanggung jawab ini tidak boleh bersifat memberati. Jangan hendaknya dengan pengambilan tanggung jawab ini keluarga itu menjadi berat bebannya, sehingga keluarga itu dapat menyelenggarakan kehidupan keluarga yang sehat dan sejahtera. b. Yang kedua ialah, dengan menyerahkan anak kepada yayasan-yayasan, seperti yayasan pemeliharaan anak yatim-piatu,yayasan pemeliharaan anak cacat, yayasan prayuwana, dan lain sebagainya. Disinilah mereka itu mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan secukupnya. umumnya yayasan-yayasan itu diselenggarakan oleh badan-badan atau lembagalembaga swasta. Baik yang bersifat lembaga-lembaga keagamaan maupun yang bersifat lembaga-lembaga sosial biasa. Dalam hal ini pemerintah senantiasa memberikan bantuannya. Kirannya perlu dicatat disini,bahwa yang di maksud dengan yayasan-yayasan sebagai lembaga pendidikan disini agak berbeda sifatnya dengan yayasan- yayasan pendidikan yang kita jumpai didalam praktek,seperti : yayasan pendidikan nasional Erlangga, lembaga pendidikan Ma‘arif Nu, yayasan pendidikan katholik santo yoseph, dan sebagainya. Hal ini akan dijelaskan nanti. Sebagai halnya yayasan-yayasan itu adalah merupakan tempat bergantung yang bersifat kebetulan, maka sudah selayaknya bila dalam yayasan itu terdapat kekurangan-kekurangan dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan jika dibandingkan dengan yang dislenggarakan oleh orang tua. Hal yang umum yang dirasa sebagai kekurangan dari kedua tempat bergantung yang kebetulan ini ialah tidak adanya atau kuragnya rasa cinta kasih sayang orang tua yang dirasakan oleh anak-anak. Hal ini jika dirasakan oleh anak sebagai suatu hal yang serius, dapat mengakibatkan adanya kelainan pada perangkaianya. Misalnya , karena anak merasa bahwa ia tidak pernah mendapatkan rasa cinta kasih sayang dari orang lain, maka ia bersifat tidak mau memberikan rasa cinta kasih sayang kepada siapapun juga. Dalam manifestasinya, ia tidak pernah mengenal rasa kasih sayang terhadap sesama. Dari riwayat-riwayat penjahat dan pembunuh-pembunuh yang tak berperikemanusiaan menunjukkan, bahwa sebagian besar mereka berasal dari keluarga-keluarga yang pecah (broken home) dari keluarga yang tidak teratur
215
kehidupannya, dimana semasa kecilnya tidak merasakan adanya rasa cinta kasih sayang orang tua ini.
5.3 LEMBAGA KEAGAMAAN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN
Berbeda dengan kedudukan yayasan-yayasan sebagai lembaga pendidikan, yang hanya merupakan lembaga pengganti dari orang tua, maka lembaga-lembaga keagamaan mempunyai kedudukan yang tersendiri. Kedudukan lembaga-lembaga keagamaan sebagai lembaga-lembaga pendidikan mempunyai ruang lingkup (scope) tersendiri, yang bukan hanya sekedar mengambil alih dari kedudukan orang tua. Lembaga keagamaan mempunyai bidang pendidikan tersendiri yang pada umumnya orang tua kurang mampu untuk melaksanakannya. Apakah yang menjadi tanggung jawab lembaga-lembaga keagamaan sebagai lembaga pendidikan ? Kiranya sudah tidak dapat disangsikan lagi, bahwa lembaga-lembaga keagamaan mempunyai tugas dalam penyelenggaraan pendidikan agama bagi par a penganut penganutnya. Lembaga-lembaga keagamaan mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan agama bagi anak-anak, termasuk orang dewas. Lembaga-lembaga keagamaan harus memberikan pendidikan agama kepada penganut-penganutnya, harus mendidik umat manusia agar menjadi manusia-manusia yang patuh dan taat terhadap agama. Manusiamanusia yang patuh dan taat terhadap ajaran-ajara n agama. Manusia-manusia yang patuh dan taat terhadap peraturan peraturan Tuhan. Manusia-manusia yang cinta akan kebenaran, keadilan dan kejujuran serta menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang mungkar dan terlarang. Disamping lembaga-lembaga keagamaan itu mempunyai bidang tersendiri dalam pendidikan, lembaga-lembaga keagamaan itu juga mempunyai kewibawaan pendidikan tersendiri. Kewibawaan pendidikan yang dimiliki oleh lembaga keagamaan tidak bersumber pada kewibawaan orang tua. Pendidikan-pendidikan agama itu mendukung kewibawaan yang khusus guna mempengaruhi penganut-penganutnya, guna mendidik umat manusia. Pendidikan-pendidikan agama merasa bertanggung jawab langsung terhadap Tuhan atas pelaksanaan agama dibumi.
216
5.4 NEGARA SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN
Negara adalah suatu lembaga persekutuan hidup yang tertinggi. Sebagai suatu lembaga persekutuan hidup yang tertinggi, maka negara mempunyai kewajiban untuk menjaga kelangsungan dari persekutuan hidup tersebut. Untuk itu negara menciptakan hukum, undang-undang, peraturan-peraturan beserta badan-badan yang mengawasi pelaksanaan ya. Seluruh warga dari negeri berkewajiban untuk menghormati dan melaksanakan hukumhukum, undang-undang beserta peraturan-peraturan tersebut demi kesejahteraan dan keadilan dalam persekutuan hidup itu. Disamping itu seluruh warga dari negara itu berkewajiban pula untuk ikut serta mengambil bagian secara aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan dalam kehidupan bersama dalam negara itu. Untuk itu semua dibutuhkan warganegara- warganegara yang memiliki pengetahuan pengetahuan dan keterapilam-keterampilan, warganegara-warganegara yang memiliki kesadaran akan tugas dan kewajiban, warganegara-warganegarayang bersedia mengabdikan dirinya untuk kepentingan-kepentingan bersama, untuk kepentingan-kepentingan tanah air, bangsa dan negara. Guna mendapatkan warganegara-warganegara yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, warganegara-warganegara yang memiliki kepandaian dan kecakapan, warganegara-warganegara yang memiliki kesadaran tugas dan kewajiban,serta berjiwa pengabdian, mutlak perlu adanya pendidikan bagi calon-calon warga negara. Pendidikan yang mempersiapkan anak atau calon- calon warganegara agar dapat menjadi warganegara yang baik dan berguna, bagi pembangunan bangsa dan negara. Selanjutnya, negara sebagai suatu lembaga persekutuan hidup yang tertinggi, yang menginginkan untuk memiliki warganegara- warganegara yang baik dan berguna, sudah sewajarnya jika negara itu berkewajiban untuk memberikan pendidikan bagi calon-calon warganegaranya. Menjadi kewajiban bagi negara itu untuk menyelenggarakan pendidikan bagi rakyatnya, rakyat yang merupakan warganegaranya juga. Disinilah letak keharusan bagi negara untuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan didalam negaranya. Dan ini pula yang menyebabkan negara itu merupakan lembaga pendidikan. Sebagai realisasi pertanggung jawaban negara dalam bidang pendidikan ini,maka negara menyelenggarakan pendidikan dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi dalam bentuk 217
sekolah-sekolah atau perguruan tinggi – perguruan tinggi negeri. Penyelenggaraan pendidikan oleh negara ini meliputi pembangunan gedung, perlengkapan-perlengkapan sekolah, alat-alat pelajaran, gaji-gaji pegawai, gaji guru atau dosen dan lain sebagainya. Disamping itu,sebagai realisasi pertanggungan jawab negara dalam bidang pendidikan ini, pemerintah/negara juga memberikan bantuan-bantuan dan subsidi-subsidi kepada badan badan swasta yang berkecimpung dalam bidang pendidikan. Bantuan atau subsidi kepada badan swasta ini dapat berupa uang,bantuan tenaga pengajar,dan dapat berupa lain-lain perlengkapan. Khusus bagi negara republik indonesia, pertanggungan jawab negara dalam bidang pendidikan ini dituangkan dalam undang-undang dasar negara republik indonesia bab XIII, pada pasal 31 ayat (2)yang berbunyi ―pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional.......‖. Sedang mengenai ketentuan tentang bantuan pemerintah kepada badan-badan pendidikan swasta, terdapat pada undang-undang no. 4 tahun 1950 bab IX pasl 14 ayat (1) yang berbunyi ―sekolah-sekolah partikulir yang memenuhi syarat-syarat, dapat menerima subsidi dari pemerintah untuk pembiayaannya. Kembali kita meninjau kedudukan atau status dari yayasan-yayasan atau badan-badan pendidikan yang banyak kita jumpai didalam praktek, seperti yang telah disebutkan diatas. Diatas telah kita catat beberapa yayasan pendidikan seperti yayasan pendidikan Nasional Erlangga, lembaga pendidikan ma‘arif NU, yayasan pendidikan katholik santo yoseph dan sebagainya. Kalau kita tinjau mengenai status dari yayasan-yayasan diatas, maka keseluruhannya adalah merupakan yayasan-yayasan atau badan-badan swasta. Jadi mereka adalah badan badan swasta yang berusaha dalam lapangan pendidikan atau disingkat badan-badan yang berusaha dalam lapangan pendidikan Ditinjau dari sudut ini, yaitu bahwa mereka itu tidak lain daripada s ekedar badan-badan yang berusaha dalam lapangan pendidikan, dengan mendirikan sekolah-s ekolah, maka yayasan-yayasan itu sebenarnya bukanlah merupakan suatu lembaga pendidikan, yaitu suatu badan yang merasa wajib ikut bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan. Melainkan mereka itu adalah badan-badan sosial biasa, yang kedudukannya sama saja dengan 218
badan-badan sosial yang lain, yang bergerak dalam bidang jasa, seperti bank tabungan, Asuransi jiwa, dan lain sebagainya. Hanya saja kebetulan mereka i tu bergerak dalam bidang pendidikan. Tetapi agak lain keadaannya, apabila yayasan-yayasan itu didirikan dengan penuh kesadaran yang mendalam dari pendiri-pendirinya, bahwa mereka merasa berkewajiban untuk ikut serta membantu pemerintah dalam pertanggungan jawabnya menyelenggarakan pendidikan. Maka dalam hal ini, yayasan yang di dirikan atas dasar merasa wajib membantu pemerintah dalam tugasnya menyelenggarakan pendidikan, Yayasan tersebut mempunyai status sebagai lembaga pendidikan. Karena ia telah membantu pemerintah/negara, dan negara adalah juga suatu lembaga pendidikan. Status yayasan sebagai suatu lembaga pendidikan itu akan dipertegas lagi, apabila yayasan-yayasan tersebut dalam memberikan pendidikan kepada murid disamping pendidikan yang bersifat umum memberikan pula pendidikan agama tertentu. Sehingga, disamping ia bertindak sebagai badan pendidikan yang biasa, ia bertindak pula sebagai sebagai lembaga keagamaan. Dan badan lembaga keagamaan adalah tegas merupakan suatu lembaga pendidikan. Dengan begitu yayasan pendidikan itu tegas suatu lembaga pendidikan. Uraian diatas hanyalah sekedar uraian yang bersifat teorit is, guna memperjelas dan mempertegas perbedaan pengertian antara yayasan pendidikan dan lembaga pendidikan. Biarpun hal ini hanya teoritis, namun didalam praktek kehidupan sehari-hari hal tersebut bisa menimbulkan konsekuensi yang berbeda. Hal ini bisa menimbulkan jiwa pengabdian atau dedikasi yang berlainan. Yayasan pendidikan yang didirikan atas dorongan rasa wajib ikut serta bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan dalam suatu negara, akan berbeda jiwa pengabdiannya dengan, yayasan pendidikan yang didirikan atas dasar sebagai suatu usaha sosial biasa. Yayasan pendidikan yang merasa dirinya sebagai suatu lembaga pendidikan, akan mempunyai daya tahan yang lebih kuat terhadap kesulitankesulitan, jika dibandingkan dengan yayasan pendidikan yang hanya merupakan suatu usaha sosial biasa. Dalam hal ini kita tidak bertujuan untuk mengurangi jasa atau kegunaan dari yayasan-yayasan pendidikan tersebut dalam pengabdiaannya kepada masyarakat. Kita wajib bersyukur atas usaha mereka yang telah membantu dan mengisi usaha-usaha dalam bidang
219
pendidikan. Kita tahu bahwa pemerintah masih belum mampu untuk menangani masalahmasalah pendidikan secara menyeluruh. 5.5 TRI-PUSAT PENDIDIKAN
Jika dalam pembicaraan tentang lembaga pendidikan menyangkut masalah siapa yang wajib bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan, maka dalam bagian ini kita akan mengutarakan masalah tempat atau lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan yang biasa kita sebut dengan pusat-pusat pendidikan. Pada garis besarnya kita kenal tiga lingkungan pendidikan ini disebut juga tripusat pendidikan yaitu : a. Lingkungan keluarga b. Lingkungan sekolah c. Lingkungan masyarakat
a. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga adalah merupakan lingkungan pendidikan yang pertama karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Dan dikatakan lingkungan yang terutama karena sebagai besar dari kehidupan anak adalah didalam keluarga. Sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah merupakan peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain. mengenai penanaman pandangan hidup keagamaan, masa kanak-kanak adala h masa yang paling baik. Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasardasar hidup beragama. Dalam hal ini bisakanlah anak-anak untuk ikut serta pergi ke gereja atau masjid untuk bersama-sama menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah-khutbah atau ceramah-ceramah agama. Jangan hendaknya penanaman dasar-dasar beragama ini ditundatunda, dinanti sampai anak mencapai kedewasaan dan dibiarkan memilih agama mana yang disukai, seperti yang dianjurkan oleh Rousseau. Kenyataan membuktikan bahwa anak yang semasa kecilnya tidak tahu-menahu dengan hal yang berhubungan dengan hidup keagamaan, tidak prnah pergi bersama orang tua kegereja atau kemasjid untuk beribadah mendengarkan
220
khutbah agama dam sebagainya. Maka setelah dewasa mereka itu pun tidak ada perhatian terhadap hidup keagamaan. Kehidupan dalam keluarga hendaknya memberikan kondisi kepada anak u ntuk mengalami suasana hidup keagamaan. Mengenai hubungan pendidikan dalam keluarga adalah didasarkan ata s adanya hubungan kodrati antara orang tua dan anak. Pendidikan dalam keluarga dilaksanakan atas dasar rasa cinta kasih sayang yang kodrati, rasa kasih sayang yang murni,rasa cinta kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Rasa cinta kasih sayang inilah yang menjadi sumber kekuatan yang tak kunjung padam pada orang tua untuk tak jemu-jemunya memberikan bimbingan dan pertolongan yang dibutuhkan oleh anak. Rasa cinta kasih sayang ini pula yang menyebabkan orang tua ikhlas mengorbankan segala s esuatunya demi kepentingan anaknya. Namun dalam orang tua memberikan bimbingan dan pertolongan ini, hendaknya benar-benar merupakan bimbingan dan pertolongan yang memang perlu dan berguna bagi perkembangan anak kearah kedewasaan, kearah sikap berdiri sendiri. J angan hendaknya bimbingan dan pertolongan yang diberikan itu didasarkan atas rasa inta kasih sayang yang keliru. Rasa cinta kasih sayang yang didasari oleh sentimen atau afeksi . rasa cinta kasih sayang yang tidak memperhitungkan anak. Janganlah bimbingan dan pertolongan yang berlebihan akan menyebabkan anak menjadi canggung, ragu-ragu untuk bertindak, tidak berani untuk mengambil ketentuan dan keputusan sendiri bahwa anak kepada sikap menggantungkan diri. Jika demikian halnya, anak akan sulit mencapai kedewasaan, anak akan terhambat dalam mencapai kedewasaan dan mungkin bisa terjadi tidak pernah mencapai kedewasaan didalam jiwanya. b. Lingkungan sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam ketrampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah. Dengan demikian, sebenarnya pendidikan disekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Disamping itu, kehidupan disekolah adalah merupakan jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak. Di sekolah, anak bercampur dan bergaul dengan anak-anak lain, yang tidak ada hubungan kodrati. Bercampur dan bergaul dengan anak-anak lain, yang bermacam-macam sifat dan peranannya. Bercampur dan bergaul dengan anak-anak lain yang mempunyai hakhak yang sama dengan dirinya. Di sekolah anak tidak mempunyai ―hak -hak istimewa‖ seperti 221
halnya dalam keluarga dirumah. Semua anak mempunyai hak yang sama. Semua anak mempunyai kewajiban yang sama. Semua anak diperlakukan sama. Disinilah anak diperkenalkan dengan prinsip-prinsip kehidupan demokratis. Anak-anak dilatih untuk belajar hidup secara demokratis. Disekolah, dibawah asuhan guru-guru, anak-anak memperoleh pengajaran dan pendidikan. Anak-anak belajar berbagai macam pengetahuan dan keterampilan yang akan dijadikan bekal untuk kehidupannya nanti dimasyarakat. Memberikan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada anak untuk kehidupannya nanti inilah sebenarnya tugas utama dari sekolah. Kenyataannya didalam praktek, banyak macam-macam sekolah yang tidak mampu untuk menunaikan tugasnya berfungsi sebagai pemberi bekal hidup kepada anak. Berdasarkan kenyataan ini pula dicarilah bentuk-bentuk sekolah yang kiranya dianggap mampu untuk melaksanakan tugas tersebut. Diantaranya ialah, munculnya sekolah pembangunan yang dewasa ini sedang dirintis. Sejajar dengan kedudukan sekolah, ialah berbagai macam kursus-kursus seperti : kursus mengetik, kursus menjahit, kursus kecantikan, kursus auto montir, kursus bahasa asing, dan sebagainya. Ditinjau dari fungsi untuk memberikan bekal hidup kepada anak, maka nampaknya kursus-kursus ini lebih berhasil jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah biasa. c. Lingkungan masyarakat
Sebenarnya pengertian tentang lingkungan masyarakat ini memang agak membingungkan. Tidak hanya pengertian tentang lingkungan masyarakat saja yang membingungkan tetapi juga pengertian tentang lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah tidak tegas pula. Apakah apabila anak sudah keluar dari halaman rumahnya itu ia sudah keluar dari lingkungan keluarga ? apakah murid-murid jika sudah dari halaman sekolahnya itu mereka sudah di katakan diluar lingkungan sekolah ? apakah anak-anak yang tidak berada disekitar halaman rumahnya itu berada dalam lingkungan masyarakat ? demikian juga, apakah muridmurid yang tidak berada disekitar halaman sekolah itu juga dalam lin gkungan masyarakat ? Marilah kita agak memperjelas mengenai pengertian lingkungan-lingkungan diatas. Manakah batas dari lingkungan-lingkungan tersebut. Untuk agak memperjelas pengertian kita tentang lingkungan itu, baiklah kita jangan terlalu terikat pada ―tempat‖. Kita adakan tinjauan tentang lingkungan bukan atas dasar tempat melainkan atas dasar ―peranan‖ orang-orang yang berada dalam lingkunganlingkungan itu. 222
Orang-orang yang berada dalam lingkungan keluarga ialah orang tua terutama disamping anggota keluarga yang lain. Jika orang tua, atau anggota keluarga yang lain tidak berperan lagi terhadap anak artinya tidak mengadakan pengawasan terhadap tingkah laku perbuatan anak,maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut tidak berada dalam lingkungan keluarga. Biarpun ia mungkin masih berada di halaman rumahnya. Misalnya ia sedang bermain-main dengan kawan-kawan sebayanya. Sebaliknya, biarpun ia tidak berada di sekitar halaman rumahnya, tetapi orang tua atua anggota keluarga yang lain masih mengadakan pengawasan terhadap tingkah laku perbuatan anak maka dapat dikatakan, bahwa anak itu berada dalam lingkungan keluarga. Misalnya mereka sedang berjalan-jalan di sebuah taman, mereka sedang pergi ke tempat-tempat hiburan dan sebagainya. Demikian juga bagi murid-murid. Jika guru atau petugas lain dari sekolah tidak lagi mengadakan pengawasan terhadap tingkah laku perbuatan murid-murid, biarpun mereka itu berada di halaman sekolah maka dikatakan bahwa murid-murid itu tidak berada dalam lingkungan sekolah. Misalnya, pada hari minggu atau libur sekelompok murid bermain-main di halaman sekolah karena rumahnya disekitar situ. Sebaliknya, biarpun murid-murid itu tidak berada disekitar sekolah, tetapi ada guru atau petugas sekolah yang lain memimpin atau mengadakan pengawasan terhadap terhadap tingkah laku perbuatan murid-murid itu maka dikatakan bahwa, murid-murid itu berada didalam lingkungan sekolah. Misalnya, sekelompok murid sedang meninjau sebuah peternakan ayam di bawah pimpinan seorang guru. Dengan demikian, yang dimaksud dengan anak berada di dala m lingkungan masyarakat, apabila anak itu tidak berada dibawah pengawasan orang tua at au anggota keluarga yang lain, dan tidak berada dibawah pengawasan guru atau petugas sekolah yang lain. Pengawasan tingkah laku perbuatan anak dalam lingkungan masyarakat ialah oleh petugas-petugas hukum didalam masyarakat atau juga orang-orang lain yang berada dalam masyarakat. Uraian diatas didasarkan pada pengertian tentang ―kurikulum‖bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah semua pengalaman belajar yang diperoleh murid di bawah pengawasan sekolah. Pengalaman-pengalaman belajar murid ada yang bersifat intra dan ada pula yang bersifat extra-kurikuler. Dengan demikian, lingkungan sekolah itu pun ada yang berada ―didalam‖ sekolah dan ada pula yang ―di luar‖ sekolah. 223
Kembali kita kepada lingkungan masyarakat Sebenarnya di dalam masyarakat itu tidak ada pendidikan masyarakat tidak mendidik orang-orang atau anak-anak yang berada di dalamnya. Di dalam masyarakat, ada yang hanyalah ―pengaruh‖ dari masyarakat itu. Pendidikan yang ada di dalam masyarakat ialah yang terdapat dalam perkumpulan-perkumpulan pemuda. Sehingga Ki Hajar Dewantoro secara tegas menyebutkan lingkungan pendidikan yang ketiga ialah pergerakan pemuda. Hal ini akan dibicarakan secara tersendiri nanti. Pengaruh-pengaruh dari masyarakat ini ada yang bersifat positif terhadap a nak,tetapi sebaliknya banyak pula yang bersifat negatif. Yang dimaksud dengan pengaruh yang bersifat positif di sini ialah segala sesuatu yang membawa pengaruh baik terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Yait u pengaruh pengaruh yang menuju kepada hal-hal yang baik dan berguna. Baik dan berguna bagi anak itu sendiri maupun baik dan berguna bagi kehidupan bersama. Pengaruh yang positif dari masyarakat ini banyak kita jumpai dalam perkumpulan perkumpulan pemuda, organisasi- organisasi pelajar/mahasiswa, maupun organisasiorganisasi yang lain. Baik perkumpulan/organisasi itu bergerak dalam lapangan keseniankesenian, olahraga, politik maupun yang merupakan organisasi biasa yang bersifat menghimpun dan menyatukan para anggota, seperti halnya organisasi- organisasi pelajar/mahasiswa, dari suatu jenis sekolah atau fakultas. Misalnya : persatuan pelajar sekolah guru, ikatan keluarga mahasiswa teknik, ikatan keluarga mahasiswa IKIP dan sebagainya. Tetapi, perlu di tekankan disini bahwa organisasi atau perkumpulan pemuda yang memberikan pengaruh positif ini ialah organisasi atau perkumpulan pemuda yang diorganisasi secara baik dan ―Legal‖. Bukan organisasi a tau perkumpulan pemuda yang diorganisasi secara baik dan penuh disiplin, tetapi tidak legal atau ―Ilegal‖. Seperti halnya dengan adanya banyak group-group pada akhir-akhir ini yang gerak tingkah lakunya sebagian besar lebih mendekati dengan ―gang-gang‖ diluar negeri. Sedang yang dimaksud dengan pengaruh yang bersifat negatif ialah segala macam pengaruh yang menuju kepada hal-hal yang tidak baik dan merugikan. Baik ,tidak baik dan merugikan bagi pendidikan dan perkembangan anak sendiri, maupun tidak baik dan merugikan kepada kehidupan bersama. Pengaruh yang bersifat negatif ini tidak terhitung banyaknya didalam masyarakat. Dan anehnya pengaruh yang negatif ini sangat mudah diterima oleh anak dan sangat kuat meresap dihati anak. Anak yang tadinya baik dirumah, setelah mendapat pengaruh dari temanya, akhirnya bisa menjadi anak berandalan. Oleh karena itu menjadi tugas dari orang tua untuk 224
selalu mengadakan pengawasan terhadap putera-puterinya. Orang tua harus tahu dan mengawasi selalu, dengan siapa anaknya itu bercampur gaul. Bukan maksudnya disini untuk membeda-bedakan kawan, tetapi justru untuk menjaga agar si anak tidak terlanjur memperoleh pengaruh-pengaruh yang tidak di inginkan. Contoh : Setiap kali anak meminta ijin untuk belajar di rumah kawannya berangkat membawa buku dan pulang jam sepuluh atau sebelas malam dimana orang tua sudah tidur. Demikian berjalan beberapa lama. Tetapi apa hasilnya ? anak telah menjadi seorang peminum ganja. Salahkah anak itu ? salahkah kawan yang mengajaknya ? Memang, kita bisa menyalahkan kepada anak. Dan mungkin kita bisa juga menyalahkan kepada kawan yang mengajaknya. Tetapi disamping itu, orang tualah yang bersalah paling besar. Mengapa ia tidak selalu mengadakan pengawasan yang teliti terhadap anaknya. Andaikan kita selalu mengadakan pengawasan dengan teliti, selalu mengawasi dengan siapa saja anaknya bercampur gaul, kiranya tidak akan terjadi hal-hal yang demikian. Hal-hal semacam itu kiranya akan bisa dicegah sebelumnya. Pengaruh yang negatif ini bisa berasal dari buku-buku bacaan, komik-komik, majalah-majalah, bioskop, kejadian-kejadian atau peristiwa dalam masyarakat termasuk juga orang-orang atau kawan-kawan bergaul seperti diterangkan diatas. Menyinggung sedikit tentang buku-buku komik, disini penulis berpendapat, bahwa memang tidak sedikit buku-buku komik yang tidak baik, yang merugikan bagi p endidikan dan perkembangan anak. Tetapi sebaliknya, banyak juga buku-buku komik yang memang bagus dan bermutu bagi pendidikan, seperti misalnya komik seri mahabarata, ramayana, dan sebagainya. Komik-komik tentang pahlawan-pahlawan, seperti komik untung suropati, komik teuku umar dan sebagainya. Juga buku-buku komik yang mengambil cerita-cerita dari buku buku karangan karel may, pengarang yang tidak asing lagi bagi para penggemar cerita-cerita petualangan. Demikian pula mengenai buku-buku cerita silat. Sebenarnya cerita-cerita silat itu banyak yang mengandung ajaran-ajaran pendidikan yang cukup berharga, disamping merupakan hiburan yang cukup menarik. Dapat dicatat disini misalnya ―Nagasasra sabuk inten‖ dan ―api di bukit menoreh‖ karya dari S.H Mintardja. 225
5.6 PERKUMPULAN PEMUDA
Diatas telah disinggung sedikit mengenai perkumpulan pemuda ini. Dalam bagan ini kita adakan tinjauan tentang perkumpulan pemuda ini secara khusus. Pertama kita akan mengadakan tinjauan menganai status dari perkumpulan perkumpulan pemuda itu, kemudian tentang fungsi atau nilainya dalam pendidikan dan perkembangan anak. Yang dimaksud dengan tinjauan tentang status disini ialah, untuk menentukan apakah perkumpulan-perkumpulan pemuda itu merupakan suatu lembaga pendidikan atau bukan. Dan sebelum kita menentukan apakah perkumpulan pemuda it u suatu lembaga pendidikan atau bukan, baiklah kita mengadakan pembedaan atau penggolongan terhadap perkumpulan perkumpulan pemuda itu. Menurut peninjauan penulis, maka perkumpulan-perkumpulan pemuda itu dapat digolongkan sebagai berikut : a. Perkumpulan-perkumpulan pemuda yang bercorak ideologis. Perkumpulan pemuda yang bercorak ideologis ini terbentuk atas dasar adanya dorongan untuk mempertahankan dan memperkembangkan suatu ideologi. Ideologi ini dapat bersifat ideologi golongan atau aliran, tetapi dapat juga bersifat ideologi keagamaan. perkumpulan pemuda yang bercorak ideologis misalnya : Gerakan pemuda anshor, pemuda khatolik, persatuan mahasiswa kristen indonesia, Gerakan mahasiswa nasional indonesia, himpunan mahasiswa lslam, dan lain sebagainya. b. Perkumpula pemuda yang bergerak dalam bidang pendidikan, kesenian-kebudayaan dan olahraga. perkumpulan pemuda yang bergerak dalam bidang pendidikan, kesenian-kebudayaan dan olahraga ini terbentuk atas dasar adanya dorongan untuk memelihara, membina dan mengembangkan bakat-bakat yang ada pada para anggota. Perkumpulan perkumpulan ini sebagian besar mempunyai sifat hiburan atau rekreasi. Termasuk dalam golongan perkumpulan pemuda yang demikian. Misalnya saja perkumpulan gerakan pemuda, perkumpulan-perkumpulan band, perkumpulan perkumpulan sepak bola, perkumpulan-perkumpulan bulutangkis dan lain lain.
226
Khusus gerakan pemuda yang bergerak dalam bidang pendidikan, mempunyai ciriciri yang agak berbeda, hingga perkumpulan Gera kan pramuka pun mempunyai status yang berbeda juga nanti. c. Perkumpulan-perkumpulan pemuda yang bercorak penyatuan anggota atau pembentukan korp. Perkumpulan pemuda yang bercorak penyatuan atau pembentukan korp ini terbentuk atas dasar adanya kesamaan-kesamaan status. Biasanya bertujuan untuk memperjuangka kepentingan-kepentinag korp. biarpun perkumpulan-perkumpulan pemuda yang bercorak ideologis juga bersifat membentuk korp, namun ciri ideologis ini yang lebih menonjol. Tergolong perkumpulan pemuda yang bersifat pembentukan korp misalnya saja: persatuan pelajar sekolah guru, persatuan pelajar sekolah menengah, ikatan mahasiswa teknologi indonesia (IMTI), keluagra mahasiswa IKIP dan lain sebagainya. d. Perkumpulan-perkumpulan pemuda yang boleh di katakan ―liar‖ atau perkumpulan perkumpulan pemuda yang ilegal, yang tidak terang-terangan. perkumpulan pemuda yang demikian ini hanya terdiri dari sekelompok kecil pemuda (mungkin juga pemudi ?) yang terbentuk atas dasar keadaan nasib yang kebetulan sama atas kehendak-kehendak atau selera-selera yang sama dan sifatnya sangat sementara. Seperti terdapatnya group-group liar disementara kota-kota bes ar, yang menggunakan nama-nama yang merupakan singkatan-singkatan misalnya :Lapendos (Laki-laki penuh dosa), mapena (manusia penghuni neraka), melati (melambung di langit tinggi), pejaya (petualang jaya raya), Nihidu (nikmat hidup di dunia), meok (makan enak omong kosong), dan sebagainya, yang kadang kadang merupakan singkatan singkatan yang menjijikkan. seperti halnya diterangkan diatas, sebagian besar gerak dari group-group ini menyerupai dengan gerak dari ―gang‖ yang ada di negara barat. Bergerombolgerombol, mengganggu ketertiban umum, mengganggu wanita, bersenag-senang kelekas batas, mabok-mabok dan sebagainya. Setelah mengolong-golongkan dan mengenal macam-macam perkumpulan pemuda itu, maka kita dapat menentukan bagaimana statusnya dalam usaha pendidikan. Dapat kita katakan bahwa perkumpulan-perkumpulan pemuda itu bukanlah suatu lembaga pendidikan kecuali perkumpulan gerakan pemuda.
227
Gerakan pemuda mempunyai status sebagai lembaga pendidikan, yaitu lembaga pendidikan perlengkap. Lembaga pendidikan yang melengkapi pendidikan dalam keluarga dan pendidikan disekolah. Status sebagai lembaga pendidikan dari gerakan pemuda dapat di buktikan dari kegiatan-kegiatannya dalam mendidik putera dan puteri bangsa dan dari muka dimana anggaran dasarnya yang berbunyi : ―... dengan didorongkan oleh kesadaran merasa b ertanggung jawab atas............., serta oleh keinginan untuk membantu pemerintah........, terutama dalam bidang pendidikan anak-anak dan pemuda untuk...........‖ Perkumpulan-perkumpulan pemuda yang lain tidak dapat di golongkan sebagai lembaga pendidikan dengan alasan antara lain (untuk perkumpulan pemuda yang liar sudah jelas): -
Terbentuknya perkumpulan-perkumpulan pemuda itu tidak didasarkan atas ras a dorngan keharusan untuk turut bertanggung jawab terhadap pendidikan melainkan dengan tujuan-tujunan tertentu.
-
Perkumpulan-perkumpulan pemuda itu adalah sekedar merupakan tempat-tempat penyaluran waktu terluang.
-
Perkumpulan-perkumpulan pemuda itu sedikit atau banyak mempunyai sifat rekreasi, tempat untuk mendapatkan kegembiraan dan hiburan. Sehingga dapat dikatakan, bahwa perkumpulan-perkumpulan pemuda itu tidak lain
adalah merupakan tempat-tempat atau wadah-wadah yang ada dalam mas yarakat, yang memberikan pengaruh positif terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Kecuali perkumpulan-perkumpulan pemuda liar yang boleh dikatakan hanya memberiakan pengaruh negatif saja. Namun perkumpulan-perkumpulan pemuda itu hanyalah merupakan wadah-wadah yang memberiakan pengaruh positif dalam pendidikan dan perkemabangan anak, tetapi nilainya terhadap pembentukan kepribadian anak tak adapat diabaikan begitu saja. Banyak pengalaman-pengalaman berharga yang diperoleh dalam per kumpulan pemuda itu. Terutama bagi mereka yang pernah menjabat sebagai pengurus. Di antara nilai dari perkumpulan pemuda itu ialah :
228
-
Perkumpulan pemuda itu merupakan tempat bagi para muda untuk latihan memimpin. Para pemuda memperoleh kesempatan untuk melatih diri dalam hal bagaimana caranya mempengaruhi, membimbing, menggerakkan dan mengarahkan para anggota (orang lain) untuk pencapaian suatu tujuan.
-
Perkumpulan pemuda memberikan kesempatan bagi para anggotanya untuk berlatih kerjasama. Didorong oleh rasa jiwa korp (corp-geest), mereka belajar untuk merelakan kepentingan-kepentingan perseorangan demi kepentingan bersama, bekerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.
-
Perkumpulan pemuda memberikan kesempatan bagi para muda berlatih dalam hal berorganisasi. Para muda bekajar, bagaimana membentuk suatu organisasi, bagaimana tata-tertib kerja dalam organisasi, bagaimana gerak organisasi itu, baik gerak ke dalam maupun gerak ke luar.
-
Perkumpulan pemuda memberikan kesempatan bagi para muda untuk berlatih hidup demokratis. Dalam organisasi-organisasi itu tidak ada monopoli kekuasaan tidak ada kekuasaan mutlak di tangan pimpinan. Semuanya mempunyai hak yang sama. Saling mengingatkan, saling membetukan, segala sesuatu dirundingkan bersama, dipecahkan bersama, diputuskan bersama.
-
Perkumpulan pemuda memberikan kesempatan bagi para muda untuk berlatih mempunyai jiwa toleransi, jiwa terbuka dalam menghadapi berbagai masalah, banyak timbul perbedaan-perbedaan pendapat, yang satu berbeda den gan yang lain, dan mungkin bertentangan. Para pemuda belajar untuk menerima perbedaan-perbedaan itu, belajar untuk menerima kritik, dan belajar untuk menguasai emosi. Dan masih banyak lagi pengalaman-pengalaman berharga yang diperoleh para
muda dalam perkumpulan pemuda itu, pengalaman-pengalaman yang sangat berguna sebagai bekal untuk kehidupan nanti dalan masyarakat. Demikian besar nilai perkumpulan pemuda itu dalam pembentukan kepribadian anak, sehingga tidak boleh diabaikan begitu saja perananya dalamusaha pendidikan. Perkumpulan pemuda menunjang dalan pelengkap pendidikan dalam keluarga dan pendidikan disekolah.
229
5.7 LINGKUNGAN
Pada pembicaraan yang lalu, lingkungan senantiasa diutarakan dalam arti luas, yaitu lingkungan yang telah termasuk di dalamnya usaha-usaha pendidikan. Seperti hanya pada waktu pembicaraan tentang perkembangan anak pada bab IV. Disamping itu juga sudah banyak disinggung-singgung tentang bagaimana besar pengaruh lingkungan itu terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Seperti halnya pada waktu kita membicarakan batas-batas kemampuan pendidikan pada bab II, dan pembicaraan tentang lingkungan masyarakat sebagai pusat pendidikan ketiga serta pembicaraan tentang perkumpulan pemuda yang baru saja dibahas diatas. Dalam bagian ini kita bicarakan lingkungan dalam arti dan konteks yang agak berbeda, yaitu lingkungan yang tidak termasuk di dalamnya usaha pendidikan. Lingkungan dalam arti milieum atau sekitar. Seperti halnya diatas yang dimaksud dengan lingkungan atau sekitar ialah semua keadaan, benda-benda, orang-orang, kejadian-kejadian, atau peristiwa-peristiwa yang ada disekeliling anak yang mempunyai pengaruh pada perkembangan dan pendidikan anak. Lingkungan seperti dimaksud diatas, pada dasarnya kita bedakan dalam dua golongan, yaitu : a. Lingkungan alam b. Lingkungan sosial
a. Lingkungan alam
Lingkungan alam ini dapat bersifat klimatologis, geografis dan juga keadaan tanah. Yang dimaksud dengan lingkungan alam klimatologis ialah yang berhubungan dengan keadaan iklim. Karena pengaruh iklim maka menyebabkan orang mempunyai kebiasaan-kebiasaan dan sifat-sifat tertentu. Adanya musim dingin di Eropa, dimana orang tidak bisa bekerja sebagaimana biasanya, menyebabkan orang-orang di sana menjadi rajin, giat bekerja dan penuh usaha untuk kemajuan. Menyebabkan orang-orang Eropa dalam setiap gerak langkahnya serba cepat, terlihat serba tergesa-gesa.
230
Sebaliknya, orang-orang didaerah katulistiwa, dimana keadaan alam serba mengijinkan, seperti di indonesia, dikatakan menyebabkan orang-orang malas, serba lambat dalam geraknya, kurang berusaha untuk kemajuan. Letak geografis, disamping yang menunjukkan daerah dingin sedang, tropis juga daerah-daerah pantai dan daerah pedalaman memberikan pengaruh-pengaruh yang berbeda. Daerah pantai dengan kehidupan nelayan yang selalu bertempur melawan gelombang, memberikan pengaruh yang lain dari pada daerah pedalaman, dengan kehidupan pertanian yang selalu bergaul dengan tanaman-tanaman yang hijau gemulai. Daerah yang kering, tandus dan gersang mempunyai pengaruh yang lain pula dari pada daerah-daerah yang subur, dimana penghidupan tidak merupakan beban yang berat. b. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial ini masih dibedakan lagi dalam dua macam yaitu : lingkungan sosial keluarga dan lingkunga sosial masyarakat. Hal-hal dalam lingkungan keluarga yang turut berpengaruh pada pendidikan anak antara lain : -
Perlakuan orang tua terhadap anak. Apakah anak cukup mendapat perawatan dan kasih sayang atau tidak.
-
Kedudukan anak dalam keluarga Apakah ia anak sulung, anak tengahan, ataukah anak bungsu. Biasanya anak sulung dan anak bungsu selalumendapatkan perlakuan yang berbeda dri orang tua, dan merupakan problem tersendiri dalam pendidikan.
-
Status anak dalam keluarga. Apakah ia anak kandung, anak tiri, atau merupakan anak titipan dari keluarga lain. Hal ini sangat berpengaruh pada rasa kebebasan,emosi serta daya kreatifitas pada anak.
-
Besar kecilnya keluarga. Keluarga yang besar, disamping merupakan beban bagi keluarga juga sering menimbulkan masalah-masalah dalam pendidikan. Misalnya adanya rasa persaingan diantara anak-anak, timbul rasa iri hati satu dengan yang lain dan timbulnya rasa tidak adil dari orang tua terhadap mereka.
231
Sebaliknya, keluarga yang kecil, dimana hanya ada satu anak tunggal, hal ini juga kurang menguntungkan bagi pendidikan anak. Anak biasanya dimanja, terlalu dilindungi(diemen-eman, jawa) terlalu ditolong selalu, yang kesemuanya itu berakibat, anak sulit mencapai kedewasaan, anak terlambat dalam mencapai kedewasaan, bahkan dapat juga anak tidak pernah mencapai kedewasaan. Oleh karena itu dapat dibatasi sampai ketiga atau keempat oarng saja, sehingga tidak memberati beban keluarga dan dapat memberiakn pendidikan yang cukup harmonis dalam keuarga. Juga jarak kelahiran yang begitu dekat antara anak yang satu dengan yang lain, disamping kurang baik bagi kesehatan ibu, juga tidak menguntungkan bagi pendidikan anak-anak itu. Anak-anak nampir sama umurnya itu akn saling bersaing, saling berebut menang, saling berebut kasih sayang ibu, yang berakibat tidak ada rasa kasih-mengasihi, sayang-menyayangi, cinta-mencintai satu dengan yang lain. Lain halnya jika kelahiran anak-anak itu mempunyai jarak yang cukup. Anak yang tua sudah merasa ingin punya adik denagn begitu kehadiran adiknya disabut dengan gembira, ia sangat sayang kepada adiknya, merasa harus melindungi adiknya dan sebagainya. -
Ekonomi keluarga apakah anak berasal dari keluarga miskin atau keluarga yang kaya. Ekonomi keluarga banyak menentukan terhadap perkembangan dan pendidikan anak, disamping merupakan faktor penting bagi kesejahteraan keluarga. Tetapi ekonomi keluarga bukan satu-satunya yang menentukan. Banyak hal-hal lain yang turut berperan. Anak-anak orang kaya banyak mengalami kegagalan dalam perkembangannya, karena keliru dalam mempergunakan kekayaannya. Sebaliknya, tidak sedikit anak dari k eluarga yang ekonominya hanya sekedar cukup saja, dapat mencapai perkembangan yang baik.
-
Pendidikan orang tua. Bagaimanapun juga, anak dari keluarga yang berpendidikan, akan mempunyai gambaran dan aspirasi-aspirasi yang berbeda dengan anak dari keluarga biasa saja. Situasi dari keluarga yang berpendidikan akan memberikan pengaruh dan dorongan yang positif terhadap anak.
-
Dan lain sebagainya yang tidak dapat disebutkan lagi. Hal-hal dalam lingkungan masyarakat yang turut berpengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak, sebagian besar telah di uraikan diatas.
232
Dalam masyarakat, disamping terdapat hal-hal yang memberikan pengaruh positif pada pendidikan dan perkembangan anak, juga banyak hal-hal yang memberikan pengaruh negatif. Sehubungan dengan pengaruh-pengaruh yang bersifat positif dan pengaruh-pengaruh yang bersifat negatif dari masyarakat ini, maka aktivitas pribadi memainkan peranan yang penting. Kemana aktivitas pribadi itu digerakkan, maka kesitu pula arah perkembangan dari seseorang. Disamping pengaruh positif dan negatif itu, masih ada juga hal-hal dalam masyarakat yang memberi pengaruh kepada perkembangan dan pendidikan anak. Seperti hanya situasi politik, situasi ekonomi, situasi sosial dan juga situasi keamanan. Situasi politik yang menyebabkan negara dalam keadaan perang atau timbulnya banyak pemberotakan-pemberontakan, sering mengakibatkan kegagalankegagalan, hambatan-hambatan dan kekecewaan-kekecewaan bagi anak yang sedang membutuhkan pendidikan. Situasi ekonomi kacau, yang menyebabkan kacaunya perekonomian masyarakat, masyarakat menjadi tidak tenang, guru-guru menjadi tidak tenag dalam menjalankan tugasnya, akan berpengaruh pula pada dunia pendidikan dan pendidikan anak-anak, situasi sosial dalam masyarakat tidak tertib, banyak terjadi penyelewengan-penyelewengan, manipulasi dan korupsi, akan berpengaruh besar terhadap perkembangan jiwa anak ke arah hal-hal yang negatif pula. Demikian juga, situasi keamanan yang tidak terjamin, hingga menyebabkan banyaknya pengangguran-pengangguran norma-norma susila, perampasan-penodongan, dan lain sebagainya, akan berpengaruh kepada anak kearah sifat-sifat tidak t ertib, tidak disiplin, bandel, berandal dan sebagainya. Demikian besar pengaruh dari keadaan-keadaan dalam lingkungan itu terhadap pendidikan dan perkembangan anak, lebih-lebih pengaruh yang bersif at negatif. Sehingga ada benarnya juga pendapat Rouseau yang mengatakan bahwa : ―Manusia itu baik waktu dilahirkan. Tetapi manusia menjadi rusak karena masyakat.
233