HAK DAN KEDUDUKAN WANITA DALAM KELUARGA BERDASARKAN HUKUM ISLAM
A. MAKNA HAK DAN KEDUDUKAN WANITA DALAM HUKUM ISLAM Dalam catatan sejarah dapat ditelusuri, ajaran Islam telah mengangkat derajat wanita sama dengan pria dalam bentuk hukum, dengan memberikan hak dan kedudukan kepada wanita yang sama dengan pria sebagai ahli waris mendiang orangtua atau keluarga dekatnya. Hukum Islam pula yang memberikan hak kepada wanita untuk memiliki sesuatu (harta) atas namanya sendiri. Padahal ketika itu kedudukan wanita rendah sekali, bahkan dalam masyarakat Arab yang bercorak patrilineal patrilineal sebelum datang Islam, Islam, wanita mempunyai mempunyai banyak kewajiban, tetapi hampir hampir tidak mempunyai hak. Wanita dianggap benda belaka, ketika masih muda ia kekayaan orangtuanya, sesudah menikah ia menjadi kekayaan suaminya. Sewaktu-waktu mereka bisa diceraikan atau dimadu begitu saja. Fisiknya yang lemah, membuat wanita dipandang tak berguna karena ia tak dapat berperang mempertahankan kehormatan. Pandangan ini tentu saja merendahkan derajat wanita dalam masyarakat. Kedudukan wanita yang rendah itulah, kemudian menjadi salah satu hal yang diperangi dan ditinggalkan oleh ajaran Islam.Menurut ajaran Islam: 1. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam pandangan Allah (QS Al-Ahzab:35, Muhammad:19). Persamaan ini jelas dalam kesempatan beriman, beramal saleh atau beribadah (shalat, zakat, berpuasa, berhaji) dan dan sebagainya. sebagainya. 2. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam berusaha untuk memperoleh, memiliki, menyerahkan atau membelanjakan harta kekayaannya (QS An-Nisa:4 dan 32). 3. Kedudukan wanita sama dengan pria untuk menjadi ahli waris dan memperoleh warisan, sesuai pembagian pembagian yang ditentukan (QS (QS An-Nisa:7). 4. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam memperoleh pendidikan dan ilmu pengetahuan:
“Mencari/menuntut “Mencari/menuntut ilmu pengetahuan adalah kewajiban muslim pria dan wanita” (Hadits). 5. Kedudukan wanita sama dengan pria dalam kesempatan untuk memutuskan ikatan perkawinan, kalau syarat untuk memutuskan ikatan perkawinan itu terpenuhi atau sebab tertentu yang
dibenarkan ajaran agama, misalnya melalui lembaga fasakh dan khulu’, seperti suaminya zhalim, tidak memberi nafkah, gila, berpenyakit yang mengakibatkan suami tak dapat memenuhi kewajibannya dan lain-lain. 6. Wanita adalah pasangan pria, hubungan mereka adalah kemitraan, kebersamaan dan saling ketergantungan ketergantungan (QS An-Nisa:1, At-Taubah:71, Ar-Ruum:21, Al-Hujurat:13). QS Al-Baqarah:2
menyimbolkan menyimbolkan hubungan saling ketergantungan itu dengan istilah pakaian; “Wanita adalah pakaian pria, pria, dan pria adalah pakaian wanita”. 7.
Kedudukan wanita sama dengan kedudukan pria untuk memperoleh pahala (kebaikan bagi dirinya sendiri), karena melakukan amal saleh dan beribadah di dunia (QS Ali Imran:195, An Nisa:124, At-Taubah:72 At-Taubah:72 dan Al-Mu’min:40). Amal saleh di sini maksudnya adalah segala perbuatan baik yang yang diperintahkan diperintahkan agama, agama, bermanfaat bermanfaat bagi bagi diri sendiri, sendiri, masyarakat, masyarakat, lingkungan lingkungan hidup dan diridhai Allah SWT.
8.
Hak dan kewajiban wanita-pria, dalam hal tertentu sama ( QS Al-Baqarah:228, At-Taubah:71) dan dalam hal lain berbeda karena kodrat mereka yang sama dan berbeda pula (QS AlBaqarah:228, An-Nisa:11 dan 43). Kodratnya yang menimbulkan peran dan tanggung jawab antara pria dan wanita, maka dalam kehidupan sehari-hari – misalnya sebagai suami-isteri – fungsi mereka pun berbeda. Suami (pria) menjadi penanggungjawab dan kepala keluarga, sementara isteri (wanita) menjadi penanggungjawab dan kepala rumahtangga.
B. HAK WANITA DALAM KELUARGA BERDASARKAN HUKUM ISLAM Manusia sebagai makhluk, baik pria maupun wanita memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan Allah Swt. yang tentunya disesuaikan dengan peran dan kedudukannya masing-masing. Untuk menjaga keseimbangan dalam hidup, manusia wajib mengetahui dan menghormati hak yang dimiliki oleh orang lain. Kaum pria wajib menghormati hak yang di miliki oleh kaum wanita dan begitu pula sebaliknya. Adapun beberapa hak dalam keluarga yang diberikan islam uuntuk kaum wanita baik posisinya sebagai anak maupun istri, antara lain sebagai berikut : 1. Hak untuk Menlangsungkan Hidup Dalam catatan sejarah, Islam mampu mengangkat harkat dan martabat seorang wanita yang sebelumnya di campakkan dan diletakkan pada posisi yang hina, puncakknya terlihat pada zaman jahiliah, di saat bayi perempuan dilahirkan, dengan segera tidak sedikit orang tua yang menguburkan bayinya tersebut hidup-hidup dengan alasan malu memiliki anak perempuan yang pada akhirnya akan menjadi beban hidup keluarganya. Karena ini Allah Swt berfirman ” dan apabila bayi-bayi perempuan yang di kubur hidup-hidup ditanya; kar ena dosa apa dia dibunuh?” (Q.S at - Takwir/81: 8 — 9). Dengan adanya ayat ini, maka islam menegaskan bahwa perilaku membunuh bayi perempuan merupakan perbuatan yang sangat terkutuk. 2. Hak untuk Mendapatkan Nafkah Menurut ajaran Islam, seorang wanita tidak bertanggungjawab untuk mencari nafkah keluarga tapi dia berhak mendapatkan nafkah dari seorang suami demi menjalani kehidupan rumah tangga yang nyaman, tentram, bahagia, dan sejahtera. 3. Hak untuk Mendapatkan Warisan Diantara kemuliaan wanita dalam Islam adalah mereka memiliki hak mendapat warisan. Dan hak ini telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. di dalam Al-Quran, utamanya di dalam Surah kaum perempuan: Sūrah an- Nisā’. Surah ini berbicara khusus tentang hak -hak wanita berkaitan dengan hak waris (mawārīts) (Qs. An- Nisā’ [4]:11-13). Ini justru bertolak- belakang dengan tradisi Jāhiliyah dimana masa itu harta warisan hanya diperuntukkan bagi anak laki-laki yang telah dewasa. Sementara kaum wanita dan anak-anak tidak mendapatkan apa-apa. Bahkan, mereka menjadikan perempuan sebagai salah satu harta warisan yang ditinggalkan oleh si mayit untuk diwariskan kepada anaknya. Bahkan, jika perempuan itu adalah ibu tirinya, ia berhak untuk menikahinya.
Namun ketika Islam datang anak-anak perempuan dan para wanita mendapat hak waris. Ketika wahyu turun membawa aturan kewarisan dengan menyertakan anak-anak perempuan, sebagian orang di
masa Jāhiliyyah datang menghadap Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. dan bertanya, “Wahai Rasulillah, apakah kami harus berikan setengah harta warisan kepada anak perempuan dari harta yang ditinggalkan oleh bapaknya? Padahal, dia tidak bisa menunggang kuda dan tidak berperang. Dan apakah kami juga harus memberi warisan kepada anak kecil padahal dia memberikan apa- apa.” (Hadits dar i Ibnu ‘Abbās). (Dr. Laila, al-Mar’ah, 60). 4. Hak untuk Mendapatkan Pendidikan Wanita dalam Islam memiliki keistimewaan lain, yakni: hak menuntut ilmu. Ini sisi lain dari keagungan wanita dalam Islam. Dan hak menuntut ilmu bagi perempuan dalam Islam tidak membeda-
bedakan apakah dia seorang wanita merdeka atau budak. Dalam satu riwayat dari Abū Burdah disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam. bersabda, “Siapa saja yang memiliki satu budak perempuan lalu dia mengajarkan ilmu dan adab dengan sebaik-baiknya. Kemudian, dia merdekakan dan menikahinya maka dia mendapat dua pahala.” Menurut Islam, ilmu memang menjadi hak mendasar yang tidak boleh dihilangkan. Karena satu masyarakat tidak akan maju karena makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal saja. Karena ini semua adalah hak materi. Harus ada hak maknawi dan spiritual, yaitu ilmu pengetahuan. Dan hidup tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa ini. Itu sebabnya hati, ruh, dan nalar haru s terus “diremajakan” dengan ilmu. Dalam sejarah Islam, pendidikan khusus para wanita telah dipraktikkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wassallam. Dimana beliau meluangkan satu hari khusus untuk mengajari kaum wanita. Disamping secara khusus beliau mendidik para ibu kaum Mukminin dan juga istri beliau. 5. Hak untuk Mendapatkan Perlakuan yang Baik Sebagai Istri Dalam sebuah keluarga, dengan posisinya sebagai istri, kaum wanitaberhak mendapatkan perlakuan yang baik dari kaum pria sebagai suami. Perlakuan yang baik itu berupa perkataan dan tutur kata yang santun, tidak kasar, dan tidak menyakiti secara fisik atau menyebabkan seorang istri terancam nyawanya. 6. Hak untuk Mendapatkkan Pekerjaan Meskipun seorang wanita tidak bertanggung jawab untuk mencari nafkah, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa istri juga memiliki hak untuk bekerja dan menyelesaikan sejumlah pekerjaan demi meringankan beban suami dalam mencari nafkah. Oleh karena itu, kaum wanita berhak mendapatkan pekerjaan dan hasil yang di peroleh dari pekerjaannya itu. Adanya kesempatan bekerja dan memperoleh hasil dari pekerjaannya ini sudah dapat dipastikan akan terjadi perbedaan kondisi antara seseorang dengan yang lainnya. Maka, Allah Swt berfirman :
“ Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi
perempuan(pun) dan bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(Q.S. an- Nisa’/4:32)
C. KEDUDUKAN WANITA DALAM KELUARGA BERDASARKAN HUKUM ISLAM Di dalam keluarga wanita dapat berperan sebagai ibu, istri dan anak. Semua peran tersebut menuntut adanya tugas sesuai dengan perannya yang mana peran tersebut juga merupakan keistimewaan mereka. 1. Kedudukan Wanita sebagai Anak Ketika belum menikah peran ini sudah sangat jelas yakni taat kepada kedua orang tua dalam hal kebaikan dan di dasarkan oleh perintah Allah SWT. Seorang anak perempuan sangat istimewa karena
anak gadis yang masih perawan atau belum menikah sedang memikul tanggungjawab dan muru’ah (kehormatan) kedua ibu bapak walau kemana pun mereka pergi. Apapun yang dilakukan pasti akan menjadi perhatian orang sekeliling. Bahkan mereka juga mudah dijadikan bahan fitnah bagi mereka yang tidak tahu menjaga harga diri. Hal ini amat ketara dan bisa kita lihat pada anak gadis pada zaman modern. Kebanyakan mereka telah hilang rasa malu dan sopan serta kelembutan. Mereka bebas bergaul di kalangan kaum laki-laki dengan perbuatan yang menggairahkan dan berpakaian yang menampakkan aurat sehingga nampaklah lekuk-lekuk tubuhnya.
Apabila mereka telah menjaga muru’ah diri maka mereka telah meringankan beban kedua orang tua mereka. Bahkan mereka juga dapat menghindarkan diri daripada gejala sosial dan maksiat. Sebagaimana yang dapat dilihat hari ini berbagai kasus yang keluar di koran seperti pembuangan bayi, zina, dan rogol, itu semua adalah puncak dari keruntuhan akhlaq yang leluasa di kalangan anak remaja pada masa kini. Peran anak perempuan yang begitu besar menjadikannya juga istimewa karena saat menjadi anak,
maka ia membukakan pintu surga bagi ayahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Artinya : “Barangsiapa yang memiliki tiga anak perempuan lalu ia bersabar atas mereka, dan memberi makan mereka, memberi minum, serta memberi pakaian kepada mereka dari kecukupannya, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka pada hari kiamat”. dalam hadist yang lain Nabi bersabda:
Artinya : “Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu dari anak -anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka” ( HR Al -Bukhari dan Muslim).
2. Kedudukan Wanita sebagai Istri Perempuan sebagai istri memiliki peran yang sangat penting. Istri yang bijaksana dapat menjadikan rumah tangganya sebagai tempat yang paling aman dan menyenangkan bagi suami. Wanita sebagai pendamping suami, secara umum bertugas memenuhi kewajibannya terhadap suami, mendukung, mendorong semangat untuk keberhasilan suami dalam berbagai hal dan mendoakan suami. Sabda Nabi Muhammad saw: Pengabdianmu kepada suamimu adalah Shodaqoh ( HR. Dailami). Dengan peran perempuan sebagai istri maka ada beberapa kewajiban istri terhadap suami. Kewajiaban pertama, adalah taat sempurna kepada suaminya dalam perkara yang bukan maksiat bahkan lebih utama daripada melakukan ibadah- ibadah sunnah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidak boleh seorang wanita puasa (sunnah) sementara suaminya ada di tempat kecuali setelah mendapat izin suaminya.” (Muttafaqun ‘alaihi). Kedua adalah menjaga rahasia suami dan kehormatannya juga menjaga kehormatan diri sendiri di saat suaminya tidak ada di tempat. Sehingga menumbuhkan kepercayaan suami secara penuh ke istrinya. Ketiga menjaga harta suami. Rasulullah bersabda:
: “Sebaik -baik wanita penunggang unta, adalah wanita yang baik dari kalangan quraisy yang penuh kasih sayang terhadap anaknya dan sangat menjaga apa yang dimiliki oleh suami.” (Muttafaqun ‘alaihi). Keempat mengatur kondisi rumah tangga yang rapi, bersih dan sehat sehingga tampak menyejukkan pandangan dan membuat betah penghuni rumah. Inilah peran yang seharusnya dilakukan bagi seorang perempuan. Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang perlu dilakukan perempuan, akan tetapi menjadi pendamping seorang pemimpin (pemimpin rumah tangga atau lainnya) yang dapat membantu, mengarahkan dan menenangkan adalah hal yang sangat mulia jika di dalamnya berisi ketaatan kepada
Allah Ta’ala. Sungguh istimewa seorang perempuan saat menjadi seorang istri karena ia telah menyempurnakan separuh dari agama suaminya.
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengka pi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi”. (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim). 3. Kedudukan Wanita sebagai Ibu Tidak ada kemulian terbesar yang diberikan Allah bagi seorang wanita, melainkan perannya menjadi
seorang Ibu. Bahkan Rasulullah pun bersabda ketika ditanya oleh seseorang “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kuperlakukan dengan baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki -laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi,
“Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 6447). Peran ibu sangat besar dalam mewujudkan kebahagiaan dan keutuhan keluarga. Sebagai ibu tugas perempuan yang utama ialah mendidik generasi-generasi baru. Mereka memang disiapkan oleh Allah untuk tugas itu, baik secara fisik maupun mental. Allah melatihnya sejak ia mengadung seperti rasa sakit, lemah, mual-mual, pusing atau berbagai keinginan aneh. Kemudian harus membawa janinnya kemana saja ia pergi. Latihan yang terberat adalah saat melahirkan, ia mempertaruhkan antara hidup dan mati. Mati syahid jika sang ibu melahirkan dan harus berakhir dengan kematian. Ketika latihan berat ini bisa dilalui dengan baik, maka tugas berat berikutnya juga menanti karena bersifat fisik dan psikologis. Tugas yang melibatkan fisik dan psikologis ini tidak lain adalah tugas mendidiknya. Meskipun pada saat masih dalam kandungan juga sudah berkewajiban mendidiknya, namun tidak seberat setelah lahir. Mendidik anaknya setelah lahir membutuhkan waktu panjang, tenaga dan finansial. Tugas mendidik memang bukanlah tugas individu seorang ibu, namun perlu disadari bahwa ibu memiliki peran yang sangat besar. Ibu adalah guru pertama dan utama di rumah. Peran suami bersifat mengokohkan apa yang telah dibentuk ibu. Tergambar dengan jelas bahwa perlakuan orangtua, khususnya ibu menentukan protret karakter anak-anaknya. Disamping mendidik karakter, juga memberikan bekal kepada anak-anak dengan mempertahankan dan mengembangkan kualitas iman; bekerja dengan baik (disiplin/meghargai waktu); berjuang bekerjasama menegakkan kebenaran dan bekerjasama menyebarkan kesabaran. Betapa besar peran perempuan sebagai ibu hingga Allah memberikan keistimewaan pada mereka, yaitu saat menjadi ibu surga berada di bawah telapak kakinya.
“Surga itu dibawah telapak kaki ibu”. (HR. Ahmad, an -Nasaai, Ibn Maajah dan al-Hakim) D. AYAT DAN HADIST TENTANG HAK DAN KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM Dalam sebuah hadis riwayat Ummu Salamah r.a. dikisahkan: Aku bertanya kepada Rasulullah saw, “Mengapa kami, kaum perempuan, t idak disebutkan (keutamaannya) dalam al-Quran sebagaimana kaum laki-laki?” Rasulullah tidak segera menjawab. Tetapi, pada kesempatan yang lain, aku melihat beliau berdiri di atas mimbar. Ketika itu, aku sedang menyemir rambut. Begitu selesai menggulung rambut, aku masuk ke salah satu kamar di rumahku. Kupasang pendengaranku di dekat atap masjid. Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Wahai manusia… sesungguhnya Allah SWT berfirman dalam kitab-Nya: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang memeluk Islam, laki-laki dan perempuan yang beriman, laki-laki dan perempuan yang taat (kepada Allah SWT ), laki-laki dan perempuan yang (berbuat) benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatan, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah SWT, bagi mereka, Allah SWT telah menyediakan ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Ahzâb [33]: 35).” (HR. Ahmad, an- Nasa’i dan al-Hakim).
:
:
.
:
.
: :
.
Seorang sahabat datang kepada Nabi Saw. kemudian bertanya: “Siapakah manus ia yang paling berhak untuk dihormati?” Nabi Saw. menjawab: “Ibumu.” “Kemudian siapa wahai Nabi?” “Ibumu,” jawab Nabi lagi. “Kemudian siapa lagi wahai Nabi?” “Ibumu.” “Kemudian siapa wahai Nabi?” “Bapakmu,” jawab Nabi. (HR. Bukhari dan Muslim). Islam memberikan hak wanita yang sama dengan laki-laki untuk memberikan pengabdian yang sama kepada agama, nusa, bangsa dan negara. Ini ditegaskan dalam al-Quran dan al-Hadits, antara lain sebagai berikut:
“Dan barangsiapa mengerjakan amal shaleh baik laiki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga. Mereka diberi rizki di dalamnya tanpa hi sab.” (QS. al-Mukmin ayat 40).
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.” (QS. Ali Imran ayat 195).
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki -laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. an -Nahl ayat 97).
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang menjaga kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. al -Ahzab ayat 35).
“Sesungguhnya perempuan itu laksana saudara kandung laki-laki.”
“Manusia itu sama dan setara laksana gigi seri.” Ayat dan hadits di atas, adalah sebuah realita pengakuan Islam terhadap hak-hak wanita secara umum dan anugerah kemuliaan dari Allah Swt. Persoalan yang muncul kemudian bahwa sekalipun Islam telah mendasari penyadaran integratif tentang wanita tidak berbeda dalam beberapa hal dengan laki-laki, pada kenyataannya prinsip Islam tentang wanita tersebut telah mengalami distorsi. Kita tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak manusia yang mencoba mengingkari kelebihan yang dianugerahkan allah Swt. kepada wanita.